Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Di Indonesia komoditas hortikultura yang meliputi tanaman sayuran, buahbuahan, dan tanaman hias merupakan salah satu pemicu pertumbuhan ekonomi
baru pada sektor pertanian. Bahkan beberapa produk komoditas sayuran Indonesia
telah menjadi mata dagang ekspor dan sumber devisa negara. Oleh karena itu,
produksi, produktivitas, dan kualitas sayuran nasional perlu ditingkatkan terutama
untuk jenis sayuran potensial yang selama ini belum mendapat perhatian.
Salah satu jenis komoditas sayuran potensial yang layak dikembangkan secara
intensif dalam skala agribisnis adalah bawang daun (Allium fistulosum L.).
Tanaman daun bawang memiliki ciri khas dan bentuk yang unik, menurut
(Cahyono, 2005) berbentuk bulat memanjang, berlubang menyerupai pipa, dan
bagian ujungnya meruncing. Daun berwarna hijau muda sampai hijau tua dan
permukaan daun halus. Tanaman ini diduga berasal dari kawasan Asia Tenggara,
kemudian meluas ditanam di berbagai daerah (Negara) yang beriklim tropis
maupun subtropis.
Bawang daun merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang digunakan
sebagai bahan penyedap rasa (bumbu) dan bahan campuran sayuran lain pada
beberapa jenis makanan populer di Indonesia, seperti soto, sup, campuran bumbu
mi instan, dan penyedap jenis makanan lainnya. Tanaman yang masuk dalam
keluarga Alliaceae ini memiliki kandungan kandungan vitamin A, K dan C tinggi,
asam folat, kalsium, potassium, protein, lemak, karbohidrat, serat dan rendah
kalori sehingga bermanfaat bagi kesehatan diantaranya meningkatkan sistim
kekebalan
tubuh,
menjaga
kesehatan
mata,
menyehatkan
pencernaan,
menyehatkan jantung.
Kandungan kimia daun bawang yang utama adalah saponin, tanin dan minyak
atsiri sehingga sangat bermanfaat untuk kesehatan. Saponin dan tanin dalam Daun
bawang memiliki manfaat utama sebagai anti bakteri. Menurut Robinson, 2005
dalam Rina Purwatiningsih, 2015 senyawa saponin dapat bekerja sebagai
bakteriostatik dengan cara merusak membran sitoplasma. Dari latar belakang
tersebut peneliti akan melakukan penelitian dengan judul UJI AKTIVITAS
EKSTRAK SOXHLETASI DAUN BAWANG (Allium fistulosum L) TERADAP
BAKTERI Staphylococcus aureus.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauaan Pustaka
2.1.1 Tanaman Daun Bawang
1. Sejarah Tanaman Daun Bawang
Bawang daun diduga berasal dari daerah Asia Tenggara (Cina dan Jepang)
yang memiliki iklim panas (tropis). Pada mulanya, tanaman bawang daun tumbuh
secara liar. Kemudian secara berangsur-angsur sesuai dengan perkembangan
peradaban manusia tanaman ini dibudidayakan sebagai bahan sayur (daun dan
batang) dan bahan obat (akar, batang dan daun). Di Indonesia, budidaya bawang
daun pada mulanya terpusat di pulau Jawa (Jawa Barat dan Jawa Timur), terutama
di daerah dataran tinggi
Cipanas, Cianjur, Lembang (Bandung) dan Malang (Jawa Timur) (Cahyono 2005 :
12).
Bawang daun (Allium sp) merupakan tanaman setahun yang berbentuk
rumput. Disebut bawang daun karena bagian yang dikonsumsi hanyalah daunnya
atau bagian daun yang masih muda. Pangkal daunnya membentuk batang semu
dan bersifat merumpun.
Secara morfologi, bagian atau organ- organ penting bawang daun ( bawang
bakung) adalah sebagai berikut (Cahyono, 2005 : 13 - 15):
a. Akar
Bawang daun berakar serabut pendek yang tumbuh dan berkembang ke semua
arah di sekitar permukaan tanah. Tanaman ini tidak mempunyai akar tunggang.
