Anda di halaman 1dari 15

A.

Pendahuluan Filsafat dan Idealisme

FILSAFAT dan filosof berasal dari kata Yunani philosophia


dan philosophos. Menurut bentuk kata, seorang philosphos
adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain
mengatakan bahwa filsafat adalah cinta akan kebenaran.
Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan hidup. Dalam
dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat
besar. Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup iku
menentukan arah dan tujuan proses pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan mempunyai hubungan
yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya
merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari keadaan
sebelumnya.
Kata idealis dalam filsafat mempunyai arti yang sangat berbeda
dari artinya dalam bahasa sehari-hari. Secara umum kata
idealis berarti: (1) seorang yang menerima ukuran moral yang
tinggi, estetika dan agama serta menghayatinya; (2) orang yang
dapat melukiskan dan menganjurkan suatu rencana atau
program yang belum ada. Tiap pembaharu sosial adalah
seorang idealis dalam arti kedua ini, karena ia menyokong
sesuatu yang belum ada. Mereka yang berusaha mencapai
perdamaian yang abadi atau memusnahkan kemiskinan juga
dapat dinamakan idealis dalam arti ini. Kata idealis dapat

dipakai sebagai pujian atau olok-olok. Seorang yang


memperjuangkan tujuan-tujuan yang dipandang orang lain
tidak mungkin dicapai, atau seorang yang menganggap sepi
fakta-fakta dan kondisi-kondisi suatu situasi, sering dinamakan
idealis.
Arti falsafi dari kata idealisme ditentukan lebih banyak oleh
arti biasa dari kata ide daripada kata ideal. W.F. Hocking,
seorang idealis mengatakan bahwa kata-kata idea-isme adalah
lebih tepat dari pada idealisme. Dengan ringkas idealisme
mengatakan bahwa realitas terdiri atas ide-ide, fikiran-fikiran,
akal (mind) atau jiwa (selves) dan bukan benda material dan
kekuatan. Idealisme menekankan mind seagai hal yang lebih
dahulu daripada materi.
Jika materialisme mengatakan bahwa materi adalah riil dan
akal (mind) adalah fenomena yang menyertainya, maka
idealisme mengatakan bahwa akal itulah yang riil dan materi
adalah produk sampingan. Dengan begitu maka idealisme
mengandung pengingkaran bahwa dunia ini pada dasarnya
adalah sebuah mesin besar dan harus ditafsirkan sebagai
materi, mekanisme atau kekuatan saja.
Idealisme adalah suatu pandangan dunia atau metafisik yang
mengatakan bahwa realitas dasar terdiri atas, atau sangat erat
hubungannya dengan ide, fikiran atau jiwa. Dunia mempunyai
arti yang berlainan dari apa yang tampak pada permukannya.
Dunia difahami dan ditafsirkan oleh penyelidikan tentang
hukum-hukum fikiran dan kesadaran, dan tidak hanya oleh
metoda ilmu obyektif semata-mata.
Oleh karena alam mempunyai arti dan maksud, yang di antara
aspek-aspeknya adalah perkembangan manusia, maka seorang
idealis bependapat bahwa terdapat suatu harmoni yang dalam
antara manusia dan alam. Apa yang tertinggi dalam jiwa juga
merupakan yang terdalam dalam alam. Manusia merasa berada

di rumahnya dalam alam; ia bukan orang asing atau makhluk


ciptaan nasib, oleh karena alam ini adalah suatu sistem yang
logis dan spiritual, dan hal itu tercermin dalam usaha manusia
untuk mencari kehidupan yang baik. Jiwa (self) bukannya
satuan yang terasing atau tidak riil, ia adalah bagian yang
sebenarnya dari proses alam. Proses ini dalam tingkat yang
tinggi menunjukkan dirinya sebagai aktivitas, akal, jiwa atau
perorangan. Manusia sebagai suatu bagian dari alam
menunjukkan struktur alam dalam kehidupannya sendiri.
Natur atau alam yang obyektif adalah riil dalam arti bahwa ada
dan menuntut perhatian dari dan penyesuaian diri dari manusia.
Meskipun begitu, alam tidak dapat berdiri sendiri, karena alam
yang obyektif bergantung, sampai batas tertentu, kepada mind
(jiwa, akal). Kaum idealis percaya bahwa manifestasi alam
yang lebih kemudian dan lebih tinggi adalah lebih penting
dalam menunjukkan sifat-sifat prosesnya daripada menifestasi
yang lebih dahulu dan lebih rendah.
Kaum idealis dapat mengizinkan ahli-ahli sains dan fisika
untuk mengatakan apakah materi itu, dengan syarat mereka
tidak berusaha menciutkan segala yang ada dalam alam ini
kepada kategori tersebut. Mereka juga bersedia mendengarkan
ahli-ahli biologi untuk melukiskan kehidupan dan prosesprosesnya, dengan syarat bahwa mereka tidak menciutkan
tingkat-tingkat (level) lainnya kepada tingkat biologi atau
sosiologi.
Kaum idealis menekankan kesatuan organik dari proses dunia.
Keseluruhan dan bagian-bagiannya tidak dapat dipisahkan
kecuali dengan menggunakan abstraksi yang membahayakan,
yakni yang memusatkan perhatian terhadap aspek-aspek
tertentu dari benda dengan mengesampingkan aspek-aspek lain
yang sama pentingnya. Menurut sebagian dari kelompok
idealis, terdapat kesatuan yang dalam, suatu rangkaian

