PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada masa lalu diagnosis penyakit ditegakkan semata-mata dengan
pemeriksaan klinis, yang banyak menyebabkan kesalahn diagnosis. Kemudian
berkembang pelbagai pemeriksaan penunjang atau uji diagnostic, mulai dari
pemeriksaan laboratorium sederhana sampai pemeriksaan pencitraan yang
canggih. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita memerlukan pelbagai jenis uji
diagnostic untuk menegakkan diagnostik pada sebagian besar kasus.
Memilih pemeriksaan diagnostic yang tepat tidak selalu mudah. Uji
diagnostik dapat dilakukan secara bertahap (serial) atau sekaligus beberapa uji
diagnostik (paralel). Pada uji diagnostic serial, pemeriksaan dilakukan secara
bertahap; perlu atau tidaknya pemeriksaan selanjutnya ditentukan oleh hasil
uji sebelumnya. Misalnya, untuk diagnosis tuberculosis paru, foto toraks baru
perlu dikerjakan bila hasil uji tuberculin positif. Pada uji pararel, beberapa
pemeriksaan dilakukan sekaligus; hal ini biasa dilakukan pada kasus yang
memerlukan diagnosis cepat. Contohnya, pada pasien dengan kesadaran
menurun, perlu dilakukan segera pemeriksaan terhadap gula darah, ureum,
serta funduskopi.
Dikenal pula pembagian uji diagnostik berdasar pada kegunaannya
misalnya untuk skrining, memastikan diagnosis atau menyingkirkan diagnosis,
memantau perjalanan penyakit, menentukan prpgnosis dan lain-lain.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Telah disebutkan bahwa sedikit sekali uji diagnostic yang ideal, artinya
uji yang memberikan hasil positif pada 100% pasien yang sakit dan
memberikan hasil negatif pada pasien yang tidak sakit. Pengembangan uji
diagnostic dapat mempunyai beberapa tujuan, termasuk:
1. Untuk menegakkan diagnosis penyakit atau menyingkirkan suatu
penyakit. Untuk keperluan ini, uji diagnostic haruslah sensitif
(kemungkinan negative semu kecil), sehingga bila didapatkan hasil
normal (hasil uji negative) dapat digunakan untuk menyingkirkan
adanya suatu penyakit. Ia juga harus spesifik (kemungkinan hasil
positif semu kecil), sehingga apabila hasilnya abnormal dapat
digunakan
untuk
menentukan
adanya
penyakit.
Mneomonik
kepentingan
tersebut,
reprodusibilitas
suatu
uji
3. Lebih mudah atau lebih sederhana, atau lebih cepat dan murah.
4. Dapat mendiagnosis pada fase yang lebih dini (asimtomatik).
Bila uji diagnostic batu tidak mempunyai kelebihan dibandingkan
dengan uji diagnostic yang ada, maka tidak ada gunanya dilakukan
penelitian baru.
HASIL UJI
PENYAKIT
TIDAK
PS
NB
YA
TIDAK
YA
PB
NS
JUMLAH
PB+NS
JUMLAH
PB+PS
NB+NS
PB+PS+NB+N
PS+NB
S
nominal dikotom, yaitu normal abnormal, atau positif- negatif, dengan cara
menggunakan titik potong (cut-off point) tertentu. (Sastroasmoro, S, & Sofyan
Ismael, 2010).
E. BAKU EMAS
Baku emas (Gold Standard) merupakan standar untuk pembuktian
ada atau tidaknya penyakit pada pasien, dan merupakan sarana diagnostik
terbaik yang ada (meskipun bukan yang termurah atau termudah). Baku emas
yang ideal selalu memberikan nilai positif pada semua subyek dengan
penyakit, dan memberikan hasil negatif pada semua subyek tanpa penyakit.
Dalam praktek, hanya sedikit baku emas yang ideal, sehingga tidak jarang kita
memakai uji diagnostik terbaik yang ada, sebagai baku emas. Kata terbaik
disini berarti uji diagnostik yang mempunyai sensitivitas dan spesifitas
tertinggi. Baku emas dapat berupa uji diagnostik lain, biopsi, operasi,
pemantauan jangka panjang terhadap pasien, kombinasi karakteristik klinis
dan pemeriksaan penunjang, atau baku lain yang dianggap benar. Dalam
kaitan dengan baku emas, apabila kita ingin menguji suatu uji diagnostik baru,
maka diperlukan beberapa syarat umum sebagai berikut :
1. Baku emas yang dipakai sebagai pembanding tidak boleh mengandung
unsur atau komponen yang diuji, misalnya kita tidak boleh menguji nilai
apgar 3 komponen dengan nilai apgar 5 komponen (yang selama ini
digunakan) sebagai baku emas.
