Anda di halaman 1dari 20

ATELEKTASIS

(penyakit pernafasan restriktif, penyakit parenkim paru)


Definisi
Dari bahasa yunani, ateles (incomplete) dan ekstasis (expansion=pengembangan).
1. Ketidaksempurnaan pengembangan sebagian atau seluruh paru
2. Tidak adanya udara/mengempisnya (kolapsnya) sebagian atau seluruh paru atau
alveolus yang pernah mengembang sehingga tidak mengandung udara yang dapat
berperan dalam pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas
permukaan yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang.
Epidemiologi
- Frekuensi: Atelektasis Post-operative sangatlah sering dijumpai di US. Selain itu,
atelektasis 1 lobus (lobar atelectasis) juga sering dijumpai. Detail insidensi dan prevalensi
kasus atelektasis sendiri tidak didokumentasikan dengan baik
- Mortalitas dan morbiditas: angka kematian pasien tergantung pada penyebab yang
mendasari terjadinya atelektasis.
- Usia: rata-rata usia 60 tahun.
Ras dan sex: tidak terdapat predileksi ras dan sex.
Etiologi
1. Bronkus tersumbat, penyumbatan bisa berasal dari dalam bronkus (tumor bronkus,
beda asing, cairan sekresi yang massif) dan penyumbatan bronkus akibat penekanan
dari luar bronkus (tumor sekitar bronkus, kelenjar membesar).
2. Tekanan ekstrapulmoner, biasa diakibatkan oleh pneumotoraks, cairan pleura,
peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga toraks, dan tumor
intratoraks tapi ekstrapulmoner (tumor mediastinum).
3. Paralisis atau paresis gerak pernafasan, akan menyebabkan perkembangan paru yang
tidak sempurna, misal pada kasus poliomyelitis atau kelainan neurologic lainnya.
Gerak nafas yang terganggu akan mempengaruhi kelancaran pengeluaran sekret
bronkus dan akan menyebabkan penyumbatan.
4. Hambatan gerak pernafasan oleh kelainan pleura atau trauma toraks yang menahan
rasa sakit. Keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret bronkus.
Klasifikasi
a. Berdasarkan penyebabnya (menurut Eliabeth J. Corwin, 2009):
- Atelektasis absorpsi (obstruksi) terjadi karena obstruksi total saluran napas
sehingga udara tidak dapat masuk ke parenkim distal, akibatnya oksigen yang terjerat
akan diabsorbsi di dalam alveoli. Jaringan paru yang terkena atelektasis akan kolaps,
tetapi aliran darah melalui jaringan ini tidak terganggu. Kemudian semenjak volume
paru mengecil, maka mediastinum akan tertarik ke arah jaringan paru yang
mengalami atelektasis. Secara prinsip, atelektasis absorpsi disebabkan oleh :
1)
Sekresi berlebihan misalnya gumpalan lendir, atau eksudat dalam bronkioli dan
sering ditemukan pada penyakit asma bronkial, bronkitis kronik, bronkiektasis,
dan keadaan-keadaan post operasi.
2) Aspirasi benda-benda asing
3)
Neoplasma di dalam saluran bronkial dapat menyebabkan obstruksi subtotal.
Juga dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang menurunkan pembentukan atau
konsentrasi surfaktan. Tanpa surfaktan, tegangan permukaan alveolus sangat tinggi
sehinigga memungkinkan kolapsnya alveolus.
1

- Atelektasis kompresi terjadi akibat penekanan terhadap substansi paru. Dapat


terjadi bila rongga pleura sebagian atau seluruhnya terisi dengan eksudat cairan,
darah, tumor, atau udara (pneumotoraks), atau dengan pneumotoraks tension
bilamana tekanan udara masuk dan mengancam fungsi paru-paru serta mediastinum.
Bentuk atelektasis kompresi biasanya dijumpai pada penyakit payah jantung dengan
efusi pleura, dan pada penderita yang mengalami efusi pleura akibat mengidap
penyakit neoplasma (tumor). Selain itu, pada penyakit peritonitis atau abses
subdiafragma dapat menyebabkan diafragma terangkat ke atas dan mencetuskan
terjadinya atelektasis basal. Pada atelektasis kompresi mediastinum bergerak
menjauhi atelektasis
b. Tipe :
- Atelektasis Neonatorum (atelektasis primer) banyak pada bayi prematur karena
pusat pernapasan dalam otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas,
adanya penurunan produksi surfaktan, serta kerusakan pada sel pneumosit tipe II
yang menghasilkan surfaktan.
- Atelektasis Acquired atau didapat (atelektasis sekunder) kolapsnya alveolus
yang sebelumnya terbuka
Faktor resiko
- Pneumothoraks meningkatkan resiko terjadi atelektasis kompresi
- pasca pembedahan (abdomen, thoraks) meningkatkan resiko terjadi atelektasis
absorpsi karena efek anestesi yang menyebabkan terbentuknya mukus serta
keengganan membatukkan mukus yang terkumpul pasca pembedahan, terutama
pembedahan daerah abdomen atau toraks karena batuka akan menimbulkan nyeri
yang sangat hebat.
- tirah baring lama setelah pembedahan meningkatkan resiko terjadi atelektasis
absorpsi karena akan menyebabkan pengumpulan sekret mukus di daerah
dependen paru sehingga ventilasi daerah tersebut berkurang.
- bayi prematur meningkatkan resiko terjadi atelektasis absorpsi.
- Obesitas lemak pada bagian abdomen bisa menyebabkan terjadinya peninggian
diafragma sehingga terjadi tekanan ekstrapulmoner.
Gejala klinik
Keluhan yang muncul tergantung pada kecepatan oklusi bronkus, luasnya area yang terkena,
dan ada tidaknya infeksi, bisa asimptomatik bila perjalanannya perlahan atau tidak mengenai
bagian yang luas.
1. Adanya riwayat operasi paru/abdomen
2. Gangguan pernafasan (sesak nafas /dispnea) apabila atelektasis mengenai area
yang luas sehingga terjadi hipoksemia, terjadi peningkatan kerja pernafasan akibat
meningkatnya resistensi elastik paru-paru
3. Nyeri dada diduga akibat adanya tarikan pada pleura parietalis karena adanya
perlekatan dengan pleura viseralis, bisa terjadi berhubungan dengan kelainan yang
mendasari atelektasis (misalnya nyeri dada akibat cedera/operasi), atau kelainan
sebagai akibat dari atelektasis (misalnya nyeri dada dengan nafas yang dalam pada
pneumonia).
4. Napas pendek karena adanya sesak nafas atau nyeri dada
2