tingkatan yang mengungkapkan, dari materi, melalui bentuk


tumbuh-tumbuhan kemudian melalui binatang-binatang hingga
sampai kepada manusia, akal dan jiwa. Dengan begitu maka
prinsip idealisme yang pokok adalah kesatuan organik. Kaum
idealis condong untuk menekankan teori koherensi atau
konsistensi dari percobaan kebenaran, 20
yakni suatu putusan (judgment) dipandang benar jika ia sesuai
dengan putusan-putusan lain yang telah diterima sebagai yang
benar.
Dalam pendidikan diperlukan bidang filsafat pendidikan.
Filsafat pendidikan sendiri adalah ilmu yang mempelajari dan
berusaha mengadakan penyelesaian terhadap masalah-masalah
pendidikan yang bersifat filosofis. Jadi jika ada masalah atas
pertanyaan-pertanyaan soal pendidikan yang bersifat filosofis,
wewenang filsafat pendidikanlah untuk menjawab dan
menyelesaikannya.
Secara filosofis, pendidikan adalah hasil dari peradaban suatu
bangsa yang terus menerus dikembangkan berdasarkan cita-cita
dan tujuan filsafat serta pandangan hidupnya, sehingga menjadi
suatu kenyataan yang melembaga di dalam masyarakatnya.
Dengan demikian, muncullah filsafat pendidikan yang menjadi
dasar bagaimana suatu bangsa itu berpikir, berperasaan, dan
berkelakuan yang menentukan bentuk sikap hidupnya. Adapun
proses pendidikan dilakukan secara terus menerus dilakukan
dari generasi ke generasi secara sadar dan penuh keinsafan.
Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran sesorang atau beberapa
ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Dalam
memecahkan suatu masalah terdapat pebedaan di dalam
penggunaan cara pendekatan, hal ini melahirkan kesimpulan-

kesimpulan yang berbeda pula, walaupun masalah yang


dihadapi sama. Perbedaan ini dapat disebabkan pula oleh
factor-faktor lain seperti latar belakangpribadi para ahli
tersebut, pengaruh zaman, kondisi dan alam pikiran manusia di
suatu tempat.

theistik meliputi segala macam aliran agama yang paling tidak


terdiri dari empat besar agama di dunia ini, dengan segala
variasi sekte-sekte agama masing-masing. Sedangkan filsafat
pendidikan social politik terdiri dari humanisme, nasionalisme,
sekulerisme, dan sosialisme.

Ajaran filsafat yang berbeda-beda tersebut, oleh para peneliti


disusun dalam suatu sistematika dengan kategori tertentu,
sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir
apa yang disebut aliran (sistem) suatu filsafat. Tetapi karena
cara dan dasar yang dijadikan criteria dalam menetapkan
klasifikasi tersebut berbeda-beda, maka klasifikasi tersebut
berbeda-beda pula.

Buku kecil ini hanya membahas masalah aliran idealisme,


untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Filsafat Pendidikan.
Makalah terdiri dari pengertian idealisme secara filsafat;
idealisme menurut aliran filsafat pendidikan; dan tokoh-tokoh
yang beraliran idealisme.

Seorang ahli bernama Brubacher membedakan aliran-aliran


filsafat pendidikan sebagai: pragmatis-naturalis;
rekonstruksionisme; romantis naturalis; eksistensialisme;
idealisme; realisme; rasional humanisme; scholastic realisme;
fasisme; komunisme; dan demokrasi. Pengklasifikasian yang
dilakukan oleh Brubracher sangat teliti, hal ini dilakukan untuk
menghindari adanya overlapping dari masing-masing aliran.

1.

Sebagian ahli mengklasifikasikan aliran filsafat pendidikan ke


dalam tiga kategori. Yaitu, kategori filsafat pendidikan
akademik skolastik, kategori filsafat religious theistic, dan
kategori filsafat pendidikan social politik. Filsafat pendidikan
akademik skolastik meliputi dua kelompok yang tradisonal
meliputi aliran perenialisme, esensialisme, idealisme, dan
realisme,
dan
progresif
meliputi
progresivisme,
rekonstruksionisme, dan eksistensialisme. Filsafat religious

B. Tokoh Idealisme
Plato (427-374 SM)

Plato adalah murid Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu


aliran ilmu filsafat yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita
adalah gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan
jiwa terletak di antara gambaran asli (cita) dengan bayangan
dunia yang ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa
dan cita melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran
ini memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan
serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan
idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis
mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat
menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi
setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing
dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki

kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup


dapat menduduki posisi yang tinggi,
selanjutnya
berurutan
ke
bawah.
Misalnya, dari atas ke bawah, dimulai
dari raja, filosof, perwira, prajurit sampai
kepada pekerja dan budak. Yang
menduduki urutan paling atas adalah
mereka yang telah bertahun-tahun
mengalami pendidikan dan latihan serta
telah
memperlihatkan
sifat
superioritasnya dalam melawan berbagai
godaan, serta dapat menunjukkan cara
hidup menurut kebenaran tertinggi.
Plato (427374 SM)

