Anda di halaman 1dari 126

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Wilayah Banten, terutama Kota Tangerang dan Kabupaten

Tangerang,

serta

Kota

Tangerang

Selatan

adalah

kawasan

penyangga Jakarta sebagai lbukota Negara. Posisi ini sangat strategis,


dipenuhi oleh pabrik-pabrik dan sentra-sentra industri. Tersedianya
infrastruktur yang memudahkan berlangsungnya transaksi ekonomi antar
provinsi, memberikan nilai tambah dalam mempercepat pertumbuhan
ekonominya.
Pesatnya pembangunan di Provinsi Banten yang merupakan salah
satu kawasan industri terbesar di Indonesia, tentunya mempunyai dua
dampak yang berbeda, disatu pihak dapat menghasilkan pertumbuhan
ekonomi yang signifikan tetapi di lain pihak menghasilkan potensi
pencemaran lingkungan yang akan merusak kesetimbangan sumber daya
alam yang pada gilirannya dapat mengakibatkan pemanasan global dan
perubahan iklim.
Kerusakan

lingkungan

di

Provinsi

Banten

juga

sudah

mengkhawatirkan yang dicirikan dengan rendahnya kualitas dan


kuantitas air pada daerah aliran sungai Cisadane, Sungai Cidurian, Sungai
Ciujung, Sungai Cidanau. Hal ini dapat dilihat dari fluktuasi debit air
yang sangat tinggi, banjir dimusim hujan dan kekeringan di musim
kemarau.

1
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Berbagai permasalahan lingkungan ini sudah diantisipasi oleh


Pemerintah Provinsi Banten dan tertuang dalam isu strategis RPJMD
Provinsi Banten 2012-2017 yang kemudian menjadi salah satu misi
Pemerintah Provinsi Banten yakni infrastruktur wilayah/kawasan dan
lingkungan hidup.
Dalam rangka mencapai misi tersebut diatas maka strategi yang
dilaksanakan dan berkaitan dengan lingkungan adalah Meningkatkan
pengendalian pencemaran air dan udara dari industri dan domestik;
Meningkatkan mitigasi bencana dan adapatasi perubahan iklim;
Mengubah daerah rawan bencana menjadi daerah bebas bencana (banjir,
kekeringan, sampah, longsor, dan bencana lainnya); Meningkatkan peran
serta masyarakat desa hutan dalam pengamanan kawasan hutan melalui
upaya rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan
hidup; Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam dan lingkungan
hidup melalui gerakan rehabilitasi lahan kritis (GRLK); dan
Meningkatnya pengelolaan kawasan lindung.
Dalam laporan Status Lingkungan Hidup Daerah (SLHD) Provinsi
Banten ini, berusaha untuk menggambarkan kondisi lingkungan hidup
pada tahun 2014 dan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh seluruh
pihak dalam rangka pengelolaan lingkungan. Diharapkan laporan ini
menjadi salah satu dasar pertimbangan untuk melakukan upaya-upaya
lebih lanjut untuk lebih meningkatkan pengelolaan lingkungan.

1.2

Tujuan dan Manfaat

1.2.1 Tujuan

Tujuan dari ditulisnya buku laporan SLHD Provinsi Banten ini

antara lain:

2
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

a. Untuk mengumpulkan dan menginformasikan data dari berbagai


SKPD dan Pemerintah Kab/Kota dalam satu bentuk laporan.
b. Untuk menganalisis data dan informasi serta isu lingkungan di
Provinsi Banten menurut prinsip pembangunan berwawasan ekologis.
c. Untuk mempresentasikan keterkaitan yang kompleks dan kritis
antara lingkungan biofisik dan sosio-ekonomi.
d. Untuk menyediakan pemahaman akan pengaruh kegiatan manusia
pada lingkungan serta implikasikanya pada kesehatan manusia
dan kesejahteraan ekonomis.

1.2.2 Manfaat

Buku Laporan SLHD Banten 2014 ini memiliki manfaat sebagai

berikut:
a. Sebagai sarana penyediaan data dan informasi lingkungan yang
dapat menjadi alat yang berguna dalam menilai dan menentukan
prioritas masalah.
b. Membantu membuat rekomendasi bagi penyusunan kebijakan dan
perencanaan untuk membantu pemerintah daerah dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
c. Membantu menerapkan mandat pembangunan berkelanjutan .

1.3 Profil Provinsi Banten
Provinsi Banten adalah salah satu daerah pemekaran yang dulu
termasuk dalam wilayah Karesidenan Banten Provinsi Jawa Barat dan
terbentuk melalui Undang-undang No. 23 Tahun 2000. Pada awalnya,
Provinsi Banten terdiri dari empat kabupaten yaitu Kabupaten
Pandeglang, Lebak, Tangerang, Serang dan dua kota yaitu Kota
Tangerang, Kota Cilegon dan Kota tangerang Selatan. Dalam

3
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

perkembangannya terjadi pemekaran wilayah, Kabupaten Serang menjadi


Kabupaten Serang dan Kota Serang. Selanjutnya, Kabupaten Tangerang
dimekarkan menjadi Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan.
Sehingga, Provinsi Banten saat ini terdiri dari empat kabupaten dan empat
kota.
Secara geografis, Provinsi Banten terletak di ujung barat Pulau Jawa
dan berjarak sekitar 90 km dari DKI Jakarta serta memiliki luas sebesar
9.662,92 km2 atau sekitar 0,51 persen dari luas wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Wilayahnya, berbatasan langsung dengan Provinsi
DKI Jakarta dan Jawa Barat di sebelah timur, Laut Jawa di sebelah utara,
Samudra Hindia di sebelah selatan, dan Selat Sunda di sebelah barat.
Dengan demikian, Provinsi Banten mempunyai posisi yang strategis yaitu
sebagai jalur penghubung darat antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera.
Sebagian wilayahnya pun yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang,
dan Kota Tangerang Selatan menjadi hinterland bagi Provinsi DKI Jakarta.
Secara geografis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 5 0750 7
011 Lintang Selatan dan 105 0111 106 0712 Bujur Timur.
Provinsi Banten terdiri dari 8 wilayah yang terdiri dari 4 kabupaten
serta 4 kota yang masing-masing mempunyai karakteristik sendiri, yaitu :
a. Kabupaten Lebak;
b. Kabupaten Pandeglang;
c. Kabupaten Serang;
d. Kabupaten Tangerang;
e. Kota Cilegon;
f. Kota Tangerang;
g. Kota Serang;
h. Kota Tangerang Selatan

4
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Gambar 1:
Persentase Luas Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Banten

Sumber : BPS Provinsi Banten


Wilayah Provinsi Banten yang memiliki bentang alam mulai dari
puncak gunung sampai laut memiliki sumberdaya alam cukup besar
berupa lingkungan darat, laut dan pulau-pulau kecil. Luas total wilayah
Provinsi Banten 17.342,92 km yang terdiri atas:
a. wilayah darat (4 kabupaten dan 4 kota) seluas 9.662,92 km;
b. wilayah laut sejauh 12 mil, seluas 7.680 km yang diukur dari
garis pantai tegak lurus ke arah laut lepas;
c. perairan kepulauan (dengan asumsi panjang pantai Provinsi Banten
400 km dan 1 mil laut = 1,6 km).

Adapun batas wilayah adalah sebagai berikut:
a. sebelah Utara dibatasi oleh Laut Jawa;
b. sebelah Timur dibatasi oleh Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jawa
Barat;
c. sebelah Selatan dibatasi oleh Samudera Hindia;
d. sebelah Barat dibatasi oleh Selat Sunda.

5
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

1.4

Isu Prioritas
Berdasarkan pengumpulan data dan informasi, isu prioritas

lingkungan Provinsi Banten pada tahun 2014 sesuai dengan RPJMD


Provinsi Banten terdiri dari beberapa isu yakni:
1.

Rendahnya pelayanan pengelolaan sampah

2.

Meningkatnya pencemaran udara, tanah, air, laut, limbah B3

3.

Meningkatnya volume air limbah domestik dan industri

4.

terjadinya inkonsistensi rencana dengan pemanfaatan tata ruang

5.

masih lemahnya penegakan hukum lingkungan dan partisipasi


masyarakat

6.

menurunnya kualitas dan kuantitas sumberdaya air baku (Sungai,


Danau, Mata Air)

7.

meningkatnya kerusakan lahan dan terdegradasinya sumberdaya


kehutanan dan kenakaragaman hayati.

Dari ketujuh isu lingkungan yang ada dalam RPJMD tersebut maka

yang menjadi isu prioritas pada tahun 2014 adalah Peningkatan


pencemaran udara, tanah, air, laut, limbah B3. Secara lebih mendetail
maka berikut ini diuraikan alasan dipilihnya Peningkatan pencemaran
udara, tanah, air, laut, limbah B3 menjadi isu prioritas di tahun 2014.
1.

Kondisi Lingkungan (State)


Hitungan limbah padat harian antropogenik untuk Provinsi Banten
diperkirakan sekitar 9.040.116/m3/tahun. Belum lagi bahan pencemar
yang berasal dari kesibukan arus lalu lintas, hingga kegiatan produksi
sejumlah industri menengah dan besar, semuanya menghasilkan
limbah dan polusi yang tiap tahunnya semakin meningkat.

6
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Sumber pencemaran yang beragam baik di ekosistem daratan


maupun perairan, menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
lingkungan. Selama ini yang dapat dipantau oleh BLHD Provinsi
Banten adalah kualitas air sungai dan udara.

Hasil pemantauan kualitas air sungai utama di Provinsi Banten
menunjukkan kondisi air sungai yang tercemar berat. Lalu pada
pemantauan kualitas udara didapatkan sejumlah wilayah mengalami
peningkatkan jumlah polutan akibat aktifitas produksi industri dan
juga kesibukan arus lalu lintas terutama di kota-kota besar.

2.

Tekanan (Pressure)
Dengan jumlah penduduk sebanyak 11.452.491 jiwa, Provinsi Banten
memiliki aktivitas yang kompleks. Sejumlah wilayah juga mengalami
peningkatan jumlah industri skala besar dan sedang, terutama yang
berpotensi memiliki limbah padat, cair, dan B3 yang besar seperti
industri tekstil, industri kayu, dan industri bahan kimia.

Banyaknya jumlah penduduk juga berbanding lurus dengan
kebutuhan energi, pengurangan luas kawasan hutan alami, dan
meningkatnya

limbah

harian

masyarakat.

Bahkan

untuk

mengimbangi kondisi perekonomian masyarakat yang dituntut untuk


semakin sejahtera, maka eksplorasi sumberdaya hayati akan tetap
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang
semakin beragam dan tentu saja akan berdampak pada meningkatnya
emisi karbon dan limbah buangan hasil produksi.

7
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

3.

Respon (Response)
Untuk

menanggapi

permasalahan

pencemaran

lingkungan,

pemerintah Provinsi Banten melakukan berbagai upaya untuk


menyadarkan seluruh lapisan masyarakat dalam menjaga lingkungan
hidup. Lebih dari 30.000 pohon telah ditanam sepanjang program
penghijauan tahun 2014 yang mencapai luasan lebih dari 50 Ha.

Program sekolah Adiwiyata pun terus digalakkan sebagai upaya
pemupukan semangat untuk menjaga lingkungan bagi para pelajar.
Sebanyak 14 sekolah telah tecatat sebagai sekolah Adiwiyata nasional
sepanjang tahun 2014.

8
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014


BAB 2
KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN

KECENDERUNGANNYA

2.1

LAHAN DAN HUTAN


Kewenangan pengelolaan lahan dan hutan diarahkan sebagai

upaya pengendalian dampak lingkungan, dimana berdasarkan UU 23


tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Provinsi memiliki
kewenangan sebagai berikut :
1. Pelaksanaan tata hutan kesatuan pengelolaan hutan kecuali pada
kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK).
2. Pelaksanaan rencana pengelolaan kesatuan pengelolaan huran kecuali
pada kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK)
3. Pelaksanaan pemanfaatan hutan di kawasan hutan produksi dan
hutan lindung, meliputi:
a. Pemanfaatan kawasan hutan;
b. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
c. Pemungutan hasil hutan;
d. Pemanfaatan jasa lingkungan kecuali pemanfaatan dan/atau
penyerapan karbon
4. Pelaksanaan rehabilitasi di luar kawasan hutan negara
5. Pelaksanaan perlindungan hutan di hutan lindung, dan hutan
produksi
6. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan bukan kayu
7. Pelaksanaan pengolahan hasil hutan kayu dengan kapasitas produksi
< 6000 m3/tahun

9
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

8. Pelaksanaan pengelolaan KHDTK untuk kepentingan religi



2.1.1 Luas Wilayah menurut Penggunaan Lahan Utama
Lahan Non pertanian di Provinsi Banten memiliki luas 247.090,93
Ha atau sekitar 36,5% dari luas lahan Provinsi Banten yang sebagian
besarnya terletak di Kabupaten Serang. Adapun Lahan Sawah memiliki
luas 207.170,96 Ha (30,5 %) yang sebagian besar terletak di Kabupaten
Tangerang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten
Serang.
Provinsi Banten memiliki Lahan Kering dengan luas 157.385,35 Ha
(23%) yang sebagian besar terletak di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten
Lebak dan Kabupaten Serang. Sedangkan, lahan perkebunan yang ada di
Provinsi Banten mempunyai luas 67.974 Ha (10%) yang sebagian besar
terletak di Kabupaten Lebak. Data lengkap untuk luas Lahan dapat dilihat
pada tabel SD-1 pada buku 2 SLHD.
Peningkatan jumlah
penduduk

di

Provinsi

Banten berdampak pada


peningkatan
ekonomi.
Gambar 3:
Penambangan Pasir di Cilegon

pedesaan

kebutuhan
Masyarakat

yang

sumberdaya

terbatas

ekonominya

mencari alternatif sumberdaya ekonomi dengan mengeksploitasi


sumberdaya alam yang terdekat dan termudah untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi tersebut.
Komponen lingkungan atau sumberdaya alam yang paling mudah
dieksploitasi oleh masyarakat desa ialah lahan pekarangan miliknya atau

10
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

yang ada di sekitar mereka. Yang sering dijumpai ialah kegiatan


penambangan liar berupa penggalian pasir baik di bukit maupun di
sungai.
Selain penambangan pasir juga ada penambangan emas dan
batubara serta penebangan hutan secara liar yang tidak mengindahkan
aspek

kelestarian

lingkungan

hidup.

Kerusakan

lahan

akibat

penambangan pasir liar terlihat di beberapa lokasi, misalnya di


Kecamatan Cimarga dan Kecamatan Malingping di Kabupaten Lebak dan
Kecamatan Banjar di Kabupaten Pandeglang, sedang penebangan hutan
secara liar ditemukan di Kecamatan Bojongmanik dan Gunung Kencana.
Penambangan dilakukan dengan menggali bukit untuk diambil
pasirnya dan meninggalkan lahan yang rusak bekas galian pasir. Kegiatan
penambangan ini selain merusak lahan juga meningkatkan erosi,
kekeruhan air sungai oleh limbah pencucian pasir yang dibuang langsung
ke sungai, serta bahaya longsor. Kebijakan yang dilakukan khususnya
oleh Pemerintah Kabupaten Lebak dalam mengendalikan kerusakan lahan
di wilayahnya sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2009-2014, tertera dalam Misi
ke-4 yaitu Meningkatkan daya dukung dan daya tampung lingkungan
untuk pembangunan berkelanjutan, dengan sasaran Meningkatnya fungsi
kawasan penyangga, konservasi dan lindung.
Hal lainnya yang cukup krusial adalah status pengelolaan yang
tidak jelas pada kawasan akar sari karena banyaknya para pihak yang
mengelola tempat tersebut, apakah masuk kawasan lindung, kawasan
produksi, hutan rakyat, atau kawasan permukiman.
Kemudian hal lain yang perlu dicermati juga adalah terdapat
lahan-lahan seperti di bantaran sungai, yang dijadikan tempat

11
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

pembuangan sampah oleh masyarakat, yang disebabkan antara lain


keterbatasan sarana untuk pengelolaan sampah.
Akibat dari penggunaan lahan tersebut mengakibatkan timbulnya
lahan-lahan kritis. Berdasrkan data yang dihimpun pada table SD-5 buku
SLHD 2014, lahan kritis di Provinsi banten mempunyai luas 104.103,01 Ha
yang sebagian besar terletak di Kabupaten Pandeglang (44 %), Kabupaten
Lebak (31%) dan Kabupaten Tangerang (14 %).

2.1.2 Luas Kawasan Hutan menurut Fungsi/Status
Provinsi Banten dengan luas daratan 8.800,83 km2 menyimpan
kekayaan dan keanekaragaman sumber daya alam, antara lain keberadaan
hutan produksi seluas 70.797,58 hektar pada tahun 2012 (BPS Provinsi
Banten 2014), yang terdiri dari 41.152,87 ha hutan produksi tetap dan
29.644,71 ha hutan produksi terbatas. Data mengenai hutan di Provinsi
Banten dapat dilihat di buku 2 SLHD tabel SD-2 sampai dengan SD-4
dengan deskripsi yang tertulis diuraian di bawah ini.
Kawasan konservasi yang terdapat di Provinsi Banten seluas
437.543,14 Ha terdiri kawasan konservasi seluas 127.892,3 Ha, Taman
Nasional seluas 288.837 Ha, Taman Hutan Raya seluas 3.026 Ha, Hutan
Lindung seluas 9.471,39 Ha, Cagar Alam seluas 4.230 Ha dan Taman
Wisata seluas 4.086,3 Ha.
Berdasarkan tugas dan fungsi institusi pengelola, jenis pengelolaan
hutan dan kebun terdiri dari Perum Perhutani mengelola kawasan hutan
produksi, hutan lindung dan hutan wisata, Taman Nasional Gunung
Halimun mengelola kawasan hutan konservasi Gunung Halimun, Taman
Nasional Ujung Kulon mengelola Kawasan hutan konservasi dan taman
Wisata Laut Ujung Kulon, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA)

12
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Jawa Barat I Sub Seksi Serang mengelola Cagar Alam dan Taman Wisata
Alam. Disamping itu terdapat beberapa institusi lain yang menangani
kegiatan pembangunan kehutanan dan perkebunan di Provinsi Banten
yaitu Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BP DAS) Citarum-
Ciliwung, Balai Sertifikasi dan Pengujian Hasil Hutan (BSPHH) Wilayah
VII, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) DKI Jakarta,
Perusahaan Terbatas Perkebunan Negara (PTPN) VIII, Perkebunan Swasta
(PBS) dan Instansi Daerah Otonom berupa dinas teknis yang menangani
pembangunan kehutanan dan perkebunan (Bappeda Provinsi Banten,
2007).
1) Kawasan Konservasi
Dilihat dari luasnya, hutan di Provinsi Banten sebagian besar
berada dalam kawasan konservasi, seperti Taman Nasional Ujung
Kulon, Taman Nasional Gunung Halimun, Cagar Alam Rawa
Danau, Cagar Alam Tukung Gede, Cagar Alam Pulau Dua, Taman
Wisata Alam Carita, Taman Wisata Alam Pulau Sangiang, dan
Taman Wisata Alam Laut Sangiang. Dengan adanya usaha
konservasi hutan di Provinsi Banten ini diharapkan perlindungan
flora dan fauna yang ada di dalamnya semakin membaik, sehingga
keanekaragaman hayati di daerah tersebut tidak menurun.
Gambaran kondisi hutan di kawasan konservasi diuraikan berikut
ini:
a) Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon merupakan salah satu dari enam
taman nasional di dunia yang telah ditetapkan UNESCO sejak
tahun 1992 sebagai warisan alam dunia. Taman Nasional ini
memiliki luas keseluruhan 122.956 hektar yang terdiri atas 78.619

13
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

hektar daratan dan 44.337 hektar perairan, terdapat kenaikan


sebesar 2.405 Ha di luas daratan.
Secara geografis kawasan ini terletak di 102o0232 - 105o3737
BT dan 06o3043 - 06o5217 LS dan berada pada 2 kecamatan,
yaitu Kec. Sumur dan Kec. Cimanggu yang terbagi atas 6 zone ,
seperti terlihat pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 1:
Zonasi Taman nasional Ujung Kulon
No. Zona

Luas

a.

Zona inti

47.250 ha

b.

Zona rimba

68.343 ha (daratan : 26.681 ha,


perairan laut : 43.887 ha)

c.

Zona pemanfaatan intensif

1.108 ha (daratan: 658 ha,


perairan laut:450 ha)

d.

Zona pemanfaatan khusus

3.700 ha

e.

Zona pemanfaatan tradisional

130 ha

f.

Zona situs sejarah dan budaya

20 ha

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Prov. Banten 2012


Permasalahan utama yang terjadi di Taman Nasional Ujung
Kulon adalah meningkatnya kegiatan-kegiatan yang merusak
sumberdaya hutan seperti penebangan, perambahan, dan
pencurian yang dilakukan oleh penduduk.
b) Taman Nasional Gunung Halimun
Taman Nasional Gunung Halimun yang berada di Provinsi
Banten meliputi Kecamatan Cipanas, Muncang, dan Kecamatan
Cibeber Kabupaten Lebak. Berdasarkan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 175/Kpts-II/2003 tanggal 10 Juni 2003

14
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

tentang Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun


(TNGH), arealnya bertambah yakni meliputi area sekitar
Gunung Salak. Luas area Taman Nasional Gunung Halimun di
wilayah Kabupaten Lebak adalah seluas 42.925 Ha.
Pertambahan penduduk di daerah sekitar taman nasional
diperkirakan menjadi penyebab meningkatnya gangguan-
gangguan terhadap hutan. Berdasarkan data Taman Nasional
Gunung Halimun, telah terjadi perambahan di taman nasional
ini seluas 520 hektar menjadi lahan pertanian.
Permasalahan yang terjadi dalam Taman Nasional ini adalah
belum

ditegakkannya

peraturan

tentang

pengambilan

sumberdaya alam di kawasan konservasi menyebabkan


pemanfaatan sumberdaya alam tersebut tidak terkendali.
Adanya perusahaan yang bergerak di bidang air minum
kemasan yang mengambil air dari mata air di dalam kawasan
konservasi Taman Nasional Gunung Halimun menyebabkan
masyarakat di sekitar kawasan kekurangan air.
Kurang disosialisasikannya batas-batas kawasan konservasi
menyebabkan terjadinya konflik kepemilikan lahan antara
masyarakat dan pengelola kawasan konservasi. Di antara
penduduk lokal sendiri masih banyak yang belum mengetahui
bahwa daerahnya telah dijadikan kawasan taman nasional.
c) Cagar Alam Rawa Danau
Cagar Alam Rawa Danau ditetapkan berdasarkan GB (Besluit
van den Gouverneur-Generaal) tanggal 16 November 1921 No.
60 Staasblad 683. Cagar alam ini berada di Kecamatan Mancak,
Padarincang, dan Pabuaran Kabupaten Serang dengan luas

15
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

mencapai 2.500 Ha. Ekosistem Rawa danau termasuk hutan


rawa pegunungan.
Berdasarkan data BKSDA Jawa Barat, Cagar Alam Rawa Danau
juga mengalami gangguan berupa perambahan hutan seluas
416,75 Ha yang tersebar di Blok Rancakabeuleum (67,5 ha), Blok
Kukulungbaru (37,25ha), Blok Kalong (63 ha), Blok Cimanuk (75
ha), Blok Pojok (45 ha), Blok Cilowok (46,5 ha), Blok Gayam (37,5
ha), Blok Cikoneng (30 ha), dan Blok Cukang (15 ha).
Selain itu gangguan di Cagar Alam Rawa Danau berupa
pembangunan enklave seluas 262,5 Ha yang tersebar di Blok
Koloberan (35 ha), Blok Jampari (350 ha), Blok Kampung Baru
(24 ha), Blok Cikadu (10 ha), Blok Cikuray (19,25 ha), Blok
Ciherang (10,75 ha), Blok Sukatani (31 ha), Blok Kampung Seklak
(5 ha), dan Blok Cisalak (40 ha). Permasalah lainnya adalah
sedimentasi akibat erosi dan sedimentasi yang dibawa oleh
sungai-sungai yang bermuara di Sungai Cidanau dan tumbuh
suburnya gulma akibat penggunaan pupuk yang berlebihan oleh
masyarakat sekitar kawasan cagar alam.
d) Cagar Alam Tukung Gede
Cagar Alam Tukung Gede ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 294/Kpts/Um/6/1979 dengan
luas 1.700 Ha. Lokasinya memanjang dari Kecamatan Anyer,
Cinangka, Mancak, sampai dengan Pabuaran.
e) Cagar Alam Pulau Dua
Cagar alam ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Jenderal GB No. 21 Stbl 49 pada tanggal 30 Juli 1937
dengan luas 8 Ha dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri

16
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Pertanian No. 253/Kpts/II/1984 luasnya menjadi 30 Ha. Cagar


alam ini berlokasi di Desa Sawah Luhur Kecamatan Kasemen.
Cagar Alam Pulau Dua ini merupakan ekosistem hutan pantai
yang terdiri dari hutan mangrove.
f) Taman Wisata Alam
Taman Wisata Alam (TWA) di Provinsi Banten terdiri dari
Taman Wisata Alam Darat dan Taman Wisata Alam Perairan
Laut. Luas Taman Wisata Alam darat di Pulau Sangiang adalah
528 Ha sementara Carita seluas 95 Ha. Sedangkan luas Taman
Wisata Alam Perairan Laut adalah sebesar 720 Ha di Pulau
Sangiang.

