Anda di halaman 1dari 20

STUDI KASUS

PRAKTIKUM FARMASI RUMAH SAKIT


GOUT DAN HIPERURISEMIA

Kelompok 3:
1. BURHANUDIN GASIM SOKA
2. DENADA PUTRI SYABRINA

1620313287
1620313288

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS SETIA BUDI
2016

I. GOUT DAN HIPERURISEMIA


A.

DEFINISI
Gout merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan hiperurisemia, serangan
artritis akut (mendadak) dan berulang yang berkaitan dengan adanya kristal
mononatrium urat pada leukosit yang terdapat pada cairan sinovium (cairan sendi),
deposit kristal mononatrium urat, terbentuknya jaringan (tophi), dan nefrolitiasis asam
urat.
Hiperurisemia dapat merupakan kondisi yang tidak bergejala, dengan konsentrasi
asam urat serum yang meningkat. Konsentrasi asam urat yang lebih besar dari 7,0
mg/dL adalah tidak normal dan berkaitan dengan peningkatan resiko gout.
Artritis pirai yang disebabkan oleh deposit kristal mononatrium urat terjadi akibat
supersaturasi cairan ekstraseluler yang mengakibatkan satu atau beberapa manifestasi
klinik.

B.

PATOFISIOLOGI
1. Asam urat merupakan produk akhir dari degradasi purin yang bersumber dari
dalam tubuh atau diet dan dianggap sebagai sampah yang harus dibuang. Kadar
asam urat yang berlebihan merupakan akibat dari over produksi (degradasi purin)
atau karena ekskresi yang rendah. Purin yang menghasilkan asam urat dapat
berasal dari tiga sumber, yaitu purin dari makanan, konversi asam nukleat jaringan
menjadi nukleotida purin, dan hasil sintesis basa purin.
2. Over produksi asam urat dapat terjadi karena peningkatan aktivitas fosforibosil
pirofosfat (PRPP) sintetase menyebabkan peningkatan konsentrasi PRPP, sebuah
enzim penentu sintesis purin dan menyebabkan produksi asam urat. Defisiensi
hipoxantin-guanin fosforibosil transferase (HGPRT) dapat pula menyebabkan over
produksi asam urat. HGPRT bertanggungjawab terhadap perubahan guanin
menjadi asam guanilat dan hipoxantin menjadi asam inosinat. Dua perubahan ini
memerlukan PRPP sebagai ko-substrat dan merupakan reaksi pemanfaatan penting
yang terlibat dalam sintesa asam nukleat. Defisiensi enzim HGPRT dapat
menyebabkan peningkatan metabolisme guanin dan hipoxantin menjadi asam urat
dan lebih banyak PRPP yang berinteraksi dengan glutamin pada tahap awal jalur
purin.
3. Over produksi asam urat juga dapat terjadi pada peningkatan peruraian asam
nukleat jaringan pada penyakit mieloproliferatif dan limfoproliferatif.

4. Dua pertiga asam urat yang diproduksi diekskresi melalui urin dan sisanya melalui
gastrointestinal (GI) setelah terdegradasi oleh bakteri kolon. Gangguan ekskresi
ginjal pada tubuli distal atau karena ginjal yang rusak, akan meningkatkan kadar
asam urat.
5. Obat-obat yang mengurangi klirens atau ekskresi asam urat seperti diuretik
(thiazid dan furosemid), asam salisilat, pirazinamid, isoniazid, etambutol, asam
nikotinik, etanol, levodopa, siklosporin, dan obat-obat sitotoksik, maka dapat
meningkatkan kadar asam urat, sehingga perlu diperhatikan.
6. Dalam kondisi normal, seseorang memproduksi asam urat 600-800 mg per hari,
dan yang diekskresi melalui urin kurang dari 600 mg sehari, sisanya diekskresi
melalui feses. Jumlah ekskresi < 1000 mg dianggap normal, tetapi jika > 1000 mg
sudah termasuk kategori over produksi pada pasien tanpa diet purin. Tetapi jika
ekskresi > 600 mg per hari pada seseorang yang diet purin sudah dianggap over
produksi.
7. Deposit kristal asam urat di sinovial menyebabkan inflamasi (vasodilatasi,
peningkatan permeabilitas vaskuler, dan aktifitas kemotaksis leukosit). Fagositosis
kristal asam urat oleh leukosit menyebabkan adanya enzim proteolitik ke dalam
plasma. Inflamasi ini menyebabkan nyeri sendi, eritema, panas, dan bengkak.
8. Nefrolitiasis asam urat dapat terjadi pada 10-25% penderita gout dengan faktor
predisposisi seperti kelebihan ekskresi asam urat berlebih melalui urin, urin yang
asam, dan tingginya kadar asam urat.
C.

