Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN TEORI

DEFINISI
Pneumonia adalah suatu infeksi dari satu atau dua paru-paru yang biasanya
disebabkan oleh bakteri-bakteri, virus-virus, atau jamur.
Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan dengan pengisian
alveoli dengan cairan. ( Doenges : 164 )
Menurut Engram (1998) pneumonia adalah proses inflamasi pada parenkim paru. Hal
ini terjadi sebagai akibat adanya invasi agen infeksius atau adanya kondisi yang mengganggu
tahanan saluran trakeobrokialis sehingga flora endogen yang normal berubah menjadi
patogen ketika memasuki saluran jalan nafas.
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh bakteri;
merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling sering
menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita (Said 2007).
Sedangkan menurut Betz dan Sowden (2002) pneumonia adalah inflamasi atau infeksi
pada parenkim paru yang disebabkan oleh satu atau lebih agens berikut virus, bakteri,
mikoplasma dan aspirasi substansi asing.
Pneumonia atau radang paru-paru ialah inflamasi paru-paru yang disebabkan oleh
bakteria, virus atau fungal (kulat). Ia juga dikenali sebagai pneumonitis, bronchopneumonia
dan 'community-acquired pneumonia (Mansjoer, 2000 : 254).

EPIDEMIOLOGI
Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada anak balita di negara
berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh pneumokokus dan Hib. Di seluruh dunia
setiap tahun diperkirakan terjadi lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia
menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5
per 1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian lebih dari
100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau 1 balita setiap 5 menit.
Menunjuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut pneumonia sebagai The
Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang terlupakan" karena begitu banyak korban yang
meninggal karena pneumonia tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah
pneumonia. Tidak heran bila melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita
pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh balita nomor satu". Senada dengan Said, Betz
dan Sowden (2002) menyatakan bahwa insidens dari pneumonia antara lain :
Pneumonia virus lebih sering dijumpai daripada pneumonia bacterial.
Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama kehidupan. Pada 30 %
anak dengan pneumonia yang berusia kurang dari 3 bulan dan pada 70 % anak dengan
pneumonia yang berusia kurang dari 1 tahun.
Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia.
4. Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5 tahun, mereka
berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di diagnosis pada pasien antara umur 16
dan 19 tahun.
Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada bayi dan anak-anak kecil.

a.
b.
c.
d.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus pneumonia virus.
Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada bayi dan anak kecil.
Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang dirawat di rumah sakit.
ETIOLOGI
Penyebabnya termasuk berbagai agen infeksi iritan kimia dan terapi radiasi. Penyebab
pneumonia antara lain :
Bakteri (paling sering menyebabkan pneumonia pada dewasa) yakni Streptococcus
pneumoniae, Staphylococcus aureus, Legionella, dan Hemophilus influenzae.
Virus : virus influenza, chicken-pox (cacar air).
Organisme mirip bakteri : Mycoplasma pneumoniae (terutama pada anak-anak dan dewasa
muda).
Jamur tertentu
Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut) atau cedera
(terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap
kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Yang sering menjadi penyebabnya adalah
Staphylococcus aureus, pneumokokus, Hemophilus influenzae atau kombinasi ketiganya.
Pneumonia pada orang dewasa paling sering disebabkan oleh bakteri, yang tersering yaitu
bakteri Streptococcus pneumoniae pneumococcus. Pneumonia pada anak-anak paling sering
disebabkan oleh virus pernafasan, dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Pada usia
sekolah, pneumonia paling sering disebabkan oleh bakteri Mycoplasma pneumoniae .
TANDA DAN GEJALA
Gejala-gejala yang biasa ditemukan adalah:
Batuk berdahak (dahaknya seperti lendir, kehijauan atau seperti nanah) .
Nyeri dada (bisa tajam atau tumpul dan bertambah hebat jika penderita menarik nafas dalam
atau terbatuk) .
Menggigil
Demam
Mudah merasa lelah
Sesak nafas
Sakit kepala
Nafsu makan berkurang
Mual dan muntah .
Merasa tidak enak badan
Kekakuan sendi
Kekakuan otot.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan antara lain kulit lembab, batuk darah, pernafasan
yang cepat, cemas, stress, tegang dan nyeri perut .
PATOFISIOLOGI
Pneumonia bakteri terjadi akibat inhalasi mikroba yang ada di udara. Aspirasi
organisme dari nasofaring ( penyebab pneumonia bacterial yang paling sering ) atau

