Anda di halaman 1dari 4

Problematika Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia

dan solusinya
Problematika Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia Penanggulangan masalah pendidikan
ini menurut hemat kami salah satunya dapat dilakukan dengan peningkatan kulitas tenaga
pengajar. Jika kualitas tenaga pengajar baik, bukan tidak mungkin akan meghasilkan lulusan atau
produk pendidikan yang siap untuk mengahdapi tuntutan zaman yang serba canggih. Selain itu,
pemantauan penggunaan dana pendidikan dapat mendukung pelaksanaan pendidikan yang
efektif dan efisien. Seperti yang telah disinggung sedikit diatas, Kelebihan dana dalam
pendidikan lebih mengakibatkan tindak kriminal korupsi dikalangan pejabat pendidikan.
Pelaksanaan pendidikan yang lebih terorganisir dengan baik juga dapat meningkatkan efektifitas
dan efisiensi pendidikan. Pelaksanaan kegiatan pendidikan seperti ini akan lebih bermanfaat
dalam usaha penghematan waktu dan tenaga.
Kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan yang telah dibuat oleh pemerintah
diantaranya dituangkan dalam UUD 1945, Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasioanl, Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Permendiknas No. 12
Tahun 2007 tentang Kompetensi Pengawas Sekolah, Permendiknas No. 13 Tahun 2007 tentang
Kompetensi Kepala Sekolah, Permendiknas No. 16 Tahun 2007 tentang Kompetensi Guru,
Permendiknas Nomor 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidik[2] dan masih
banyak lagi kebijakan-kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk pengembangan pendidikan.
Kebijakan-kebijakan tersebut sangat penting adanya sebagai dasar untuk melaksanakan berbagai
kegiatan pendidikan di sekolah. Namun perlu disadari bawa keberhasilan dalam mencapai tujuan
pendidikan, kuncinya tetap ada di sekolah. Selengkap apapun ketentuan pemerintah untuk
mengembangkan pendidikan, tetapi tanpa adanya pelaksanaan program-program pendidikan di
tingkat sekolah maka kebijakan-kebijakan tersebut akan menjadi kurang berarti bagi
perkembangan pendidikan. Oleh karena itu, sebagai kelanjutan dan merupakan kebijakan
operasional yang sangat penting adalah adanya pelaksanaan yang baik di tingkat sekolah. Hal ini
pun tentunya berkaitan dengan kebijakan Sekolah yang merupakan hasil kesepakatan bersama
semua stakeholders pendidikan di lingkungan sekolah yang berkenaan dengan tata aturan dalam
melaksanakan proses pembelajaran maupun segala hal yang diperlukan untuk mendukung
keberhasilan sekolah dalam menjalankan fungsinya.
Kunci utama agar perencanaan dan program-program pengembangan pendidikan di sekolah
berjalan optimal berada di tangan para pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah. Dengan
demikian jelaslah masalah peningkatan profesionalisme ketenagaan sangatlah penting untuk
diperhatikan.
Sarana dan prasarana serta penunjang pembelajaran lain yang berkenaan dengan dana memang
berpengaruh tetapi yang paling utama adalah profesionalisme guru dan tenaga kependidikan[3],
kita mencoba melihat negara yang perna menggelontorkan dana pendidikan, pada tahun 1980
dan 2005 Amerika Serikat Anggaran pendidikan per anak hingga 73%, Manambah jumlah jam
belajar, namun hasilnya tidak berdampak dengan serius, hanya sedikit perbaikan pada

