Anda di halaman 1dari 207

LAPORAN

PENGEMBANGAN DATA DAN INFORMASI


LINGKUNGAN HIDUP
(SUB KEGIATAN PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK
PRODUKSI BIOMASSA)

Kerjasama

BADAN LINGKUNGAN HIDUP


KABUPATEN BANYUWANGI
dengan

LEMBAGA PENELITIAN UNIVERSITAS JEMBER


TAHUN 2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
Rahmat dan Hidayah-Nya buku "LAPORAN" Pengembangan Data dan Informasi
Lingkungan Hidup (Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa) tahun
2015 ini dapat terselesaikan dengan baik. Buku laporan ini merupakan bagian dari
rangkaian laporan dalam proses Pengembangan Data dan Informasi Lingkungan
Hidup Tahun Anggaran 2015.
Laporan ini berisikan tentang hasil kegiatan meliputi database data spasial
dan informasi tentang kerusakan tanah untuk produksi biomassa pada wilayah
administrasi Timur dan Utara di Kabupaten Banyuwangi. Penyusunan laporan ini
didasari oleh kerjasama pihak Pemerintah Kabupaten Banyuwangi,

khususnya

Kantor Badan Lingkungan Hidup dengan Universitas Jember selaku peneliti.


Dalam kesempatan ini pula ingin kami ucapkan terima kasih yang sebesarbesamya kepada seluruh pihak yang telah bersedia membantu dalam proses
penyelesaian buku laporan ini. Akhir kata semoga buku laporan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.

15 Juni 2015
Penyusun

ii | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................. 1-1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1-1
1.2 Maksud dan Tujuan ........................................................................ 1-2
1.3 Manfaat ......................................................................................... 1-2
1.4 Landasan Hukum ........................................................................... 1-3
BAB 2 RUANG LINGKUP KEGIATAN, KERANGKA DASAR DAN METODE
PENELITIAN ....................................................................................... 2-1
2.1 Ruang Lingkup Kegiatan ................................................................. 2-1
2.1.1 Tahap Persiapan .................................................................... 2-1
2.1.2 Tahap Survei dan Penelitian .................................................... 2-2
2.1.3 Tahap Penyelesaian ................................................................ 2-3
2.2 Metode Penelitian ........................................................................... 2-3
BAB 3 KONDISI FISIK WILAYAH STUDI ......................................................... 3-1
3.1 Wilayah Administrasi Kabupaten Banyuwangi ................................... 3-1
3.2 Potensi Sumberdaya Alam ............................................................... 3-5
3.2.1 Kondisi Topografi .................................................................... 3-5
3.2.2 Ketinggian Wilayah .................................................................. 3-9
3.2.3 Kedalaman efektif tanah .......................................................... 3-11
3.2.4 Iklim ....................................................................................... 3-12
3.2.5 Kondisi Jenis Tanah ................................................................. 3-19
iii | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

3.2.6 Kondisi Tata Guna Lahan ........................................................ 3-25


3.2.7 Gambaran Umum Komoditas ................................................... 3-28
3.2 Penentuan Zonasi Rencana Survey Kerusakan Tanah Tahun 2015 .... 3-32
BAB 4 KERUSAKAN TANAH ........................................................................... 4-1
4.1 Potensi Kerusakan Tanah ................................................................ 4-1
4.2 Peta Potensi Kerusakan Tanah per kecamatan dalam Kawasan Budidaya
di Kabupaten Banyuwangi Wilayah Timur dan Utara .......................... 4-4
4.3 Analisa Hasil Laboratorium Tanah .................................................... 4-38
4.4 Penentuan Status Kerusakan Tanah ................................................. 4-64
4.5 Peta Status Kerusakan Tanah .......................................................... 4-80
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ...................................................... 5-1
5.1 Kesimpulan................................................................................... 5-1
5.1 Rekomendasi ................................................................................ 5-1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN

iv | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Peta Kerja dan Peta Status ........ 2-8
Gambar 3.1 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Banyuwangi ..................... 3-4
Gambar 3.2 Peta Ketinggian Kabupaten Banyuwangi .................................... 3-8
Gambar 3.3 Rata-rata Hujan Wilayah Di Kabupaten Banyuwangi .................. 3-18
Gambar 3.4 Peta Jenis Tanah Kabupaten Banyuwangi .................................. 3-24
Gambar 3.5 Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Banyuwangi .......................... 3-27
Gambar 3.6 Peta Pembagian Zonasi Rencana Survey Kerusakan Tanah Kabupaten
Banyuwangi .............................................................................. 3-34
Gambar 4.1 Peta Potensi Kerusakan Tanah Kawasan Budidaya Lokasi Sebaran
Titik Sempel Verifikasi Kabupaten Banyuwangi ........................... 4-3
Gambar 4.2 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Banyuwangi ...... 4-5
Gambar 4.3 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Cluring .............. 4-7
Gambar 4.4 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Gambiran .......... 4-9
Gambar 4.5 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Genteng ............ 4-11
Gambar 4.6 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Giri ................... 4-13
Gambar 4.7 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Glagah .............. 4-15
Gambar 4.8 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Kabat ................ 4-17
Gambar 4.9 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Kalipuro ............ 4-19
v | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Gambar 4.10 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Licin ................ 4-21
Gambar 4.11 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Muncar ............ 4-23
Gambar 4.12 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Rogojampi ....... 4-25
Gambar 4.13 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Sempu ............ 4-27
Gambar 4.14 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Singojuruh ....... 4-29
Gambar 4.15 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Songgon .......... 4-31
Gambar 4.16 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Srono .............. 4-33
Gambar 4.17 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Tegalsari ......... 4-35
Gambar 4.18 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada kecamatan Wongsorejo ..... 4-37
Gambar. 4.22. Grafik Berat Volume Hasil Uji Laboratorium.4-68
Gambar. 4.23. Grafik Porositas Hasil Uji Laboratorium..4-69
Gambar. 4.24. Grafik Permeabilitas Hasil Uji Laboratorium...4-70
Gambar. 4.25. Grafik pH Tanah Hasil Uji Laboratorium.4-71
Gambar. 4.26. Grafik Daya Hantar Listrik Hasil Uji Laboratorium...4-72
Gambar 4.19 Peta Status Kerusakan Kabupaten Banyuwangi
Survey Tahun 20154-69.4-82

vi | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jenis Tanah ............. 2-4
Tabel 2.2 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Berdasarkan Kemiringan Lahan 2-5
Tabel 2.3 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Curah Hujan ............ 2-6
Tabel 2.4 Penilaian Kerusakan Tanah Menurut Penggunaan Kalah ................ 2-7
Tabel 2.5 Kriteria Kelas Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jumlah Skor ...... 2-9
Tabel 2.6 Kriteria Baku Kerusakan Tanah Di Lahan Kering ............................ 2-13
Tabel 3.1 Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi ............................................

3-2

Tabel 3.2 Luas Wilayah Setiap kecamatan Menurut kemiringan Lahan di Kabupaten
Banyuwangi ..................................................................................... 3-6
Tabel 3.3 Kelerangan Lahan Di Kabupaten Banyuwangi ................................ 3-7
Tabel 3.4 Luas Wilayah (km2) Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan Ketinggian
Tempat ............................................................................................ 3-10
Tabel 3.5 Rata-rata Suhu Udara (0C) dan Kelembaban Relatif (%) Setiap Bulan di
Kabupaten Banyuwangi .................................................................. 3-12
Tabel 3.6 Tinggi Hujan Pada Stasiun Hujan di Kabupaten Banyuwangi ......... 3-15
Tabel 3.7 Skor Kerusakan pada Stasiun Hujan di Kabupaten Banyuwangi .... 3-16
Tabel 3.8 Jenis tanah Di Kabupaten Banyuwangi ........................................... 3-23
Tabel 3.9 Penggunaan Lahan Di Kabupaten Banyuwangi .............................. 3-25
Tabel 3.10 Produktivitas Beberapa Tanaman Pangan .................................... 3-28
Tabel 3.11 Produktifitas Beberapa Tanaman Hortikultura ............................... 3-30

vii | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Tabel 3.12 Luas Panen, Rata-Rata Produksi Dan Total Produksi Menurut Jenis
Buah-Buahan ................................................................................ 3-31
Tabel 3.13 Jumlah Titik Rencana Survey Untuk Pengambilan Sampling Tanah
Kabupaten Banyuwangi Wilayah Administrasi Timur dan Utara .... 3-33
Tabel 4.1 Potensi Kerusakan Tanah di Kabupaten Banyuwangi ..................... 4-2
Tabel 4.2 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Banyuwangi ................ 4-4
Tabel 4.3 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Cluring......................... 4-6
Tabel 4.4 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Gambiran .................... 4-8
Tabel 4.5 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Genteng ...................... 4-10
Tabel 4.6 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Giri .............................. 4-12
Tabel 4.7 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Glagah ........................ 4-14
Tabel 4.8 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Kabat........................... 4-16
Tabel 4.9 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Kalipuro ....................... 4-18
Tabel 4.10 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Licin........................... 4-20
Tabel 4.11 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Muncar ...................... 4-22
Tabel 4.12 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Rogojampi ................. 4-24
Tabel 4.13 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Sempu....................... 4-26
Tabel 4.14 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Singojuruh ................. 4-28
Tabel 4.15 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Songgon .................... 4-30
Tabel 4.16 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Srono ........................ 4-32
Tabel 4.17 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Tegalsari ................... 4-34

viii | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Tabel 4.18 Potensi Kerusakan tanah pada kecamatan Wongsorejo ............... 4-36
Tabel 4.19 Hasil Pengamatan, Pengukuran Serta Hasil Analisa Contoh Tanah di
Laboratorium Parameter Kerusakan Tanah Kab. Banyuwang4-39
Tabel 4.20. Jumlah Titik Sampel tanpa Faktor Pembatas...4-59
Tabel 4.21. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Porositas...4-59
Tabel 4.22. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Derajat
Pelulusan Air..4-60
Tabel 4.23. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas
Pesentase Koloid..4-61
Tabel 4.24. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Persentase
koloid, Porositas4-62
Tabel 4.25. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Persentase koloid, Derajat
Pelulusan Air...4-62
Tabel 4.26. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Persentas
koloid, Porositas, Derajat pelulusan air..4-63
Tabel 4.27. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas
Sebaran batuan...4-63
Tabel 4.28. Rekapitulasi Evaluasi Status Kerusakan Tanah...4-74
Tabel 4.29. Status Kerusakan Tanah dan Faktor Pembatas serta luasannya di
Kabupaten Banyuwangi....4-81

ix | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 1
PENDAHULUAN

LAPORAN
PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA
KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Biomassa adalah tumbuhan atau bagian-bagiannya yaitu bunga, biji,
buah, daun, ranting, batang, dan akar termasuk tanaman yang dihasilkan
oleh kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan tanaman, sedangkan produksi
biomassa adalah bentuk-bentuk pemanfaatan sumber daya tanah untuk
menghasilkan biomassa.
Pemanfaatan lahan
biomassa. Pemanfaatan

memiliki
lahan

tujuan

yang

utama untuk

tidak

bijaksana

produksi
sering

menimbulkan kerusakan lahan. Kerusakan tanah untuk produksi biomassa


adalah berubahnya sifat dasar tanah yang melampaui kriteria baku kerusakan
tanah yang disebabkan oleh tindakan manusia baik diareal produksi biomassa
maupun di luar areal biomassa yang berdampak pada kerusakan tanah untuk
produksi biomassa. Kerusakan lahan telah memberikan dampak yang cukup
luas,

melalui

kemerosotan

keanekaragaman

hayati,

banjir,

longsor,

kekeringan, penuruan kualitas tanah dan air hingga perubahan iklim ditingkat
global yang saat ini kita hadapi. Kerusakan tanah untuk produksi biomasa
dapat disebabkan oleh polusi (pengasaman, pestisida, logam berat), erosi,
pencemaran fisika dan kimia untuk produksi biomassa.
Status kerusakan tanah untuk produksi biomassa adalah kondisi tanah
ditempat dan waktu tertentu yang

dinilai berdasarkan kriteria

baku

kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Informasi mengenai status


kerusakan lahan dan/atau tanah untuk Produksi Biomassa mengacu pada
Peraturan Pemerintah Nomor

150 Tahun 2000 tentang

Pengendalian

Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, dan Peraturan Menteri Negara


Lingkungan Hidup No. 07 th 2006 tentang tata cara pengukuran kriteria baku
kerusakan tanah untuk produksi biomassa.
1-1 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Kabupaten Banyuwangi sebagian besar penduduknya bergantung pada


sektor pertanian. Oleh karena itu adanya kriteria kerusakan tanah untuk
produksi biomassa (pertanian, perkebunan dan hutan tanaman) sangat
diperlukan agar tanah dapat bermanfaat secara berkelanjutan dengan tingkat
mutu yang diinginkan, maka pengendalian kerusakan tanah sangat penting.
Kegiatan produksi biomassa sangat mutlak mempersyaratkan mutu tanah
sebagai media pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu kriteria
baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa perlu terus dikaji ulang.
1.2.

Maksud dan Tujuan


Maksud dari kegiatan pengendalian data dan informasi lingkungan (sub

kegiatan pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa) di


Kabupaten Banyuwangi adalah untuk mengidentifikasi status kerusakan tanah
untuk produksi biomassa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan tujuan yang diharapkan adalah :
1. Mengidentifikasi karakteristik dan kualitas tanah administrasi Kabupaten
Banyuwangi Timur dan Utara.
2. Memetakan potensi dan kerusakan tanah atau lahan di wilayah
administrasi Kabupaten Banyuwangi Timur dan Utara.
3. Mengetahui faktor pembatas kerusakan tanah sesuai dengan Kriteria Baku
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 150 Tahun 2000 di wilayah administrasi
Kabupaten Banyuwangi Timur dan Utara.
1.3.

Manfaat
Pengendalian Kerusakan Tanah untuk produksi biomassa diwilayah

administrasi Kabupaten Banyuwangi Timur dan Utara dapat memberikan


manfaat bagi Pemerintah Daerah :
1. Tersedianya informasi status kerusakan lahan/tanah untuk produksi
biomassa.

1-2 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

2. Tersedianya panduan informasi status kerusakan tanah berkaitan dengan


pertanian, perkebunan dan kehutanan di wilayah Kabupaten Banyuwangi
3. Tersedianya panduan untuk tindakan pengelolaan tanah dan atau lahan
yang sesuai berdasarkan faktor pembatas kerusakan tanah sesuai dengan
Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa menurut
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 Tahun 2000 di wilayah
administrasi Kabupaten Banyuwangi Timur dan Utara, sehingga kerusakan
tanah dapat dicegah dan/atau diperbaiki.
1.4.

Landasan Hukum
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan informasi status

kerusakan lahan dan/atau tanah untuk produksi biomassa antara lain:


1. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang
2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
4. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
7. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2006
tentang Tata Cara Pengukuran Kriteria Baku Kerusakan Tanah Untuk
Produksi Biomassa.
8. PERMENLH Nomor 20 Tahun 2008 tentang Juknis Standart Pelayanan
Minimal

Bidang

Lingkungan

Hidup

Daerah

Provinsi

dan

daerah

Kabupaten/Kota.

1-3 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

9. Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia 2009.


Pedoman Teknis Penyusunan Peta Status Kerusakan Tanah untuk
Produksi Biomassa-Jakarta.
10. Peraturan Daerah Kabupaten Ban yuwangi Nomor 08 Tahun 2012 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuwangi Tahun 2012-2032.

1-4 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 2
RUANG LINGKUP KEGIATAN,
KERANGKA DASAR DAN
METODE PENELITIAN

LAPORAN
PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA
KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

BAB 2

RUANG LINGKUP KEGIATAN, KERANGKA


DASAR DAN METODE PENELITIAN
2.1 Ruang Lingkup Kegiatan
Lingkup pekerjaan meliputi pembuatan Peta Sebaran Kerusakan Tanah
serta faktor pembatasnya di wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi
Timur dan Utara. Wilayah ini meliputi 17 kecamatan di Kabupaten
Banyuwangi yaitu kecamatan Banyuwangi, Cluring, Gambiran, Genteng, Giri,
Glagah, Kabat, Kalipuro, Licin, Muncar, Rogojampi,

Sempu, Singojuruh,

Songgon, Srono, Tegalsari, Wongsorejo. Tahapan pelaksanaan meliputi tahap


persiapan, tahap survei lapangan dan penelitian serta tahap penyelesaian.
2.1.1 Tahap Persiapan
Tahap ini dilaksanakan sebelum kegiatan dilakukan. Tahap ini meliputi
pekerjaan-pekerjaan antara lain konsultasi pendahuluan (meliputi

tujuan

kegiatan, jenis data yang akan digunakan, asumsi yang digunakan, luas
lokasi/daerah kegiatan serta intensitas) dan pembuatan peta kerja.
Konsultasi pendahuluan meliputi pekerjaan-pekerjaan

antara lain

penetapan yang jelas tentang tujuan kegiatan, jenis data yang akan
digunakan, asumsi yang digunakan dalam evaluasi, luas lokasi/daerah
kegiatan serta intensitas. Dalam kegiatan ini tujuan utama yang diinginkan
adalah menggali potensi daerah serta menyediakan informasi yang lengkap
dan akurat tentang kerusakan tanah. Dengan tujuan tersebut, maka jenis
data yang diperlukan akan terdiri dari data primer mengenai kualitas dan
karakteristik lahan yang diperoleh dari survei lahan serta data sekunder yang
berupa peta-peta dasar antara lain peta topografi, peta penggunaan lahan,
peta jenis tanah, peta administrasi dan serta peta curah hujan.
2-1 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Lokasi kegiatan adalah lokasi yang telah ditetapkan yaitu wilayah


administrasi Kabupaten Banyuwangi bagian Timur dan Utara yang terdiri dari
17 kecamatan. Intensitas dan skala pemetaan telah ditetapkan pada tingkat
semi detail.
Pembuatan Peta Kerja
Kegiatan ini dilakukan berdasarkan pedoman kriteria status dan potensi
kerusakan tanah, mengacu

pada PERMENLH NO.20 Tahun 2008. Adapun

peta yang dibutuhkan peta curah hujan, peta topografi, peta jenis tanah, peta
kemiringan lereng, peta penggunaan lahan. Dengan mengintegrasikan petapeta tersebut diatas dari Bakosurrtanal dengan hasil ground cheking dari hasil
pendigitasian dan pengukuran topografi dilapangan diharapkan didapatkan
peta lahan dan atau tanah kritis skala 1:25.000 sebagai dasar persyaratan
pengendalian kerusakan tanah untuk produksi biomassa. Dari peta tersebut
didapatkan potensi kerusakan tanah. Proses pengintegrasian ini dibantu oleh

software Arch GIS.


2.1.2 Tahap Survei dan Penelitian
a. Observasi Lapangan
Kegiatan ini merupakan tahap pengenalan medan/daerah survey secara
keseluruhan untuk menyusun rencana kerja yang akurat bagi pekerjaan
selanjutnya. Disamping itu dengan observasi dapat dilakukan koreksi baik
berupa penambahan maupun pengurangan pada peta unit lahan mengenai
ketepatan letak batas alam, penggunaan lahan utama, populasi tanaman dan
informasi lain yang belum tercantum pada peta kerja.
b. Penentuan Letak Lokasi Sampling
Dalam kegiatan ini penetapan lokasi sampling ada setiap unit lahan
sudah dapat dibuat berdasarkan penampakan/ciri fisik lingkungan dan
populasi tanaman yang paling dominant dalam penggunaan lahan utama
maupun fenomena alam lainnya (depresi, lahan terfrakmentasi, berbatu) yang
2-2 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

merupakan penciri utama unit lahan tersebut.


c. Pengambilan Contoh Tanah dan Pengamatan Biofisik Lahan
Setelah penetapan lokasi sampling di seluruh wilayah kerja selesai,
kegiatan selanjutnya adalah pengambilan contoh tanah setiap lokasi untuk
keperluan analisa di laboratorium serta pencatatan semua ciri atau
penampakan biofisik lahan. Pengamatan biofisik lahan yang diamati antara
lain koordinat lokasi, kedalam tanah, lereng, penggunaan lahan beserta
vegetasinya,

kenampakan

erosi

dan

usaha

konservasi

tanah

serta

pengumpulan data iklim.


d. Analisis Contoh Tanah
Untuk melengkapi data lapangan, setiap contoh tanah dianalisa di
laboratorium sehingga mendapatkan angka-angka kuantitatif baik sifat fisik,
kimia tanah maupun biologi tanah. Sifat-sifat fisik tanah yang dianalisa antara
lain permeabilitas, tekstur, porositas. Sifat-sifat kimia tanah yang dianalisa
antara lain pH H2O, redoks dan daya hantar listrik. Sifat biologi tanah yang
dianalisa adalah mikroorganisme.
2.1.3 Tahap Penyelesaian
Dari hasil tahapan interpretasi data maka tahapan hasil tersebut
disajikan secara sistematis berupa peta sebaran kerusakan tanah beserta
faktor penyebabnya. Dari hasil pekerjaan ini kemudian dibuat laporan untuk
dipresentasikan. Dari hasil presesntasi kemudian dilakukan penyempurnaan
laporan akhir.
2.2 Metode Penelitian
a. Pembuatan Peta Kerja
Didalam pembuatan peta kerja sebagai satuan analisis adalah peta
satuan pengamatan lahan yang berupa peta kerusakan tanah tingkat sedang.
Kegiatan ini dilakukan berdasarkan pedoman kriteria status dan potensi
kerusakan tanah, mengacu pada PERMENLH NO. 20 Tahun 2008. Adapun
2-3 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

peta yang dibutuhkan peta curah hujan, peta topografi, peta jenis tanah, peta
kemiringan lereng, peta penggunaan lahan.
1. Peta Jenis Tanah
Peta tanah diperlukan sebagai bahan untuk penilaian potensi
kerusakan tanah. Informasi utama yang diambil dari peta ini adalah jenis
tanah. Jenis tanah yang diperoleh dari peta tanah tergantung dari skala peta.
Semakin detil skala peta tersebut, semakin banyak informasi sifat tanah yang
diperoleh. Jenis (klasifikasi) tanah yang digunakan dapat beragam, umumnya
menggunakan sistem klasifikasi Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, USDA) dan
kadang-kadang juga disertakan padanannya dari klasifikasi Puslittan dan FAO.
Berdasarkan sistem klasifikasi Soil Taxonomy, di In donesia tersebar
10 ordo tanah, yaitu Histosols yaitu ordo untuk tanah basah dan
Entisols, Inceptisols, Vertisols, Andisols, Alfisols, Ultisols, Oxisols,
serta Spodosols yaitu ordo untuk tanah lahan kering.Dalam menduga
potensi kerusakan, tanah-tanah dikelompokkan ke dalam 5 (lima)
kelas potensi kerusakan tanah. Nilai rating potensi kerusakan tanah
(dapat dilihat pada tabel) diberikan terutama berdasarkan pendekatan
nilai erodibilitas tanah.
Tabel 2.1 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jenis Tanah
Tanah

Potensi

Simbol

Rating

Skor

Kerusakan

Pembobotan

Tanah

(rating x
bobot)

Vertisol tanah dg

Sangat

regim kelembaban

ringan

T1

aquik
Oxisol

Ringan

T2

Alfisol, Mollisol,

Sedang

T3

Ultisol

2-4 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Inceptisols,

Tinggi

T4

Sangat

T5

10

Entisol, Histosols
Spodosol, Andisol

tinggi
2.

Peta Lereng
Dalam kaitannya dengan kerusakan tanah, tingkat kemiringan lereng

sangat berpengaruh terhadap proses kerusakan tanah yang disebabkan oleh


erosi tanah. Dalam menduga potensi kerusakan tanah berdasarkan kondisi
kelerengan lahan, tanah dikelompokkan ke dalam 5 (lima) kelas potensi
kerusakan tanah. Dasar penetapan klas lereng adalah pembagian klas lereng
yang digunakan dalam penetapan potensi lahan kritis seperti yang diatur
dalam peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Dephut,
SK.167/V-SET/2-4. Peta lahan kritis yang disusun oleh Deptan juga
menggunakan pembagian klas lereng yang sama.
Tabel 2.2 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Berdasarkan Kemiringan Lahan
Lereng

Potensi

Simbol

Rating

Skor Pembobotan

(%)

Kerusakan Tanah

18

Sangat Ringan

1,1

9 15

Ringan

1,2

16 25

Sedang

1,3

26 40

Tinggi

1,4

12

>40

Sangat Tinggi

1,5

15

(rating x bobot)

3. Peta Curah Hujan


Curah hujan adalah salah satu dari agen utama dari kerusakan tanah
melalui proses erosi. Untuk hal itu ketersediaan data melalui peta curah hujan
sangat diperlukan untuk penilaian potensi kerusakan tanah. Pengelompokan
curah hujan didasarkan pada pengelompokan curah hujan tahunan dalam
Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia yang disusun oleh Balai Penelitian
2-5 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Agroklimat dan Hidrologi Bogor. Klas curah hujan tahunan dalam kaitannya
dengan potensi kerusakan tanah disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 2.3 Penilaian Potensi Kerusakan Tanah Menurut Curah Hujan
Curah Hujan

Potensi Kerusakan

Simbol

Rating

Skor pembobotan

(mm/tahun)

Tanah

< 1000

Sangat rendah

H1

1000-2000

Rendah

H2

2000-3000

Sedang

H3

3000-4000

Tinggi

H4

12

>4000

Sangat tinggi

H5

15

(rating x bobot)

4. Peta Penggunaan Lahan


Penilaian potensi kerusakan tanah berdasarkan penggunaan lahan
didekati dengan mengacu kepada koefisien tanaman (faktor C). Berdasarkan
pendekatan tersebut, jenis-jenis penggunaan lahan (baik penggunaan lahan di
daerah pertanian maupun vegetasi alami) dikelompokkan ke dalam 5 (lima)
kelas potensi kerusakan tanah sebagaimana disajikan pada Tabel 4.
Sekalipun informasi pada satuan penggunaan lahan bersifat lebih
umum, namun informasi-informasi yang lebih detil menyangkut jenis
komoditas/vegetasi, tipe pengelolaan dan langkah-langkah konservasi yang
diterapkan yang terkait erat dengan sifat tanah sangat penting dan
bermanfaat dalam menduga potensi kerusakan tanah. Oleh karena itu, datadata tersebut penting untuk dicatat dan diperhatikan dalam pemanfaatan peta
penggunaan lahan untuk penyusunan peta kondisi awal tanah.

2-6 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 2.4 Penilaian Kerusakan Tanah Menurut Penggunaan Lahan


Penggunaan Lahan

Potensi Kerusakan

Simbol

Rating

Tanah

Skor
Pembobotan

- Hutan Alam
- Sawah
- Alang-alang

Sangat Rendah

T1

Rendah

T2

Sedang

T3

Tinggi

T4

Sangat Tinggi

T5

10

murni subur
- Kebun
Campuran
- Semak Belukar
- Padang Rumput
- Hutan Produksi
- Perladangan
- Tegalan
(Tanaman
Semusim)
- Tanah Terbuka

Dengan mengintegrasikan peta-peta tersebut diatas dari Bakosurtanal


dengan hasil ground cheking dari hasil pendigitasian dan pengukuran
topografi dilapangan diharapkan didapatkan peta lahan dan atau tanah kritis
skala 1:25.000 sebagai dasar persyaratan pengendalian kerusakan tanah
untuk produksi biomassa. Dari peta tersebut didapatkan tanah kritis, dan
potensi kerusakan tanah. Proses pengintegrasian ini dibantu oleh software

Arcg GIS. Prinsip kerja dari software ini adalah dengan mengoverlay peta
yang sudah didapat sehingga mengahasilkan peta kerusakan tanah.

