KATAK
Oleh:
Nama
NIM
Rombongan
Kelompok
Asisten
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Semua jenis makhluk hidup memiliki kemampuan untuk melakukan
pergerakan. Otot merupakan alat gerak aktif karena mampu berkontraksi. Fungsi
otot antara lain membuat gerakan tubuh, mempertahankan postur tubuh bersama
rangka, menstabilkan hubungan antar tulang, mempertahanakan suhu tubuh,
melindungi jaringan dalam tubuh dan menyimpan sedikit nutrisi. Kontraksi otot
dibagi menjadi kontraksi isometrik dan kontraksi isotonik. kontraksi isometrik
(jarak sama), besarnya tekanan meningkat saat proses kontraksi, tetapi panjang
otot tidak berubah sedangkan kontraksi isotonik (tekanan sama), besarnya
tekanan yang dihasilkan otot adalah konstan saat kontraksi, tetapi panjang otot
berkurang (otot memendek) (Rahilly, 1995).
Sel-sel otot terspesialisasi untuk kontraksi, mengandung protein
kontraktil yang dapat berubah dalam ukuran panjang dan memungkinkan sel-sel
untuk memendek. Menurut Bavelander (1979), otot-otot vertebrata dibedakan
menjadi tiga jenis yaitu:
1. Otot rangka, dijumpai pada sosok otot yang bersambungan dengan kerangka
tubuh dan berkaitan dengan gerakan badan,
2. Otot jantung, terlihat dalam pemompaan darah
3. Otot polos, ditemukan sebagai bagian dari dinding alat viscera.
Menurut Campbell (2004), jaringan otot terdiri atas sel-sel yang panjang
yang disebut serabut otot yang mampu berkontraksi ketika dirangsang oleh
impuls syaraf. Otot tersusun dalam susunan partikel didalam sitoplasma, serabbt
otot adalah sejummlah besar mikrofilamen yang terbuat dari protein kontraktil
aktin dan myosin. Otot adalah jaringan hewan yang paling banyak terdapat pada
sebagian besar hewan, dan kontraksi otot merupakan bagian besar dari kerja
seluler yang memerlukan energi dalam suatu hewan yang aktif.
Otot gastroknemous merupakan salah satu otot yang terdapat pada
bagian ekstrimitas posterior katak yang memungkinkan katak untuk melompat.
Otot gastroknemus ini terletak pada bagian tibia dan merupakan jenis otot
rangka yang melekat pada pertulangan dan bekerja secara sadar. Otot
gastroknemus katak memiliki respon yang sangat cepat terhadap stimulus dan
mampu melompat sangat jauh dengan tenaga yang sangat kuat terutama ketika
ada pemangsa (Kimball, 1988).
I.2 Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui efek perangsangan
elektrik terhadap besarnya respon kontraksi otot gastroknemus dan efek
perangsangan kimia terhadap kontraksi otot jantung katak.
perikardium disobek.
Kontraksi jantung katak diamati selama 15 detik kemudian dikali 4.
Asetilkolin 5% ditetesi pada jantung sampai 3 tetes.
Kontraksi jantung katak diamati kembali selama 4x 15 detik.
Data pengamatan dicatat dalam tabel.
10
15
0,15
20
0,20
25
0,40
60
48
28
46
72
36
80
16
56
Perhitungan:
1. 0 Volt
: 0 mm/volt
2. 5 Volt
: 0 mm/volt
3. 10 Volt : 0 mm/volt
4. 15 Volt : (0,5 + 0,5 + 0,5) / 10 = 0,15 mm/volt
5. 20 Volt : (0,5 + 0,5 + 0,5 + 0,5) / 10 = 0,20 mm/volt
6. 25 Volt : (0,5 + 0,5 + 0,5 + 0,5 + 0,5 + 1 + 0,5) / 10 = 0,40 mm/volt
Grafik 1.1. Hubungan Antara Voltage dengan Amplitude pada Otot Gastroknemus
Katak
3.2 Pembahasan
Hasil pengamatan mengenai pengukuran kontraksi otot jantung pada katak
(Fejervarya cancrivora ) sebelum ditetesi asetilkolin pada kelompok 1 sebanyak 60
denyut jantung/ menit, kelompok 2 sebanyak 28 denyut jantung/ menit, kelompok 3
sebanyak 72 denyut jantung/ menit, kelompok 4 sebanyak 80 denyut jantung/ menit,
dan kelompok 5 sebanyak 56 denyut jantung/ menit. Setelah pemberian asetilkolin
5% yang ditetesi ke jantung katak menunjukkan hasil yang semakin menurun pada
semua percobaan yang dilakukan semua kelompok yaitu pada kelompok 1 menjadi
48 denyut jantung/ menit, kelompok 2 menjadi 46 denyut jantung/ menit, kelompok
3 menjadi 36 denyut jantung/ menit, kelompok 4 menjadi 16 denyut jantung/ menit,
dan kelompok 5 menjadi 8 denyut jantung/ menit. Hasil pada kelompok 1, 3, 4, dan 5
sesuai pustaka bahwa pemberian senyawa asetilkolin akan menurunkan jumlah
denyut jantung tapi berbanding terbalik pada kontraksi otot yang akan meningkat jika
diberikan asetilkolin tersebut (Geng et al., 2009).