Mengenai kebenaran tertinggi, dengan


doktrin yang terkenal dengan istilah ide,
Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan jenisnya satu,
sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Tugas ide adalah
memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi
pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide, ia akan
mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakan
sebagai alat untuk mengukur,
J. G. Fichthe (1762mengklasifikasikan dan menilai
1914 M)
segala sesuatu yang dialami seharihari.

menemui Kant dan menulis Critique of


Relevation pada zaman Kant. Buku itu
dipersembahkannya kepada Kant. Pada
tahun 1810-1812 M ia menjadi rektor
Universitas Berlin.
Filsafatnya disebut Wissenschaftslehre
(ajaran ilmu pengetahuan). Dengan melalui
metoda
deduktif
fichte
mencoba
menerangkan hubungan Aku (Ego) dengan adanya bendabenda (non-Ego). Karena Ego berpikir, mengiakan diri maka
terlahirlah non-Ego (benda-benda). Dengan secara dialektif
(berpikir dengan metoda : tese, anti tese, sintese) Fichte
mencoba menjelaskan adanya benda-benda.
Secara sederhana dialektika Fichte itu dapat diterangkan
sebagai berikut: manusia memandang obyek benda-benda
dengan inderanya. Dalam mengindera obyek tersebut, manusia
berusaha mengetahui yang dihadapinya. Maka berjalanlah
proses intelektualnya untuk membentuk dan mengabstraksikan
obyek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirannya.
Fichter menganjurkan supaya kita memenuhi tugas, dan hanya
demi tugas. Tugaslah yang menjadi pendorong moral. Isi
hukum moral ialah berbuatlah menurut kata hatimu. Bagi
seorang idealis, hukum moral ialah setiap tindakan harus
berupa langkah menuju kesempurnaan spiritual.
3.

2.

J. G. Fichthe (1762-1914 M)

Johann Gottlieb Fichte adalah filosuf Jerman. Ia belajar teologi


di Jena pada tahun 1780-1788 M. Berkenalan dengan filsafat
Kant di Leipzig 1790 M. Berkelana ke Konigsberg untuk

F. W. S. Schelling (1775-1854 M)

Friedrich Wilhem Joseph Schelling telah mencapai kematangan


sebagai filosuf pada waktu itu ia masih amat muda. Pada tahun
1798 M, ketika usianya baru 23 tahun, ia telah menjadi guru
besar di Universitas Jena. Sampai akhir hidupnya pemikirannya
selalu berkembang. Namun, continuitasnya tetap ada. Dia

adalah filosuf idealis Jerman yang telah meletakkan dasar-dasar


pemikiran bagi perkembangan idealisme Hegel. Ia pernah
menjadi kawan Fichte.
Bersama Fishte dan Hegel,
Sheiling adalah idealis Jerman
yang terbesar. Pemikirannya pun
merupakan mata rantai antara
Fishte
dan
hegel.
Fichte
memandang
alam
semesta
sebagai lapangan tugas manusia
dan sebagai basis kebebasan
moral, Schelling membahas
realitas lebih obyektif dan
menyiapkan jalan bagi idealisme
absolute.
Dalam
pandangan
Scheiling, realitas adalah identik
F. W. S. Schelling
dengan gerakan pemikiran yang
(1775-1854 M)
berevolusi secara dialektis. Pada
Schelling, juga pada Hegel, realitas adalah proses rasional
evolusi dunia menuju realisasi berupa suatu ekspresi kebenaran
terakhir. Tujuan proses itu adalah suatu keadaan kesadaran diri
yang sempurna.
4.

G. W. F. Hegel (1770-1031)

George Wilhem Friedrich Hegel lahir pada tahun 1770 M di


Stuttgart. Ini adalah tahun-tahun Revolusi Prancis yang
terkenal itu (1789 M), juga merupakan tahun-tahun
berbunganya kesusasteraan Jerman.. Lessing, Goethe dan
Schiller hidup pada periode ini juga.
Idealisme di Jerman mencapai puncaknya pada masa Hegel.

Ia termasuk salah satu filosuf barat yang menonjol. Inti filsafat


Hegel adalah konsep Geists (roh, spirit), suatu istilah diilami
oleh agamanya. ia berusaha menghubungkan Yang Mutlak itu
dengan Yang Tidak Mutlak. Yang Mutlak itu roh (jiwa),
menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah ia akan
dirinya. Roh itu dalam
intinya
Idea,
artinya:
berpikir.
Idea yang berpikir itu
sebenarnya adalah gerak
yang menimbulkan gerak
lain. Demikianlah proses roh
atau Idea yang disebut
Hegel: Dialektika. Proses itu
berlaku menurut hukum
akal. Sebab itu yang menjadi
aksioma Hegel: apa yang
masuk akal (rasional) itu
sungguh riil, dan apa yang
sungguh itu masuk akal.