2) Hutan Produksi dan Lindung
Hutan produksi adalah hutan milik negara yang
pengelolaannya diserahkan kepada PT. Perhutani. Hutan produksi
milik PT. Perhutani di Provinsi Banten di bawah pengelolaan KPH
Banten berdasarkan data BPS tahun 2011 adalah seluas 72.292,58 ha.
Hutan-hutan tersebut dibawah pengelolaan BKPH (Balai Kesatuan
Pemangku Hutan) Serang (4.154,14 ha), Pandeglang (7.368,36 ha),
Sobang (11.538,57 ha), Cikeusik (13.753,42 ha), Rangkasbitung
(7.052,71 ha), Gunung Kencana (8.984,44 ha), Malingping (11.367,32
ha), Bayah (5.047,10 ha) dan KHDTK Carita (3.026,520 ha).
Dalam rangka revisi RTRW Provinsi Banten, diusulkan
perubahan fungsi dari Hutan Produksi menjadi Hutan Lindung.
Pengurangan luas kawasan hutan produksi tersebut adalah sebesar
14.201,82 Ha (Data Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi
Banten tahun 2012).

17
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Potensi kayu di Provinsi Banten cukup besar dan hal ini


merupakan potensi ekonomi yang dapat memberikan sumbangan
yang berarti terhadap pendapatan daerah Provinsi Banten sehingga
pengelolaan (pemeliharaan dan reboisasi) hutan perlu dilakukan
dengan baik dan komprehensif. Produk kayu berasal dari berbagai
jenis hutan dari tahun 2000 sampai 2011 disajikan pada Tabel 2.2 di
bawah ini.
Tabel 2:
Produksi dan Nilai Produksi Kayu Jati dan Rimba
di Provinsi Banten, 2000-2011
Kayu Jati
Kayu Rimba


Tahun

Produksi

Nilai Produksi

Produksi

Nilai Produksi

(m3)

(juta rupiah)

(m3)

(juta rupiah)

2000

2863,00

2066,81

10431,00

1385,02

2001

5297,00

3574,60

13784,00

2294,39

2002

6485,00

5673,79

8248,00

2243,48

2003

4114,00

9800,20

6219,00

2236,64

2004

16549,00

27174,65

9510,00

3448,85

2005

13944,30

19767,33

50731,74

1564,83

2006

14780,35

21678,35

8115,92

3059,11

2007

25884,29

40868,12

10049,70

3626,09

2008

16376,00

33063,14

47002,00

17004,96

2009

24296,37

49054,36

36716,01

13283,56

2010

17535,62

35404,42

28251,31

10221,11

2011

18355,10

32986,07

16009,08

9721,13

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten 2012

18
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Selain memiliki hutan produksi, PT. Perhutani juga memiliki


hutan lindung seluas 9.471,39 ha yang tersebar di beberapa wilayah
di Provinsi Banten di bawah pengelolaan BKPH Serang (726,64 ha),
Pandeglang (2.715,30 ha), Rangkasbitung (380,41 ha), Malingping
(3.434,40 ha), Bayah (622,79 ha), dan Tangerang (1.591,85 ha). Hutan
lindung juga terdapat di daerah Ciomas dan Pabuaran (hutan
lindung Paraksak), Kramatwatu (hutan lindung Pinang), dan di
Bojonegara (hutan lindung Santri).

2.1.3 Luas Penutupan Lahan dalam Kawasan Hutan dan Luar Kawasan
Hutan

Sepanjang tahun 2014, telah tercatat luasan tutupan lahan dalam

dan luar kawasan hutan dari wilayah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten


Lebak, dan Kabupaten Serang. Ketersediaan data yang dimiliki berupa
total luasan kawasan hutan tetap tanpa ada data yang merinci tentang
luasan kawasan hutan dan non hutan.

Dari data yang dimiliki, dapat dilihat bahwa Kawasan Suaka

Alam/Kawasan Pelestarian Alam (KSA/KPA) memiliki persentase paling


tinggi (72.764,35 Ha) Diikuti oleh persentase Hutan Produksi Terbatas
(HPT) seluas 42.911,71 Ha, Hutan Poduksi Tetap (HP) seluas 30.370,98 Ha,
dan terakhir Hutan Lindung (8.520,30 Ha).

Kabupaten Pandeglang memiliki total luasan KSA/KPA paling

besar yakni 46.134,57 Ha dibandingkan Kab. Lebak (26.624 Ha) dan Kab.
Serang (5,78 Ha).

19
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Gambar 4:
Persentase Luas Tutupan Lahan Hutan Tetap
Prov. Banten 2013
20%

KSA-KPA
HL
47%

HPT
HP

28%
5%


Sumber: BPS Provinsi Banten 2014


2.1.4 Luas Lahan Kritis
Kabupaten Pandeglang memiliki luasan lahan kritis paling besar
yakni 33.379 Ha. Adapun menurut data BPS 2014, satu-satunya wilayah
yang memiliki luasan lahan sangat kritis adalah Kab. Lebak seluas
2.057,72 Ha. Hal ini disebabkan bahwa Kab. Pandeglang dan juga Kab.
Lebak memiliki kondisi geografis yang sebagian besarnya masih berupa
kawasan hutan. Namun kawasan tersebut belum dapat dimanafaatkan
secara optimal, sehingga didapati sejumlah kawasan berubah menjadi
lahan kritis dan kehilangan fungsinya.

2.1.5 Perkiraan Luas Kerusakan Hutan menurut Penyebabnya
Seperti halnya lahan, hutan di Provinsi Banten pun mengalami
kerusakan. Penyebab kerusakan tersebut terangkum dalam tabel SD-9.
Penyebab utama kerusakan hutan yaitu perambahan hutan yang
mengakibatkan kerusakan hutan seluas 21.192 Ha.


20
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014


2.1.6 Pelepasan Kawasan Hutan yang dapat dikonversi Menurut
Peruntukkan
Selain mengalami kerusakan, hutan di provinsi Banten juga
dikonversi menjadi perunutkan lain berdasarkan SK. Menteri Kehutanan
yang dirangkum pada tabel SD-10. Luas hutan yang dikonversi menjadi
pemukiman (1.525,63 Ha), Perkebunan (1.067,15 Ha), Industri (2.026,49
Ha) dan Pertambangan (2.614,06 Ha) dan lainnya (28.54 Ha).

2.2

Keanekaragaman Hayati
Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 sebagai pengganti dari

Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan


Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota, yang
merupakan aturan pelaksana dari Undang-Undang nomor 32 tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, telah menguraikan dengan tegas
pembagian kewenangan bidang lingkungan antara Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Kewenangan
pengelolaan keanekaragaman hayati diarahkan sebagai konservasi
sumber daya alam, dimana Pemerintah Provinsi memiliki kewenangan
sebagai berikut :
1) Koordinasi dalam perencanaan konservasi keanekaragaman hayati
skala Provinsi;
2) Penetapan dan pelaksanaan kebijakan konservasi dan pemanfaatan
berkelanjutan keanekaragaman hayati skala Provinsi;
3) Penetapan

dan

pelaksanaan

pengendalian

kemerosotan

keanekaragaman hayati skala Provinsi;

21
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

4) Pemantauan

dan

pengawasan

pelaksanaan

konservasi

keanekaragaman hayati skala Provinsi;


5) Penyelesaian konflik dalam pemanfaatan keanekaragaman hayati
skala Provinsi;
6) Pengembangan manajemen sistem informasi dan pengelolaan
database keanekaragaman hayati skala Provinsi.

2.2.1 Flora dan Fauna yang Dilindungi
Provinsi Banten memiliki kekayaan keanekaragaman hayati berupa
flora, fauna dan tipe ekosistem yang sangat tinggi. Sebagian diantaranya
merupakan jenis dan tipe ekosistem yang bersifat endemik. Kekayaan
tersebut sebagian besar terdapat dalam kawasan hutan dan kebun.
Namun demikian, kekayaan tersebut saat ini sedang mengalami tekanan
keberadaannya

sebagai

penyelundupan

satwa,

akibat

dari

pencurian

plasma

nutfah,

perambahan

hutan dan kebun, perburuan liar,


perdagangan

flora/fauna

yang

dilindungi.
Taman Nasional Ujung Kulon
merupakan kawasan konservasi

Gambar 5:
Badak Bercula Satu (Rhinoceros Sundaicus)

dunia karena memiliki potensi


keanekaragaman hayati baik flora maupun fauna dan berbagai tipe
vegetasi khas serta merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan hujan
daratan rendah yang tersisa dan terluas di Pulau Jawa. Gejala alamnya
yang unit serta panorama yang asri dan alami di berbagai tempat, secara
keseluruhan merupakan kesatuan ragam alamiah yang mempesona bagi
kegiatan wisata alam. Didalamnya terdapat satwa spesific endemic langka

22
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

yaitu badak bercula satu (Rhinoceros Sundaicus). Selain hal tersebut di atas
Provinsi Banten memiliki Cagar Alam Rawa Danau yang merupakan
kawasan penyedia air baku dan satu-satunya reservoar air di wilayah
Provinsi Banten Bagian Barat.
Selain memiliki kawasan-kawasan hutan tersebut diatas, Provinsi
Banten memiliki juga kawasan konservasi khusus Baduy seluas 5.136,58
Ha berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No. 32 Tahun 2001
tentang Perlindungan atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy.
Berdasarkan data dan informasi, keadaan yang berkaitan dengan
pengelolaan atau pengendalian keanekaragaman hayati di Provinsi
Banten sepanjang tahun 2014 adalah sebagai berikut :
1) Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon
Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon saat ini memiliki
keanekaragaman flora dan fauna yang banyak dihuni, tidak kurang
dari 700 jenis flora, 30 jenis mamalia, 5 jenis reptil, 59 jenis amphibi,
240 jenis ikan, dan 33 jenis terumbu karang. Secara geografis
kawasan ini terletak di 1020232 - 1053737 BT dan 063043 -
065217 LS dan berada pada 2 kecamatan, yaitu Kec. Sumur dan
Kec. Cimanggu.
Jika dilihat dari perbandingan persentase jenis fauna yang
ada di Pulau Jawa, Taman Nasional Ujung Kulon merupakan
habitat bagi 26 persen mamalia di Jawa, 66 persen burung di Jawa,
dan 34 persen reptil di Jawa. Badak Jawa bercula satu (Rhinoceros
sondaicus) merupakan salah satu hewan langka dan satu-satunya
badak bercula satu yang masih hidup di dunia. Selain badak
bercula satu, Taman Nasional Ujung Kulon juga merupakan habitat
dari jenis lain yang telah terancam punah seperti Banteng (Bos

23
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

javanicus), Gibon Jawa (Hylobates moloch), Anjing Hutan (Coun


alpinus), Harimau (Panthera tigris), dan Suruli (Presbytis aygula).
Hewan-hewan tersebut merupakan sisa-sisa terakhir hewan asli
hutan hujan dataran rendah di Jawa.
Banteng di Taman Nasional Ujung Kulon tersebar luas di
seluruh kawasan kecuali di P. Peucang dan P. Panaitan. Saat ini
menurut data Taman Nasional Ujung Kulon diperkirakan populasi
banteng mencapai 890 ekor. Populasi ini harus diantisipasi karena
dapat mengancam populasi badak bercula satu karena ada
beberapa tumbuhan yang sama-sama merupakan makanan
keduanya.
Untuk primata, di Taman Nasional Ujung Kulon terdapat 5
jenis primata, yaitu Kera
Ekor

Panjang

(Macaca

fascicularis), Gibon Jawa


(Hylobates moloch), Surili
(Presbytis comate), Lutung
Hitam
auratus)

(Trachypithecus
dan

Kukang

(Nycticebus coucang). Gibon


Jawa dan Surili merupakan

Gambar 6:

Gibon/Owa Jawa (Hylobates Moloch)

primata endemik dan memerlukan habitat hutan yang masih utuh


atau hutan primer. Habitat primata tersebut meliputi daerah
Gunung Honje seluas 19.214 ha, P. Panaitan seluas 17.500 ha, P.
Handeuleum seluas 220 ha, dan P. Peucang seluas 472 ha. Hewan
yang merupakan endemik suatu wilayah cenderung terancam
keberadaannya karena membutuhkan habitat yang spesifik.

24
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Sampai saat ini kegiatan yang secara khusus untuk pengelolaan


primata belum ada dan baru terbatas pada pengamanan habitatnya
agar tidak terganggu. Kegiatan di dalam program pengelolaan
primata antara lain melakukan perlindungan dan monitoring di
wilayah Gunung Honje.
2) Taman Nasional Gunung Halimun
Potensi alam yang cukup besar dimiliki Taman Nasional
Gunung Halimun selain kayu adalah bambu. Terdapat 7 jenis
bambu di daerah tersebut, yaitu Calamus heteroideus, C. javensis, C.
rhomboideus, Daemonorops melanochaetes, D. rubra, Plectocomia
eelongate, dan Korthalsia junghuhii. Saat ini di Kabupaten Lebak
menghasilkan 233.427 batang bambu/bulan atau 2.801.364 batang
bambu/tahun.
Pertambahan penduduk di daerah sekitar taman nasional
diperkirakan

menjadi

penyebab

meningkatnya

gangguan-

gangguan terhadap hutan. Berdasarkan data Taman Nasional


Gunung Halimun, telah terjadi perambahan di taman nasional ini
seluas 520 hektar menjadi lahan pertanian. Selain menghadapi
masalah perambahan hutan, kawasan taman nasional juga rawan
pencurian kayu. Data terakhir menunjukkan, lahan yang rusak
akibat pencurian kayu mencapai ratusan hektar.
Selama ini penebangan kayu liar cukup sulit ditangani oleh
masyarakat sekitar maupun polisi hutan (polhut). Mirip dengan
kegiatan pertambangan liar, pada penebangan hutan secara liar
pun telah terjadi pola bisnis. Dengan meningkatnya pembangunan
maka diperlukan bahan bangunan yang dipenuhi dengan cara
mengeksploitasi sumberdaya alam di daerah pedalaman.

25
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Permasalahan lain yang terjadi dalam Taman Nasional ini


adalah belum ditegakkannya peraturan tentang pengambilan
sumberdaya

alam

di

kawasan

konservasi

menyebabkan

pemanfaatan sumberdaya alam tersebut tidak terkendali. Adanya


perusahaan yang bergerak di bidang air minum kemasan yang
mengambil air dari mata air di dalam kawasan konservasi Taman
Nasional Gunung Halimun menyebabkan masyarakat di sekitar
kawasan kekurangan air.
Kurang disosialisasikannya batas-batas kawasan konservasi
menyebabkan terjadinya konflik kepemilikan lahan antara
masyarakat dan pengelola kawasan konservasi.
3) Cagar Alam Rawa Danau
Cagar
Danau

Alam

Rawa

ditetapkan

berdasarkan GB (Besluit van


den Gouverneur -Generaal)
tanggal 16 November 1921
No. 60 Staasblad 683. Cagar
alam ini berada di Kecamatan

Gambar 7:
Cagar Alam Rawa Dano

Mancak, Padarincang, dan


Pabuaran Kabupaten Serang dengan luas mencapai 2.500 Ha.
Ekosistem Rawa danau termasuk hutan rawa pegunungan.
Tipe tanaman yang terdapat di Rawa Danau antara lain
didominasi oleh Ficus Microcarpa, tanaman perdu (Ludwigia
Adscendens), dan pertanian dengan jumlah seluruhnya sebanyak
131 jenis tanaman. Tanaman lainnya adalah Alocasia macrorrhiza,
Alstonia spatulata, Coix lacryma-jobi Var pallustris, Cyrtosperma

26
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

merkusii, Derris danauensis, Elaeocarpus littoralis, Glochidion


naogynum, Hydrocharis dubia, Machaerina rubiginosa, Mangifera
gedebe, Nepenthes mirabilis, Stemonurus scundiflora, Thoracostachyum
sumatrana, Trapa quadrispinosa, Trapa maximoviscii, Gluta rengas, dan
Eugenia spicata, sedangkan tumbuhan bawah yang mendominasi
adalah jenis rumput-rumputan.
Keanekaragaman fauna yang tercatat dan pernah ditemukan
hidup di Cagar Alam Rawa Danau antara lain: Jenis burung:
Bangau

Tongtong

(Leptoptilos

javanicus),

Kuntul

Kerbau

(BubulcusIibis), Raja Udang Biru (Halcyon chloris), Kuntul Putih


(Ardeola sp.), Elang Ular (Spilomis cheela); Jenis reptil: ditemukan 20
jenis reptil diantaranya Ular Sanca (Phyton reticulatus), Biawak
(Varanus salvator), Kura-kura (Tryonix certilangineus), Buaya, dan
Kadal; Jenis amphibi: Bufo melanostictus, Bufo biporcatus,
Leptibrachium hasselti, Rana limnocharis, Rana cancrivora, Rana
erythraea, dan Ooeidozyga sp Jenis mamalia: Kera (Macaca
fascicularis), Lutung (Trachypitechus auratus), Bajing Tanah (Lariscus
insignis), Soricidae, Tupaiidae, Pteropodidae (Pteropus vampirus),
Megadermatidae,

Rhinolophidae,

Vespertillionidae,

Cercopithecidae, Mustelidae, Viverridae, Herpestidae, Felidae,


Cervidae, Suidae, Tragulidae, Manidae, Sciuridae, Muridae,
Hystricidae, dan Cynocephalidae Jenis ikan: kawasan Cagar Alam
Rawa Danau kaya akan jenis dan jumlah ikan. Rasbora sp. Adalah
salah satu ikan endemic Jawa yang terdapat di Cagar Alam Rawa
Danau ini Jenis binatang air berkulit keras: Macrobrachium
pilimanus, Kepiting, dan Yuyu Jenis molusca antara lain: Bellamya
javanica dan Gondang (Pila ampullaceae).

27
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Berdasarkan data BKSDA Jawa Barat, Cagar Alam Rawa


Danau juga mengalami gangguan berupa perambahan hutan
seluas 416,75 Ha yang tersebar di Blok Rancakabeuleum (67,5 ha),
Blok Kukulungbaru (37,25ha), Blok Kalong (63 ha), Blok Cimanuk
(75 ha), Blok Pojok (45 ha), Blok Cilowok (46,5 ha), Blok Gayam
(37,5 ha), Blok Cikoneng (30 ha), dan Blok Cukang (15 ha).
Selain itu gangguan di Cagar Alam Rawa Danau berupa
pembangunan enklave seluas 262,5 Ha yang tersebar di Blok
Koloberan (35 ha), Blok Jampari (350 ha), Blok Kampung Baru (24
ha), Blok Cikadu (10 ha), Blok Cikuray (19,25 ha), Blok Ciherang
(10,75 ha), Blok Sukatani (31 ha), Blok Kampung Seklak (5 ha), dan
Blok Cisalak (40 ha). Permasalah lainnya adalah sedimentasi akibat
erosi dan sedimentasi yang dibawa oleh sungai-sungai yang
bermuara di Sungai Cidanau dan tumbuh suburnya gulma akibat
penggunaan pupuk yang berlebihan oleh masyarakat sekitar
kawasan cagar alam.
4) Cagar Alam Tukung Gede
Cagar Alam Tukung Gede ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No. 294/Kpts/Um/6/1979 dengan
luas 1.700 Ha. Lokasinya memanjang dari Kecamatan Anyer,
Cinangka, Mancak, sampai dengan Pabuaran.
Ekosistem Cagar Alam Tukung Gede adalah hutan hujan
pegunungan dengan vegetasi hutan alamnya ditumbuhi oleh
keanekaragaman jenis pohon dan jenis tumbuhan memanjat (liana)
dan epifit. Jenis pohon tersebut diantaranya adalah : Bungur
(Lagerstroemia sp.), Hantap (Sterculia Coccinea), Puspa (Schima
Walichii) dan Pasang (Quercus Javanicus), sedangkan dari jenis

28
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

liana dan epiphyt yang terdapat di kawasan ini diantaranya adalah


: Owar (Flagellaria Indica), Kasungka (Gnetum sp.), Anggrek
(Phalaenopsis sp.) dan Kadaka (Drynaria sp).
Vegetasi hutan tanaman terdiri dari: Teureup (Artocarpus
Elastica), Durian (Durio sp), Aren (Arenga Pinnata), Kaliandra
(Calliandra sp.), Sengon (Paraseranthes Falcataria) dan tumbuhan
bawah yang didominasi oleh jenis rumput-rumputan (Gramineae).
Keanekaragaman fauna antara lain: Owa (Hylobates
Moloch), Kera (Macaca Fascicularis), Lutung (Trachypitechus
Auratus), Tando (Petaurista Elegans), Burung Kangkareng (Aceros
Undulatus), Elang Ruyuk (Spilornis Cheela), Biawak (Varanus
Salvator), Ular Sanca (Phyton sp.) dan lain-lain.
5) Cagar Alam Pulau Dua
Cagar alam ini ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Jenderal GB No. 21 Stbl 49 pada tanggal 30 Juli 1937
dengan luas 8 Ha dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Pertanian No. 253/Kpts/II/1984 luasnya menjadi 30 Ha. Cagar alam
ini berlokasi di Desa Sawah Luhur Kecamatan Kasemen. Cagar
Alam Pulau Dua ini merupakan ekosistem hutan pantai yang
terdiri dari hutan mangrove. Keanekaragaman flora di daerah ini
meliputi Bakau (Rhizophora sp.), Api-api (Avicenia sp.), Kayu
hitam (Diospyros Maritima), Ketapang (Terminalia Catapa),
Kepuh (Sterculiafoetida), Tancang (Bruguera sp.). Adapun flora
yang paling dominan adalah bakau, api-api, dan kayu hitam.
Keanekaragaman faunanya antara lain: Kuntul Kerbau (Bubulcus
Ibis), Kuntul Putih Kecil (Egretta Intermediate), Kowak Maling

29
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

(Nyctocorax Nyctocorax), Biawak (Varanus Salvador), Berang, dan


Kucing Bakau.

2.3

Air
Penyebaran sumberdaya air di Provinsi Banten secara alamiah

tidak merata, ada daerah yang memiliki potensi sumber air cukup tinggi
tetapi ada juga daerah yang minim sumber air. Potensi sumberdaya air di
wilayah Provinsi Banten digambarkan melalui kondisi sumber air
permukaan dan air tanah. Kuantitas air sungai relatif cukup tinggi
meskipun terjadi fluktuasi debit aliran yang cukup besar antara musim
hujan dan musim kemarau, sedangkan kualitasnya menunjukkan adanya
indikasi pencemaran di beberapa sungai.
Kebutuhan air akan meningkat seiring pertumbuhan kegiatan dan
jumlah penduduk Provinsi Banten. Kebutuhan ini harus tetap bisa
dipenuhi dari sumber-sumber air yang ada, sehingga diperlukan tindakan
pelestarian sumberdaya air, baik air permukaan maupun air tanah.
Mengantisipasi kebutuhan air yang terus meningkat, perlu
dilakukan identifikasi dan inventarisasi seluruh sumberdaya air yang ada,
termasuk kemungkinan pemanfaatan teknologi di bidang pemurnian air
(daur ulang, desalinasi air laut).
Air tanah secara umum memiliki potensi yang cukup tinggi,
meskipun di beberapa daerah terindikasi intrusi air laut dan terjadinya
eksploitasi air tanah yang cukup tinggi untuk kebutuhan industri karena
terbatasnya sumber air permukaan. Wilayah di Provinsi Banten yang
minim sumberdaya air ialah wilayah Kota Cilegon, sehingga suplai air
bersih Cilegon bergantung pada sumber air dari Kabupaten Serang (Rawa

30
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Danau) yang disalurkan oleh PT. KTI. Kalangan industri dan wisata
(terutama hotel) mengambil air tanah untuk memenuhi kebutuhannya.