2-7 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

O
V
E
R
L
A
Y

PETA IKLIM/ CURAH HUJAN


PETA JENIS TANAH

PETA KEMIRINGAN LERENG


PETA PENGGUNAAN
LAHAN

PETA KERUSAKAN LAHAN

Gambar 2.1. Diagram alir proses pembuatan peta kerja dan peta status dan
potensi kerusakan lahan (Sumber:Lampiran 2 Petunjuk Teknis
Permen No.20 Tahun 2008 )
Analisa spasial, sistem proyeksi dan koordinat menggunakan metode
Universal Transverse Mercator (UTM). Sistem koordinat dari UTM adalah
meter, sehingga dimungkinkan analisa yang membutuhkan informasi dimensidimensi linier seperti jarak dan luas. Sistem proyeksi lazim digunakan dalam
pemetaan topografi sehingga sesuai untuk pemetaan tematik termasuk
pemetaan potensi kerusakan tanah.
Metode yang digunakan dalam analisis tabular adalah metode
skoring. Pada unit analisis hasil tumpangsusun atau overlay data spasial
dilakukan dengan menjumlahkan skor. Hasil penjumlahan skor digunakan
untuk klasifikasi penentuan tingkat potensi kerusakan tanah. Klasifikasi
tingkat kerusakan tanah menurut penjumlahan skor dengan parameter
kerusakan tanah digunakan untuk mengelompokkan terhadap akumulasi
tematik berdasarkan Tabel 2.6. Kriteria pembagian kelas potensi kerusakan
tanah menurut jumlah skor disajikan pada Tabel 2.5

2-8 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 2.5 Kriteria Kelas Potensi Kerusakan Tanah Menurut Jumlah Skor
Simbol

Potensi Kerusakan Tanah

Skor Pembobotan

PR I

Sangat Rendah

< 15

PR. II

Rendah

15 24

PR. III

Sedang

25 34

PR. IV

Tinggi

35 44

PR. V

Sangat Tinggi

45 - 50

b. Metode Pengambilan Contoh Tanah


Pengambilan

contoh

tanah

di

setiap

lokasi

dilakukan

dengan

pengeboran tanah untuk tanah terusik dan pengambilan tanah tidak terusik
dengan menggunakan ring sample. Pengambilan contoh tanah dilakukan
pada kedalaman 0 30 cm. Pengambilan contoh tanah terusik dilakukan
untuk analisa berat isi, porositas, tekstur, pengukuran pH H2O, redoks, daha
hantar listrik dan mikro organisme. Pengambilan contoh tanah tidak terusik
dilakukan untuk pengukuran permeabilitas.
c. Metode Pengamatan Biofisik Lahan
Pengamatan biofisik lahan yang diamati antara lain koordinat lokasi,
kedalam tanah, lereng, penggunaan lahan beserta vegetasinya, kenampakan
erosi dan usaha konservasi tanah serta pengumpulan data iklim. Pengamatan
koordinat lokasi dilakukan dengan menggunakan Global Positioning System
(GPS). Kedalaman tanah efektif sangat mempengaruhi pertumbuhan akar
tanaman menembus tanah. Kedalaman tanah efektif yang baik untuk
pertumbuhan akar tanaman yaitu sampai pada lapisan yang tidak dapat
ditembus

akar

tanaman.

Kedalaman

tanah

efektif

pada

umumnya

berhubungan erat dengan tekstur tanah, kecuali ada faktor-faktor lain di


bawah lapisan permukaan tanah bagian atas atau telah dilakukan pengolahan
2-9 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

tanah yang berat. Kedalaman tanah efekti diperoleh dari pengukuran


langsung pada setiap profil tanah yang telah dibuat. Pengukuran dimulai dari
lapisan atas sampai lapisan padas atau batuan yang sekiranya akar tidap
dapat menembus.
Lereng ini timbul karena adanya perbedaan tinggi antara suatu tempat
dengan tempat lain yang berdekatan. Untuk di lapang lereng dapat diukur
dengan

menggunakan abney level maupun clinometer. Penggunaan lahan

merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sumberdaya lahan. Informasi


penggunaan lahan dspt diperoleh darin interpretasi peta rupa bumi yang
disertai uj lapangan.
Tingkat erosi ini merupakan faktor penting, karena akan menentukan
besarnya unsur hara yang hilang akibat erosi, sehingga mempengaruhi hasil
tanaman dan untuk penggantian unsur hara yang hilang diperlukan biaya.
Tingkat erosi ini sangat berhubungan dengan lereng permukaan lahan dan
pengolahan lahan yang dilakukan. Pada umumnya semakin tinggi lereng
permukaan lahan, semakin berat tingkat erosinya, jika tidak dilakukan
pengolahan lahan yang benar. Hal ini berarti meskipun lereng permukaan
lahan termasuk bergelombang, tetapi pengolahan lahan benar maka tingkat
erosi ini dapat ditekan serendah mungkin.
Tingkat erosi ini dapat diprediksi dari pengamatan bentuk permukaan
lahan, kelerengan, penutup lahan yang diperoleh dari peta rupa bumi serta
citra satelit dan ditunjang dengan pengamatan langsung ke lapangan.
Pengamatannya melalui deskripsi penampang profil tanah maupun melihat
alur-alur dipermukaan lahan dalam atau tidak.
Konservasi tanah merupakan upaya mempertahankan, merehabilitasi
dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya. Bentukbentuk usaha konservasi tanah diperoleh dari pengamatan laangsung di
lapangan adatidaknya bentuk konservasi yang dilakukan. Bentuk konser vasi
tanah dan air antara lain ada-tidaknya teras, rorak, jenis tanaman penahan
erosi terutama pada lahan-lahan yang mempunyai kemiringan laha > 15 %.
Sebaran batuan akan mempengaruhi tindakan pengolahan tanah dan sebagai
2-10 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

pembatas ruang gerak akar tanaman. Sebaran batuan ini diamati secara
langsung dari persentase sebaran batuan/kerikil yang ada terhadap luas
satuan pemetaan.
Derajat pelulusan air juga dikenal dengan istilah permeabilitas.
Permeabilitas tanah ini menunjukan kecepatan bergeraknya suatu cairan pada
suatu media berpori (dalam hal ini adalah tanah) dan kemampuan tanah
untuk memindahkan air. Pada umumnya permeabilitas tanah dipengaruhi oleh
tekstur tanah.
Laju pergerakan air di dalam tanah sangat penting ditinjau dari aspek
pertanian. Gerakan ini bisa berupa masuknya air ke dalam tanah, gerakan air
ke dalam akar-akar tanaman, aliran air pada proses pengatusan dan
penguapan air dari permukaan tanah
b. Metode Analisa Contoh Tanah
Persiapan Contoh Tanah
Contoh tanah yang berasal dari lapangan tidak langsung dianalisa,
tetapi terlebih dahulu harus dikeringanginkan pada suhu udara ruang selama
2 3 hari di dalam ruang pengering. Tujuan pengeringan adalah untuk
menurunkan kandungan kadar air contoh tanah sehingga diperoleh contoh
tanah dengan kadar air kurang lebih seragam. Setelah tanah cukup kering,
kemudian ditandai dengan label khusus dan dimasukan ke dalam kantong
plastik. Tanah-tanah tersebut sebelum dianalisa, dihaluskan terlebih dahulu
dengan menggunakan alat penggerus dari porselin dan diayak dengan ukuran
2 mm. Contoh tanah setelah melalui perlakuan tersebut sudah siap untuk
dianalisa secara kuantitatif.
Metode Analisa dan Pengukuran Kadar Unsur

pH (kemasaman) Tanah
Kemasaman tanah ditetapkan dengan dua metode yaitu pengenceran

tanah dengan air murni (aquadest) dengan perbandingan 1 : 1, sebagai pH


2-11 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

aktual tanah dan pengenceran tanah menggunakan larutan KCl 1 N dalam


perbandingan 1 : 1 sebagai pH potensial tanah. Tanah-tanah yang sudah
diencerkan tersebut, kemudian didiamkan selama 1 jam dan selanjutnya
diukur dengan menggunakan alat pH meter.

Tekstur Tanah
Tekstur tanah sebenarnya merupakan perbandingan antara fraksi-

fraksi tanah yang terdiri dari pasir, debu dan liat. Oleh karena itu penetapan
tekstur tanah dilakukan dengan cara mengukur kadar masing-masing frkasi
(pasir, debu dan liat) menggunakan metode Granuler (pipet). Hasil
pengukuran ini dinyatakan dalam persen berat tanah.
e. Interpretasi Data untuk Kerusakan Tanah
Untuk mengetahui faktor pembatas untuk kerusakan tanah dilakukan
dengan metode penyesesuaian (matching) antara hasil penelitian dengan
kriteria baku kerusakan tanah berdasarkan Lampiran Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 150 Tahun 2000 Tanggal 23 Desember 2000 tentang
Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Adapun kriteria
tersebut sebagai berikut.

2-12 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


NOMOR : 150 TAHUN 2000
TANGGAL : 23 Desember 2000

Tabel 2.6 Kriteria Baku Kerusakan Tanah di Lahan Kering


No. PARAMETER

AMBANG KRITIS

1.

- Ketebalan solum

< 20 cm

2.

- Kebatuan permukaan

> 40 %

3.

- komposisi fraksi

< 18 % koloid; 80 % pasir


kuarsitik

4.

- Berat isi

> 1,4 g/cm3

5.

- Porositas total

< 30 %; > 70 %

6.

- Derajat pelulusan air

< 0,7 cm/jam; > 8,0


cm/jam

7.

- p (H20) 1 : 2,5

< 4,5 ; > 8,5

8.

- Daya Hantar Listrik/DHL

> 4,0 mS/cm

9.

- Redoks

200 mV

10.

- Jumlah mikroba

< 102 cfu/g tanah

2-13 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 3
KONDISI FISIK
WILAYAH STUDI

LAPORAN
PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA
KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

BAB 3

KONDISI FISIK WILAYAH STUDI


3.1.

Wilayah Administrasi Kabupaten Banyuwangi


Kabupaten Banyuwangi merupakan salah satu kabupaten di Propinsi

Jawa Timur, Indonesia yang terletak di ujung paling timur Pulau Jawa dengan
posisi geografis terletak antara 70 43 - 80 46 Lintang Selatan dan 1130 53
1140 38 Bujur Timur. Batas Wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi ini
sebelah utara adalah Kabupaten Situbondo, sebelah timur adalah Selat
Bali, sebelah selatan

adalah Samudera Indonesia dan

sebelah barat

berbatasan dengan Kabupaten Jember dan Bondowoso.


Kota ini merupakan penghubung antara kota-kota di Pulau Jawa
dengan Pulau Bali. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan
Pelabuhan Gilimanuk di Bali. Sebagai kota penghubung, kabupaten ini dilewati
jalur utama yaitu Pantura yang menghubungkan kabupaten ini dengan kotakota di utara pulau jawa. Sedangkan dari kota sebelah barat yaitu Jember
juga tersedia jalan akses menuju Banyuwangi.
Luas wilayah sekitar 359.225,24 ha yang terbagi ke dalam 24 wilayah
kecamatan.

Sebagian

besar

wilayah

Kabupaten

Banyuwangi

masih

merupakan daerah kawasan hutan. Area kawasan hutan ini diperkirakan


mencapai 113.732,76 ha atau sekitar 31,72 persen, daerah persawahan
sekitar 41.018,37 ha atau 11,44 persen, perkebunan dengan luas sekitar
50.950,27 ha atau 14,21 persen, dimanfaatkan sebagai daerah permukiman
dengan luas sekitar 79.024,91 atau 22,04 persen. Sedang sisanya telah
dipergunakan oleh penduduk Kabupaten Banyuwangi dengan berbagai
manfaat yang ada, seperti jalan, ladang dan lain-lainnya.
Kabupaten ini terdiri atas 24 kecamatan seperti di tabel 3.1 yang dibagi
lagi atas sejumlah 28 Kelurahan dan, 189 Desa. Dari 24 kecamatan ini 5

3-1 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

diantaranya

merupakan

wilayah

perkotaan.

Adapun

yang

termasuk

kecamatan Perkotaan Banyuwangi adalah Kecamatan Banyuwangi, Giri,


Glagah, Kalipuro dan Kabat.
Kabupaten Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur
bahkan di Pulau Jawa. Luasnya total adalah 3.592,25 km2 atau 359.225,24
ha. Kecamatan terluas adalah Tegaldlimo seluas 561,77km2 dan yang terkecil
luasnya adalah kecamatan Giri seluas 17,08 km2. Kecamatan di Kabupaten
Banyuwangi terdiri dari (gambar 2.1.):
Tabel 3.1 Luas Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi
No

KECAMATAN

Luas (Km2)

Bangorejo

Banyuwangi

26,73

Cluring

69,06

Gambiran

47,46

Genteng

54,49

Giri

17,08

Glagah

50,28

Glenmore

Kabat

10

Kalibaru

187,41

11

Kalipuro

199,61

12

Licin

112,65

13

Muncar

14

Pesanggaran

456,09

15

Purwoharjo

125,67

134,34

321,26
83,39

87,37

3-2 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

16

Rogojampi

77,41

17

Sempu

99,57

18

Siliragung

157,19

19

Singojuruh

43,87

20

Songgon

21

Srono

22

Tegaldlimo

23

Tegalsari

24

Wongsorejo
Total

207,77
73,93
561,77
53,79
343,93
3.592,25

Sumber: Hasil pengolahan peta RBI

3-3 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 3.1. Peta wilayah administrasi Kabupaten Banyuwangi


3-4 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

3.2

Potensi Sumberdaya Alam

3.2.1 Kondisi Topografi


Kondisi topografi suatu wilayah dapat ditunjukkan dengan kemiringan
tanah atau elevasi. Kondisi topografi di Kabupaten Banyuwangi cukup
beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan dengan kisaran tinggi
elevasi berkisar antara 0 - 3.282 m dpl. Hal ini dikarenakan posisi wilayahnya
dikelilingi rangkaian gunung Ijen serta pantai utara dan samodera Hindia.
Keberadaan gunung Raung dan gunung Ijen menjadikan kemiringan lahan
semakin kearah utara atau selatan menuju pantai semakin rendah. Tingkat
kemiringan rata-rata sebesar 40 untuk didaerah gunung dan kurang dari 8
untuk daerah datar sampai dengan pantai utara dan selatan.
Rangkaian Dataran Tinggi Ijen dengan puncaknya Gunung Raung
elevasinya 3.282 m dpl dan Gunung berapi elevasinya 2.800 m dpl terdapat
Kawah Ijen, keduanya adalah gunung api aktif yang posisinya pada
perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso. Tingkat kemiringan lokasi ini
diatas 40o sampai dengan 8o. Lokasi dengan kemiringan ini membentang dari
dari utara sampai selatan yang mengelilingi gunung yang merupakan wilayah
kecamatan

Wongsorejo,

Kalipuro,

Licin,

Songgon,

Sempu,

Glenmore,

Kalibaru, Pesanggaran dan Tegaldlimo. Lokasi kecamatan ini merupakan


lokasi rawan terkena erosi bila terjadi hujan dengan intensitas tinggi karena
beberapa lokasi di puncak gunung memiliki kemiringan diatas 40o. Oleh
karena itu diperlukan usaha pengawetan tanah dan air. Sedangkan
kecamatan lainnya memiliki kemiringan dibawah 8o.
Secara umum bentuk fisik wilayah kabupaten Banyuwangi terbagi
menjadi bentuk wilayah dataran landai/rendah dan berbentuk gunung
(mayoritas). Bentuk wilayah dataran landai/rendah meliputi kecamatankecamatan Banyuwangi, Cluring, Bangorejo, Gambiran, Genteng, Glenmore,
Kabat, Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Rogojampi, Singojuruh, Srono dan
Tegaldlimo. Mayoritas berbentuk gunung, meliputi kecamatan-kecamatan
Kalibaru,

Giri,

Glagah,

Songgon

dan

Wongsorejo.

Pembagian

luas

3-5 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

berdasarkan kemiringan lahan setiap Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi


disajikan pada Tabel 3.2
Tabel 3.2. Luas Wilayah setiap Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi
No

Luas

Kecamatan
Ha

Bangorejo

13.434,16

3,74%

Banyuwangi

2.673,21

0,74%

Cluring

6.906,13

1,92%

Gambiran

4.746,69

1,32%

Genteng

5.449,57

1,52%

Giri

1.708,81

0,48%

Glagah

5.028,94

1,40%

Glenmore

32.126,95

8,94%

9
10
11

Kabat
Kalibaru
Kalipuro

8.339,46
18.741,80
19.961,06

2,32%
5,22%
5,56%

12

Licin

11.265,17

3,14%

13

Muncar

8.737,35

2,43%

14

Pesanggaran

45.609,62

12,70%

15

Purwoharjo

12.567,56

3,50%

16

Rogojampi

7.741,89

2,16%

17

Sempu

9.957,77

2,77%

18

Siliragung

15.719,78

4,38%

19

Singojuruh

4.387,93

1,22%

20

Songgon

20.777,59

5,78%

21

Srono

7.393,20

2,06%

22

Tegaldlimo

56.177,35

15,64%

23

Tegalsari

5.379,89

1,50%

24

Wongsorejo

34.393,36

9,57%

Total

359.225,24

100%

Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam Angka, 2014

Berdasarkan tabel 3.2, dapat dijelaskan bahwa total luas seluruh kecamatan
di kabupaten Banyuwangi adalah 359.225,24 ha. Luas wilayah terbesar
berada di kecamatan Tegaldlimo seluas 56.177,35 ha, sedangkan luas wilayah
terkecil berada di kecamatan Giri seluas 1.708,81 ha.

3-6 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Berdasarkan kriteria potensi kerusakan lahan, kemiringan lahan dapat


dibagi dalam 5 kelas yaitu kurang dari 8%, 8-15%, 15-25%, 25-40% dan
lebih dari 40% yang secara berturut turut bergradasi dari sangat ringan
sampai dengan sangat tinggi. Kabupaten Banyuwangi memiliki potensi
kerusakan lahan untuk kelima kelas tersebut. Prosentase kerusakan tersebut
75,75% dikategorikan berpotensi sangat ringan, 9,70% dikategorikan
berpotensi

ringan,

9,53%

dikategorikan

berpotensi

sedang,

4,44%

dikategorikan berpotensi tinggi dan 0,57% dikategorikan berpotensi sangat


tinggi seperti tabel 3.3
Tabel 3.3 Kelerengan lahan di Kabupaten Banyuwangi
No

Kelerengan

Potensi
Kerusakan

Simbol

Rating

Skor

< 8

Sangat Ringan

L1

272.126,19

75,75%

Ringan

L2

34.853,91

9,70%

Sedang

L3

34.236,61

9,53%

Tinggi

L4

12

15.953,69

4,44%

Sangat Tinggi

L5

15

8 - 15

15 - 25

25 - 40

> 40

Total

Luas (ha)

Prosentase

2.054,84

0,57%

359.225,24

100,00%

Sumber: Hasil pengolahan

Lokasi yang berpotensi kerusakan lahan sangat ringan terhadap


kelerengan lahan ini terjadi di Kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, Cluring,
Gambiran, Genteng, Giri, Kabat, Muncar, Purwoharjo, Rogojampi, Singojuruh,
Srono, Tegaldlimo dan Tegalsari. Wilayah ini harus dihutankan sehingga
dapat berfungsi sebagai perlindungan hidrologi untuk menjaga keseimbangan
ekosistem. Selanjutnya untuk kecamatan yang memiliki potensi kerusakan
sangat tinggi adalah Glenmore, Licin, Kalipuro, Kalibaru, Sempu, Songgon dan
Wongsorejo.

3-7 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 3.2. Peta Ketinggian Kabupaten Banyuwangi


3-8 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

3.2.2 Ketinggian Wilayah


Berdasarkan letak ketinggian tempat di atas permukaan laut, maka
wilayah kabupaten Banyuwangi memiliki panjang garis pantai sekitar 175,8
km, serta Pulau sejumlah 10 buah. Seluruh wilayah tersebut telah
memberikan manfaat besar bagi kemajuan ekonomi penduduk Kabupaten
Banyuwangi.
Secara geografis Kabupaten Banyuwangi terletak diujung timur Pulau
Jawa.

Daerahnya

terbagi

atas

dataran

tinggi

yang

berupa

daerah

pegunungan, merupakan daerah penghasil berbagai produksi perkebunan.


Daratan yang datar dengan berbagai potensi yang berupa produksi tanaman
pertanian, serta daerah sekitar garis pantai yang membujur dari arah Utara
ke Selatan merupakan daerah penghasil berbagai biota laut.
Adapun luas wilayah berdasarkan ketinggian tempat di atas permukaan
laut (dpl) disajikan pada Tabel 3.4

3-9 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 3.4 Luas Wilayah (km2) Kabupaten Banyuwangi berdasarkan


Ketinggian Tempat
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Kecamatan
Bangorejo
Banyuwangi
Cluring
Gambiran
Genteng
Giri
Glagah
Glenmore
Kabat
Kalibaru
Kalipuro
Licin
Muncar
Pesanggaran
Purwoharjo
Rogojampi
Sempu
Siliragung
Singojuruh
Songgon
Srono
Tegaldlimo
Tegalsari
Wongsorejo
Total

Ketinggian Tempat
(m dpl)
0 500
0 100
0 500
0 500
0 500
0 500
0 1.000
0 > 3.000
0 500
100 3.000
0 > 3.000
100 3.000
0 100
0 2.000
0 500
0 500
100 3.000
0 1.000
0 500
100 > 3.000
0 500
0 500
0 500
0 3.000

Luas (ha)
13.434,16
2.673,21
6.906,13
4.746,69
5.449,57
1.708,81
5.028,94
32.126,95
8.339,46
18.741,80
19.961,06
11.265,17
8.737,35
45.609,62
12.567,56
7.741,89
9.957,77
15.719,78
4.387,93
20.777,59
7.393,20
56.177,35
5.379,89
34.393,36
359.225,24

Sumber : Hasil Olahan

Ketinggian tempat dari permukaan laut merupakan salah satu faktor


yang menentukan jenis kegiatan penduduk, oleh karena itu ketinggian dipakai
salah satu penentu batas-batas Wilayah Tanah Usaha. Secara umum
berdasarkan Wilayah Tanah Usaha (WTU) yang dibedakan atas :

Ketinggian 0 500 m dpl meliputi luas wilayah 145.643,20 ha


(40,54%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan pada sebagian
wilayah kecamatan-kecamatan Bangorejo, Banyuwangi, Cluring,

3-10 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambiran, Genteng, Giri, Kabat, Purwoharjo, Rogojampi, Srono,


Singojuruh, Tegaldlimo, dan Tegalsari.

Ketinggian 0 - 1000 m dpl meliputi luas wilayah 20.748,72 ha


(5,78%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan pada sebagian
wilayah kecamatan-kecamatan Glagah dan Siliragung.

Ketinggian 0-2000 m dpl meliputi luas wilayah 45.609,62 ha


(12,69%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan hanya pada
wilayah kecamatan Pesanggaran.

Ketinggian 100-3000 m dpl meliputi luas wilayah 60.742,33 ha


(16,91%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan pada sebagian
wilayah kecamatan-kecamatan Kalibaru, Licin, Sempu dan Songgon.

Ketinggian > 3.000 m dpl meliputi luas wilayah 86.481,37 ha


(24,07%) dari luas daerah. Ketinggian ini didapatkan pada sebagian
wilayah kecamatan Glenmore, Kalipuro dan Wongsorejo.

Daerah pantai meliputi wilayah kecamatan-kecamatan Wongsorejo,


Giri,

Banyuwangi,

Kabat,

Rogojampi,

Muncar,

Tegaldlimo,

Purwoharjo dan Pesanggaran.

3.2.3 Kedalaman efektif tanah


Kedalaman efektif tanah adalah tebalnya lapisan tanah dari permukaan
sampai bahan induk atau sampai suatu lapisan dimana perakaran tanaman
tidak dapat atau tidak mungkin menembusnya. Secara umum kedalaman
tanah efektifnya > 90 cm.
Kedalamann tanah efektif yang demikian sangat baik sekali untuk
tanaman semusim dan cukup baik untuk tanaman keras/tahunan. Dengan
demikian kedalaman tanah efektif yang ada bukan menjadi hambatan bagi
pertumbuhan perakaran tanaman.

3-11 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

3.2.4 Iklim
Keadaan iklim di suatu daerah sangat besar peranannya terhadap
berbagai kegiatan usaha, khususnya di bidang pertanian. Analisis iklim yang
perlu diketahui antara lain suhu udara, kelembaban relatif dan curah hujan.
Kondisi suhu udara dan kelembaban relatif disajikan pada Tabel 3.5
Tabel 3.5 Rata-rata Suhu Udara (oC) dan Kelembaban Relatif (%) setiap
Bulan di Kabupaten Banyuwangi

Bulan

Suhu Udara

Rata-rata Kelembaban

Januari

(oC)
26,7

Februari

27,7

81

Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober

27,4
24,8
27,5
27,0
26,1
26,0
26,3
28,2

82
83
84
86
82
78
77
75

Nopember

27,4

82

Desember

27,2

83

(%)
86

Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam Angka, 2014

Curah hujan baik secara langsung maupun tidak langsung akan


mempengaruhi jenis dan pola intensitas penggunaan tanah dan tersedianya
air pengairan. Hujan merupakan salah satu komponen penting yang memicu
terjadinya erosi lahan. Intensitas hujan tinggi dalam waktu singkat akan
memicu terjadinya banjir. Demikian pula, kejadian hujan dengan intensitas
rendah dalam waktu yang lama juga akan memicu terjadinya banjir.
Limpasan air banjir akan mengangkut tanah yang tererosi. Sehingga bahwa
hujan memiliki potensi terhadap kerusakan lahan yang berdasarkan
kriterianya dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok, seperti Tabel 2.3.

3-12 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Berdasarkan data total hujan tahunan selama 19 tahun dari tahun


1995-2013 pada tabel 3.6, rata-rata tinggi curah hujan tahunan di wilayah
Kabupaten Banyuwangi berkisar antara 2866 sampai dengan 1085 mm. Total
rata-rata hujan pada seluruh stasiun hujan tertinggi terjadi pada tahun 2010
sebesar 2570 mm dan yang terendah terjadi pada tahun 1997 sebesar 1017
mm. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi tinggi hujan setiap tahunnya
dimana terjadi musim kemarau yang panjang pada tahun 1997, sebaliknya
pada tahun 2010 terjadi hujan yang tinggi.
Klasifikasi hujan berdasarkan tinggi hujan dan posisi ketinggian lokasi
didapatkan perbedaan. Adanya perbedaan rentang hujan yang signifikan
tinggi ini disebabkan oleh posisi bentang wilayah Banyuwangi berupa pantai
yang bertemu dengan gunung. Kondisi ini memungkinkan terjadinya hujan
orografis di wilayah gunung. Jenis hujan yang umum terjadi di daerah
pegunungan yaitu ketika massa udara bergerak ke tempat yang lebih tinggi
mengikuti bentang lahan pegunungan sampai saatnya terjadi proses
kondensasi. Ketika massa udara melewati daerah bergunung pada daerah
dimana angin berhembus (windward side) terjadi hujan orografik. Sedangkan
pada lereng dimana gerakan massa udara tidak ada atau berkurang berarti
(leeward side), udara yang turun akan mengalami pemanasan dengan sifat
kering. Daerah ini disebut daerah bayangan, hujan yang turun disebut hujan
di daerah bayangan (jumlah hujan lebih kecil).
Hujan

orografik

dianggap

sebagai

pemasok

airtanah,

danau,

bendungan karena berlangsung di hulu DAS. Lokasi hujan dengan rata-rata


tertinggi terletak di dekat dari wilayah puncak gunung yang memiliki elevasi
yang tinggi. Lokasi ini terletak di Kecamatan Giri, Glagah, Glenmore, Kabat,
Songgon dan Wongsorejo. Sedangkan lokasi dengan rata-rata terendah
terletak di dekat dari wilayah pantai seperti kecamatan Tegaldlimo, pesisir
Wongsorejo, Kalipuro dan Pesanggaran.
Di kabupaten Banyuwangi terdapat 33 stasiun hujan yang tersebar di
seluruh wilayah Kabupaten. Secara rinci penyebarannya 5 stasiun hujan
terdapat di kecamatan Wongsorejo, 2 stasiun hujan terdapat di kecamatan

3-13 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambiran, 1 stasiun hujan terdapat kecamatan Purwoharjo, 2 stasiun hujan


terdapat di kecamatan Cluring, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan
Muncar, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan Banyuwangi, 2 stasiun hujan
terdapat di kecamatan Glagah, 3 stasiun hujan terdapat di kecamatan Kabat,
1 stasiun hujan terdapat di kecamatan Rogojampi, 2 stasiun hujan terdapat di
kecamatan Tegaldlimo, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan Songgon, 2
stasiun hujan terdapat di kecamatan Srono, 2 stasiun terdapat di kecamatan
Singojuruh, 2 stasiun hujan terdapat di kecamatan Genteng, 1 stasiun hujan
terdapat di kecamatan Sempu, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan
Kalibaru, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan Glenmore, 2 stasiun hujan
terdapat di kecamatan Pesanggaran, 1 stasiun hujan terdapat di kecamatan
Bangorejo.
Berdasarkan hasil klasifikasi tinggi hujan selama 19 tahun yang
berpotensi terhadap kerusakan lahan di Kabupaten Banyuwangi memiliki 2
potensi kejadian yaitu sedang dan rendah. Potensi rendah lokasinya di sekitar
wilayah pantai sebesar 30,92% yang memiliki potensi sedang dan 58,08 %
yang memiliki potensi rendah.