5. Sianosis peningkatan jumlah absolute hemoglobin tereduksi (hemoglonin yang


tidak berikatan dengan oksigen) karena rendahnya kadar oksigen
6. Batuk mekanisme pertahanan apabila ada rangsangan mekanik, kimia, maupun
peradangan
7. Jika disertai infeksi bisa terjadi demam dan peningkatan denyut jantung, kadang
sampai terjadi shock
Patofisiologi
a. Atelektasis absorpsi
Obstruksi saluran nafas menghambat masuknya udara ke dalam alveolus yang
terletak distal terhadap sumbatan. Apabila aliran masuk udara ke dalam alveolus
dihambat, udara yang sedang berada dalam alveolus akhirnya berdifusi keluar dan
alveolus kolaps. Atelektasis absorpsi dapat disebabkan oleh obstruksi bronkus
intrinsik atau ekstrinsik.Obstruksi bronkus intrinsik paling sering disebabkan oleh
secret atau eksudat yang tertahan. Tekanan ekstrinsik pada bronkus biasanya
disebabkan oleh neoplasma, pembesaran kelenjar getah benih, aneurisma, atau
jaringan parut.
Di dalam jaringan, normalnya O2 akan lebih banyak diambil daripada
melepaskan CO2 sehingga penurunan tekanan parsial O2 akan lebih besar daripada
peningkatan tekanan parsial CO2. Oleh karena itu, darah akan mengambil lebih
banyak O2 dari alveolus daripada menambah CO2 sehingga volume alveolus
berkurang. Akibatnya, konsentrasi N2 alveolus akan meningkat dan sejalan dengan
gradient konsentrasi akan berdifusi ke dalam darah. Akhirnya, keseluruhan volume
alveolus direabsorpsi. Proses ini dapat diperlambat dengan menurunkan konsentrasi
O2 alveolus dan konsentrasi pembuluh darah berikutnya. Ventilasi dengan O 2 dapat
membantu pembentukan atelektasis karena pengambilan O2 akan meningkat akibat
tekanan parsial O2 yang tinggi di alveolus tanpa disertai konstriksi pembuluh darah.
Mekanisme pertahanan fisiologik yang bekerja mempertahankan sterilitas
saluran nafas bagian bawah bertindak mencegah atelektasis dengan menghalangi
terjadinya obstruksi. Mekanisme-mekanisme yang beperan yaitu silia yang dibantu
oleh batuk untuk memindahkan sekret yang berbahaya ke dalam faring
posterior. Mekanisme lain yang bertujuan mencegah atelektasis adalah ventilasi
kolateral. Hanya inspirasi dalam saja yang efektif untuk membuka pori-pori Kohn dan
menimbulkan ventilasi kolateral ke dalam alveolus disebelahnya yang mengalami
penyumbatan (dalam keadaan normal absorpsi gas ke dalam darah lebih mudah
karena tekanan parsial total gas-gas darah sedikit lebih rendah daripada tekanan
atmosfer akibat lebih banyaknya O2 yang diabsorpsi ke dalam jaringan daripada CO2
yang diekskresikan). Selama ekspirasi, pori-pori Kohn menutup, akibatnya tekanan
dalam alveolus yang tersumbat meningkat, sehingga membantu pengeluaran sumbat
mukus. Bahkan, dapat dihasilkan gaya ekspirasi yang lebih besar yaitu sesudah
bernafas dalam, glotis menutup dan kemudian terbuka tiba-tiba seperti pada proses
batuk normal. Sebaliknya proi-pori Kohn tetap tertutup sewaktu inspirasi dangkal
sehingga tidak ada ventilasi kolateral menuju alveolus yang tersumbat. Tekanan yang
memadai tidak tercapai. Absorpsi gas-gas alveolus ke dalam alirah darah berlangsung
terus, dan mengakibatkan kolaps alveolus. Dengan keluarnya gas dari alveolus, maka
tempat yang kosong itu sedikit demi sedikit terisi cairan edema.
3

(jadi intinya karena ada sumbatan ga ada udara yang bisa masuk ke alveolus tapi
udara tetep ditarik terus ke pembuluh darah, nah lama-lama kolaps alveolusnya.
Sebenernya ada mekanisme pertahanan yaitu ventilasi kolateral. Dimana pori-pori
kohn bakal ngebuka saat ada inspirasi dalam dan menimbulkan ventilasi kolateral ke
dalam alveolus di sebelahnya yang mengalami penyumbatan. Tapi di sini ga bisa
terjadi inspirasi dalam, bisa karena nyeri saat tarik nafas atau sedasi, pori-pori kohn ga
kebuka yang akhirnya alveolus tetap kolaps)
b. Atelektasis kompresi
Terjadi akibat adanya tekanan ekstrinsik pada semua bagian paru-paru, sehingga
mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps akibat efusi pleura, peregangan
abdominal yang mendorong diafragma ke atas, pertumbuhan tumor, distensi
abdomen, atau edema, dan pembengkakan ruang interstitial yang mengelilingi
alveolus. Dapat juga terjadi ketika sumber dari luar alveolus menimpakan gaya yang
cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal ini terjadi jika dinding dada
tertusuk atau terbuka, seperti pada pneumotoraks, karena tekanan atmosfir lebih besar
daripada tekanan yang menahan paru mengembang (tekanan pleura) dan dengan
pajanan tekanan atmosfir paru akan kolaps. Atelektasis kompresi lebih jarang terjadi
dibanding atelektasis absorpsi.
Cara diagnosis
1. Gejala fisik dan Pemeriksaan fisik
-inspeksi : takipnea ( kompensasi karena rendahnya oksigen yang masuk ke dalam
paru-paru), pergerakan nafas dari sisi paru yang sakit sedikit tertinggal dari sisi paru
yang sehat
-palpasi : ruang antar iga yang menyempit dan cekung pada sisi yang sakit ( akibat
kolapsnya alveolus), deviasi trakea ke sisi yang mengalami atelektasis, vocal
fremitus melemah/hilang (adanya hambatan hantaran gelombang bunyi karena
paru kurang berisi udara akibat kolaps)
-perkusi: redup ( paru tidak lagi berisi udara, normal : sonor, tetapi digantikan oleh
cairan (edema) atau peradangan)
-auskultasi: ronki (sedikit atau tidak ada, karena terbentuknya beberapa penutupan
jalan nafas), bunyi nafas menurun bahkan menghilang pada sisi yang sakit
-takikardi
2. Pemeriksaan penunjang
a. Rontgen dada pengurangan volume bagian paru baik lobaris, segmental, atau
seluruh paru dengan akibat kurangnya aerasi sehingga memberi bayangan lebih suram
(densitas lebih tinggi) dengan penarikan mediastinum ke arah atelektasis, sedangkan
diafragma tertarik ke atas dan sela iga menyempit. Dengan adanya atelektasis, maka
bagian paru sekitarnya mengalami suatu emfisema kompensasi yang kadang begitu
hebat sehingga terjadi herniasi hemitoraks yang sehat ke arah atelektasis. Gambaran
emfisema dapat berupa hiperlucent, diafragma turun dan tidak melengkung
(mendatar), jantung bergantung seperti tetesan air. Beberapa atelektasis dikenal
sebagai:
- Atelektasis lobaris bawah: bayangan berbentuk segitiga, dengan batas lateral yang
tegas yang membujur ke bawah dan keluar dari daerah hilus ke diafragma. Bila
terjadi di lobus bawah paru kiri, maka akan tersembunyi di belakang bayangan
4

jantung dan pada foto toraks PA hanya terlihat diafragma letak tinggi. Pada
proyeksi lateral bayangan mungkin sangat kabur,
akan tetapi biasanya
memberikan tiga gambar; vertebrae torakalis di sebelah bawah akan kelihatan
lebih berwarna abu-abu daripada hitam daripada vertebrae di sebelah tengah;
bagian posterior daripada bayangan diafragma kiri akan tidak dapat dilihat; dan,
daerah vertebrae bawah di belakang bayangan jantung akan kurang hitam daripada
daerah translusen di belakang sternum.
The left lower lobe collapses toward the posterior and inferior aspects of the
thoracic cavity; the atelectatic left lower lobe is present as a sail behind the cardiac
shadow.