10
dengan penyakit, misalnya dengan uji x2 saja tidak cukup, hingga diperlukan
pertimbangan lain untuk inter pretasi hasil uji diagnostik.
Contoh :
Suatu uji diagnostik terhadap 100 pasien limfoma malignum yang
dibuktikan dengan biopsi, 65 menunjukkan hasil positif; sedangkan uji
diagnostik yang sama terhadap 100 pasien dengan pembesaran kelenjar
non limfoma, hanya 35 yang menunjukkan hasil uji positif. Bila dilakukan
uji hipotesis dengan uji x2, terdapat hubungan yang sangat bermakna (p
<000.1) antara hasil uji positif dengan terdapatnya limfoma malignum.
KEADAAN SEBENARNYA
HASIL UJI
LIMFOMA
LIMFOMA
NON LIMFOMA
JUMLAH
65
30
95
NON LIMFOMA 35
70
105
JUMLAH
100
100
200
Gambar 2.2 Tabel 2 x 2 memperlihatkan hasil pemeriksaan dengan uji
diagnostik yang diteliti dan dengan baku emas. Uji kai kuadrat
menunjukkan hubungan yang amat bermakna (p <000.1).
Namun sebenarnya analisi stastistik yang sangat bermakna itu tidak
cara interpretasi lain terhadap hasil pengamatan dalam uji diagnostik tersebut
yang dapat memberi informasi kepada para klinikus dalam penegakkan
diagnosis suatu penyakit atau kondisi klinis tertentu. (Sastroasmoro, S, &
Sofyan Ismael, 2010).
12
13
14
dengan baku emas, dan sebaliknya. Kriteria positif atau negatif baik
untuk uji yang diteliti maupun untuk baku emas harus telah
didefiniskan dengan jelas. Pada setiap subyek yang diteliti harus
dikerjakan dua cara pemeriksaan, yang masing-masing telah
distandardisasi. Apapun hasil baku emas, uji terhadap alat harus
dilakukan dan sebaliknya, dengan cara yang distandardisasi tersebut.
6) Melakukan analisis
Laporkanlah sensitivitas, spesifisitas, nilai duga positif atau
negatif, serta likelihood ratio-nya, masing-masing dengan interval
kepercayaan yang dipilih. Apabila hasil uji diagnostik berskala ordinal
atau kontinu, harus disertakan ROC.
15
n=
n=
Z PQ
d
16
17
Ganas
Jinak
Jinak
Ganas
Ganas
Jinak
Jinak
Ganas
Ganas
Jinak
Ganas
Jinak
Ganas
Jinak
Jinak
Jinak
a
d
c
b
a
d
d
b
= 54/71
= 51/63
= 54/66
= 51/68
= 71/134
Positif
54
17
71
Negatif
12
51
63
Jumlah
66
68
134
18
RK +
RK -
= 76,1/(1-81,5) = 4,1
= (1-76,1)/81,5 = 0,17
19
bagian atas dan ketika akan digunakan hanya perlu untuk menariknya
sampai ke bagian kepala teratas, sehingga dapat diketahui tinggi badan
orang tersebut.
20
6. Breast Pump
Biasanya digunakan oleh para ibu yang berkarier diluar rumah, agar ASI
tidak terbuang dengan percuma, sehingga tetap bisa mendapatkan ASI dari
bundanya.
21
22
11. Tourniquet
Adalah alat bantu yang digunakan untuk sarana pendukung pada
pengmbilan darah, pada umumnya dilingkarkan pada lengan saat akan
dilakukan pengabilan darah segar, agar darah bisa lebih mudah untuk di
ambil.
23
24
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN.
A.
25
B.
SARAN.
1. Hendaknya alat yang dgunakan untuk uji diagnostik mempunyai
presentase sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi agar layak digunakan
sebagai diagnostic.
2. Uji diagnostic baru harus memberi manfaat yang lebih dibandingkan uji
yang sudah ada.
3. Dalam menentukan cut-off point harus dilakukan secara hati-hati karena
akan berpengaruh terhadap sensitivitas dan spesifisitas suatu uji
diagnostik.
26