Anda di halaman 1dari 12

Syndrome Horners

SYNDROME HORNERS

PENDAHULUAN
Segmen servikal 8 torakal 2 mengatur vasokonstriksi, sekresi keringat dan
piloareksi dari leher dan kepala di sisi homolateral.
Di daerah ini pula (kornu lateralis C8 T2 terletak pusat silio-spinale
(Budge) yang memberikan inervasi simpatik kepada beberapa otot mata polos.
Serabut-serabut praganglioner dari C8 T2 keluar bersama-sama dengan radiks
anterior, kemudian mereka memisahkan diri sebagai rami komunikans alba. Dengan
melalui ganglion servikale inferius, dan ganglion servikale medium akhirnya
sampailah mereka di ganglion servikale superius di mana mereka bersinaps dengan
neuron yang kedua. Serabut-serabut pasca ganglioner dari ganglion servikale
superius membentuk suatu pleksus di sekitar dinding arteri karotis interna dan
eksterna dan dengan demikian memberikan inervasi vaso motorik, sudomotorik, dan
pilomotorik kepada kulit dari leer dan kepala di sisi homolateral.
Ganglion otikum terletak di fosa infratemporalis, di sebelah medial dari
nervus mandibularis, sedikit di bawah foramen ovale.

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

Syndrome Horners

Impuls kolinergik kepada glandula lakrimalis akan menimbulkan sekresi air


mata. Terputusnya lintasan impuls ini akan menimbulkan keadaan dimana tidak ada
lakrimasi. Impuls kolinergik ke kelenjar ludah menimbulkan hipersekresi ludah yang
encer. Sebaliknya impuls adrenergik akan menimbulkan sekresi ludah yang kental.
Lesi pada pusat silio-spinale, pada ganglion servikale superius atau pada
pleksus karotikus akan menimbulkan sindrom Horners. (1)
Orang pertama yang memperkenalkan syndroma ini adalah Johann Friedrich
Horner, seorang ahli oftalmologi berkebangsaan Swiss (1831 1886). Dimana ia
menemukan beberapa kelainan dari gejala klinis pada orang yang terinfeksi lues.
Kelainan tersebut sangat khas, yaitu adanya ptosis, miosis, enoftalmus dan
anhidosis. (2)

DEFINISI
Sindrom Horners adalah suatu sindrom yang terdiri dari kelainan berupa
masuknya bola mata, ptosis kelopak mata atas, kelopak mata atas sedikit naik,
kontraksi dari pupil, penyempitan dari fissura palpebra, anhidrosis dan warna
kemerahan di sisi wajah yang sakit, disebabkan oleh paralisa saraf-saraf simpatis
servikal.
Sindroma Horners juga disebut dengan Bernards Syndrome, BernardHorners Syndrome dan Horners Ptosis. (2)

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

Syndrome Horners

ETIOLOGI
Sindroma Horners merupakan blefparoptosis akuisita unilateral. Terjadinya
akibat paralisa dari saraf simpatis yang mengurus M. Muller. Biasanya sindroma
Horners ditemukan pada proses lues (sifilis) (1,3)

PATOFISIOLOGI DAN GEJALA KLINIS


Seperti yang telah diterangkan di atas, bahwa sindroma Horners terdiri dari
ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis. Semua gejala klinis ini disebabkan oleh
karena adanya proses di tulang belakang pada servikal VIII sampai dengan torakal I.
Di sini ada saraf simpatis yang berpengaruh pada ptosis. Biasanya kelainan ini
ditemui pada proses lues (sifilis). (4)
Lues (raja singa) atau dalam dunia kedokteran lebih dikenal dengan sifilis,
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum sangat
kronis dan bersifat sistemik. Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua alat
tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat
ditularkan dari ibu ke janin.

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

Syndrome Horners

Trepanoma pallidum mencapai sistem kardiovaskuler dan sisitem saraf pada


waktu dini, tetapi kerusakan secara perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu
bertahun-tahun untuk menimbulkan gejala klinis. (5)
Pemeriksaan tulang belakang servikal tidak boleh dilupakan pada setiap
penderita yang mengemukakan keluhan bahwa kuduk, bahu dan lengan sakit.
Adanya Sindroma Horner harus dihubungkan dengan proses patologik di leher dan
fosa supraklavikularis. Penelitian terhadap gerakan leher, kepala, lengan dan tangan
adalah penting untuk menentukan adanya nyeri pada persendian atau selaputnya.
Nyeri yang disebabkan oleh proses patologik setempat dapat ditunjuk oleh penderita
dengan tepat sebagai pegal atau linu, sering kali tidak dapat dilokalisasikan oleh
penderita dengan tepat.
Dalam hal ini sindroma Horner melengkapi gambaran penyakit tersebut
bersamaan dengan parastesia, paresis serta anhidrosis pada lengan.
Sindroma Horner berkolerasi dengan lesi pleksus brakhialis, mengingat
sindroma Horner itu dihasilkan oleh terputusnya hubungan ortosimpatetik dari
ganglion servikal superior yang terletak di daerah pleksus brakhialis.
Jenis Dejerine-Klumpke, menyatakan bahwa hal yang dikemukakan seorang
ibu yang membawa bayinya dengan lesi pleksus brakhialis ialah terjadi kelumpuhan
dari tangan dan jari-jari bayinya. Gerakan lengan pada sendi bahu dan siku masih
utuh tetapi tangan dan jari-jari sisi ulnar tidak tampak bergerak.