3-14 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 3.6. Tinggi hujan pada stasiun hujan di Kabupaten Banyuwangi


No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Nama
Sidomulyo
Wongsorejo
Bajulmati
Pasewaran
Mailang
Kebondalem
Purwoharjo
Cluring
Plosorejo
Sumberberas
Bwi.Cabang Dinas
Kawah ijen
Licin
Dadapan
Tambong
Kabat
Rogojampi
Grajagan
Tegaldlimo
Songgon
Turuskumbo
Gambor
Alasmalang
Blambangan
Genteng I
Genteng II
Jambewangi
Sepanjang
Pager Gunung
Pesanggaran
Kesilir
Karangtambak
Karangdoro

Lokasi Sta.Hujan
Sidodadi
Alasrejo
Bajulmati
Watukebo
Watukebo
Tegalsari
Purwoharjo
Cluring
Tampo
Sumberberas
Penganjuran
Tamansari
Licin
Dadapan
Kalirejo
Macanputih
Lemahabangdewo
Purwoasri
Tegaldlimo
Songgon
Sukamaju
Gambor
Alasmalang
Sukonatar
Gentengkulon
Gentengkulon
Jambewangi
Karangharjo
Karangharjo
Sumbermulyo
Sukorejo
Kandangan
Karangdoro
Jumlah

Kecamatan
Wongsorejo
Wongsorejo
Wongsorejo
Wongsorejo
Wongsorejo
Gambiran
Purwoharjo
Cluring
Cluring
Muncar
Banyuwangi
Glagah
Glagah
Kabat
Kabat
Kabat
Rogojampi
Tegaldlimo
Tegaldlimo
Songgon
Srono
Singojuruh
Singojuruh
Srono
Genteng
Genteng
Sempu
Kalibaru
Glenmore
Pesanggaran
Bangorejo
Pesanggaran
Gambiran

1995
2390
1158
1742
2359
2645
2255
2716
2465
2167
1941
1414
2293
2947
1385
2123
1749
1584
1522
1419
995
708
2235
1859
2148
2577
3455
2127
2588
698
2133
1733
613
2805

1996
1647
1040
821
1906
1672
1643
715
1307
1544
1050
780
331
2032
1135
1509
1247
1575
755
743
995
708
1774
1545
1785
1163
1280
2127
1819
698
1397
534
149
1707

1997
1270
967
1478
937
1097
1337
965
1196
1006
707
836
937
1406
801
1035
854
906
795
715
870
1058
997
968
861
620
314
1547
1192
1658
1133
1029
727
1348

1998
2173
2536
3573
3967
2557
1755
1654
1543
1791
1784
1142
1998
2012
1360
1856
1661
1217
1150
1049
870
1558
1392
1925
1360
1039
2370
1646
3332
2441
2097
2178
1419
1039

1999
2421
1116
3012
2944
1919
2833
2826
1023
2188
1833
1755
3240
3260
1978
2201
2252
2660
1214
1877
870
2608
2637
2014
2677
2455
2270
2454
3064
2631
1860
1685
1664
2443

2000
1254
1010
1271
2746
2492
2663
1644
2236
2076
1766
1625
2538
2908
1718
1909
1486
611
1599
1309
1860
708
394
1423
2745
1870
2300
1987
3950
2678
2302
1933
1846
2407

2001
2156
730
823
1831
570
2193
1823
1619
1779
1215
1227
1233
3009
1190
1327
1064
1682
892
874
1758
2235
2177
1946
1033
2588
2710
1443
2621
2641
1890
1569
1291
2013

2002
1144
942
863
1732
1034
1948
1370
1396
1714
1178
681
744
1404
1439
844
783
1782
1045
1430
3614
2023
1476
2018
1352
2296
2304
2238
1470
2191
1688
1929
752
1760

2003
1144
686
1039
1831
995
1914
690
1473
1350
970
704
1210
1825
1395
1327
783
1576
1230
1131
1198
1752
1462
1670
1275
2600
2892
2963
2778
3578
1874
2034
626
1472

2004
653
702
1109
2215
1644
1648
780
1396
1714
1132
1602
957
1857
1256
1292
785
1685
1045
1430
3614
1459
1462
2018
1632
2343
2269
2238
1863
3505
1688
1929
752
1760

2005
1041
996
979
2021
1756
1472
1052
936
1591
1234
1796
1260
1929
1315
1409
1093
2027
941
1131
3338
2077
1727
1660
1421
1659
1675
2057
1828
3348
1508
1857
1026
731

2006
1091
1005
665
1958
1875
1022
864
1068
1970
1258
1050
1051
1790
1238
1130
1217
1955
1077
1527
3367
2311
2126
2019
1597
1565
1765
2025
2204
2653
1476
2222
1578
567

2007
748
598
537
2140
1235
1302
1624
1395
1391
1217
1137
598
1920
931
1067
1201
1623
697
1037
3398
1882
2135
1776
1568
1816
1816
2112
2548
2843
1647
3147
445
493

2008
1220
1505
921
2664
979
1723
1907
1989
1595
1399
1159
1340
2537
957
1172
1281
2211
949
1504
3298
2013
1746
1809
1736
1104
1233
2284
5074
2415
1464
2766
745
606

2009
428
538
855
1707
646
2316
1631
1366
1514
794
1372
1224
1985
1179
1081
1124
1552
598
1003
2166
1983
1708
1788
1469
2140
2231
1798
2983
2360
1675
2264
1221
1401

1968

1246

1017

1863

2239

1917

1671

1533

1559

1619

1572

1584

1516

1737

1518

3-15 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 3.7. Skor Kerusakan pada stasiun hujan di Kabupaten Banyuwangi


No

Stasiun Hujan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25

Bajulmati
Sidomulyo
Mailang
Pasewaran
Wongsorejo
Kawah Ijen
Licin
Bwi. Cabang Dinas
Songgon
Kabat
Dadapan
Jambewangi
Alas Malang
Sepanjang
Genteng 1
Rogojampi
Tambong
Gambor
Genteng 2
Turus Kumbo
Pager Gunung
Blambangan
Pager Gunung
Plosorejo
Cluring

Curah Hujan
(mm)
1381,47
1431,26
1606,95
2314,47
1142,11
1323,58
2227,47
1178,22
2802,16
1319,95
1263,89
2282,08
1922,58
2866,01
2018,95
1813,89
1453,58
1950,89
2153,26
1937,70
2551,32
1694,26
2551,32
1744,97
1451,74

Potensi Kerusakan
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah

Simbol

Rating

Skor

H2
H2
H2
H3
H2
H2
H3
H2
H3
H2
H2
H3
H2
H3
H3
H2
H2
H2
H3
H2
H3
H2
H3
H2
H2

2
2
2
3
2
2
3
2
3
2
2
3
2
3
3
2
2
2
3
2
3
2
3
2
2

6
6
6
9
6
6
9
6
9
6
6
9
6
9
9
6
6
6
9
6
9
6
9
6
6

3-16 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Luas
Ha
142.29
1.188.39
4.451.30
9.172.80
14.534.93
13.497.19
13.492.02
13.086.20
17.549.08
5.212.44
2.936.97
17.461.25
3.415.03
17.268.91
6.233.10
6.112.47
5.442.51
4.797.70
6.330.36
4.610.22
13.608.91
7.915.06
409.62
3.285.18
6.634.28

%
0.04%
0.33%
1.24%
2.55%
4.05%
3.76%
3.76%
3.64%
4.89%
1.45%
0.82%
4.86%
0.95%
4.81%
1.74%
1.70%
1.52%
1.34%
1.76%
1.28%
3.79%
2.20%
0.11%
0.91%
1.85%

LAPORAN

26
27
28
29
30
31
32
33
34
35

Kebondalem
Karangdoro
Tegaldlimo
Sumber beras
Sumber beras
Purwoharjo
Kesilir
Karangtambak
Pesanggaran
Grajagan

1910,05
1574,21
1259,25
1310,68
1310,68
1525,16
2063,16
1251,84
1807,58
1085,05

Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah

H2
H2
H2
H2
H2
H2
H3
H2
H2
H2

2
2
2
2
2
2
3
2
2
2

6
6
6
6
6
6
9
6
6
6

5.111.83
1.42%
10.505.82
2.92%
2.876.17
0.80%
8.666.31
2.41%
1.624.96
0.45%
6.298.44
1.75%
9.558.65
2.66%
31.474.73
8.76%
19.690.53
5.48%
64.629.56 17.99%

Berdasarkan tabel 3.7, Curah hujan tertinggi berada pada stasiun hujan Sepanjang sebesar 2866,01 mm. Sedangkan
curah hujan terendah berada pada stasiun hujan Wongsorejo sebesar 1142,11 mm. Hampir seluruh stasiun hujan di wilayah
kabupaten Banyuwangi berada dalam potensi kerusakan yang rendah kecuali stasiun hujan Pasewaran, Licin, Jambewangi,
Sepanjang, Genteng 1, Genteng 2, Pager Gunung dan Kesilir.

3-17 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 3.3 Rata-rata hujan wilayah di Kabupaten Banyuwangi


3-18 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

3.2.5.

Kondisi Jenis Tanah

Tanah (soil) secara ilmiah didefinisikan sebagai kumpulan benda alam


di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horison. Tanah terdiri dari
campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan
media untuk tumbuhnya tanaman. Setiap jenis tanah mempunyai komposisi
dan jumlah yang berbeda pada masing-masing bahan mineral, bahan organik
serta air dan udara yang dikandungnya.
Tanah merupakan sistem ruang, tempat manusia melakukan kegiatan
dalam berbagai bidang baik dalam bidang pertanian maupun non pertanian
seperti permukiman, kerekayasaan, industri dan pertambangan. Tanah
bersifat lepas-lepas hasil transformasi mineral dan bahan organik oleh
pengaruh faktor-faktor lingkungan (iklim, vegestasi, topografi batuan)
berlangsung dalam jangka waktu panjang. Oleh perbedaan faktor lingkungan
pembentukan tanah akan menimbulkan perbedaan jenis, sifat, kesuburan dan
potensi tanah untuk pertanian. Tanah merupakan anasir utama lingkungan
fisik yang menentukan potensi lahan untuk pertanian. Sifat-sifat tanah yang
menentukan potensi tanah untuk pertanian meliputi : jeluk (kedalaman),
tekstur, struktur, konsistensi, permeabilitas, pH, KTK (kapasitas tukar kation),
KB (kejenuhan basa) dan kandungan unsur hara.
Jenis tanah di Kabupaten Banyuwangi berdasarkan USDA dapat
dibedakan menjadi 7 jenis yaitu entisol, inceptisol (aquept), inceptisol,
ultiosol, afisol, vertisol dan entisol/inceptisol. Tanah entisol merupakan
gabungan

jenis

tanah

aluvial

kelabu/kecoklatan

dengan

litosol

dan

mediterania; inceptisol (aquept) merupakan jenis tanah aluvial hidromorf;


inceptisol merupakan jenis tanah andosol coklat kekuningan, andosol coklat &
regosol coklat/kelabu dan grumusol kelabu endapan; ultiosol merupakan jenis
tanah kompleks latosol coklat kekuningan/kemerahan & litosol intrusi/volkan;
afisol merupakan jenis tanah kompleks mediteran coklat/coklat kemerahan &
litosol/litosol volkan/litosol bukit lipatan; dan vertisol merupakan jenis tanah
latosol coklat kemerahan volkan basis.

3-19 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tanah entisol, inceptisol (aquept), dan inceptisol mempunyai potensi


terhadap kerusakan tanah yang tinggi. Tanah ultisol, dan alfisol mempunyai
potensi terhadap kerusakan tanah yang sedang. Dan tanah vertisol
mempunyai potensi terhadap kerusakan tanah yang sangat ringan. Jika di
kelompokkan, potensi kerusakan tanah di Banyuwangi dapat dikategorikan
menjadi 3 jenis yaitu berpotensi tinggi sebesar 50,03%; berpotensi sedang
sebesar 47,86% dan berpotensi sangat rendah sebesar 2,11%.
Berdasarka

kriteria

USDA

wilayah

kecamatan-kecamatan

di

kabupaten Banyuwangi memiliki berbagai variasi klasifikasi tanah yang


bervariasi di setiap kecamatannya. Kecamatan Tegaldlimo mayoritas, dan
puncak Kecamatan Wongsorejo diklasifikasikan tanah atfisol mempunyai
potensi kerusakan sedang. Di sepanjang pantai Kecamatan Tegaldlimo, dan
Kecamatan Purwoharjo, sebagian Ronggojampi, Kabat, dan Pesanggrahan
merupakan tanah entisol/ inceptisol mempunyai potensi kerusakan tinggi.
Sebagian Kecamatan Purwoharjo, Muncar, Pesanggrahan, Tegalsari, Genteng,
Glenmore, Sempu, dan Kalibaru merupakan tanah inceptisol (aquept)
mempunyai potensi kerusakan tinggi. Sebagian kecil di bagian puncak gunung
Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Licin, Sengon, Licin dan Kalibaru, sebagian
besar di Kecamatan Purwoharjo, Bangunrejo, Tegalsari, Siliragung, dan
Pesanggrahan merupakan tanah inceptisol mempunyai potensi kerusakan
tinggi. Sebagian Kecamatan Wongsorejo, Kalipuro, Giri, Banyuwangi, Kabat,
Ronggojampi, Cluring, Muncar, Srono, Gambiran dan Tegalsari merupakan
tanah entisol mempunyai potensi kerusakan sedang. Kecamatan Wongsorejo,
Kalipuro, Giri, Licin, Glagah, Kabat, Songon, Sempu, Singojuruh, Rogojampi,
Srono, Genteng, Gambiran, Glenmore, Kalibaru, Siliragung, Pesanggrahan,
Bangunrejo

merupakan

tanah

Ultisol

mempunyai

potensi

kerusakan

merupakan tanah sedang. Kecamatan Glagah dan Licin merupakan tanah


Vertisol mempunyai potensi kerusakan.
Berdasarkan sistem klasifikasi tanah dari Pusat Penelitian Tanah
(PPT) Bogor terdiri dari Latosol, Litosol, Regosol, Grumusol, Aluvial, Andosol
dan Mediteran. Secara umum bahan induknya berasal dari volkan yaitu

3-20 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

diduga dari erupsi gunung Raung. Adapun uraian jenis tanah tersebut sebagai
beikut.
1.

Tanah Latosol
Ciri dan sifat tanah, sudah berkembang, terbentuk horison secara
lengkap A, B, C, R, tekstur geluh lempungan, struktur gumpal,
terbentuk konsistensi teguh bila Basahan lekat agak liat, pH 5,5 6,0
KTK dan kejenuhan Basahan sedang-rendah, jeluk (kedalaman) tanah
sedang, kesuburan dan potensi untuk pertanian rendah-sedang.
Sebagian besar jenis tanah ini telah mengalami erosi berat, tinggal tipis
bahkan muncul singkapan batuan indah (rock out crops) yang disebut
tanah litosol. Tanah latosol terdapat pada elevasi 800 m dengan bahan
induk abu volkan dan tuff.

2.

Tanah Regosol
Ciri dan sifat

tanah, tanah masih muda belum terbentuk horison

tanah, profil homogen, tekstur tanah pasir-pasir geluhan, struktur


berbutir tunggul, konsistensi lepas-lepas, kaya mineral batuan belum
lapuk, permeabilitas tanah cepat, kesuburan dan potensi tanah untuk
pertanian

sedang-tinggi.

Tanah

regosol

terdapat

pada

wilayah

perbukitan.
3. Grumusol
Grumusol merupakan tanah lempung berat (lempung > 30 %), kerak
kali berwarna gelap, didataran luas yang mempunyai musim kering
tegas. Selama musim kering tanah ini mengerut dan meretak lebar dan
dalam dengan pola polygonal. Dalam musim kering agregat tanah
kecil-kecil dari lapisan permukaan jatuh ke dalam retak dan mengisinya
sebagian. Waktu hujan dating, tanah menjadi basah dan lempung
membengkak. Oleh karena retak terisi tanah guguran, terjadi tekanan
dari dalam lapisan tanah bawahan yang menyebabkan sebagian
lapisan tanah ini terdorong kea rah permukaan. Hal ini mengakibatkan
pembentukan timbulan mikro yang tidak beraturan. Kadar bahan
organic 1 %.

3-21 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

4.

Andosol
Andosol adalah abu dan pasir vulkanik yang nberasal dari tanah stabil
yang dalam dan bertekstur ringan sampai sedang yang terdapat pada
dataran tinggi vulkanik utama. Horison permukaan yang dibentuknya
berwarna hitam kelam

sampai coklat sangat tua, terdapat bahan

organik yang biasanya terletak di atas subsoil yang berwarna coklat


sampai coklat tua kekuningan. Fraksi liat terutama terdiri dari senyawa
alofan sehingga sering menyulitkan jika mengadakan klasifikan tekstur
di lapangan. Tanah-tanah ini sangat permeabel mempunyai vokume
kerap[atan (bulk density) yang rendah serta kemampuan menahan air
tinggi dan strukturnya remah.
berpasir.

Andosol

Kebanyakan eteksturnya lempung

mempunyai

erodibilitas

tinggi

kjika sangat

terganggu. Lapisan hard-pan dapat terbentuk yang terdiri dari bahanbahan pemaceous atau Gritty. Tingkat kesuburannya sedang sampai
tinggi dengan kandungan fosfat terfiksasi cenderung banyak sekali.
5.

Tanah Aluvial
Ciri dan sifat tanah, berlapis oleh proses pengendapan, tekstur geluh
lempung debuan-lempung pasiran, struktur pejal, konsistensi teguh
bila Basahan lekat, permeabilitas lambat, drainage jelek, pH 6,0 6,5,
kapasitas tukar kation dan kejenuhan Basahan tinggi, kesuburan dan
potensi tanah untuk pertanian sedang-tinggi. Tanah Aluvial terdapat
pada wilayah yang didominasi oleh bentuklahan dataran aluvial dan
dataran aluvial pantai.

6.

Tanah Mediteran
Ciri dan sifat tanah, tanah telah berkembang susunan harison A, B, C,
R, tekstur geluh lempungan, struktur granuler-gumpal, konsistensi
teguh bila Basahah lekat, warna merah kekuningan (5YR 4/6),
permeabilitas agak lambat-sedang, pH 6,5 7,0, KTK dan kejenuhan
Basahah sedang, kesuburan dan potensi tanah untuk pertanian
rendah-sedang.

Tanah

Mediteran

terdapat

pada

wilayah

yang

didominasi pelipatan dan patahan dan batuan induk.

3-22 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 3.8 Jenis Tanah di Kabupaten Banyuwangi


No

Jenis Tanah

1
2
3
4
5
6

15
16

Asosiasi aluvial kelabu


Aluvial coklat kekelabuan
Aluvial coklat tua kekelabuan
Aluvial hidromorf
Andosol coklat kekuningan
Asosiasi aluvial kelabu & aluvial coklat
kekelabuan
Asosiasi andosol coklat & regosol coklat
Grumusol kelabu endapan
Kompleks brown forest soil, litosol & mediteran
Kompleks latosol coklat kekuningan & litosol
intrusi
Kompleks latosol coklat kemerahan & litosol
volkan
Kompleks mediteran coklat & litosol
Kompleks mediteran coklat kemerahan & litosol
volkan
Kompleks mediteran merah & litosol bukit
lipatan
Kompleks regosol kelabu & latosol
Latosol coklat kemerahan volkan basis

17
18

Regosol coklat volkan


Regosol kelabu

7
8
9
10
11
12
13
14

8
8
8
8
8
8

Luas
km2
33.63
114.66
122.00
149.56
131.30
204.03

%
0.94%
3.19%
3.40%
4.16%
3.66%
5.68%

4
4
4
3

8
8
8
6

7.07
320.48
72.33
84.26

0.20%
8.92%
2.01%
2.35%

T3

Sedang
Sedang

T3
T3

3
3

6
6

Alfisol

Sedang

T3

359.14 10.00%

Inceptisol
Vertisol

Tinggi
Sangat
Ringan
Tinggi
Tinggi

T4
T1

4
1

8
2

145.84
75.85

T4
T4

4
4

8
8

365.56 10.18%
130.56 3.63%

Klasifikasi Tanah
USDA
Entisol
Entisol
Entisol
Inceptisol (aquept)
Inceptisol
Entisol

Potensi
Kerusakan
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi

Inceptisol
Inceptisol
Entisol
Ultisol

Simbol

Rating

Skor

T4
T4
T4
T4
T4
T4

4
4
4
4
4
4

Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang

T4
T4
T4
T3

Ultisol

Sedang

Alfisol
Alfisol

Entisol/Inceptisol
Entisol/Inceptisol

3-23 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

1.243.32 34.61%
0.62
32.05

0.02%
0.89%

4.06%
2.11%

LAPORAN

Gambar 3.4. Peta Jenis Tanah Kabupaten Banyuwangi


3-24 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

6.2.5. Kondisi Tata Guna Lahan


Keragaman penggunaan lahan di Kabupaten Banyuwangi cukup
bervariasi yang sebagian besar (83.55 %) merupakan kawasan hijau seperti
tabel 3.3, terdiri atas hutan lahan kering primer (23,06 %), hutan lahan
kering sekunder (5,17 %), hutan mangrove primer (0,98 %), hutan mangrove
sekunder (1,34 %), hutan tanaman (3,65 %), perkebunan (8,03 %),
pertanian lahan kering (15,85 %), dan sawah (24,72 %). Wilayah daratan ini
sebagian besar memiliki tanah yang tergolong subur dengan penyebaran
relatif merata pada sebagian besar wilayah. Kondisi ini tidak terlepas dari
keadaan hidrologi yang ditandai oleh banyaknya mata air dan sungai besar
berupa 35 Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terus mengalir sepanjang tahun.
Kondisi ini lahan budi daya tanaman pangan sangat dominan.
Tabel. 3.9 Penggunaan Lahan di Kabupaten Banyuwangi
No

Jenis Penggunaan Lahan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Hutan Lahan Kering Primer


Hutan Lahan Kering Sekunder
Hutan Mangrove Primer
Hutan Mangrove Sekunder
Hutan Tanaman
Lain-Lain
Perkebunan
Permukiman
Pertambangan
Pertanian Lahan Kering
Savana/ Padang Rumput
Sawah
Semak Belukar
Tambak
Tubuh Air

Potensi
Kerusakan
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sangat Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Tinggi
Sangat Tinggi
Sedang
Tinggi
Sangat Rendah
Rendah
Tinggi
Tinggi

Rating

Skor

1
1
1
1
3
4
2
4
5
3
4
1
2
4
4

2
2
2
2
6
8
4
8
10
6
8
2
4
8
8

km2
855.55
185.67
35.34
48.00
131.16
1.32
288.30
283.02
0.10
569.47
33.80
887.94
248.35
19.62
4.61

Luas
Prosentase
23.81%
5.17%
0.98%
1.34%
3.65%
0.04%
8.03%
7.88%
0.00%
15.85%
0.94%
24.72%
6.91%
0.55%
0.13%

Sumber: Hasil pengolahan peta tata guna lahan dari Balai DAS, Bondowoso

Hutan

lahan

kering

primer

merupakan

hutan

yang

tumbuh

berkembang pada habitat lahan kering yang dapat berupa hutan dataran
rendah, perbukitan dan pegunungan, atau hutan tropis dataran tinggi, yang
masih kompak dan belum mengalami intervensi manusia atau belum
3-25 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

menampakkan bekas penebangan. Sedangkan Hutan lahan kering sekunder


merupakan hutan yang tumbuh berkembang pada habitat lahan kering yang
dapat berupa hutan dataran rendah, perbukitan dan pegunungan, atau hutan
tropis dataran tinggi yang telah mengalamii ntervensi manusia atau telah
menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas
tebang) (SNI 7645:2010 Klasifikasi penutup lahan).
Hutan mangrove primer adalah Hutan yang tumbuh di daerah pantai
atau sekitar muara yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut (bakau, nipah
dan nibung yang berada di sekitar pantai, yang belum menampakkan bekas
penebangan).

Pada

beberapa

lokasi,

hutan

mangrove

berada

lebih

kepedalaman. Sedangkan hutan mangrove sekunder adalah hutan yang


tumbuh di daerah pantai atau sekitar muara yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut (bakau, nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai), yang
telah memperlihatkan bekas penebangan dengan pola alur, bercak, dan
genangan atau bekas terbakar (RSNI Kelas penutupan lahan dalam
penafsiran citra optis resolusi sedang).

3-26 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 3.5. Peta tata guna lahan Kabupaten Banyuwangi


3-27 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

3.2.7 Gambaran Umum Komoditas


Dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten
Banyuwangi

pada

Sektor

Pertanian

mempunyai

peran

penting

dan

menentukan. Hal ini disebabkan sebagian besar penduduk menggantungkan


hidupnya di bidang pertanian dalam artian luas. Pada studi ini yang
dilaporkan hanya tertuju pada produktivitas tanaman pangan tanaman
hortikultura, tanaman buah-buahan, tanaman perkebunan serta tanaman
kehutanan yang diusahakan secara umum di wilayah kecamatan studi dan
disajikan dalam mulai Tabel 3.10 3.12
Tabel 3.10. Produktivitas beberapa Tanaman Pangan Menurut Kecamatan di
Kabupaten Banyuwangi
No.

Kecamatan

Padi
Sawah
(kwt/ha)

Padi
Ladang
(kwt/ha)

Jagung
(kwt/ha)

Kedelai
(kwt/ha)

Kacang
Tanah
(kwt/ha)

Ubi Kayu
(kwt/ha)

1.

Pesanggaran

66,07

43,59

66,82

18,20

15.33

193,43

2.

Siliragung

65,95

42,22

66,65

18,23

15.56

188.67

3.

Bangorejo

69,61

62,73

64,55

19,17

16,00

190,00

4.

Purwoharjo

80,38

66,59

20,82

16,67

0,00

5.

Tegaldlimo

77,27

50,40

68,80

20.18

15,71

188,29

6.

Muncar

73,35

55,00

67,76

20,99

0,00

7.

Cluring

72,78

56,68

65,08

18.79

15.58

189.00

8.

Gambiran

74,42

54,69

18.97

15.00

192.20

9.

Tegalsari

70,98

52,30

57,69

18,82

15.77

192.08

10.

Glenmore

67,13

56,64

54,05

16.15

193,44

11.

Kalibaru

59,82

57,69

16,15

245.38

12.