penyebaran hematogen dari focus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk melalui saluran
pernafasan, masuk bronkiolus dan alveoli lalu menimbulkanreaksi peradangan hebat dan
menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema yang kaya protein
dalam alveoli dan jaringan intrastitial.
Bakteri pneumokokus dapat meluas melalui porus Kohn dari alveoli ke alveoli di
seluruh segmen / lobus. Timbulnya hepatisasi merah adalah akibat perembesan eritrosit dan
beberapa leukosit dari kapiler paru. Alveoli dan septa menjadi penuh dengan cairan edema
yang berisi eritrosit dan fibrin. Serta relative sedikit leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi
melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi, kenyal, dan berwarna merah. Pada tingkat
lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh dengan leukosit, dan relative sedikit eritrosit.
Bakteri pnuemokokus di fagositosis oleh leukosit dan sewaktu resolusi berlangsung,
makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit bersama bakteri pnuemokukos
didalamnya. Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu abu dan tampak berwarna abu abu
kekuning kuningan. Secara perlahan lahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin
dibuang dari alveoli. Terjadi resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa
kehilangan kemampuannya dalam melakukan pertukaran gas.
Tidak terjadinya pneumonia pada orang normal yang sehat adalah akibat adanya
mekanisme pertahanan yang terdiri ats refleks glottis dan batuk, lapisan mucus dan gerakan
silia yang mengeluarkan organisme yang melekat pada lapisan mucus tersebut, dan sekresi
humoral setempat. Sel sel yang melapisi trakeobronkhial menghasilkan zat kimia yang
mempunyai sifat anti mikroba yang tidak spesifik meliputi :
1. Lisozim, suatu enzim yang menghancurkan bakteri terutama jika ada komplemen.
2. Laktoferin, suatu ikatan besi dengan glikoprotein yang mempunyai sifat bakteriostatik.
3. Interferon, suatu protein dengan berat molekul rendah dengan aktivitas antivirus.
KLASIFIKASI
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang berlainan. Salah satu
diantaranya adalah berdasarkan cara diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu
"community-acquired" (diperoleh diluar institusi kesehatan) dan "hospital-acquired"
(diperoleh di rumah sakit atau sarana kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering disebabkan oleh
Streptococcus pneumoniae. Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih
serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh
penderita untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya
infeksi oleh bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit primer maupun sebagai
komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara morfologis pneumonia dikenal sebagai
berikut:
Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru.
Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia bilateral atau ganda.
Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat
mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya,
disebut juga pneumonia loburalis.

Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm dinding alveolar


(interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen penyebabnya, virus, atipikal
(mukoplasma), bakteri, atau aspirasi substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang mingkin
terjadi karena histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakterial. Terlihat pada anak
dari semua kelompok umur, sering dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk
persentase terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan seperti demam
ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi.
Batuk biasanya bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau krekels
terdengar auskultasi.
Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi terutama di musim gugur
dan musim dingin, lebih menonjol di tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk.
Mungkin tiba-tiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil (pada anak
yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia, mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit
tenggorokan, batuk kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif, kemudian
bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau bercak darah. Krekels krepitasi halus di
berbagai area paru.
Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan pneumonia streptokokus,
manifestasi klinis berbeda dari tipe pneumonia lain, mikro-organisme individual
menghasilkan gambaran klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan
infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam, malaise, pernafasan cepat
dan dangkal, batuk, nyeri dada sering diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar
ke abdomen, menggigil.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui usia, pneumonia
dapat diklasifikasikan:
Usia 2 bulan 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang dilihat dengan adanya tarikan
dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu pada usia 2 bulan 1 tahun
frekuensi nafas 50 x/menit atau lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa dapat disertai dengan
demam, tetapi tanpa terikan dinding dada bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.

a.

Usia 0 2 bulan
Pneumonia berat, bila ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu
frekuensi nafas 60 x/menit atau lebih.
b. Bukan pneumonia, bila tidak ada tarikan kuat dinding dada bagian bawah dan tidak ada nafas
cepat.
Menurut Depkes RI (2002) klasifikasi pneumonia menurut program P2 ISPA antara
lain :
a. Pneumonia sangat berat

b.
c.

1.
a.
b.
c.
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

l.
a.

Ditandai dengan sianosis sentral dan tidak dapat minum.