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

Syndrome Horners

Tangan yang terkena menunjukan ciri-ciri claw hand yang ringan, yaitu jari
kelingking dan jari manis menekuk tidak dapat diluruskan secara volunter. Jika bayi
sudah sering membuka matanya maka akan terlihat adanya ptosis ringan sisi tangan
yang abnormal, itulah sebagai sindroma Horner.
Orang dewasa menunjukan syndroma lesi pleksus brakhialis bahwa (Jenis
Dejerine-Klumpke) jelas mirip syndoma Horners pada sisi tangan yang lumpuh.
Kelumpuhan tersebut menimbulkan claw hend

yang disertai hipestesia atau

parestesia pada kulit yang menutupi ulnar tangan dan pergelangan tangan.
Pada blokade ganglion stelatum secara tepat akan didapat sindroma Horner
langsuntg setelah xylocain disuntikan. Pada saat itu juga wajah dan leher sisi
ipsilateral menjadi merah, serta mukosa hidung menjadi bengkak sehingga hidung
tersumbat. Dengan blokade ganglion stelatum 3 5 kali dengan interval 3 5 hari
perbaikan yang sempurna dapat diperoleh.
Paralisis lower motor neuron akibat lesi di pleksus dan fasikulus tidak
berbahaya, berbeda dengan kelumpuhan yang terjadi akibat lesi di nervus radialis
dan nervus medianus. Selain data anamnestik dan pemeriksaan sensoris, masih ada
satu gejala penting yang dapat mengungkapkan lokalisasi lesi di pleksus atau
fasikulus yaitu sindroma Horners. Sindrom ini terdapat miosis, enoftalmus, ptosis
dan anhidrosis hemifasialis. Yang hampir selamanya dijumpai ialah ptosis, miosis,
dan anhidrosis hemifasialis.

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

Syndrome Horners

Proses neoplastik yang berada di kutub paru-paru dapat menimbulkan


kelumpuhan-kelumpuhan pada otot-otot bahu dan lengan yang disertai sindroma
Horners pada sisi ipsilateral. (1,3,4)
Ptosis atau blefaroptosis adalah menurunnya palpebra superior, akibat
pertumbuhan yang tidak baik atau paralisa dari muskulus levator palpebra. Ada
bermacam-macam derajat ptosis. Bila hebat dan mengganggu penglihatan oleh
karena palpebra superior menutupi pupil, maka ia mencoba menaikkan palpebra
tersebut dengan memaksa muskulus occipitofrontalis berkontraksi, sehingga di dahi
timbul berkerut-kerut dan alisnya terangkat. Kalau lebih hebat lagi, untuk dapat
mengatasinya, supaya penglihatan tercapai sebaik-baiknya maka penderita akan
menjatuhkan kepalanya ke belakang. Tanda-tanda ini adalah karakteristik untuk
ptosis. Pada ptosis didapat pula garis lipatan kulit yang berbentuk seperti huruf S,
pada palpebranya.
Penyebab dari ptosis, ada yang kongenital dan akwisita. Yang kongenital
biasanya bilateral, disebabkan oleh gangguan bentuk muskulus levator palpebra.
Kadang-kadang dengan kelainan kongenital yang lainnya. Bisa herediter, yang
herediter bersifat dominan autosom. Sedang yang akuisita biasanya unilateral, akibat:
(1) paralisis N.III, yang mengurus muskulus levator palpebra. Seringkali bersamaan
dengan paralisa muskulus rectus superior. Hal ini dapat ditemukan pada Myastenia
gravis (melumpuhnya otot secara progresif). Terjadinya perlaha-lahan, mulai timbul

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

Syndrome Horners

pada malam hari karena capai, sembuh keesokan harinya, kemudian menetap; (2)
syndrome Hoerners

(6)