Mengenai konstraksi otot gastroknemus pada katak dapat diketahui bahwa
pada waktu pemberian rangsang elaktrik sebesar 0 Volt tidak terjadi respon kontraksi,
pada pemberian kontraksi rangsang elektrik sebesar 5 Volt juga tidak terjadi respon
kontrasksi, pada pemberian rangsang elektrik sebesar 10 Volt memberikan respon
kontraksi sebesar 0,15 mm/ volt, pada pemberian rangsang elektrik sebesar 20 Volt
memberikan
rangsangan elektrik 25 volt memberikan respon kontraksi sebesar 0,40 mm/ volt.
Kekuatan seluruh otot yang berkontraksi meningkat dengan meningkatnya jumlah
serabut individu yang berkontraksi, sehingga pada hewan yang utuh kekuatan respon
muskularnya dikendalikan oleh jumlah satuan motor yang dibuktikan oleh sistem
saraf pusat. Kejutan yang lemah tidak akan berpengaruh sama sekali. Jika tercapai
ambang, otot itu agak mengejang kemudian karena kekuatan rangsang itu
ditingkatkan maka banyaknya kontraksi meningkat sampai maksimum (Kimball,
1991).
Sel-sel otot terspesialisasi untuk kontraksi, mengandung protein kontraktil
yang dapat berubah dalam ukuran panjang dan memungkinkan sel-sel untuk
memendek. Secara garis besar sel otot dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
1. Otot motoritas, disebut juga otot serat lintang (otot lurik) oleh karena didalamnya
protoplasma mempunyai garis-garis melintang. Umumnya otot ini melekat pada
rangka sehingga disebut juga otot rangka. Otot ini dapat bergerak menurut
kemauan (otot sadar), pergerakkanya cepat tetapi cepat lelah, rangsangan ini
dialirkan melalui saraf motorik.
2. Otot otonom, disebut juga otot polos karena protoplasmanya licin tidak
mempunyai garis melintang. Otot ini terdapat pada alat-alat dalam seperti
ventrikulus, usus, kandung kemih, pembuluh darah dan lain-lain, cara kerjanya
diluar kesadaran (otot tak sadar) oleh karena
otonom.
3. Otot
jantung,
bentuknya
menyerupai
otot
serat
lintang,
didalam
sel
rangsang saraf. Cara kerja semacam ini disebut miogenik. Kontraksi otot akan lebih
kuat bila suhunya cukup panas kelelahan dan dingin memperlemah kontraksi.
Myofibril pada otot jantung bercabang-cabang dan mitokondrianya lebih banyak
daripada serabut otot rangka (Galambus, 1962).
Mekanisme otot jantung berawal dari nodus sino atrium (SA) yang berlokasi
dalam atrium kanan pada pintu masuk vena kava superior. Nodus sino atrium akan
sampai ke nodus antrio ventrikulum yang terletak di bagian belakang septum inter
ventrikulum. Sel-sel otot jantung akan termodifikasi (serat-serat purkinje) bercabang
dua dan cabang yang terpisah berjalan melalui jaringan subendokardial dari ventrikel
kanan dan kiri. Sel-sel dalam dua daerah nodus itu berbentuk spul, sel-sel yang
sangat bercabang yang dipisahkan satu sama lain oleh sedikit jaringan penyambung
(Bevelander, 1979).
Otot gastroknemus, yakni otot betis yang paling menonjol yang letaknya ada
di bagian belakang betis berbentuk seperti intan (diamond). Penggunaan otot
gastroknemus katak sebagai bahan dalam praktikum kali ini karena katak mudah
diperoleh, proses membedah dan menemukan otot gastroknemus juga tidak
memakan waktu lama, selain itu otot gastroknemus termasuk kedalam otot rangka
yang memiliki karakter eksitabilitas. Menurut Seeley (2003), otot rangka memiliki
empat karakteristik fungsional sebagai berikut:
1.