2.3.1 Inventarisasi Sungai dan Danau/Situ/Rawa
Berdasarkan batas administratif, Kabupaten Pandeglang memiliki
60 sungai yang panjangnya bervariasi dari 2,65 km sampai dengan 30 km,
lebar sungai 1,5 m sampai dengan 45 m, kedalaman 0,3 m sampai dengan
2,1 m, dan debit sungai dari 0,01 m3/detik sampai dengan 115,90 m3/detik.
Kabupaten Lebak memiliki 16 sungai yang panjangnya bervariasi dari
12,08 km sampai dengan 147 km, kedalaman 2,98 m sampai dengan 9 m,
dan debit sungai dari 0,01 m3/detik sampai dengan 115,90 m3/detik. Data
selengkapnya terdapat pada tabel SD-12.
Sedangan, potensi air sungai dan situ/rawa berdasarkan Satuan
Wilayah Sungai (SWS) menunjukkan potensi sebagai berikut: Debit
terkecil rata-rata bulanan untuk SWS Ciujung-Ciliman, diketahui sebesar
0,03 m/dt yang diwakili oleh pengukuran di Rawa Danau pada stasiun
Cidangiang-Cibetung dalam periode Januari 2012 sampai Desember 2012,
sedang debit aliran terbesar rata-rata bulanan sebesar 246,25 m/dt diukur
di Sungai Ciujung, stasiun Bendung Pamarayan dalam periode Januari
2012 sampai Desember 2012.
Debit terkecil rata-rata bulanan SWS Cisadane-Ciliwung, sebesar
0,1 m/dt diwakili oleh pengukuran di Sungai Cidurian, stasiun Cikande
dalam tahun 2012, sedang debit terbesar rata-rata bulanan biasanya
diukur di Sungai Cisadane, akan tetapi pada tahun 2012 ini tidak
dilakukan pengukuran debit oleh pihak BPSDA Cisadane Provinsi Banten.
Potensi air permukaan yang tersimpan dalam bentuk situ atau
danau di ketiga wilayah sungai adalah: SWS Ciujung Ciliman, meliputi

31
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Kabupaten Serang, Pandeglang dan Lebak, memiliki total volume air


sebesar 7.529.700 m, SWS Cisadea-Cikuningan meliputi Kabupaten Lebak
dan Pandeglang sebesar 435.000 m. Tidak diperoleh data situ atau danau
di SWS Cisadane-Ciliwung.
Potensi air permukaan yang tersimpan dalam bentuk situ atau
danau berdasarkan daerah administratif terangkum pada tabel SD-13.
Kabupaten Pandeglang memiliki 26 Situ dengan luas bervariasi dari 1,5 ha
sampai dengan 219 Ha, volume air mulai dari 85.20 m sampai dengan
200.000 m. Kabupaten Lebak memiliki 29 situ dan 6 waduk dengan luas
dari 0.5 Ha sampai dengan 35 Ha, sedangkan volume airnya dari 16 m
sampai dengan 450.000 m. Kota Tangerang memiliki 6 buah situ dengan
luas dari 0.3 Ha sampai dengan 126 Ha, sedangkan volume airnya dari 1.8
m sampai dengan 378.51 m. Kota Tangerang Selatan memiliki 9 buah
situ.

2.3.2 Air Tanah
Potensi air tanah dalam bentuk mata air yang tercatat untuk ketiga
SWS di Provinsi Banten menunjukkan bahwa di SWS Ciujung-Ciliman
terdapat 329 buah mata air dengan debit > 1 lt/dt yang memiliki debit total
sebesar 2.771 lt/dt, sedang mata air yang memiliki debit > 100 lt/dt ada 8
buah dengan debit antara 102-477 lt/dt, seluruh mata air di Kabupaten
Pandeglang.
Di SWS Cisadea-Cikuningan terdapat debit mata air total sebesar
582 lt/dt yang tersebar di Kecamatan Bayah, Panggarangan, Malingping,
Cibaliung dan Cimanggu, seluruhnya di Kabupaten Lebak tetapi jumlah
mata air tidak disebutkan. Di SWS Cisadane Ciliwung tidak disebutkan
data potensi debit mata air.

32
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Potensi sumberdaya air tanah-dalam (seperti dinyatakan dalam


Perda Provinsi Banten No. 9 tahun 2003 lampiran I Perda Pola Induk
Pengelolaan Sumberdaya Air Provinsi Banten, Agustus 2003) tersimpan
dalam cekungan air bawah tanah (CABT). Terdapat 5 buah CABT di
Provinsi Banten dengan potensi air tanah secara total cukup besar. Potensi
tersebut dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu: potensi sebagai
imbuhan air tanah bebas (Q1) sebesar 3.278 juta m/tahun dan potensi
sebagai aliran air tanah tertekan (Q2) sebesar 100 juta m/tahun.

2.3.3 Kualitas Air Sungai
Perkembangan kegiatan industri meningkatkan tekanan terhadap
sumberdaya air dalam hal penurunan kualitas air (terjadi pencemaran
air), demikian juga buangan limbah domestik (rumah tangga) ikut
memberi andil terhadap penurunan kualitas air.
Pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BLHD
Provinsi Banten di 4 sungai utama (Sungai Cidurian, Sungai Cisadane,
Sungai Cibanten, Sungai Ciujung) dengan 24 titik sampling di Provinsi
Banten pada tahun 2014 menunjukkan hasil bahwa rerata dari 4 parameter
yang diukur melebihi batas baku mutu. Keempat parameter itu adalah zat
padat tersuspensi (TSS), BOD, COD, dan Total Coliform.
Gambaran kondisi kualitas air beberapa sungai besar di wilayah
Provinsi Banten disajikan pada Tabel 2.3. Pencemaran cukup bervariasi
yang ditunjukkan oleh beberapa paramater dan lokasi pengambilan
contoh yang berbeda-beda.


33
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Tabel 4:
Kualitas Air Sungai di Provinsi Banten tahun 2014
Parameter Pencemar yang
melebihi

baku

mutu

Sungai

Kuantitas

Ciujung

Panjang 84,8 km; luas 1858 km2, debit rata-rata

TSS, BOD, COD, Total

bulanan = 61.479

Coliform

(kelas III) PP 82/2001

m /dt (st. Jbt Rangkas)


3

Cidurian

Panjang 81,5 km; luas 865 km2, Debit rata-rata TSS, BOD, COD,
bulanan = 54.523 m3/dt (st. Parigi)

Cisadane

Panjang 140 km; luas 1411 km2,

BOD, COD

Debit rata-rata bulanan = 115,315 m /dt (st. Batu


3

Beulah)
Cibanten

Debit rata-rata bulanan 8.777 m3/dt (st. Kasemen)

BOD,

COD,

Total

Coliform

Sumber : BLHD Provinsi Banten 2014


2.4

Udara
Banyak kegiatan pembangunan dan aktifitas yang menekan

terhadap lingkungan di Provinsi Banten terasa oleh kita bahwa semakin


hari suhu udara di wilayah ini semakin panas. Hal ini terjadi dapat
dikarenakan adanya kegiatan di Provinsi Banten atau bisa juga pengaruh
dari daerah lain, mengingat peredaran udara tidak mengenal batas
administrasi, namun dapat pula terjadi akibat adanya imbas dari global
warming.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999,
pencemaran udara adalah masuknya zat, energi, atau komponen lain
kedalam udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.
Salah satu contoh pemantauan yang dilakukan di beberapa lokasi
permukiman di wilayah Provinsi Banten adalah di Kota Serang, dimana
dari hasil pemantauan menunjukkan bahwa parameter Karbonmonoksida
34
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

(CO) rata-rata telah melebihi ambang batas. Parameter lainnya seperti


NO2, H2S, dan SO2 masih dibawah ambang batas. Sedangkan untuk
kebisingan seluruh lokasi permukiman yang dipantau sudah melebihi
ambang batas.
Pencemaran udara dapat terjadi yang disebabkan oleh adanya
kontaminan (pencemar) di udara yang mengakibatkan kandungan
senyawaan gas menjadi berubah. Perubahan ini dapat memberikan
dampak negatif bagi kelangsungan hidup makhluk hidup karena
menimbulkan reaksi kimia secara spontan di udara. Berdasarkan bentuk
fisiknya, pencemar udara dibedakan menjadi dua yaitu yang berbentuk
partikulat dan berbentuk gas.
Indikator terjadinya pencemaran udara mengacu pada 2 peraturan
yaitu Peraturan Pemerintah (PP) No. 41 thn 1999 tentang baku mutu
udara ambien dan SK Menaker No. 51/Menaker/1999 tentang nilai
ambang batas (NAB).
Parameter yang diukur dalam menentukan tingkat pencemaran
udara antara lain CO2, SO2, CO, NH3, H2S, HC, Pb, kandungan debu dan
tingkat kebisingan. Apabila salah satu dari komponen pencemaran udara
misalnya CO2 yang merupakan salah satu parameter yang digunakan
sebagai indikator pencemaran udara meningkat hingga melampaui nilai
ambang batas (NAB) yang dipersyaratkan, akan membahayakan dan
berakibat buruk bagi kesehatan makhluk hidup. Nilai baku mutu udara
ambien dari tiap parameter menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 41
thn 1999 dan nilai ambang batas (NAB) menurut SK Menaker No. Kep
51/Menaker/1999 adalah kebisingan (60 dBA), debu (230 g/m3), CO
(10.000 g/m3), NO2 (150 g/m3), SO2 (365 g/m3), HC (160 g/m3), Pb(2
g/m3), NH3 (1360 g/m3), H2S (42 g/m3).

35
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Pencemaran udara di Propinsi Banten terutama di daerah


perkotaan dari waktu ke waktu diperkirakan akan semakin meningkat
seiring dengan laju pertumbuhan pembangunan di berbagai sektor seperti
sektor industri, perhubungan/transportasi dan pariwisata. Hal ini perlu
mendapatkan perhatian secara serius dan perlu penanganan atau
pengendalian secara baik dan komprehensif antara instansi terkait.
Sumber-sumber utama penyebab pencemaran udara yang terdapat
di Propinsi Banten meliputi 4 (empat) kegiatan yaitu :
o Kegiatan transportasi
o Kegiatan industri
o Kegiatan rumah tangga atau pemukiman
o Persampahan
Sumber pencemaran udara juga dapat dikategorikan menjadi dua
yaitu sumber yang bersifat bergerak yaitu yang berasal dari
pengoperasian kendaraan darat dan udara dan sumber tidak bergerak
yaitu dari kegiatan industri, rumah tangga dan persampahan.
Pencemaran udara sebagai akibat kegiatan transportasi disebabkan
oleh pembakaran bahan bakar kendaraan bermotor yang menghasilkan
gas buang atau emisi, sedang pencemaran udara karena kegiatan atau
proses industri disebabkan oleh penggunaan energi seperti batu bara dan
pembakaran bahan bakar untuk generator dan penggunaan AC.
Pencemaran udara yang berasal dari kegiatan rumah tangga pada
umumnya terjadi di daerah pedesaan karena penggunaan bahan bakar
yang tidak diproses terlebih dahulu yaitu bahan bakar dari kayu, sedang
pencemaran udara dari kegiatan persampahan disebabkan oleh proses
pembakaran sampah akan menghasilkan partikel debu. Sumbersumber

36
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

lain yang juga akan menyumbang terjadinya pencemaran udara antara


lain adalah kebakaran hutan dan kegiatan pembangunan.
Populasi kendaraan roda empat yang terdaftar pada Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPKAD) Provinsi Banten
sampai akhir tahun 2012 mencapai 427.737 unit, sedangkan populasi
kendaraan umum roda empat hanya sekitar 10,22 % dari total pupulasi
kendaraan atau hanya sebanyak 46.557 unit.
Sementara itu, populasi sepeda motor yang terdaftar pada DPKAD
Provinsi Banten pada tahun 2012 mencapai 3 juta unit, dengan 0,03 juta
diantaranya merupakan kendaraan baru. Semua sepeda motor adalah
kendaraan pribadi dan tidak termasuk dalam kategori kendaraan umum.

Gambar 8:
Populasi Kendaraan menurut Jenis Kendaraan di Provinsi Banten, 2012

Sumber : BPS Provinsi Banten 2014

37
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

2.4.1 Kualitas Udara Ambien


Berdasarkan data yang
diperoleh menunjukkan bahwa
kondisi

kualitas

udara

di

Propinsi Banten relatif masih


cukup baik terutama di kawasan
pedesaan.
Namun diperkirakan ada
beberapa parameter pencemar

Gambar 9:
Kemacetan Lalu Lintas di Ciputat,
Tangerang Selatan

udara yang telah mengalami peningkatan secara signifikan dan pada


beberapa lokasi telah mendekati dan bahkan diatas nilai ambang batas
(NAB). Peningkatan parameter pencemaran udara tersebut telah terjadi
terutama di daerah perkotaan yang rawan kemacetan, dikawasan industri,
pelabuhan, bandara, daerah wisata, dll. Jenis parameter pencemaran yang
telah mengalami peningkatan tersebut antara lain adalah karbon
monoksida (CO), debu dan HC. Pengamatan terhadap kondisi dan beban
pencemaran udara di beberapa kabupaten dan kota diuraikan sebagai
berikut :
a) Kota Cilegon
Pengamatan yang dilakukan pada periode Juli 2010
menunjukkan adanya parameter pencemar udara yang telah
melebihi baku mutu yang disyaratkan (PP no.41/1999) pada 5 lokasi
sampling. Parameter tersebut adalah Hidrokarbon (137-151
g/m3), Sulfur Dioksida (34-51,03 g/m3) Kondisi ini cenderung
meningkat dari hasil pengamatan yang dilakukan pada tahun
sebelumnya pada lokasi yang hampir sama.

38
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Beban pencemaran udara di Kota Cilegon yang berasal dari


sumber tidak bergerak didominasi oleh Ntrogen Doksida (NO2)
yaitu sebesar 1.776.768 ton/tahun, kemudian disusul oleh
Karbondioksida (CO2) sebesar 726.712.117 ton/tahun. Sedangkan
beban pencemaran yang dianggap menjadi sumber pencemar bagi
kualitas udara dari sumber bergerak yang dihasilkan dari
mesin/kendaraan bermotor baik di darat maupun di laut serta
turbin gas, yang terbesar parameternya adalah Nitrogen Oksida
(NO) yaitu sebesar 1.316.362 ribu ton/tahun.
b) Kota Tangerang
Jalan Tol Jakarta Merak dan Bandara Sukarno Hatta
merupakan salah satu potensi yang menjadi daya tarik investasi di
Kota Tangerang. Hal tersebut diharapkan menjadi pemicu
pertumbuhan ekonomi Kota Tangerang. Namun pada tahap
berikutnya potensi tersebut berkembang sehingga mengancam
daya dukung lingkungan, termasuk permasalahan kualitas udara.
Permasalahan kualitas udara di Kota Tangerang yang dihadapi
saat ini adalah semakin meningkatnya penurunan kualitas udara
atau pencemaran udara yang disebabkan terutama oleh sektor
transportasi (baik darat maupun udara) maupun industri atau
pencemaran dari sumber bergerak dan tidak bergerak. Parameter
beban pencemaran udara dari sumber tidak bergerak antara lain
adalah Nitrogen Dioksida (NO2), Hidrogen Carbon (HC), Carbon
Monoksida (CO), dan Carbon Dioksida (CO2).
Permasalahan penurunan kualitas udara tersebut disebabkan
oleh beberapa faktor yang antara lain adalah:

39
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

o Uji

kelayakan

terhadap

emisi

gas

buang

cerobong

pabrik/industri belum dilakukan secara baik dan periodik;


o Belum seluruh sektor kegiatan/usaha baik pemerintah maupun
swasta yang potensial menimbulkan pencemaran udara (sektor
industri,

perhubungan,

pertambangan,

rumah

sakit,

perdagangan, wisata, dll) berhasil di data;


o Institusi

yang

bertanggung

jawab

dalam

pengelolaan

lingkungan dan instansi terkait yang membidangi dunia


usaha/kegiatan belum melakukan pemantauan kualitas udara
dan kebisingan scara periodik karena kemungkinan terbatasnya
dana dan peralatan yang mereka miliki;
o Kurangnya sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat
pemgguna jasa kendaraa bermotor, masyarakat pengguna
tungku domestik untuk memasak, dunia usaha, dll mengenai
bahaya

pencemaran

udara,

penyebabnya

dan

cara

pengendaliannya;
o Belum semua pabrik/industri memasang alat peredam emisi gas
buang pada cerobong, dan kendaraan bermotor belum
menggunakan knalpot/saringan emisi gas buang secara
baik/memadai.
c) Kabupaten Pandeglang
Dengan adanya PLTU Labuan makan beban pencemaran udara
yang dihasilkan di Kabupaten Pandeglang bertambah terutama
pada sumber pencemar tidak bergerak. Selama satu tahun oleh
pencemaran udara tidak bergerak di Kabupaten Pandeglang tahun
2010 (industri, rumah tangga dll) diperkirakan didominasikan oleh
gas CO2 ( 145.592 ton), partikel debu ( 15.879 ton), CO ( 1.827

40
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

ton), Hidrokarbon ( 158 ton), nitrogen dioksida ( 98.66 ton) dan


sulfur dioksida ( 98.38 ton). Beban pencemaran (volume polutan
udara) yang dihasilkan tersebut dihitung dengan asumsi bahwa
penggunaan kayu bakar sebanyak 618.143 m3 dan minyak tanah
29.411 liter selama satu tahun.
Sedang beban pencemaran udara yang dihasilkan selama 1
tahun oleh pengoperasian transportasi kendaraan darat baik
kendaraan umum maupun pribadi yang menggunakan bahan
bakar bensin dan solar (sumber pencemaran bergerak), didominasi
oleh CO2 (18.746 ton) kemudian disusul oleh CO (1.742 ton), SO2
(96 ton), Hidrogen oksida (96 ton), Hidro karbon/HC (71 ton) dan
partikel debu (20 ton). Jumlah polutan yang dihasilkan tersebut,
dihitung dengan asumsi bahwa penggunaan bahan bakar bensin
sebanyak 4.748.680 liter selama satu tahun.
d) Kabupaten Tangerang
Pengamatan terhadap kualitas udara di Kabupaten Tangerang,
secara umum pada ke-2 (jati Uwung dan Cibodas) titik lokasi
pengukuran, menunjukkan bahwa kualitas udara ambien masih
dibawah Nilai Ambang Batas yang ditentukan.
e) Kabupaten Serang
Pemantauan kualitas udara dan kebisingan di Kabupaten
Serang pada beberapa lokasi (3 titik), yang meliputi kawasan
industri, pelabuhan, permukiman penduduk, dan kawasan wisata.
Berdasarkan hasil pemantauan menunjukan bahwa secara umum
kualitas udaranya masih cukup baik dimana parameter pencemar
udara masih dibawah nilai ambang batas.

41
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Kondisi kebisingan di Kabupaten Serang secara umum juga


masih cukup baik dimana sebagian besar hasil pemantauan
menunjukan bahwa level bising masih dibawah nilai ambang batas,
namun ada beberapa titik pemantauan yang telah melampaui nilai
ambang batas yaitu kawasan industri dan jalan raya di depan PT.
Multi Elok Modern Cosmetik dan di depan antara PT. Carbon dan
PT. Petrochem (> 60 dBA).
Beban pencemaran (debit emisi) baik dari sumber bergerak
maupun tidak bergerak di Kabupaten Serang didominasi oleh:
partikulat (34.695.45 kg/jam), CO2 (34.695.45 km/jam) dan bahan
sisa (3.960.67 kg/jam).
f) Kabupaten Lebak
Data mengenai kondisi kualitas udara atau pencemaran udara
di Kota Lebak tidak diperoleh. Meskipun angka atau volume bahan
pencemaran udara dari sumber bergerak tidak diperoleh namun
dapat diperkirakan bahwa beban pencemaran udara diwilayah
Kabupaten Lebak relatif masih kecil karena kondisi wilayahnya
sebagian besar merupakan pedesaan dan banyak dijumpai hutan (
40%) sedang kondisi lalu lintas terutama didaerah perkotaan boleh
dikatakan tidak banyak di jumpai kemacetan yang berarti. Beban
pencemaran udara dari sumber tidak bergerak yang potensial akan
mengakibatkan pencemaran udara hanya akan terjadi sebagai
akibat penggunaan alat masak (tungku domestik dan kompor) di
daerah pedesaan yang menggunakan bahan bakar kayu dan
minyak tanah.

42
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

2.4.2 Kondisi Pencemaran Udara lainnya


Permasalahan pencemaran udara juga terjadi pada lokasi tempat
pembuangan akhir (TPA) sampah. Pengelolaan TPA yang kurang optimal
dan adanya kesalahan cara penanganan sampah memicu timbulnya
penurunan kualitas udara pada lingkungan yang ada di sekitarnya karena
adanya pembakaran sampah pada TPA dan terdekomposisikannya
sampah sehingga mengeluarkan gas metan dan H2S.
Adapun keasaman pH air hujan yang terdata yaitu pada bulan
Januari sampai dengan Juni 2013. Keasaman (pH) paling tinggi tercatat
pada bulan Mei sebesar 4.813 dan paling rendah pada bulan Juni sebesar
5.215. adapun parameter air hujan lainnya bisa dilihat pada tabel SD-24.

2.5

Laut, Pesisir, dan Pantai


Berdasarkan data dan informasi pada tahun 2014, keadaan yang

berkaitan dengan pengelolaan atau pengendalian pesisir dan laut di


Propinsi Banten sebagaimana terurai dalam paragraf berikutnya.

2.5.1 Luas Tutupan dan Kondisi Terumbu Karang
Potensi

terumbu

karang

di

Propinsi Banten tersebar hampir


di

sepanjang

pantai

yang

berbatasan dengan perairan Selat


Sunda dan Samudra Indonesia
serta beberapa pulau kecil yang
ada di wilayah Propinsi Banten.
Gambar 10:
Hutan Mangrove di Ujung Kulon

Koloni terumbu karang yang


cukup baik diantaranya terdapat

43
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

di daerah Teluk Banten, Teluk Lada, serta di sekitar perairan Taman


Nasional Ujung Kulon (Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten,
2010). Jenis-jenisnya terdiri dari Porites massive, Enchingora lamellata, dan
Montipora digitata.
Adapun sebaran hutan mangrove dan terumbu karang di Propinsi
Banten dapat di lihat pada tabel 2.4.