Miosis adalah suatu keadaan dimana garis tengah pupil kurang dari 2 mm.
Dimana ukuran normal garis tengah pupil tersebut adalah antara 4 5 mm pada
penerangan sedang. Pupil sangat peka terhadap rangsangan cahaya dengan
persarafan afferent nervus kranialis II sedangkan efferentnya nervus kranialis III.
Sehingga mengecil bila cahaya datang (miosis) dam membesar bila tidak ada atau
sangat sedikit sekali cahaya (remang-remang), keadaan ini disebut dengan midriasis
yaitu diameter pupil lebih dari 5 mm.
Enoftalmus, merupakan dimana bola mata letaknya lebih ke dalam, di dalam
ruang orbita. Penyebabanya antara lain: (1) kelainan kongenital, (2) lanjut umur,
karena berkurangnya jaringan lemak di orbita, (3) fraktur dari salah satu dinding
orbita terutam dasar orbita, dimana bola mata dapat masuk ke dalam sinus
maksilaris, (4) enoftalmus pada orang berumur dibawah 25 tahun, merupakan bagian
dari sindroma Horners yang terdiri dari ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis. (6)
Anhidrosis merupakan suatu gejala karena kuman lues menyerang sistem
persarafan, sehingga produksi minyak terhambat atau kurangnya produksi minyak
disebabkan oleh proses yang abnormal dikarenakan oleh kuman lues tersebut.
Gejala-gejala miosis, ptosis dan anhidrosis yang merupakan manifestasi
blokade aktivitas simpatik dikenal sebagai sidroma Horners.

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

Syndrome Horners

Pada penyakit-penyakit darah dan hipertensi juga terdapat sindroma Horners


yang mencerminkan terputusnya serabut-serabut simpatetik servikal. Pada lesi
vaskuler parsial dapat terjadi bahwa kombinasi hemiparastesia parsilaris dan
hemiataksia ipsilateral saja yang ditemukan. Bila juga terjadi bahwa sindroma
tersebut timbul bersama dengan sindroma Hoerners. (1,2,3,4,6)

KESIMPULAN
Johann Friedrich Horner, menemukan kelainan dan gejala klinis pada
seseorang yang terkena infeksi kuman sifilis (lues/raja singa) Treponema pallidum,
yaitu, adanya ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis pada orang tersebut. Olehnya
kelainan tersebut dinamakan sindroma Horner, Bernard sydrome atau BernardHoerners syndrome dan Hoerners ptosis.
Hal ini semua terjadi disebabkan oleh karena terjadinya proses di tulang
belakang pada servikal VIII thorakal I. Di sini ada saraf simpatis yang berpengaruh
ptosis.
Kuman sifilis mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu
dini, tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahuntahun untuk menimbulkan gejala klinis.
Prinsif penatalaksanaan sindroma Horner adalah dengan luetika yaitu
Penisilin dan antibiotika yang sensitif lainnya. Pengobatan dimulai sedini mungkin,
makin dini hasilnya makin baik. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

Syndrome Horners

lebih lanjut. Sedangkan penatalaksanaan operatif prinsipnya dengan memendekkan


palpebra dimana muskulus levator palpebra sebagian dipotong oleh karena
kepanjangan atau cara yang lain dengan anoftalmi dengan mata palsu. (1,2,3,4,5,6)

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

Syndrome Horners

DAFTAR RUJUKAN

1. Prof. Dr. I. Gusti Ng. Gd. Ngoerah. Nervi Kranialis. Dalam: Dasar-Dasar
Ilmu Penyakit Saraf. Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya. 1990: 37 40.
2. Dorland; Kamus Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Edisi 26,
cetakan II, Jakarta 1996.
3. Http://www.yahoo.net/search/cache?/angelfire.com/nc/neurosurgery/Topik.ht
ml
4. Mahar Mardjono, Priguna Sidarta. Neurologi Klinis Dasar, Edisi 5, Penerbit
PT. Dian Rakyat, Jakarta 1992
5. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Edisi ke-3, Jakarta 1999
6. Wijana Nana S.D ; Ilmu Penyakit Mata, Cetakan 6, Penerbit Abadi Tegal,
Jakarta 1993

KATA PENGANTAR

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

10

Syndrome Horners

Dengan rasa syukur dan hati lega, penulis telah selesai menyusun paper ini
guna memenuhi persyaratan Kepanitraan Klinik Senior di Bagian Neurologi Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul Sindroma Horners.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada Dr. Muchtar Nasution, Sp.S atas bimbingan dan arahannya selama
mengikuti Kepanitraan Klinik Senior di Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi Medan serta dalam penyusunan paper ini.
Bahwasanya hasil usaha penyusunan paper ini masih banyak kekurangannya,
tidaklah mengherankan karena keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penlis harapkan guna perbaikan
penyusunan paper lain dikemudian kesempatan.
Harapan penulis semoga paper ini dapat bermanfaat dalam menambah
pengetahuan

serta

dapat

menjadi

arahan

dalam

mengimplementasikan

penatalaksanaan sindroma Horners di masyarakat.

Medan, Januari 2004

Penulis

DAFTAR ISI

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

11

Syndrome Horners

Halaman
Kata Pengantar

Daftar Isi .

ii

Syndrome Horners .

Pendahuluan .

Definisi .

Etiologi .

Patofisiologi dan Gejala Klinis ..

Kesimpulan

Daftar Rujukan ..

11

KKS Neurologi RSPM, FK UMI 2004

David L. Lubis

12

Anda mungkin juga menyukai