Atelektasis lobar tengah kanan (right middle


lobe): sering disebabkan peradangan atau
penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening
yang membesar. Memperlihatkan bayangan yang
sangat tidak tegas pada proyeksi anterior, akan
tetapi mungkin mengaburkan batas daripada
jantung kanan, pada proyeksi lateral ia akan
kelihatan sebagai suatu bayangan berbentuk pita yang membujur dari hilus ke
angulus sterno-diafragmatikus. Batas atasnya yang tegas dibentuk oleh fisura
horizontalis yang terdekat, sedangkan batas belakangnya yang konkaf oleh fisura
mayor yang terdesak ke depan
Right middle lobe
collapse showing
obliteration of the
right heart border
Right middle lobe
collapse on a
lateral chest x-ray
film. The minor
fissure
moves
down, and the major fissure moves up, leading to a wedge-shaped opacity.

Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberi bayangan densitas tinggi dengan
tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke arah atelektasis. Pada
lobus kanan atas yang kempis akan kelihatan sebagai suatu daerah yang opak pada
puncak, dengan batas tegas yang bersifat konkaf di bawahnya di dekat klavikula
yaitu yang diakibatkan oleh fisura horizontalis yang terangkat. Pada lobus kiri atas
bilamana kempis biasanya mencakup lingula, dan bayangan yang diakibatkannya
adalah lebih tidak tegas tanpa batas bawah yang tegas, pada proyeksi lateral akan
kelihatan suatu bayangan berbentuk lidah dengan puncaknya dekat diafragma; di
sebelah anterior, ini mungkin sampai kepada sternum, atau mungkin dipisahkan
5

oleh suatu daerah yang translusen yang disebabkan oleh paru-paru kanan yang
menyelip diantaranya dan sternum di sebelah posterior bayangan itu mempunyai
batas yang tegas dengan batas konkaf yang disebabkan oleh fisura besar yang
terdesak ke depan.
right
upper
lobe
collapse
and
consolidation

Right upper lobe collapse demonstrating Golden


of S (The minor fissure in RUL collapse is usually
convex superiorly but may appear concave because
underlying mass lesion)
- Atelektasis segmental: kadang sulit
dikenali pada foto toraks PA, maka
perlu posisi lateral, miring (oblique)
yang memperlihatkan bagian yang
berselubung dengan penarikan fissure

sign
of an

interlobaris.
Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local): bila terjadi penyumbatan pada
bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi bayangan horizontal
tipis, biasanya di lapangan bawah paru yang sulit dibedakan dengan proses
fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru terkena, maka biasanya tidak ada
keluhan.

b. CT Scan atau bronkoskopi serat optik menentukan penyebab terjadinya


penyumbatan
c. Analisa Gas Darah [menunjukkan derajat hipoksemia dan keadekuatan ventilasi
alveolar] terjadi hipoksemia (PaO2 turun), PaCO2 normal atau turun sedikit.
# PaO2 : 80 -100 mmHg
# SaO2 : 90%
# PaCO2 : 35 - 45 mmHg
# HCO3- : 22 26 mEq/L
# pH : 7.35 7.45
# BE : 0 2 mEq/L
Untuk AGD biasanya digunakan contoh darah arteria radialis atau brakialis
karena mudah dicapai. PaCO2 merupakan petunjuk ventilasi alveolar paling baik. Bila
meningkat maka penyebab langsung adalah hipoventilasi alveolar. Hipoventilasi
menyebabkan asidosis respiratorik dan penurunan pH darah. Hipoventilasi alveolar
dapat terjadi bila volume tidal menurun, seperti pada pernafasan cepat dan dangkal.
PaCO2 dapat juga meningkat untuk kompensasi suatu alkalosis metabolic. Akibatnya
dalam interpretasi nilai PaCO2 secara tepat, perlu dipertimbangkan pula pH darah dan
kadar bikarbonat guna menentukan apakah suatu perubahan timbul akibat kondisi
pernafasan primer atau sebagai tindakan kompensasi
Penyebab langsung penurunan PaCO2 adalah hiperventilasi alveolar.
Hiperventilasi alveolar menyebabkan alkalosis respiratorik dan kenaikan pH darah.
Hiperventilasi dapat menggambarkan usaha tubuh untuk meningkatkan PaO 2 dengan
usaha membuang CO2 yang berlebihan dari paru-paru. Perubahan bikarbonat
menggambarkan usaha dari ginjal untuk mengkompensasi keadaan asidosis atau
alkalosis respiratorik sedangkan perubahan PaCO2 pada gangguan metabolic
menggambarkan peran paru-paru dalam usaha kompensasi. Tujuannya dalah untuk
mengembalikan pH darah ke pH normal.

Bila PaO2 turun sampai di bawah nilai normal, maka terjadi hipoksemia.
Apabila kadar PaO2 turun di bawah nilai normal maka terjadi insufisiensi pernafasan,
dan bila PaO2 turun sampai 50 mmHg maka timbul kegagalan pernafasan.
Hipoksemia akibat penyakit paru dapat disebabkan oleh: ketidakseimbangan proses
ventilasi dan perfusi (penyebab tersering), hipoventilasi alveolar, gangguan difusi,
atau pirau anatomic intrapulmonary. Hipoksemia akibat ketiga kelainan pertama dapat
diperbaiki dengan pemberian oksigen.
DD
Asma, trauma dada, asbestosis, paralisis diafragma, abses paru, kanker paru, obesitas,
pneumonia, pneumotoraks, emboli paru, fibrosis paru, gagal pernafasan.
Tatalaksana (prinsip, indikasi masuk RS)

Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan dahak dari paru-paru dan kembali


mengembangkan jaringan paru yang terkena. Indikasi masuk rumah sakit bila adanya
gangguan pernafasan, tanda-tanda hipoksemia.
Tindakan yang biasa dilakukan :
a.

Berbaring pada sisi paru-paru yang sehat sehingga paru-paru yang terkena kembali bisa

mengembang
b.

Menghilangkan penyumbatan, baik melalui bronkoskopi maupun prosedur lainnya

c.

Latihan menarik nafas dalam ( spirometri insentif )

d.

Perkusi (menepuk-nepuk) dada untuk mengencerkan dahak

e.

Postural drainase

f.

Antibiotik diberikan untuk semua infeksi

g.

Pengobatan tumor atau keadaan lainnya

h.

Pada kasus tertentu, jika infeksinya bersifat menetap atau berulang, menyulitkan atau

menyebabkan perdarahan, maka biasanya bagian paru-paru yang terkena mungkin perlu
diangkat.
Setelah penyumbatan dihilangkan, secara bertahap biasanya paru-paru yang mengempis
akan kembali mengembang, dengan atau tanpa pembentukan jaringan parut ataupun
kerusakan lainnya.
Penatalaksaan Atelektasis meliputi langkah atau tindakan sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.