Tabel 5: Sebaran Mangrove di Provinsi Banten, 2010
No

Kabupaten/Kota Kecamatan/Desa

1
I






















2
Kabupaten Tangerang
1 Kemiri
a. Karang Anyar

2 Kosambi
a. Salembaran

b. Salembaran Jati

3 Kronjo
a. Kronjo

b. Pagedongan

4 Mauk
a. Ketapang

b. Mauk Barat

5 Paku Haji
a. Kohot

b. Kramat

c. Sukawali

d. PM

6 Sukadiri
a. Pekayon

b. Rawa Kidang

7 Teluk Naga
a. Muara


b. Tangjung Burung
Jumlah I

II




Luas(Ha)
Dlm Kaw. Diluar Kaw.
Hutan
Hutan
3
4

Kabupaten Serang
1 Bojonegara
a. Bojonegara
b. Margagiri
2 Kasemen
a. Sawah Luhur
b. Pulau Dua

Kondisi
5

-
-

7,53
17,22

-
-

6,52
3,85

-
-
-
6,00

60,55
45,32
0,41

27,12

4,11

13,36

-
124,78


-
105,07
246,45



Rusak

Rusak
Rusak

Rusak
Rusak

Rusak
Rusak

Rusak
Rusak
Rusak


Rusak
Rusak

Rusak
Rusak


18,41
3,23

39,54



Rusak
Rusak

Rusak


7,96

55,81

10,42

-
-


-
30,00

-
-
-


-
-

Ket
6






























44
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

3 Kramat Watu
a. Terate
4 Pontang
a. Domas
b. Linduk
c. Sukajaya
d. Wanayasa
5 Pulo ampel
a.Argawana
6 Tanara
a. Pedaleman
b. Tenjo Ayu
7 Tirtayasa
a. Lontar
b. Sujung
c. Susukan
d. tengkurak

Jumlah II
III

Kota Cilegon


1 Ciwandan
a. Kubangsari
b. Samangraya
c. Waruasari
2 Pulo Merak

Jumlah III
IV

Kabupaten Lebak


Kabupaten
Pandeglang


1 Malingping
a. D. Ampel/
Bagedur
Jumlah IV

1
2
3
4
5


Cigeulis
Pagelaran
Panimbang
Patia
Sumur

Jumlah V

Jumlah I s/d V


10,88

-
56,66
-
22,47
-
5,79
-
77,42

-
58,76

-
26,68
-
45,28

-
35,32
-
6,45
-
16,87
-
7,63

30,00
431,37
-



0,43
129,21
-
5,06


Rusak

Rusak
Rusak
Rusak
Rusak

Rusak

Tdk Rsk
Tdk Rsk

Rusak
Rusak
Rusak
Rusak



Rusak
Rusak
Rusak
Rusak


TWA
P.

-
-
210,93
-

210,93
134,70

Sanglang



-
-

16,13 Rsk Brt


16,13


-
1,22
-
10,99
-
37,07
-
40,74
1.874,98
-

1.874,98
90,02

2.240,69
918,67


Rusak
Rusak
Rusak
Rusak
Tdk Rsk






TUNK

Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten, 2012


Sedangkan berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi


Banten pada tahun 2012 yang dituangkan pada tabel SD-21, mangrove
45
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

tersebar di Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, dan Kabupaten


Serang.

2.5.2 Luas dan Kerusakan Padang Lamun
Kiswara (2001) mendapatkan bahwa di perairan Teluk Banten
dijumpai 7 jenis lamun: yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea rotundata, C.
serrulata, Halodule uninervis, Halophila ovalis, H. Ovata, Syringodium
isofolium, dan Thalassia hemprichii. Jenis yang dominan adalah E. acoroides
dan T. Hemprichii. Jenis yang paling sedikit sebarannya adalah Halophila
ovalis dan H. ovata.
Gambaran secara umum potensi sumberdaya kelautan (Terumbu
Karang dan Padang Lamun,) di Propinsi Banten dapat dilihat pada Tabel
2.5 di bawah ini.

Tabel 6:
Luas Terumbu Karang (Ha) dan Padang Lamun (Ha) Berdasarkan
Kabupaten/Kota di Provinsi Banten Tahun 2012
Kabupaten/Kota

Jenis
Ekosistem

Cilegon Serang

Terumbu

Karang

250

Pandeglang

Luas Total = 1635

Tangerang

Kota Serang

Lamun

424,5

140,05

Rusak = 679,34

Rusak= 23

Sedang = 504,888

Sedang= 21
Baik= 98

Sangat Baik = 86,16

Luas Total=
-

Baik = 364,605

Padang

Lebak

Luas Total= 615

Rusak=101,14

54

Sedang= 92,25
Baik= 421,61

Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten, 2012

46
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Berdasarkan tabel SD-20 kerusakan padang lamun yang terdata


terjadi di Kabupaten Pandeglang sebesar 24 %. Sedangkan kerusakan
terumbu karang dapat dilihat pada tabel SD-19. Terumbu karang di
kabupaten Pandeglang mengalami kerusakan sebesar 72,43 %. Adapun
yang masih dalam keadaan baik sebesar 27,57 %.
Jika dilihat dari asal kejadiannya, jenis kerusakan lingkungan di
pesisir, pantai dan laut bisa berasal dari luar sistem wilayah pesisir, pantai
dan laut maupun yang berlangsung di dalam wilayah pesisir, pantai dan
laut itu sendiri. Pencemaran yang terjadi di wilayah daratan akan
terbawa oleh aliran sungai masuk ke muara dan akhirnya tersebar ke
seluruh pantai dan pesisir di sekitarnya.
Pencemaran dapat berasal dari limbah yang dibuang oleh berbagai
kegiatan (seperti tambak, perhotelan, pemukiman, industri, dan
transportasi laut) yang terdapat di dalam wilayah pesisir; dan juga berupa
kiriman dari berbagai dampak kegiatan pembangunan di bagian hulu.
Sedimentasi atau pelumpuran yang terjadi di perairan pesisir sebagian
besar berasal dari bahan sedimen di bagian hulu (akibat penebangan
hutan dan praktek pertanian yang tidak mengindahkan asas konservasi
lahan dan lingkungan), yang terangkut aliran air sungai atau air limpasan
dan diendapkan di perairan pesisir.
Kegiatan pengolahan pertanian dan kehutanan (up land) yang
buruk tidak saja merusak ekosistem sungai (melalui banjir dan erosi),
tetapi juga akan menimbulkan dampak negatif pada perairan pesisir dan
pantai. Sementara itu, kerusakan lingkungan yang berasal dari wilayah
pesisir, pantai dan laut bisa berupa degradasi fisik habitat pesisir
(mangrove, terumbu karang dan padang lamun); abrasi pantai; hilangnya

47
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

daerah konservasi/kawasan lindung; eksploitasi sumberdaya alam yang


berlebih (over exploitation); dan bencana alam.
Dari keseluruhan panjang pantai yang dimiliki oleh Propinsi
Banten beberapa diantaranya mengalami abrasi, diantaranya dapat
ditunjukkan di Tabel 2.6. Abrasi yang terjadi sebagian besar diakibatkan
oleh faktor alam dan kegiatan manusia seperti kegiatan pertambakan,
penebangan hutan mangrove, penggalian pasir pantai, maupun reklamasi.

Tabel 7:
Permasalahan Abrasi Pantai di Propinsi Banten
Lokasi
Kabupaten/

No

Kota

Kecamatan

Desa

Yang

Sumber

Terabra

Penyebab

si (km)
1

Kab. Serang

- Tirtayasa

Lontar

3.000

Perusakan

mangrove,
pengambilan
pasir

pantai,

dan kerusakan
terumbu
karang
2

Kab.

Kronjo

Muncung

0.300

Proses

alam,

Tangerang

Kronjo

0.925

kegiatan

Pg. Ilir

0.650

pembukaan

Kemeri

Lontar

0.600

tambak,

Karang

0.500

penambangan

Anyar

0.700

pasir

Patramangga

dan kegiatan

la

reklamasi

pantai,

48
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Lokasi
Kabupaten/

No

Kota

Kecamatan

Desa

Yang

Sumber

Terabra

Penyebab

si (km)

Mauk

Mauk Barat

0.350

Ketapang

0.500

Margamulia

0.650

Tanjung

0.600

Anom
Sukadiri

Karang

0.150

Serang
Pakuhaji

Suryabahari

0.250

Sukawali

0.550

Kramat

0.650

Kohod

0.600

Tanjung

t.a.d

Burung

1.300

Tanjung

1.000

Pasir

t.a.d

Teluknaga

Muara
Lemo
Kosambi

Selembaran

1.500

Jaya

t.a.d

Selembaran

0.350

Jati

0.500

Kosambi

0.300

Barat
Kosambi
Timur
Dadap
3

Kota Cilegon -

Pulo Mekarsari

Merak

t.a.d

Alam,

dan tikungan

penambangan

Merak Beach

pasir

pantai

dan kegiatan
tambak

49
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Lokasi
No

Kabupaten/
Kota

Kecamatan

Desa

Yang

Sumber

Terabra

Penyebab

si (km)
4

Kab.

- Labuan

- Cigondang

t.a.d

Alam,

Pandeglang

t.a.d

pembukaan

Panimbang Citeuteureup t.a.d

hutan

Sumur

mangrove dan

Pagelaran

Jaya

Tanjung

penambangan

- Cikeusik

pasir laut di

pantai

Panimbang
5

Kab. Lebak

- Cihara

t.a.d

Alam

Panggaran

- Sukahujan

t.a.d

penambang-

an

gan
-

dan
pasir

pantai

Malimping
Sumber : Diolah dari berbagai sumber. Keterangan: t.a.d = tidak ada data.


Sedimentasi/akresi pantai dapat terjadi bila material pantai yang
terangkut/ terpindahkan lebih sedikit bila dibandingkan dengan material
yang terendapkan. Peningkatan buangan sedimen ke dalam ekosistem
perairan akibat semakin tingginya laju erosi tanah yang disebabkan oleh
perusakan hutan, kegiatan pertanian, dan pembangunan sarana dan
prasarana di daerah aliran sungai. Kerusakan hutan akibat penebangan
hutan secara liar terjadi di daerah hulu sungai. Daerah hulu sungai
merupakan bagian dari ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS).
Kabupaten Lebak dan Pandeglang merupakan daerah hulu dari
beberapa sungai yang merupakan pemasok sumber air bagi daerah lain di
Propinsi Banten dan DKI Jakarta. Daerah yang diidentifikasikan terjadi
penebangan liar ialah Kecamatan Bojongmanik, Gunung Kencana, dan
Cipanas (Lebak); Gunung Karang, Pulosari, dan Aseupan (Pandeglang);
50
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Rawa Danau (Serang). Ketiga gunung dan rawa danau tersebut


merupakan daerah tangkapan air yang menjamin ketersediaan air untuk
sungai-sungai yang dilewatinya. Kerusakan yang diakibatkan oleh
rusaknya hutan di daerah hulu diindikasikan oleh meluapnya sungai di
musim hujan yang berpotensi menimbulkan banjir di daerah hilir dan
keringnya sungai di musim kemarau karena tidak adanya vegetasi yang
menyimpan air. Tidak adanya vegetasi penutup tanah di daerah aliran
sungai juga menyebabkan top soil akan ikut tercuci bersama dengan air
hujan.
Permasalahan sedimentasi/akresi di Propinsi Banten antara lain
terjadi di Desa Kosambi, Kabupaten Tangerang dan menurut Laporan
Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang permasalahan
sedimentasi yang terjadi antara lain adalah di Desa Tengkurak Tirtayasa
(4.5 km), Sukajaya Pontang (2.5 km), Tanara (4.5 km) dan Padaleman (4.5
km) Tanara, Banten-Kasemen (2.5 km) dan Terate Kramatwatu (1 km).
Sedimentasi menyebabkan tingkat peningkatan kekeruhan air.
Kekeruhan menghalangi penetrasi cahaya yang masuk ke dalam air dan
mengganggu organisme yang memerlukan cahaya. Efek ini lebih
berpengaruh pada komunitas dasar dalam kisaran kedalaman yang
memungkinkan bagi komunitas tersebut untuk hidup. Sedimen yang
berasal dari lahan pertanian dan pengikisan tanah dapat pula
mengandung nitrogen dan fosfat yang tinggi. Hal ini dapat menimbulkan
masalah

eutrofikasi.

Eutrofikasi

perairan

akan

menyebabkan

pertumbuhan alga yang tidak terkendali (blooming alga) yang


menyebabkan keracunan pada ikan.
Kerusakan lainnya adalah kerusakan hutan mangrove yang
menyebabkan habitat dasar dan fungsi ekologisnya menjadi hilang dan

51
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

kehilangan ini jauh lebih besar dari nilai penggantinya yang selanjutnya
akan mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di perairan lepas
pantai yang memerlukan hutan mangrove sebagai nursery ground bagi
larva dan/atau stadium muda ikan dan udang serta ikan-ikan lainnya.
Selain berakibat abrasi, penggundulan hutan mangrove juga
mengakibatkan intrusi air laut sehingga air tawar menjadi langka. Daerah
yang mengalami intrusi air asin di Propinsi Banten antara lain adalah
Cikeusik, Panimbang, Pagelaran di Kabupaten Pandeglang dan menurut
laporan Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serang intrusi di
jumpai di Kasemen (yang berpengaruh sampai 1 km ke arah darat),
Argawana Pulo Ampel (0.5 km) dan Paku-Anyer (0.5 km). Intrusi ini
lebih disebabkan oleh adanya dampak tidak langsung dari abrasi,
kegiatan tambak, penambangan pasir pantai maupun akibat adanya
perusakan hutan bakau sehingga penahan intrusi air asinnya hilang,
masuknya air laut ke arah hulu sungai akibat adanya pasang laut ataupun
terdesaknya cadangan air tawar akibat berkurangnya tekanan air tanah
oleh berlebihnya penyedotan air tanah.
Bila ditinjau dari luasan daerah yang terkena abrasi, maka bisa
dipastikan bahwa terumbu karang di Propinsi Banten sudah banyak
mengalami kerusakan. Kerusakan tersebut akibat penangkapan ikan
dengan kapal pukat harimau, kegiatan pengeboman ikan dan polusi air
laut akibat limbah. Penyebab lainnya adalah akibat pengelolaan pantai
dan daerah hulu yang kurang baik sehingga tingginya tingkat sedimentasi
yang masuk ke perairan dan menutupi terumbu karang.
Sebagai gambaran berdasarkan data dari berbagai sumber, kondisi
terumbu karang adalah sebagai berikut: di Taman Nasional Ujung Kulon
tahun 2000 terumbu karang yang tergolong sangat baik 13%, baik 27%,

52
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

rusak sedang 15%, rusak sekali 45%.; di TWA Pulau Sangiang terumbu
karang rusak berada di sepanjang pantai Legon Tembuyung dan Legon
Kedondong (Kiswara,2001), dan di Pulau Merak terumbu karang telah
mengalami kerusakan dan dikategorikan buruk (Kiswara,1995).
Dampak yang ditimbulkan akibat rusaknya terumbu karang antara
lain hilangnya areal nursery ground dan feeding ground bagi berbagai biota
laut. Hal ini mengakibatkan menurunnya produksi ikan-ikan karang dan
menghilangkan fungsi terumbu karang sebagai pelindung pantai
terhadap gempuran tekanan gelombang dan badai yang mengakibatkan
abrasi pantai.

2.5.3 Luas dan Kerapatan Hutan Mangrove
Permasalahan lain yang berkaitan dengan sumberdaya pesisir,
pantai dan laut antara lain adalah: belum ada kejelasan tata ruang dan
rencana pengembangan wilayah pesisir Kabupaten Tangerang, sehingga
banyak tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan mangrove untuk
berbagai kegiatan pembangunan, walaupun sebenarnya berdasarkan
RTRWK mengenai jenis, lokasi dan pengelolaan pemanfaatan ruang,
terdapat arahan sempadan pantai di Kecamatan Paku Haji, Teluk Naga,
Kronjo, Kosambi, Mauk, Kemiri, dan Sukadiri; garis sempadan pantai
tidak jelas aplikasinya di lapangan dan tidak ada sangsi bagi
perusahaan/perorangan yang melanggar garis sempadan pantai;
penangan permasalahan yang bersifat parsial; adanya usaha reklamasi
teluk Jakarta yang belum terintegrasi dengan Kabupaten Tangerang dan
wilayah sekitarnya; kurangnya dukungan data dan informasi yang akurat
dalam usaha penanganan dan penanggulangan masalah.

53
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

2.6

Iklim
Wilayah Banten memiliki iklim tropis dipengaruhi oleh Angin

Manson dan Gelombang La Nina. Musin Penghujan terjadi pada bulan


November - Maret, Cuaca dipengaruhi oleh angin barat (dari Sumatera,
Samudera Hindia sebelah selatan India) dan angin dari Asia yang
melewati Laut Cina Selatan. Musim Kemarau terjadi pada Bulan Juni-
Agustus, cuaca dipengaruhi oleh angin timur. Temperatur di daerah
pantai dan perbukitan berkisar antara 22 0C dan 32 0C, sedangkan suhu di
pegunungan dengan ketinggian antara 400 - 1.350 m dpl mencapai antara
18 0C - 29 0C, dengan curah hujan sebesar ml/th.
Topografi wilayah daratan Provinsi Banten berada pada ketinggian
0 - 1.000 m dpl. Sedangkan wilayah Lebak tengah dan sebagian
Kabupaten Pandeglang memiliki ketinggian berkisar 201 - 2.000 m dpl,
sebagian wilayah lainnya di Lebak Timur (daerah gunung Sanggabuana
dan gunung ketinggian 501 - 2.000 m dpl.
Iklim wilayah Banten sangat dipengaruhi oleh Angin Monson dan
Gelombang El Nino. Saat musim penghujan (November - Maret ), cuaca
didominasi oleh angin barat (dari Sumatera, Samudra Hindia sebelah
selatan India) yang bergabung dengan angin dari Asia yang melewati
Laut Cina Selatan. Pada musim kemarau (JuniAgustus), cuaca
didominasi oleh angin timur yang menyebabkan wilayah Banten
mengalami kekeringan yang keras terutama di wilayah bagian pantai
utara, terlebih lagi bila berlangsung El Nino. Sedangkan temperatur
didaerah pantai dan perbukitan berkisar antara 22C dan 32C, sedangkan
suhu di pegunungan dengan ketinggian antara 400 1.350 m dpl
mencapai antara 18C 29C.

54
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

2.6.1 Curah Hujan Rata-Rata Bulanan


Curah hujan tertinggi pada tahun 2013 terjadi di bulan Januari (637
mm), dan terendah pada bulan Juli hanya sebesar 40 mm. Rata-rata curah
hujan bulanan pada tahun 2013 sebesar 201.51 mm, lebih tinggi bila
dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 100 mm.

2.6.2 Suhu Udara Rata-Rata Bulanan
Pada tahun 2013, suhu udara rata-rata bulanan sebesar 27,7C,
dimana suhu udara maksimum terjadi pada bulan Oktober, yaitu sebesar
28,60 C dan suhu udara minimum terjadi di bulan Januari yaitu sebesar
26,60 C. Sedangkan pada tahun 2012, suhu udara rata-rata bulanan
sebesar 27,1 C, dimana suhu udara maksimum terjadi pada bulan
September, yaitu sebesar 33,5 C dan suhu udara minimum terjadi di
bulan September yaitu sebesar 21,9 C. Hal ini berarti, suhu udara pada
tahun 2013 relatif lebih hangat dan dengan tingkat volatilitas yang lebih
tinggi pula bila dibandingkan dengan tahun 2012.
Gambar 11
Curah Hujan Bulanan di Provinsi Banten, 2013

Curah Hujan (mm)


600
500
400
300
200

Curah Hujan (mm)

100
0

Sumber: BPS Provinsi Banten 2014

55
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

56
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Gambar 12:
Rentang Suhu Udara dan Suhu Udara Rata-rata
di Provinsi Banten (C), 2013
29,00
28,50
28,00
27,50

28,6
28,20 28,10
28,20
28,2
28,00 28,10
27,80 27,7
27,60
27,40
27,40
27,40 27,50

27,00

26,75

26,50

27,95

28,6
28,3
27,9
27,6
27,1
27,05

26,00
25,50

Sumber : BPS Provinsi Banten 2014


Tabel 8:
Pembagian Wilayah Zona Musim (ZOM) di Provinsi Banten




57
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

2.7

Bencana Alam
Bencana alam adalah peristiwa alam yang menimbulkan

kesengsaraan, kerusakan alam dan lingkungan, serta mengakibatkan


kesengsaraan, kerugian, dan penderitaan pada penduduk. Tidak
termasuk bencana yang disebabkan karena hama tanaman atau wabah.
Bencana alam yang disajikan antara lain : tanah longsor, banjir, dan
gempa bumi.
Berdasarkan pengamatan selama ini, kita lebih banyak melakukan
kegiatan pasca bencana (post event) berupa emergency response dan
recovery

daripada

kegiatan

sebelum

bencana

berupa

disaster

reduction/mitigation dan disaster preparedness. Padahal, apabila kita


memiliki sedikit perhatian terhadap kegiatan-kegiatan sebelum bencana,
kita dapat mereduksi potensi bahaya/ kerugian (damages) yang mungkin
timbul ketika bencana.

Gambar 2.8
Peta Index Resiko Bencana Provinsi Banten

58
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

2.7.1 Bencana Banjir, Korban, dan Kerugian


Setiap tahun selalu ada kejadian bencana alam di Provinsi Banten.
Hal ini terlihat dari adanya penduduk korban bencana alam seperti pada
tabel BA-1 sampai dengan BA-4. Pada tahun 2013 Bencana banjir terjadi di
Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Area yang terendam di
Kabupaten Pandeglang seluas 55.707 Ha dengan korban berjumlah 5.366
orang korban serta perkiraan kerugian sekitar 15 Miliar Rupiah.
Sedangkan area yang terendam di Kabupaten Lebak seluas 416 Ha dengan
korban berjumlah 45 orang korban serta perkiraan kerugian sekitar 1
Miliar Rupiah.

2.7.2 Bencana Kekeringan, Luas, dan Kerugian
Menurut data pada tahun 2013, wilayah Banten tidak terjadi
bencana kekeringan.

2.7.3 Bencana Kebakaran Hutan, Luas, dan Kerugian
Bencana lain yang terdata pada tahun 2013 yaitu bencana
kebakaran hutan/lahan yang terjadi di Kabupaten Lebak dan Lebak. Hal
ini terjadi pada hutan/lahan seluas 27 Ha dengan kerugian sekitar 139
Miliar Rupiah.

2.7.4 Bencana Alam Tanah Longsor dan Gempa Bumi, Korban, dan
Kerugian
Bencana tanah longsor juga terjadi di Kabupaten Lebak dan
Pandeglang dengan kerugian sekitar 6 miliar rupiah. Sedangkan, gempa
bumi hanya terjadi di Kabupaten Lebak yang mengakibatkan kerugian
sebesar 813 juta rupiah.

59
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan sebelum bencana dapat


berupa pendidikan peningkatan kesadaran bencana (disaster awareness),
latihan penanggulangan bencana (disaster drill), penyiapan teknologi tahan
bencana (disaster-proof), membangun sistem sosial yang tanggap bencana,
dan perumusan kebijakan-kebijakan penanggulangan bencana (disaster
management policies).
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam
kedalam tiga kegiatan utama, yaitu:
1) Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan,
mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini;
2) Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap
darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti
kegiatan search and rescue (SAR), bantuan darurat dan
pengungsian;
3) Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi.
Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan,
padahal justru kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting
karena apa yang sudah dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal
dalam menghadapi bencana dan pasca bencana. Sedikit sekali pemerintah
bersama masyarakat maupun swasta memikirkan tentang langkah-
langkah atau kegiatan-kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam
menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.
Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat
kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan,
terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan
pengungsian, akan mendapatkan perhatian penuh baik dari pemerintah

60
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat terjadinya bencana


biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan mengulurkan
tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya
bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang
harus dikelola dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat
guna, tepat sasaran, tepat manfaat, dan terjadi efisiensi.
Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan
kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan
kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pada tahap ini yang
perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi yang akan
dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan serta tidak
hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga
rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.
Dari uraian di atas, terlihat bahwa titik lemah dalam Siklus
Manajemen Bencana adalah pada tahapan sebelum/pra bencana, sehingga
hal inilah yang perlu diperbaiki dan ditingkatkan untuk menghindari atau
meminimalisasi dampak bencana yang terjadi.

Mitigasi Bencana
Kegiatan-kegiatan pada tahap pra bencana erat kaitannya dengan
istilah mitigasi bencana yang merupakan upaya untuk meminimalkan
dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi bencana mencakup baik
perencanaan dan pelaksanaan tindakan-tindakan untuk mengurangi
resiko-resiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum
bencana itu terjadi, termasuk kesiapan dan tindakan-tindakan
pengurangan resiko jangka panjang.
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur
dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena

61
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan


konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun
membangun struktur bangunan penahan longsor, penahan dinding
pantai, dan lain-lain. Selain itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam
bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari wilayah bencana
dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui
melalui

perencanaan

tata

ruang

dan

wilayah

serta

dengan

memberdayakan masyarakat dan pemerintah daerah.