Kontraktilitas:
2.
Eksitabilitas:
3.
Ekstensibilitas:
4.
Elastisitas :
Mekanisme kontraksi otot diawali dari sebuah impuls saraf yang datang pada
persambungan neuromuscular yang akan dikontraksikan ke sarkomer oleh system
tubula transversal. Sarkomer otot akan menerima sinyal untuk berkontraksi sehingga
otot dapat berkontraksi. Sinyal listrik dihantamkan menuju retikulum sarkoplasmik
(SR) yang merupakan sistem vesikel yang pipih. Membran SR yang secara normal
non permeable terhadap Ca2+ mengandung transmembran Ca2+ ATPase yang
memompa Ca2+ ke dalam SR untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+ pada saat otot
relaksasi. Kedatangan impuls saraf membuat SR menjadi impermeable terhadap Ca2+,
akibatnya Ca2+ terdifusi melalui saluran-saluran khusus Ca2+ menuju interior
miofibril dan konsentrasi internal Ca2+ ini cukup untuk memacu konformasional
traponin dan trapomiosin yang mengakibatkan otot berkontraksi. Katak menunjukkan
kondisi kronis pada suhu 4oC, yang mana kadar ATPnya pada otot gastroknemusnya
berkurang terutama seketika itu menyebabkan katak mati lebih cepat. Mekanisme
kontraksi otot dapat digambarkan sebagai berikut :
Ca (dalam kantung sarkoplasma)
filament tebal
Ca2+
kembali
berikatan
troponin
diaktifkan
Ca2+
mengaktifkan
lepas
pergerakan
listrik akan menghasilkan simpangan gerak amplitudo yang kecil pula (Ganong,
1995).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kontraksi otot gastroknemus menurut
Hadikastowo (1982) antara lain :
1.
Beban. Pemberian beban menyebabkan kontraksi otot menurun dari pada yang
tidak diberi beban.
2.
Panjang otot. Panjang otot yang lebih pendek dari pada normal atau lebih besar
dari pada normal maka tegangan aktif yang terjadi lebih sedikit sehingga
kontraksi otot menurun.
3.
Tegangan (voltage). Semakin tinggi tegangan semakin tinggi pula kontraksi otot.
4.
2.
Summasi berbeda dengan treppe, pada summasi tiap otot berkontraksi dengan
kekuatan yang berbeda yang merupakan hasil penjumlahan kontraksi dua jalan
(summasi unit motor berganda dan summasi bergelombang).
3.
Tetani yaitu peningkatan frekuensi stimulus dengan cepat sehingga tidak ada
peningkatan frekuensi.
4.
5.
Rigor dan rigor mortis adalah apabila sebagian besar ATP dalam otot telah
dihabiskan, sehingga kalsium tidak ada lagi dapat dikembalikan ke RE
sarkoplasma (Frandson, 1992).
Alat yang digunakan pada praktikum pengukuran kontraksi otot
gastroknemus adalah bak preparat, pinset, pipet tetes, jarum, gunting bedah, kertas
millimeter blok, benang, dan universal kimograf beserta asesorinya. Bak preparat
berfungsi untuk meletakkan katak pada saat di bedah, pinset untuk membantu proses
pembedahan, pipet tetes untuk meneteskan larutan ringer dan asetil kolin, jarum
untuk menusuk katak, gunting bedah untuk memvedah katak dan untuk mendapatkan
otot gastroknemusnya, kertas milimeter blok untuk menggambarkan kontraksi yang
dihasilkan oleh kimograf, benang utuk mengikat otot gastroknemus katak, dan
kimograf adalah alat untuk pembelajaran dan penelitian kontraksi otot dan biasanya
menggunakan otot gastroknemus katak. Otot yang mengalami pemendekan pada
pembarian beban yang konstan (tidak ada perubahan pada tekanan) dinamakan
kontraksi isotoni, sedangkan bila otot menghasilkan tekanan tetapi tidak mengubah
panjang otot dinamakan kontraksi isometrik. Voltase yang diberikan terhadap otot
akan mempengaruhi besar responnya dalam bentuk amplitudo (simpangan). Beban
yang diberikan juga akan mempengaruhi kelenturan otot yang diujicobakan. Beban
akan menarik otot lebih besar, maka ketika otot tersebut dirangsang dengan aliran
listrik akan menghasilkan simpangan gerak amplitudo yang kecil pula (Ganong,
1995).