G. W. F. Hegel (17701031)
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa aliran idealisme ini aliran
yang mengemukakan bahwa sesuatu hal akan muncul
berangkat dari ide. Ungkapan terkenal dalam aliran ini adalah
segala yang ada hanyalah yang ada sebab yang ada itulah
adalah gambaran atau perwujudan dari alam pikiran (bersifat
tiruan).

B. Aliran Filsafat Idealisme


Tokoh aliran idealisme adalah Plato (427-374 SM), murid
Sokrates. Aliran idealisme merupakan suatu aliran ilmu filsafat
yang mengagungkan jiwa. Menurutnya, cita adalah gambaran
asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak di
antara gambaran asli (cita) dengan bayangan dunia yang
ditangkap oleh panca indera. Pertemuan antara jiwa dan cita
melahirkan suatu angan-angan yaitu dunia idea. Aliran ini
memandang serta menganggap bahwa yang nyata hanyalah
idea. Idea sendiri selalu tetap atau tidak mengalami perubahan
serta penggeseran, yang mengalami gerak tidak dikategorikan
idea.
Keberadaan idea tidak tampak dalam wujud lahiriah, tetapi
gambaran yang asli hanya dapat dipotret oleh jiwa murni. Alam
dalam pandangan idealisme adalah gambaran dari dunia idea,
sebab posisinya tidak menetap. Sedangkan yang dimaksud
dengan idea adalah hakikat murni dan asli. Keberadaannya
sangat absolut dan kesempurnaannya sangat mutlak, tidak bisa
dijangkau oleh material. Pada kenyataannya, idea digambarkan
dengan dunia yang tidak berbentuk demikian jiwa bertempat di
dalam dunia yang tidak bertubuh yang dikatakan dunia idea.
Plato yang memiliki filsafat beraliran idealisme yang realistis
mengemukakan bahwa jalan untuk membentuk masyarakat
menjadi stabil adalah menentukan kedudukan yang pasti bagi

setiap orang dan setiap kelas menurut kapasitas masin-masing


dalam masyarakat sebagai keseluruhan. Mereka yang memiliki
kebajikan dan kebijaksanaan yang cukup dapat menduduki
posisi yang tinggi, selanjutnya berurutan ke bawah. Misalnya,
dari atas ke bawah, dimulai dari raja, filosof, perwira, prajurit
sampai kepada pekerja dan budak. Yang menduduki urutan
paling atas adalah mereka yang telah bertahun-tahun
mengalami pendidikan dan latihan serta telah memperlihatkan
sifat superioritasnya dalam melawan berbagai godaan, serta
dapat menunjukkan cara hidup menurut kebenaran tertinggi.
Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin yang terkenal
dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap
dan jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan.
Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi
contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah menguasai ide,
ia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakan
sebagai
alat
untuk
mengukur,
mengklasifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami
sehari-hari.
Kadangkala dunia idea adalah pekerjaan norahi yang berupa
angan-angan untuk mewujudkan cita-cita yang arealnya
merupakan lapangan metafisis di luar alam yang nyata.
Menurut Berguseon, rohani merupakan sasaran untuk
mewujudkan suatu visi yang lebih jauh jangkauannya, yaitu
intuisi dengan melihat kenyataan bukan sebagai materi yang
beku maupun dunia luar yang tak dapat dikenal, melainkan
dunia daya hidup yang kreatif (Peursen, 1978:36). Aliran

idealisme kenyataannya sangat identik dengan alam dan


lingkungan sehingga melahirkan dua macam realita. Pertama,
yang tampak yaitu apa yang dialami oleh kita selaku makhluk
hidup dalam lingkungan ini seperti ada yang datang dan pergi,
ada yang hidup dan ada yang demikian seterusnya. Kedua,
adalah realitas sejati, yang merupakan sifat yang kekal dan
sempurna (idea), gagasan dan pikiran yang utuh di dalamnya
terdapat nilai-nilai yang murni dan asli, kemudian kemutlakan
dan kesejatian kedudukannya lebih tinggi dari yang tampak,
karena idea merupakan wujud yang hakiki.
Prinsipnya, aliran idealisme mendasari semua yang ada. Yang
nyata di alam ini hanya idea, dunia idea merupakan lapangan
rohani dan bentuknya tidak sama dengan alam nyata seperti
yang tampak dan tergambar. Sedangkan ruangannya tidak
mempunyai batas dan tumpuan yang paling akhir dari idea
adalah arche yang merupakan tempat kembali kesempurnaan
yang disebut dunia idea dengan Tuhan, arche, sifatnya kekal
dan sedikit pun tidak mengalami perubahan.
Inti yang terpenting dari ajaran ini adalah manusia menganggap
roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi dibandingkan
dengan materi bagi kehidupan manusia. Roh itu pada dasarnya
dianggap suatu hakikat yang sebenarnya, sehingga benda atau
materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau sukma. Aliran
idealisme berusaha menerangkan secara alami pikiran yang
keadaannya secara metafisis yang baru berupa gerakan-gerakan
rohaniah dan dimensi gerakan tersebut untuk menemukan
hakikat yang mutlak dan murni pada kehidupan manusia.