Mitigasi Bencana yang Efektif
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama,
yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
1) Penilaian

bahaya

(hazard

assestment);

diperlukan

untuk

mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat


ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang
karakteristik sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta
data kejadian bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta
Potensi Bencana yang sangat penting untuk merancang kedua
unsur mitigasi lainnya;
2) Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan
kepada masyarakat tentang bencana yang akan mengancam
(seperti bahaya tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran
lahar akibat letusan gunung berapi, dsb). Sistem peringatan
didasarkan pada data bencana yang terjadi sebagai peringatan dini
serta

menggunakan

berbagai

saluran

komunikasi

untuk

memberikan pesan kepada pihak yang berwenang maupun

62
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang akan mengancam


harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan dipercaya.
3) Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada
unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan),
yang

membutuhkan

pengetahuan

tentang

daerah

yang

kemungkinan terkena bencana dan pengetahuan tentang sistem


peringatan untuk mengetahui kapan harus melakukan evakuasi
dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.

Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan
pemahamannya sangat penting pada tahapan ini untuk dapat
menentukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengurangi
dampak akibat bencana. Selain itu jenis persiapan lainnya adalah
perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas umum dan
fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur),
serta usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman
terhadap bencana dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi
struktur).

Mitigasi Bencana Berbasis Masyarakat
Penguatan kelembagaan, baik pemerintah, masyarakat, maupun
swasta merupakan faktor kunci dalam upaya mitigasi bencana. Penguatan
kelembagaan dalam bentuk dalam kesiapsiagaan, sistem peringatan dini,
tindakan gawat darurat, manajemen barak dan evakuasi bencana
bertujuan mewujudkan masyarakat yang berdaya sehingga dapat
meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

63
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Sementara itu upaya untuk memperkuat pemerintah daerah dalam


kegiatan sebelum/pra bencana dapat dilakukan melalui perkuatan
unit/lembaga yang telah ada dan pelatihan kepada aparatnya serta
melakukan koordinasi dengan lembaga antar daerah maupun dengan
tingkat nasional, mengingat bencana tidak mengenal wilayah
administrasi, sehingga setiap daerah memiliki rencana penanggulangan
bencana yang potensial di wilayahnya.
Hal yang perlu dipersiapkan, diperhatikan dan dilakukan bersama-
sama oleh pemerintahan, swasta maupun masyarakat dalam mitigasi
bencana, antara lain:
1) Kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan kebencanaan atau
mendukung usaha preventif kebencanaan seperti kebijakan
tataguna tanah agar tidak membangun di lokasi yang rawan
bencana;
2) Kelembagaan pemerintah yang menangani kebencanaan, yang
kegiatannya mulai dari identifikasi daerah rawan bencana,
penghitungan perkiraan dampak yang ditimbulkan oleh bencana,
perencanaan penanggulangan bencana, hingga penyelenggaraan
kegiatan-kegiatan yang sifatnya preventif kebencanaan;
3) Indentifikasi lembaga-lembaga yang muncul dari inisiatif
masyarakat yang sifatnya menangani kebencanaan, agar dapat
terwujud koordinasi kerja yang baik;
4) Pelaksanaan program atau tindakan ril dari pemerintah yang
merupakan pelaksanaan dari kebijakan yang ada, yang bersifat
preventif kebencanaan;

64
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

5) Meningkatkan pengetahuan pada masyarakat tentang ciri-ciri alam


setempat yang memberikan indikasi akan adanya ancaman
bencana.


65
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014


BAB 3
TEKANAN TERHADAP LINGKUNGAN

Aktivitas manusia yang memanfaatkan sumber daya alam akan


menimbulkan tekanan pada lingkungan dan merubah keadaannya, atau
kondisinya. Tekanan mencakup aktivitas dan dampak seperti konsumsi
energi, transportasi, industri, pertanian, kehutanan dan urbanisasi.
Tekanan juga mencakup interaksi-interaksi berikut :
1) Lingkungan berlaku sebagai sumber dari aktivitas ekonomi manusia
memperoleh bahan baku untuk memenuhi kehidupannya, seperti
mineral, makanan, serat, dan energi dan dalam prosesnya, berpotensi
mengurangi sumber-sumber daya tersebut atau sistem Biologis
(seperti tanah, hutan dan perikanan) tempat dimana mereka
bergantung, sebagai penunjang sistem kehidupan mereka;
2) Aktivitas manusia menciptakan aliran polutan, sampah/limbah, dan
energi yang masuk kembali ke lingkungan, dan mengancamnya dalam
bentuk kemerosotan dan degradasi lingkungan
3) Aktivitas manusia baik secara langsung maupun tak langsung
mengubah bentuk, mengganggu dan mengdegradasi ekosistem,
sehingga menurunkan kemampuan lingkungan untuk menyediakan
faktor-faktor penunjang bagi sistem kehidupan secara memadai.

Kondisi lingkungan seperti udara yang tercemar, air yang tercemar,
dan sumber pangan yang tercemar mempunyai dampak langsung
terhadap kesehatan manusia dan kesejahteraan.

66
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

3.1

Kependudukan

3.1.1 Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Pertumbuhan Penduduk dan


Kepadatan Penduduk
Provinsi Banten merupakan provinsi yang masih relatif baru
berumur 15 tahun, terbentuk berdasarkan undang-undang No. 23 tahun
2000 tentang Pembentukan Provinsi Banten. Jumlah penduduk Banten
tahun 2013 berjumlah 11.452.491 jiwa yang tersebar di delapan wilayah
kabupaten/kota, dengan laju pentumbuhan penduduk pada tahun 2012-
2013 mencapai 2,27 % (tabel DE-1).
Persebaran penduduk di Banten secara spasial tidak merata, karena
masih terkonsentrasi di wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang,
dan Kota Tangerang Selatan. Dengan luas wilayah kurang dari 14 persen
dari seluruh luas wilayah Provinsi Banten, ketiga wilayah tersebut pada
tahun 2013 dihuni oleh sekitar 57,22 % dari seluruh penduduk Banten.
Akibatnya, tingkat kepadatan penduduk antar wilayah di Banten menjadi
sangat tidak merata. Tercatat, Kota Tangerang merupakan wilayah
dengan tingkat kepadatan tertinggi, mencapai 12.684 jiwa per km2.
Sedangkan yang terendah adalah Kabupaten Lebak yaitu dengan tingkat
kepadatan penduduk hanya 364 jiwa per km2.

3.1.2 Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan
Berdasarkan data dari BPS Provinsi Banten 2014, jumlah penduduk
perempuan dan laki-laki pada tahun 2013 hampir berimbang yaitu
sebanyak 5.844.195 jiwa (51 %) adalah laki-laki dan 5.608.296 jiwa (49%)
adalah perempuan.

67
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014


3.1.3 Jumlah Penduduk Laki-Laki dan Perempuan menurut Tingkat
Pendidikan
Berdasarkan tabel DS-1, jumlah penduduk laki-laki yang tidak
bersekolah terbanyak di Kota Tangerang dengan jumlah 182.635 orang,
sedangkan penduduk perempuan yang tidak sekolah tersebar paling
banyak di Kabupaten Pandeglang sejumlah 56.803 orang. Akan tetapi,
penduduk yang berada di Kota tangerang paling banyak mengenyam
pendidikan dengan jumlah 1.462.375 orang. Untuk tingkat SD, SLTP, dan
Diploma didominasi oleh kaum perempuan. Sedangkan kaum laki-laki
mendominasi pada tingkat pendidikan SLTA dan Universitas.
Gambar 13:
Distribusi Prosentasi Penduduk menurut Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten tahun 2013

Kota
Tangerang
Selatan
Kota Serang
13%
5%
Kota Cilegon
3%

Kab.
Pandeglang
11%

Kab.
Tangerang
27%

Kota
Tangerang
17%

Kab. Serang
13%

Kab. Lebak
11%

Sumber : BPS Provinsi Banten 2014

68
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Gambar 14:
Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten/Kota
di Provinsi Banten tahun (2012-2013)
4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00

3,51

3,34
2,51
1,82
0,86

0,98

2,06

2,27

0,92

Sumber : BPS Provinsi Banten 2014

Struktur umur penduduk di suatu daerah akan dapat menentukan


tingkat produktifitas penduduk pada daerah tersebut. Hal ini dikarenakan
analisis struktur umur penduduk akan berkaitan dengan banyaknya
penduduk di usia produktif di suatu daerah. Penduduk usia produktif
artinya penduduk yang masih memiliki kemampuan untuk melakukan
pekerjaannya dan tidak tergantung kepada orang lain. Penduduk usia
produktif berkisar anatara usia 15 - 64 tahun. Analisis struktur usia
penduduk juga akan terkait dengan penyediaan angkatan kerja pada
suatu daerah.






69
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Gambar 15:
Perkiraan Laju Pertumbuhan Provinsi Banten


Sumber : BPS Provinsi Banten tahun 2014


Proyeksi jumlah penduduk ini akan dapat menggambarkan
peramalan jumlah penduduk pada masa yang akan datang, dalam hal ini
antara tahun 2002 sampai tahun 2017. Proyeksi penduduk menggunakan
metode bunga berganda yang menggunakan tahun dasar 1995 dengan
rumus :

Pt = Po ( 1 + r )n

Keterangan :

Pt
: Jumlah penduduk pada tahun tertentu
Po
: Jumlah penduduk pada tahun dasar
R
: Angka rata-rata pertumbuhan penduduk
N
: Jumlah tahun proyeksi

Penggunaan rumus di atas ini didasarkan pada kecenderungan
peningkatan jumlah penduduk Provinsi Banten dari tahun ke tahun.
Proyeksi penduduk ini mengikuti kecenderungan pertumbuhan
penduduk dari tahun ke tahun disuatu daerah. Jika dilihat dari
ketimpangan jumlah dan kepadatan penduduk yang ada, akan tidak baik
70
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

apabila kecenderungan ini terus berlangsung tanpa adanya usaha


pencegahan urbanisasi ke daerah-derah pusat aktivitas, seperti Kabupaten
dan Kota Tangerang. Selain itu juga, harus memperhatikan faktor migrasi
penduduk dari wilayah Jakarta ke wilayah Provinsi Banten, khususnya
daerah yang berbatasan langsung dengan wilayah Jakarta.
Proyeksi penduduk ini mengikuti kecenderungan pertumbuhan
penduduk dari tahun ke tahun dari suatu daerah. Jika dilihat dari
ketimpangan jumlah dan kepadatan penduduk yang ada akan tidak baik
apabila kecenderungan ini terus berlangsung tanpa adanya usaha
pencegahan urbanisasi ke daerahdaerah pusat aktivitas, seperti
Kabupaten dan Kota Tangerang.



Permasalahan sosial kependudukan, ditandai dengan tingginya
urbanisasi, munculnya permukiman kumuh pada hampir seluruh kota di
Provinsi Banten, pedagang kaki lima PKL dan kesemrawutan lalu lintas.

71
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Kependudukan merupakan hal yang esensial untuk dapat


memperkirakan/ memproyeksikan berbagai kebutuhan penduduk kota
bermukim dengan berbagai kegiatannya - untuk bermukim atau untuk
menjalankan kegiatannya, seperti proyeksi kebutuhan perumahan dari
berbagai lapisan masyarakat, memperkirakan kebutuhan prasarana kota
seperti air bersih, sanitasi lingkungan, drainase, persampahan, kebutuhan
gas, listrik, energi, telekomunikasi dan perangkutan kota. Selanjutnya juga
untuk memperkirakan kebutuhan yang berkaitan dengan kegiatan
ekonomi, sosial budaya dan pelayanan lingkungan seperti kegiatan
ekonomi, sosial dan politik, pedidikan dan pelayanan kesehatan.
Kenyataan yang ada menjelaskan perkembangan penduduk yang
terkonsentrasi pada pusat kota serta eratnya hubungan antara urbanisasi
dan perkembangan kota menjadi faktor yang dipertimbangkan dalam
analisis penduduk terhadap perkembangan kota yang antara lain didekati
dengan analisa kecenderungan primasi kota-kota di wilayah Banten.
Dalam mengkaji kependudukan dilakukan dengan pendekatan
primasi kota yang memperlihatkan kondisi dimana kota-kota kecil
didominasi oleh satu atau kebih kota yang besar (primat) yang
mengakibatkan defisiensi kota-kota menengah. Dominasi kota-kota
primat tersebut salah satunya diindikasikan dengan terjadinya pelebaran
luas wilayah administrasi kota, sedangkan wilayah perluasan kota
tersebut belum begitu siap dengan status dan fungsi kota yang akan
diembannya. Kondisi lain yaitu beberapa kota kecil menjadi kota yang
sangat tergantung dengan kota-kota primat terutama dalam hal
penyediaan barang konsumsi, hal ini dikarenakan terjadinya backwash
effect sebagai akibat berlangsungnya eksploitasi sumber bahan baku
untuk kepentingan di wilayah kota-kota primat.

72
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Primasi kota dalam analisa kependudukan ini diartikan sebagai


ketimpangan besaran kota berdasarkan jumlah penduduk. Diasumsikan
bahwa primasi kota akan terjadi apabila jumlah penduduk kota primat
sebesar 4 (empat) sampai 5 (lima) kali jumlah penduduk kota kedua
dalam satuan wilayah tertentu yang dalam hal ini analisis primasi kota
untuk wilayah Banten.
Maksud analisis kependudukan dengan pendekatan primasi kota-
kota yaitu untuk mengetahui kota-kota mana saja yang menjadi kota
primat pada masing-masing kawasan andalan di wilayah Banten.
Penataan ruang tidak lagi semata menjembatani kepentingan
ekonomi dan sosial. Lebih jauh dari kedua hal itu (ekonomi dan sosial),
penataan ruang telah berubah orientasinya pada aspek yang benar-benar
berpihak untuk kepentingan lingkungan hidup, sebagai konsekuensi
keikut-sertaan Indonesia pada upaya menekan pemanasan global. Dalam
UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, telah ditegaskan
mengenai tujuan penyelenggaraan penataan ruang yaitu mewujudkan
ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan, serta menciptakan keharmonisan antara lingkungan alam
dan lingkungan buatan, keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; serta perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Penataan ruang yang berpihak pada lingkungan hidup perlu
ditegakkan bersama karena sebelumnya, logika penataan ruang yang
hanya mengikuti selera pasar, dalam kenyataan telah mengancam
keberlanjutan. Hal ini dapat dicermati dari keberadaan lahan-lahan
produktif dan kawasan buffer zone berada dalam ancaman akibat

73
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

konversi lahan secara besar-besaran untuk kepentingan penyediaan lahan


yang mempunyai land rent tinggi seperti peruntukan lahan untuk
permukiman, industri, perdagangan serta pusat-pusat perbelanjaan.
Diperkirakan sekitar 15 ribu 20 ribu ha per tahun lahan pertanian
beririgasi beralih fungsi menjadi lahan non pertanian, serta tidak sedikit
kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) terdegradasi.
Menurut Soemarwoto (1991:230-250) bahwa secara rinci dampak
kepadatan penduduk sebagai akibat laju pertumbuhan penduduk yang
cepat terhadap kelestarian lingkungan adalah sebagai berikut :
(1) Meningkatnya limbah rumah tangga sering disebut dengan limbah
domestik. Dengan naiknya kepadatan penduduk berarti jumlah orang
persatuan luas bertambah. Karena itu jumlah produksi limbah persatuan
luas juga bertambah. Dapat juga dikatakan di daerah dengan kepadatan
penduduk

yang

tinggi,

terjadi

konsentrasi

produksi

limbah.

(2) Pertumbuhan penduduk yang terjadi bersamaan dengan pertumbuhan


ekonomi dan teknologi yang melahirkan industri dan sistem transport
modern. Industri dan transport menghasilkan berturut-turut limbah
industri dan limbah transport. Di daerah industri juga terdapat kepadatan
penduduk yang tinggi dan transport yang ramai. Di daerah ini terdapat
produksi limbah domsetik, limbah industri dan limbah transport.
(3) Akibat pertambahan penduduk juga mengakibatkan peningkatan
kebutuhan pangan. Kenaikan kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan
intensifikasi lahan pertanian, antara lain dengan mengunakan pupuk
pestisida, yang notebene merupakan sumber pencemaran. Untuk
masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya pada lahan
pertanian, maka seiring dengan pertambahan penduduk, kebutuhan akan
lahan pertanian juga akan meningkat. Sehingga eksploitasi hutan untuk

74
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

membuka lahan pertanian baru banyak dilakukan. Akibatnya daya


dukung lingkungan menjadi menurun. Bagi mereka para peladang
berpindah, dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang
sedemikian cepat, berarti menyebabkan tekanan penduduk terhadap
lahan juga meningkat. Akibatnya proses pemulihan lahan mengalami
percepatan. Yang tadinya memakan waktu 25 tahun, tetapi dengan
semakin meningkatnya tekanan penduduk terhadap lahan maka bisa
berkurang menjadi 5 tahun. Saat dimana lahan yang baru ditinggalkan
belum pulih kesuburannya.
(4) Makin besar jumlah penduduk, makin besar kebutuhan akan sumber
daya. Untuk penduduk agraris, meningkatnya kebutuhan sumber daya ini
terutama lahan dan air. Dengan berkembangnya teknologi dan ekonomi,
kebutuhan akan sumber daya lain juga meningkat, yaitu bahan bakar dan
bahan mentah untuk industri. Dengan makin meningkatnya kebutuhan
sumber daya itu, terjadilah penyusutan sumber daya. Penyusutan sumber
daya berkaitan erat dengan pencemaran. Makin besar pencemaran sumber
daya, laju penyusunan makin besar dan pada umumnya makin besar pula
pencemaran.
Akumulasi berbagai masalah klasik akibat peningkatan jumlah
penduduk kota yang cepat makin dirasakan dampaknya, mulai dari
kemiskinan, pencemaran, pengangguran, hingga kriminalitas dan
sebagainya. Diperburuk lagi, kini banyak problema lingkungan hidup
kota sehingga pelestarian lingkungan makin berkurang dan perencanaan
kota jadi tidak sesuai dengan kenyataan akibat pengaturan Rencana Tata
Ruang dan Wilayah (RTRW) baik kota maupun propinsi yang sering tidak
sinkron. Buntut dari rangkaian masalah itu tidak lain adalah tingkat daya
dukung kota terhadap kehidupan warga yang makin rendah.

75
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Mengalami lonjakan secara umum, pertumbuhan penduduk kota-


kota di dunia cenderung mengalami lonjakan yang sangat fenomenal,
sementara pada saat yang sama, kualitas lingkungan cenderung menurun.
Lebih dari setengah jumlah penduduk di dunia sekarang ini tinggal di
perkotaan. Masalah-masalah perkotaan, seperti kepadatan lalu lintas,
pencemaran udara, perumahan dan pelayanan masyarakat yang kurang
layak, kriminal, kekerasan dan penggunaan obat-obat terlarang menjadi
masalah yang harus dihadapi masyarakat perkotaan. Sangat wajar,
apabila kecenderungan tersebut terus-menerus tidak ditangani maksimal,
ibarat bola salju yang makin lama makin membesar, dan akhirnya
memicu runtuhnya kekuatan psikologis masyarakat.
Jika penduduk Banten tahun 2013 berjumlah 11.452.491 jiwa,
berarti setiap jiwa hanya disuplai oleh lingkungan alam lebih kurang
seluas 650 meter persegi, padahal dalam suplai udara bersih, tidak ada
ruang lagi untuk mendapatkannya.
Penyebabnya adalah jumlah penggunaan kendaraan bermotor yang
makin meningkat sehingga akan menghasilkan gas polutan bahan-bahan
insektisida. Masalah polusi udara di dalam ruangan adalah yang paling
kerap kita hadapi sehari-hari.

3.2

Permukiman
Seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk di

Provinsi Banten yang hingga tahun 2013 telah mencapai sekitar 11.452.491
jiwa, kebutuhan akan ketersediaan sarana perumahan dan permukiman
semakin meningkat pula. Dengan asumsi laju pertumbuhan penduduk
sebesar 2,27 %, maka diperkirakan tingkat kebutuhan perumahan di
Provinsi Banten sekitar 72.259 unit/tahun. Dengan demikian dalam lima

76
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

tahun ke depan kebutuhan akan ketersediaan sarana perumahan di


Provinsi Banten yakni mencapai 361.295 unit rumah.
Banyaknya kebutuhan akan rumah tersebut tidak diikuti oleh
penyediaan rumah murah bagi warga sehingga luasan kawasan kumuh di
Provinsi Banten cenderung terus meningkat setiap tahunnya sejalan
dengan pertumbuhan penduduk dan (makin tidak terkendalinya
pertumbuhan kota-kota besar yang`menjadi penarik meningkatnya arus
migrasi. Fenomena ini umumnya berkembang terutama pada wilayah-
wilayah yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yakni Kabupaten
dan Kota Tangerang, mengingat kedua wilayah`ini merupakan kawasan
penyangga bagi ibukota negara. Kawasan permukiman yang berkembang
di wilayah utara Provinsi Banten, antara lain di wilayah hinterland DKI
Jakarta (Kab. Tangerang dan Kota Tangerang) dan di sekitar kawasan
industridan pariwisata (Kota Tangerang, Kota Cilegon, Kab. Tangerang,
dan Kab. Serang).
Pada umumnya, rumah tangga di Banten yang jumlahnya 2,687
juta menempati bangunan rumah milik sendiri yaitu dengan persentase
sebesar 76,98 %. Disamping itu, ada juga rumah tangga yang menempati
bangunan dengan status sewa/kontrak. Persentase rumah tangga ini
mencapai 13,94 %. Sementara yang menempati bangunan lainnya (bebas
sewa, dinas, rumah famili, orang tua) mencapai 9,08%.

3.2.1 Jumlah Rumah Tangga Miskin
Adapun jumlah rumah tangga di Provinsi Banten (tabel SE-1)
berjumlah 2.725.746 rumah tangga. Rumah tangga terbanyak tersebar di
Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Rumah tangga paling sedikit
terletak di Kota Cilegon. Adapun rumah tangga miskin yang terdata

77
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

berada di Kota Tangerang yang berjumlah 47.394 rumah tangga,


sedangkan dikota-kota lainnya belum ada data.
Adapun jumlah rumah tangga miskin yang terdata adalah wilayah
Kota Tangerang sebanyak 47.394 dan Kota Tangerang Selatan sebanyak
45. 273.
Sedangkan penduduk yang berada di wilayah pesisir dan laut
tersebar di Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten
Pandegalang, Kota Cilegon dan Kota Serang. Jumlah rumah tangga yang
terdata hanya di Kabupaten Pandegalng (40.496 rumah tangga) dan
Kabupaten Lebak (24.705 rumah tangga).

3.2.3 Jumlah Rumah Tangga dan Fasilitas Tempat Buang Air Besar
Jumlah rumah tangga dan fasilitas tempat buang air besar (tabel
SP-8) didasarkan atas kepunyaan sendiri, bersama, umum dan tidak
punya. Sebagian besar penduduk yang tidak mempunyai Tempat buang
air besar tersebar di Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kabupaten
Lebak, dan Kabupaten Pandeglang. Sedangkan yang memiliki sendiri,
sebagian besar tersebar di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan
Kota Tangerang Selatan.
Kabupaten Tangerang dengan jumlah rumah tangga yan paling
besar juga menghasilkan timbulan sampah yang paling banyak yaitu
6.108,23 m3/hari. Hal ini diikuti oleh Kota Tangerang dana Kota
Tangerang Selatan secara berturut-turut. Adapun Kota Cilegon
merupakan produsen sampah yang paling rendah sebanyak 784.93
m3/hari. Hal ini tentu saja dikarenakan karena jumlah penduduknya yang
sedikit.

78
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

3.2.2 Jumlah Rumah Tangga dan Sumber Air Minum


Pada tahun 2012, rumah tangga yang menggunakan air dalam
kemasan sebagai sumber air minum utama mengalami peningkatan, dari
40,84 % pada tahun 2011 menjadi 42,72 %. Sedangkan pada tahun 2013,
jumlah rumah tangga yang menggunakan air dalam kemasan memilki
persentase sebesar 46,89 %. Hal ini seiring dengan semakin banyaknya
jumlah outlet air minum kemasan. Sementara itu, rumah tangga di Banten
tahun 2013 yang masih memanfaatkan sumber air minum pompa untuk
memenuhi kebutuhan air minum adalah sebesar 24,95 %.