Pneumonia berat
Ditandai dengan penarikan dinding dada, tanpa sianosis dan dapat minum.
Pneumonia sedang
Ditandai dengan tidak ada penarikan dinding dada dan pernafasan cepat.
Klasifikasi pneumonia atas dasar anatomis dan etiologis, antara lain :
Pembagian anatomis
Pneumonia lobaris
Pneumonia lobularis (bronchopneumonia).
Pneumonia interstitialis (brochitis)
Pembagian etiologis:
Bakteria : diplococcus pneumoniae, pneumococcus, streptococcus nerus, dll.
Virus : respiratory syncytial virus, virus influensa, adenovirus, dll
Mycoplasma pneumonia
Jamur : aspergillus species, candida albicans, dll
Aspirasi : karosen, makanan, cairan amnion, benda asing.
Pneumonia hipostatik.
Sindrom loeffler
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002) dapat dilakukan antara
lain :
Kajian foto thorak diagnostic, digunakan untuk melihat adanya infeksi di paru dan status
pulmoner (untuk mengkaji perubahan pada paru).
Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner sehubungan dengan
oksigenasi.
Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan adanya anemia, infeksi dan
proses inflamasi.
Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba.
Tes kulit untuk tuberkulin mengesampingkan kemungkinan TB jika anak tidak berespons
terhadap pengobatan.
Jumlah leukosit leukositosis pada pneumonia bacterial
Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru, menetapkan luas dan beratnya
penyakit dan membantu mendiagnosis keadaan.
Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang diinspirasi.
Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agens penyebabnya seperti virus dan
bakteri.
Kultur cairan pleura spesimen cairan dari rongga pleura untuk menetapkan agens penyebab
seperti bakteri dan virus.
Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabang-cabang utama dari pohon
trakeobronkhial; jaringan yang diambil untuk diuji diagnostik, secara terapeutik digunakan
untuk menetapkan dan mengangkat benda asing.
Biopsi paru selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk melakukan kajian diagnostik.
Sedangkan menurut Engram (1998) pemeriksaan penunjang meliputi :
Pemeriksaan laboratorium :

3. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan predominan


polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang buruk.
4. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein di atas 2,5 g/dl
dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
5. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat menyokong
diagnosa.
6. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
b. Pemeriksaan mikrobiologik
1. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum darah, aspirasi
trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
2. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat. Mendeteksi baik antigen maupun antigen
spesifik terhadap kuman penyebab.
4. Spesimen: darah atau urin.
5. Teknik lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex agglutination, atau latex
coagulation.
c. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap mikroorganisme
penyebab pneumonia.
1. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi ringan sampai
bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua lapangan paru atau konsolidasi
pada satu lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang
ditemukan.
2. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan bronkopneumonia difus atau
infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura yang berat, kadang terdapat adenopati
hilus.
3. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan penyakit.
Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan mengenai keseluruhan
lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks umumhya penekanan (65%), < 20%
mengenai kedua paru.
PENATALKASANAAN MEDIK dan PENCEGAHAN
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan antibiotik peroral (lewat mulut) dan tetap tinggal di rumah. Penderita yang lebih tua dan penderita dengan
sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau paru-paru lainnya, harus dirawat dan antibiotik
diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat
bantu nafas mekanik. Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan
dan keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu .
Engram (1998) menyatakan bahwa penatalaksanaan medis umum terdiri dari :
a. Farmakoterapi : antibiotik (diberikan secara intravena), ekspektoran, antipiretik dan
analgetik.
b. Terapi oksigen dan nebulisasi aerosol.
c. Fisioterapi dada dengan drainage postural.
Dalam melakukan terapi pada penderita pneumonia, yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Perhatikan hidrasi.

b. Berikan cairan i.v sekaligus antibiotika bila oral tidak memungkinkan.