Demikian juga hasil adaptasi individu dengan individu lainnya.


Oleh karena itu, adanya hubungan rohani yang akhirnya
membentuk kebudayaan dan peradaban baru (Bakry, 1992:56).
Maka apabila kita menganalisa pelbagai macam pendapat
tentang isi aliran idealisme, yang pada dasarnya membicarakan
tentang alam pikiran rohani yang berupa angan-angan untuk
mewujudkan cita-cita, di mana manusia berpikir bahwa sumber
pengetahuan terletak pada kenyataan rohani sehingga
kepuasaan hanya bisa dicapai dan dirasakan dengan memiliki
nilai-nilai kerohanian yang dalam idealisme disebut dengan
idea.
Memang para filosof ideal memulai sistematika berpikir
mereka dengan pandangan yang fundamental bahwa realitas
yang tertinggi adalah alam pikiran (Ali, 1991:63). Sehingga,
rohani dan sukma merupakan tumpuan bagi pelaksanaan dari
paham ini. Karena itu alam nyata tidak mutlak bagi aliran
idealisme. Namun pada porsinya, para filosof idealisme
mengetengahkan berbagai macam pandangan tentang hakikat
alam yang sebenarnya adalah idea. Idea ini digali dari bentukbentuk di luar benda yang nyata sehingga yang kelihatan apa di
balik nyata dan usaha-usaha yang dilakukan pada dasarnya
adalah untuk mengenal alam raya. Walaupun katakanlah
idealisme dipandang lebih luas dari aliran yang lain karena
pada prinsipnya aliran ini dapat menjangkau hal-ihwal yang
sangat pelik yang kadang-kadang tidak mungkin dapat atau
diubah oleh materi, Sebagaimana Phidom mengetengahkan,
dua prinsip pengenalan dengan memungkinkan alat-alat
inderawi yang difungsikan di sini adalah jiwa atau sukma.

Dengan demikian, dunia pun terbagi dua yaitu dunia nyata


dengan dunia tidak nyata, dunia kelihatan(boraton genos) dan
dunia yang tidak kelihatan (cosmos neotos). Bagian ini menjadi
sasaran studi bagi aliran filsafat idealisme (Van der Viej,
2988:19).

keabadian. Yang keempat,


buah
pikiran
tentang
alam/cosmos, yang kelima,
pandangannya tentang ilmu
pengetahuan (Ali, 1990:28).

Plato dalam mencari jalan melalui teori aplikasi di mana


pengenalan terhadap idea bisa diterapkan pada alam nyata
seperti yang ada di hadapan manusia. Sedangkan pengenalan
alam nyata belum tentu bisa mengetahui apa di balik alam
nyata. Memang kenyataannya sukar membatasi unsur-unsur
yang ada dalam ajaran idealisme khususnya dengan Plato. Ini
disebabkan aliran Platonisme ini bersifat lebih banyak
membahas tentang hakikat sesuatu daripada menampilkannya
dan mencari dalil dan keterangan hakikat itu sendiri. Oleh
karena itu dapat kita katakan bahwa pikiran Plato itu bersifat
dinamis dan tetap berlanjut tanpa akhir. Tetapi betapa pun
adanya buah pikiran Plato itu maka ahli sejarah filsafat tetap
memberikan tempat terhormat bagi sebagian pendapat dan
buah pikirannya yang pokok dan utama.

Idealisme
dengan
penekanannya pada kebenaran
yang
tidak
berubah,
berpengaruh pada pemikiran
kefilsafatan.
Selain
itu,
idealisme
ditumbuh
kembangkan dalam dunia
pemikiran modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Immanuel
Kant (1724-1804), Pascal (1623-1662), J. G. Fichte (17621914 M), dll

Antara lain Betran Russel berkata: Adapun buah pikiran


penting yang dibicarakan oleh filsafat Plato adalah: kota utama
yang merupakan idea yang belum pernah dikenal dan
dikemukakan orang sebelumnya. Yang kedua, pendapatnya
tentang idea yang merupakan buah pikiran utama yang
mencoba memecahkan persoalan-persoalan menyeluruh
persoalan itu yang sampai sekarang belum terpecahkan. Yang
ketiga, pembahasan dan dalil yang dikemukakannya tentang

Jenis-Jenis Idealisme
Terdapat pengelompokkan-pengelompokkan tentang
jenis-jenis idealisme. Berikut akan diuraikan secara singkat
tentang idealisme subyektif, idealisme oyektif, dan
personalisme.

Bertrand Russel

Idealisme Subyektif (Immaterialisme)


Idealisme Subyektif kadang-kadang dinamakan mentalisme
atau fenomenalisme. Seorang idealis subyektif berpendirian
bahwa akal, jiwa dan persepsi-persepsinya atau ide-idenya
merupakan segala yang ada. Obyek pengalaman bukan benda
material, obyek pengalaman adalah peersepsi. Benda-benda
seperti bangunan dan pohon-pohonan itu ada, tetapi hanya ada
dalam akal yang mempersepsikannya. Kaum idealis subyektif
mengatakan bahwa tak mungkin ada benda atau persepsi tanpa
seorang yang mengetahui benda atau persepsi tersebut, subyek
(akal atau si yang tahu) seakan-akan menciptakan obyeknya
(apa yang disebut materi atau benda-benda) bahwa apa yang
riil itu adalah akal yang sadar atau persepsi yang dilakukan
oleh akal tersebut. Mengatakan bahwa suatu benda ada berarti
mengatakan bahwa benda itu dipersepsikan oleh akal.