Gambar 16:
Persentase Rumah Tangga Menurut Kabupaten/Kota
dan Status Penguasaan Bangunan Tempat Tinggal
di Provinsi Banten, 2013

120
100
80
60
40
20
0

Sumber : BPS Provinsi Banten Tahun 2014

lainnya
sewa
kontrak
milik sendiri

3.2

Kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah

satu hak dasar rakyat, yaitu hak rakyat untuk memperoleh akses atas

79
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

kebutuhan pelayanan kesehatan. Pembangunan kesehatan juga harus


dipandang sebagai suatu investasi dalam kaitannya untuk mendukung
peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pembangunan ekonomi,
serta memiliki peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Pola penyakit yang diderita oleh masyarakat (tabel DS-2) sebagian
besar adalah penyakit infeksi menular seperti TB, ISPA, malaria, diare,
dan penyakit kulit. Namun demikian, pada waktu yang bersamaan terjadi
peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan
pembuluh darah, serta diabetes mellitus. Dengan demikian telah terjadi
transisi epidemiologi dan menghadapi beban ganda pada waktu yang
bersamaan (double burden). Dengan terjadinya beban ganda yang diikuti
dengan meningkatnya jumlah penduduk, serta perubahan struktur
penduduk yang ditandai dengan meningkatnya penduduk usia produktif
dan usia lanjut, akan mempengaruhi jumlah dan jenis pelayanan
kesehatan yang dibutuhkan masyarakat di masa datang.
Untuk mengatasi permasalahan kesehatan yang ada di Provinsi
Banten, Pemerintah baik Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah
Kabupaten/Kota telah berusaha menambah sarana kesehatan berupa
rumah sakit maupun Puskesmas.
Pada tahun 2013 jumlah sarana kesehatan berupa rumah sakit dan
puskesmas mengalami peningkatan. Rumah sakit bertambah 6 unit dari
72 unit di tahun 2011 menjadi 78 unit, sedangkan puskesmas dan
puskemas pembantu bertambah 6 unit dari 489 di tahun 2012 sehingga
menjadi 493 unit di tahun 2013. Sehingga, jika dibandingkan dengan
jumlah kecamatan yang ada di provinsi Banten, dapat dikatakan bahwa
semua kecamatan telah memiliki puskesmas. Bahkan ada beberapa
kecamatan memiliki lebih dari satu unit puskesmas.

80
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Puskesmas dan rumah sakit juga menghasilkan limbah padat dan


cair yang harus diminimalisir. Tabel SP-10 merangkum jumlah limbah
tersebut. Rumah sakit di Kota tangerang menghasilkan volume limbah
cair yang paling banyak sejumlah 2.280 m3/hari yang disebakan
banyaknya rumah sakit yang berada di Kota tangerang. Daerah yang
paling sedikit menghasilkan limbah rumah sakit yaitu Kabupaten
Pandeglang sebanyak 62 m3/hari.
Gambar 17:
Jumlah Rumah Sakit dan Puskesmas
Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Banten, 2013

160
140
120
100
80
60
40
20
0

134
95

86

78

62

61
22

36

Sumber : BPS Provinsi Banten tahun 2014


Persalinan di Provinsi Banten selama tahun 2013 umumnya dibantu
oleh tenaga medis, dalam hal ini dokter dan bidan. Dimana, persentase
kelahiran yang persalinannya di bantu oleh dokter dan bidan masing-
masing sebesar 19,48 % dan 59,05 % persen. Hal ini menyebabkan
persalinan yang ditolong oleh selain dokter dan bidan seperti oleh dukun
dan keluarga mengalami penurunan dari 23,17 % pada tahun 2012
menjadi 21,47 persen di tahun 2013. Penurunan angka kelahiran yang
81
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

ditolong oleh selain dokter dan bidan merupakan hal yang


menggembirakan karena berarti kesempatan ibu dan bayi selamat dalam
proses kelahiran menjadi semakin besar.

3.4

Pertanian
Selain aksesibilitas, potensi yang dimiliki oleh Provinsi Banten

adalah sumber daya alam (SDA) yang cukup melimpah, khususnya


potensi pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu kegiatan basis
bagi sebagian besar penduduk Provinsi Banten. Dalam struktur
perekonomian maupun komposisi penduduk menurut mata pencaharian
terlihat bahwa sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang masih
dominan.
Potensi sektor pertanian terdiri atas sektor pertanian tanaman
pangan, perkebunan, peternakan, perikanan serta kehutanan. Provinsi
Banten memperlihatkan suatu spesifikasi atau keunggulan dari masing-
masing daerah/kota, yang menyebabkan terjadinya hubungan keterkaitan
(interaction) dan juga hubungan ketergantungan (interdependency) akan
kebutuhan komoditas.
Secara umum, pada tahun 2013 sektor pertanian memang telah
menyumbang Rp. 19,519 triliun bagi ekonomi masyarakat Provinsi
Banten, tetapi sebagian besarnya dihasilkan dari subsektor tanaman bahan
makanan dengan nilai Rp. 12,401 triliun. Sub sektor kedua terbesar adalah
peternakan dengan kontribusi Rp. 4,081 triliun.

82
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Gambar 18:
Produktivitas Tanaman Pangan Banten (kw/ha)

Sumber : Statistik Daerah Provinsi Banten tahun 2014

Gambar 19
Prosentase Andil Per Subsektor terhadap PDRB Pertanian
Perikanan, 9,24
Kehutanan, 0,47
Peternakan dan
hasil-hasilnya,
20,7

Tanaman
Perkebunan, 6,8

Tanaman
Bahan
Pangan,
62,76


Sumber : BPS Provinsi Banten tahun 2014

3.4.1 Penggunaan Pupuk untuk Tanaman Padi dan Palawija


Penggunaan pupuk yang dominan untuk tanaman padi dan
palawija yaitu urea, SP.36 dan Za (tabel SE-4). Adapun komoditas yang
paling tinggi menggunakan pupuk yaitu kacang tanah. Sedangkan
83
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

komoditas yang paling sedikit menggunakan pupuk yaitu padi. Pupuk


yang paling sedikit digunakan yaitu ZA dan yang paling banyak yaitu
urea. Adapun hasil produksi rat-rata padi per hektar di Provinsi Banten
sebanyak 51.45 produksi per hektar (tabel SE-7).

3.4.2 Luas Perubahan lahan Pertanian
Alih fungsi lahan pertanian jadi peruntukaan lainnya di Provinsi
Banten cukup tinggi (tabel SE-5). Lahan pertanian yang dikonversi untuk
permukiman seluas 4.799,26 Ha, industri 762,06 Ha, kolam 593,77 Ha.

3.4.3 Jumlah Hewan Ternak
Hewan ternak yang paling banyak yaitu Sapi Potong, Kambing dan
domba. Peternakan sapi potong paling besar berada di Kota Tangerang.
Sedangkan peternakan kambing dan domba paling banyak di Kabupaten
Tangerang. Peternakan kerbau paling besar terdapat di kabupaten serang.
Adapaun peternakan babi berada di Kabupaten Tangerang dan Kota
Tangerang.

3.4.4 Jumlah Hewan Unggas
Untuk jenis unggas, yang paling banyak yaitu ayam pedaging dan
ayam kampung disusul ayam petelur dan itik (tabel SE-9). Ayam
kampung paling banyak terdapat di Kabupaten Pandeglang dan
Kabupaten Tangerang. Sedangkan, ayam petelur paling banyak berada di
Kabupaten Tangerang. Adapun, ayam pedaging paling banyak terdapat
di Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Lebak. Kabupaten Serang
memiliki jumlah ternak itik yang paling banyak.

84
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

3.5

Industri

3.5.1 Jumlah Jenis Industri /Kegiatan Usaha


Di Propinsi Banten sektor manufaktur merupakan penyumbang
tertinggi terhadap PDRB sebesar Rp 97,799 Trilyun (45,95 %). Secara
spasial, daerah industri di Provinsi Banten terkonsentrasi antara lain di
Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang dan bagian timur Kabupaten
Serang dengan teknologi produksi kebanyakan padat tenaga kerja.
Kemudian, Kota Cilegon dan bagian barat Kabupaten Serang yang
cenderung sebagai daerah konsentrasi industri padat modal.
Berdasarkan jenis industri maka jenis industri tekstil, barang kulit,
dan alas kaki serta industri pupuk, kimia dan barang dari karet
mendominasi di Provinsi Banten, dengan PDRB sebesar 52,57% dari
keseluruhan PDRB sektor industri.

3.6 Pertambangan
3.6.1 Produksi Pertambangan menurut Jenis Bahan Galian
Kegiatan industri pertambangan di Provinsi Banten masih menjadi
polemik, antara kepentingan ekonomi dengan dampak kerusakan
lingkungan yang ditimbulkan serta tidak jelasnya kontribusi terhadap
masyarakat. Pengelolaan industri pertambangan yang kurang transparan
sering menjadi pemicu konflik antara perusahaan dengan masyarakat
sekitar.
Potensi pertambangan di Provinsi Banten sangat lengkap, terdiri
dari zeolit, bentonit, pasir besi, gamping, felspar, batu bara, batu permata
(gemstone), fosfat, batu andesit, pasir kuarsa, lempung dan tanah liat,
namun dalam jumlah yang tidak terlalu bangyak. Khusus untuk Provinsi
Banten, bahan tambang yang sudah diusahakan oleh PT Aneka Tambang
Tbk yaitu tambang emas Cikotok Kabupaten Lebak yang saat ini dalam
85
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

tahap penutupan, dan PT Cibaliung Sumber Daya (CSD) di Kecamatan


Cibaliung Kabupaten Pandeglang dalam tahap percobaan produksi.
PT. Cibaliung Sumber Daya (CSD) menjadi anak perusahaan PT.
Aneka Tambang Tbk dengan kepemilikian 100%, setelah diakusisi dari
ARC Exploration pada tahun 2009. Rencana produksi 70.000 oz (2.100 kg)
emas per tahun. Resources emas dimiliki diperkirakan sebesar 1,5 juta
wmt biji emas dengan kadar 9,8 gram emas per ton, dengan umur
tambang diperkirakan selama 6 tahun. Tambang bawah tanah dengan
decline access dan metode penambangan mekanis cut and fill dan
undercut and fill. Saat ini PT. Cibaliung Sumber Daya sedang melakukan
kontruksi dan pengembangan dan mulai commisioning pabrik pada April
2010.
Kontribusi PT. Cibaliung Sumber Daya kepada pemerintah dan
masyarakat pada tahun 2009 sebesar Rp. 3.135.352.000 (iuran KP, PBB,
Komdev, retribusi air dan dari perijinan). Jumlah tersebut belum termasuk
pembangunan sarana air bersih, fasilitas MCK, dan pos kesehatan desa
senilai Rp. 1,5 miliar. Sedangkan kontribusi dari PT Aneka Tambang Tbk
untuk Pemerintah Provinsi Banten tahun 2009 daripengelolaan tambang
emas di Cibaliung (iuran tetap KP, iuran produksi/royalti dan PBB)
sebesar Rp. 1.086.538.000 dan diperkirakan penerimaan untuk tahun 2010
sebesar Rp. 1.005.821.417.
Berkaitan dengan tambang emas di Cikotok yang merupakan salah
satu unit kegiatan PT. Aneka Tambang Tbk yang terletak di Kecamatan
Cibeber dan Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak terdiri dari Kuasa
Pertambangan (KP) Eksploitasi Cikotok, KP Cirotan, KP Cipicung, KP
Cimari, KP Lebak Sembada dan KP Cikidang. Lokasi pengolahan
emasnya pabrik berada di Pasir Gombong, Cikotok.

86
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Kegiatan pertambangan telah dimulai sejak tahun 1939 saat ini


sudah dalam tahap kegiatan penutupan tambang dan pasca tambang.
Kegiatan operasi pertambangan emas Cikotok dilaksanakan sampai
dengan 31 Desember 2008. Sejak 1 Januari 2009 telah dilakukan
pengakhiran tambang (di Cikidang). Dokumen rencana penutupan
tambang sudah mendapat persetujuan dari Pemda Kabupaten Lebak No.
540/1737-Distamben/2009 tanggal 29 September 2009.
Proses penutupan tambang meliputi membuat rencana penutupan
tambang dan sudah disosialisaikan kepada Pemda dan masyarakat,
program pengelolaan dan pemantauan lingkungan saat ini masih dan
terus berlangsung, khususnya pembongkaran dan rehabilitasi lahan
terganggu, program pengelolaan aset, kontruksi dan renovasi,
pengelolaan SDM, audit dan pelaporan serta laporan akhir penutupan
tambang. Sampai dengan Semester kedua 2009, telah dilakukan
penutupan 14 lubang bekas tambang diantaranya Cikidang, Cikupa,
Cirotan dan Cipanggleseran.
Aset sudah dilakukan penyerahan beberapa fasilitas umum dan
sosial kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak seperti Masjid Jami
Cikotok, bangunan SD dan STK serta pemanfaatan dan pengembangan
PLTM Cikotok (dari 800 KVA menjadi 4.200 KVA) bekerja sama dengan
mitra. Rencana pasca tambang Cikotok yaitu melanjutkan reklamasi di
daerah Cikidang, pembangunan terminal, pasar dan lapangan olah raga,
melakukan pemantauan lingkungan, pengelolaan aset serta pengelolaan
SDM.

3.7

Energi
Provinsi Banten memiliki dua pembangkit yang memproduksi

tenaga listrik dan masuk dalam jaringan listrik koneksi Jawa Bali, yaitu
87
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

PTLU Suralaya di Kota Cilegon yang dikelola oleh PT Indonesia Power


dan PLTU Labuhan di Kabupaten Pandeglang. Disamping itu, PLN juga
memiliki pembangkit listrik berbahan bakar solar yaitu PLTD Pulo
Panjang yang khusus melayani kebutuhan tenaga listrik di Pulo Panjang
Kabupaten Serang.
Distribusi listrik di wilayah Provinsi Banten juga terbagi menjadi
dua, pertama yaitu wilayah yang meliputi Kota Tangerang, Kota
Tangerang Selatan dan sebagian besar wilayah Kabupaten Tangerang
yang dilayani oleh PT PLN Distribusi Jakarta Raya dan Tangerang. Kedua,
dilayani oleh PT PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten yang cakupannya
meliputi wilayah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten
Serang, Kota Cilegon, Kota Serang, dan sebagian kecil wilayah Kabupaten
Tangerang.
Jumlah pelanggan listrik PLN di Banten pada tahun 2012 sebanyak
2,161 juta pelanggan, meningkat sebesar 8,26 % bila dibandingkan dengan
tahun 2011 yang sebanyak 1,996 juta pelanggan. Peningkatan tersebut
menyebabkan terjadinya peningkatan daya tersambung di tahun 2012
sebesar 1,1,juta kVa dibandingkan tahun 2011, sehingga total daya
tersambung menjadi sebesar 7,567 juta kVa. Peningkatan pelanggan juga
berarti meningkatnya konsumsi listrik, Tercatat, volume penjualan listrik
PLN pada tahun 2012 mencapai 18,89 juta MWh, lebih tinggi bila
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 17,68 juta MWh.
Bila diperhatikan menurut kategori pelanggan, mayoritas
pelanggan listrik PLN adalah pelanggan rumahtangga yang mencapai
2,006 juta pelanggan dan yang paling sedikit adalah pelanggan industri
yang hanya 6.735 pelanggan. Meskipun demikian, pelanggan industri
mengkonsumsi tenaga listrik terbanyak yaitu sebesar 12,353 juta MWh.

88
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Sedangkan, konsumsi listrik pelanggan rumahtangga sendiri sebesar 4,05


juta MWh.
Gambar 21
Komposisi Penjualan Energi Listrik di Banten (persen), 2012

Industri
65%

Bisnis
10%

Pemerintaha
n
1%

Rumah
Tangga
21%
Sosial
1%

Lainnya
2%

Sumber : BPS Provinsi Banten tahun 2014

3.8

Transportasi
1) Perhubungan Darat
Panjang jalan provinsi dan jalan negara di Provinsi Banten
pada akhir tahun 2013 mencapai 1.329,38 km, terdiri dari 476,49 km
jalan negara dan 852,89 km jalan provinsi. Panjang jalan ini sudah
mengalami perubahan dibandingkan tahun sebelumnya, karena
telah adanya peralihan kewenangan. Semua jalan negara telah
diaspal, sedangkan jalan provinsi yang sudah diaspal sepanjang
660,75 km. Kondisi jalan negara maupun provinsi yang berada
dalam kondisi baik adalah 457,79 km, dalam kondisi sedang 404,52
km, dalam kondisi rusak 155,459 km dan dalam kondisi rusak berat
98,185 km.
Populasi kendaraan roda empat yang terdaftar pada Dinas
Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah (DPKAD) Provinsi
Banten sampai akhir tahun 2012 mencapai 427.737 unit sementara
89
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

populasi kendaraan umum roda empat sendiri hanya sekitar 13,3 %


dari total populasi kendaraan roda empat atau hanya sebanyak
46.557 unit.
Sementara itu, populasi sepeda motor yang terdaftar pada
DPKAD Provinsi Banten pada tahun 2012 mencapai 3 juta unit,
dengan 0,03 juta diantaranya merupakan kendaraan baru. Semua
sepeda motor adalah kendaraan pribadi dan tidak termasuk dalam
kategori kendaraan umum.
Di Provinsi Banten terdapat 21 stasiun kereta api yang
berada pada sepanjang jalur kereta api Merak Jakarta. Pada tahun
2011, volume penumpang kereta api mencapai 4,42 juta orang,
menurun sebesar 1,58 % bila dibandingkan dengan tahun 2011
yang sebanyak 4,49 juta orang.
2) Perhubungan Udara
Bandara Soekarno-Hatta merupakan bandara terbesar di
Indonesia. Terletak di Kota Tangerang dan menjadi pintu keluar-
masuk internasional bagi Indonesia, baik untuk penumpang
maupun barang. Tingkat kepadatan bandara Soekarno-Hatta dapat
dilihat dari jumlah pesawat dan penumpang yang sepertinya
melebihi kapasitasnya.
Jumlah keberangkatan pesawat dan penumpang domestik
yang berangkat dari bandara mengalami peningkatan masing-
masing dari 151.741 pesawat dan 19,79 juta orang pada tahun 2012
menjadi 156.566 pesawat dan 20,38 juta orang di tahun 2013.
Untuk tujuan internasional, jumlah pesawat dan penumpang
yang berangkat melalui bandara ini pada tahun 2013 mengalami
peningkatan masing-masing sebesar 40.992 pesawat dan 6,6 juta

90
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

orang dibandingkan tahun 2012 yang berjumlah 37.477 pesawat


dan 5,9 juta orang.
3) Perhubungan Laut
Angkutan penyeberangan di pelabuhan Merak merupakan
salah satu dari kegiatan usaha jasa kepelabuhan yang diberikan
oleh pelabuhan umum di Indonesia. Pelabuhan umum menurut
statusnya dibedakan antara pelabuhan umum yang diusahakan
dan pelabuhan umum yang tidak diusahakan. Jumlah perjalanan
tahun 2013 mengalami penurunan dari 29.875 trip di tahun 2011
menjadi 26.432 trip tahun 2013.

3.9

Pariwisata

3.9.1 Perkiraan Jumlah Limbah Padat berdasarkan Lokasi Objek


Wisata, Jumlah Pengunjung, dan Luas Kawasan
Daerah utama tujuan wisata di Banten adalah Anyer. Desa
kecil yang sunyi berubah menjadi tempat tujuan wisata utama
terkenal dengan pantainya yang berpasir putih dan adanya
sejumlah tempat rekreasi seperti wisata air seperti surfing, diving,
fishing, dan lain-lain. Akan tetapi tempat-tempat wisata lainnya
pun juga terkenal dengan ke khas-annya masing-masing seperti
wisata pantai yang masih asli di daerah Sawarna, Bayah atau
wisata rohani ke Banten Lama, serta wisata unik ke perkampungan
Baduy sebagaimana penjelasan lebih lanjut dibawah ini.
1) Golf
Di Banten terdapat 11 Golf Course dan Driving Range yang
terletak di Tangerang, Cilegon dan Pandeglang. Dengan fasilitas
mewah, terdiri dari 18 hole championship golf course, lapangan
tenis, squash, kolam renang, sauna, jacuzzi dan lain-lain.
91
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

2) Debus
Seni bela diri Debus pertama kali dikembangkan oleh salah
satu Sultan Banten yang terkenal, Sultan Ageng Tirtayasa. Debus
merupakan gabungan dari pertunjukan seni bela diri tradisional
dan seni kekebalan tubuh. Pertunjukan ini terdiri dari Gembruk
yang merupakan penampilan pembuka dengan iringan drum
perkusi, kemudian Beluk yang disertai teriakan-teriakan
melengking dan merupakan puncak dari pertunjukan, dan
terakhir adalah Pencak yang mempertunjukan seni bela diri
tradisional secara berpasangan ataupun sendiri-sendiri.
3) Mesjid Agung Banten
Banten dikenal dengan kehidupan agamanya yang
harmonis dan saling toleran satu sama lain. Mesjid Agung Banten
dibangun oleh Sultan Maulana Yusuf pada tahun 1566. Selain
sebagai pusat pengembangan Islam di Banten, mesjid ini juga
dibangun untuk melengkapi bangunan kesultanannya yang ada.
Sementara Kuil Cina yang ditemukan di Banten pada masa-
masa awal kesultanan Banten, dan letaknya kurang lebih 50 meter
dari Benteng Speelwijk. Kuil ini merupakan salah satu kuil tertua
di Indonesia.
4) Taman Nasional Ujung Kulon
Taman Nasional Ujung Kulon merupakan salah satu
wilayah konservasi alam dunia yang dicanangkan oleh Badan
Dunia UNESCO. Jika kita memasuki wilayah hutannya yang
masih alami, kita masih menjumpai badak bercula satu yang
hampir punah. Di tempat ini juga terdapat area pengembalaan
kerbau, burung merak dan berbagai binatang spesifik lainnya.

92
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Tempat ini dikelilingi oleh pulau-pulau yang indah di sekitarnya


yang sangat cocok untuk olah raga diving.
5) Panorama Gunung Krakatau
Di tengah-tengah Selat Sunda terdapt Gunung Krakatau
yang mudah dicapai dengan speedboat dari Pantai Anyer dan
Carita. Gunung ini terkenal keseluruh dunia dengan letusannya
pada tahun 1883 yang kala itu terdengar hingga Australia Barat
dan Kolombo, bahkan lahar panasnya terus keluar selama
seminggu kemudian dan mencapai wilayah Eropa. Gunung baru
yang merupakan anak Krakatau mulai muncul di atas permukaan
laut untuk pertama kalinya pada tahun 1928 dan masih aktif
hingga kini.
6) Anyer-Carita-Tanjung Lesung-Pulau Umang
Pantai Anyer-Carita-Tanjung Lesung-Pulau Umang yang
terletak di wilayah Serang dan Pandeglang merupakan tempat
yang tenang bagi pengunjung. Ditempat ini banyak terdapat hotel
berbintang maupun non-bintang, penginapan rumah, restoran
ataupun fasilitas-fasilitas lainnya guna memenuhi kebutuhan
wisatawan.
Dua tahun setelah meletusnya Gunung Krakatau, sebuah
mercusuar baru setinggi 75,5 meter di bangun di Pantai Anyer,
tepatnya menghadap ke jalan raya sepanjang 1.000 kilometer yang
dibangun Deandels pada tahun 1881 guna menghubungkan
Anyer dan Panarukan. Sementara Tanjunh Lesung dan Pulau
Umang merupakan tempat tujuan wisata pantai lainnya yang
menarik, yang berada di bagian Selatan wilayah ini.

93
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

7) Pantai Sawarna
Pantai Ciantir dan Pantai Karang Tanjung Layar
merupakan daerah tujuan wisata utama Desa Sawarna
Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak, dengan ombak yang besar
dan sangat cocok untuk olah raga selancar.
8) Kerajinan Tangan
Provinsi Banten mempunyai kerajinan khas daerah yang
tersebar di setiap Kabupaten/Kota seperti Taman Jaya dengan
kerajinan kayunya. Bumi Jaya dengan gerabahnya dan
Rangkasbitung membuat kerajinan Batu Kalimaya dan Onix.
9) Masyarakat Baduy dan Cisungsang
Masyarakat tradisional Baduy terdapat di Kabupaten
Lebak, tinggal diarea seluas 5.101 hektar. Suku ini terbagi dua
yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Mereka hidup selaras
dengan alam, dan menghindari kehidupan dunia luar yang
modern, mereka hidup dalam kesederhanaan sehingga mereka
tidak pernah saling iri satu sama lain.
Masyarakat Cisungsang tinggal di area seluas 28 Km
terletak di Kecamatan Cibeber Kabupaten Lebak. Keseniannya
terkenal adalah Rengkong, Angklung dan Bendrong Lesung.
Jumlah limbah padat terdata yang dihasilkan tempat
wisata terdapat pada table SP-6. Tempat wisata di Kabupaten
Pandeglang menghasilkan limbah padat yang bervariasi antara
0.33 Ton/tahun sampai 2.01 Ton/tahun. Adapun, tempat wisata
di Kabupaten Lebak menghasilkan limbah padat yang bervariasi
antara 0.25 Ton/tahun sampai 2 Ton/tahun. Sedangkan tempat

94
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

wisata di Kota Tangerang menghasilkan limbah padat yang


bervariasi antara 0.06 Ton/tahun sampai 28.89 Ton/tahun.

3.9.2 Perkiraan Beban Limbah Padat dan Cair berdasarkan Sarana
Hotel/Penginapan
Jumlah hotel di Provinsi Banten pada tahun 2011 naik 13 unit yaitu
dari 246 unit menjadi 259 unit dan terdapat kenaikan jumlah kamar dan
jumlah tempat tidur masing-masing sebanyak 86 unit dan 757 unit
sehingga jumlah kamar hotel dan tempat tidur masing-masing menjadi
7.776 unit dan 12.657 unit.
Pada tahun 2013 banyaknya tamu hotel mengalami peningkatan
dari 1.440.610 orang di tahun 2012 menjadi 3.336.300 orang. Adapun pada
tahun 2013, tingkat hunian hotel bintang sebesar 37,83 % dan hotel non
bintang sebesar 26,68 %. Jumlah limbah padat terdata yang dihasilkan
perhotelan terdapat pada table SP-7. Estimasi rerata jumlah limbah padat
hotel bintang sebear 11,18 m3/hari, sedangkan hotel non bintang sebesar
9,09 m3/hari. Beban limbah BOD hotel bintang adalah 134.955 ton/tahun,
sedangkan hotel non bintang adalah 166.140 ton/tahun.

3.10

Perusahaan yang Mendapat Izin Mengelola Limbah B3


Pembangunan yang sedang dilaksanakan di Provinsi Banten

dewasa ini, tidak terkecuali juga diarahkan kepada upaya agar


lingkungan hidup terjaga, tidak mengalami pencemaran sehingga fungsi
kelestariannya dapat mendukung kehidupan masyarakat. Salah satu
kegiatan yang berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan adalah
diantaranya kegiatan industri yang menghasilkan limbah B3.

95
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Saat ini telah banyak perusahaan yang mengumpulkan dan/atau


memanfaatkan dan/atau mengolah limbah B3 sehingga limbah B3 yang
dihasilkan oleh kegiatan industri, banyak yang mengelola yang pada
akhirnya dampak yang ditimbulkannyapun dapat diminimalisir. Namun
demikian limbah yang dikelolanya harus jelas pencataanya dan harus jelas
pula perizinannya.
Limbah B3 yang dihasilkan oleh kegiatan industri merupakan
salah satu persoalan bagi pengelolaan lingkungan, namun demikian saat
ini limbah B3 mempunyai nilai ekonomis yang sangat tinggi asalkan
dikelola dengan baik dan benar. Sekecil apapun pada umumnya kegiatan
industri pasti menghasilkan limbah B3, untuk itu mulai saat ini industri
berdasarkan peraturan harus melaukan identifikasi jumlah dan jenis
limbah B3 yang dihasilkan dan membuat perencanaan program
pengelolaan sehingga dapat dikelola dengan baik.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 junto PP
No 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3 dinyatakan bahwa
limbah B3 wajib dikelola dengan baik sesuai peraturan yang berlaku.
Salah satu prinsip pengelolaan limbah B3 adalah from cradle to
grave yang artinya limbah B3 harus dipantau dan dimonitor mulai dari
penghasil sampai penimbunan akhir. Oleh karena itu diperlukan
perhatian yang serius dalam pengelolaannya. Yang dimaksud dengan
pengelolaan yang baik yaitu mengurangi, menyimpan, mengumpulkan,
mengangkut, memanfaatkan, mengolah dan menimbun sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku. Pengelolaan Limbah B3 bertujuan untuk
mencegah pencemaran dan berbagai kemungkinan dampak buruk lainnya
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

96
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Di Provinsi Banten terdapat sekitar 1.800 industri yang


menghasilkan limbah B3. Dari jumlah tersebut, 450 perusahaan
menghasilkan limbah B3 secara dominan.
Adapun Industri yang mendapat ijin pengelolaan (menyimpan,
mengumpulkan,

mengolah,

memanfaatkan,

mengangkut

dan

memusnahkan adalah:
1) Perusahaan yang mendapat izin menyimpan limbah B3 320
Industri;
2) Perusahaan

yang

mempunyai

izin

pengumpulan

23

Perusahaan;
3) Perusahaan yang mempunyai izin pemanfaatan ada 16
Perusahaan;
4) Perusahaan yang mempunyai izin pengolahan/Incenerator 13
Perusahaan
5) Perusahaan yang mempunyai izin pengangkutan ada 10
Perusahaan.

Dari industri yang mempunyai izin penyimpanan limbah B3
tersebut diatas, sebarannya pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Banten
adalah sebagai berikut :
a) Kota Tangerang 76 Industri
b) Kota Tangerang selatan 65 industri
c) Kota Cilegon 39 industri
d) Kota Serang 7 industri
e) Kabupaten Pandeglang 3 industri
f) Kabupaten Lebak 3 industri
g) Kabupaten Serang 86 industri

97
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

h) Kabupaten Tangerang 48 industri



Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa perbandingan penghasil
limbah B3 tidak merata dan dominan didaerah utara.
Sementara untuk sebaran perusahaan yang mempunyai izin
sebagai pengumpul, pemanfaat dan pemusnah limbah B3 di Provinsi
Banten adalah sebagai berikut :
1) Pengumpul limbah B3
a) Kota Tangerang 2 perusahaan
b) Kota Cilegon 4 perusahaan
c) Kota Serang 1 perusahaan
d) Kabupaten Serang 5 perusahaan
e) Kabupaten Tangerang 2 perusahaan
2) Pemanfaat limbah B3
a) Kota Tangerang 3 perusahaan
b) Kota Cilegon 4 perusahaan
c) Kabupaten Serang 5 perusahaan
d) Kabupaten Tangerang 4 perusahaan
3) Pemusnah/Incenerator
a) Kota Tangerang 2 perusahaan
b) Kota Cilegon 4 perusahaan
c) Kabupaten Serang 5 perusahaan
d) Kabupaten Tangerang 2 perusahaan

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa perbandingan
pemusnah yang menggunakan incenerator cukup banyak di daerah utara
dan mereka kebanyak memusnahkan limbah yang dihasilkan dari

98
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

perusahaan mereka sendiri dan hanya 2 (dua) perusahaan yang khusus


mengolah/memusnahkan limbah B3 yaitu PT. Wastec Internasional
Cilegon dan PT. Wahana Pamunah Limbah Industri di Kabupaten Serang.

Sedangkan sebaran untuk perusahaan yang memiliki izin
pengangkutan limbah B3, dapat dilihat dibawah ini :
4) Pengangkut limbah B3
a) Kota Tangerang 3 perusahaan
b) Kota Cilegon 2 perusahaan
c) Kabupaten Serang 3 perusahaan
d) Kabupaten Tangerang 2 perusahaan

Perusahaan pengangkut atau yang lazim disebut transporter
pemegang jumlahnya sangat sedikit karena izin transporter
dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
dengan persyaratan yang ketat untuk menjamin keamanan
pengangkutan limbah B3.

99
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014



BAB 4

UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN



Tekanan terhadap lingkungan akan membawa kita menuju
perubahan kondisi/keadaan lingkungan, yang pada gilirannya kembali
mempengaruhi kesejahteraan manusia itu sendiri. Kondisi lingkungan ini
mencakup kualitas air, udara, lahan, ketersediaan sumber daya alam,
keanekaragaman hayati, dan warisan budaya rakyat.
Respon masyarakat terhadap perubahan ini pada tingkat yang
berbeda dalam bentuk aturan/legislasi baru, teknologi baru, perubahan
nilai-nilai di dalam masyarakat, obligasi/kewajiban internasional, dan
reformasi ekonomi. Respon sosial ini mempengaruhi baik keadaan
lingkungan maupun aktivitas manusia (tekanan). Kemampuan untuk
merespons tergantung pada kuantitas dan kualitas informasi yang
tersedia mengenai keadaan dan tekanan pada lingkungan.
Upaya

Pengelolaan

Lingkungan

Hidup

Provinsi

Banten

merupakan upaya untuk mengejawantahkan Arah Kebijakan Agenda


Pembangunan Provinsi Banten yang termuat dalam Program di Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Banten Tahun
2012-2017 yaitu : Pengemdalian Pencemaran Lingkungan Hidup dan
Rehabilitasi dan Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
yang direalisaikan dalam bentuk program dan Kegiatan yang bersifat
Urusan dan Non Urusan.


100
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Upaya pengelolaan lingkungan hidup Provinsi Banten dalam


rangka

merespon

terhadap

tekanan

kepada

lingkungan

yang

menyebabkan perubahan pada sumber daya alam dan lingkungan baik


secara kualitas maupun kuantitas ditimpuh dengan dua upaya pokok
yaitu upaya integrasi dan upaya intervensi melalui berbagai kebijakan,
program maupun kegiatan.
Upaya integrasi diarahkan untuk mengintegrasikan kebijaksanaan,
program dan kegiatan di Provinsi Banten yang berkaitan dengan
pengelolaan lingkungan hidup pada instansi lain baik di tingkat Pusat,
Provinsi maupun Kabupaten/Kota sehingga menjadi suatu kesatuan gerak
dan arah dalam mencapai tujuan pembangunan lingkungan hidup.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat juga merupakan
bagian yang perlu diintegrasikan. Kesatuan ini akan menjamin efisiensi
dan efektivitas penggunaan energi, waktu, sumber daya manusia, dan
sumber daya lainnya.
Upaya intervensi dimaksudkan untuk mempengaruhi atau
mengarahkan kebijakasanaan, program dan kegiatan instansi/sektor lain,
kabupaten/kota dan masyarakat agar mengikuti arah dan tujuan
pengelolaan lingkungan hidup yang telah ditetapkan. Upaya ini bisa
dilakukan di setiap tahap pengelolaan mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, sampai dengan tahap pengendalian pembangunan.
Perwujudan kebijaksanaan dan strategi pengelolaan lingkungan
hidup dengan dua upaya tersebut dilakukan melalui upaya-upaya :
rehabilitasi lingkungan, Amdal, penegakan hukum, peran serta
masyarakat dan kelembagaan.

101
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

4.1

Rehabilitasi Lingkungan

4.1.1 Realisasi Kegiatan Penghijauan dan Reboisasi


Misi pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan Provinsi
Banten adalah pertama, mencegah terjadinya pencemaran dan kerusakan
lingkungan; kedua, memulihkan lingkungan yang sudah tercemar atau
rusak agar menjadi normal kembali sesuai fungsi lingkungannya.
Pencemaran dan kerusakan lingkungan di Provinsi Banten pada
umumnya diakibatkan oleh berbagai kegiatan seperti pertambangan,
pemanfaatan sumber daya hutan, pemanfaatan rawa, perindustrian,
permukiman, pertanian, pengeringan lahan basah untuk kepentingan-
kepentingan pembangunan dan kegiatan lain.
Program Rehabilitasi Lingkungan bertujuan :
a) Meningkatkan kemampuan hutan dan tanah yang sudah rusak
agar berfungsi kembali dalam produksi dan kelestarian
lingkungan hidup
b) Meningkatkan sumber mata pencaharian baru di daerah kritis
c) Menurunkan erosi dan sedimentasi, serta pengendalian banjir dan
kekeringan
d) Meningkatkan produktivitas lahan kritis dan pendapatan petani
di daerah kritis, dan
e) Mengembangkan kelembagaan masyarakat dalam pencegahan
dan penanggulangan kerusakan lingkungan.
Kegiatan utama Program Rehabilitasi Lingkungan di Provinsi Banten
ini meliputi :


102
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

1) Rehabilitasi dan Konservasi


Untuk memulihkan kondisi dan meningkatkan produktivitas
hutan dan lahan agar kembali berfungsi sebagai faktor produksi
dan mampu menjadi sistem penyangga kehidupan secara
maksimal maka dilakukan upaya rehabilitasi hutan dan lahan,
sementara konservasi ditujukan untuk melestarikan fungsi dan
memulihkan kemampuan sumber daya alam dan lingkungan
hidup serta pemanfaatannya bagi kesejahteraan masyarakat.
Beberapa kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukukung
terlaksananya rehabilitasi dan konservasi ini adalah :
a. Rehabilitasi lahan dan perhutanan sosial
b. Perlindungan dan pengamanan hutan
c. Pengawasan peredaraan hasil hutan
d. Pengembangan dan pemantapan kawasan hutan
e. Pembinaan pengujian hasil hutan, dan
f. Pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan.
Berkaitan dengan pelaksanaan rehabilitasi dan konservasi, Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten telah melakukan
penanaman pohon sebanyak kurang lebih 8.235.414 batang
(Tahun 2008), 11.056.780 batang (Tahun 2009) dan lebih dari
16.000.000 batang pada tahun 2014. Tentunya upaya ini akan terus
dilaksanakan dan ditingkatkan dari tahun ke tahun berkaitan
dengan adanya program pemerintah yaitu One Man One Tree
(satu orang satu pohon) (tabel UP-1).
2) Peningkatan Produktivitas dan Nilai Tambah
Nilai efisiensi, efektivitas dan berkelanjutan merupakan hal yang
sangat mendasar dalam kaitannya dengan karakteristik sumber

103
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

daya hutan dan kebun yang dinamis dan terbaharui serta


tuntutan global untuk tercapainya tujuan meningkatnya mutu
dan produktifitas sumber daya hutan dan kebun. Peningkatan
produksi, produktivitas dan nilai tambah produk kehutanan dan
perkebunan mempunyai multi manfaat bagi kehidupan manusia
yang lebih luas, antara lain peningkatan tingkat kesejahteraan
petani pemilik hutan/kebun rakyat dan pengelolaan industri hasil
hutan dan kebun. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan untuk
mendukung terlaksananya peningkatan,produksi, produktivitas
dan nilai tambah adalah :
a) Peningkatan daya dukung pembangunan perkebunan
b) Pengembangan dan rehabilitasi tanaman perkebunan
c) Pengembangan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan dan
kebun
d) Pengembangan benih unggul bermutu
e) Peningkatan

pemanfaatan

dan

penerapan

teknologi

kehutanan dan perkebunan


f) Perlindungan tanaman dan pengamanan perkebunan
g) Pengembangan aneka usaha kehutanan dan perkebunan.
Berkaitan dengan upaya peningkatan produksi, produktivitas
dan nilai tambah ini, Dinas Kehutanan dan Perkebunan telah
melakukan beberapa hal, antara lain :
a. Pemberian bantuan alat, berupa : hamermil/alat pemecah
kopi, alat pembubuk kopi, alat packaging/kemasan elektric,
alat pengetes aroma kopi, pemasta kakao, pengepres sabut
kelapa.

104
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

b. Fasilitasi promosi produk gula aren dan gula semut gabungan


Kelompok Usaha Bersama
c. Pengembangan jamur kayu pada kelompok tani, sehingga
sampai saat ini sudah dapat memproduksi jamur kayu (jamur
tiram) sebanyak 100 kg per hari, dengan jumlah tenaga kerja
yang terserap sekitar 30 orang.
d. Pengembangan tanaman kakao dalam rangka peningkatan
produksi tanaman perkebunan
e. Rehabilitasi dan intensifikasi tanaman perkebunan lainnya
yang ada di seluruh wilayah Provinsi Banten
3) Pemberdayaan Masyarakat dan Kelembagaan
Bentuk partisipasi masyarakat terhadap kegiatan kehutanan dan
perkebunan secara langsung maupun tidak, sangat berpengaruh
terhadap pencapaian tujuan. Diperlukan partisifasi aktif dalam
keterlibatan pengelolaan usaha melalui peningkatan berbagai
aspek usaha yang kondusif yang menyangkut aspek ekonomi,
sosial dan ekologi.
Beberapa kegiatan yang dilandaskan dalam mendukung
terwujudnya pemberdayaan masyarakat dan kelmbagaan
adalah :
a) Pengawasan peredaran benih tanaman
b) Pemberdayaan kelompok tani dan perkebunan
c) Penyediaan barang dan jasa pada balai pembenihan
d) Penyediaan barang dan jasa pada balai pelayanan dan
peredaran hasil hutan
e) Pengembangan kegiatan Bina Cinta Lingkungan

105
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Berkaitan dengan hal tersebut telah dilakukan beberapa hal,


yaitu :
Pengembangan Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan
(SPKP)
Bantuan alat/mesin pencacah daun
Pemberdayaan masyarakat berbasis gender yaitu melalui
pembinaan pengrajin bambu
Pengembangan Desa Hutan ModelBinaan bekerjasama
dengan Taman Nasional ujung Kulon
Pengembangan Model Kampung Konservasi di sekitar
Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

4.2

Kegiatan Fisik Lainnya oleh Instansi dan Masyarakat


Penyelamatan dan pengelolaan lingkungan hidup serta proses

pembangunan berkelanjutan pada umumnya merupakan suatu proses


pembaharuan. Pembaharuan memerlukan wawasan, sikap dan perilaku
yang baru dan didukung oleh nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang baru
pula. Dalam hubungan ini penyuluhan, penyebaran informasi dan
pendidikan lingkungan hidup serta peningkatan komunikasi pada
umumnya

akan

memperkaya

wawasan

masyarakat

sehingga

kesadarannya akan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan


dapat ditingkatkan . Wawasan ini dapat ditingkatkan lagi dengan kearifan
tradisional mengenai lingkungan hidup dan keserasian lingkungan hidup
dengan kependudukan. Kearifan tersebut perlu terus digali untuk
disesuaikan dengan masa kini agar mampu menhadapi dampak
pembangunan yang akan kian menigkat.

106
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan amat


penting pengaruhnya dalam upaya meningkatkan daya guna dan hasil
guna pembangunan yang terkait dalam pengelolaan lingkungan. Sumber
alam dan lingkungan yang menjadi milik bersama akan lebih terpelihara
kelestariannya apabila seluruh anggota masyarakat memahami dan
memeliharanya.
Pendidikan dan tingkat pengetahuan serta organisasi sosial
berperan penting dalam peningkatan peran serta masyarakat. Oleh karena
itu pendidikan lingkungan di dalam dan di luar sekolah terus
ditingkatkan

termasuk

pengembangan

kurikulum

berwawasan

lingkungan dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi dan


diterapkan dalam proses pengembangan generasi bangsa.
Peranan organisasi sosial pemuda, pramuka, kelompok minat dan
pencinta alam, kelompok profesional termasuk kelompok swasta dalam
pengelolaan dan pemeliharaan lingkungan perlu terus ditingkatkan.
Untuk meningkatkan komunikasi dan informasi antara pemeran
pembanguanan yaitu swasta, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat
dan perguruan tinggi, forum komunikasi lingkungan di daerah perlu
dibentuk dan dikembangkan. Melalui forum ini upaya pemecahan
masalah lingkungan dapat dikomunikasikan secara positif dan
konstruktif.
Kedepannya peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan
kemampuan dan fungsi lingkungan hidup di Provinsi Banten akan terus
ditingkatkan. Dalam hubungan ini akan dikembangkan usaha untuk
meningkatkan kemampuan organisasi dan jalur sosial termasuk jaringan-
jaringan kemasyarakatan (agama, adat dan sebagainya) yang bersifat
informal. Usaha-usaha mandiri yang telah dilakukan oleh masyarakat di

107
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

berbagai bidang pembinaan lingkungan hidup, baik di daerah maupun di


perkotaan akan terus dikembangkan. Usaha mandiri itu dapat dijadikan
dasar untuk pengembangan swadaya masyarakat dalam mengelola
lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya. Untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan organisasi sosial tersebut dalam
memelihara dan mengelola lingkungan hidup, maka kaitan antara
lembaga swadaya masyarakat dengan pusat studi lingkungan akan lebih
dikembangkan.
Usaha swadaya masyarakat untuk memperbaiki mutu perumahan
dan kesehatan lingkungan permukiman, konservasi tanah dan air,
penghijauan, penyelamatan hutan bakau dan terumbu karang,
penyelamatan satwa dan tanaman langka, pembinaan desa sejahtera dan
sebagainya, akan terus dikembangkan. Disamping itu tetap perlu
dikembangkan pula usaha swadaya untuk menyelamatkan dan
meningkatkan mutu lingkungan hidup oleh para pengusaha diberbagai
bidang, seperti industri, perhubungan dan jasa, pertanian, kehutanan dan
pertambangan.
Strategi pelaksanaan kegiatan peningkatan peran serta masyarakat
dalam pengelolaan lingkungan di Provinsi Banten ditujukan dalam
rangka meningkatkan peran serta aktif masyarakat dalam usaha menjaga
dan meningkatkan kualitas lingkungan hidup, melalui upaya-upaya :
1) Inventarisasi dan pendokumentasian pemanfaatan sumber daya
alam yang mengindahkan kaidah lingkungan dan identifikasi
kelompok-kelompok masyarakat sasaran (seperti : kelompok
masyarakat di sekitar mata air di Kabupaten Pandeglang)

108
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

2) Pengembangan model pengenalan sumber daya alam dan


pemanfaatannya oleh masyarakat (seperti : pengenalan model
jasa lingkungan di sekitar DAS Cidanau)
3) Penyebaran informasi dan kriteria sistem penghargaan
pengelolaan lingkungan hidup ke berbagai kelompok masyarakat
(seperti : Kalpataru, Duta Lingkungan).
4) Penyelenggaraan Bimbingan Teknis Pemberdayaan Masyarakat
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (seperti : Bimtek
Pembuatan Kompos, Bimtek Pertanian Organik dan Bimtek
Pemanfaatan Limbah menjadi Kerajinan)

Beberapa kegiatan yang telah dilakukan masyarakat dalam rangka
perbaikan lingkungan terangkum pada tabel UP-2. Pengolahan sampah
terpadu sudah dilakukan oleh masyarakat di Villa Pamulang Mas, Perum
Griya Serpong, dsb. Usaha lain yang sudah dilakukan masyarakat yaitu
pembentukan Bank Sampah. Usaha tersebut sudah dilakukan oleh
masyarakt di Ponidk Benda, Ciputat, Pondok Aren, Pamulang, Serang dll.
Provinsi Banten juga memiliki organisasi atau masyarakat yang
mendapatkan penghargaan lingkungan seperti kalpataru, Putra laut,
satyalencana lingkungan, sekolah adiwiyata, adipura, adipura kencana,
program langit biru, upakarti dan sebaginya. Data lengkap mengenai
penghargaan bisa di lihat di tabel UP-7.

4.3

Dokumen Izin Lingkungan


Pembangunan yang berkelanjutan dilaksanakan dengan mengikuti

prinsip-prinsip :

109
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

1) Menempatkan aspek lingkungan sedini mungkin pada proses


pembangunan
2) Menempatkan pertimbangan lingkungan pada setiap tahap
pembangunan
3) Menerapkan konsep efisiensi dan konservasi penggunaan sumber
daya alam.