Genteng

65,32

63,40

49,58

18,07

16,00

245,91

13.

Srono

70,01

62,04

18,64

15.00

186,47

14.

Rogojampi

63,86

50,64

18,63

16,06

179,20

15.

Kabat

63,27

62,80

55,02

18,33

15,00

184,77

3-28 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN
16.

Singojuruh

50,25

55,68

20,00

15.63

17.

Sempu

66,46

62,50

55,35

18,12

15.89

199,50

18.

Songgon

66,62

55,71

16,36

188,54

19.

Glagah

59,74

53,31

15.50

187,14

20.

Licin

62,23

54,72

15.96

181,79

21.

Banyuwangi

57,09

52,50

15.38

180.00

22.

Giri

58,14

55,67

15.52

180.00

23.

Kalipuro

55,02

55,95

16.05

187,42

24.

Wongsorejo

59,22

51,06

62,68

17.76

16.07

190,88

65,87

27,47

62,70

19,82

15,88

191,86

Rata-rata

198,80

Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam Angka Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 3.10 tersebut. secara umum produktivitas untuk


tanaman padi sawah dan ladang tergolong sedang dan rendah. Untuk
tanaman jagung tergolong sedang. Untuk tanaman kacang-kacangan
termasuk

sedang. Untuk tanaman ubi-ubian termasuk tinggi. Produktivitas

tersebut secara potensial masih dapat ditingkatkan di masa yang akan


datang. Peningkatan tersebut diharapkan dapat dilakukan setelah dilakukan
kegiatan penelitian dan pengembangan sumberdaya pertanian ini dilakukan.
Pengembangan komoditas perkebunan yang ada diwilayah-wilayah studi
sudah dilaksanakan. sehingga apabila kemudian terjadi perubahan pada saat
studi agroekologi ini dillakukan. Maka adaptasi komoditas perkebunan pada
wilayah-wilayah studi tersebut masih dapat dipergunakan sebagai ukuran
tingkat kesesuaiannya.

3-29 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 3.11 Produktivitas beberapa Tanaman Hortikultura yang ada di


Kabupaten Banyuwangi
No.

Jenis Tanaman

1.

Bayam

2.

Luas Panen
( Ha )

Produksi
(ton)

Produktivitas
(Kw/Ha)

Kriteria
(Djaenudin dkk,
2000)

37

170,10

45,98 Rendah

Kangkung

161

1.467,00

91,12 Rendah

3.

Buncis

164

1.356,80

82,73 Tinggi

4.

Kacang Panjang

446

3.068,00

68,79 Sedang

5.

Tomat

211

1.942,90

92,08 Tinggi

6.

Ketimun

93

1.477,10

158,83 Tinggi

7.

Kembang Kol

71

902,20

127,07 Tinggi

8.

Terung

238

2.785,80

117,05 Tinggi

9.

Cabe Besar

1.090 12.044,50

110,50 Tinggi

10.

Cabe Kecil

2.851 19.871,50

69,70 Tinggi

11.

Bawang Merah

12.
13.

124

1.219,50

96,35 Tinggi

Sawi

79

948,00

120,00 Sedang

Kobis

112

935,90

83,56 Rendah

Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam Angka Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 3.11 tersebut, untuk beberapa tanaman hortikultura


yang ada di kabupaten Banyuwangi produktivitas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
(a) produktivitas secara umum berkisar antara rendah sampai tinggi;
(b) produktivitas rendah meliputi bayam dan kangkung;
(c) produktivitas sedang meliputi kacangpanjang dan sawi;
(d) produktivitas tinggi meliputi buncis, tomat, ketimun, kembang kol,
terung, babe besar cabe kecil dan bawang merah.

3-30 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 3.12 Luas Panen, Rata-rata Produksi dan Total Produksi Menurut Jenis
Buah-buahan di Kabupaten Banyuwangi
No.

Jenis Tanaman

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.

Alpukat
Belimbing
Duku/Langsat
Durian
Jambu Biji
Jambu Air
Jeruk Siam
Jeruk Besar
Mangga
Manggis
Nangka
Nanas
Pepaya
Pisang
Rambutan
Salak
Sawo
Markisa
Sirsak
Sukun
Anggur
Melinjo
Petai
Melon
Semangka
Buah Naga

Luas
Panen (
Ha )

Produksi
(ton)

Produktivitas
(Kw/Ha)

280,39
3.294,60
489,80
3.727,40
133,86
1.060,60
595,00
9.085,70
188,88
1.762,30
118,91
886,00
8.252,00 222.804,00
14,35
87,90
2.442,10
20.818,90
1.590,50
20.199,40
533,70
6.350,00
6,99
201,30
159,37
8.538,60
3.693,50
82.926,50
2.625,70
13.627,40
119,42
4.721,40
148,67
3.647,00
0,13
0,90
52,86
839,40
105,20
1.263,70
0,36
5,90
114,34
472,40
238,38
9.893,00
581,00
17.430,00
1.774,00
47.365,80
678,80
16.630,60

117,50
76,10
79,23
15270
93,30
74,51
270,00
61,24
85,25
127,00
118,98
287,93
535,78
224,52
51,90
395,37
245,31
65,43
158,80
120,21
165,23
32,73
415,01
300,00
267,00
245,00

Kriteria
(Djaenudin
dkk, 2000)
Sangat tinggi
*
*
*
*
*
Tinggi
Sedang
Sedang
Tinggi
*
Tinggi
Tinggi
Tinggi
*
Tinggi
*
*
*
*
*
*
*
*
Tinggi
*

Keterangan : * data dan informasi belum diperoleh dengan jelas


Sumber : Kabupaten Banyuwangi dalam Angka Tahun 2014

Berdasarkan Tabel 3.12 tersebut, untuk beberapa tanaman buah-buan


yang ada di kabupaten Banyuwangi produktivitas dapat dijelaskan sebagai
berikut :
(a) produktivitas secara umum berkisar antara sedang sampai tinggi;
(b) produktivitas sedang meliputi jeruk besar dan mangga;

3-31 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

(c) produktivitas tinggi meliputi jeruk siam, manggis, nanas, pepaya,


pisang, salak dan semangka;
(d) produktivitas tanaman lainnya data dan informasi belum diperoleh
dengan jelas.
3.3

Penentuan Zonasi Rencana Survey Kerusakan Tanah Tahun


2015
Luasnya wilayah Kabupaten Banyuwangi yang terdiri dari 24 wilayah

kecamatan, membuat penelitian Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk


Produksi Biomassa dilaksanakan bertahap selama 5 tahun. Penentuan zonasi
rencana survey potensi kerusakan tanah Kabupaten Banyuwangi dilakukan
mulai tahun 2016 (tahun kedua) yang berada pada zona timur dan utara,
yang terdiri dari 17 kecamatan yaitu kecamatan Banyuwangi, Cluring,
Gambiran, Genteng, Giri, Glagah, Kabat, Kalipuro, Licin, Muncar, Rogojampi,
Sempu, Singojuruh, Songgon, Srono, Tegalsari, Wongsorejo.
Dalam

pengambilan

sampling

tanah

untuk

verifikasi

lapangan,

diprioritaskan pada kelas potensi kerusakan tanah tinggi dan sedang dengan
ketentuan jumlah sampling 4 titik per 100 hektar. Hasil overlay peta 4 faktor
penentu potensi kerusakan tanah menunjukkan, terdapat 9 kecamatan pada
zona timur dan utara yang mempunyai potensi kerusakan tanah dengan kelas
tinggi dan sedang. Sehingga dapat dilakukan pengambilan sampling tanah.
Adapun kecamatan tersebut yaitu kecamatan Gambiran, Genteng, Glagah,
Kalipuro, Licin, Sempu, Songgon, Tegalsari, wongsorejo. Adapun jumlah
sampling tanah yang diambil 89 titik survey dapat dilihat pada tabel 3.13.
Peta zonasi rencana survey potensi kerusakan tanah Kabupaten Banyuwangi
dapat dilihat pada gambar 3.6.

3-32 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 3.13 Jumlah Titik Rencana Survey Untuk Pengambilan Sampling Tanah
Kabupaten Banyuwangi Wilayah Administrasi Timur dan Utara

No.

Kecamatan

1.

Banyuwangi

2.

Cluring

3.

Gambiran

4.

Genteng

5.

Giri

6.

Glagah

7.

Kabat

8.

Kalipuro

9.

Licin

10.

Muncar

11.

Rogojampi

12.

Sempu

13.

Singojuruh

14.

Songgon

15.

Srono

16.

Tegalsari

17.

Wongsorejo

Status Potensi
Kerusakan Tanah
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
TOTAL

Jumlah
Titik
4
8
1
9
21
5
1
20
17
3

Total
4
8
1
9
21
5
21
17
3
89

3-33 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 3.6. Peta Pembagian Zonasi Rencana Survey Potensi Kerusakan Tanah Kabupaten Banyuwangi

3-34 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 4
Identifikasi Kondisi
Kerusakan Tanah

LAPORAN
PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA
KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

BAB 4

Identifikasi Kondisi Kerusakan Tanah


Hasil dan pembahasan dari penelitian ini berupa kerusakan tanah pada
masing-masing kecamatan di kabupaten Banyuwangi yang termasuk dalam
areal kerja efektif. Penyaringan areal kerja efektif dengan cara melakukan
overlay peta kondisi awal (peta potensi kerusakan tanah) dengan peta RTRW
(peta kawasan budidaya) sehingga didapatkan peta yang memuat informasi
areal

kawasan

budidaya

untuk

produksi

biomassa.

Setelah

proses

penyaringan areal kerja efektif, maka luas areal menjadi berkurang karena
informasi peta yang akan digunakan hanya pada kawasan budidaya khusus
untuk produksi biomassa yaitu kegiatan pertanian, perkebunan dan hutan
tanaman. Adapun identifikasi kondisi kerusakan tanah terdiri dari berbagai
parameter yaitu (1) potensi kerusakan tanah untuk kawasan budidaya, (2)
peta potensi kerusakan tanah per kecamatan untuk kawasan budidaya, (3)
analisa hasil laboratorium tanah dan (4) peta status kerusakan tanah.
4.1

Potensi Kerusakan Tanah


Potensi kerusakan tanah adalah data berupa peta yang berisi informasi

tentang gambaran kondisi tanah yang berpotensi mengalami kerusakan.


Potensi Kerusakan Tanah dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu curah hujan, jenis
tanah, tata guna lahan dan kontur. Data yang digunakan pada penelitian ini
adalah data tahun 2012. Hasil overlay menunjukkan bahwa di Kabupaten
Banyuwangi terdapat 4 kelas potensi kerusakan tanah. Mulai dari potensi
kerusakan tanah sangat rendah, potensi kerusakan tanah rendah, potensi
kerusakan tanah sedang dan potensi kerusakan tanah tinggi, sedangkan
untuk potensi kerusakan tanah sangat tinggi tidak ada. Luasan untuk masingmasing potensi kerusakan tanah di Kabupaten Banyuwangi yang termasuk
dalam areal kerja produktif (kawasan budidaya) dapat dilihat pada tabel 4.1
dibawah ini.

4-1 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 4.1 Potensi Kerusakan Tanah di Kabupaten Banyuwangi


Dalam Areal Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)
No
1
2
3
4

Potensi Kerusakan
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Total
Berdasarkan

Tabel

4.1

km
27,709
1863,313
426,062
8,024
2325,110
diketahui

Luas
Ha
2770,945
186331,350
42606,257
802,470
232511,022

bahwa

mayoritas

%
1,19%
80,14%
18,32%
0,35%
100,00%
Kabupaten

Banyuwangi yang termasuk dalam areal kerja produktif (kawasan budidaya)


memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu sebesar 186331,350 ha atau
80,14% dari total wilayahnya kawasan budidaya Kabupaten Banyuwangi.
Sedangkan untuk potensi kerusakan tanah tinggi hanya sebesar 802,470 ha
atau 0,35%.
Sebaran secara spasial keempat kelas wilayah potensi kerusakan tanah
untuk survey tahun 2015 dapat dilihat pada gambar 4.1. Peta yang berisi
informasi pendugaan potensi kerusakan tanah untuk kawasan budidaya
Kabupaten Banyuwangi menjadi dasar penentuan titik lokasi verifikasi
lapangan berupa pengamatan dan pengambilan sampel tanah. Jumlah titik
sampel lokasi verifikasi ialah 89 titik yang tersebar pada zona wilayah timur
dan utara Kabupaten Banyuwangi dengan kelas potensi kerusakan tanah
tinggi dan sedang yang terdapat pada 9 kecamatan.

4-2 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.1 Peta Potensi Kerusakan Tanah Kawasan Budidaya Sebaran Titik Sempel Verifikasi Tanah Kabupaten Banyuwangi

4-3 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

4.2

Peta Potensi Kerusakan Tanah Per Kecamatan Dalam Kawasan


Budidaya di Kabupaten Banyuwangi Wilayah Timur dan Utara
Survey Tahun 2015
Peta potensi kerusakan tanah per kecamatan dalam kawasan

budidaya di Kabupaten Banyuwangi untuk survey tahun 2015 terbagi atas 17


kecamatan yaitu kecamatan Banyuwangi, Cluring, Gambiran, Genteng, Giri,
Glagah, Kabat, Kalipuro, Licin, Muncar, Rogojampi,

Sempu, Singojuruh,

Songgon, Srono, Tegalsari, Wongsorejo.


A.

Kecamatan Banyuwangi
Tabel 4.2 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Banyuwangi dalam
Areal Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

Ha

Luas
km2

0,000
816,671
0,000
0,000

0,000
8,16
0,000
0,000

816,671

8,16

%
0,00%
100%
0,00%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.2 pada kecamatan Banyuwangi terdapat satu


kelas potensi kerusakan tanah yaitu rendah. Diketahui bahwa mayoritas
kecamatan Gambiran memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu sebesar
816,671 ha atau 100% dari total wilayah areal kerja produktif (kawasan
budidaya) di kecamatan Banyuwangi.

4-4 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.2 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Banyuwangi (Kawasan Budidaya)

4-5 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

B. Kecamatan Cluring
Tabel 4.3 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Cluring dalam Areal
Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

Ha
0,000
6426,378
0,000
0,000
6426,378

Luas
km2
0,000
64,26
0,000
0,000
64,26

%
0,00%
100%
0,00%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.2 pada kecamatan Cluring terdapat satu kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah. Diketahui bahwa mayoritas kecamatan
Cluring memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu sebesar 6426,378 ha
atau 100% dari total wilayah areal kerja produktif (kawasan budidaya) di
kecamatan Cluring.

4-6 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.3 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Cluring (Kawasan Budidaya)
4-7 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

C.

Kecamatan Gambiran
Tabel 4.4 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Gambiran dalam
Areal Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
0,000
4187,125
318,484
0,000
4505,609

Luas
km2
0,000
41,87
3,18
0,000
45,05

%
0,00%
92,93%
7,07%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.4 pada kecamatan Gambiran terdapat dua kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah dan sedang. Diketahui bahwa
mayoritas kecamatan Gambiran memiliki potensi kerusakan tanah rendah,
yaitu sebesar 4187,125 ha atau 92,93% dari total wilayahnya. Sedangkan
untuk potensi kerusakan tanah sedang hanya sebesar 318,484 ha atau 7,07%
dari total wilayah areal kerja produktif (kawasan budidaya) di kecamatan
Gambiran.

4-8 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.4 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Gambiran (Kawasan Budidaya)
4-9 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

D.

Kecamatan Genteng
Tabel 4.5 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Genteng dalam
Areal Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
0,000
3238,496
307,600
0,000
3546,096

Luas
km2
0,000
32,38
3,07
0,000
35,46

%
0,00%
91,33
8,67
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.5 pada kecamatan Genteng terdapat dua kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah dan sedang. Diketahui bahwa
mayoritas kecamatan Genteng memiliki potensi kerusakan tanah rendah,
yaitu sebesar 3238,496 ha atau 91,33%. Sedangkan untuk potensi kerusakan
tanah sedang hanya sebesar 307,600 ha atau 8,67% dari total wilayah areal
kerja produktif (kawasan budidaya) di kecamatan Genteng.

4-10 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.5 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Genteng (Kawasan Budidaya)
4-11 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

E.

Kecamatan Giri
Tabel 4.6 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Giri dalam Areal
Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
1,202
1577,481
0,000
0,000
1578,683

Luas
km2
0,012
15,77
0,000
0,000
15,78

%
0,08%
99,92%
0,00%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.6 pada kecamatan Giri terdapat dua kelas potensi
kerusakan tanah yaitu sangat rendah dan rendah. Diketahui bahwa mayoritas
kecamatan Giri memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu sebesar
1577,481 ha atau 99,92%. Sedangkan untuk potensi kerusakan tanah sangat
rendah hanya sebesar 1,202 ha atau 0,08 dari total wilayah areal kerja
produktif (kawasan budidaya) di kecamatan Giri.

4-12 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.6 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Giri (Kawasan Budidaya)
4-13 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

F. Kecamatan Glagah
Tabel 4.7 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Glagah dalam Areal
Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
0,000
2471,377
147,789
0,000
2619,166

Luas
km2
0,00
24,71
1,47
0,00
26,19

%
0,00%
94,36
5,64
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.7 pada kecamatan Glagah terdapat dua kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah dan sedang. Diketahui bahwa mayoritas
kecamatan Glagah memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu sebesar
2471,377 ha atau 94,36%. Sedangkan untuk potensi kerusakan tanah sedang
hanya sebesar 147,789 ha atau 5,64% dari total wilayah areal kerja produktif
(kawasan budidaya) di kecamatan Glagah.

4-14 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.7 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Glagah (Kawasan Budidaya)
4-15 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

G.

Kecamatan Kabat
Tabel 4.8 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Kabat dalam Areal
Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
51,104
7111,154
36,642
0,000
7198,900

Luas
km2
0,51
71,11
0,36
0,00
71,98

%
0,71%
98,78%
0,51%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.8 pada kecamatan Kabat terdapat tiga kelas


potensi kerusakan tanah yaitu sangat rendah, rendah dan sedang. Diketahui
bahwa mayoritas kecamatan Kabat memiliki potensi kerusakan tanah rendah,
yaitu sebesar 7111,154 ha atau 98,78%. Sedangkan untuk potensi kerusakan
tanah sedang hanya sebesar 36,642 ha atau 0,51% dari total wilayah areal
kerja produktif (kawasan budidaya) di kecamatan Kabat.

4-16 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.8 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Kabat (Kawasan Budidaya)
4-17 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

H.

Kecamatan Kalipuro
Tabel 4.9 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Kalipuro dalam Areal
Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO

Potensi Kerusakan Tanah

Simbol

Luas
km2

ha

Sangat Rendah

PR 1

0,000

0,00

0,00%

2
3
4

Rendah
Sedang
Tinggi

PR 2
PR 3
PR 4

12404,616
2038,506
21,118
14464,240

124,04
20,38
0,21
144,64

85,76%
14,09%
0,15%
100%

TOTAL

Berdasarkan Tabel 4.9 pada kecamatan Kalipuro terdapat tiga kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah, sedang dan tinggi. Diketahui bahwa
mayoritas kecamatan Kalipuro memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu
sebesar 12404,616 ha atau 85,76%. Untuk potensi kerusakan tanah sedang
sebesar 2038,506 ha atau 14,09%, sedangkan potensi kerusakan tinggi hanya
seluas 21,118 ha atau 0,15% dari total wilayah areal kerja produktif (kawasan
budidaya) di kecamatan Kalipuro.

4-18 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.9 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Kalipuro (Kawasan Budidaya)
4-19 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

I.

Kecamatan Licin
Tabel 4.10 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Licin dalam Areal
Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
1719,203
3671,826
1334,538
0,228
6725,795

Luas
km2
17,19
36,71
13,34
0,002
67,25

%
25,56%
54,59%
19,84%
0,01%
100%

Berdasarkan Tabel 4.10 pada kecamatan Licin terdapat empat kelas


potensi kerusakan tanah yaitu sangat rendah, rendah, sedang dan tinggi.
Diketahui bahwa mayoritas kecamatan Licin memiliki potensi kerusakan tanah
rendah, yaitu sebesar 3671,826 ha atau 54,59%, potensi kerusakan tanah
sangat rendah sebesar 1719,203 ha atau 25,56%, selanjutnya potensi
kerusakan tanah sedang sebesar 1334,538 ha atau 19,84%. Sedangkan untuk
potensi kerusakan tanah tinggi hanya sebesar 0,228 ha atau 0,01 % dari total
wilayah areal kerja produktif (kawasan budidaya) di kecamatan Licin.

4-20 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.10 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Licin (Kawasan Budidaya)
4-21 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

J.

Kecamatan Muncar
Tabel 4.11 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Muncar dalam Areal
Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
0,000
7038,030
0,000
0,000
7038,030

Luas
km2
0,00
70,38
0,00
0,00
70,38

%
0,00%
100%
0,00%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.11 pada kecamatan Muncar terdapat satu kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah. Diketahui bahwa mayoritas kecamatan
Cluring memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu sebesar 7038,03 ha
atau 100% dari total wilayah areal kerja produktif (kawasan budidaya) di
kecamatan Muncar.

4-22 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.11 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Muncar (Kawasan Budidaya)
4-23 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

K. Kecamatan Rogojampi
Tabel 4.12 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Rogojampi dalam
Areal Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
0,000
6175,924
2,38
0,000
6178,304

Luas
km2
0,00
61,75
0,02
0,00
61,78

%
0,00%
99,96
0,04
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.12 pada kecamatan Rogojampi terdapat dua kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah, sedang dan tinggi. Diketahui bahwa
mayoritas kecamatan Rogojampi memiliki potensi kerusakan tanah rendah,
yaitu sebesar 6175,924 ha atau 99,96%. Sedangkan untuk potensi kerusakan
tanah sedang hanya sebesar 2,38 ha atau 0,04% dari total wilayah areal kerja
produktif (kawasan budidaya) di kecamatan Rogojampi.

4-24 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.12 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Rogojampi (Kawasan Budidaya)
4-25 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

L.

Kecamatan Sempu
Tabel 4.13 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Sempu dalam Areal
Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
0,000
9144,409
862,772
0,000
10007,181

Luas
km2
0,00
91,44
8,62
0,00
100,07

%
0,00%
91,38%
8,62%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.13 pada kecamatan Sempu terdapat dua kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah dan sedang. Diketahui bahwa mayoritas
kecamatan Sempu memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu sebesar
9144,409 ha atau 91,38%. Sedangkan untuk potensi kerusakan tanah sedang
sebesar 862,772 ha atau 8,62% dari total wilayah areal kerja produktif
(kawasan budidaya) di kecamatan Sempu.

4-26 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.13 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Sempu (Kawasan Budidaya)
4-27 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

M.

Kecamatan Singojuruh
Tabel 4.14 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Singojuruh dalam
Areal Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO

Potensi Kerusakan Tanah

Luas

Simbol
ha

1
2
3
4

Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

4076,979
0,000
0,000
0,000
4076,979

km2
40,76
0,00
0,00
0,00
40,76

%
100%
0,00%
0,00%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.14 pada kecamatan Singojuruh terdapat satu kelas


potensi kerusakan tanah yaitu sangat rendah. Diketahui bahwa mayoritas
kecamatan Singojuruh memiliki potensi kerusakan tanah sangat rendah, yaitu
sebesar 4076,979 ha atau 100% dari total wilayah areal kerja produktif
(kawasan budidaya) di kecamatan Singojuruh.

4-28 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.14 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Singojuruh (Kawasan Budidaya)
4-29 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

N.

Kecamatan Songgon
Tabel 4.15 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Songgon dalam
Areal Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha

Luas
km2

0,000
8422,938
1381,915
3,540
9808,393

0,00
84,22
13,81
0,03
98,08

%
0,00%
85,87%
14,09%
0,04%
100%

Berdasarkan Tabel 4.15 pada kecamatan Songgon terdapat tiga kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah, sedang dan tinggi. Diketahui bahwa
mayoritas kecamatan Songgon memiliki potensi kerusakan tanah rendah,
yaitu sebesar 8422,938 ha atau 85,87%. Untuk potensi kerusakan tanah
sedang sebesar 1381,915 ha atau 14,09%, sedangkan untuk potensi
kerusakan tanah tinggi sebesar 3,540 ha atau 0,04% dari total wilayah areal
kerja produktif (kawasan budidaya) di kecamatan Songgon.

4-30 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.15 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Songgon (Kawasan Budidaya)
4-31 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

O.

Kecamatan Srono
Tabel 4.16 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Srono dalam Areal
Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
0,000
6648,747
0,000
0,000
6648,747

Luas
km2
0,00
66,48
0,00
0,00
66,48

%
0,00%
100%
0,00%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.16 pada kecamatan Srono terdapat satu kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah. Diketahui bahwa mayoritas kecamatan
Srono memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu sebesar 6648,747 ha
atau 100% dari total wilayah areal kerja produktif (kawasan budidaya) di
kecamatan Srono.

4-32 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.16 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Srono (Kawasan Budidaya)
4-33 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

P.

Kecamatan Tegalsari
Tabel 4.17 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Tegalsari dalam
Areal Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
0,000
3013,897
1381,855
0,000
4395,752

Luas
km2
0,00
30,13
13,81
0,00
43,95

%
0,00%
68,56%
31,44%
0,00%
100%

Berdasarkan Tabel 4.17 pada kecamatan Tegalsari terdapat dua kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah dan sedang. Diketahui bahwa mayoritas
kecamatan Tegalsari memiliki potensi kerusakan tanah rendah, yaitu sebesar
3013,897 ha atau 68,56%. Sedangkan untuk potensi kerusakan tanah sedang
sebesar 1381,855 ha atau 31,44% dari total wilayah areal kerja produktif
(kawasan budidaya) di kecamatan Tegalsari.

4-34 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.17 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Tegalsari (Kawasan Budidaya)
4-35 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Q.

Kecamatan Wongsorejo
Tabel 4.18 Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Wongsorejo dalam
Areal Kerja Produktif (Kawasan Budidaya)

NO
1
2
3
4

Potensi Kerusakan Tanah


Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
TOTAL

Simbol
PR 1
PR 2
PR 3
PR 4

ha
0,000
25491,594
5566,845
172,152
31230,591

Luas
km2
0,00
254,91
55,66
1,72
312,30

%
0,00%
81,62%
17,82%
0,56%
100%

Berdasarkan Tabel 4.18 pada kecamatan Wongsorejo terdapat tiga kelas


potensi kerusakan tanah yaitu rendah, sedang dan tinggi. Diketahui bahwa
mayoritas kecamatan Wongsorejo memiliki potensi kerusakan tanah rendah,
yaitu sebesar 25491,594 ha atau 81,62%, untuk potensi kerusakan tanah
sedang memiliki luas sebesar 5566,845 ha atau 17,82%. Sedangkan untuk
potensi kerusakan tanah tinggi sebesar 172,152 ha atau 1,72 % dari total
wilayah areal kerja produktif (kawasan budidaya) di kecamatan Wongsorejo.

4-36 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar 4.18 Peta Potensi Kerusakan Tanah pada Kecamatan Wongsorejo (Kawasan Budidaya)
4-37 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

4.3

ANALISA HASIL LABORATORIUM TANAH


Tanah

makhluk

adalah

hidup

bagian

penting

dalam

di muka bumi. Terutama

menunjang

di bidang

kehidupan

pertanian,

tanah

menjadi faktor terpenting yang menentukan keberhasilan produktivitas


tanaman pertanian. Apabila tanah sudah rusak, maka kesuburannya pun
sudah tidak bagus lagi sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman
pertanian
dapat

itu pun

dikurangi

menjadi
dengan

berkurang

upaya

atau

konservasi

rendah. Kerusakan

tanah

tanah.

tanah

Konservasi

adalah pemeliharaan dan perlindungan terhadap tanah secara teratur


guna

mengurangi

dan

mencegah

kerusakan

tanah

dengan

cara

pelestarian.
Faktor pembatas kerusakan tanah dilakukan sesuai dengan tuntutan
perencanaan pembangunan dan perkembangan wilayah yang memperhatikan
aspek kelestarian sumberdaya lahan atau tanah. Penentuan faktor pembatas
kerusakan

tanah

dilakukan

dengan

metode

penyesuaian

(matching)

berdasarkan interpretasi data baik dari lapangan maupun hasil analisa contoh
tanah sesuai Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150
Tahun 2000 Tanggal 23 Desember 2000 tentang Kriteria Baku Kerusakan
Tanah untuk Produksi Biomassa. Adapun hasil penyesuaian tersebut disajikan
pada Tabel 4.19.