Pemeriksaan bronkoskopi membebaskan sumbatan


Pemberian oksigenasi SaO2 > 90%
Pemberian terapi simtomatis (anti sesak, bronkodilator, antibiotik dan kortikosteroid)
Fisioterafi (masase atau latihan pernapasan)
Pemeriksaan bakteriologis

Pencegahan :
1.
Setelah menjalani pembedahan, penderita harus didorong untuk bernafas dalam, batuk
teratur dan kembali melakukan aktivitas secepat mungkin.
Meskipun perokok memiliki resiko lebih besar, tetapi resiko ini bisa
diturunkan dengan berhenti merokok dalam 6-8 minggu sebelum pembedahan
2.
Seseorang dengan kelainan dada atau keadaan neurologis yang menyebabkan
pernafasan dangkal dalam jangka lama, mungkin akan
lebih baik bila menggunakan alat bantu mekanis untuk membantu pernafasan. Mesin ini akan
menghasilkan tekanan terus-menerus ke paru-paru, sehingga meskipun pada akhir dari suatu
pernafasan, saluran pernafasan tidak dapat menciut.
Komplikasi
1. Hipoksemia dan gagal nafas atelektasis menghambat kemampuan paru-paru untuk
mendapatkan oksigen karena hilangnya jaringan paru yang berfungsi dan akan
8

mengurangi luas daerah difusi sehingga mengganggu pertukaran gas. Bila paru tidak
mengembang dalam waktu yang cukup lama dan tidak terjadi perfusi ke jaringan
sekitar yang cukup maka dapat terjadi hipoksemia hingga gagal napas.
2. Pneumonia bisa diakibatkan oleh berkurangnya oksigen dan kemampuan paru
untuk mengembang sehingga mukus mudah tertinggal merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri dan mengakibatkan terjadinya peradangan pada paru.
3. Sepsis Hal ini dapat terjadi bila penyebab atelektasis itu sendiri adalah suatu proses
infeksi, dan bila keadaan terus berlanjut tanoa diobati maka mudah terjadi sepsis
karena banyak pembuluh darah di paru, namun bila keadaa segera ditangani keadaan
sepsis jarang terjadi.
4. Bronkiektasis Ketika paru paru kehilangan udara, bentuknya akan menjadi kaku
dan mengakibatkan dyspnea, jika obstruksi berlanjut dapat mengakibatkan fibrosis
dan bronkiektasis.
Prognosis
Prognosis tergantung pada penyebab, umur, komplikasi yang terjadi, dan managemen
terhadap penyakit. Umumnya baik pada atelektasis post operasi dan buruk pada kanker
tingkat lanjut. Dapat pulih apabila ditangani dengan adekuat dan obstruksi yang menjadi
etiologi dapat diatasi dengan tepat. Pada orang dewasa, bila atelektasis terjadi pada sebagian
kecil lapangan paru biasanya tidak akan mengancam jiwa, sebagai kompensasi bagian paru
yang masih dapat berfungsi dengan baik akan menyediakan oksigen yang cukup untuk
seluruh tubuh. Atelektasis yang besar akan berbahaya, terutama pada bayi,anak kecil, atau
pada mereka yang mempunyai penyakit paru. Biasanya terjadi perbaikan secara bertahap bila
obstruksi telah dihilangkan. Pemulihan dengan atau tanpa meninggalkan bekas parut
(fibrosis).
Anatomi
a. Trakea
Tuba lentur, panjang 12 cm, lebar 2.5 cm. Mulai dari bawah cartilago cricoidea
sampai angulus sterni. Letak di dalam leher di depan oesophagus. Terdiri dari 16-20
cartilago trachealis berbentuk C. Dihubungkan satu sama lain oleh ligamentum
anulare. Dinding belakang terdiri dari otot dan jaringan ikat. Titik percabangan
menjadi bronkus principalis dextra dan sinistra : Bifurcatio Trachea. Bifurcatio
trachea setinggi corpus vertebra Th IV- V atau processus spinosus V. Th IV.
b. Bronkus
Merupakan percabangan dari trachea, mempunyai struktur yang sama dengan trachea.
Setelah percabangan dari trachea, dinamakan bronchus principalis dextra dan sinistra.
Yang menuju ke masing-masing Pulmo. Bronchus principalis dextra lebih lebar, lebih
pendek dan lebih tegak dari bronchus sinistra mudah terjadi infeksi di paru kanan.
Bronchus principalis masing-masing pulmo akan bercabang untuk tiap-tiap lobus
pulmo Bronchus lobaris. Bronchus Lobaris Bronchus segmentalis (pulmo dextra
10, pulmo sinistra 9). Bronchus segmentalis Bronchiolus (lebih kecil dan tidak
mempunyai kartilago). Bronchiolus terminalis bronkiolus respiratory ductus
alveolus alveolus.

c. Alveoli
Bagian terakhir dari perjalanan udara adalah di alveoli. Di sini terjadi pertukaran
oksigen dan karbondioksida dari pembuluh darah kapiler dengan udara. Terdapat
sekitar 300 juta alveoli di kedua paru dengan diameter masing-masing rata-rata 0,2
milimeter. Terdiri dari kolagen dan serat elastin. Dengan adanya serat elastin
memungkinkan alveoli meregang saat inspirasi dan kembali normal saat ekspirasi.
d. Pulmo
Diselimuti oleh Pleura. Pleura ada yang menempel langsung ke paru, disebut sebagai
pleura visceral. Sedangkan pleura parietal menempel pada dinding rongga dada
dalam. Diantara pleura visceral dan pleura parietal terdapat cavum pleura yang berisi
cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas sehingga memungkinkan pergerakan
dan pengembangan paru secara bebas tanpa ada gesekan dengan dinding dada. Pulmo
ada dua : pulmo dextra dan sinistra. Berbentuk kerucut (piramid) ujung atas disebut
apex pulmonis. Pulmo dekstra mempunyai 3 lobus, yaitu superior, medius dan inferior
yang masing-masing dibatasi oleh fissure horizontalis pulmo dextra (membagi lobus
superior dan medius) dan fissure oblique pulmo dextra (membagi lobus superior dan
inferior). Sedangkan pulmo kiri hanya mempunyai 2 lobus, yaitu lobus superior dan
inferior yang dibatasi oleh fissure oblique pulmo sisnistra.
Mempunyai 3 permukaan (facies) :
-Facies diafragmatika (basis pulmonis), bertumpu pada kubah diafragma yang
cembung, cekungan terdalam terdapat pada paru kanan karena letak kubah paru kanan
lebih tinggi.
-Facies mediastinalis, ke medial berhubungan dengan mediastinum dan ke dorsal
dengan sisi vertebrae
-Facies costalis, terhampar pada sternum, cartilage costalis, dan costa
Mempunyai 3 tepi (margo) :
-Margo anterior adalah pertemuan facies costalis dengan facies mediastinalis di
sebelah ventral yang bertumpang pada jantung
-Margo inferior membentuk batas lingkar facies difragmatika paru-paru dan
memisahkan facies diafragmatika dari facies medistinalis dan facies costalis
-Margo posterior adalah tepi pertemuan facies costalis dengan facies medistinalis di
dorsal, tepi ini lebar dan mencembung terletak dalam ruang pada sisi vertebrae.
Tiap pulmo memiliki hilus yang berisi: bronchus principalis, A. pulmonalis, Vv.
Pulmonales, A. bronchialis, Nn. Plexus pulmonalis, Nn.ll. bronchopulmonales. Hilus
pulmo kanan berisi : Bronchus principalis & cabang lobus superior di posterior dan
superior hilus, A. Pulmonalis dan cabang ke lobus atas di anterior dan superior
hilus, dua V. Pulmonalis kanan di anterior dan inferior hilus, A. Bronchialis, Noduli
lymphatici bronchopulmonales. Sedangkan hilus pulmo kiri berisi : dua Bronchus
10

lobaris di posterior, A. Pulmonalis di superior, dua V. Pulmonalis di anterior dan


