CASE REPORT I
Oleh :
Hilmy Manuapo, dr
130121150006
Abstrak
Pendahuluan : Skoliosis merupakan kelainan yang rumit pada tulang belakang
menyebabkan lengkungan ke arah lateral dan rotasi vertebra dan juga tulang iga.
Background :
curvature and rotation of the vertebrae as well as a deformity of the rib cage .
There is usually secondary involvement of the respiratory, cardiovascular and
neurologic systems. It is reported prevalence in the general population varies
from 0.3 15.3%. It is more common in adolescents and has a female to male
ratio of about 3:1 , 75 -90% of cases of scoliosis are of the idiopathic type, out of
which the adolescent type is most common.
Case : A 15 years old girl diagnosed with adolescent idiopathic scoliosis undergo
correction scoliosis. Patients present illness has been known since 2 years ago. There is
no other congenital anomaly and cardiorespiratory system. Radiological findings
revealed cobbs angle 45o.
Summary : We used general anesthesia for the procedure. During operation we did
hypotension anesthesia. Hemodynamic of the patient was stable.. Duration of the
operation was about 5 hours. The operation was succed, we extubate the patient. We has
moved the patient to regular ward.
PENDAHULUAN
Skoliosis merupakan kelainan yang rumit pada tulang belakang menyebabkan lengkungan
ke arah lateral dan rotasi vertebra dan juga tulang iga. Biasanya juga mempengaruhi
LAPORAN KASUS
Identifikasi
Nama
: Nn. S
Umur
: 15 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Bandung
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Pelajar
Diagnosis
Rencana Operasi
: Correction scoliosis
SUBJEKTIF
Anamnesis :
Pasien seorang anak 15 tahun masuk ke RS karena direncanakan akan
dilakukan operasi koreksi skoliosis. Pasien diketahui memiliki kelainan tulang
belakang sejak 2 tahun yang lalu. Riwayat trauma tidak ada. Tidak ada keluhan
sesak, maupun batuk dalam waktu lama. Tidak ada riwayat kebiruan, pasien dapat
beraktivitas seperti biasa.
Anamnesis Tambahan :
Riwayat Operasi (-), riwayat alergi (-), asma (-), DM (-), hipertensi (-).
OBJEKTIF
Pemeriksaan fisik :
KU
: Sakit ringan
Kesadaran
: GCS 15 E4M6V5
TD :110/60 mmHg
HR : 87 x/m, reguler
RR : 20 x/m
S : 36,6
Kepala
Mulut
Leher
: ROM baik
Thoraks
Jantung
Abdomen
Ekstremitas
12,5
PT
11,4
Ht
35
INR
1,00
Leukosit
5.700
ApTT
32,0
Trombosit
246.000
SGOT
13
Na
139
SGPT
3,5
Ur
15
Cl
105
Cr
0,37
Ca
5,01
pH
7,451
GDS
84
pCO2
31,6
pO2
90,5
HCO3
21,8
BE
-0,9
Sat
97,3
Saran
Kesimpulan
Pasien ASA II
Rencana dikerjakan dalam General Anestesi
PENATALAKSANAAN ANESTESI
Persiapan pasien :
Pasien tiba di kamar operasi 08.00 WIB, Dimana sebelumnya pasien telah
dijelaskan mengenai operasi yang akan dijalani. Dan pada keluarga juga
dijelaskan mengenai kondisi / keadaan pasien saat terakhir dan prosedur anestesi
serta komplikasi yang akan dihadapi terutama akibat tindakan anestesi (ASA II).
Setelah dipindahkan ke meja operasi pasien dipasang monitor EKG, tekanan darah
non invasive, dan saturasi O2. Dilakukan pemeriksaan terhadap airway, tidak
ada kendala atau clear, breathing tidak ditemukan ronchi dan wheezing. Pasien
diberi oksigen via nasal kanul 3 liter/menit. Pada saat ini terukur tanda vital pasien
: Tekanan darah : 108/62 mmHg; laju nadi : 91x/mnt; frekuensi nafas : 19 x/mnt
dan saturasi O2 : 100 %, EKG : Sinus ritmis. Posisi pasien supine.
Induksi anestesi
Dilakukan preoksigenasi selama 3 menit kemudian dilakukan induksi dengan
Fentanil 100 g, propofol 100 mg. Setelah pasien tertidur, volatile sevoflurane
dibuka 4 vol% kemudian diberikan atracurium 25 mg. Setelah pasien apneu,
kemudian dilakukan intubasi untuk memasang ETT no.6 dengan balon, ETT
PEMBAHASAN
semua
kasus skoliosis;
5.
Mesenchymal disorders
Congenital (e.g., Marfans syndrome, Morquios disease, amyoplasia
congenita, various types of dwarfism)
1. PREOPERATIVE
a. Penilaian jalan napas : kesulitan pada jalan napas harus diantisipati ketika
skoliosis melibatkan thoarakal atas atau tulang cervical. Kelainan seperti
Duchenne muscular dystrophy dapat menyebabkan hipertrofi pada lidah.
b. Sistem Respirasi : penilaian terhadap sistem pulmonari harus fokus
terhadap ada tidaknya perlukaan pada paru-paru atau penyakit paru-paru,
penumonia dan tingkat keparahan dari skoliosis. Faktor yang berhubungan
dengan kebutuhan ventilasi mekanik setelah operasi diantaranya panyakit
neuromuskular, disfungsi restriktif paru-paru yang berat dengan kapasitas
vital 30 ml/kg. Skoliosis menyebabkan penurunan kapasitas vital,
penurunan functional residual capacity (FRC), dan penyakit paru restriktif
yang memiliki karakter adanya peningkatan frekuensi napas dan
penurunan volume tidal. Tingkat keparahan dari skoliosis dipengaruhi oleh
sudut skoliosis, jumlah tulang belakang yang terlibat, lokasi cephalad dari
kurvatura dan derajat kehilangan yang terlihat pada kifosis thorakalis.
Kegagalan fungsi paru terlihat dengan adanya penurunan PaO2 karena
adanya shunting. Pembedahan koreksi skoliosis dapat menyebabkan
komplikasi terhadap fungsi paru jika kurvatura lebih dari 60 o.manifestasi
pertama yang muncul adalah penurunan kapasitas vital yang menunjukkan
normal
paru.
Investigasi
minimal
Jalan napas
dengan malampati II, buka mulut > 3 jari, ROM tidak ada gangguan
Sistem respirasi
cepat lelah jika beraktivitas, pada pemeriksaan fisik paru dalam batas
normal, dan tes tahan nafas > 20 detik, kemudian pemeriksaan penunjang
didapatkan, FVC normal (90,6%), TFP normal.
Hematologi
Premedikasi
2. INTRAOPERATIVE
a.
b.
c.
d.
e.
f.
I . Wake-up test: digunakan untuk menilai fungsi motorik. Hal ini menjadi
penilaian utama intak tidaknya tulang belakang. wake-up test harus
direncankan dengan baik dan didiskusikan dengan pasien pada visit
preanestesi. Dosis kecil anestesi volatile, jika digunakan, dihentikan satu
jam sebelum tes dilakukan. Setelah dihentikan penggunaan N2O dan
ventilasi hanya menggunakan oksigen 100%, pasien seharusnya dapat
mengikuti perintah untuk menggerakan jari-jari. Tidak direkomendasikan
penggunaan reverse neuro muscular blockade atau narkotik untuk
mempercepat tes wake-up karena dapat menimbulkan gerakan yang
membahayakan yang dapat merusak instrumen atau menyakiti pasien.
Ketika gerakan yang diinginkan didapatkan maka anestesi dilakukan
kembali.
Berikut ini tekhnik yang digunakan untuk mengurangi kehilangan darah dan
dengan transfusi darah secara autologous.
A. Mengurangi kehilangan darah
1. Ketika pasien ditempatkan pada posis prone tekanan intra abdomen harus
diminimalisasi. Hal ini dapat mengurangi tekanan vena epidural dan
perdarahan vena saat operasi.
2. Anestesi hipotensi merupakan cara yang aman dan metode yang efektif
untuk mengurangi kehilangan darah sampai 58% selama operasi tulang
belakang. Tekanan rata-rata arteri biasanya dipertahankan di sekitar 60-65
mmHg. Anestesi hipotensi dapat tercapai dengan menggunakan agen
inhalasi,
contohnya
propranolol,
esmolol,
labetalol,
nitroglycerin,
fenoldopam, dll.
3. Agen Antifibrinolytic contohnya aprotinin inhibits plasmin dan kallikrein.
B.Autologous blood transfusion
Darah autologous dapat dilakukan dengan 3 metode :
menggunakan
alat
yang
memadai
kemudian
diberi
POST OPERATIVE
Setelah koreksi skoliosis sebaiknya semua pasien dirawat di ruang
perawtan intensif. Oksigen diberikan menggunakan masker selama beberapa
jam setelah ekstubasi dan mungkin dibutuhkan lebih lama pada pasien yang
memiliki disfungsi paru. Komplikasi paru (ARDS, pneumonia, atelectasis,
pulmonary embolism) merupakan komplikasi yang biasa terjadi, monitoring
ketat, penggunaan spirometri dan aggressive pulmonary toilet sangat berguna
untuk menurunkan morbiditas pada pasien yang sebelmnya terdapat penyakit
KESIMPULAN
Manajemen perioperatif dimulai sejak evaluasi pre operatif, selama
operatif dan setelah operatif. Evaluasi pre operatif sekaligus mengoptimallkan
kondisi pasien sangat penting untuk meminimalisasi terjadinya komplikasi, baik
komplikasi yang dapat terjadi intra operatif atau pun yang dapat terjadi post
operatif.
Skoliosis dapat disebabkan oleh berbagai macam etiologi, mengarah ke
respirasi yang ditunjukkan dengan penyakit restriktif paru, maldistribusi ventilasiperfusi dan hipoksemia. Keterlibatan kardiovaskular biasanya dengan adanya
peningkatan tekanan jantung kanan, prolaps katup mitral atau penyakit jantung
bawaan. Penilaian preanestesi yang detail dan optimalisasi sistem respiratori dan
kardiovaskular dibutuhkan. Konsiderasi intraoperatif yang penting seperti
monitoring, suhu dan maintenance keseimbangan cairan, posisi, monitoring
integritas medulla spinalis dan konservasi darah. Ruang perawatan intensif
postoperatif, penanganan respirasi dan penanganan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kulkarni
Anand
H.,
Ambareesha
M,
Scoliosis
and
Anaesthetic