4-38 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 4.19. Hasil Pengamatan, Pengukuran Serta Hasil Analisa Contoh Tanah di Laboratorium Parameter Kerusakan Tanah
Wilayah Kabupaten Banyuwangi
No.
SPL
1.

Koordinat
(UTM)
X : 184242
Y : 9071101

2.
3.
4.
5.
6.

X : 183800
Y : 9071209
X : 183241
Y : 9072311
X : 182687
Y : 9072750
X : 182274
Y : 9068873
X : 182717
Y : 9068544

7.
8.
9.

X : 182941
Y : 9068103
X : 182615
Y : 9067
X : 182617
Y : 9067215

Desa

Kecamatan

Lereng
(%)

Penggunaan
Lahan

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Gambiran

Gambiran

Perkebunan

Jati

Lembar

162

130

Gambiran

Gambiran

Perkebunan

Rambutan,
Kelapa

Lembar

164

75

Dasri

Tegalsari

Pertanian
Beririgrasi

Padi

Tanpa
Erosi

169

30

Tamansari

Tegalsari

Pertanian
Beririgrasi

Padi

Tanpa
Erosi

173

35

Tegalsari

Tegalsari

Pertanian
Beririgrasi

Padi

Tanpa
Erosi

125

30

Tegalsari

Tegalsari

Perkebunan

Jati

Lembar

134

132

Tegalsari

Tegalsari

Perkebunan

Jati

Lembar

130

150

Karangdoro

Tegalsari

Hutan
Produksi

Jati

Alur

124

108

Karangdoro

Tegalsari

Jati

Alur

129

112

Hutan
Produksi

4-39 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL
10.

Koordinat
(UTM)
X : 181180
Y : 9067758

11.

X : 181183
Y : 9067426

12.

X : 181511
Y : 9067760

Desa

Kecamatan

Lereng
(%)

Karangdoro

Tegalsari

Karangdoro

Tegalsari

Karangdoro

Tegalsari

13.

X : 181185
Y : 9067094

Karangdoro

Tegalsari

14.

X : 181176
Y : 9068311

Karangdoro

Tegalsari

15.

X : 181748
Y : 9065548

Karangdoro

Tegalsari

16.

X : 183777
Y : 9074308

Setail

17.

X : 183333
Y : 9074858

Setail

18.

X : 183107
Y : 9075521

Setail

Genteng
Genteng
Genteng

4
6

Penggunaan
Lahan
Hutan
Produksi
Hutan
Produksi
Hutan
Produksi

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Jati

Lembar

107

180

Jati

Lembar

109

175

Jati

Lembar

116

175

Jati

Lembar

116

145

Jati

Lembar

117

150

Padi

Tanpa
Erosi

98

55

Padi, cabe

Tanpa
Erosi

192

30

Padi

Tanpa
Erosi

198

30

Padi

Tanpa
Erosi

208

31

Hutan
Produksi
Hutan
Produksi
Kawasan
pertanian
beririgasi
Kawasan
pertanian
beririgasi
Kawasan
pertanian
beririgasi
Kawasan
pertanian
beririgasi

4-40 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

1
2

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Koordinat
(UTM)

Desa

19.

X : 182778
Y :9075297

20.

X : 182885
Y : 9075740

Setail

21.

X : 185741
Y : 9077200

Genteng
kulon

22.

X : 183775
Y : 9074640

Setail

23.

X : 183227
Y : 9074193

Dasri

24.

X : 182345
Y : 9074187

Tamansari

25.

X : 196402
Y : 9097863

Tamansari

26.

X : 196183
Y : 9097529

Tamansari

Setail

Kecamatan

Genteng

Genteng

Genteng

Genteng

Tegalsari

Tegalsari

Licin
Licin

Lereng
(%)

Penggunaan
Lahan

Kawasan
pertanian
beririgasi

Kawasan
pertanian
beririgasi

Kawasan
pertanian
beririgasi

Kawasan
pertanian
beririgasi

Kawasan
pertanian
beririgasi

Kawasan
pertanian
beririgasi

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Padi

Tanpa
Erosi

208

32

Padi

Tanpa
Erosi

209

30

Padi

Tanpa
Erosi

226

70

Padi

Tanpa
Erosi

194

29

Padi

Tanpa
Erosi

196

30

Padi

Tanpa
Erosi

190

35

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

797

170

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

774

168

4-41 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Koordinat
(UTM)

Desa

27.

X : 195851
Y : 9097748

Tamansari

28.

X : 195520
Y : 9097746

Tamansari

29.

X : 195192
Y : 9097412

Tamansari

30.

X : 195736
Y : 9098412

Tamansari

31.

X : 195295
Y : 9098408

Tamansari

32.

X : 196508
Y : 9098417

Tamansari

33.

X : 197168
Y : 9098753

Tamansari

34.

X : 194419
Y : 9097517

Tamansari

Kecamatan

Licin
Licin
Licin

Licin
Licin
Licin
Licin

Licin

Lereng
(%)

Penggunaan
Lahan

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

784

173

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

786

216

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

781

181

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

810

175

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

775

167

Kawasan
perkebunan

Kopi

Erosi
Lembar

799

170

Kawasan
perkebunan

Kopi

Erosi
Lembar

785

180

Kawasan
hutan
produksi

Mahoni

Erosi
Alur

788

210

4-42 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Koordinat
(UTM)

Desa

35.

X : 194090
Y : 9097183

36.

X : 194750
Y : 9097519

37.

X : 197610
Y : 9098646

38.

X : 196840
Y : 9098308

Tamansari

39.

X : 195186
Y : 9098186

Tamansari

40.

X : 194635
Y : 9098183

Tamansari

41.

X : 198281
Y : 9097211

Kampunga
nyar

42.

X : 186511
Y : 9077427

Kluncung
Tamansari
Tamansari

Tegalarum

Kecamatan

Licin
Licin
Licin

Licin

Licin
Licin
Glagah

Sempu

Lereng
(%)

Penggunaan
Lahan

10

Kawasan
hutan
produksi

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

Kawasan
perkebunan

Kopi

Kawasan
perkebunan

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Mahoni

Erosi
Alur

795

225

797

197

Tanpa
Erosi

769

185

Kopi

Erosi
Lembar

790

160

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

793

176

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

780

175

Kopi

Erosi
Lembar

613

168

Padi

Tanpa
Erosi

228

80

Kawasan
perkebunan
Kawasan
pertanian
beririgasi

4-43 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Koordinat
(UTM)

Desa

Kecamatan

Lereng
(%)

43.

X : 187098
Y : 9087836

Temuguruh

Sempu

37

44.

X : 188560
Y : 9083751

Temuguruh

45.

X : 184411
Y : 9078187

Setail

46.

X : 187140
Y : 9066695

Tegalsari

47.

X : 184585
Y : 9069333

Gambiran

48.

X : 181535
Y : 9064440

Karangdoro

49.

X : 184136
Y : 9070436

Gambiran

50.

X : 210520
Y : 9097514

Kalipuro

51.

X : 207160
Y : 9105350

Ketapang

Sempu
Genteng
Tegalsari
Gambiran
Tegalsari
Gambiran
Kalipuro
Kalipuro

17
3
2
2
2

Penggunaan
Lahan
Kawasan
hutan
produksi
Kawasan
hutan
produksi
Kawasan
pertanian
beririgasi
Kawasan
pertanian
beririgasi
Kawasan
pertanian
beririgasi
Kawasan
pertanian
beririgasi

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Eleva
si (m
dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Pinus, Mahoni

Erosi
Lembar

464

130

Kakao

Erosi
Lembar

309

105

Padi, cabe

Tanpa
Erosi

248

80

Padi, Jeruk

Tanpa
Erosi

112

85

Padi

Tanpa
Erosi

132

80

Jagung, Padi

Tanpa
Erosi

92

80

Kawasan
perkebunan

Jati, Mahoni

Tanpa
Erosi

140

135

Kawasan
perkebunan

Ilalang

Erosi
Lembar

101

70

Kawasan
perkebunan

Kopi

Tanpa
Erosi

496

90

4-44 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Koordinat
(UTM)

Desa

52.

X : 207139
Y : 9108559

Bangsring

53.

X : 206958
Y : 9119514

Watukebo

54.

X : 206411
Y : 9118847

Watukebo

55.

X : 211725
Y : 9098739

Ketapang

56.

X : 211726
Y : 9098518

Ketapang

57

X : 211501
Y : 9099180

Ketapang

58.

X : 208157
Y : 9104692

Ketapang

59.

X : 210702
Y : 9103491

Ketapang

60.

X : 212029
Y : 9102947

Ketapang

Kecamatan

Wongsorejo

Wongsorejo

Wongsorejo
Kalipuro
Kalipuro
Kalipuro
Kalipuro
Kalipuro
Kalipuro

Lereng
(%)
5

5
2

Penggunaan
Lahan
Kawasan
hutan
produksi
Kawasan
hutan
produksi
Kawasan
hutan
produksi
Kawasan
perkebunan

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Jati

Erosi
Lembar

216

140

Jati

Erosi
Lembar

227

130

Jati

Erosi
Alur

237

135

Tebu

Tanpa
Erosi

32

90

Kawasan
perkebunan

Tebu

Tanpa
Erosi

32

90

Kawasan
perkebunan

Jagung

Tanpa
Erosi

32

65

Kopi

Erosi
Alur

401

80

Jati

Tanpa
Erosi

200

90

Tanaman
Hutan

Erosi
Alur

127

30

60

49
4
36

Kawasan
hutan
produksi
Kawasan
hutan
produksi
Kawasan
hutan
konservasi

4-45 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Koordinat
(UTM)

Desa

61.

X : 211933
Y : 9100733

Ketapang

62.

X : 192664
Y : 9096177

Kluncung

63.

X : 192666
Y : 095845

Kluncung

64.

X : 192893
Y : 9094850

Kluncung

65.

X : 193122
Y : 9093745

Pakel

66.

X : 192441
Y : 9096397

Kluncung

67.

X : 186286
Y : 9077979

Tegalarum

68.

X : 185907
Y : 9084728

Jambewangi

69.

X : 189795
Y : 9096378

Bayu

Kecamatan

Kalipuro
Licin
Licin
Licin
Licin
Licin
Sempu
Sempu
Songgon

Lereng
(%)

Penggunaan
Lahan

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

73

Kawasan
perkebunan

Jati

Longsor

116

25

42

Kawasan
perkebunan

Cengkeh,
kopi

Erosi
Lembar

741

180

Kawasan
perkebunan

Kopi,
Cengkeh

Erosi
Lembar

669

205

Kawasan
perkebunan

Mahoni,
Kelapa

Erosi
Lembar

614

165

Kawasan
perkebunan

Kopi,
Cengkeh

Erosi
Lembar

573

210

Kawasan
perkebunan

Kopi

Erosi
Lembar

759

220

Padi

Tanpa
Erosi

242

70

Pinus

Tanpa
Erosi

363

80

20

Tanpa
Erosi

883

76

35

3
5
76

Kawasan
pertanian
beririgasi
Kawasan
hutan
produksi
Kawasan
perkebunan

Kopi

4-46 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Koordinat
(UTM)

Desa

70.

X : 189251
Y : 9095267

Bayu

71.

X : 189255
Y : 9094714

Bayu

72.

X : 189917
Y : 9094719

Bayu

73.

X : 189588
Y : 9094384

Bayu

74.

X : 189701
Y : 9093942

Bayu

75.

X : 189705
Y : 9093500

Bayu

76.

X : 190695
Y : 9093839

Bayu

77

X : 190587
Y : 9093506

78.

X : 190368
Y : 9093283

Bayu

Bayu

Kecamatan

Songgon
Songgon
Songgon
Songgon
Songgon
Songgon
Songgon
Songgon
Songgon

Lereng
(%)

Penggunaan
Lahan

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Kawasan
perkebunan

Kopi, Lantoro

Erosi
Lembar

714

110

70

Kawasan
perkebunan

Kopi

Erosi
Alur

636

110

26

Kawasan
perkebunan

Pisang

Tanpa
Erosi

644

67

Kawasan
perkebunan

Jabon

Tanpa
Erosi

674

110

58

Kawasan
perkebunan

Karet, Jabon

Erosi
Alur

642

108

35

Kawasan
perkebunan

Pisang

Tanpa
Erosi

609

65

Kawasan
perkebunan

Cengkeh

Tanpa
Erosi

635

108

Kawasan
perkebunan

Cengkeh

Tanpa
Erosi

629

108

Kawasan
perkebunan

Jati

Tanpa
Erosi

607

110

4-47 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Koordinat
(UTM)

Desa

Kecamatan

79.

X : 190482
Y : 9092730

Bayu

80.

X : 190264
Y : 9092397

Bayu

81.

X : 190150
Y : 9092839

Bayu

Songgon

82.

X : 190581
Y : 9094391

Bayu

Songgon

83.

X : 190467
Y : 9094833

Bayu

84.

X : 190464
Y : 9095276

Bayu

85.

X : 190240
Y : 9095828

Bayu

86.

X : 190572
Y : 9095609

Bayu

87.

X : 189583
Y : 9095048

Bayu

Songgon
Songgon

Songgon
Songgon
Songgon
Songgon
Songgon

Lereng
(%)

Penggunaan
Lahan

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Kawasan
perkebunan

Karet, Jabon

Tanpa
Erosi

577

108

Kawasan
perkebunan

Pisang

Erosi
Alur

536

65

Kawasan
perkebunan

Karet, Jabon

Tanpa
Erosi

562

105

Kawasan
perkebunan

Pisang

Tanpa
Erosi

682

65

18

Kawasan
perkebunan

Pisang

Tanpa
Erosi

713

65

Kawasan
perkebunan

Pisang

Tanpa
Erosi

747

65

Kawasan
perkebunan

Pisang

Erosi
Alur

804

65

Kawasan
perkebunan

Pisang

Tanpa
Erosi

772

65

Kawasan
perkebunan

Pisang

Erosi
Alur

691

60

4-48 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Koordinat
(UTM)

Desa

88.

X : 189577
Y : 9095934

Bayu

89.

X : 189465
Y : 9096265

Bayu

Kecamatan

Songgon
Songgon

Lereng
(%)

Penggunaan
Lahan

Jenis
Tanaman

Jenis
Erosi

Elevasi
(m dpl)

Ketebalan
solum
(cm)

Kebatuan
permukaan
(%)

Kawasan
perkebunan

Kopi, Lantoro

Tanpa
Erosi

777

100

32

Kawasan
perkebunan

Pisang

Tanpa
Erosi

782

65

4-49 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Persentase
koloid
(% pasir;
% koloid)

Berat
isi

Porositas
total

Derajat
pelulusan
air
(cm/jam)

pH
(H20)
1 : 2,5

Daya
Hantar
Listrik
(mS/cm)

Redoks
(mV)

Jumlah
mikroba
(CFU/gram)

1.

35,76 ; 5,29

0,80

62,66

0,48

6,49

0,16

58,1

7,4 x 10 5

68,3

6,6 x 10

5
5

Pesentase koloid,

2.

29,03,30,87

0,81

37,08

0,58

6,15

0,19

Faktor Pembatas Kerusakan Tanah

Derajat pelulusan air


Derajat pelulusan air

3.

47,73; 5,09

0,85

67,74

0,70

6,05

0,20

65,9

5,8 x 10

4.

48,52; 21,82

0,88

63,40

0,72

6,75

0,14

28,3

1,6 x 10 6

Persentase koloid

5.
6.

29,05; 19,65

1,05

72,51

0,63

6,52

0,16

36,0

1,7 x 10 6

Persentase koloid, porositas, Derajat pelulusan air

33,07; 14,98

0,93

68,95

0,62

6,60

0,15

43,7

6,1 x 10 4

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

7.

33,63; 14,07

0,87

63,13

0,65

5,90

0,19

65,4

1,1 x 10 6

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

8.

51,56; 14,48

0,86

61,63

2,95

6,75

0,17

24,0

5,5 x 10 6

Persentase koloid,

9.

42,70; 10,41

1,09

65,57

0,65

6,10

0,13

68,1

2,9 x 10 6

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

10.

54,39; 21,30

0,92

59,59

13,45

5,72

0,17

88,8

0,9 x 10 6

Persentase koloid, derajat pelulusan air

11.

48,83; 18,16

0,89

48,58

0,64

6,05

0,16

69,3

3,4 x 10 5

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

12.

44,29; 12,88

0,96

65,78

0,61

5,91

0,13

74,4

4,1 x 10 4

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

97,0

1,1 x 10

4,3 x 10

8,1 x 10

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

1,5 x 10

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

2,4 x 10

13.
14.
15.
16.
17.

18,46;39,97
30,42;27,37
14,95; 4,22
24,61; 10,13
18,97;33,62

0,83
0,86
0,99
0,89
0,83

57,69
48,62
65,61
65,11
54,43

0,43
0,24
0,.26
0,48
0,43

5,67
6,23
6,67
6,89
6,90

0,18
0,16
0,17
0,19
0,15

68,5
25,8
15,3
12,8

4-50 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Derajat pelulusan air


Derajat pelulusan air

Derajat pelulusan air

LAPORAN

Lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Persentase
koloid
(% pasir;
% koloid)

Berat
isi

Porositas
total

Derajat
pelulusan
air
(cm/jam)

pH
(H20)
1 : 2,5

Daya
Hantar
Listrik
(mS/cm)

Redoks
(mV)

Jumlah
mikroba
(CFU/gram)

18.

59,90; 13,88

1,01

66,91

0,72

6,16

0,18

63,8

1,9 x 10 6

Persentase koloid

19.

39,58; 4,34

1,18

62,26

0,68

6,03

0,13

72,9

1,3 x 10 6

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

20.

23,63; 31,86

1,07

68,62

0,40

5,80

0,18

91,9

3,2 x 10 5

Derajat pelulusan air

21.

10,10;85,17

1,16

62,31

0,40

6,27

0,16

52,4

8,9 x 10 5

Derajat pelulusan air

22.
23.

30,58; 59,86

1,24

65,33

0,58

7,06

0,18

7,4

2,3 x 10 5

Derajat pelulusan air

36,15; 24,28

1,10

66,30

0,63

6,82

0,19

20,7

8,9 x 10 5

Derajat pelulusan air

24.

26,86; 36,32

0,88

66,67

0,48

6,55

0,14

36,8

2,3 x 10 5

Derajat pelulusan air

25.

45,14;19,92

0,73

63,40

1,13

5,52

0,15

108,4

8,5 x 10 5

Derajat pelulusan air

26.

16,52; 29,94

0,75

70,47

0,24

5,65

0,15

99,8

1,9 x 10 6

Derajat pelulusan air

27.

18,74; 37,79

0,82

68,34

0,29

5,53

0,13

100,0

10,6 x 10 5

Derajat pelulusan air

20,85; 33,19

0,83

52,56

0,47

5,67

0,13

91,6

1,6 x 10 6

Derajat pelulusan air

11,11; 52,99

0,84

66,80

2,06

5,67

0,13

93,8

2,1 x 10 6

41,45;15,77

0,81

63,63

1,7984

6,09

0,18

68,6

5,2 x 10 5

Pesentase kolid

9,47; 29,99

0,85

65,59

0,20

6,03

0,13

76,9

1,9 x 10 6

Derajat pelulusan air

38,73;23,02

0,79

81,34

0,13

5,94

0,18

81,6

7,1 x 10 5

Derajat pelulusan air

37,92;56,16

0,88

59,57

0,12

5,83

0,16

87,9

14 x 10 4

Derajat pelulusan air

38,66; 15,62

0,66

74,02

0,69

6,41

0,14

50,3

1,7 x 10 6

Persentase koloid, Porositas

28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.

4-51 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Faktor Pembatas Kerusakan Tanah

LAPORAN

Lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Persentase
koloid
(% pasir;
% koloid)

Berat
isi

Porositas
total

Derajat
pelulusan
air
(cm/jam)

pH
(H20)
1 : 2,5

Daya
Hantar
Listrik
(mS/cm)

Redoks
(mV)

Jumlah
mikroba
(CFU/gram)

35.

40,34; 14,30

0,75

75,00

8,14

6,43

0,23

47,4

0,8 x 10 6

36.

39,60; 28,70

0,85

57,28

0,80

5,92

0,14

75,8

1,2 x 10 5

Persentase koloid, Porositas, Derajat


pelulusan air
Derajat pelulusan air

37.

39,70;14,98

0,85

68,51

3,4864

5,50

0,29

105,1

2,3 x 10 5

Pesentase koloid

38.

42,74; 26,77

0,77

52,70

2,9724

6,19

0,17

64,1

4,2 x 10 5

39.

31,80; 27,87

0,82

54,27

0,73

6,25

0,15

72,1

15 x 10 4

40.

26,76; 31,04

0,83

68,20

0,30

5,85

0,16

88,4

4,7 x 10 5

Derajat pelulusan air

41.

22,30;27,01

1,03

57,31

2,8475

5,90

0,18

81,0

3,5 x 10 4

42.

6,59; 3,52

0,77

68,51

0,38

5,47

0,19

102,8

1,4 x 10 6

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

43.

20,53; 3,20

1,08

53,06

2,87

6,01

0,13

65,9

4,4 x 10 5

Pesentase koloid

44.

39,18; 30,77

1,07

54,46

0,24

6,02

0,13

68,4

8 x 10 4

45.

49,50; 22,87

0,98

58,55

1,13

6,48

0,14

39,1

1,7 x 10 6

46.

16,86; 42,50

0,93

33,11

1,40

6,85

0,16

17

3,4 x 10 5

47.

23,67; 14,20

0,99

63,63

0,51

6,70

0,17

30,7

1,8 x 10 5

Persentase koloid, Derajat pelulusan air

48.

67,73; 4,91

1,30

53,94

73,2

6,62

0,19

34,7

5,1 x 10 5

Persentase koloid,

49.

36,17; 21,87

1,10

59,26

0,39

6,52

0,14

44,2

1,4 x 10 6

Derajat pelulusan air

50.

36,17; 21,87

1,02

63,41

0,26

6,73

0,15

27,3

6,1 x 10 5

Derajat pelulusan air

51.

16,68; 44,93

1,17

53,94

0,28

5,96

0,14

83,2

17,2 x 10 5

Derajat pelulusan air

4-52 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Faktor Pembatas Kerusakan Tanah

Pesentase koloid, Derajat pelulusan air

LAPORAN

Lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Persentase
koloid
(% pasir;
% koloid)

Berat
isi

Porositas
total

Derajat
pelulusan
air
(cm/jam)

pH
(H20)
1 : 2,5

Daya
Hantar
Listrik
(mS/cm)

Redoks
(mV)

Jumlah
mikroba
(CFU/gram)

52.

48,47; 24,13

1,05

64,36

0,51

6,87

0,13

20,2

10,8 x 10 5

Derajat pelulusan air

53.

16,86; 42,50

1,27

57,31

0,51

6,43

0,13

48,7

7,1 x 10 5

Derajat pelulusan air

54.

41,71; 28,87

1,10

55,78

0,58

6,76

0,14

25,2

4,2 x 10 5

Derajat pelulusan air

55.

61,41; 17,36

1,12

54,81

0,90

6,63

0,16

30,3

6,1 x 10 5

Pesentase koloid,

56.

50,14; 25,29

1,15

55,89

0,29

6,43

0,13

30,7

6,3 x 10 5

Derajat pelulusan air

57.

33,87; 31,52

0,99

60,94

0,49

7,17

0,21

0,21

4,5 x 10 5

Derajat pelulusan air

58.

56,64; 25,21

1,03

58,83

0,67

6,34

0,34

0,34

2,8 x 10 6

Derajat pelulusan air

59.

19,53; 34,26

1,20

52,70

0,35

6,60

0,19

25,2

2,3 x 10 6

Derajat pelulusan air

60.

25,30; 25,48

1,29

50,01

0,19

6,60

0,20

35,9

7,8 x 10 5

Sebaran batuan

61.

29,82; 32,81

1,08

56,02

2,16

7,68

0,13

35,3

1,9 x 10 6

Sebaran batuan

62.

16,80; 42,50

1,27

57,31

4,83

7,13

0,14

86,1

2,1 x 10 5

63.

61,51; 17,36

1,10

55,78

2,70

5,77

0,15

69,2

1,9 x 10 5

Persentase koloid

64.

42,74; 26,77

1,10

55,78

1,61

6,02

0,14

62,2

1,8 x 10 6

65.

11,52;43,12

0,95

48,14

4,39

6,02

0,15

48,7

1,9 x 10 6

66.

50,14; 25,29

0,86

51,68

2,71

6,57

0,14

71,0

1,5 x 10 5

67.

35,97;,25,35

1,20

54,47

0,48

6,05

0,16

45

1,3 x 10 6

Derajat pelulusan air

68.

9,47; 29,99

1,08

56,02

2,16

6,33

0,14

64,2

5,8 x 10 5

4-53 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Faktor Pembatas Kerusakan Tanah

LAPORAN

Lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Persentase
koloid
(% pasir;
% koloid)

Berat
isi

Porositas
total

69.

41,71; 28,87

0,93

47,46

Derajat
pelulusan
air
(cm/jam)
2,05

70.

48,52; 12,57

0,80

70,86

71.

50,14; 25,29

1,14

72.

40,16;9,59

73.

6,24

Daya
Hantar
Listrik
(mS/cm)
0,15

1,36

7,26

0,22

15,2

1,3 x 10 6

Porositas

72,35

3.05

5,49

0,12

96,4

2,1 x 10 5

Porositas

0,87

64,05

3,48

5,75

0,15

85,8

2,7 x 10 6

Persentase koloid

48,47; 24,13

0,79

68,47

2,23

5,84

0,13

88,1

2,3 x 10 6

74.

25,30; 25,48

0,86

75,34

1,95

5,79

0,14

85,9

3,1 x 10 5

Porositas

75.

80,42; 7,67

0,61

75,70

13,35

6,50

0,17

42,0

1,2 x 10 6

Persentase koloid, Porositas,

76.

31,59;10,94

0,79

68,40

2,54

6,02

0,15

74,5

2,4 x 10 6

Persentase koloid

77.

29,82; 32,81

0,98

49,46

1,95

6,16

0,13

66,0

1,9 x 10 5

78.

25,46 ; 1,67

0,99

60,07

1,90

5,97

0,23

78,4

1,6 x 10 5

Persentase koloid

79.

20,85; 33,19

0,76

58,83

4,77

6,27

0,14

61,3

1,6 x 10 6

80.

26,61;17,72

0,75

61,22

2,38

6,15

0,13

- 15,2

2,1 x 10 6

Pesentase koloid

81.

80,68;22,00

0,97

55,78

6,90

5,95

0,14

96,4

1,6 x 10 5

82.

43,51; 17,15

0,80

72,91

0,68

6,09

0,16

85,8

2,1 x 10 6

Persentase koloid, Porositas,

83.

38,37;15,77

0,86

52,11

2,78

6,36

0,18

88,1

3,3 x 10 5

Pesentase koloid

84.

19,53; 34,26

0,92

62,60

4,68

7,51

0,14

85,9

2,2 x 10 6

85.

40,60;19,07

0,94

62,85

3,49

5,85

0,15

86,5

1,9 x 10 6

pH
(H20)
1 : 2,5

Redoks
(mV)

Jumlah
mikroba
(CFU/gram)

61,3

5,3 x 10 6

4-54 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Faktor Pembatas Kerusakan Tanah

LAPORAN

Lanjutan Tabel 4.19.