inferior, A. Bronchialis, Noduli lymphatici bronchopulmonales.
Pendarahan oleh A. Pulmonalis yang merupakan satu-satunya arteri di tubuh manusia
yang membawa darah kotor (CO2) dari ventrikel kanan ke pulmo. Darah dari ventrikel
kanan ke trunkus pulmonalis kemudian bercabang menjadi a. pulmonalis dextra dan
sinistra (masing-masing satu buah) yang masuk ke paru melalui hilus paru. Di dalam
paru a. pulmonalis bercabang-cabang sesuai dengan perjalanan bronkhus sampai ke
alveoli. Di alveoli membentuk jaringan kapiler dengan cabang-cabang vena
pulmonalis. Ada 2 vv. Pulmonale untuk masing-masing paru. V. pulmonale membawa
darah yang sudah teroksigenasi keluar dari paru melalui hilus ke atrium kiri. Terdapat
anastomosis pada cabang-cabang distal a. pulmonalis dgn a. bronchialis sehingga
sebagian kecil darah dari a. bronchialis bisa langsung ke atrium kiri melalui v.
pulmonalis
Persarafan dilakukan oleh N. vagus dan serabut simpatikus dari trunkus simpatikus (Th
III,IV dan V), keduanya membentuk plexus pulmonalis. Serabut-serabut dari plexus
pulmonalis mesuk ke paru-paru sesuai dengan bronchusnya sampai ke alveoli.
Menginervasi pembuluh darah dan otot-otot polos serta glandula mucosa di dinding
bronchus.
Aliran getah bening dari bagian permukaan / daerah bawah pleura visceralis ke hilus.
Bagian dalam / daerah parenkim noduli lymphatici bronchopulmonalis di hilus ke
Bifurcatio trachea noduli lymphatici tracheobronchialis
Fisiologi

Mekanisme respirasi terdiri dari:


1. Ventilasi
Pertukaran gas antara udara luar dengan udara dalam alveoli. Kontraksi dan
relaksasi otot-otot dinding toraks menyebabkan perubahan volume. Perubahan
tekanan intratorakal yang terjadi akibat perubahan volume rongga toraks
menyebabkan perubahan volume. Inspirasi merupakan proses aktif karena kontraksi
otot-otot pernafasan memerlukan energy, yang berperan yaitu diafragma dan
m.intercostalis eksternus. Rongga dada membesar tekanan rongga toraks lebih
rendah dari tekanan udara luar udara masuk. Sedangkan saat ekspirasi merupakan
proses pasif, yang terjadi adalah relaksasi diafragma dan m.intercostalis eksternus
11

dam adamya gaya recoil paru dan toraks. Rongga dadamengecil tekanan lebih
tinggi dari tekanan udara luar udara keluar.
Paru dapat diregangkan ke berbagai ukuran selama inspirasi dan kemudian
kembali menciut ke ukuran pra-inspirasi selama ekspirasi karena sifat elastik paru.
Compliance paru mengacu pada distensibilitas paru, yaitu kemampuan paru dan
toraks untuk diregangkan. Recoil elastik paru mengacu pada fenomena paru kembali
ke posisi istirahatnya selama ekspirasi. Sifat elastik paru bergantung pada jaringan
ikat elastik di dalam paru dan interaksi tegangan permukaan alveolus/surfaktan paru.
Tegangan permukaan ditentukan oleh surfaktan yang dihasilkan oleh sel pneumosit
tipe II (fosfolipoprotein yang berada di antara molekul air) yang berfungsi untuk
menurunkan tegangan permukaan sehingga compliance paru meningkat dan
mencegah kecenderungan paru untuk kolaps.
Volume paru total terdiri dari :
1. Volume tidal, yaitu volume udara yang masuk/keluar paru pada pernafasan
biasa/istirahat
2. Volume cadangan inspirasi, yaitu volume udara yang masih dapat masuk
ke dalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa
3. Volume cadangan ekspirasi, yaitu volume udara yang masih dapat
dikeluarkan dari paru pada ekspirasi maksimal setelah ekspirasi biasa
4. Volume residu, yaitu volume udara yang masih tersisa dalam alveoli
setelah ekspirasi biasa/maksimal (tidak dapat dikeluarkan dengan ekspirasi
biasa/maksimal)
Jumlah udara yang masuk dan keluar paru dalam satu menit setara dengan
volume tidal x kecepatan bernafas. Namun, tidak semua udara yang masuk dan keluar
tesedia untuk ditukar O2 dan CO2nya dengan darah karena sebagian udara menempati
saluran pernafasan, yang disebut ruang mati anatomik. Ventilasi alveolus, volume
udara yang dipertukarkan antara atmosfer dan alveolus dalam satu menit, adalah
ukuran udara yang benar-benar tersedia untuk pertukaran gas dengan darah. Ventilasi
alveolus sama dengan Tvolume tidal dikurangi volume ruang mati) x kecepatan
bernafas.
2. Difusi
Pertukaran O2 dan CO2 antara alveolar dan kapiler melewati membran.
Penyebabnya yaitu adanya perbedaan tekanan sehingga terjadi perpindahan gas dari
tempat bertekanan tinggi ke tempat bertekanan rendah. Difusi gas melintasi membran
antara alveolus-kapiler yang tipis. Membran alveoli-kapiler terdiri atas lapisan cairan
surfaktan (menutupi permukaan alveoli), sel epitel alveoli, membrane basalis sel
epitel alveoli, ruang interstitial, membrane basalis sel endotel kapiler, lapisan sel
endotel kapiler. Kekuatan pendorong untuk perpindahan ini adalah selisih tekanan
parsial antara darah dan fase gas. Difusi O 2 mula-mula terjadi antara alveolus dan
darah kemudian antara darah dan jaringan akibat gradien tekanan parsial O 2 yang
tercipta oleh pemakaian terus menerus O2 oleh sel dan pemasukan terus menerus O 2
segar melalui ventilasi. Difusi CO2 terjadi dalam arah yang berlawanan, pertamatama antara jaringan dan darah, kemudian antara darah dan alveolus, akibat gradient
tekanan parsial CO2 yang tercipta oleh produksi terus-menerus CO2 oleh sel dan
pengeluaran terus-menerus CO2 alveolus oleh proses ventilasi.
12

Kecepatan difusi dipengaruhi oleh suhu, perbedaan konsentrasi, berat molekul


gas, tebal membrane difusi, daya larut gas dalam air. Difusi antara alveoli dan kapiler,
terdiri dari:
1. Fase gas O2 > cepat daripada CO2
2. Fase membrane membrane alveoli, membrane kapiler dan ruang
interstitial
3. Fase cairan CO2 20x > cepat daripada O2
3. Transportasi gas
Karena O2 dan CO2 tidak terlalu larut dalam darah, keduanya terutama harus
diangkut dengan mekanisme selain hanya larut secara fisik. O 2 dibawa oleh darah dari
paru ke seluruh tubuh berkaitan dengan Hemoglobin. Hemoglobin memiliki 2
kemampuan, yaitu berikatan dengan oksigen (oksihemoglobin), dan melepaskan
oksigen di kapiler jaringan (deoksihemoglobin).
CO2 dalam darah dibawa dalam 3 bentuk: secara fisik larut dalam plasma
(10%), berikatan dengan hemoglobin dan protein plasma (20%), ditransport sebagai
bikarbonat plasma (70%) yaitu dalam reaksi : CO2 +H2O H2CO3 HCO3- + H+.
HCO3- keluar ke dalam plasma digantikan oleh Cl- (Chloride shift).