TANDA-TANDA KLINIS
1. Timbulnya rasa nyeri yang menyiksa, pembengkakan, dan inflamasi. Serangan
diawali pada jari-jari kaki, angkle, bagian belakang yang berbentuk bulat (heel),
lutut, dan siku. Serangan dimulai pada malam hari dan mungkin menyebabkan
penderita terbangun dari tidurnya. Kemerah-merahan pada sendi, panas, dan
bengkak, jika tidak diterapi akan sembuh atau berakhir kira-kira 3-14 hari.
2. Serangan akut gout dapat terjadi walaupun tanpa adanya provokasi sebelumnya
atau dapat dipicu karena stress, trauma, minum alkohol, operasi, dan minum obat
yang dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah.

D.

DIAGNOSIS
1. Terdapat kristal monosodium urat di dalam cairan sendi, atau
2. Didapatkan kristal monosodium urat di dalam tofus, atau
3. Didapatkan 6 dari kriteria berikut:
a. Inflamasi maksimal pada hari pertama.
b. Serangan artritis akut lebih dari satu kali per tahun
c. Artritis monoartikular.

d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
E.

Sendi yang terkena berwarna kemerahan.


Sendi yang terkena mengalami inflamasi.
Serangan pada sendi metatarsal.
Adanya tofus (benjolan pada sendi).
Hiperurisemia
Kultur bakteri sendi negatif
Leukositosis dan laju endar darah (LED) meningkat.

STADIUM PADA GOUT


Hiperurisemia tanpa gejala atau hanya menimbulkan rasa tidak nyaman atau rasa

tidak segar.
Artritis akut (serangan akut), serangan akut dapat timbul tanpa suatu presipitasi
apapun, tetapi dapat juga karena trauma lokal, pembedahan, stress, dan konsumsi

obat-obat tertentu.
Fase interkritis (artritis rekuren), terjadi artritis rekuren jika jarak satu serangan

dengan serangan yang lain makin pendek.


Artritis kronis (gout kronis), disebabkan oleh kelainan sendi yang menetap karena

terjadi kerusakan atau osteoartrosis sekunder.


Neprolithiasis disebabkan hiperurisemia yang sudah berlangsung lama atau faktor
tertentu sehingga terbentuk batu ginjal. Selain terapi dengan alopurinol,
pembasaan urin dengan Na-bikarbonat atau potassium sitrat diperlukan.

F.

TERAPI
Tujuan pengobatan adalah untuk menghentikan serangan akut, mencegah
kekambuhan, dan mencegah komplikasi karena adanya kristal asam urat di jaringan.
1. TERAPI NON FARMAKOLOGI
Mengurangi makanan yang mempunyai kandunga purin tinggi.
Menghindari konsumsi alkohol.
Mengurangi stress.
Mengurangi berat badan sehingga berat badan normal atau bahkan lebih

rendah 10-15% dari berat badan normal.


Minum dalam jumlah cukup.
Mengurangi konsumsi lemak menjadi sekitar 15% dari total energi yang pada
orang sehat sekitar 25%. Jika konsumsi lemak tidak dikurangi, pembakaran
lemak menjadi energi akan menghasilkan keton yang akan menghambat
ekskresi asam urat.

