Syndrom Horner's
Syndrom Horner's
SYNDROME HORNERS
PENDAHULUAN
Segmen servikal 8 torakal 2 mengatur vasokonstriksi, sekresi keringat dan
piloareksi dari leher dan kepala di sisi homolateral.
Di daerah ini pula (kornu lateralis C8 T2 terletak pusat silio-spinale
(Budge) yang memberikan inervasi simpatik kepada beberapa otot mata polos.
Serabut-serabut praganglioner dari C8 T2 keluar bersama-sama dengan radiks
anterior, kemudian mereka memisahkan diri sebagai rami komunikans alba. Dengan
melalui ganglion servikale inferius, dan ganglion servikale medium akhirnya
sampailah mereka di ganglion servikale superius di mana mereka bersinaps dengan
neuron yang kedua. Serabut-serabut pasca ganglioner dari ganglion servikale
superius membentuk suatu pleksus di sekitar dinding arteri karotis interna dan
eksterna dan dengan demikian memberikan inervasi vaso motorik, sudomotorik, dan
pilomotorik kepada kulit dari leer dan kepala di sisi homolateral.
Ganglion otikum terletak di fosa infratemporalis, di sebelah medial dari
nervus mandibularis, sedikit di bawah foramen ovale.
David L. Lubis
Syndrome Horners
DEFINISI
Sindrom Horners adalah suatu sindrom yang terdiri dari kelainan berupa
masuknya bola mata, ptosis kelopak mata atas, kelopak mata atas sedikit naik,
kontraksi dari pupil, penyempitan dari fissura palpebra, anhidrosis dan warna
kemerahan di sisi wajah yang sakit, disebabkan oleh paralisa saraf-saraf simpatis
servikal.
Sindroma Horners juga disebut dengan Bernards Syndrome, BernardHorners Syndrome dan Horners Ptosis. (2)
David L. Lubis
Syndrome Horners
ETIOLOGI
Sindroma Horners merupakan blefparoptosis akuisita unilateral. Terjadinya
akibat paralisa dari saraf simpatis yang mengurus M. Muller. Biasanya sindroma
Horners ditemukan pada proses lues (sifilis) (1,3)
David L. Lubis
Syndrome Horners
David L. Lubis
Syndrome Horners
Tangan yang terkena menunjukan ciri-ciri claw hand yang ringan, yaitu jari
kelingking dan jari manis menekuk tidak dapat diluruskan secara volunter. Jika bayi
sudah sering membuka matanya maka akan terlihat adanya ptosis ringan sisi tangan
yang abnormal, itulah sebagai sindroma Horner.
Orang dewasa menunjukan syndroma lesi pleksus brakhialis bahwa (Jenis
Dejerine-Klumpke) jelas mirip syndoma Horners pada sisi tangan yang lumpuh.
Kelumpuhan tersebut menimbulkan claw hend
parestesia pada kulit yang menutupi ulnar tangan dan pergelangan tangan.
Pada blokade ganglion stelatum secara tepat akan didapat sindroma Horner
langsuntg setelah xylocain disuntikan. Pada saat itu juga wajah dan leher sisi
ipsilateral menjadi merah, serta mukosa hidung menjadi bengkak sehingga hidung
tersumbat. Dengan blokade ganglion stelatum 3 5 kali dengan interval 3 5 hari
perbaikan yang sempurna dapat diperoleh.
Paralisis lower motor neuron akibat lesi di pleksus dan fasikulus tidak
berbahaya, berbeda dengan kelumpuhan yang terjadi akibat lesi di nervus radialis
dan nervus medianus. Selain data anamnestik dan pemeriksaan sensoris, masih ada
satu gejala penting yang dapat mengungkapkan lokalisasi lesi di pleksus atau
fasikulus yaitu sindroma Horners. Sindrom ini terdapat miosis, enoftalmus, ptosis
dan anhidrosis hemifasialis. Yang hampir selamanya dijumpai ialah ptosis, miosis,
dan anhidrosis hemifasialis.
David L. Lubis
Syndrome Horners
David L. Lubis
Syndrome Horners
pada malam hari karena capai, sembuh keesokan harinya, kemudian menetap; (2)
syndrome Hoerners
(6)
Miosis adalah suatu keadaan dimana garis tengah pupil kurang dari 2 mm.
Dimana ukuran normal garis tengah pupil tersebut adalah antara 4 5 mm pada
penerangan sedang. Pupil sangat peka terhadap rangsangan cahaya dengan
persarafan afferent nervus kranialis II sedangkan efferentnya nervus kranialis III.