No.
SPL

Persentase
koloid
(% pasir;
% koloid)

Berat
isi

Porositas
total

Derajat
pelulusan
air
(cm/jam)

pH
(H20)
1 : 2,5

Daya
Hantar
Listrik
(mS/cm)

Redoks
(mV)

Jumlah
mikroba
(CFU/gram)

Faktor Pembatas Kerusakan Tanah

86.

45,92;13,85

0,75

70,24

3,57

6,19

0,17

66,5

5,2 x 10 5

Pesentase koloid, Porositas

87.

33,87; 31,52

1,01

57,20

1,24

6,51

0,16

47,4

3,1 x 10 5

88.

39,36; 4,25

0,71

61,47

2,87

6,09

0,13

71,9

1,2 x 10 6

Persentase koloid

89.

31,80; 27,87

0,73

74,74

2,76

6,27

0,18

47,9

0,9 x 10 6

Porositas,

4-55 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan serta


ditunjang hasil analisa contoh tanah di laboratorium setiap lokasi setelah
dilakukan penyesuaian Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 150 Tahun 2000 Tanggal 23 Desember 2000 tentang Kriteria Baku
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa faktor pembatasnya adalah
persentase kolid yang sedikit, derajat pelulusan air yang lambat, persentase
koloid, porositas, serta kombinasinya.
lokasi yang tanpa faktor pembatas.

Namun demimikian terdapat juga

Dari hasil pengamatan dim lapangan

hampir semua lokasi terjadi eorosi. Masalah ini ditunjang dari tidak adanya
usaha konservasi tanah dan air.
Erosi merupakan peristiwa pengikisan permukaan tanah oleh aliran
permukaan, sehingga mengakibatkan butiran-butiran tanah terangkut ke
tempat lain yang lebih rendah tempatnya. Proses erosi ini, meliputi 3 (tiga)
proses, yaitu: (a) Penghancuran (detachment), (b) Pengangkutan (transport),
dan (c) Penimbunan/pengendapan (deposition). Laju erosi yang terjadi di
suatu wilayah, sangat berfluktuasi seiring dengan waktu.
Proses penghancuran (detachment), merupakan pelepasan partikel-partikel
tanah dari agregat tanah. Pelepasan partikel-partikel tersebut, dilakukan oleh
benturan tetesan air hujan dan aliran permukaan air hujan. Beberapa tanah
yang mempunyai kandungan liat relatif tinggi, bersifat kohesif diantara
partikel-partikel primer oleh kekuatan ikatan fisika dan kimia, sehingga untuk
melepaskan partikel-partikel tersebut diperlukan energi tertentu.
Untuk tanah yang didominasi oleh fraksi pasir, ikatan antar partikel
sangat lemah, atau dapat juga terjadi sebagian partikel dalam keadaan lepaslepas tanpa ikatan antara partikel yang satu dengan lainnya. Pada kondisi
tanah yang didominasi oleh fraksi pasir, energi yang diperlukan untuk
melepaskan partikel-partikel primer sangat kecil, atau bahkan tidak diperlukan
sama sekali, karena partikel-partikel primer sudah dalam keadaan tanpa
ikatan satu sama lainnya.
Pengangkutan (transport), adalah proses gerakan partikel-partikel
tanah di permukaan tanah. Pengangkutan partikel-partikel tanah miring oleh
4-56 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

aliran permukaan. Kapasitas pengangkutan aliran permukaan, tergantung


pada ukuran partikel termasuk kekuatan ikatan antara partikel-partikel, cura
hujan dan lamanya hujan, serta ada tidaknya penghambat aliran permukaan.
Pengendapan (deposition), terjadi apabila kapasitas pengangkutan menurun.
Proses erosi yang terjadi di permukaan tanah, mengakibatkan terjadinya
pengangkutan unsur-unsur hara. Proses erosi yang terjadi lewat jalur air di
dalam tanah, menimbulkan terjadinya pengendapan liat dan bahan organik.
Semakin halus tekstur tanah dan semakin kecil kohesi, tanah menjadi labil
erosi. Tanah-tanah dengan kadar debu dan pasir halus yang tinggi, paling
mudah mengalami erosi. Erosi ini mempunyai dampak negatif baik di daerah
asal, daerah yang dilewati maupun daerah penimbunan.
Efek dari kejadian erosi yang terjadi antara lain: (a) Penurunan zona
perakaran; (b) Degradasi struktur tanah; (c) Kehilangan unsur hara dan
bahan organik; (d) Banjir dan kekeringan; serta (e) Kerugian kebutuhan
sandang-pangan manusia.
Degradasi struktur tanah, terjadi karena kandungan bahan organik
tanah rendah akibat hilang terbawa aliran permukaan dan erosi. Sebagaimana
diketahui bahwa, proses tersebut akan mengangkut lapisan tanah bagian
atas, maka bahan organik tanah menjadi rendah dan struktur tanah menjadi
rusak atau terpisah-pisah. Struktur tanah yang demikian, akan mempengaruhi
ruang pori tanah dan penetrasi akar tanaman dalam tanah. Dengan hilangnya
lapisan tanah bagian atas, maka tanah yang ditinggalkan akan menjadi padat
dan jenuh air. Akibatnya tanah-tanah yang strukturnya sudah mengalami
terdegradasi, sulit ditembus akar dan kemampuan tanah menyediakan air
untuk tanaman juga rendah, sehingga pada musim kemarau akan kekeringan.
Kehilangan unsur hara, terjadi melalui pelarutan oleh run-off, atau
bersama-sama partikel-partikel tanah yang terbawa run-off. Salah satu faktor
pembatas pertumbuhan dan produksi tanaman adalah, adanya defisiensi
unsur hara. Dengan hilangnya lapisan tanah bagian atas yang banyak
mengandung unsur hara ,akan menurunkan produksi tanaman.

4-57 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Sebagaimana diketahui bahwa, jika terjadi hujan dengan curah hujan tinggi,
durasinya lama, daerah tangkapan (resapan) air hujan rusak terutama bagian
hulu, maka air hujan yang jatuh tidak/kurang meresap dalam tanah, maka
akibatnya akan terjadi aliran permukaan dan kecepatan yang cukup besar.
Pengaruh dari kejadian ini akan terjadi banjir pada saat musim hujan dan
kekeringan pada musim kemarau karena kurangnya cadangan air dalam
tanah.
Pada saat terjadi banjir bukan saja air bah yang mengalir, akan tetapi
juga disertai aliran lumpur yang cukup besar. Kejadian ini biasanya disebut
banjir bandang. Kerugian dari kejadian ini, bukan hanya saja banyaknya
tanaman yang rusak atau hancur, akan tetapi sandang-pangan juga banyak
rusak atau hilang. Jika hal ini dinilai dengan rupiah, akan besar biaya yang
harus dikeluarkan untuk mengembalikan seperti kondisi semula.
Sebaran curah hujan yang tinggi terutama di daerah upland dapat
menyebabkan terjadi tanah longsor serta banjir di daerah hilir. Banjir juga
banyak terjadi karena curah hujan yang tinggi pada bulan-bulan tertentu. Air
merupakan sumber daya yang bermanfaat bagi manusia dan makhluk hidup
lainnya.

Namun apabila tidak dikelola dengan baik, atau tidak difahami

perilakunya, maka dapat berubah menjadi bencana.


Telah diterangkan di atas bahwa faktor pembatas dalam kerusakan
tanah dari hasil pengamatan di lapangan dan hasil analisa contoh tanah di
laboratorium faktor pembatasnya persentase kolid yang sedikit, derajat
pelulusan air yang lambat, persentase koloid, porositas, serta kombinasinya.
Secara rinci lokasi pengambilan berdasarkan jenis faktor pembatasnya
disajikan pada Tabel 4.20. sampaii dengan Tabel 4.27.

4-58 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 4.20. Jumlah Titik Sampel tanpa Faktor Pembatas


No.
SPL
29.

Desa

Kecamatan

Pengguanan Lahan

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

38.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

39.

Kampunganyar

Glagah

Kawasan Perkebunan

41.

Setail

Genteng

Kawasan Pertanian Beririgasi

45.

Tegalsari

Tegalsari

Kawasan Pertanian Beririgasi

46.

Tamansai

Licin

Kawasan Perkebunan

62.

Kluncung

Licin

Kawasan Perkebunan

64.

Kluncung

Licin

Kawasan Perkebunan

65.

Pakel

Licin

Kawasan Perkebunan

66..

Kluncung

Licin

Kawasan Perkebunan

68.

Jambewangi

Sempu

Kawasan Hutan Produksi

69.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

73.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

77.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

79.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

81.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

84.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

85.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

87.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

Tabel 4.21. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Porositas


No.
SPL

Desa

Kecamatan

Pengguanan Lahan

70.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

71.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

74.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

89.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

4-59 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 4.22. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Derajat


Pelulusan Air
No.
SPL

Desa

Kecamatan

Pengguanan Lahan

1.

Gambiran

Gambiran

Kawasan Perkebunan

2.

Gambiran

Gambiran

Kawasan Perkebunan

13.

Karangdoro

Tegalsari

Kawasan Hutan Produksi

14.

Karangdoro

Tegalsari

Kawasan Hutan Produksi

17.

Setail

Genteng

Kawasan Pertanian Beririgasi

20.

Setail

Genteng

Kawasan Pertanian Beririgasi

21.

Gentengkulon

Genteng

Kawasan Pertanian Beririgasi

22.

Setail

Genteng

Kawasan Pertanian Beririgasi

23.

Dasri

Tegalsari

Kawasan Pertanian Beririgasi

24.

Tamansaril

Tegalsari

Kawasan Pertanian Beririgasi

25.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

26.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

27.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

28.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

31.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

32.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

33.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

36.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

40.

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

49.

Gambiran

Gambiran

Kawasan Perkebunan

50.

Kalipuro

Kalipuro

Kawasan Perkebunan

51.

Ketapang

Kalipuro

Kawasan Perkebunan

52.

Bangsring

Wongsorejo

Kawasan Hutan Produksi

53.

Watukebo

Wongsorejo

Kawasan Hutan Produksi

54.

Watukebo

Wongsorejo

Kawasan Hutan Produksi

56.

Ketapang

Kalipuro

Kawasan Perkebunan

57.

Ketapang

Kalipuro

Kawasan Perkebunan

4-60 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 4.22


No.
SPL
58.

Desa

Kecamatan

Pengguanan Lahan

Ketapang

Kalipuro

Kawasan Hutan Produksi

59.

Ketapang

Kalipuro

Kawasan Hutan Produksi

67.

Tegalarum

Sempu

Kawasan Pertanian Beririgasi

Tabel 4.23. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Pesentase


Koloid
No.
SPL
3.

Desa

Kecamatan

Pengguanan Lahan

Tamansari

Licin

Kawasan Perkebunan

4.

Temuguruh

Sempu

Kawasan Hutan Produksi

8.

Karangdoro

Tegalsari

Kws Pertanian Beirigasi

18.

Dasri

Tegalsari

Kws Pertanian Beirigasi

30.

Tamansari

Tegalsari

Kws Pertanian Beirigasi

37.

Karangdoro

Tegalsari

Kawasan Hutan Produksi

43.

Setail

Genteng

Kawasan Pertanian Beririgasi

48.

Tamansari

Licin

Kawasan Hutan Produksi

55.

Ketapang

Kalipuro

Kawasan Perkebunan

63.

Kluncung

Licin

Kawasan Perkebunan

72.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

76.

Gambiran

Gambiran

Kawasan Pertanian Beririgasi

78.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

80.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

83.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

88.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

4-61 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 4.24. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Persentase koloid,


Porositas
No.
SPL
34.

Desa

Kecamatan

Pengguanan Lahan

Tamansari

Licin

Kawasan Pertanian Beririgasi

75.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

82.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

86.

Bayu

Songgon

Kawasan Perkebunan

Tabel 4.25. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Persentase koloid, Derajat
Pelulusan Air
No.
SPL
6.

Desa

Kecamatan

Pengguanan Lahan

Tegalarum

Sempu

Kawasan Pertanian Beririgasi

7.

Temuguruh

Sempu

Kawasan Hutan Produksi

9.

Gambiran

Gambiran

Kawasan Pertanian Beririgasi

10.

Karangdoro

Tegalsari

Kawasan Pertanian Beririgasi

11.

Setail

Genteng

Kawasan Pertanian Beririgasi

12.

Tegalsari

Tegalsai

Kawasan Perkebunan

15.

Tegalsari

Tegalsai

Kawasan Perkebunan

16.

Karangdoro

Tegalsari

Kawasan Hutan Produksi

19.

Karangdoro

Tegalsari

Kawasan Hutan Produksi

42.

Karangdoro

Tegalsari

Kawasan Hutan Produksi

44.

Karangdoro

Tegalsari

Kawasan Hutan Produksi

47.

Setail

Genteng

Kawasan Pertanian Beririgasi

4-62 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 4.26. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Persentase


koloid, Porositas, Derajat pelulusan air
No.
SPL
5.

Desa

Kecamatan

Pengguanan Lahan

Kluncung

Licin

Kawasan Hutan Produksi

35.

Tegalsari

Tegalsari

Kawasan Pertanian Beririgasi

Tabel 4.27. Jumlah Titik Sampel berdasarkan Faktor Pembatas Sebaran batuan
No .
SPL
60.

Desa

Kecamatan

Pengguanan Lahan

Ketapang

Kalipuo

Kawasan Hutan Konservasi

61.

Ketapang

Kalipuro

Kawasan Perkebunan

Berdasarkan Tabel 4.20 sampai dengan Tabel 4.27 dapat dijelaskan


bahwa Porositas tanah berperan terhadap keberadaan air dan udara di dalam
tanah, menempati ruang-ruang yang terbentuk diantara partikel atau padatan
tanah. Keberadaan pori tanah sangat penting kaitannya dengan keberadaan
air dan udara di dalam tanah. Peran dari pori-pori atau porositas tanah sangat
penting bagi sifat-sifat tanah lainnya, yaitu gerakan air/lengas tanah, gerakan
udara tanah, temperatur atau suhu tanah, hara tanaman, ruang perakaran,
dan pengolahan tanah. Persentase porositas yang sedikit berarti ruang poripori dalam tanah sedikit. Hal ini akan menyebabkan peredaran udara dalam
tanah juga sedikit serta tanah akan banyak mengandung air karena
kecepatan air lolos akan lambat sehingga akan mengganggtu perkembangan
akar tanaman dan ini akan mempengaruhi produktivitas tanaman. Sebaliknya
porositas yang tinggi berarti ruang pori dalam tanah akan banyak sehingga ai
akan mudah lolos ke bawah akibatnya pada musim kemarau tanaman akan
kekurangan air akibatnya akan berpengaruh pada produksi tanaman apalagi
untuk tanaman yang mempunyai sistem peakaran dangkal.

4-63 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Derajat pelulusan air ini menunjukan kecepatan bergeraknya suatu


cairan pada suatu media berpori dan kemapuan tanah untuk memindahkan
air. Gerakan ini bisa berupa masuknya air ke dalam tanah, gerakan air ke
dalam akar-akar tanaman, aliran air pada proses pengatusan dan penguapan
air dari permukaan tanah. Secara umum derajat pelulusan airnya adalah
lambat. Hal ini akan menyebabkan terganggunya pekembangan akar dan ini
akan mempengaruhi produksi tanaman.
Persentase koloid dan pasir dalam tanah ini biasanya akan menunjukan
tekstur tanah. Sifat ini akan mempengarhi kepekaan erosi, tingkat erosi
kemampuan daya tembus akar kedalaman tanah, pengolahan tanah,
kemampuan tanah mengikat

dan suhu tanah. Semakin tinggi kandungan

koloid secara umum kapasitas tukar kation akan semakin tinggi dan
kesuburannya juga tinggi. Secara umum kandungan koloid yang merupakan
faktor pembatas adalah rendah. Hal ini akan menyebabkan daya ikat dalam
pertukaran kation dalam tanah rendah sehingga apabila tanaman dibei pupuk
akan lolos/tercuci ke lapisan yang lebih dalam sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan tanaman. Akibatnya akan mempengaauhi produksi
tanaman.
Sebaran batuan/kerikil yang menjadi faktor pembatas ini melebihi
kriteria yang diperbolehkan. Sebaran batuan ini diamati secara langsung dari
persentase sebaran batuan/kerikil yang ada terhadap luas satuan

lahan.

Sebaran batuan yang melebihi akan mempengaruhi tindakan pengolahan


tanah dan sebagai pembatas ruang gerak akar tanaman.
4.4

Penentuan Status Kerusakan Tanah


Penetapan status kerusakan tanah diperoleh dari hasil verifikasi

pengambilan sampel tanah dan analisis sampel tanah di laboratorium. Hasil


analisis tanah setiap parameter dicocokan dengan ambang batas kritis yang
ada. Berdasarkan data ini kemudian dihitung besarnya nilai frekuensi relatif.
Total nilai inilah yang diklasifikasikan menjadi penetapan status kerusakan

4-64 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

tanah. Berikut ini hasil analisis laboratorium dan pengamatan lapangan atas
masing-masing indicator kerusakan tanah.
4.4.1 Ketebalan Solum
Ketebalan solum adalah jarak vertikal dari permukaan tanah sampai ke
lapisan yang membatasi keleluasaan perkembangan sistem perakaran.
Pengukuran ketebalan solum dilakukan secara langsung pada keprasan tanah
yang ada di daerah lokasi titik sampel dengan menggunakan meteran, mulai
dari permukaan tanah sampai ke lapisan pembatas sistem perakaran.
Pengukuran ketebalan solum mengacu pada kebutuhan minimum perakaran
untuk dapat berkembang dengan baik, sehingga akan berdampak terhadap
pertumbuhan tanaman. Hasil pengamatan dilapangan menunjukkan kondisi
kedalaman solum masuk dalam kategori tidak rusak karena berada di atas
ambang kritis yaitu antara 25 225 cm. ambang kritis untuk ketebalan solum
yaitu < 20 cm.

Gambar. 4.19. Grafik Kedalaman Solum Pengamatan Lapangan

4-65 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

4.4.2 Kebatuan Permukaan


Kebatuan permukaan adalah persentase tutupan batu di permukaan
tanah. Batu adalah semua material kasar yang berukuran diameter > 2 mm.
Kebatuan permukaan memegang peranan yang penting dalam mendukung
kemudahan dalam pengelolaan tanah. Tanah yang memiliki kebatuan tinggi
akan mengakibatkan penurunan jumlah vegetasi, sehingga penutupan lahan
juga semakin berkurang. Jumlah vegetasi tanaman yang berkurang akan
berdampak terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi biomass. Hasil
pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian kondisi kebatuan
permukaan masuk dalam kategori tidak rusak karena berada diambang kritis,
namun terdapat dua titik yang melibihi ambang batas yaitu titik 60 dan 61.
Nilai kebatuan permukaan pada lokasi penelitian berkisar anatar 1 60 %.
Ambang kritis untuk kebatuan permukaan yaitu > 40 %.

Gambar. 4.20. Grafik Kebatuan Permukaan di Lokasi Penelitian


4.4.3 Komposisi Fraksi
Komposisi fraksi tanah adalah perbandingan berat dari pasir kuarsitik
(50 2.000 m) dengan debu dan lempung (< 50 m). Tanah tidak dapat
menyimpan air saat kandungan pasir kuarsanya > 80 %. Komposisi fraksi
4-66 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

pasir memegang peran penting dalam menentukan tata air dalam tanah yang
berupa kecepatan infiltrasi, penetrasi dan kemampuan mengikat air oleh
tanah. Komposisi pasir yang makin meningkat kecepatan infiltrasi, tetapi
mengurangi kemampuan mengikat air dan aliran permukaan (Suripin, 2011).
Tekstur tanah merupakan salah satu sifat tanah yang sangat menentukan
kemampuan tanah dalam menyimpan dan menghantarkan air, menyimpan
dan menyediakan hara bagi tanaman.
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa beberapa wilayah
masuk kategori rusak karena nilai komposisi fraksinya berada di bawah
ambang kritis yaitu pada titik sampel nomor 1, 3, 6, 7, 8, 9, 12, 15, 17, 16,
18, 19, 21, 22, 30, 33, 34, 35, 37, 42, 43, 47, 48, 55, 58, 63, 70, 72, 75, 76,
78, 80, 81, 82, 83, 88. Fraksi koloid (klei) yang rendah dan kandungan pasir
yang tinggi dibeberapa titikl merupakan penyebab tanah tersebut menjadi
rusak karena proses terbentuknya tanah belum lanjut sehingga banyak
didominasi oleh mineral primer. Ambang kritis untuk komposisi fraksi < 18 %
koloid ; > 80 % pasir.

Gambar. 4.21. Grafik Komposisi Fraksi Hasil Uji Laboratorium

4-67 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

4.4.4 Berat Volume


Berat Volume (BV) atau kerapatan lindak (bulk density) adalah
perbandingan antara massa total tanah dengan volume total tanah. Berat isi
merupakan indikator tingkat kepadatan tanah dan kemampuan akar tanaman
untuk menembus tanah. Menurut Sutanto (2005) menyatakan bahwa berat isi
tanag sangat dipengaruhi oleh tekstur dan bahan organik. Hasil analisis
laboratorium menunjukkan bahwa kondisi berat volume masuk dalam
kategori tidak rusak, karena berada di bawah ambang kritis. Ambang kritis
untuk berat volume (BV) yaitu > 1,4 gr/cm3.

Gambar. 4.22. Grafik Berat Volume Hasil Uji Laboratorium


4.4.5 Porositas
Porositas total tanah adalah persentasi ruang pori yang ada dalam
tanah terhadap volume tanah (PMNLH, 2006). Porositas akan menentukan
kemampuan tanah untuk meloloskan air serta kemampuan tanah untuk
menyimpan air dan hara. Volume pori tanahmenurut peranannya dalam
menahan air dapat dibedakan menjadi pori makro dan mikro. Ketersediaan air
akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman
(Solichatun, 2005)
4-68 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Pori makro tidak dapat menahan air, karena air akan diloloskan ke
bawah oleh gaya gravitasi. Pori mikro merupakan pori yang berukuran kecil
dengan membentuk pipa kapiler dan mampu menahan air, sehingga air
tersedia bagi tanaman. Porositas ini sangat dipengaruhi ukuran butiran tanah,
bahan organik, bentuk ukuran dan struktur tanah. Hasil analisis laboratorium
menunjukkan bahwa sebagian besar kondisi porositas total tanah berada
diambang kritis, sehingga masuk kategori rusak. Titik sampel tanah yang
masuk dalam kategori rusak yaitu titik sampel nomor 5, 26, 32, 34, 35, 70,
71, 74, 75, 82, 86, 89. Tanah yang rusak disebabkan oleh porositas total yang
tinggi karena kandungan fraksi pasir yang sangat tinggi dan kandungan koloid
(klei) yang juga rendah sehingga tanah yang didominasi oleh fraksi pasir akan
meningkatkan porositas tanah. Ambang kritis untuk porositas total yaitu < 30
% ; > 70 %.

Gambar. 4.23. Grafik Porositas Hasil Uji Laboratorium


4.4.6 Permeabilitas
Permeabilitas tanah adalah kecepatan air melewati tubuh tanah secara
vertical dengan satuan cm/jam. Pelolosan air yang terlalu rendah akan
menyebabkan aliran permukaan besar yang berdampak pada peningkatan
4-69 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

erosi. Pelolosan air yang tinggi akan menyebabkan kemampuan tanah untuk
menyimpan air dan hara menjadi rendah. Hasil analisis laboratorium
menunjukkan bahwa beberapa wilayah masuk kategori rusak yaitu titik
sampel nomor 1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 19, 20, 21,
22, 23, 24, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 37, 38, 41, 42, 44, 47, 48, 49,
50, 51, 52, 53, 54, 56, 57, 58, 59, 60, 67, 75, 82. Permeabilitas tanah yang
rusak disebabkan oleh tingkat ruang pori tanah yang tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa permeabilitasnya tinggi sehingga air lebih mudah
meresap ke dalam tanah yang di dominasi oleh fraksi pasir. Ambang kritis
untuk permeabilitas yaitu yaitu < 0,7 cm/jam ; > 8,0 cm/jam.

Gambar. 4.24. Grafik Permeabilitas Hasil Uji Laboratorium


4.4.7 pH Tanah
pH adalah keasaman tanah yang dicerminkan oleh konsentrasi H+
dalam tanah. Nilai pH menjadi bermasalah jika pH < 4.5 atau > 8.5, untuk
tanah di lahan kering. pH tanah memiliki peranan yang penting dalam hal 1)
Menentukan mudah tidaknya unsure hara diserap oleh tanaman, 2)
menunjukkan

kemungkinan

adanya

hara

yang

meracun

dan

3)

4-70 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Hasil analisis


laboratorium menunjukkan bahwa nilai pH tergolong kategori tidak rusak
karena semua wilayah berada di luar ambang kritis, sehingga masuk tanah
tidak rusak. Ambang kritis untuk pH tanah yaitu < 4,5 ; > 8,5.

Gambar. 4.25. Grafik pH Tanah Hasil Uji Laboratorium


4.4.8 Daya Hantar Listrik
Daya Hantar Listrik (DHL) adalah sifat menghantarkan listrik air. Air
yang banyak mengandung garam akan mempunyai DHL yang tinggi. Daya
Hantar Listrik (DHL) akan berpengaruh terhadap kandungan garam yang ada
di dalam tanah. Semakin rendah nilai DHL maka kandungan garam di dalam
tanah akan rendah. Garam mempengaruhi pertumbuhan tanaman umumnya
melalui : a) keracunan yang diakibatkan penyerapan unsure penyusun garam
secara berlebihan, b) penurunan penyerapan air yang dikenal sebagai
cekaman air, c) penurunan dalam penyerapan unsure hara yang penting bagi
tanaman (FAO, 2005). Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa kondisi
DHL masuk kategori tidak rusak karena nilainya semua berada dibawah
ambang kritis. Ambang kritis untuk daya hantar listrik yaitu > 4,0 mS/cm.

4-71 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Gambar. 4.26. Grafik Daya Hantar Listrik Hasil Uji Laboratorium


4.4.9 Reaksi Reduksi dan Oksidasi
Nilai redoks adalah suasana oksidasi-reduksi tanah yang berkaitan
dengan ketersediaan atau ketidaktersediaan oksigen di dalam tanah. Nilai Eh
> 200 mV berarti suasana tanah oksidatif (tanah di lahan kering). Fungsi
nitrogen yang paling menyolok adalah dorongan pertumbuhan vegetatif di
atas tanah, pertumbuhan ini tidak dapat berlangsung kecuali dengan adanya
cukup banyak fosfor, kalium dan unsure-unsur utama lainnya yang tersedia.
Persediaan yang cukup dari nitrogen yang dapat digunakan selama kehidupan
awal tanaman mungkin merangsang pertumbuhan dan menghasilkan
kedewasaan yang lebih awal (Fahmi dan Hanudin, 2008). Hasil analisis
menunjukkan bahwa reaksi oksidasi dan reduksi masuk dalam kategori rusak
karena berada dalam ambang kritis yaitu nilai reaksi reduksi dan oksidasi
yaitu < 200 mV.
4.4.10 Jumlah Mikroba Tanah
Jumlah mikroba tanah adalah total populasi mikroba di dalam tanah
yang diukur dengan colony counter. Jumlah mikroba normal pada umumnya
4-72 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

adalah 107 cfu/g tanah. Mikroba tanah yang berkumpul di dekat perakaran
tanaman (rhizosfer) yang menghasilkan eksudat akar dan serpihan tudung
akar sebagai sumber makanan mikroba tanah. Populasi mikroba disekitar
rhizosfer didominasi oleh mikroba yang menguntungkan tanaman, maka akan
memperoleh manfaat untuk pertumbuhan dan perkembangannnya (Setiawati,
2006). Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah mikroba tidak masuk
kategori rusak karena jumlahnya melimpah jauh diatas ambang kritis yaitu
105 - 106. Ambang kritis jumlah mikroba < 102 cfu/gram.