2. TERAPI FARMAKOLOGI
Gout Artritis Akut
a. Antiinflamasi Nonsteroid (AINS)

NSAID adalah terapi utama untuk serangan akut gouty arthritis karena
keunggulan efikasi dan toksisitas yang minimal pada penggunaan jangka pendek.
Indometasin secara historis telah menjadi NSAID pilihan dalam terapi gout akut.
Belum ada bukti yang menyatakan salah satu NSAID lebih unggul dari yang lain
dalam terapi gout, tetapi indometasin, naproxen dan sulindak telah di-approve
oleh FDA untuk indikasi gout. Faktor utama dalam keberhasilan terapi dengan
NSAID adalah memulai terapi sesegera mungkin, dengan dosis maksimum pada
saat onset gejala, dilanjutkan selama 24 jam setelah hilangnya serangan akut dan
dilakukan tappering dosis selama 2 3 hari. Pada sebagian besar pasien,
hilangnya gejala dapat terjadi 5 8 hari setelah terapi dimulai. Mekanisme aksi
NSAID menghambat enzim cyclooxygenase-1 dan 2 sehingga mengurangi
pembentukan prekusor prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi.
Semua NSAID memiliki resiko efek samping yang sebanding, antara lain :
sistem gastrointestinal : gastritis, perdarahan dan perforasi
ginjal : penurunan klirens kreatinin, renal papillary necrosis
kardiovaskuler : retensi cairan dan natrium, peningkatan tekanan darah
sistem saraf pusat : gangguan fungsi kognitif, sakit kepala, pusing
Oleh karena itu, penggunaan semua NSAID harus diwaspadai pada pasien
dengan riwayat ulkus lambung, gagal janting kongestif, hipertensi yang tidak
terkontrol, insufisiensi renal, penyakit arteri koroner dan pasien yang menerima
terapi antikoagulan.

Tabel 1. Regimen Dosis NSAID untuk terapi Gout artritis akut

b. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat digunakan dalam terapi gout akut pada kasus resistensi
atau pada pasien yang kontraindikasi atau tidak berespon terhadap NSAID dan
kolkisin, serta pasien dengan nyeri gout yang melibatkan banyak sendi.
Kortikosteroid dapat digunakan secara sistemik maupun dengan injeksi
intraartikuler. Mekanisme aksinya mengurangi inflamasi dengan cara menekan
migrasi polimorphonuclear leukocyte dan menurunkan permeabilitas kapiler.
Pada pasien gout yang melibatkan berbagai sendi, digunakan prednison
(atau obat yang ekuivalen) 30 60 mg secara oral selama 3 5 hari. Untuk
mencegah terjadinya rebound akibat putus obat, hendaknya dilakukan tappering
dosis dengan penurunan 5 mg selama 10 14 hari. Sebagai alternatif, jika
pasien tidak dapat menggunakan terapi oral, dapat diberikan injeksi
intramuskuler kortikosteroid aksi panjang seperti metilprednisolon. Jika tidak
terdapat kontraindikasi, dapat diberikan kolkisin dosis rendah sebagai adjunctive
therapy pada kortikosteroid injeksi. Pada serangan akut yang terbatas pada 1 atau
2 sendi, dapat digunakan triamcinolone acetonide 20 40 mg secara
intraarticular.
Kortikosteroid memiliki banyak efek samping, sehingga harus digunakan
dengan hati-hati pada pasien diabetes, riwayat masalah gastrointestinal,
gangguan perdarahan, penyakit jantung, gangguan psikiatrik. Penggunaan
kortikosteroid jangka panjang sebaiknya dihindari karena menimbulkan resiko
osteoporosis, penekanan jalur hipotalamus-pituitari, katarak dan deconditioning
otot.

Tabel 2. Regimen Dosis Kortikosteroid untuk terapi Gout artritis akut


c. Kolkisin
Kolkisin adalah obat antimitotik yang sangat efektif dalam mengatasi
serangan gout akut, tetapi memiliki rasio manfaat-resiko yang paling rendah
diantara obat-obat gout yang tersedia. Mekanisme aksi dari kolkisin adalah

mengurangi motilitas leukosit sehingga mengurangi fagositosis pada sendi serta


mengurangi produksi asam laktat dengan cara mengurangi deposit kristal asam
urat yang berperan dalam respon inflamasi.
Ketika diberikan dalam 24 jam pertama setelah serangan, kolkisin
memberikan respon dalam beberapa jam setelah pemberian pada 2/3 pasien.
Meskipun sangat efektif, penggunaan kolkisin oral dapat menyebabkan efek
samping gastrointestinal (dose dependent) meliputi nausea, vomiting dan diare,
selain itu juga dapat terjadi neutropenia dan neuromiopati aksonal. Oleh karena
itu, kolkisin hanya digunakan pada pasien yang mengalami intoleransi,
kontraindikasi, atau ketidakefektifan dengan NSAID.
Kolkisin dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Jika tidak ada
kontraindikasi atau kondisi insufisiensi renal, dosis awal yang biasa digunakan
adalah 1 mg, dilanjutkan dengan 0,5 mg setiap 1 jam sampai sakit pada sendi
reda, atau terjadi ketidaknyamana pada perut atau diare, atau pasien telah
menerima dosis total 8 mg. Untuk terapi profilaksis, dosisnya harus diturunkan
tidak lebih dari 0,6 mg per hari pada setiap hari yang berlainan. Kolkisin i.v
menimbulkan efek samping yang serius sehingga sebaiknya dihindari jika ada
terapi lain yang lebih aman.