Histologi (alveolus)
a. Trakea
Dilapisi oleh epitel respirasi. Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan
tulang rawan hialin berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada
di bagian posterior trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel
kelenjar membentuk lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong
partikel asing. Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea
tetap terbuka. Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk
tapal kuda tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang
memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan.
b. Bronkus
Secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina propria yang
mengandung kelenjar serosa , serat elastin, limfosit dan sel otot polos. Tulang rawan
13

pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea; pada bagian bronkus yang
lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh lumen, dan sejalan dengan
mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan digantikan oleh pulau-pulau
tulang rawan hialin.
Bronkiolus
Tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina propria
mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat sebaran
sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebih besar, epitelnya adalah epitel
bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin sederhana sampai
menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada bronkiolus
terminalis yang lebih kecil. Terdapat sel Clara pada epitel bronkiolus terminalis,
yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granul sekretori dan mensekresikan protein
yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel yang kemungkinan berfungsi
sebagai kemoreseptor.
Bronkiolus respiratorius
Identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang diselingi
dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh epitel kuboid
bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus menyatu
dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin bertambah
banyak dan silia semakin jarang/tidak dijumpai. Terdapat otot polos dan
jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
Duktus alveolaris
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapat muara
alveolus, hingga seluruhnya berupa muara alveolus yang disebut sebagai duktus
alveolaris. Terdapat anyaman sel otot polos pada lamina proprianya, yang semakin
sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan
kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus
alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium, sakus
alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu inspirasi,
berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah terjadinya
pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler halus dan
septa alveolar yang tipis.
c. Alveolus
Alveolus merupakan struktur berongga tempat pertukaran gas oksigen dan
karbondioksida antara udara dan darah. Septum interalveolar/dinding alveolus
memisahkan dua alveolus yang berdekatan, septum tersebut terdiri atas 2 lapis epitel
gepeng tipis dengan kapiler, fibroblas, serat elastin, retikulin, matriks dan sel jaringan
14

ikat. Selain itu terdapat pori-pori Kohn berukuran kecil yang memungkinkan aliran
udara antar alveolus-alveolus yang berdekatan, suatu proses yang dikenal sebagai
ventilasi kolateral. Saluran-saluran ini penting untuk mengalirkan udara segar ke
suatu alveolus yang salurannya tersumbat akibat suatu penyakit. Septum
interalveolaris terdiri dari sel alveolus tipe 1, sel alveolus tipe 2, sel alveolar fagosit,
sel endotel kapiler, serat elastin.
Terdapat sel alveolus tipe 1 yang melapisi 97% permukaan alveolus, fungsinya untuk
membentuk sawar dengan ketebalan yang dapat dilalui gas dengan mudah.
Sitoplasmanya mengandung banyak vesikel pinositotik yang berperan dalam
penggantian surfaktan (yang dihasilkan oleh sel alveolus tipe 2) dan pembuangan
partikel kontaminan kecil. Antara sel alveolus tipe 1 dihubungkan oleh desmosom dan
taut kedap yang mencegah perembesan cairan dari jaringan ke ruang udara.
Sel alveolus tipe 2 tersebar di antara sel alveolus tipe 1, keduanya saling melekat
melalui taut kedap dan desmosom. Sel tipe 2 tersebut berada di atas membran basal,
berbentuk kuboid dan dapat bermitosis untuk mengganti dirinya sendiri dan sel tipe
1. Sel tipe 2 ini memiliki ciri mengandung badan lamela yang berfungsi
menghasilkan surfaktan paru yang menurunkan tegangan alveolus paru.
Sel alveolar fagosit/ sel debu (Dust cell) terdapat pada dinding alveoli dan dalam
lumen alveolus. Berasal dari monosit darah. Pada beberapa penyakit jantung sel-sel
tersebut mengandung butir-butir hemosiderin hasil fagositosis pigmen eritrosit.

Sawar darah udara dibentuk dari sitoplasma pneumosit I, lamina basalis pneumosit
I, lamina basalis sel endotel kapiler darah, sitoplasma sel endotel kapiler darah.
Pertukaran gas dan darah dan udara secara difusi pasif
Biokimia
1. Cara pertukaran gas faal
2. Cara pengangkutan O2 dan CO2 faal
15

3. Sistem buffer darah


4. Chloride shift
Pengangkutan O2 & CO2 dalam Darah
O2 yang telah berdifusi dari alveoli ke dalam darah paru akan ditranspor dalam bentuk
gabungan dengan hemoglobin ke kapiler jaringan, dimana O2 dilepaskan untuk digunakan
sel. Dalam jaringan, O2 bereaksi dengan berbagai bahan makanan, membentuk sejumlah
besar CO2, yang masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru.
Pengangkutan O2
O2 yang diangkut darah terdapat dalam 2 bentuk, yang terlarut dan terikat secara
kimia dengan Hb. Jumlah O2 terlarut plasma darah berbanding lurus dengan tekanan
parsialnya dalam darah. Pada keadaan normal, jumlah O 2 terlarut sangat sedikit, karena
kelarutannya dalam cairan tubuh sangat rendah. Karena itu, transpor O2 yang lebih
berperan adalah dalam bentuk ikatan dengan Hb. Hb yang terikat pada O 2 disebut
oksihemoglobin (HbO2) dan yang sudah melepaskan O2 disebut deoksihemoglobin.
Yang menyebabkan O2 terikat pada Hb adalah jika sudah terdapat molekul O 2 lain
pada tetramer yang sama. Jika O2 sudah ada, pengikatan O2 berikutnya akan lebih mudah.
Sifat ini disebut kinetika pengikatan komparatif, yaitu sifat yang memungkinkan Hb
mengikat O2 dalam jumlah maksimal pada organ respirasi dan memberikan O 2 secara
maksimal pada PO2 jaringan perifer. Pengikatan O2 disertai putusnya ikatan garam antar
residu terminal karboksil pada keseluruhan 4 subunit. Pengikatan O2 berikutnya
dipermudah karena jumlah ikatan garam yang putus menjadi lebih sedikit. Perubahan ini
mempengaruhi struktur sekunder, tersier dan kuartener Hb, sehingga afinitas heme
terhadap O2 meningkat. Setiap atom Fe mampu mengikat 1 molekul O 2 sehingga tiap
molekul Hb dapat mengikat 4 molekul O2. Hb dapat mengikat CO menjadi
karbonmonoksidahemoglobin (HbCO), yang ikatannya 200x lebih besar daripada dengan
O2. Dalam keadaan lain, Fe2+ dapat teroksidasi menjadi Fe3+ membentuk methemoglobin
(MetHb).
Hb dikatakan tersaturasi penuh dengan O2 bila seluruh Hb dalam tubuh berikatan
secara maksimal dengan O2. Faktor terpenting untuk menentukan % saturasi HbO 2 adalah
PO2 darah. Menurut hukum kekekalan massa, bila konsentrasi substansi pada reaksi
reversibel meningkat, reaksi akan berjalan ke arah berlawanan. Bila diterapkan di reaksi
reversibel Hb& O2, maka peningkatan PO2 darah akan mendorong reaksi kekanan,
sehingga pembentukan HbO2 (% saturasi HbO2) meningkat. Sebaliknya penurunan PO2,
menyebabkan reaksi bergeser ke kiri, O2 dilepaskan Hb, sehingga dapat diambil jaringan.
Pengangkutan CO2
CO2 yang dihasilkan metabolisme jaringan akan berdifusi ke dalam darah dan
diangkut dalam 3 bentuk: secara fisik larut dalam plasma (10%), berikatan dengan
hemoglobin dan protein plasma (20%), ditransport sebagai bikarbonat plasma (70%) yaitu
dalam reaksi : CO2 +H2O H2CO3 HCO3- + H+. HCO3- keluar ke dalam plasma
digantikan oleh Cl- (Chloride shift).
Setelah melepas O2, Hb dapat langsung mengikat CO2 dan mengangkutnya dari paru
untuk dihembuskan keluar. CO2 bereaksi dengan gugus -amino terminal hemoglobin,
16

membentuk karbamat dan melepas proton yang turut menimbulkan efek Bohr. Pada paru,
oksigenasi Hb disertai ekspulsi, kemudian ekspirasi CO2.