Sehingga mengecil bila cahaya datang (miosis) dam membesar bila tidak ada atau
sangat sedikit sekali cahaya (remang-remang), keadaan ini disebut dengan midriasis
yaitu diameter pupil lebih dari 5 mm.
Enoftalmus, merupakan dimana bola mata letaknya lebih ke dalam, di dalam
ruang orbita. Penyebabanya antara lain: (1) kelainan kongenital, (2) lanjut umur,
karena berkurangnya jaringan lemak di orbita, (3) fraktur dari salah satu dinding
orbita terutam dasar orbita, dimana bola mata dapat masuk ke dalam sinus
maksilaris, (4) enoftalmus pada orang berumur dibawah 25 tahun, merupakan bagian
dari sindroma Horners yang terdiri dari ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis. (6)
Anhidrosis merupakan suatu gejala karena kuman lues menyerang sistem
persarafan, sehingga produksi minyak terhambat atau kurangnya produksi minyak
disebabkan oleh proses yang abnormal dikarenakan oleh kuman lues tersebut.
Gejala-gejala miosis, ptosis dan anhidrosis yang merupakan manifestasi
blokade aktivitas simpatik dikenal sebagai sidroma Horners.
David L. Lubis
Syndrome Horners
KESIMPULAN
Johann Friedrich Horner, menemukan kelainan dan gejala klinis pada
seseorang yang terkena infeksi kuman sifilis (lues/raja singa) Treponema pallidum,
yaitu, adanya ptosis, miosis, enoftalmus dan anhidrosis pada orang tersebut. Olehnya
kelainan tersebut dinamakan sindroma Horner, Bernard sydrome atau BernardHoerners syndrome dan Hoerners ptosis.
Hal ini semua terjadi disebabkan oleh karena terjadinya proses di tulang
belakang pada servikal VIII thorakal I. Di sini ada saraf simpatis yang berpengaruh
ptosis.
Kuman sifilis mencapai sistem kardiovaskuler dan sistem saraf pada waktu
dini, tetapi kerusakan terjadi perlahan-lahan sehingga memerlukan waktu bertahuntahun untuk menimbulkan gejala klinis.
Prinsif penatalaksanaan sindroma Horner adalah dengan luetika yaitu
Penisilin dan antibiotika yang sensitif lainnya. Pengobatan dimulai sedini mungkin,
makin dini hasilnya makin baik. Pada sifilis laten terapi bermaksud mencegah proses
David L. Lubis
Syndrome Horners
David L. Lubis
Syndrome Horners
DAFTAR RUJUKAN
1. Prof. Dr. I. Gusti Ng. Gd. Ngoerah. Nervi Kranialis. Dalam: Dasar-Dasar
Ilmu Penyakit Saraf. Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya. 1990: 37 40.
2. Dorland; Kamus Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Edisi 26,
cetakan II, Jakarta 1996.
3. Http://www.yahoo.net/search/cache?/angelfire.com/nc/neurosurgery/Topik.ht
ml
4. Mahar Mardjono, Priguna Sidarta. Neurologi Klinis Dasar, Edisi 5, Penerbit
PT. Dian Rakyat, Jakarta 1992
5. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, Edisi ke-3, Jakarta 1999
6. Wijana Nana S.D ; Ilmu Penyakit Mata, Cetakan 6, Penerbit Abadi Tegal,
Jakarta 1993
KATA PENGANTAR
David L. Lubis
10
Syndrome Horners
Dengan rasa syukur dan hati lega, penulis telah selesai menyusun paper ini
guna memenuhi persyaratan Kepanitraan Klinik Senior di Bagian Neurologi Rumah
Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan dengan judul Sindroma Horners.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada Dr. Muchtar Nasution, Sp.S atas bimbingan dan arahannya selama
mengikuti Kepanitraan Klinik Senior di Bagian Neurologi Rumah Sakit Umum Dr.
Pirngadi Medan serta dalam penyusunan paper ini.
Bahwasanya hasil usaha penyusunan paper ini masih banyak kekurangannya,
tidaklah mengherankan karena keterbatasan pengetahuan yang ada pada penulis.
Kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penlis harapkan guna perbaikan
penyusunan paper lain dikemudian kesempatan.
Harapan penulis semoga paper ini dapat bermanfaat dalam menambah
pengetahuan
serta
dapat
menjadi
arahan
dalam
mengimplementasikan
Penulis
DAFTAR ISI
David L. Lubis
11
Syndrome Horners
Halaman
Kata Pengantar
Daftar Isi .
ii
Syndrome Horners .
Pendahuluan .
Definisi .
Etiologi .
Kesimpulan
Daftar Rujukan ..
11
David L. Lubis
12