Gambar 1. Algoritma terapi pada serangan gout akut

Hyperuricemia In Gout
a. Xantin Oksidase Inhibitor
Allopurinol adalah obat yang direkomendasikan di USA untuk menghambat
sintesis asam urat. Mekanisme aksinya adalah allopurinol dan metabolitnya
oxipurinol memblok tahapan akhir dari sintesis asam urat dengan cara
menghambat enzim Xantin oxidase, yaitu enzim yang mengubah xantin menjadi
asam urat. Selain itu, allopurinol juga meningkatkan ekskresi asam urat melalui
ginjal dengan cara mengubah asam urat menjadi prekusor oxipurine, hal ini
mengurangi pembentukan batu asam urat dan nefropati.
Allopurinol banyak digunakan sebagai drug of choice untuk menurunkan
kadar asam urat pada pasien underexcretors dan overproducers. Allopurinol
spesifik digunakan untuk pasien dengan kategori :
Pasien yang mengalami Overproducers (Underexcretors) asam urat
Pasien dengan recurrence Tophaceous deposit atau batu asam urat
Pasien dengan komplikasi gagal ginjal (Dosis diturunkan)
Dosis terapi adalah 100 mg/hari 300mg/hari selama 1 minggu kemudian
dinaikkan sesuai kebutuhan sampai kadar asam urat 6 mg/dl. Kadar asam urat
dalam darah dapat dicek tiap seminggu sekali. Untuk pasien dengan komplikasi
tophaceous gout, diberikan dosis 400 mg/ hari- 600 mg/ hari. Dosis maksimum
yang direkomendasikan adalah 800 mg/dl. Dosis normal 300 mg/hari untuk
pasien dengan fungsi ginjal normal dan diturunkan sampai 200 mg/hari untuk
pasien dengan CrCl 60 ml/min dan diturunkan lagi sampai 100mg/hari untuk
pasien dengan CrCl 30 ml/min.
Pada 5% pasien penggunaan allopurinol tidak dapat ditoleransi efek
sampingnya. Efek samping ringan pada penggunaan allopurinol adalah skin
rash, leukopenia, gangguan GI, sakit kepala, dan urtikaria. Efek samping berat
yang terjadi adalah rash berat, hepatitis, interstitial nephritis, dan eosinofilia.
Reaksi hipersensitivitasdapat terjadi pada dosis 200-400 mg/hari. Dan terjadi
biasanya pada penderita gangguan ginjal.
b. Uricosric Drug
Obat Uricosuric meningkatkan ekskresi asam urat dengan cara
penghambatan reabsorbsi asam urat pada tubulus postsecretory ginjal. Gout
dapat dicegah dengan cara penurunan konsentrasi asam urat dalam darah hingga
<5 mg/dl. Obat yang biasanya digunakan adalah probenesid dan sulfinpirazon.
Probenesid diberikan pada dosis inisial 250 mg dua kali sehari untuk 1
minggu. Kemudian ditingkatkan sampai 500 mg 2x sehari sampai kadar asam

urat dalam darah kurang dari 6 mg/dl, atau dosis ditingkatkan sampai 2 g (dosis
maksimal). Sedangkan sulfinpirazone diberikan 50 mg dua kali sehari 3-4 hari
kemudian ditingkatkan 100 mg 2 kali sehari dan ditingkatkan 100 mg tiap
minggu sampai dosis maksimal 800 mg/hari.
c. Pegloticase
Pegloticase (Krystexxa) adalah uricase rekombinan pegylated yang
mengurangi serumasam urat dengan mengkonversi asam urat menjadi allantoin,
yang larut dalam air. Pegloticase diindikasikan untuk terapi antihyperuricemic
pada orang dewasa refrakter terhadap terapi konvensional.
Dosisnya adalah 8 mg infus IV selama 2 jam setiap 2 minggu. Karena
potensi menimbulkan reaksi alergi, pasien harus pra-perawatan dengan
antihistamines dan kortikosteroid.