4-73 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 4.28. Rekapitulasi Evaluasi Status Kerusakan Tanah

No.
SPL

Ketebalan
Solum

Kebatuan
Permukaan

Komp.
Fraksi
Pasir

BV

Porositas
Total

Permeabilitas

pH
(H2O)
1 : 2,5

DHL

Redoks

Jumlah
Mikroba

Skor
Total

Status
Kerusakan
Tanah

Simbol

1.

11

Rusak Ringan

R. I : p

2.

Rusak Ringan

R. I : p

3.

Rusak Ringan

R. I : f

4.

Rusak Ringan

R. I : f

5.
6.

Rusak Ringan

R. I : f, v, p

11

Rusak Ringan

R. I : f, p

7.

11

Rusak Ringan

R. I : f, p

8.

11

Rusak Ringan

R. I : f, p

9.

11

Rusak Ringan

R. I : f, p

10.

Rusak Ringan

R. I : f, p

11.

Rusak Ringan

R. I : f, p

12.

11

Rusak Ringan

R. I : f, p

Rusak Ringan

R. I : p

Rusak Ringan

R. I : p

11

Rusak Ringan

R. I : f, p

11

Rusak Ringan

R. I : f, p

11

Rusak Ringan

R. I : p

13.
14.
15.
16.
17.

4-74 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Lanjutan Tabel 4.28.

No.
SPL

Ketebalan
Solum

Kebatuan
Permukaan

Komp.
Fraksi
Pasir

BV

Porositas
Total

Permeabilitas

pH
(H2O)
1 : 2,5

DHL

Redoks

Jumlah
Mikroba

Skor
Total

Status
Kerusakan
Tanah

Simbol

18.

Rusak Ringan

R. I : f

19.

11

Rusak Ringan

R. I : f, p

20.

Rusak Ringan

R. I : p

21.

11

Rusak Ringan

R. I : p

22.
23.

11

Rusak Ringan

R. I : p

Rusak Ringan

R. I : p

24.

Rusak Ringan

R. I : p

25.

0
0

R. I : p

0
0

Rusak Ringan

0
0

0
0

0
0

26.

0
0

Rusak Ringan

R. I : p

27.

Rusak Ringan

R. I : p

28.

Rusak Ringan

R. I : p

29.

Rusak Ringan

R. I

Rusak Ringan

R. I : f

Rusak Ringan

R. I : p

Rusak Ringan

R. I : p

Rusak Ringan

R. I : p

10

Rusak Ringan

R. I : f, v

30.
31.
32.
33.
34.

4-75 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

No.
SPL

Ketebalan
Solum

Kebatuan
Permukaan

Komp.
Fraksi
Pasir

BV

Porositas
Total

Permeabilitas

pH
(H2O)
1 : 2,5

DHL

Redoks

Jumlah
Mikroba

Skor
Total

Status
Kerusakan
Tanah

Simbol

35.

10

Rusak Ringan

R. I : f, v, p

36.

Rusak Ringan

R. I : p

37.

Rusak Ringan

R. I : f

38.

Rusak Ringan

R. I

39.

Rusak Ringan

R. I

40.

Rusak Ringan

R. I : p

41.

Rusak Ringan

R. I

42.

0
0

0
0

0
0

Rusak Ringan

R. I : f, p

0
0

10

0
0

0
0

43.

0
0

Rusak Ringan

R. I : f

44.

Rusak Ringan

R. I : f, p

45.

Rusak Ringan

R. I

46.

Rusak Ringan

R. I

47.

11

Rusak Ringan

R. I : f, p

48.

11

Rusak Ringan

R. I : f

49.

Rusak Ringan

R. I : p

50.

Rusak Ringan

R. I : p

51.

Rusak Ringan

R. I : p

4-76 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

No.
SPL

Ketebalan
Solum

Kebatuan
Permukaan

Komp.
Fraksi
Pasir

BV

Porositas
Total

Permeabilitas

pH
(H2O)
1 : 2,5

DHL

Redoks

Jumlah
Mikroba

Skor
Total

Status
Kerusakan
Tanah

Simbol

52.

Rusak Ringan

R. I : p

53.

Rusak Ringan

R. I : p

54.

Rusak Ringan

R. I : p

55.

Rusak Ringan

R. I : p

56.

Rusak Ringan

R. I : p

57.

Rusak Ringan

R. I : p

58.

Rusak Ringan

R. I : p

59.

Rusak Ringan

R. I : p

60.

Rusak Ringan

R. I : b

61.

Rusak Ringan

R. I : b

62.

Rusak Ringan

R. I

63.

Rusak Ringan

R. I : f

64.

Rusak Ringan

R. I

65.

Rusak Ringan

R. I

66.

Rusak Ringan

R. I

67.

Rusak Ringan

R. I : p

68.

Rusak Ringan

R. I

4-77 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

No.
SPL

Ketebalan
Solum

Kebatuan
Permukaan

Komp.
Fraksi
Pasir

BV

Porositas
Total

Permeabilitas

pH
(H2O)
1 : 2,5

DHL

Redoks

Jumlah
Mikroba

Skor
Total

Status
Kerusakan
Tanah

Simbol

69.

Rusak Ringan

R. I

70.

Rusak Ringan

R. I : v

71.

Rusak Ringan

R. I : v

72.

Rusak Ringan

R. I : f

73.

Rusak Ringan

R. I

74.

Rusak Ringan

R. I : v

75.

Rusak Ringan

R. I : f, v

76.

Rusak Ringan

R. I : f

77.

Rusak Ringan

R. I

78.

Rusak Ringan

R. I : f

79.

Rusak Ringan

R. I

80.

Rusak Ringan

R. I : f

81.

Rusak Ringan

R. I

82.

Rusak Ringan

R. I : f, v

83.

Rusak Ringan

R. I : f

84.

Rusak Ringan

R. I

85.

Rusak Ringan

R. I

4-78 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

No.
SPL

Ketebalan
Solum

Kebatuan
Permukaan

Komp.
Fraksi
Pasir

BV

Porositas
Total

Permeabilitas

pH
(H2O)
1 : 2,5

DHL

Redoks

Jumlah
Mikroba

Skor
Total

Status
Kerusakan
Tanah

Simbol

86.

Rusak Ringan

R. I : f, v

87.

Rusak Ringan

R. I

88.

Rusak Ringan

R. I : f

89.

Rusak Ringan

R. I : v

4-79 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

4.5

Peta Status Kerusakan Tanah


Peta status kerusakan tanah merupakan output akhir yang berisi

informasi tentang status, sebaran dan luasan kerusakan tanah pada wilayah
yang dipetakan. Penetapan status kerusakan tanah diperoleh dari hasil
verifikasi

pengambilan

sampel

tanah

dan

analisis

sampel

tanah

di

laboratorium. Hasil analisis tanah setiap parameter dicocokan dengan ambang


batas kritis yang ada. Berdasarkan data ini kemudian dihitung besarnya nilai
frekuensi relatif. Total nilai inilah yang diklasifikasikan menjadi penetapan
status kerusakan tanah. Sebaran spasial status kerusakan tanah dapat dilihat
pada gambar 4.19.
Luas total status kerusakan tanah di kabupaten Banyuwangi untuk
survey tahun 2015 seluas 6.241,50 ha. Yang terdiri dari satu kelas status
kerusakan tanah yaitu status kerusakan tanah rusak ringan dapat dilihat pada
gambar 4.20.

4-80 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

Tabel 4.29. Status Kerusakan Tanah dan Faktor Pembatas serta luasannya di Kabupaten Banyuwangi
Keterangan
No

Simbol

R.If,v,p,b

Status
Kerusakan
Tanah
Rusak Ringan

Pembatas

Luas
Titik

Presentase
Koloid, 1, 2, 3, 4, 5 6, 7, 8,
porositas,
Derajat 9, 10, 11, 12, 13, 14,
Pelulusan Air, Sebaran 15, 16, 17, 18, 19,
batuan
20, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 28, 29,
30, 31, 32, 33, 34,
35, 36, 37, 38, 39,
40, 41, 42, 43, 44,
45, 46, 47, 48, 49,
50, 51, 52, 53, 54,
55, 56, 57, 58, 59,
60, 61, 62, 63, 64,
65, 66, 67, 68, 69,
70, 71, 72, 73, 74,
75, 76, 77, 78, 79,
80, 81, 82, 83, 84,
85, 86, 87, 88, 89
Total

4-81 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Jumlah
Polygon

m2

ha

62.415.000

6.241,50

100 %

62.415.000

6.241,50

100%

89

89

LAPORAN

Gambar 4.19 Peta Status Kerusakan Kabupaten Banyuwangi Survey Tahun 2015

4-82 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

BAB 5
KESIMPULAN
DAN REKOMENDASI

LAPORAN
PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA
KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

BAB 5

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan Bab 3 dan Bab 4, didapatkan
kesimpulan sebagai berikut:
1. Persentase luas wilayah berdasarkan potensi kerusakan tanah
dalam areal kerja produktif (kawasan budidaya) di Kabupaten
Banyuwangi yaitu: kelas potensi kerusakan tinggi 0,35%, kelas
potensi kerusakan sedang 18,32%, kelas potensi kerusakan rendah
80,14%, dan potensi kerusakan tanah sangat rendah 1,19%.
2. Status kerusakan tanah di Kabupaten Banyuwangi pada suvey
tahun 2015 terverifikasi seluas 6.241,50 ha. Yang terdiri dari satu
kelas status kerusakan tanah yaitu status kerusakan tanah rusak
ringan. Jumlah titik sampling verifikasi adalah 89 titik. Adapun yang
menjadi faktor pembatas hasil uji laboratorium yaitu porositas,
derajat pelulusan air, koloid dan sebaran batuan.

5.2 Rekomendasi
Rekomendasi

pengendalian

kerusakan

tanah

pada

dasarnya

merupakan bentuk pengelolaan yang bersifat partisipatif dari berbagai pihak pihak yang berkepentingan dalam memanfaatkan dan konservasi sumberdaya
alam. Pengelolaan partisipatif ini mempersyaratkan adanya rasa saling
mempercayai, keterbukaan, rasa tanggung jawab, dan mempunyai rasa
ketergantungan (interdependency) di antara sesama stakeholder. Demikian
pula masing-masing stakeholder harus jelas kedudukan dan tanggung jawab
yang harus diperankan.
Tujuan

umum

pengendalian

kerusakan

tanah

adalah

(1)

terselenggaranya koordinasi, keterpaduan, keserasian dalam perencanaan,

5-1 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN
pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi DAS; (2) terkendalinya
hubungan timbal balik sumberdaya alam dan lingkungan dengan kegiatan
manusia guna kelestarian fungsi lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran umum pengendalian kerusakan tanah yang ingin dicapai pada
dasarnya adalah: (1) terciptanya kondisi hidrologis yang optimal; (2)
meningkatnya produktivitas lahan yang diikuti oleh perbaikan kesejahteraan
masyarakat; (3) tertata dan berkembangnya kelembagaan formal dan
informal

masyarakat

dalam

penyelenggaraan

pengelolaan

lahan

dan

konservasi tanah; (4) meningkatnya kesadaran dan partisipasi mayarakat


dalam

penyelenggaraan

pengelolaan

lahan

secara

berkelanjutan;

(5)

terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan, berwawasan lingkungan dan


berkeadilan.
Oleh karena itu, perumusan program dan kegiatan pengendalian
kerusakan tanah selain harus mengarah pada pencapaian tujuan dan sasaran
perlu pula disesuaikan dengan permasalahan yang dihadapi dengan
mempertimbangkan karakteristik biogeofisik dan sosekbud, peraturan dan
perundangan yang berlaku serta prinsip-prinsip dasar pembangunan yang
berwawasan lingkungan.
Rekomendasi

untuk

peningkatan

biomasssa

untuk

lahan

yang

mengalami kerusakan tanah di wilayah-wilayah kabupaten Banyuwangi


ditetapkan berdasarkan kriteria baku faktor pembatas kerusakan tanah untuk
produksi

biomassa.

Pertimbangan

masukan

yang

diberikan

untuk

memperkecil pengaruh faktor pembatas. Pemberian masukan ini diharapkan


dapat meningkatkan potensi sumberdaya lahannya dalam meningktkan
produksi biomassa. Dalam hal ini macam masukan yang diberikan hanya
didasarkan pada tehnologi yang sudah biasa dilakukan petani setempat.
Secara umum faktor pembatas untuk kerusakan tanah berdasarkan
penyesuaian antara hasil pengamatan biofisik-lahan serta hasil analisa contoh
tanah kriteria kerusakan tanah di laboratorium dengan kriteria Lampiran
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 150 Tahun 2000 Tanggal 23

5-2 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN
Desember 2000 tentang Kriteria Baku Kerusakan Tanah untuk Produksi
Biomassa antara lain persentase kandungan koloid.
Persentase koloid yang rendah ini disebabkan lokasi lahan tersebut
terletak di daerah tengah ke atas dengan kemiringan lahan > 8 % dengan
penutup lahan yang kurang serta usaha konservasi tanah dan air yang kurang
memenuhi syarat. Kondisi ini akan menyebabkan terjadinya erosi pada saat
musim hujan. Seperti diketahui bahwa akibat erosi akan mengangkut lapisan
tanah bagian atas yang banyak mengandung fraksi koloid serta bahan
organik sehingga yang tertinggal hanya kandungan fraksi kasar. Dengan
kandungan fraksi koloid yang kurang maka kandungan unsur kapasitas tukar
kation dalam tanah sedikit. Dengan kandunga kapasitas tukar kation sedikit
akan mempengaruhi daya hantar listrik serta kesuburan tanah yang rendah
akibatnya produksi bbiomassa juga akan rendah.
Beberapa rekomendasi di dalam menangani kerusakan tanah :
(1)

Model Pengelolaan Sumberdaya Lahan:


(a)

Model Agro Forestry:


Model pengelolaan agroforestry merupakan keterpaduan usaha
kehutanan dengan pembangunan pedesaan guna menciptakan
keselarasan antara intensifikasi pertanian dan pelestarian hutan.
Sehingga diharapkan tercipta kombinasi antara produksi tanaman
pertanian (termasuk tanaman pohon-pohonan) dan tanaman hutan
dan/atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan
yang sama. Cara-cara yang diterapkan untuk pengelolaan lahan
merupakan cara/sistem yang sesuai dengan kebudayaan penduduk
setempat

(b)

Model Extension Forestry:


Model ekstensifikasi forestry dianalogkan dengan strategi di sektor
pertanian yaitu ekstensifikasi pertanian. Model ekstensifikasi

forestry adalah penanaman tanaman keras (pohon) pada sisi jalan


penghubung

antar

dusun

antar

desa/kelurahan

maupun

kecamatan/kabupaten dan sepanjang sungai, sepanjang tidak


5-3 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN
mengganggu dan dilakukan di tanah yang tersisa (kosong).
Penanaman tersebut berada di atas lahan milik negara.
(2)

Model Pengelolaan Catchmen Area di Kawasan Kerusakan Tanah:


(a)

Perlunya insentif langsung maupun tidak langsung bagi masyarakat


yang melakukan upaya konservasi sumberdaya hutan dan lahan,
terutama daerah tangkapan air (cachtmen area)

(b)

Dibutuhkan adanya insentif dari pemerintah setempat baik secara


langsung

maupun

tidak

langsung

bagi

pembangunan

dan

pemeliharaan wilayah perlindungan di kawasan kerusakan tanah ;


(3)

Model Pengembangan Potensi Sumber-sumber Ekonomi Pedesaan di


Kawasan kerusakan tanah:
(a)

Optimalisasi

peningkatan

produktivitas

sektor pertanian

dan

pengembangan industri yang memiliki keunggulan komparatif atau


faktor ekonomi yang dominan atau wilayah pedesaan yang unggul
untuk pengembangan komoditas spesifik dengan keikutsertaan
daerah secara maksimal
(b)

Pemanfaatan sumberdaya lahan berupa hasil non kayu seperti :


tanaman obat-obatan, bambu dan rotan, flora dan fauna lainnya,
serta keanekaragaman hayati dengan pola community forestry

(c)

Perkuatan lembaga sarana produksi pertanian, layanan teknologi


(teknik budidaya), lembaga permodalan dan model perkreditan,
sehingga terbuka kesempatan seluas-luasnya bagi komoditas yang
bersifat private goods untuk masuk dalam pasar yang kompetitif

(d)

Pengembangan industri berbasis komoditas pertanian melalui


Kelompok Ekonomi Produktif (KEP) guna menampung kelebihan
tenaga kerja disektor pertanian sekaligus meningkatkan perolehan
nilai tambah

(4)

Model Pengembangan Kinerja Pemerimtah dalam Pengelolaan SDA di


Kawasan kerusakan tanah:
(a)

Melakukan transformasi organisasi kearah fungsional sehingga


mampu memberi pelayanan akan kebutuhan-kebutuhan terhadap

5-4 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN
pemecahan masalah yang sifatnya lebih substansial daripada
administratif.
(b)

Menetapkan ukuran kinerja bagi institusi-institusi pemerintah yang


mempunyai fungsi berkaitan dengan rehabilitasi kerusakan tanah,
sehingga diperlukan kerjasama untuk mencapai kinerja tersebut.

(c)

Masing-masing

institusi

pemerintah

yang

terkait

mampu

mewujudkan sinergi yang menghasilkan kerjasama antar institusi.


(d)

Penyelenggaraan dan pelayanan pemerintah mampu menjadi lebih


dekat dengan masyarakat setempat, sehingga kebijakan-kebijakan
yang disusun akan lebih sesuai dengan aspirasi masyarakat,

(e)

Mendekatkan pemerintah dengan situasi dan kondisi kehidupan


masyarakat,

sehingga

pemerintah

dengan

cepat

dapat

mengetahui dan memantau perkembangan kualitas kehidupan


masyarakat,
(f)

Ditumbuhkan sistem dan mekanisme birokrasi pemerintahan


daerah yang berpijak pada sistem nilai dan mekanisme sosial yang
hidup dan berkembang di masyarakat setempat sebagai rujukan.

Arahan serta stake holder yang mungkin dapat dilibatkan untuk menangani
kerusakan tnh disajikan pada Tabel 5.1 dan Taabel 5.2 berikut.

5-5 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN
Tabel 5.1 Pelaksanaan Program Rehabilitasi Kerusakan Tanah di Kabupaten Banyuwangi
Faktor Penyebab

Solusi

Rendahnya Fraksi Koloid

Meminimalkan
semaksimal
mungkin peluang terjadinya
erosi, terutama di musim hujan

Arahan Program
1. Menyelenggarakan berbagai kegiatan penyuluhan tentang (a) optimalisasi
penanaman vegetasi penutup lahan, terutama tanaman yang bernilai
ekonomis, (b) sistem teras yang optimal guna mendukung upaya konservasi
tanah dan air,
(c) praktik usahatani searah kontur, serta (d) penggunaan
lahan yang sesuai/cocok (appro-priate land use).
2. Menyelenggarakan kegiatan sekolah lapang tenta
(a) optimalisasi
penanaman vegetasi penutup lahan, terutama tanaman yang bernilai
ekonomis, (b) sistem teras yang optimal guna mendukung upaya kon-servasi
tanah dan air,
(c) praktik usahatani searah kontur, serta (d) peng-gunaan
lahan yang sesuai/cocok (appropriate land use).
3. Membuat demoplot
(a) optimalisasi penanaman vegetasi penutup lahan,
terutama tanaman yang bernilai ekonomis,
(b) sistem teras yang optimal
guna men-dukung upaya konservasi tanah dan air, (c) praktik usahatani
searah kontur, serta (d) penggunaan lahan yang sesuai/cocok (appro-priate
land use), sebagai laboratorium show window.
4. Memberikan insentif pe-rangsang berupa bantuan berupa sarana dan
prasarana produksi usahatani bagi para petani dan/atau kelompok tani yang
akan dan/atau sedang menerapkan (a) me-nanam vegetasi penutup lahan,
terutama tanaman yang bernilai ekonomis, (b) memperbaiki sistem teras yang
optimal guna men-dukung upaya konservasi tanah dan air, (c) melakukan
usahatani searah kontur, serta (d) melakukan usaha-tani yang sesuai/cocok

(appropriate land use)

5. Menyelenggarakan berbagai kegiatan penyuluhan tentang usahatani


agroforestry dan kemanfatannya.
6. Mengadakan demoplot usahatani agroforestry sebagai laboratorium show
window.

5-6 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 5.1


Faktor Penyebab

Solusi

Arahan Program

Kondisi teras yang kurang


sempurna

Meningkatkan pengetahuan,
ketrampilan, serta kemauan
petani untuk semakin berminat
memperbaiki sistem teras yang
optimal guna mendukung upaya
konservasi tanah dan air

1. Menyelenggarakan berbagai kegiatan penyuluhan tentang sistem teras yang


optimal guna mendukung upaya konservasi tanah dan air.
2. Menyelenggarakan kegiatan sekolah lapang tentang sistem teras yang optimal
guna mendukung upaya konservasi tanah dan air.
3. Membuat demoplot sistem teras yang optimal guna mendukung upaya
konservasi tanah dan air, sebagai laboratorium show window.

Tabel 5.2

No

Perumusan Stakeholders Utama, Stakeholders Pendukung, dan


Rehabilitasi Pembangunan Kerusakan Tanah di Banyuwangi

Arahan Program

Stakeholder

Stakeholders

Utama

Pendukung

Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan
Program (Tahun)
1

Menyelenggarakan berbagai kegiatan penyuluhan tentang


(a) optimalisasi penanaman vegetasi penutup lahan, terutama
tanaman yang bernilai ekonomis, (b) sistem teras yang optimal
guna mendukung upaya konservasi tanah dan air, (c) praktik
usahatani searah kontur, serta (d) penggunaan lahan yang
sesuai/cocok (appropriate land use).

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

Menyelenggarakan
kegiatan
sekolah
lapang
tentang
(a) optimalisasi penanaman vegetasi penutup lahan, terutama
tanaman yang bernilai ekonomis, (b) sistem teras yang optimal
guna mendukung upaya konservasi tanah dan air,
(c) praktik
usahatani searah kontur, serta (d) penggunaan lahan yang
sesuai/cocok (appropriate land use).

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

5-7 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tebel 5.2

No

Arahan Program

Stakeholder

Stakeholders

Utama

Pendukung

Pelaksanaan
Program (Tahun)
1

Membuat demoplot
(a) optimalisasi penanaman vegetasi
penutup lahan, terutama tanaman yang bernilai ekonomis,
(b) sistem teras yang optimal guna mendukung upaya konservasi
tanah dan air, (c) praktik usahatani searah kontur, serta (d)
penggunaan lahan yang sesuai/cocok (appropriate land use),
sebagai laboratorium show window.

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

Menyelenggarakan berbagai kegiatan penyuluhan


usahatani agroforestry dan kemanfatannya.

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

Menyelenggarakan kegiatan sekolah lapang usaha agroforestry

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

Mengadakan
demoplot
usahatani
laboratorium show window.

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

agroforestry

tentang

sebagai

5-8 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tebel 5.2

No

Arahan Program

Stakeholder

Stakeholders

Utama

Pendukung

Pelaksanaan
Program (Tahun)
1

Memberikan insentif perangsang berupa bantuan bibit tanaman


hutan (kayu-kayuan dan buah-buahan) kepada petani dan/atau
kelompok tani yang akan dan/atau sedang melaksanakan
usahatani agroforestry

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani; BPDAS;
Taman Nasional

Memberikan insentif perangsang berupa bantuan sarana dan


prasarana produksi usahatani agroforestry kepada petani
dan/atau kelompok tani yang akan dan/atau sedang
melaksanakan usahatani agroforestry

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

Memberikan award (penghargaan) kepada para petani dan/atau


kelompok tani yang telah melakukan usahatani agroforestry
dengan cukup baik.

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani; BPDAS;
Taman Nasional

5-9 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tebel 5.2

No

Arahan Program

10

Menyelenggarakan berbagai kegiatan


usahatani berbasis konservasi.

penyuluhan

tentang

11

Menyelenggarakan kegiatan sekolah lapang usahatani berbasis


konservasi.

12

Mengadakan demoplot usahatani berbasis konservasi, sebagai


laboratorium show window

13

Memberikan insentif perangsang berupa bantuan sarana dan


prasarana produksi usahatani kepada para petani yang akan
dan/atau telah mempraktikan usahatani berbasis konservasi

Stakeholder

Stakeholders

Utama

Pendukung

Pelaksanaan
Program (Tahun)
1

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani

5-10 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

LAPORAN

lanjutan Tabel 5.2

No

Arahan Program

Stakeholder

Stakeholders

Utama

Pendukung

14

Memberikan award (penghargaan) kepada para petani dan/atau


kelompok tani yang telah melakukan usahatani berbasis
konservasi dengan cukup baik.