kemampuan matematis, tetapi kemampuan membaca pada umur 9, 13, dan 15 tahun tetap sama
dengan 1980 dan 2005[4]. Dilain sisi singapura dengan pendidikannya yang unggul di skala
Intenasional, mengguanakan medel seleksi yang begitu ketat, dan hanya menerima guru jika
posisi itu tersedia, namun setelah diterima kandidat untuk bekerja di departemn pendidikan serta
posisinya terjamin. Artinya guru betul-betul mempunyai semangat yang tinggi dan tanggung
jawab dalam melaksanakan tugasnya serta tidak di beri kesempatan untuk berfikir mencari kerja
sampingan dikarenakan hasil dari tugasnya belum mencukupi kebutuhan keluarga.
Bedanya di negara kita kehidupan guru sekarang ini termasuk dalam kelompok marginal atau
pas-pasan, itupun sebagian besar guru bersedia kerja ekstra, mengajar tidak hanya disatu sekolah.
Semakin mahalnya harga-harga barang kebutuhan sehari-hari merupakan tambahan persoalan
yang harus dihadapi guru. Tidak pelak lagi, semangat kerja guru dapat merosot dan konsentrasi
mereka mengajar akan terganggu karena persoalan hidup sehari-hari yang meningkat, kalau
dalam kondisi normal saja, kualitas guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar masih
perlu untuk ditingkatkan, apalagi dalam kondisi krisis moneter dewasa ini. Oleh karena itu,
merosotnya semangat kerja dan konsentrasi kerja guru merupakan ancaman langsung terhadap
peningkatan mutu pendidikan. Dalam menciptakan pendidikan yang baik pembahasan tidak
dapat berhenti di guru, orang tua, masyarakat dan steakholder juga sangat penting, maka yang
bisa menjawab adalah manajemen lembaga, manajemen lembaga tidak dapat lepas dari kebijakan
seorang manajer bahkan pernyataan Edward Sallis tentang manajemen Sebagian besar masalah
sedemikian disebabkan oleh manajemen yang lemah atau tidak mencukupi. Mengetahui sebab
kegagalan mutu dan memperbaikinya adalah tugas kunci seorang manajer[5]. Dari pernyataan
tersebut kita bisa memaknai bahwa seorang pemimpin hendaknya dapat membuat pola budaya
lemaga yang harmonis, kondusif dan inovatif.
Pembelajaran yang efektif karena budaya sekolah yang kondusif dan inovatif, akan makin
bermakna dan meningkatkan keberhasilan pembelajaran bila didukung dengan diciptakannya
iklim sekolah yang kondusif. Pengembangan iklim sekolah dalam upaya mewujudkan mutu
pembelajaran merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh kepala sekolah. Dikemukakan
oleh Hadiyanto dalam bukunya Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di
Indonesia berpendapat bahwa Iklim sekolah adalah suasana sosial psikologis di mana iklim
kelas berada di dalamnya[6]. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa mutu
pembelajaran akan berkorelasi positif dengan iklim sekolah yang kondusif, karena bagaimana
mungkin pembelajaran berjalan dengan baik manakala suasana sosial psikologis yang ada tidak
kondusif. Iklim sekolah akan tercipta dari lingkungan sekolah yang terus menerus dialami oleh
guru-guru, mempengaruhi mereka dan berdasar pada persepsi kolektif tingkah laku mereka.
Jadi, jelaslah bahwa iklim sekolah yang merupakan gambaran kualitas lingkungan sekolah,
merupakan faktor yang penting untuk diciptakan, dan dikelola oleh kepala sekolah agar iklim
sekolah menjadi kondusif dan inovatif bagi kelancaran pembelajaran.
Berdasarkan kepada penjelasan-penjelasan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa prilaku
seseorang dalam hal ini para pendidik dan tenaga kependidikan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, yang di dalamnya terdapat faktor budaya dan iklim sekolah. Itulah sebabnya,
budaya dan iklim sekolah harus diciptakan dan dikelola sedemikian rupa oleh kepala sekolah
sebagai agen perubahan (agent of change) sekaligus sebagai manajer, motivator, dan inovator di
sekolah. Sehingga SDM yang ada di sekolah merasa nyaman, senang dan termotivasi untuk

melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dengan penuh dedikasi. sehingga Problematika
Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia tidak akan terjadi.
Salah satu langkah pemerintah untuk membangkitkan SDM pendidik serta optimalisasi
pencapaian tujuan pendidikan adalah dengan Sertifikasi guru, banyak jalur dituju untuk menjadi
guru profesional diantara dengan pelatihan, pelatihan dianggap sebagai sarana mujarap untuk
membangkitkan Sumberdaya Manusia termasuk pendidik[7]. guru yang mempunyai sertifikat
pendidikan di dedikasikan sebagai guru professional dan berhak memperoleh imbalan berupa
gaji setaran dengan PNS, saat ini guru sertifikasi rata-rata mendapat Rp. 1.500.000,- hitungan
perbulan, melihat nominal itu bagi guru swasta yang bertahun mendapat gaji hanya Rp. 10.000,perjam, dirasa sangat menggiurkan, sehingga berbagai cara juga harus dilakukan tidak kenal
bagaimana cara itu yang penting lolos bukan lulus. Mulai dari SK pengangkatan sebagai guru di
perlama sampai pada praktek jual beli ijazah yang sudah menjadi rahasia umum, ( yang tidak
boleh tahu hanya peserta didik tingkat dasar), bahkan lebih mengerikan lagi dengan bisnins
kecemasan guru tersebut, jual beli ijazah bisa di kordinir secara resmi[8], tentunya dengan biaya
yang lebih mahal, seorang guru tidak perlu kuliah, cukup menunggu 1 tahun atau maksimal 2
tahun untuk mendapat ijazah sesuai dengan bidangnya yang disertifikasi[9]. Guru dengan
kecemasanya akan dengan mudah menerima, semacam ini. Jika proses dari guru sendiri sudah
dari jalan kurang baik maka kemungkinan besar kinerja guru akan kurang baik juga, tujuan
pendidikan islam mencetak akhlak yang mulia mungkin sedikit suram. Karena jika dipandang
dari pemikiran imam Ghizali tentang pendidikan islam seorang guru tidak diperkenankan
berpikir tentang materi yang disangkut pautkan dengan profesinya sebagai pendidik[10], imam
Ghozali menekankan guru lebih berhati-hati dalam segala hal yang jelek bahkan subhat
sekalipun[11]. Menurut hemat penulis seorang guru dalam menjaankan tugasnya sebagai
pendidik yang notaben nya ibadah, benar-benar mempunyai rasa tanggung jawab serta
menguatkan niat untuk ibadah, semua karena mencari Ridlo dari Allah dengan jalan menguatkan
kapasitas ibadah.
Mungkin itu sedikit informasi seputar Problematika Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia,
semoga bermanfaat
[1] Yusuf Hadi Miarso, Menyemai Benih Pendidikan, ( Jakarta: Prenada Media, 2004), 9-11.
[2] Lihat Permendiknas.
[3] Hadiyanto, Mencari Sosok Desentralisasi Manajemen Pendidikan di Indonesia, (Jakarta :
Rineka Cipta. 2004), 24.
[4] Majalah The Economist, How to be Top, tertanggal 18 Oktober 2007, diakses di:
http://www.economist.com/world/international/displaystory.cfm?story.id=9989914.
[5] Sallis, Edward. Total Quality Management in Education Alih Bahasa Ahmad Ali Riyadi dan
Fahrurrozi.. (Manajemen Mutu Pendidikan) ( Jogjakarta : IRCiSoD, 2006), 106.
[6] Hadiyanto, Mencari sosok..177.

[7] Edy Sutrisno, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Kencana, 2011), 61-62.
[8] Resmi yang dimaksud praktek tersebut mendapat mandate dari instansi formal misalkan
Bidang Pendma.
[9] Kasus dari berbagai wilayah.( Kajian Realita )
[10] Abudin Nata, Perspektif Islam Tentang Pola Hubungan Guru-Murid Studi Pemikiran
Tasawuf Al-Ghazali (jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 98.
[11] Muhammad Jawwad Ridlo, Tiga Aliran Utama Teori Pendidikan Islam Perspektif
Sosiologis-Filosofis (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 2002),124.

Anda mungkin juga menyukai