Gambar 2. Algoritma terapi pada gout dan hiperurisemia

I. KASUS

KASUS 3. Gout Dan Hiperuricemia


Capaian Pembelajaran Khusus:
1. Mampu mengidentifikasi faktor resiko utama perkembangan gout, termasuk obatobatan yang memicu penyakit ini
2. Mampu merancang rencana farmakoterapi untuk pasien artritis gout akut dan
penilaian terhadap efikasi dan keamanan.
3. Mampu mengidentifikasi pasien yang perlu penanganan khusus dalam terapi gout dan
hiperurikemia
4. Mampu memilih obat-obatan untuk mengobati hipertensi atau dislipidemia yang
mungkin memberikan efek menguntungkan pada kadar asam urat pada pasien gout.
Tn. N berusia 66 tahun dengan riwayat dislipidemia datang ke unit gawat darurat karena sakit
luar biasa di mata kaki kiri saat ia bangun jam 5 pagi. Setelah 2 jam, mata kaki kirinya
menjadi merah dan bengkak, nyeri memburuk sehingga ia tidak bisa berjalan. Ia menyatakan
tidak pernah mengalami trauma atau cedera pada mata kaki kirinya tersebut. Sebelumnya
keluhan seperti ini juga belum pernah terjadi.
Riwayat kesehatan:
Dislipidemia, peptic ulcer disease (ditemukan ulkus di duodenum 6 bulan yll), obesitas.
Riwayat sosial: Pasien minum alkohol, tidak merokok.
Pengobatan:
Niacin lepas lambat 1.000 mg po malam, dimulai 2 bulan yll.
Omeprazole 20 mg/hari po.
Alergi terhadap Simvastatin dan atorvastatin (keduanya menyebabkan nyeri otot parah
sehingga berhenti diminum).
Review of systems:

Pasien melaporkan bahwa setelah menggunakan niasin kadang merasa deman, tapi tidak
menjadi masalah baginya. Tidak ada nyeri dada, nausea/vomiting atau gangguan pernafasan.
Sebelumnya tidak ada riwayat artritis atau masalah di persendian.
Pengujian fisik: Tanda vital: BP 135/88, P 100, RR 18, T 37.5C; BB 97 kg, TB 175 cm.
Ekstremitas:
Mata kaki kiri sangat udem di sekitar persendian, eritema, sangat hangat bila disentuh.
Persendian sangat nyeri. Tidak ada bengkak di persendian yang lain maupun di ibu jari kaki.
Tidak ada tanda tophi.
Laboratorium:
Na 138 mEq/L

Hgb 15.1 g/dL

WBC 12.8 10 /mm

Profil lipid (puasa):

K 3.9 mEq/L

Hct 45%

Neutros 88%

HDL-C 25 mg/dL

Cl 101 mEq/L

RBC 4.9 10 /mm

Bands 0%

Trig 280 mg/dL

CO 23 mEq/L

Plt 210 10 /mm

Eos 1%

LDL-C 99 mg/dL

BUN 9 mg/dL MCV 81 m

Lymphs 10%

SCr 1.0 mg/dL

MCHC 35 g/dL

Monos 1%

Glu 105 mg/dL

ESR 45 mm/h

RF negative

Uric acid 11.6 mg/dL


Radiografi: Mata kaki: tidak ada fraktur atau cedera.

T. chol 180 mg/dL

FORM DATA BASE PASIEN


UNTUK ANALISIS PENGGUNAAN OBAT

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn. N

Tempt/tgl lahir:

No Rek Medik
Dokter yg merawat

Alamat

Ras

Pekerjaan

Sosial

Umur

: 66 th

:
:

Riwayat masuk RS
Riwayat penyakit terdahulu
Dislipidemia, peptic ulcer disease (ditemukan ulkus di duodenum 6 bulan yll), obesitas.

Riwayat Sosial
Kegiatan
Pola makan/diet
-

Vegetarian

Tidak

Merokok

Tidak

Meminum Alkohol

Ya

Meminum Obat herbal

Tidak

Riwayat Alergi :
Alergi terhadap Simvastatin dan atorvastatin (keduanya menyebabkan nyeri otot parah
sehingga berhenti diminum).