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa;
Kelompok Tani; Perum
Perhutani; BPDAS;
Taman Nasional

15

Memberikan insentif perangsang berupa bantuan berupa sarana


dan prasarana produksi usahatani bagi para petani dan/atau
kelompok tani yang akan dan/atau sedang menerapkan: (a)
menanam vegetasi penutup lahan, terutama tanaman yang
bernilai ekonomis,
(b) memperbaiki sistem teras
yang optimal guna mendukung upaya konservasi tanah dan air,
(c) melakukan usahatani searah kontur, serta
(d)
melakukan usahatani yang sesuai/cocok (appropriate land use)

Dinas PertanianKehutananPerkebunanPeternakan

Badan Pemberdayaan
Masyarakat &
Pemerintah Desa; Dinas
Pengairan, Dinas
Pekerjaan Umum;
Perum Perhutani;
BPDAS; Taman Nasional

5-11 | PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA KABUPATEN BANYUWANGI

Pelaksanaan
Program (Tahun)
1

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. Dan E. Rustiadi. 2008. Penyelamatan Tanah, Air dan Lingkungan.
Cresspent Press dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Hardjowigeno, S. dan Widiatmaka. 2007. Kesesuaian lahan dan Perencanaan
Tataguna Lahan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom.
PERMENLH No. 20 TAHUN 2008. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal
Bidang Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 1994 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesahan United Nations
Convention on Biologocal Diserty (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
Mengenai Keanekaragama Hayati).
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindung dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

LAMPIRAN

LAPORAN
PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA
KABUPATEN BANYUWANGI

Tabel 1 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Sukamaju Kecamatan Srono


Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
8.48
9.57
5.78
5.78
2.26
2.10
0.75
0.62
0.63
1.49
3.30
8.37
4.09

mm2
347.67
348.94
204.42

204.42
65.26
153.48
8.90
9.32
9.72
59.07
124.07
214.05
145.78

Struktur
korelasi
temporal
mm2
93.63
75.24
43.00
68.91
1.91
11.93
3.72
5.89
0.54
5.30
15.50
18.88
28.71

Proporsi interval
kering

0.65
0.53
0.76
0.76
0.86
0.88
0.90
0.95
0.94
0.91
0.85
0.58
0.80

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60
0.80

21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

1.20

Proporsi Interval Kering

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 1. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Sukamaju Kecamatan Srono

Tabel 2 . Proporsi Interval Kering pada Sta. Hujan Karangharjo Kecamatan Glenmore
Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
22.53
14.56
11.42
5.18
7.15
3.60
0.68
0.15
1.58
8.03
13.54
2.30
7.56

mm2
1194.65
650.22
420.41

257.26
461.53
120.87
6.61
0.98
53.32
448.35
652.46
47.56
359.52

Struktur
korelasi
temporal
mm2
223.57
24.70
43.00
39.78
127.38
13.43
0.96
-0.02
20.94
240.57
128.40
14.22
73.08

Proporsi interval
kering

0.34
0.41
0.54
0.74
0.70
0.77
0.90
0.98
0.89
0.73
0.53
0.85
0.70

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60
0.80

21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

1.20

Proporsi Interval Kering

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 2. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Karangharjo Kecamatan Glenmore

Tabel 3 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Tampo Kecamatan Cluring


Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
4.99
5.40
3.82
3.68
3.06
0.95
0.66
0.04
0.88
1.49
3.35
3.54
2.66

mm2
173.36
168.19
115.36

152.25
89.62
33.69
34.11
0.20
96.80
119.28
126.49
156.02
105.45

Struktur
korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
77.06
-0.47
43.00
46.28
49.55
0.39
9.98
0.00
-0.77
-0.81
24.52
-1.77
20.58

0.75
0.73
0.81
0.81
0.86
0.95
0.98
0.99
0.99
0.96
0.86
0.88
0.88

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60

0.80
21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

1.20

Proporsi Interval Kering

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 3. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Tampo Kecamatan Cluring

Tabel 4 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Tegalsari Kecamatan Gambiran

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
13.92
11.71
8.67
4.98
3.18
2.42
0.21
0.14
0.08
8.29
11.98
5.30
5.91

mm2
459.95
282.82
246.84

126.76
77.28
49.23
1.94
0.67
0.80
942.74
602.75
180.58
247.70

Struktur
korelasi
temporal
mm2
82.70
15.98
43.00
-1.02
6.39
4.45
0.39
-0.02
-0.01
423.28
123.02
51.32
62.46

Proporsi interval
kering

0.53
0.58
0.65
0.74
0.82
0.85
0.97
0.97
0.99
0.80
0.66
0.78
0.78

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60

0.80
21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

1.20

Proporsi Interval Kering

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 4. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Tegalsari Kecamatan Gambiran

Tabel 5 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Tegaldlimo Kecamatan Tegaldlimo

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
6.15
7.29
5.90
3.50
4.38
1.18
1.23
0.00
0.38
1.18
4.29
3.98
3.29

mm2
175.68
371.96
163.84

76.19
148.01
23.73
141.97
0.00
6.85
62.60
98.95
117.02
115.57

Struktur
korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
-4.37
8.60
43.00
21.57
35.25
3.85
21.71
0.00
-0.14
-1.40
10.67
14.18
12.74

0.73
0.77
0.77
0.82
0.82
0.92
0.98
1.00
0.98
0.96
0.79
0.81
0.86

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60

0.80
21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

1.20

Proporsi Interval Kering

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 5. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Tegaldlimo Kecamatan Tegaldlimo

Tabel 6 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Purwoharjo Kecamatan Purwoharjo


Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
10.73
6.45
5.99
3.37
1.90
2.46
0.00
0.00
0.12
5.23
5.54
2.89
3.72

mm2
358.04
205.70
174.86

122.09
46.09
44.12
0.00
0.00
1.80
403.49
197.06
55.44
134.06

Struktur
korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
22.33
26.40
43.00
3.49
7.57
3.04
0.00
0.00
-0.01
195.56
46.24
6.41
29.50

0.56
0.67
0.70
0.82
0.89
0.83
1.00
1.00
0.99
0.86
0.73
0.81
0.82

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60

0.80
21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

1.20

Proporsi Interval Kering

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 6. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Purwoharjo Kecamatan Purwoharjo

Tabel 7 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Sukorejo Kecamatan Banjarejo


Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
9.42
12.94
7.68
4.88
4.26
0.81
0.26
0.00
1.06
5.95
7.34
7.34
5.16

mm2
188.44
425.66
268.59

99.72
76.79
16.40
4.85
0.00
36.72
532.88
204.47
269.79
177.03

Struktur
korelasi
temporal
mm2
3.98
56.79
43.00
32.82
31.47
2.39
1.59
0.00
8.13
263.97
43.67
83.37
47.60

Proporsi interval
kering

0.46
0.48
0.61
0.71
0.73
0.93
0.98
1.00
0.95
0.89
0.69
0.69
0.76

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60

0.80
21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

1.20

Proporsi Interval Kering

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 7. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Sukorejo Kecamatan Banjarejo

Tabel 8 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Kandangan Kecamatan Pesanggaran

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
4.71
6.82
4.42
3.32
2.44
0.77
0.32
0.00
0.26
5.04
9.25
2.18
3.29

mm2
65.01
164.26

Struktur
korelasi
temporal

115.46

79.86
40.78
8.62
4.59
0.00
2.95
299.93
329.90
46.57
96.49

mm2
11.54
47.55
43.00
29.99
12.49
3.55
0.74
0.00
-0.07
145.01
118.85
9.09
35.15

Proporsi interval
kering

0.55
0.58
0.74
0.77
0.82
0.92
0.97
1.00
0.98
0.87
0.69
0.81
0.81

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60

0.80
21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

1.20

Proporsi Interval Kering

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 8. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Kandangan Kecamatan Pesanggaran

Tabel 9 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Sumbermulyo Kecamatan Pesanggaran

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
9.56
13.10
8.20
4.22
3.54
1.34
0.24
0.00
1.32
5.27
10.58
6.74
5.34

mm2
280.28
526.30
352.47

92.72
71.22
46.29
5.18
0.00
30.95
297.66
406.73
258.76
197.38

Struktur
korelasi
temporal
mm2
62.82
98.04
43.00
9.42
15.19
6.48
-0.06
0.00
2.49
113.39
77.23
20.79
37.40

Proporsi interval
kering

0.46
0.49
0.64
0.73
0.77
0.89
0.98
1.00
0.88
0.81
0.62
0.60
0.74

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60

0.80
21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

Proporsi Interval Kering

1.20

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 9. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Sumbermulyo Kecamatan Pesanggaran

Tabel 10 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
5.76
9.49
4.86
2.56
3.84
1.27
0.66
0.00
0.00
1.50
5.22
4.06
3.27

mm2
136.41
502.69
142.46

45.86
107.15
27.54
45.43
0.00
0.00
46.93
196.58
136.22
115.61

Struktur
korelasi
temporal
mm2
-5.42
-25.41
43.00
13.57
18.10
8.10
4.36
0.00
0.00
32.45
90.49
2.49
15.14

Proporsi interval
kering

0.70
0.72
0.80
0.82
0.80
0.92
0.98
1.00
1.00
0.94
0.77
0.81
0.86

0.00
0.20

35.00

0.40
28.00

0.60

0.80
21.00
14.00
7.00

1.00
Rata-Rata

1.20

Proporsi Interval Kering

1.40
1.60
1.80

0.00

2.00

Grafik 10. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Purwoasri Kecamatan Tegaldlimo

Tabel 11 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Genteng Kulon Kecamatan Genteng

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
6.26
8.54
6.58
3.58
3.07
1.70
4.20
2.32
2.49
3.15
6.46
6.64
4.58

mm2
200.86
246.60
395.97

104.26
90.91
33.99
263.37
236.38
87.83
228.81
174.04
257.55
193.38

Struktur
korelasi
temporal
mm2
12.99
7.82
43.00
8.96
0.07
4.71
1.46
-4.91
35.46
12.00
4.24
56.12
15.16

Proporsi interval
kering

0.71
0.56
0.64
0.76
0.76
0.81
0.67
0.84
0.86
0.86
0.68
0.74
0.74

Grafik 11. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Genteng Kulon Kecamatan Genteng

Tabel 12 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Genteng Kulon Kecamatan Genteng

Bulan

Rata-rata

Varians

Struktur
korelasi
temporal

Sat

mm

mm2

mm2

Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

7.28
10.67
8.87
3.69
3.05
3.54
3.46
3.38
3.26
2.66
3.23
6.00
4.92

194.82
324.88

82.74
22.67
43.00
29.17
22.53
11.41
10.35
12.15
11.62
17.23
11.83
40.38
26.26

458.67

126.59
63.13
98.12
98.86
96.43
96.92
48.20
100.95
234.21
161.81

Proporsi interval
kering

0.58
0.42
0.58
0.78
0.70
0.67
0.69
0.70
0.73
0.74
0.74
0.72
0.67

Grafik 12. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Genteng Kulon Kecamatan Genteng

Tabel 13 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Alas Malang Kecamatan Singojuruh

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
9.38
9.61
4.92
2.90
4.19
1.48
3.41
3.41
6.56
3.06
4.32
9.83
5.26

mm2
332.92
150.54
197.01

67.62
210.00
16.38
141.79
141.79
597.77
95.71
124.22
602.37
223.18

Struktur
korelasi
temporal
mm2
110.17
-14.49
12.46
4.57
-7.80
-1.31
11.25
11.25
190.71
0.02
25.69
128.34
39.24

Proporsi interval
kering

0.78
0.86
0.85
0.96
0.92
0.90
1
0.90
0.93
0.92
0.90
0.79
0.89

Grafik 13. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Alas Malang Kecamatan Singojuruh

Tabel 14 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Sukonatar Kecamatan Srono

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
8.71
10.46
6.47
5.70
2.50
2.08
1.19
1.47
0.16
1.29
5.58
8.62
4.52

mm2
311.05
360.57
193.67

291.10
69.04
66.46
10.24
34.33
1.14
25.84
194.52
348.11
158.84

Struktur
korelasi
temporal
mm2
68.58
34.46
43.00
42.55
0.96
0.94
0.77
1.33
-0.03
13.51
27.46
48.17
23.48

Proporsi interval
kering

0.58
0.42
0.64
0.75
0.81
0.83
0.79
0.88
0.96
0.87
0.70
0.66
0.74

Grafik 14. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Sukonatar Kecamatan Srono

Tabel 15 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Penganjuran Kecamatan Banyuwangi

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
5.51
9.68
6.46
7.10
0.95
1.11
0.33
0.10
0.08
2.02
3.83
4.33
3.46

mm2
134.29
380.82
172.77

235.16
13.40
20.68
1.52
0.22
0.40
31.27
83.21
108.19
98.49

Struktur
korelasi
temporal
mm2
60.22
-24.19
41.56
156.59
3.62
-0.87
0.55
2.53
-0.10
23.84
12.63
58.21
27.88

Proporsi interval
kering

0.79
0.88
0.82
0.92
0.94
0.94
0.95
0.98
0.99
0.90
0.84
0.88
0.90

Grafik 15. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Penganjuran Kecamatan Banyuwangi

Tabel 16 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Cluring Kecamatan Cluring

Bulan

Rata-rata

Varians

Struktur
korelasi
temporal

Sat

mm

mm2

mm2

Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

9.15
9.66
5.99
4.10
2.13
1.18
1.80
0.50
1.61
2.66
6.29
8.23
4.44

255.81
287.73

24.98
-26.62
43.00
-12.07
-1.24
-1.14
4.95
0.74
39.93
15.59
32.05
49.15
14.11

183.35

132.09
32.31
29.39
28.45
5.30
81.03
115.21
179.16
302.63
136.04

Proporsi interval
kering

0.49
0.47
0.65
0.76
0.81
0.88
0.76
0.93
0.89
0.84
0.66
0.57
0.73

Grafik 16. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Cluring Kecamatan Cluring

Tabel 17 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Dadapan Kecamatan Kabat

Bulan

Rata-rata

Varians

Struktur korelasi
temporal

Sat

mm

mm2

mm2

Jan

6.06

124.96

-22.57

0.82

Feb

6.11

126.69

39.86

0.90

Mar

5.25

110.32

14.02

0.83

Apr

7.39

407.71

-31.53

0.92

Mei

1.05

13.01

0.80

0.94

Jun

1.65

65.07

-2.48

0.94

Jul

1.89

17.42

0.57

0.89

Agt

0.44

2.22

0.25

0.95

Sep

0.49

15.25

-0.25

0.99

Okt

4.37

221.62

-2.19

0.91

Nop

3.60

55.73

-1.50

0.85

Des

6.21

172.42

46.55

0.82

Rata-rata

3.71

111.04

3.46

0.90

Proporsi interval kering

Grafik 17. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Dadapan Kecamatan Kabat

Tabel 18 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Gambor Kecamatan Singojuruh

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
8.85
13.78
13.11
8.36
4.70
3.63
0.73
1.00
1.48
1.18
2.57
8.38
5.65

mm2
397.90
602.49
435.57

242.70
153.18
110.91
6.01
10.89
44.30
20.92
68.15
413.54
208.88

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
117.80
101.76
43.00
-5.90
-8.94
23.44
1.78
-0.06
5.53
2.80
2.65
17.59
25.12

0.65
0.57
0.51
0.62
0.71
0.77
0.90
0.86
0.88
0.90
0.86
0.69
0.74

Grafik 18. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Gambor Kecamatan Singojuruh

Tabel 19 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Watukebo Kecamatan Wongsorejo

Bulan

Rata-rata

Varians

Struktur korelasi
temporal

Sat

mm

mm2

mm2

Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

10.70
10.23
10.23
3.74
0.84
0.24
0.15
0.00
0.00
0.85
4.02
4.26
3.77

287.34
204.44

40.08
54.98
16.22
2.27
11.81
0.82
0.48
0.00
0.00
-0.46
101.39
24.85
21.04

126.62

147.70
20.25
2.41
1.10
0.00
0.00
32.86
228.92
146.93
99.88

Proporsi interval
kering

0.55
0.46
0.67
0.84
0.96
0.97
0.98
1.00
1.00
0.95
0.87
0.78
0.84

Grafik 19. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Watukebo Kecamatan Wongsorejo

Tabel 20 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Sidodadi Kecamatan Wongsorejo

Bulan

Rata-rata

Varians

Struktur korelasi
temporal

Sat

mm

mm2

mm2

Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

9.94
10.73
6.58
2.01
0.41
0.02
0.56
0.00
0.00
0.57
2.48
4.20
3.12

666.71
464.93

10.39
120.26
10.77
15.98
-0.17
0.00
-0.31
0.00
0.00
0.96
23.03
21.77
16.89

175.63

55.94
14.20
0.03
19.59
0.00
0.00
12.38
116.96
185.39
142.65

Proporsi interval
kering

0.696
0.560
0.600
0.856
0.984
0.992
0.984
1.000
1.000
0.960
0.936
0.760
0.86

Grafik 20. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Sidodadi Kecamatan Wongsorejo

Tabel 21 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Watukebo Kecamatan Wongsorejo

Bulan

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

Rata-rata

mm
22.08
15.97
13.98
4.82
0.90
0.27
0.00
0.00
0.00
0.90
2.07
4.86
5.49

Varians

mm2
606.69
476.34
648.08

190.37
34.96
3.20
0.00
0.00
0.00
21.98
45.74
111.69
178.25

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
1.99
98.61
107.96
62.76
18.32
0.53
0.00
0.00
0.00
12.93
26.19
31.29
30.05

0.33
0.34
0.53
0.77
0.97
0.96
1.00
1.00
1.00
0.95
0.86
0.70
0.78

Grafik 21. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Watukebo Kecamatan Wongsorejo

Tabel 22 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Karangdoro Kecamatan Gambiran

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
3.30
3.52
6.85
1.13
1.94
2.40
0.00
0.00
0.38
19.41
10.81
34.67
7.03

mm2
65.21
77.21
104.47

16.26
22.66
60.87
0.00
0.00
4.26
190.54
13.28
122.78
56.46

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
15.42
9.79
43.00
2.57
4.83
24.32
0.00
0.00
0.00
159.75
8.63
46.44
26.23

0.78
0.72
0.74
0.97
0.95
0.97
1.00
1.00
0.99
0.75
0.76
0.75
0.87

Grafik 22. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Karangdoro Kecamatan Gambiran

Tabel 23 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Bajulmati Kecamatan Wongsorejo

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
9.94
10.73
6.58
2.01
0.41
0.02
0.56
0.00
0.00
0.57
2.48
4.20
3.12

mm2
666.71
464.93
175.63

55.94
14.20
0.03
19.59
0.00
0.00
12.38
116.96
185.39
142.65

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
10.39
120.26
43.00
15.98
-0.17
0.00
-0.31
0.00
0.00
0.96
23.03
21.77
19.58

0.70
0.56
0.60
0.86
0.98
0.99
0.98
1.00
1.00
0.96
0.94
0.76
0.86

Grafik 23. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Bajulmati Kecamatan Wongsorejo

Tabel 24 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Jambewangi Kecamatan Sempu

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
7.94
11.11
7.35
4.63
7.66
4.90
4.39
1.88
1.78
3.90
5.69
7.73
5.75

mm2
404.47
506.16
310.18

147.69
503.11
316.32
326.06
30.53
69.63
138.90
198.36
316.07
272.29

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
7.94
73.95
94.87
14.82
61.95
115.52
63.97
6.25
4.67
32.45
43.51
42.84
46.89

0.62
0.50
0.59
0.75
0.56
0.79
0.82
0.82
0.89
0.79
0.66
0.67
0.71

Grafik 24. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Jambewangi Kecamatan Sempu

Tabel 25 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Macan Putih Kecamatan Kabat

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
6.42
5.95
3.82
2.34
2.86
2.19
1.22
0.62
0.00
1.88
2.87
3.07
2.77

mm2
73.33
84.76
105.80

105.46
105.46
92.09
12.50
10.09
0.00
34.40
24.85
69.84
59.88

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
18.54
21.44
10.90
-3.02
27.15
9.48
5.27
0.46
0.00
8.20
8.15
13.28
9.99

0.47
0.51
0.73
0.85
0.77
0.86
0.86
0.94
1.00
0.85
0.67
0.78
0.77

Grafik 25. Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Macan Putih Kecamatan Kabat

Tabel 26 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Tamansari Kecamatan Glagah

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
7.74
9.20
6.97
3.38
4.66
3.47
0.46
0.60
0.20
1.32
3.54
5.16
3.89

mm2
233.63
192.27
148.22

55.67
183.13
98.99
2.49
6.15
6.15
25.09
64.49
185.88
100.18

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
53.18
28.30
21.42
3.88
11.27
23.91
0.47
0.92
-0.04
2.20
17.56
29.19
16.02

0.63
0.56
0.66
0.77
0.78
0.80
0.90
0.93
0.98
0.91
0.80
0.74
0.79

Grafik 26 . Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Tamansari Kecamatan Glagah

Tabel 27 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Licin Kecamatan Glagah

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
10.02
8.46
8.94
4.82
6.68
5.94
3.19
1.90
1.22
6.23
8.55
8.51
6.21

mm2
361.26
258.75
266.33

106.76
183.45
211.00
113.20
62.93
13.78
342.14
318.23
301.53
211.61

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
18.35
36.14
1.29
1.84
65.10
71.72
42.39
6.07
2.18
89.13
75.77
46.28
38.02

0.50
0.55
0.58
0.66
0.63
0.66
0.78
0.84
0.86
0.78
0.65
0.61
0.67

Grafik 27 . Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Licin Kecamatan Glagah

Tabel 28 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Karangharjo Kecamatan Kalibaru

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
10.25
8.68
7.29
4.34
5.78
3.90
1.98
0.26
4.30
6.52
11.86
2.20
5.61

mm2
262.01
221.01
280.55

96.73
205.00
146.64
65.20
3.20
114.24
300.41
504.60
67.80
188.95

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
97.09
16.08
79.50
17.90
51.17
50.44
18.46
-0.07
56.70
134.88
350.13
22.41
74.56

0.54
0.57
0.70
0.75
0.77
0.82
0.88
0.98
0.81
0.80
0.66
0.88
0.76

Grafik 28 . Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Karangharjo Kecamatan Kalibaru

Tabel 29 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Songgon Kecamatan Songgon

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
9.52
13.35
9.34
4.45
5.58
1.24
0.75
0.63
2.38
10.54
9.19
9.19
6.35

mm2
265.91
434.81
184.23

95.08
212.42
9.96
10.24
24.86
62.85
127.02
333.67
371.45
177.71

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
45.38
211.72
86.46
27.38
106.99
6.99
1.53
8.00
20.09
103.86
113.01
189.86
76.77

0.40
0.40
0.46
0.64
0.70
0.82
0.91
0.97
0.83
0.89
0.61
0.65
0.69

Grafik 29 . Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Songgon Kecamatan Songgon

Tabel 30 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Alasrejo Kecamatan Wongsorejo

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
7.10
8.48
3.51
1.66
0.41
0.02
0.71
0.00
0.00
0.22
1.36
2.88
2.20

mm2
229.01
338.93
65.82

28.79
13.71
0.07
24.21
0.00
0.00
2.53
50.22
121.91
72.93

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
-1.57
57.94
2.28
7.30
-0.17
0.00
9.72
0.00
0.00
-0.05
-1.32
14.31
7.37

0.67
0.58
0.69
0.85
0.98
0.99
0.98
1.00
1.00
0.98
0.94
0.83
0.87

Grafik 30 . Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Alasrejo Kecamatan Wongsorejo

Tabel 31 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Lemahabangdewo Kecamatan


Rogojampi

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
7.19
11.06
13.30
11.20
3.65
3.55
0.71
1.63
0.08
0.40
1.43
6.29
5.04

mm2
326.95
605.56
595.55

473.05
38.10
79.10
4.87
15.09
0.28
5.95
38.59
153.00
194.67

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
43.18
122.82
43.00
92.20
2.26
26.14
-0.10
1.27
-0.01
-0.17
3.69
15.35
29.14

0.79
0.58
0.43
0.45
0.80
0.84
0.92
0.87
0.98
0.98
0.94
0.83
0.79

Grafik 31 . Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Lemahabangdewo Kecamatan Rogojampi

Tabel 32 . Proporsi Interval Kering pada Sta.Hujan Kalirejo Kecamatan Kabat

Bulan

Rata-rata

Varians

Sat
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nop
Des
Rata-rata

mm
9.46
12.01
7.72
4.66
4.26
0.81
0.26
0.00
1.08
5.95
7.34
9.45
5.25

mm2
187.88
391.65
268.17

100.08
76.79
16.40
4.85
0.00
36.74
532.88
204.47
276.98
174.74

Struktur korelasi
temporal

Proporsi interval
kering

mm2
3.28
32.08
43.00
26.94
31.47
2.39
1.58
0.00
8.45
263.97
43.67
-4.73
37.68

0.45
0.48
0.60
0.73
0.73
0.93
0.98
1.00
0.94
0.89
0.69
0.65
0.75

Grafik 32 . Hubungan Proporsi Interval Kering dan Rata rata Hujan pada Sta.Hujan
Kalirejo Kecamatan Kabat

Desa
: Gambiran
Kecamatan : Gambiran
Koordinat : X: 184242 Y: 9071101

Desa
: Dasri
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 183241 Y: 9072311

Desa
: Tegalsari
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 182274 Y: 9068873

Desa
: Gambiran
Kecamatan : Gambiran
Koordinat : X: 183800 Y: 9071209

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 182687 Y: 9072750

Desa
: Tegalsari
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 182717 Y: 9068544

Desa
: Tegalsari
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 182941 Y : 9068103

Desa
: Karangdoro
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X : 182615 Y : 9067

Desa
: Karangdoro
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat
: X: 182617 Y : 9067215

Desa
: Karangdoro
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 181180 Y: 9067758

Desa
: Karangdoro
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 181183 Y: 9067426

Desa
: Karangdoro
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 181511 Y: 9067760

Desa
: Karangdoro
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 181185 Y: 9067094

Desa
: Karangdoro
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 181176 Y: 9068311

Desa
: Karangdoro
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 181748 Y: 9065548

Desa
: Setail
Kecamatan : Genteng
Koordinat : X: 183777 Y: 9074308

Desa
: Setail
Kecamatan : Genteng
Koordinat : X: 183333 Y: 9074858

Desa
: Setail
Kecamatan : Genteng
Koordinat : X: 183107 Y: 9075521

Desa
: Setail
Kecamatan : Genteng
Koordinat : X: 182778 Y: 9075297

Desa
: Gentengkulon
Kecamatan : Genteng
Koordinat : X: 185741 Y: 9077200

Desa
: Dasri
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 183227 Y: 9074193

Desa
: Setail
Kecamatan : Genteng
Koordinat : X: 182885 Y: 9075740

Desa
: Setail
Kecamatan : Genteng
Koordinat : X: 183775

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X: 182345

Y: 9074640

Y: 9074187

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 196402 Y: 9097863

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 195851

Y: 9097748

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 195192 Y: 9097412

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 196183

Y: 9097529

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 195520 Y: 9097746

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 195736

Y: 9098412

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 195295 Y: 9098408

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 196508

Y: 9098417

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 197168 Y: 9098753

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 194419

Y: 9097517

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 194090 Y: 9097183

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 194750 Y: 9097519

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X: 197610 Y: 9098646

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X : 196840Y : 9098308

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X : 195186Y : 9098186

Desa
: Tamansari
Kecamatan : Licin
Koordinat : X : 194635Y : 9098183

Desa
: Kampunganyar
Kecamatan : Glagah
Koordinat : X : 198281Y : 9097211

Desa
: Tegalarum
Kecamatan : Sempu
Koordinat : X : 186511Y : 9077427

Desa
: Tegalguruh
Kecamatan : Sempu
Koordinat : X : 187098Y : 9087836

Desa
: Tegalguruh
Kecamatan : Sempu
Koordinat : X : 188560Y : 9083751

Desa
: Setail
Kecamatan : Genteng
Koordinat : X : 184411Y : 9078187

Desa
: Tegalsari
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X : 187140Y : 9066695

Desa
: Gambiran
Kecamatan : Gambiran
Koordinat : X : 184585Y : 9069333

Desa
: KArangdoro
Kecamatan : Tegalsari
Koordinat : X : 181535Y : 9064440

Desa
: Gambiran
Kecamatan : Gambiran
Koordinat : X : 184136Y : 9070436

Desa
: Kalipuro
Kecamatan : Kalipuro
Koordinat : X : 210520Y : 9097514

Desa
: Ketapang
Kecamatan : Kalipuro
Koordinat : X : 207160Y : 9105350

Desa
: Bangsring
Kecamatan : Wongsorejo
Koordinat : X : 207139Y : 9108559

Desa
: Watukebo
Kecamatan : Wongsorejo
Koordinat : X : 206958Y : 9119514

Desa
: Watukebo
Kecamatan : Wongsorejo
Koordinat : X : 206411Y : 9118847

Desa
: Ketapang
Kecamatan : Kalipuro
Koordinat : X : 211725Y : 9098739

Desa
: Ketapang
Kecamatan : Kalipuro
Koordinat : X : 211726Y : 9098518

Desa
: Ketapang
Kecamatan : Kalipuro
Koordinat : X : 211501Y : 9099180

Desa
: Ketapang
Kecamatan : Kalipuro
Koordinat : X: 208157 Y: 9104692

Desa
: Ketapang
Kecamatan : Kalipuro
Koordinat : X : 210702Y : 9103491

Desa
: Ketapang
Kecamatan : Kalipuro
Koordinat : X : 212029Y : 9102947

Desa
: Ketapang
Kecamatan : Kalipuro
Koordinat : X : 211933Y : 9100733

Desa
: Kluncung
Kecamatan : Licin
Koordinat : X : 192664Y : 9096177

Desa
: Kluncung
Kecamatan : Licin
Koordinat : X : 192666Y : 095845

Desa
: Kluncung
Kecamatan : Licin
Koordinat : X : 192893Y : 9094850

Desa
: Pakel
Kecamatan : Licin
Koordinat : X : 193122Y : 9093745

Desa
: Kluncung
Kecamatan : Licin
Koordinat : X : 192441Y : 9096397

Desa
: Tegalarum
Kecamatan : Sempu
Koordinat : X : 186286Y : 9077979

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189795Y : 9096378

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189255Y : 9094714

Desa
: Jambewangi
Kecamatan : Sempu
Koordinat : X : 185907Y : 9084728

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189251Y : 9095267

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189917Y : 9094719

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189588Y : 9094384

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189701Y : 9093942

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189705Y : 9093500

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190695Y : 9093839

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190587Y : 9093506

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190368Y : 9093283

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190482Y : 9092730

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190264Y : 9092397

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190150Y : 9092839

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190581Y : 9094391

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190467Y : 9094833

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190464Y : 9095276

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190240Y : 9095828

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 190572Y : 9095609

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189583Y : 9095048

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189577Y : 9095934

Desa
: Bayu
Kecamatan : Songgon
Koordinat : X : 189465Y : 9096265

Anda mungkin juga menyukai