Idealisme Obyektif
Idealisme Objektif adalah idealisme yang bertitik tolak pada
ide di luar ide manusia. Idealisme objektif ini dikatakan bahwa
akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam susunan
alam. Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam
alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil.
Pandangan filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu
yang bukan materi, yang ada secara abadi di luar manusia,
sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia alam semesta
ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.

Kelompok idealis obyektif modern berpendapat bahwa semua


bagian alam tercakup dalam suatu tertib yang meliputi segala
sesuatu, dan mereka menghubungkan kesatuan tersebut kepada
ide dan maksud-maksud dari suatu akal yang mutlak (absolute
mind).
Kelompok idealis obyektif tidak mengingkari adanya realitas
luar atau realitas obyektif. Mereka percaya bahwa sikap
mereka adalah satu-satunya sifat yang bersifat adil kepada segi
obyektif dari pengalaman, oleh karena mereka menemukan
dalam alam prinsip: tata tertib, akal dan maksud yang sama
seperti yang ditemukan manusia dalam dirinya sendiri.
Terdapat suatu akal yang memiliki maksud di alam ini. Mereka
percaya bahwa hal itu ditemukan bukan sekadar difahami
dalam alam.
Idealisme Personal/ personalisme
Idealisme personal yaitu nilai-nilai perjuangannya untuk
menyempurnakan
dirinya. Personalisme
muncul
sebagai protesterhadap meterialisme mekanik dan idealisme
monistik.
Sebagai suatu kelompok, pengikut aliran idealisme personal
menunjukkan perhatian yang lebih besar kepada etika dan lebih
sedikit kepada logika daripada pengikut idealisme mutlak.

Konsep filsafat menurut aliran idealisme:


a)
metafisika-idealisme: secara absolut kenyataan yang
sebenarnya adalah spiritual dan rohaniah, sedangkan secara

kritis yaitu adanya kenyataan yang bersifat fisik dan rohaniah,


tetapi kenyataan rohaniah yang lebih berperan.
b)
humanologi-idealisme: jiwa dikaruniai kemampuan
berpikir yang dapat menyebabkan adanya kemampuan
memilih.
c)
Epistimologi-idealisme: pengetahuan yang benar
diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali melalui
berpikir. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh
beberapa orang yang mempunyai akal pikiran yang cemerlang.
d) Aksiologi-idealisme: kehidupan manusia diatur oleh
kewajiban-kewajiban moral yang diturunkan dari pendapat
tentang kenyataan atau metafisika.

C. Idealisme dan Filsafat Pendidikan


Aliran

filsafat

idealisme terbukti cukup banyak


memperhatikan masalah-masalah
pendidikan,
sehingga
cukup
berpengaruh terhadap pemikiran
dan praktik pendidikan. William T.
Harris adalah tokoh aliran
pendidikan idealisme yang sangat
berpengaruh di Amerika Serikat.
Bahkan, jumlah tokoh filosof
Amerika
kontemporer
tidak
sebanyak seperti tokoh-tokoh
idealisme yang seangkatan dengan
Herman Harrell Horne (18741946). Herman Harrell Horne
William T. Harris
adalah filosof yang mengajar
filsafat beraliran idealisme lebih dari 33 tahun di Universitas
New York.
Belakangan, muncul pula Michael Demiashkevitch, yang
menulis tentang idealisme dalam pendidikan dengan efek

khusus. Demikian pula B.B. Bogoslovski, dan William E.


Hocking. Kemudian muncul pula Rupert C. Lodge (18881961), profesor di bidang logika dan sejarah filsafat di
Universitas Maitoba. Dua bukunnya yang mencerminkan
kecemerlangan pemikiran Rupert dalam filsafat pendidikan
adalah Philosophy of Education dan studi mengenai pemikirian
Plato di bidang teori pendidikan. Di Italia, Giovanni Gentile
Menteri bidang Instruksi Publik pada Kabinet Mussolini
pertama, keluar dari reformasi pendidikan karena berpegang
pada prinsip-prinsip filsafat idealisme sebagai perlawanan
terhadap dua aliran yang hidup di negara itu sebelumnya, yaitu
positivisme dan naturalisme.
Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Aliran
inilah satu-satunya yang melakukan oposisi secara fundamental
terhadap naturalisme. Pendidikan harus terus eksis sebagai
lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia sebagai
kebutuhan spiritual, dan tidak sekadar kebutuhan alam semata.
Gerakan filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus
mengajarkan tentang kebudayaan manusia dan lembaga
kemanuisaan sebagai ekspresi realitas spiritual.
Para murid yang menikmati pendidikan di masa aliran
idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan, memperoleh
pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara
khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat
penting. Giovanni Gentile pernah mengemukakan, Para guru
tidak boleh berhenti hanya di tengah pengkelasan murid, atau
tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah lakunya.

Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari


anak didik, sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama
para anak didik. Guru jangan hanya membaca beberapa kali
spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan kecil yang
tidak banyak bermakna.
Bagi aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi
tersendiri, sebagai makhluk spiritual. Mereka yang menganut
paham idealisme senantiasa memperlihatkan bahwa apa yang
mereka lakukan merupakan ekspresi dari keyakinannya,
sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk
spiritual. Tentu saja, model pemikiran filsafat idealisme ini
dapat dengan mudah ditransfer ke dalam sistem pengajaran
dalam kelas. Guru yang menganut paham idealisme biasanya
berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan,
mereka tidak melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya
spiritual.
Sejak idealisme sebagai paham filsafat pendidikan menjadi
keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka mulai saat itu
dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola
pendidikan yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari
idealisme. Pengajaran tidak sepenuhnya berpusat dari anak,
atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat, melainkan
berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut
paham idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual,
tujuan untuk masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk individual antara lain bertujuan
agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki kehidupan

yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan


penuh warna, hidup bahagia, mampu menahan berbagai
tekanan hidup, dan pada akhirnya diharapkan mampu
membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah
perlunya persaudaraan sesama manusia. Karena dalam spirit
persaudaraan terkandung suatu pendekatan seseorang kepada
yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya,
namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya
terbingkai dalam hubungan kemanusiaan yang saling penuh
pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan tujuan
secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan
individual dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan
dalam kehidupan yang berkaitan dengan Tuhan.
Pandangan Idealisme terhadap Realitas, Pengetahuan,
Nilai dan Pendidikan
Realitas
Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir
adalah roh, bukan materi dan bukan fisik. Realitas akhir ini
sebenarnya telah ada sejak semula pada jiwa manusia. Hakikat
roh dapat berupa idea atau pikiran. Bagi penganut idealisme
fungsi mental adalah apa yang tampak dalam tingkah laku.
Oleh karena itu jasmani atau badan sebagai materi merupakan
alat jiwa, alat roh, untuk melaksanakan tujuan, keinginan, dan
dorongan jiwa manusia.
Hakikat manusia adalah jiwanya, rohaninya atau sering disebut
dengan mind yang merupakan suatu wujud yang mampu
menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan penggerak
semua tingkah laku manusia. Dengan kata lain mind ini adalah
faktor utama yang menggerakkan semua aktivitas manusia.

Realitas mungkin bersifat personal dan mungkin juga bersifat


personal dan impersonal. Plato mengatakan bahwa jiwa
manusia sebagai roh yang berasal dari ide eksternal dan
sempurna.

Pengetahuan
Idealisme adalah aliran filsafat yang berpendapat bahwa
pengetahuan itu tidak lain daripada kejadian dalam jiwa
manusia, sedangkan kenyataan yang diketahui manusia itu
terletak di luarnya. Dengan kata lain pengetahuan yang
diperoleh melalui indera tidak pasti dan tidak lengkap, karena
dunia adalah tiruan belaka, sifatnya hanya maya (bayangan)
yang menyimpang dari kenyataan sebenarnya.
Menurut Plato Idealisme metafisik percaya bahwa manusia
dapat memperoleh pengetahuan tentang realitas karena realitas
pada hakikatnya adalah spiritual sedangkan jiwa manusia
merupakan bagian dari substansi spiritual tersebut.
Hegel menguraikan konsep Plato tentang teori pengetahuan
dengan mengatakan bahwa pengetahuan dikatakanvalid,
sepanjang sistematis maka pengetahuan tentang realitas adalah
benar dalam arti sistematis.
Jadi pada intinya, pengetahuan tidak diperoleh dari pengalaman
indera melainkan dari konsepsi dalam prinsip-prinsip sebagai
hasil aktivitas jiwa.

Nilai

Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut. Apa yang


dikatakan baik, buruk, cantik, tidak cantik, benar, salah, secara
fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Pada
hakikatnya nilai itu tetap tidak diciptakan oleh manusia
melainkan bagian dari manusia.

Implikasi Filsafat Idealisme dalam Pendidikan

Plato mengatakan bahwa jika manusia tahu apa yang


dikatakannya sebagai hidup baik, maka mereka tidak akan
berbuat hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral.
Plato mengatakan bahwa kehidupan yang baik hanya dapat
terwujud dalam masyarakat yang ideal yang diperintah oleh
The Philosopher Kings yaitu kaum intelektual, para ilmuan
atau para cendikiawan (Sadulloh, 2011: 99). Oleh karena itu
diperlukan banyak lembaga pendidikan untuk melahirkan
pemimpin yang baik

Idealisme sangat concern tentang keberadaan sekolah. Menurut


filsafat idealisme pendidikan harus tetap terus eksis sebagai
lembaga untuk proses pemasyarakatan manusia dalam
memenuhi kebutuhan spiritual dan tidak sekedar kebutuhan
alam semesta.