Perakaran bawang daun cukup dangkal, antara 8- 20 cm. Perakaran bawang daun
dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur,
mudah menyerap air, dan kedalaman tanah (solum tanah) cukup dalam. Akar
tanaman berfungsi sebagai penopang tegaknya tanaman dan alat untuk menyerap
zat- zat hara dan air.
b. Batang
Bawang daun ( bawang bakung) memiliki dua macam batang, yaitu batang
sejati dan batang semu. Batang sejati berukuran sangat pendek, berbentuk cakram,
dan terletak pada bagian dasar yang berada di dalam tanah. Batang yang tampak
di permukaan tanah merupakan batang semu, terbentuk (tersusun) dari pelepahpelepah daun ( kelopak daun) yang saling membungkus dengan kelopak daun
yang lebih muda sehingga kelihatan seperti batang. Batang semu berwarna putih
atau hijau keputih- putihan dan berdiameter antara 1- 5 cm, tergantung pada
varietasnya. Batang sejati dan batang semu bawang daun bersifat lunak ( tidak
keras). Fungsi batang bawang daun, selain sebagai tempat tumbuh daun dan
organ- organ lainnya, adalah sebagai jalan untuk mengangkut zat hara ( makanan)
dari akar ke daun dan sebagai jalan untuk menyalurkan zat- zat hasil asimilasi ke
seluruh bagian tananaman.
c. Daun
Daun tanaman bawang daun berbentuk bulat, memanjang, berlubang
menyerupai pipa, dan bagian ujungnya meruncing. Bawang prei (Allium
ampeloprasum L.) memiliki daun berbentuk pipih memanjang, tidak membentuk
rongga ( seperti pita), dan ujungnya meruncing. Ukuran panjang daun sangat
bervariasi antara 18- 40 cm, tergantung pada varietasnya. Daun berwarna hijau
muda sampai hijau tua dan permukaan daun halus. Daun tanaman bawang daun
merupakan bagian tanaman yang dikonsumsi ( dimakan) sebagai bumbu atau
peyedap sayuran dan memiliki rasa agak pedas (Jw: semriwing) . Daun juga
berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesis dan hasil fotosintesis
tersebut digunakan untuk pertumbuhan tanaman.
d. Bunga
Bunga bawang daun tergolong bunga sempurna ( bunga jantan dan betina
terdapat pada satu bunga). Bunga secara keseluruhan berbentuk payung majemuk
atau payung berganda ( umbrella composita) dan berwarna putih. Tangkai tandan
bunga keluar dari dasar cakram, merupakan tunas inti yang pertama kali muncul
seperti halnya daun biasa, namun lebih ramping, bulat, bagian ujungnya
membentuk kepala yang meruncing seperti tombak, dan terbungkus oleh lapisan
daun ( seludang). Bila seludang telah membuka, akan tampak kuncup- kuncup
bunga beserta tangkainya. Dalam setiap tandan bunga terdapat 68- 83 kuntum
bunga. Panjang tangkai tandan bunga dapat mencapai 50 cm atau lebih, sedangkan
panjang tangkai bunga berkisar antara 0,8- 1,8 cm. Kuntum- kuntum bunga
terletak pada bidang lengkung yang sama karena tangkai- tangkai bunga hampir
sama panjangnya. Bunga bawang daun mekar dari luar ke arah pusat.
STERILISASI
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan proses penghilangan smua jenis
organisme hidup, dalam hal ini adalah mikroorganime ( protozo, fungi, bakteri,
mycoplasma, virus yang terdapat pada di dalam suatu benda. Proses ini
melibatkan aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan untuk
membunuh atau menghilangkan mikroorganisme.
Sterilisasi dideasin untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme.
Target
suatu
metode
inaktivasi
tergantung
dari
metode
dan
tipe
mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme memiliki sensitivitas yang berbedabeda terhadap metode sterilisasi tertentu.
Metode sterilisasi dibagi menjadi dua, yaitu metode fisik dan metode kimia.
Metode sterilisasi kimia dilakukan dengan menggunakan bahan- bahan kimia,
sedangkan metode sterilisasi fisik dapat dilakukan dengn cara panas baik kering
maupun panas basah, radiasi, dan filtrasi.
a. Metode sterilisasi fisik
Metode sterilisasi panas merupakan metode yang paling dapat dipercaya dan
banyak digunakan. Metode sterilisasi ini digunakan kelembapan digunakan
metode sterilisasi panas kering pada temperatur 160- 180C, sedangkan untuk
bahan yang resisten kelembapan digunakan metode sterilisasi panas basah pada
temperatur 115- 134C. Sterilisasi panas kering berfungsi untuk mematikan
organisme dengan cara mengoksidasi komponen sel ataupun mendenaturasi
enzim.
b. Metode Sterilisasi Kimia
Metode sterilisasi kimia dilakukan untuk bahan- bahan yang rusak bila
disterilkan pada suhu tinggi. Metode sterilisasi kimia dapat dilakukan dengan
menggunkan gas ( dengan cara fumigasi atau pengasapan) atau radiasi. Beberapa
bahan kimia yang dapat digunakan untuk sterilisasi gas adalah etilen oksida, gas
formaldehid, asam prasetat, dan glutaraldehid alkalin. Sterlisasi kimia dapat juga
dilakukan dengan penggunaan cairan desinfektan berupa senyawa aldehid,
hipoklorit, fenolik, alkohol.
protein
mikroorgnisme,
melarutkan
lipid
dari
membran
Staphylococcus aureus
Bakteri adalah kelompok membran organisme yang tidak memiliki membran
inti sel. Organisme ini termasuk ke dalam domain prokariota dan berukuran
sangat kecil, serta memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi. Beberapa
kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi dan penyakit.
Eubactria
Phylum
Firmicutes
Class
Bacilli
Ordo
Bacillales
Family
Staphyloccaceae
Genus
Staphylococcus
Spesies
Staphylococcus aureus
2. Morfologi
Staphylococcus adalah sel yang berbentuk bola dengan garis tengah sekitar 1 ..
dan tersusun dalam kelompok tak beraturan. S. aureus dapat ditemukan di kulit
dan di hidung manusia, dan ada kalanya menyebabkan infeksi dan sakit parah.
Staphylococcus aureus juga penyebab intoksitasi dan terjadinya berbagai macam
infeksi seperti jerawat, bisul, juga pneumonia, empiema, endokarditis, atau
penanahan pada bagian tubuh mana pun. Ciri khas infeksi yang disebabkan oleh
S. aureus adalah radang supuratif ( bernanah) pada jaringan lokal dan cenderung
menjadi abses ( Jawetz, 1996).
Kuman ini bebentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak
teratur mungkin sisinya agak rata karena tertekan. Pada sediaan langsung yang
berasal dari tanah dapat terlihat sendiri, berpasangan, menggerombol dan bahkan
dapat tersusun seperti rantai pendek. Susunan gerombolan yang tidak teratur
biasanya ditemukan pada sediaan yang dibuat pada perbenihan padat, sedangkan
pada perbenihan kaldu biasanya ditemukan tersendiri atau tersusun sebagai ranitai
pendek.
Kuman ini tidak bergerak, tidak berspora dan positif Gram. Hanya kadangkadang yng negatif Gram dapat ditemukan pada bagian tengah gerombolan
kuman, pada kuman yang telah difagositasis dan pada biakan tua yang hapir mati
(Warsa 1994: 103).
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri
METODE PENELITIAN
2. Variabel Terkontrol
Variabel terkontrol dalam penelitian ini adalah lokasi pengambilan (daun
bawang), berat sampel, medium biakan bakteri, suhu dan waktu, metode
soxhletasi.
3. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah daya hambat bakteri
Staphylococcus aureus.
1. Pengambilan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari simpisia nabati
yaitu daun bawang (Allium Fistulosum) yang diperoleh dari.....
Pengumpulan bahan berkhasiat perlu diperhatikan untuk mendapatkan bahan obat
yang terbaik dari tanaman, pengambilan dilakukan saat daun masih muda dan
belum terlalu tua. Daun yang sudah dikumpulkan dicuci bersih dengan air
mengalir untuk menghilangkan semua kotoran yang melekat pada tanaman.
Sedangkan bakteri Staphylococcus aureus yang digunakan untuk uji penelitian
ini
diperoleh
dari
Laboratorium Terpadu
Fakultas
Biologi
Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
2. Pengeringan Sampel
Bahan yang akan dikeringkan dicuci dibawah air mengalir untuk
menghilangkan taah dan kotoran lain kemudian daun ditiriskan dan dikeringkan di
udara terbuka terlindung sinar matahari. Pengeringan bertujuan untuk mengurangi
kadar air sehingga mencegah terjadinya perubahan kimiawi yang menurunkan
mutu dan untuk menghindari pertumbuhan jamur dan bakteri. Bahan yang telah
dikeringkan akan memudahkan proses penyerbukan (Harborne 1987; Ansel 1989).
3. Pembuatan serbuk
5. Uji bebas ethanol 70% ekstrak daun bawang (by internet cari )
6. Identifikasi kandungan kimia serbuk dan ekstrak daun bawang
Identifikasi kandungan kimia dimaksudkan untuk menetapkan kebenaran
kandungan kimia yang terdapat dalam bawang. Identifikasi kandungan senyawa
yaitu, saponin, tanin dan minyak atsiri menggunakan dasar buku MMI (1989) dan
dibuktikan di laboratorium Fitokimia Farmasi Politeknik Harapan Bersama.
Identifikasi kandungan kimia tersebut meliputi :
1) Uji Tanin
Ekstrak sebanyak 5 ml ditambah 5 tetes FeCI 3 1%. apabila berwarna hijau
kehitaman menujukan adanya tanin.
ditetesi minyak mersii kemudian diamati dengan mikroskop. Bakteri Gram positif
ditunjukan dengan warna ungu, sedangkan baktri Gram negeetif zat warna yang
diperoleh warna merah.
Bakteri Saphylococcus aureus diinokulasikan pada medium VJA akan
menghasilkan warna khas yaitu koloni berwarna hitam.
Pada bakteri Saphylococcus aureus identifikasi secara biokimia ada dua yaitu
katalase dan koagulase. Uji katalase dapat dibuat dengan cara mencampurkan 0.5
ml H2O2 3% dengan 1 ose bakteri Saphylococcus aureus. Hasil positif akan
terbentuk gelembung udara atau buih pada Saphylococcus aureus.
Uji koagulase dapat dilakukan dengan cara menyiapkan plasma sebanyak 0.5
ml ditambahkan 1 ose biakan bakteri Saphylococcus aureus dan diinkubasi
dengan suhu 37 C selama 1 sampai 4 jam. Reaksi positif akan terlihat
penjendalan, bila tidak terjadi penjendalan maka reaksi negatif.
tabung berikutnya hingga tabung 11, dari tabung 11 diambil sebanyak 1 ml dan
dibuang. Menambahkan 1ml suspensi bakteri yang akan diperiksa yang telah
diencerkan 1 : 1000 dari tabung 2 hingga tabung 11. tabung terakhir berisi 2 ml
suspensi bakteri yang digunakan sebagai kontrol biakan ( kontrol positif ). semua
tabung diinkubasikan dalam suhu 37 C selama 24 - 48 jam, kemudian diamati
kekeruhannya pada tabung dengan membandingkan tabung 1 sebagai kontrol
negatif, dan tabung 12 sebagai kontrol positif.
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) ditentukan berdasarkan tabung reaksi yang
tidak menunjukkan kekeruhan yang dapat diamati secara visual. Untuk
mengetahui dan membedakan secara pasti Konsentrasi Hambat Minimum dan
Konsentrasi Bunuh Minimum diperlukan data apakah bakteri yang terdapat pada
tabung reaksi yang tidak menunjukkan gejala kekeruhan dapat tumbuh kembali
atau tidak, maka diinokulasikan pada Media VJA untuk bakteri Staphylococcus
aureus dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu 37 C selama 24- 48 jam.
Konsentrasi Bunuh Minimum ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan
bakteri pada medium VJA untuk bakteri Staphylococcus aureus.