CHLORIDE SHIFT
Karena peningkatan konten HCO3- sel darah merah lebih besar daripada di plasma
saat darah memasuki kapiler, sekitar 70% HCO3- yang dibentuk di dalam sel darah merah
memasuki plasma dan bertukaran dengan Cl-. Proses ini difasilitasi oleh anion exchanger 1
(AE1, atau disebut juga band 3) yang merupakan suatu protein utama dalam sel darah
merah. Oleh karena itu, kadar Cl- dalam sel darah merah vena lebih banyak daripada arteri.
Pergeseran klorida ini berlangsung dengan cepat dan lengkap dalam 1 detik.
Akibat dari chloride shift yaitu kadar Cl- vena < darah arteri. Tahapan yang dilalui:
1. CO2 masuk ke dalam sel darah merah, dalam sel darah merah ada carbonic
anhidrase (CO2 + H2O
H2CO3)
2. H2CO3 yang terbentuk : sebagian kecil keluar ke plasma dan diangkut ke dalam
bentuk H2CO3, sebagian besar berionisasi menjadi H+ + CO33. HCO3- akan keluar dari sel darah merah ke plasma dan diangkut sebagai NaHCO3
(B HCO3)
4. H+ yang terbentuk mengalami buffering oleh buffer Hb (KHb
K+ + HHb)
5. Sebagai gantinya (HCO3 yang keluar dari sel darah merah) maka Cl- masuk ke
dalam sel darah merah sehingga terbentuk KCl
6. Bila tekanan CO2 rendah seperti dalam paru-paru maka terjadi hal-hal yang
sebaliknya (mulai dari kebalikan reaksi)
TEKANAN O2 DAN CO2 DALAM PARU, DARAH DAN JARINGAN
Gas dapat bergerak dengan cara difusi, yang disebabkan oleh perbedaan tekanan. O2
berdifusi dari alveoli ke dalam darah kapiler paru karena PO2 alveoli > PO2 darah paru.
Lalu di jaringan, PO2 yang tinggi dalam darah kapiler menyebabkan O2 berdifusi ke dalam
sel. Selanjutnya, O2 dimetabolisme membentuk CO2. PCO2 meningkat, sehingga CO2
berdifusi ke dalam kapiler jaringan. Demikian pula, CO2 berdifusi keluar dari darah,
masuk ke alveoli karena PCO2 darah kapiler paru lebih besar.
PROTEIN HEME
Protein heme berfungsi dalam pengikatan dan pengangkutan O2, serta fotosintesis.
Gugus prostetik heme merupakan senyawa tetrapirol siklik, yang jejaring ekstensifnya
terdiri atas ikatan rangkap terkonjugasi, yang menyerap cahaya pada ujung bawah
spektrum visibel sehingga membuatnya berwarna merah gelap. Senyawa tetrapirol terdiri
atas 4 molekul pirol yang dihubungkan dalam cincin planar oleh 4 jembatan metilen-.
Substituen menentukan bentuk sebagai heme atau senyawa lain. Terdapat 1 atom besi
fero (Fe2+) pada pusat cincin planar, yang bila teroksidasi, akan menghancurkan aktivitas
biologik.
a. Mioglobin merupakan rantai polipeptida tunggal (monomerik), BM 17.000,
memiliki 153 residu aminoasil. Permukaan luarnya bersifat polar dan bagian dalamnya
nonpolar. Bentuknya sferis, dan ia kaya akan heliks-, yang strukturnya diberi nama heliks
A sampai H. Ketika berikatan dengan O2, ikatan antara 1 molekul O2 dengan Fe2+ berada
17

tegak lurus dengan bidang heme. Sebenarnya CO membentuk ikatan dengan 1 heme
tunggal 25.000x lebih kuat daripada O2, namun histidin distal (His E7) merintangi
pengikatan CO tegak lurus, sehingga kekuatan ikatannya menjadi 200x lebih besar
daripada O2. Mioglobin otot merah menyimpan O 2, yang dalam keadaan kekurangan akan
dilepas ke mitokondria otot untuk sintesis ATP.
b. Hemoglobin merupakan protein dalam eritrosit, yang berfungsi untuk:
- mengikat dan membawa O2 dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh
- mengikat dan membawa CO2 dari seluruh jaringan tubuh ke paru-paru
- memberi warna merah pada darah
- mempertahankan keseimbangan asam basa dari tubuh
Hemoglobin merupakan protein tetramer kompak terdiri dari 2 subunit, yaitu dan .
Mesikupun hemoglobin mengangkut keduanya, namun CO2 yang diangkut hemoglobin
tidak terikat pada tempat yang sama dengan oksigen. Ia bergabung dengan gugus terminalN pada empat rantai globin. Namun, karena efek alosterik pada molekul hemoglobin,
pengikatan CO2 mengurangi jumlah oksigen yang dapat diikat. Penurunan pengikatan
karbon dioksida oleh karena peningkatan kadar oksigen dikenal sebagai efek Haldane dan
penting dalam traspor karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Sebaliknya, peningkatan
tekanan parsial CO2 atau penurunan pH akan menyebabkan pelepasan oksigen dari
hemoglobin, dikenal sebagai efek Bohr
KURVA SATURASI / DISOSIASI
Kurva saturasi melukiskan pengambilan dan pelepasan O2. Kurva untuk mioglobin
bersifat hiperbolik, sedangkan kurva untuk hemoglobin berbentuk sigmoid.
Kurva disosiasi HbO2
Hubungan kejenuhan HbO2 dengan PO2 darah tidak berbentuk linier, melainkan
sigmoid (kurva disosiasi). Proses pengikatan O2 oleh Hb terjadi dalam 4 tahap, tiap tahap
melibatkan 1 atom Fe berbeda. Ikatan O2 dengan 1 atom Fe akan memfasilitasi reaksi
pengikatan O2 - Fe berikutnya, akibatnya afinitas Hb untuk O2 makin meningkat. Tahap
reaksi pengikatannya:
Hb4O2 Hb4 + O2
Hb4(O2)2 Hb4O2 + O2
Hb4(O2)3 Hb4(O2)2 + O2
Hb4(O2)4 Hb4(O2)3 + O2
Afinitas tertinggi terdapat pada reaksi ke-4. Bentuk kurva disosiasi yang mendatar
pada PO2 yang tinggi disebabkan afinitas yang sangat meningkat pada reaksi ke-4. Bagian
kurva yang datar sesuai untuk kisaran PO 2 antara 60-100 mmHg. Pada kisaran tersebut,
peningkatan/penurunan PO2 darah hampir tidak mempengaruhi kejenuhan HbO2.
Sebaliknya, pada kisaran 0-60 mmHg, perubahan kecil pada PO 2 akan memberi dampak
cukup besar terhadap kemampuan Hb mengikat O2. Bagian kurva yang datar maupun yang
curam memiliki makna fisiologi yang penting.
Darah yang meninggalkan paru mempunyai PO2 +97mmHg. Dan pada kurva disosiasi
HbO2 tampak bahwa kejenuhan HbO2 mencapai 97,5% (hampir tersaturasi penuh). Bila
terjadi penurunan PO2 sebesar 40% (PO2= 60 mmHg), kadar O2 terlarut dalam darah juga
turun 40%. Namun kemampuan Hb mengikat O2 masih +90%, sehingga kandungan O2
18