Prinsip-prinsip serta alat perencana dalam pembangunan
berkelanjutan tersebut, telah tertuang dalam Undang-undang No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).
Untuk kegiatan-kegiatan yang secara potensial sama sekali tidak
menimbulkan dampak lingkungan tidak dikenakan wajib AMDAL
maupun UKL dan UPL, seperti misalnya industri rumah tangga, konveksi
pakaian, meubel skala kecil.
Dari pelaksanaan AMDAL di Provinsi Banten selama ini terlihat
bahwa kegiatan pembangunan yang wajib AMDAL tetapi tidak
melakukannya, ternyata mendapatkan berbagai masalah lingkungan.
AMDAL sebagai bagian dari studi kelayakan sebetulnya dapat digunakan
oleh pemrakarsa sebagai jaringan pertama untuk menganalisa potensi-
potensi kerawanannya, baik dalam aspek keselamatan kerja, kesehatan,
dan lingkungan, sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan insiden
lingkungan hidup.
Kondisi tersebut dikarenakan adanya pandangan dan pemahaman
terhadap AMDAL yang berbeda, baik di kalangan pemrakarsa, aparatur

110
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

pemerintah dan pandangan dari penyusun (konsultan) AMDAL serta


peraturan perundangan dan penegakkannya.
a. Pandangan & Pemahaman Pemrakarsa:
1. AMDAL dan implementasinya dipandang sebagai cost center
2. Tidak ada insentif atau perbedaan bagi pemrakarsa :
a) Yang menyusun AMDAL dengan yang tidak menyusun
AMDAL.
b) Yang menyusun AMDAL secara benar dan baik dengan
yang asal jadi.
c) Yang implementasikan AMDAL dengan yang tidak
implementasi
3. Tidak mengetahui perbedaan manfaat bila AMDAL disusun
sebagai bagian studi kelayakan & bila disusun sesudahnya.
b. Pandangan & Pemahaman dikalangan Aparatur Pemerintah:
1. AMDAL lebih dipandang sebagai instrumen perijinan
ketimbang instrumen pencegahan dampak lingkungan
2. Dalam AMDAL harus dimuat serinci mungkin upaya
pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
3. Tidak mengetahui perbedaan manfaat bila AMDAL disusun
sebagai bagian studi kelayakan dengan bila disusun
sesudahnya.
4. Terbatasnya SDM yang berkemampuan menilai AMDAL
5. AMDAL masih dipandang sebagai komoditas ekonomi oleh
(oknum) aparatur pemerintah, pemrakarsa atau konsultan
tertentu.
c. Peraturan Perundangan & Penegakkannya:
1. Lemahnya penegakkan hukum bagi:

111
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

1) Yang tidak menyusun AMDAL


2) Yang menyusun AMDAL setelah studi kelayakan
3) Yang tidak mengimplementasikan AMDAL
2. Ketidak jelasan konsep dampak besar dan penting sebagaimana
tercantum dlm peraturan perundang-undangan membawa
pengaruh negatif terhadap akuntabilitas dokumen AMDAL

Upaya-upaya yang dilakukan BLHD Provinsi Banten dalam
pengembangan dan penyempurnaan prosedur pelaksanaan AMDAL
untuk berbagai jenis kegiatan di Provinsi Banten ditujukan dalam rangka
penyempurnaan prosedur pelaksanaan AMDAL untuk berbagai kegiatan
yang mencakup AMDAL kegiatan Tunggal, AMDAL Kawasan dan
AMDAL Terpadu, yang secara rinci memuat kriteria, mekanisme dan
metodologi berdasarkan karakteristik dan cakupan kegiatan untuk
memperoleh prosedur pelaksanaan dan evaluasi.
Upaya tersebut dilaksanakan melalui kegiatan :
1. Sosialisasi Tata Laksana dan Mekanisme AMDAL dan
UKL/UPL
2. Mitigasi Dokumen Lingkungan
3. Evaluasi pemantauan pelaksanaan RKL/RPL terhadap jenis
kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan
4. Pengembangan Kelembagaan Komisi Penilai AMDAL
Provinsi Banten
5. Pengkajian peraturan perundang-undangan yang selama ini
menjadi acuan penyusunan AMDAL dengan fokus pada
cakupan materi dan mekanisme terutama dikaitkan dengan
efisiensi dan efektifitasnya.

112
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

6. Pelaksanaan Penilaian AMDAL oleh Komisi Penilai AMDAL


Provinsi Banten dengan melibatkan Kantor Menteri Negara
Lingkungan Hidup serta para para ahli atau praktisi dari
kalangan Pusat Studi Lingkungan (PSL).
7. Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Komisi Penilai AMDAL
Provinsi Banten dengan mengikutsertakan Tim Komisi Penilai
AMDAL Kabupaten/Kota se Provinsi Banten

4.3.1 Pengawasan Izin Lingkungan (AMDAL, UKL/UPL, Surat
Pernyataan Pengelolaan
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai AMDAL Provinsi
Banten terhadap Dokumen Lingkungan suatu usaha dan/atau kegiatan di
Provinsi Banten pada Tahun 2012 yang telah mendapatkan rekomendasi
sebanyak 10 Dokumen Lingkungan, terdiri dari : 5 rekomendasi AMDAL;
2 UKL/UPL, 1 RKL/RPL; dan 2 DELH.
Sedangkan berdasarkan hasil pelaksanaan pengawasan/mitigasi
BLHD Provinsi Banten pada tahun 2013 terhadap kesadaran dan ketaatan
peraturan perundangan dari 102 dunia usaha yang dipantau di
Kabupaten/Kota terlihat yang telah memiliki dokumen lingkungan
(AMDAL, UKL/UPL) sebanyak 69 perusahaan dan 33 perusahaan lainnya
belum melengkapi/tidak memiliki dokumen lingkungan.

4.4
4.4.1

Penegakkan Hukum
Program Prioritas Penegakan Hukum Lingkungan
Pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup di berbagai tempat

di Provinsi Banten jumlahnya semakin meningkat. Undang-undang No.


32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

113
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

yang diharapkan mampu memberikan perlindungan menghambat lajunya


pencemaran lingkungan hidup belum berfungsi sebagaimana yang
diharapkan.
Usaha dan atau kegiatan di segala bidang oleh dunia usaha, tidak
memiliki kemampuan untuk menaati Undang-undang No. 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kelompok
masyarakat juga melakukan Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) dan
perambahan hutan secara liar. Akibatnya, pencemaran dan atau
kerusakan lingkungan hidup menjadi bertambah parah.
Upaya untuk mencegah dan menangani keadaan seperti itu perlu
segera dilakukan dengan penetapan langkah-langkah penanganan
komprehensif dan penerapan sanksi yang tegas terhadap para pelaku
pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Penyuluhan dan sosialisasi
perlu terus dilakukan, agar semua pihak sadar bahwa perbuatannya
merugikan lingkungan hidup dan masyarakat.
Agar dunia usaha dan atau kegiatan menaati ketentuan larangan
dan atau kewajiban yang diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu
dilakukan penegakan hukum secara terprogram, terpadu, dan
terkoordinasi dengan baik antara BLHD Provinsi Banten, BLHD
Kabupaten/Kota, Aparat Penegak Hukum, SKPD dengan melibatkan
masyarakat serta organisasi lingkungan sebagai mitra kerja.
Pemerintah Provinsi memiliki kewenangan untuk penegakan
hukum atas pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup lintas
batas

Kabupaten/Kota,

sedangkan

Kabupaten/Kota

mempunyai

kewenangan seluruh penegakan hukum di Daerah yang bukan menjadi


kewenangan Pemerintah Pusat atau Provinsi.

114
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Agar pelaksanaan operasional penegakan hukum lingkungan


tersebut dapat berjalan dengan baik berdasarkan kewenangan masing-
masing,

diperlukan

pengembangan

dan

pembangunan

berupa

pembentukan institusi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan, SDM


Bidang PPLH dan PPNS-LH, Pedoman Umum dan Teknis,
Pengembangan sistem Informasi, Peran Masyarakat, Jaringan Koordinasi
dan Komunikasi serta Program Operasional Penegakan Hukum
Lingkungan di Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-
undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka Program
Prioritas Penegakan Hukum Lingkungan yang akan dan sedang
dilaksanakan di Provinsi Banten meliputi :
1) Bidang Penegakan Hukum Administrasi :
a. Sosialisasi Penegakan Hukum Lingkungan
b. Pengangkatan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah
(PPLHD) Provinsi Banten
c. Pengembangan PPLHD di BLHD Provinsi Banten melalui
pengiriman Diklat PPLH di Pusdiklat KLH.
2) Bidang Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan :
a. Sosialisasi tentang Pedoman Umum Penyelesaian Sengketa
Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan
b. Pendirian LPJP2SLH di luar pengadilan di BLHD Provinsi
Banten
3) Bidang Penyelesaian Sengketa di Pengadilan
a. Pengembangan jaringan koordinasi dan komunikasi dengan
pihak kejaksaan, pakar lingkungan, pakar hukum dan
organisasi lingkungan.

115
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

b. Melakukan gugatan perdata atas kasus-kasus lingkungan


hidup yang terjadi.
4) Bidang Penegakan Hukum
a. Pelaksanaan Keputusan Bersama Gubernur Banten, Kepala
Kejaksaan Tinggi Banten, Kepala Kepolisian Daerah Banten,
Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Kepala Pusat
Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa tentang
Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Terpadu.
b. Pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan
PPNS-LH pada BLHD Provinsi dan Kabupaten/Kota.
c. Penyelesaian kasus tindak Pidana Lingkungan yang terjadi.

4.4.1

Status Pengaduan Masyarakat


Sejalan dengan peningkatan pembangunan dalam segala bidang di

Provinsi Banten,berdampak juga pada lingkungan. Hal ini terlihat dari


meningkatnya permasalahan lingkungan. Pengelolaan Pengaduan yang
dilakukan BLHD Provinsi Banten, sebagai salah satu bentuk pelayanan
terhadap masyarakat dalam penngelolaan lingkungan hidup secara
transparansi dan accountable, dengan pembentukan Pos Pelayanan
Pengaduan

Masyarakat,

berupaya

menampung

permasalahan

lingkungan.
Jenis pengaduan yang diterima oleh BLHD Provinsi Banten melalui
Sub Bidang Penegakan Hukum Lingkungan dapat berupa:

a. Laporan masyarakat secara langsung
b. Laporan Organisasi Masyarakat
c. Pemberitaan media massa

116
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

d. Hasil temuan lapangan


e. Hasil pengawasan lingkungan
f. Sumber informasi lainnya.
Jumlah pengaduan kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan
dari masyarakat yang diterima oleh BLHD Provinsi Banten pada tahun
2013 berjumlah 8 pengaduan yang sudah ditindaklanjuti. Pengaduan-
pengaduan yang diterima kemudian dikelola melalui tahapan sebagai
berikut :
a. Penerimaan pengaduan
b. Klasifikasi jenis pengaduan
c. Verifikasi pengaduan
d. Rekomendasi tindak lanjut penanganan
e. Pemantauan penanganan kasus

Seluruh pengaduan yang telah masuk kemudian diklasifikasikan
dalam dua kelompok, yaitu pengaduan kasus yang berkaitan dengan
lingkungan dan pengaduan kasus yang tidak berkaitan dengan
lingkungan.
Pengaduan yang termasuk dalam kasus pencemaran dan
perusakan lingkungan kemudian ditindaklanjuti dengan melakukan
verifikasi. Hasil verifikasi lapangan ditindaklanjuti dengan pemberian
rekomendasi untuk menyelesaikan kasus pencemaran dan perusakan
lingkungan.
Data Kasus Lingkungan Hidup yang ditangani BLHD Provinsi
Banten berdasarkan pengaduan kasus pencemaran dan kerusakan
lingkungan dari laporan masyarakat, laporan organisasi masyarakat,
pemberitaan media masa dan temuan lapangan yang diterima oleh BLHD

117
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Provinsi Banten di tahun 2010 2013 dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah
ini.

No

Tabel 9:
Jumlah Pengaduan Yang Diterima Oleh BLHD Provinsi Banten
2010-2013
Tahun Jumlah
Keterangan
Pengaduan
1
2010
3 pengaduan
PT. Wirajaya Packindo
PT. Centa Brasindo Abadi
PT. Central Steel Indonesia
2
2011
5 pengaduan
SPBU 34-42106
PT. Sakata Ink Indonesia
PT. Natbour Resources Indonesia
PT. Indah Kiat Pulp And Paper
Mills
PT. Dover Chemical
3
2012
7 Pengaduan
PT. Indo Porcelain
PT. Cipta Paperia
PT. Indonesia Power
Bengkel Batik Oey Kok Tiong
Penambangan Pasir
PT. Harvestindo Internasional
PT. Primanru Jaya
4
2013
8 Pengaduan
PT. Krakatau Daya Listrik
PT. Jetstar
PT. Harvestindo Internasional
PT. Primanru Jaya
PT. Pentapilindo Dayajaya
PT. Non Ferindo Utama
PT. Mitsubishi Chemical
Indonesia
PT. Raja Goedang Mas
Sumber data : Badan Lingkungan Hidup Provinsi Banten 2014



118
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

4.5

Peran Serta Masyarakat

4.5.1 Jumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Lingkungan Hidup


Tujuan Pengembangan Kelembagaan Lingkungan Hidup adalah
dalam rangka mengembangkan lembaga-lembaga pengendalian dampak
lingkungan di Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka memperkuat
pengeloaan lingkungan hidup daerah yang menyangkut aspek organisasi,
peraturan perundang-undangan, uraian jabatan, kebutuhan kualifikasi
sumber daya manusia, dan kebutuhan inventarisasi dan pembiayaan
operasional.
Selain kelembagaan formal seperti instansi lingkungan hidup, di
Provinsi banten telah berdiri juga beberapa LSM yang mempunyai
komitmen terhadap lingkungan hidup yang berjumlah 25 LSM (tabel UP-
6). LSM-LSM tersebut tersebar di Kabupaten/Kota se Provinsi Banten,
misalnya Kota Serang (2 LSM), Kabupaten Pandeglang (2 LSM), Kota
Tangerang (11 LSM), Kota Tangerang Selatan (6 LSM), Kota Cilegon (1
LSM), Kabupaten Lebak (1 LSM), dan Kabupaten Tangerang (2 LSM) .

4.5.2 Penerima Penghargaan Lingkungan Hidup

Sepanjang

tahun

2013-2014,

Provinsi

Banten

semakin

meningkatkan semangat menjaga lingkungan melalui sistem pendidikan.


Hal ini bisa dilihat dari meningkatnya jumlah sekolah penerima
Penghargaan Sekolah Adiwiyata tingkat Nasional dan tingkat Mandiri.

4.5.3 Kegiatan Sosialisasi Lingkungan Hidup
Pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup memiliki peranan
yang sangat penting dan strategis dalam upaya meningkatkan kualitas
dan kuantitas sumber daya manusia (SDM) bidang lingkungan hidup

119
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

(tabel UP-8). Melalui pendekatan metode andragogi dan peninjauan


lapangan yang dilaksanakan Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD)
Provinsi Banten diharapkan memberikan perubahan perilaku dan sikap
positif terwujudnya pelestarian lingkungan hidup yang melaksanakan
prinsip pembangunan berkelanjutan.
Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Provinsi Banten
melaksanakan beberapa kegiatan, antara lain :
Penyelenggaraan/Pengiriman

Pendidikan

dan

Pelatihan

Bidang

Lingkungan Hidup, Penyusunan Materi Ajar Pendidikan dan Pelatihan


Bidang Lingkungan Hidup, Pembuatan Visualisasi/film dokumenter yang
dapat mendukung pemahaman materi pelatihan, pelaksanaan/mengikuti
bimbingan teknis (Bimtek), seminar, lokakarya dan sosialisasi serta
pameran lingkungan hidup.
Tujuannya adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan
kemampuan serta wawasan sumber daya manusia (SDM) di bidang
pengelolaan lingkungan hidup (termasuk peningkatan pemahaman
terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan) dalam rangka
meningkatkan kesadaran dan kepatuhan hukum dalam penegakan
peraturan perundang-undangan bidang lingkungan hidup, bagi aparat
penegak hukum, dunia usaha dan masyarakat.
Sasaran kegiatan ini adalah :
1) Mempersiapkan SDM yang profesional di bidang pengelolaan
lingkungan hidup melalui pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan baik teknis maupun manajemen
2) Inventarisasi kebutuhan akan pendidikan dan pelatihan
pengelolaan lingkungan hidup, baik pendidikan teknis
lingkungan maupun pendidikan manajemen lingkungan

120
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

3) Terselenggaranya pendidikan dan pelatihan lingkungan


hidup, baik dengan penyelenggraan di Provinsi Banten
maupun dengan pengiriman peserta diklat melalui kerja sama
dengan

Pusdiklat

Kementerian

Lingkungan

Hidup,

Perguruan Tinggi ataupun dengan Lembaga Pendidikan


Lingkungan.

Jenis-jenis Pendidikan dan Pelatihan Lingkungan Hidup yang
diselenggarakan oleh BLHD Provinsi Banten maupun dengan
mengirimkan peserta pelatihan, seperti :
-

Diklat PPNS Lingkungan (Reguler dan Eksekutif)

Diklat Pengawas Lingkungan Hidup

Diklat Pengelolaan B3 dan Limbah B3

Diklat Pengendalian Pencemaran Air

Diklat Pengendalian Pencemaran Udara

Diklat Pengelolaan Laboratorium Lingkungan

Diklat Penyusun AMDAL

Diklat Penilai AMDAL

Diklat Konservasi SDA dan Pengendalian Kerusakan


Lingkungan

Diklat Pengelolaan Sampah


Selain pendidikan dan pelatihan tersebut di atas, BLHD Provinsi
Banten juga menyelenggarakan Bimbingan Teknis (Bimtek) Pengelolaan
Lingkungan dengan jumlah jam pelajaran kurang dari 30 jam pelajaran
(JP). Sasaran peserta bimtek ini adalah aparatur, masyarakat dan dunia
usaha yang terlibat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

121
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Jenis-jenis Bimtek Pengelolaan Lingkungan yang diselenggarakan


BLHD Provinsi Banten, seperti :
-

Bimtek Penilaian Dokumen AMDAL

Bimtek Penegakan Hukum bagi PPNS dan PPLHD

Bimtek Pengendalian B3 dan Limbah B3 bagi Aparatur dan


Dunia Usaha

Bimtek Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan


Lingkungan

Bimtek

Peningkatan

Peran

Serta

masyarakat

dalam

perlindungan sumber daya alam


-

Bimtek

Peningkatan

Peranserta

Masyarakat

dalam

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga


4.6

Bimtek Pelestarian Lingkungan Pesisir Laut

Bimtek Penilaian ADIPURA

Bimtek Penyusunan Non Fisik Adipura

Bimtek Penyusunan SLHD bagi Kab/Kota

Bimtek Peningkatan Kapasitas Guru Pembina Adiwiyata

Kelembagaan
Untuk membentuk sistem kelembagaan dalam pembinaan dan

pengeloaan lingkungan hidup, pembinaan kelembagaan serta sistem


monitoring, informasi dan komunikasi sosial dilakukan dengan cara
pengembangan kelembagaan melalui peningkatan kapasitas aparatur,
prasarana fisik, pembangunan hukum dan peningkatan peran serta
masyarakat, penyebarluasan informasi lingkungan melalui pendidikan,
latihan dan sosialisasi,serta peningkatan sumber daya dan potensi dalam
rangka pembangunan lingkungan hidup.

122
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

4.6.1 Pengembangan Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 32


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
Tujuannya adalah mengkaji dan mengembangkan peraturan
perundang-undangan yang termaktub dalam Undang-undang No. 32
Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,
aspek pengelolaan lingkungan baik tentang pengendalian pencemaran
dan kerusakan lingkungan, serta penggalian norma-norma adat yang
berkaitan dengan pengelolaan lingkungan tradisional.
Kajian tentang status dan kondisi hukum yang terkait dengan
pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Banten mencakup masalah
Kebijakan, Peraturan Daerah (PERDA), Keputusan Gubernur, Keputusan
Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi,
Kabupaten/Kota.
Sasaran kegiatan ini adalah :
1) Pengembangan perangkat pengelolaan lingkungan hidup
Draft yang telah dihasilkan adalah :
- Satu draft naskah akademis Perda Provinsi Banten
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air
- Satu draft naskah akademis Perda Provinsi Banten tentang
Pengelolaan

Kualitas

Udara

dan

Pengendalian

Pencemaran Udara
- Satu draft naskah akademis Perda Provinsi Banten tentang
Pengelolaan B3 dan Limbah B3
- Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Provinsi
Banten

123
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

- Satu draft naskah akademis dan Perda Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2) Pengkajian hukum pengelolaan lingkungan :
-

Draft

Pedoman

Pelaksanaan

Penegakan

Hukum

Lingkungan

Dari semua draft naskah akademis, kajian dan Perda diatas maka
draft Perda Pengelolaan Lingkungan Hidup telah disyahkan pada tahun
2012 menjadi Perda Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Provinsi Banten.

4.6.2 Produk Hukum Bidang Pengelolaan Hidup
Kajian tentang status dan kondisi hukum yang terkait dengan
pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi Banten mencakup masalah
Kebijakan, Peraturan Daerah (PERDA), Keputusan Gubernur, Keputusan
Bupati/Walikota, Keputusan Kepala Badan Lingkungan Hidup Provinsi,
Kabupaten/Kota.
Kelengkapan hukum merupakan instrumen yuridis preventif.
Ditinjau dari aspek kelengkapan hukum, walaupun belum bisa dikatakan
lengkap namun secara umum hukum atau peraturan perundang-
undangan yang terkait pengelolaan lingkungan di Provinsi Banten sudah
cukup memadai. Kebijakan yang terkait pengelolaan lingkungan sudah
ada, baik di Tingkat Provinsi maupun di Kabupaten/Kota. Begitu juga
peraturan

yang

sudah

di-Perda-kan;

misalnya

Perda

tentang

Penambangan Galian C sudah dimiliki oleh Kota Cilegon, Kabupaten


Serang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten
Lebak. Ketentuan Daerah yang dirasakan perlu dilengkapi dan bila perlu

124
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

untuk ditinjau kembali di Provinsi Banten misalnya Peraturan


Pelaksanaan

Perda

tentang

Pengendalian

Dampak

Lingkungan

sehubungan dengan telah diberlakukannya Undang-undang No. 32


Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Produk Hukum yang dihasilkan oleh Pemerintah Daerah, baik
Provinsi maupun Kabupaten/Kota tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup di Provinsi Banten (tabel UP 9), meliputi :
1. Tata Guna Tanah/Penataan Ruang
2. Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
3. Amdal dan UKL/UPL
4. Pengelolaan Hidrologi
5. Pengawasan dan Pengendalian Limbah Cair, Pencemaran Air
dan Kualitas Air
6. Pengelolaan Lingkungan Hidup
7. Pengelolaan Persampahan
8. Pengendalian Pencemaran Udara dan Kebisingan
9. Pengelolaan dan Pengendalian Limbah Padat (Sampah), B3
dan Limbah B3

4.6.3 Anggaran Pengelolaan Lingkungan Hidup
Anggaran pengelolaan lingkungan yang di kelola oleh pemerintah
Provinsi Banten pada tahun 2013 bersumber dari APBD dan APBN (tabel
UP-10). APBD provinsi Banten berjumlah Rp. 13.818.000.000,- dan APBN
yang dikelola sebesar Rp. 6.400.000.000,-. Sedangkan pada tahun 2014
yang tercatat adalah anggaran APBD untuk Pelayanan Informasi Status
Mutu Air sebesar Rp. 10.510.000,00 dan Peningkatan Penegakan Hukum
Lingkungan Hidup sebesar Rp. 1.400.000.000,-

125
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

4.6.4 Jumlah personel Lembaga Pengelola Lingkungan Hidup menurut


Tingkat Pendidikan
Jumlah personel berdasarkan tingkat pendidikan dan jenis kelamin
disajikan pada tabel UP-11. Personel yang tingkat pendidikannya S2
berjumlah 14 orang dengan rincian 9 laki-laki da 5 Perempuan. Tingkat
pendidikan yang paling banyak disandang oleh pegawai BLHD Banten
yaitu tingkat sarjana dengan rincian 22 laki-laki dan 20 Perempuan.

126
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Banten 2014

Anda mungkin juga menyukai