Pendidikan
Dalam
hubungannya
dengan
pendidikan,
idealisme
memberikan sumbangan yang besar terhadap teori
perkembangan pendidikan, khususnya filsafat pendidikan.
Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat metafisik yang
menekankan pertumbuhan rohani. Kaum idealis percaya bahwa
anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki
pembawaan spiritual sesuai potensialitasnya. Oleh karena itu,
pendidikan harus mengajarkan hubungan antara anak dengan
bagian alam spiritual. Pendidikan harus menekankan kesesuian
batin antara anak dan alam semesta. Pendidikan merupakan
pertumbuhan ke arah tujuan pribadi manusia yang ideal.
Pendidik yang idealisme mewujudkan sedapat mungkin watak
yang terbaik. Pendidik harus memandang anak sebagai tujuan,
bukan sebagai alat.

Aliran filsafat idealisme cukup banyak memperhatikan


masalah-masalah pendidikan, sehingga cukup berpengaruh
terhadap pemikiran dan praktik pendidikan.

Filsafat idealisme pada abad ke-19 secara khusus mengajarkan


tentang kebudayaan manusia dan lembaga kemanusiaan
sebagai ekspresi realitas spiritual. Bagi aliran idealisme, anak
didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai makhluk
spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa
memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan
ekspresi dari keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman
pribadinya sebagai makhluk spiritual.
Berbicara tentang implikasi filsafat idealisme dalam
pendidikan, menurut Uyoh Sadulloh dalamPengantar Filsafat
Pendidikan, mengemukakan implikasinya sebagai berikut:
1.

Pendidik dan Peserta Didik

Guru yang menganut paham idealisme biasanya berkeyakinan


bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak
melihat murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
Selain itu pula, Para pendidik yang idealis lebih menyukai
bentuk-bentuk kurikulum subject-matter, yang menghubungkan
ide-ide dengan konsep dan sebaliknya, konsep dengan ide-ide.

Guru dalam sistem pengajaran yang menganut aliran idealisme


berfungsi sebagai: (1) guru adalah personifikasi dari kenyataan
si anak didik; (2) guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu
pengetahuan daripada siswa; (3) Guru haruslah menguasai
teknik mengajar secara baik; (4) Guru haruslah menjadi pribadi
terbaik, sehingga disegani oleh para murid; (5) Guru menjadi
teman dari para muridnya; (6) Guru harus menjadi pribadi yang
mampu membangkitkan gairah murid untuk belajar; (7) Guru
harus bisa menjadi idola para siswa; (8) Guru harus rajin
beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa menjadi
teladan para siswanya; (9) Guru harus menjadi pribadi yang
komunikatif; (10) Guru harus mampu mengapresiasi terhadap
subjek yang menjadi bahan ajar yang diajarkannya; (11) Tidak
hanya murid, guru pun harus ikut belajar sebagaimana para
siswa belajar; (12) Guru harus merasa bahagia jika anak
muridnya berhasil; (13) Guru haruslah bersikap demokratis dan
mengembangkan demokrasi; (14) Guru harus mampu belajar,
bagaimana pun keadaannya. Selain itu, jika ditinjau dari
kedudukan peserta didik, dalam aliran idealisme siswa bebas
mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya atau
bakatnya.
Kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang beraliran
idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang objektif.
Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang
textbook. Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya
senantiasa aktual.

2.

Tujuan Pendidikan dan Kurikulum

Secara umum pendidikan idealisme merumuskan tujuan


pendidikan sebagai pencapaian manusia yang berkepribadian
mulia dan memiliki taraf kehidupan rohani yang lebih tinggi
dan ideal.
Sedangkan kurikulum yang digunakan dalam pendidikan yang
beraliran idealisme lebih memfokuskan pada isi yang objektif.
Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran
yang textbook, supaya pengetahuan dan pengalamannya
senantiasa aktual. Beberapa tokoh idealisme memandang
bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada landasan idiil
dan organisasi yang kuat. Semua yang ideal baik, yang berisi
manifestasi dari intelek, emosi dan kemauan, ini semua perlu
menjadi sumber kurikulum.
3.

Metode

Metode yang digunakan oleh aliran idealisme adalah metode


dialektik. Metode mengajar dalam pendidikan hendaknya
mendorong siswa untuk memperluas cakrawala mendorong
berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan morak pribadi,
memberikan
keterampilan-keterampilan
berfikir
logis,
memberikan kesempatan menggunakan pengetahuan untuk
masalah-masalah moral dan sosia, miningkatkan minat
terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk
menerima nilai-nilai peradaban manusia.

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka,


Jakarta, 2007.
Edo Segara. Noel J Coulson: Idealism and
Realism;http://edosegara.blogspot.com/2008/04
Http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008
Louis O. Kattsoff : Penerjemah, Soejono Soemargono,
1992. Pengantar Filsafat. Yogyakarta, Tiara Wacana
Power, Edward J. 1982. Philosophy of Education. New
Jersey : Printice Hall Inc. Englewood Cliffs.
Uyoh Sadulloh, 2007. Pengantar Filsafat Pendidikan.
Bandung : Penerbit Alfabeta, Bandung
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai