Studi mengenai perkembangan dari sebuah kota tidak dapat dilepaskan dari
studi mengenai sejarah industrialisasi kota yang bersangkutan. Sebagian besar kotakota
di
dunia
mengalami
perkembangan
yang
signifikan
setalah
masa
indurstrialisasinya. Sebagai contoh adalah kota London di Inggris yang mana mulai
mengalami kemajuan pesat pada abad ke-18 saat industrialisasi sedang gencar
dilakukan. Hal yang sama juga terjadi pada kota-kota di Indonesia meskipun tingkat
perkembangan dan jangka waktu yang diperlukan cenderung berbeda dengan kotakota di Negara barat. Salah satu kota di Indonesia yang berkembang akibat peran
dari industrialisasi adalah kota Gresik.
Kota Gresik secara administrative adalah salah satu kabupaten di provinsi
Jawa Timur. Menurut Purnawan Basundro (2001), urban development kota Gresik
merupakan hasil dari keberadaan industry-industri yang berkembang di wilayah
tersebut. Apabila ditilik dari sejarahnya, kota Gresik memang pernah menjadi salah
satu kota yang berpengaruh di Indonesia. Sebagai salah satu kota tua yang bahkan
pernah disebutkan dalam sejarah Majapahit, Gresik pernah menjadi pusat kegiatan,
khususnya dalam kegiatan perdagangan karena adanya pelabuhan Gresik yang
beroperasi pada abad ke-18. Kota Gresik pada abad itu dianggap merupakan tempat
yang cukup strategis dalam pelayaran internasional untuk berlabuhnya kapal-kapal
dari mancanegara pada masa kejayaan VOC. Gresik kala itu dijadikan sebagai salah
satu kabupaten bersama dengan Lamongan dan Sedayu. Namun, seiring dengan
jatuhnya VOC dan penjajahan Belanda yang mulai kacau akibat munculnya perang
dunia, banyak pelabuhan di Indonesia yang ditutup, salah satunya adalah pelabuhan
di kota Gresik karena dianggap kurang strategis. Penutupan dari pelabuhan tersebut
membawa dampak perekonomian dan juga social budaya di wilayah Gresik, dari
awalnya merupakan pusat kota, Gresik berubah menjadi kota yang stagnan tanpa
perkembangan hingga abad ke-19. Terlebih lagi, pada tahun 1934, status Gresik
sebagai Karesidenan atau kabupaten dihapus dan diganti oleh Surabaya.
Perkembangan kota Gresik kembali muncul pada tahun 1953, saat didirikan
pabrik semen Gresik di daerah tersebut. Keadaan masyarakat Gresik pada kala itu
masih berada pada sector agraris dan wiraswasta khususnya pada kerajinan. Tingkat
pendidikan
masyarakatnya
juga
masih
rendah.
Purnawan
Basundro(2001)
mengemukakan bahwa pada saat itu ada dua respon masyarakat Gresik terhadap
pembangunan pabrik semen Gresik. Respon pertama adalah apriori. Respon ini
diberikan oleh sebagian masyarakat wiraswasta dengan keadaan ekonomi yang
cukup baik. Menurut mereka, keberadaan pabrik semen Gresik tidak membawa
dampak karena mereka tidak mau bekerja pada pabrik tersebut dikarenakan
kepercayaan mereka yang lebih suka bekerja sendiri dibanding menjadi buruh orang
lain. Respon kedua adalah pasif, respon ini diberikan oleh masyarakat yang berada
pada batar luar Gresik yang didominasi oleh pedesaan dengan kegiatan bercocok
tanam yang intensif. Mereka kebanyakan berpendidikan rendah, sehingga
keberadaan pabrik semen Gresik tidak dapat memberikan mereka pekerjaan yang
lebih baik.
Melihat dari segi sejarah kota Gresik yang disajikan oleh penulis dari
berbagai sumber tersebut, maka dapat di simpulkan bahwa Gresik saat itu hanyalah
sebagai daerah kantong ekonomi, seperti yang diistilahkan oleh Anne Booth. Daerah
kantong ekonomi ini semata-mata hanya daerah industry yang menarik tenaga kerja
dari daerah luar, mengeksploitasi daerah kantong, dan kemudian mengirimkan hasil
barang ke daerah luar lagi untuk pendapatan yang juga akan dikirimkan ke daerah
luar. Daerah yang semacam ini biasanya hanya akan mendapatkan dampak polutan
dan pencemaran lingkungan saja, seperti kasus Freeport di Papua. Terbukti dengan di
klasifikasikannya daerah Gresik menjadi kawasan industry berpolutan tinggi karena
berada pada tepi laut Jawa.
Apabila mengacu pada Hendarto (1997), istilah perkembangan kota (urban
development) dapat diartikan sebagai suatu perubahan menyeluruh, yaitu yang
menyangkut segala perubahan di dalam masyarakat kota secara menyeluruh, baik
perubahan sosial ekonomi, sosial budaya, maupun perubahan fisik. Dari pernyataan
tersebut
teori
mengenai
berkembangnya
kota
Gresik
dikarenakan
peran
industrialisasi oleh Purnawan Basundro maka dapat dikatakan sebagai benar adanya.
Kota Gresik mengalami perubahan social ekonomi, yakni dimana masyarakat yang
pada awalnya lebih berkonsentrasi pada sector agriculture dan kerajinan tangan
bertransformasi menjadi sector industry dan jasa. Pada segi social budaya, kota
Gresik juga telah berubah dari daerah yang tradisional menjadi pusat kota dengan
berbagai fasilitasnya, begitu pun dengan gaya hidup dari masyarakat Gresik sendiri.
Kemudian dari segi fisik, kota Gresik telah banyak mengalami perluasan. Tempattempat yang pada awalnya merupakan lahan terbuka telah banyak digunakan dalam
pembangunan, begitu pun dengan perkampungan di perbatasan Gresik telah berubah
masuk ke kawasan urban.
Daftar Pustaka
Alfana, M. A. F., Giyarsih, S. R., Aryekti, K., & Rahmaningtias, A. (2016). FERTILITAS
DAN MIGRASI: KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN UNTUK MIGRAN DI KABUPATEN
SLEMAN. NATAPRAJA, 3(1).
ANGGLENI, A., Rini Rachmawati, M. T., & Giyarsih, S. R. (2015). KINERJA PELAYANAN
PENGURUSAN KARTU TANDA PENDUDUK ELEKTRONIK (KTP-el) DI KECAMATAN
RAMBANG DANGKU KABUPATEN MUARA ENIM (Doctoral dissertation, Universitas
Gadjah Mada).
DWIHATMOJO, R., Luthfi Muta'ali, M. T., & Giyarsih, S. R. (2015). Kajian Ruang
Terbuka Hijau di Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan (Doctoral dissertation,
Universitas Gadjah Mada).
Febriyanti, A. D., & Ariastita, P. G. (2013). Optimasi Penggunaan Lahan Perkotaan di
Kawasan Perkotaan Mejayan Kabupaten Madiun. Jurnal Teknik ITS, 2(2), C123-C128.
Hidayat, O., & Giyarsih, S. R. (2012). Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Universitas Gadjah
Mada Tentang Bahaya Penyakit AIDS. Jurnal Bumi Indonesia, 1(2).