total darah masih cukup tinggi. Sebaliknya, bila PO2 darah meningkat menjadi 760 mmHg
(bernapas dengan O2 murni), kejenuhan Hb dengan O2 dapat mencapai 100%. Dengan
demikian, pada kisaran 60-760 mmHg, perubahan jumlah O2 yang diangkut Hb +10%.
Bagian curam kurva disosiasi HbO2 terletak pada kisaran PO2 antara 0-60 mmHg, sesuai
keadaan di kapiler pembuluh sistemik (keseimbangan PO2 dengan cairan jaringan +40
mmHg). Pada tekanan ini, kemampuan Hb mengikat O 2 +75%. Dengan demikian, sekitar
22,5% HbO2 akan terurai menjadi deoksihemoglobin dan O2. O2 yang dibebaskan ini akan
diambil jaringan untuk kebutuhan metabolismenya. Bila metabolisme jaringan meningkat,
PO2 turun dan saturasi HbO2 +30%, berarti sekitar 45% HbO2 akan terurai lagi. Dengan
demikian, pada kisaran PO2 < 60 mmHg, penurunan PO2 sedikit saja dapat membebaskan
sejumlah besar O2 untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan yang meningkat.
Kurva disosiasi HbO2 standar berlaku pada suhu dan pH tubuh normal (suhu 37C dan pH
7,4).
Afinitas Hb terhadap O2 dipengaruhi beberapa faktor yang dapat menyebabkan
pergeseran kurva disosiasi, yaitu:
a. pH dan PCO2 penurunan pH/peningkatan PCO2 darah menyebabkan pergeseran
kurva disosiasi HbO2 ke kanan. Artinya pada PO2 yang sama, lebih banyak O2 yang
dibebaskan (afinitas Hb terhadap O2 menurun). Kedaan ini berlangsung di kapiler
pembuluh sistemik. Difusi CO2 dari jaringan ke darah akan meningkatkan keasaman darah
di kapiler sistemik, sehingga jumlah O 2 yang dibebaskan dari Hb lebih besar daripada bila
penurunan % saturasi HbO2 hanya disebabkan berkurangnya PO2 darah kapiler saja.
Pengaruh peningkatan CO2 atau keasaman terhadap peningkatan pelepasan O2 dikenal
sebagai efek BOHR. CO2 & ion H mampu membentuk ikatan reversibel dengan Hb,
sehingga menurunkan afinitasnya terhadap O2. Peningkatan pH/penurunan PCO2 darah
menyebabkan kurva disosiasi bergeser ke kiri. Hal ini terjadi di kapiler paru, dimana
sejumlah besar CO2 berdifusi ke dalam alveol. Afinitas Hb terhadap O 2 meningkat,
sehingga lebih banyak O2 yang diikat Hb untuk PO2 yang sama.
b. Suhu Efek peningkatan suhu serupa dengan efek peningkatan keasaman; kurva
bergeser ke kanan. Kerja otot atau peningkatan metabolisme sel menghasilkan panas,
sehingga memperbesar pelepasan O2 dari Hb untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
c. 2,3-bifosfogliserat (2,3-BPG) terdapat dalam eritrosit, dibentuk dalam
metabolismenya. 1 molekul 2,3-BPG terikat per tetramer Hb di dalam rongga tengah yang
dibentuk keempat subunit. Rongga tengah ini cukup untuk BPG, hanya bila molekul Hb
berbentuk T/deoksigenasi. Zat ini membentuk ikatan garam dengan subunit sehingga
menstabilkan deoksihemoglobin, dan dapat menurunkan afinitas Hb terhadap O 2.
Peningkatan 2,3-BPG menggeser kurva disosiasi HbO 2. Akibatnya kadar 2,3-BPG
meningkat bertahap bila saturasi HbO2 rendah untuk jangka waktu lama. Perubahan
fisiologi yang menyertai pemajanan berkepanjangan terhadap ketinggian mencakup
peningkatan jumlah eritrosit, konsentrasi Hb dan konsentrasi 2,3-BPG. Peningkatan
konsentrasi 2,3-BPG menurunkan afinitas hemoglobin terhadap O 2 (menurunkan P50 /
tekanan parsial O2 yang menjadikan Hb separuh tersaturasi), sehingga meningkatkan
kemampuan Hb untuk melepas O2 di jaringan.
Kurva disosiasi CO2
19

Kandungan CO2 total dalarn darah adalah jumlah ketiga bentuk CO 2 yang telah
diuraikan sebelumnya, yang nilainya bergantung pada besar PCO 2. Hubungan antara
konsentrasi CO2 dan PCO2 dinyatakan sebagai kurva disosiasi CO2. Kurva tersebut juga
dipengaruhi oleh pH darah, sehingga letak kurva ini pada darah arteri (darah teroksigenasi)
lebih ke kanan dibandingkan dalam darah vena (darah terdeoksigenasi). Hal ini
disebabkan karena HbO2 bersifat lebih asam daripada deoksihemoglobin. Maka di dalam
darah kapiler sistemik, dimana kandungan HbO2 lebih rendah, kemampuan pengangkutan
CO2 untuk PCO2 yang sama akan meningkat. Perbedaan utama kurva disosiasi CO 2 dan
HbO2 adalah tidak terbatasnya kemampuan pengikatan CO2 oleh darah. Makin tinggi
PCO2, makin banyak jumlah pembentukan ion bikarbonat. Oleh sebab itu, kandungan CO 2
dalam darah tidak dinyatakan dalam % saturasi, melainkan dalam mL C02 / mL darah
(mmol/L).
SISTEM BUFFER DARAH
Kapasitas buffer menyatakan kemampuan maksimum sistem buffer untuk
mempertahankan pH. Diperlukan dalam pengangkutan CO2. Buffer yang terdapat dalam
darah :
1. Buffer bikarbonat dan karbonat (HCO3- / H2CO3 ) bekerja efektif sampai pH 7.4,
sangat baik pada penambahan asam
2. Buffer fosfat (HPO42- / H2PO4-) bekerja efektif pada penambahan asam, kosentrasi
relatif rendah, kurang berperan dalam plasma
3. Buffer protein asam lemah : Asam glutamat, asam aspartat; basa lemah : lysin,
arginin, histidin; kurang berperan
4. Buffer hemoglobin bentuk hemoglobin yang berperan membentuk sistem buffer:
oksihemoglobin ( HHbO2), deoksihemoglobin (HHb)

20

Anda mungkin juga menyukai