Bahan yang digunakan dalam praktikum Kontraksi Otot Gastroknemus dan
Otot Jantung Katak adalah Katak (Fejervarya cancrivora). Katak (Fejervarya
cancrivora)digunakan sebagai bahan praktikum karena murah dan mudah dicari.
Otot gastronemus katak digunakan sebagai bahan percobaan karena mudah diamati
serta didalamnya terdapat banyak susunan syaraf dibanding otot lain (Ville, 1988).
Larutan yang digunakan pada saat praktikum kontraksi otot gastroknemus
adalah larutan Ringer. Fungsi dari larutan Ringer adalah untuk mempertahankan sel
otot supaya tetap hidup. Jadi, setelah katak diberi perlakuan harus selalu ditetesi
larutan Ringer agar sel-selnya dapat hidup lebih lama. Larutan ringer digunakan
sebagai penghantar aliran listrik serta menjaga agar otot tetap dalam keadaan
hidup. Otot yang ditetesi ringer akan terus berkontraksi (Purwaningsih et al., 2008).
Larutan yang digunakan pada praktikum kontraksi otot jantung adalah larutan
asetilkolin, asetilkolin merupakan senyawa pemacu kontraksi otot jantung, setelah
otot jantung ditetesi senyawa asetilkolin seharusnya otot jantung akan berkontraksi
lebih cepat, namun larutan asetilkolin ini akan membuat denyut jantung melambat.
Terdapat suatu reseptor didalam otot yaitu reseptor asetilkolin (AChR) yang
terdistribusi dengan densitas rendah dalam plasmalemma. Selain itu, terdapayt
myosin heavy-chain (MyCH) yang berkorelasi dengan kecepatan kontraksi otot
(Rosser et al., 2003).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Voltase yang diberikan terhadap otot akan mempengaruhi besarnya respon
dalam bentuk amplitude.
2. Rangsangan kimia berupa asetilkolin berpengaruh pada respon otot jantung
pada katak, yang menunjukkan adanya perlambatan denyut jantung.
DAFTAR REFERENSI
Agung, R. 2005. Realisasi Elektrokardiograf Berbasis Komputer Personal Untuk
Akuisisi Data Isyarat Elektris Jantung. Journal Teknologi Elektro, 4(1), pp.
14-19.
Bavelander, G. dan J. A. Ramalay. 1988. Dasar-dasar Histologi. Jakarta: Erlangga.
Campbell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta: Erlangga.
Frandson R.D, 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Yogyakarta: UGM Press.
Galambus, R. 1962. Nerve and Muscle. New York: Anchor Book.
Ganong, W. F. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Geng, L., Zhang, L. H., and Peng, B. H. 2009. The Formation of Acetylcholine
Receptor Clusters Visualized with Quantum Dots. Journal Biomed, 1471,
pp. 1-15.
Guyton, A.C. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku kedokteran.
Jakarta: EGC.
Hadikastowo. 1982. Zoologi Umum. Bandung: Alumni.
Hickman, C. P. 1972. Biology of Animal. Saint Louis: CV Mosby Company.
Kimball, J. W. 1988. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Kimball, J.W.1991. Biologi Jilid II. Bandung: Alumni.
Ohira, M., Yoshinobu O. 1988. Effects of Exposure to Cold on Metabolic
Characteristics in Gastrocnemius Muscle of Frog (Rana pipiens). Journal of
Phyaiology, 395, pp. 589-595.
Prosser, C.T. 1961. Comparative Animal Physiology. London: W.B. Saunders
Company.
Purwaningsih., Ernie, H., Nurhadi, H., Hamdani, Z., Arjo, T. 2008. Neuro-Protection
And Neuro-Therapy Effects Of Acalypha Indica Linn. Water Extract Ex
VivoOn Musculus Gastrocnemius Frog. Journal Kesehatan, 12(2), pp. 70-7.
Rahilly. 1995. Anatomi Kajian Ranah Tubuh Manusia. Jakarta: UI Press.
Rosser, B. W. C. 2003. Heterogeneity of Protein Expression with in Muscle Fibers.
Journal Dev Biol, 46, pp. 747754.
Seeley, R.R., T.D. Stephens, P. Tate. 2003. Essentials of Anatomy and Physiology
fourth edition. New York: McGraw-Hill Companies.
Ville, C. A., W.D Wallon, and F. E. Smith.1988. Zoologi. Jakarta: Erlangga.