c. Perhatikan volume cairan agar tidak ada kelebihan cairan karena seleksi ADH juga akan
berlebihan.
d. Setelah hidrasi cukup, turunkan ccairan i.v 50-60% sesuai kebutuhan.
e. Disstres respirasi diatasi dengan oksidasi, konsentrasi tergantung dengan keadaan klinis
pengukuran pulse oksimetri.
Pengobatan antibiotik:
a. Penisillin dan derivatnya. Biasanya penisilin S IV 50.000 unit/kg/hari atau penisilil prokain
i.m 600.000 V/kali/hari atau amphisilin 1000 mg/kgBB/hari . Lama terapi 7 10 hari untuk
kasus yang tidak terjadi komplikasi.
b. Amoksisillin atau amoksisillin plus ampisillin. Untuk yang resisten terhadap ampisillin.
c. Kombinasi flukosasillin dan gentamisin atau sefalospirin generasi ketiga, misal sefatoksim.
d. Kloramfenikol atau sefalosporin. H. Influensa, Klebsiella, P. Aeruginosa umumnya resisten
terhadap ampisillin dan derivatnya. Dapat diberi kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari aatu
sefalosporin.
e. Golongan makrolit seperti eritromisin atau roksittromisin. Untuk pneumonia karena M.
Pneumoniae. Roksitromisin mempenetrasi jaringan lebih baik dengan rasio konsentrasi
antibiotik di jaringan dibanding plasma lebih tinggi. Dosis 2 kali sehari meningkatkan
compliance dan efficacy.
f. Klaritromisin. Punya aktivitas 10 kali erirtomisin terhadap C. pneumonie in vitro dan
mempenetrasi jaringan lebih baik.
PENCEGAH
Untuk orang-orang yang rentan terhadap pneumonia, latihan bernafas dalam dan
terapi untuk membuang dahak, bisa membantu mencegah terjadinya pneumonia
(www.sehatgroup.we.id). Vaksinasi bisa membantu mencegah beberapa jenis pneumonia
pada anak-anak dan orang dewasa yang beresiko tinggi yakni :
a. Vaksin pneumokokus (untuk mencegah pneumonia karena Streptococcus pneumoniae)
b. Vaksin flu
c. Vaksin Hib (untuk mencegah pneumonia karena Haemophilus influenzae type b).
Upaya pencegahan merupakan komponen strategis dalam pemberantasan pneumonia
pada anak; terdiri dari pencegahan melalui imunisasi dan upaya pencegahan non-imunisasi.
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi DPT dan campak yang
telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat menurunkan proporsi kematian balita akibat
pneumonia. Hal ini dapat dimengerti karena campak, pertusis dan juga difteri bisa juga
menyebabkan pneumonia atau merupakan penyakit penyerta pada pneumonia balita. Di
samping itu, sekarang telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat untuk
pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit berat lain seperti
meningitis. Namun vaksin ini belum masuk dalam Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
Pemerintah.
Yang tidak kalah penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-imunisasi yang
meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran pajanan asap
rokok, asap dapur dIl; perbaikan lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang kesemuanya
itu dapat menghindarkan terhadap risiko terinfeksi penyakit menular termasuk penghindaran
terhadap pneumonia (Said 2007).

KOMPLIKASI
Menurut Engram (1998) dan Betz dan Sowden (2002) komplikasi yang sering terjadi
menyertai pneumonia adalah abses paru, efusi pleural, empiema, gagal nafas, perikarditis,
meningitis, pneumonia interstitial menahun, atelektasis segmental atau lobar kronik,
atelektasis persiten, rusaknya jalan nafas, kalsifikasi paru, fibrosis paru, bronkitis obliteratif
dan bronkiolitis. Pada pasien usia lanjut usia risiko terjadinya komplikasi tinggi sebab
struktur sistem pulmonal telah berubah karena proses penuaan (komplain jaringan paru
menurun, kemampuan batuk efektif menurun dan kemampuan ekspansi paru menurun
sebagai akibat dari kalsifikasi kartilago vertebra.

DAFTAR PUSTAKA
Betz, C. L., & Sowden, L. A 2002, Buku saku keperawatan pediatri.RGC: Jakarta.
Depkes RI 2002, Pedoman penanggulangan P2 ISPA, Depkes RI, Jakarta.
Doenges, Marilynn, E., 2002, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Engram, B 1998, Rencana asuhan keperawatan medikal bedah, Volume 1, EGC, Jakarta.
Hidayat, A. A., 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.Salemba Medika: Jakarta.
Iqbal, 2007, Sistem Pernafasan dan Penyakitnya, Artikel diakses dari www.sehatgroup.com
Mansjoer, Arif, dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FK-UI, Jakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan sistem pernafasan.
Jakarta : Salemba Medika
Ngastiyah, 2005. Perawatan Anak Sakit. EGC, Jakarta.
Sacharin, R. M., 2000, Prinsip Keperawatan Pediatrik, EGC, Jakarta.

Said, M 2007. Pneumonia penyebab utama mortalitas anak balita di indonesia, Retrieved
December 7, from http://www.idai.or.id.htm.

Anda mungkin juga menyukai