Keluhan / Tanda Umum


Tanggal

Subyektif
Nyeri di mata kaki

Obyektif
Tanda vital: BP 135/88, P 100, RR

Bengkak

18, T 37.5C; BB 97 kg, TB 175

Tidak bias berjalan

cm.

Mata kaki kirinya menjadi merah

RIWAYAT PENYAKIT DAN PENGOBATAN


NAMA PENYAKIT
Dislipidemia, peptic ulcer

TANGGAL/TAHUN
6 bulan yang lalu

NAMA OBAT
Niacin lepaslambat

1.000

disease (ditemukan ulkus di

mg po malam, dimulai 2

duodenum ), obesitas

bulan yll.
Omeprazole 20 mg/hari po.

HASIL PEMERIKSAAN
Tes lab
Na
Hgb
WBC
K
Hct
Neutros
HDL-C
LDL-C
Trig
T. chol
Cl
SCr
BUN
RBC
Plt

Normal
135 153 mEq/L
14 18 g/dL
3,5- 10,0 /mm
3,5- 5,1 mEq/L
35,0-50,0 %
36 73 %
45 - 65 mg/dL
< 130 mg/dL
50-150mg/dL
150- 250 mg/dL
98 109 mEq/L
0,6 1,3 mg/dL
15 -40 mg/dL
3,80-5,80/mm
170 380.

Hasil
138mEq/L
15.1 g/dL
12.8 10/mm
3.9 mEq/L
45%
88%
25 mg/dL
99 mg/dL
280mg/dL
180 mg/dL
101 mEq/L
1.0 mg/dL
9 mg/dL
RBC 4.9 10/mm
210 10/mm

MCV
MCHC
Monos
Eos
Lymphs
Bands
CO
Glu

103/mm3
80 -96 m
32-36 g/dL
0 11 %
06%
15 45 %
0 12 %
22 31 mEq/L
< 126 mg/Dl

81 m
35 g/dL
1%
1%
10%
0%
23mEq/L
105 mg/dL

ESR
RF
Uric acid

3,6 8,5 mg/dL

45 mm/h
Negative
11.6 mg/dL

OBAT YANG DIGUNAKAN


No

Nama Obat

Indikasi

Dosis

RP

IO

ESO

.
1

Niacin lepas

Antihiperlipidemia

1000 mg

PO

Niacin dapat

Flushing (sensasi

meningkatkan efek

panas dan

yang

kemerahan pada

merugikan/toksik

wajah),

dari HMG-CoA

hepatotoksik,

Reductase

hiperurisemia,

Inhibitor.

penurunan toleransi

Obat penghambat

glukosa, sakit

ganglionik dan

kepala, nyeri perut,

obat vasoaktif,

diare, dispepsia,

aspirin, alkohol.

gangguan GI,

Omeprazole dapat

kelainan pada kulit


Sakit kepala, mual,

memperpanjang

kembung, diare,

eliminasi

konstipasi, kulit

diazepam, penitoin,

kemerahan, dan

dan warfarin.

gatal pada kulit.

lambat

Omeprazole

Pengobatan tukak
lambung

20 mg

PO

Outcome Terapi

ASSESSMENT

Problem

Subyektif

Obyektif

Terapi

Nyeri di mata

Uric acid 11.6

kaki, bengkak,

mg/dL

Analisis

DRP

Mengurangi rasa nyeri

Indikasi tanpa obat

medic
Gout dan
Hiperurisemia

serangan gout dan

tidak bisa

mengurangi kadar asam

berjalan, mata

urat

kaki kirinya
menjadi
merah
HDL-C 25 mg/dL
Hiperlipidemia

Niasin lepas lambat


Tidak tepat untuk

Trig 280 mg/dL

Efek samping obat

pasien gout
Omeprazole
Peptic ulcer

Mengobati peptic ulcer


dan melindungi
lambung akibat
penggunaan NSAID

CARE PLAN
1. Pasien mengalami gout artritis akut dengan intensitas nyeri yang tinggi, maka terapi
yang disarankan adalah kombinasi kolkisin + NSAID.
Dosis awal kolkisin yang direkomendasikan yaitu 1,2 mg (2 tablet), lalu
diberikan sebesar 0,6 mg (1 tablet) satu jam kemudian setelah pemberian dosis
awal atau dapat juga diberikan dengan dosis awal 1,2 mg, lalu diberikan sebesar
0,6 mg satu sampai dua kali sehari setelah 12 jam pemberian dosis awal.
NSAID yang dipilih adalah naproksen dengan dosis awal 750 mg, dan
dilanjutkan dengan 250 mg setiap 8 jam.
2. Pasien mengalami hiperurisemia (kadar asam urat: 11,6 mg/dL). First line terapi untuk
menurunkan kadar asam urat adalah golongan xantin oxidase inhibitor, maka
rekomendasi terapi yang diberikan adalah allopurinol. Dosis awal allopurinol yang
dianjurkan yaitu 100 mg/hari selama satu minggu, kemudian dosis dapat dinaikkan
sesuai kebutuhan sampai kadar asam urat normal. Dosis maksimum yang
direkomendasikan adalah 800 mg/dl.
3. Pasien memiliki riwayat penyakit peptic ulcer dan efek samping dari penggunaan
NSAID adalah peptic ulcer, maka terapi dengan omeprazole tetap dilanjutkan.
4. Penggunaan niasin dapat menimbulkan efek samping hiperurisemia, sehingga
sebaiknya niasin diganti dengan antihiperlipid golongan fibrat (gemfibrozil). Dari data
lab pasien terlihat bahwa kadar HDL rendah dan kadar trigliserida tinggi. Pemberian
terapi gemfibrozil sangat efektif dalam menurunkan kadar trigliserida dan
meningkatkan kadar HDL. Dosis gemfibrozil yang dianjurkan adalah 600 mg dua kali
sehari.
REKOMENDASI OBAT
1.

Kolkisin dengan dosis awal yaitu 1,2 mg (2 tablet), lalu diberikan sebesar 0,6 mg (1
tablet) satu jam kemudian setelah pemberian dosis awal atau dapat juga diberikan
dengan dosis awal 1,2 mg, lalu diberikan sebesar 0,6 mg satu sampai dua kali sehari

2.
3.

setelah 12 jam pemberian dosis awal.


Naproksen dengan dosis awal 750 mg, dan dilanjutkan dengan 250 mg setiap 8 jam
Allopurinol dengan dosis 100 mg/hari 300mg/hari selama 1 minggu kemudian

4.

dinaikkan sesuai kebutuhan sampai kadar asam urat normal.


Gemfibrozil dengan dosis 600 mg dua kali sehari.

KOMUNIKASI, INFORMASI DAN EDUKASI (KIE)

Hindari BENJOL (bayam, emping, nanas, jeroan, otak, lemak) yang dapat memicu

timbulnya asam urat.


Hindari makanan tinggi purin seperti daging merah berasal dari domba atau sapi,

tiram, kepiting, kerang.


Hindari minuman bersoda dan alkohol.
Minum air minimal 2 L perhari.
Olahraga teratur seperti joging, jalan santai.
Mengurangi konsumsi kafein.
Menurunkan berat badan.
Kompres menggunakan kantong es yang dibungkus handuk untuk mengurangi nyeri.
Istirahat di tempat tidur saat nyeri di hari-hari pertama.
Membatasi makanan yang manis dan berlemak.

MONITORING
1. Monitor perbaikan gejala dengan penggunaan kolkisin + NSAID, jika symptom belum
juga membaik, pertimbangkan penggunaan injeksi intraarticular corticosteroid (jika
2.
3.
4.
5.

dimungkinkan).
Monitor kadar asam urat.
Monitoring profil kolesterol (2 bulan sekali).
Monitoring berat badan dan BMI.
Monitoring efek samping obat yang mungkin terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007.


Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI.
Dipiro, Joseph T, et al. Pharmacotherapy : A Pathopysiologic Approach, 7th Edition.
McGraw-Hill, New York.
Dipiro, Joseph T, et al. Pharmacotherapy : A Pathopysiologic Approach, 9th Edition.
McGraw-Hill, New York.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M. P., Lance, L. L., 2010. Drug Information
Handbook. Lexi Comp. Nort America.
Sukandar, Elin Yulinah, dkk. 2008. ISO FARMAKOTERAPI Buku I. PT.ISFI: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai