Anda di halaman 1dari 9

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2008

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keteraturan ekosistem menunjukkan, ekosistem tersebut ada dalam suatu keseimbangan
tertentu. Keseimbangan itu tidaklah bersifat statis, melainkan dinamis. Ia selalu berubah-ubah.
Kadang-kadang perubahan itu besar, kadang-kadang kecil. Perubahan itu terjadi secara
alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia (Soemarwoto, 1983:24).
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam komunitas dapat dengan mudah diamati dan
seringkali perubahan itu merupakan pergantian satu komunitas oleh komunitas lain. Pada
sebidang kebun yang telah dipanen dan ditinggalkan tidak ditanami lagi akan bermunculan
berbagai jenis tumbuhan liar yang membentuk komunitas. Apabila lahan tersebut dibiarkan
cukup lama maka komunitas tumbuhan yang terbentuk dari waktu ke waktu akan mengalami
perubahan komposisi jenis. Proses perubahan dalam komunitas yang berlangsung menuju ke
suatu arah pembentukan menjadi secara teratur disebut suksesi (Jamili dan Muksin, 2003:5).
Pada dasarnya ada komunitas yang statis tetapi pada hakikatnya senantiasa berubah dalam
peredaran waktu. Perubahan itu dikenal dalam jenjang-jenjang; yang pertama tentunya terjadi
karena organisme tumbuh, berinteraksi atau mati. Perubahan lain dalam jangka waktu lebih
lama mengakibatkan perubahan besar pada komposisi dan struktur suksesi ekologik, sebagai
reaksi komunitas perubahan faktor biotik fundamental dan evolusi komunitas (Wirakusumah,
2003:141).
Suksesi merupakan proses perubahan yang berlangsung secara beruntun dari komunitas
tumbuhan pelopor dengan biomassa kecil. Tetapi lahan hidup di kawasan yang gersang dan
kerdil menjadi komunitas belukar dan kemudian menjadi hutan dengan biomassa lebih berat,
setelah kawasan itu cukup subur untuk mendukung kehidupan yang lebih kaya raya serta
anekaragam. Pohon kaya di dalam hutan jauh lebih besar dengan komunitas asalnya yang hanya
terdiri atas jenis tumbuhan herba seperti lumut kerak, lumut daun, paku-pakuan, dan
sebagainya (Soeriatmadja, 1977:56).
Barangkali yang paling kontroversial dari kecenderungan suksesional menyinggung
keanekaragaman, variasi jenis, yang dinyatakan sebagau nisbah jenis-jumlah atau nisbah
luasnya daerah, cenderung meningkat selama tahap-tahap dini dari perkembangan komunitas.
Perilaku komponen kemerataan dari keanekaragaman kurang dikenal dengan baik.
Sementara peningkatan keanekaragaman jenis bersama-sama dengan penurunan dominansi
oleh salah satu jenis atau kelompok kecil jenis (yakni peningkatan pemerataan atau penurunan
redunansi) dapat diterima sebagai kemungkinan umum selama suksesi. Ada pula perubahan
komunitas lainnya yang dapat bekerja berlawanan dengan kecenderungan ini (Odum,
1996:318).
Pengetahuan mengenai suksesi sangat penting untuk diketahui. Sehingga kita dapat mengetahui

seluk beluk mengenai suksesi, macam-macam suksesi, serta bagaimana proses terjadinya
suksesi.
B. Tujuan Praktikum
Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses suksesi alam
dengan lahan garapan.
C. Manfaat Praktikum
Manfaat yang ingin diperoleh dari praktikum ini adalah agar kita dapat mengetahui proses
suksesi alam dengan lahan garapan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan bumi selalu berubah-ubah. Kandungan CO2 dan O2 dalam udara, iklimnya,
gunungnya, flora dan faunanya tidaklah tetap. Dalam skala yang kecil kita lihat pada gunung
Krakatau. Setelah letusannya yang amat dahsyat dalam tahun 1883, kehidupan di pulau itu
dapat dikatakan terhapus. Dari penelitian yang dilakukan secara berulang dalam jangka waktu
panjang, dapatlah diketahui kehidupan kembali lagi. Mula-mula terdapat tumbuhan tingkat
rendah, seperti lumut dan paku-pakuan. Kemudian tumbuhan tingkat tinggi. Proses ini disebut

suksesi (Soemarwoto, 1983:24).


Suatu daerah tidak tetap demikian untuk waktu yang lama. Diawali dengan tumbuhan daerah
itu segera dihuni oleh beragam spesies tumbuhan atau hewan. Organisme-organisme ini
mengubah habitat yang membuatnya sesuai bagi spesies lain menjadi mantap. Masa
pendewasaan perkembangan suatu daerah seringkali mencapai suatu keadaan relatif stabil yang
diberikan sebagai tahapan klimaks. Selama masa perkembangan ini, penghunian suatu daerah
baru, pertama-tama oleh tumbuhan melandasi jalan bagi hewan-hewan untuk tinggal di
dalamnya disebut suksesi. Suksesi adalah suatu cara umum perubahan progresif dalam
komposisi spesies suatu komunitas yang sedang berkembang. Hal ini secara bertahap
disebabkan oleh reaksi biotik dan berlangsung melalui sederetan tahapan dari tahapan pelopor
menuju tahapan klimaks (Michael, 1996:383).
Vegetasi yang dibiarkan demikian saja, menunjukkan kecenderungan untuk berubah ke suatu
arah tertentu. Biasanya dari komunitas yang tidak begitu rumit yang terdiri atas tumbuhtumbuhan kecil menjadi komunitas yang lebih kompleks yang didominasi oleh tumbuhtumbuhan yang lebih besar (atau bagaimanapun menimbulkan kesan adanya kompetisi yang
lebih besar). Perubahan itu bersifat kontinu, tahap-tahap yang dikenal hanya merupakan ruasruas ungkapan vegetasi. Demikian itulah yang disebut suksesi (Polunin, 1960:761).
Proses pengorganisasian sendiri dengan mana ekosistem-ekosistem mengembangkan struktur
dan proses ekologi dari energi yang tersedia disebut suksesi. Suksesi meliputi pengorganisasian
menjadi mantap dan kadang-kadang kembali ke awal (retrogess). Suksesi dipertimbangkan
berakhir apabila suatu pola ke suatu kondisi yang kurang terorganisir memulai melakukan
suksesi lagi. Klimaks adalah merupakan puncak pertumbuhan atau puncak tertinggi yang telah
dicapai (Odum, 1992:456).
Komunitas yang terdiri dari berbagai populasi bersifat dinamis dalam interaksinya yang berarti
dalam ekosistem mengalami perubahan sepanjang masa. Perkembangan ekosistem menuju
kedewasaan dan keseimbangan dikenal sebagai suksesi ekologis atau suksesi. Proses suksesi
berakhir dengan sebuah komunitas atau ekosistem klimaks atau telah tercapai keadaan
seimbang (homeostatis) (Suharno, 1999:184).
Suksesi terjadi sebagai akibat dari modifikasi lingkungan fisik dalam komunitas atau ekosistem.
Proses suksesi akan berakhir dengan pembentukan suatu komunitas atau ekosistem yang
disebut klimaks. Dalam suksesi dikenal suksesi primer dan suksesi sekunder. Perbedaan antara
dua suksesi ini terletak pada kondisi habitat pada awal suksesi terjadi (Jamili dan Muksin,
2003:5).
Apabila perkembangan dimulai di suatu daerah yang sebelumnya belum pernah diduduki oleh
suatu komunitas (seperti misalnya batu yang baru saja muncul atau permukaan pasir, atau
aliran lava), maka prosesnya dikenal sebagai suksesi primer. Apabila perkembangan komunitas
berlangsung dalam daerah yang pernah diduduki komunitas lain (seperti misalnya padang
pertanian yang ditinggalkan atau hutan yang telah ditebang ), prosesnya disebut suksesi
sekunder. Suksesi sekunder biasanya lebih cepat sebab beberapa makhluk atau benih-benihnya
telah hidup dan ada, dan daerah yang sebelumnya telah diduduki itu lebih mau menerima
perkembangan komunitas daripada yang steril. Suksesi primer cenderung mulai pada tahap
produktivitas yang lebih rendah daripada suksesi sekunder (Odum, 1996:322-323).
Menarik untuk diteropong lebih dekat ialah kedudukan dan peran bermacam jenis pionir yang
ternyata begitu penting dalam suksesi primer. Pada dasarnya jenis-jenis itu hidup pada
lingkungan habitat yang sangat gersang. Jenis pionir harus merupakan jenis generalis dengan

relung yang lebar, mampu bertahan terhadap fluktuasi faktor abiotik yang tidak melemah
karena pengaruh kekuatan intrakomunitas (Wirakusumah, 2003:142).
Suksesi sekunder terjadi apabila suatu suksesi normal atau ekosistem alami terganggu /
dirusak. Kebakaran, perladangan, penebangan secara selektif, penggembalaan dan banjir adalah
contoh kegiatan manusia yang menimbulkan gangguan tersebut. Gangguan ini tidak sampai
merusak total tempat tumbuh, sehingga dalam ekosistem tersebut substrat lama dan kehidupan
masih ada. Contoh: kondisi hutan yang terlantar atau tanah garapan yang ditinggalkan. Hal ini
menyebabkan perbedaan suksesi sekunder dan suksesi primer terletak pada kondisi awal
habitatnya. Pada suksesi primer, habitat awal terdiri atas habitat yang sama sekali baru
sehingga tumbuh-tumbuhan yang tumbuh pada tahap awal berasal dari biji dan benih yang
datang dari luar. Sedangkan pada suksesi sekunder, biji dan benih tidak saja berasal dari luar
tetapi juga dari dalam habitat itu sendiri (Arief, 1994:32-33).

BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat


Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 29 Maret 2008 pukul 08.00 10.00 WITA
dan bertempat di halaman belakang Laboratorium Biologi Dasar Universitas Haluoleo.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum suksesi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan kegunaan pada praktikum suksesi
No. Nama Alat Kegunaan
1. Cangkul / Parang Untuk membersihkan lahan
2. Meteran Untuk mengukur luas plot suksesi
Bahan yang digunakan dalam praktikum suksesi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bahan dan kegunaan pada praktikum praktikum suksesi


No. Nama Bahan Kegunaan
1. Tali rafia Untuk membuat plot suksesi
2. Patok kayu Sebagai tiang penyangga dan pembatas dalam plot suksesi
3. Label etiket Untuk memberi tanda atau nomor pada masing-masing plot
4. Buku catatan data Untuk mencatat data awal kondisi lingkungan dan vegetasi pada lahan
yang akan digarap

C. Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum suksesi adalah sebagai berikut :
1. Menetapkan lahan yang akan digarap, kemudian mencatat data awal kondisi lingkungan dan
vegetasi dari lahan tersebut.
2. Membersihkan lahan garapan dengan cangkul dari rumput-rumputan dan tumbuhan yang
hidup pada lahan tersebut.
3. Petak lahan berukuran 2 x 2 m2 dibagi-bagi menjadi petak kecil yang berukuran 30 x 30
cm2 , dengan menggunakan meteran dan dibatasi oleh tali rafia. Selanjutnya membiarkan petak
pengamatan tersebut selama satu minggu.
4. Setelah satu minggu mengamati jenis tumbuhan yang tumbuh pada masing-masing petak 30
x 30 m2 dan mencatat mengenai jumlah dan jenis tumbuhan yang ada.
5. Pengamatan petak percobaan 30 x 30 m2 dilakukan setiap minggu selama 8 minggu.
6. Mencatat perubahan komposisi tumbuhan tersebut dan membandingkan hasil pengamatan
dari setiap minggu.
7. Setelah 8 minggu, menghitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif dan
indeks nilai penting dari kondisi vegetasi sebelum dan sesudah suksesi dengan menggunakan
rumus sebagai berikut:

Jumlah individu
a. Kerapatan (K) =
Luas area sampel
Kerapatan jenis
b. Kerapatan Relatif (KR) = x 100 %
Kerapatan seluruh jenis
Individu yang terdapat dalam plot
c. Frekuensi (F) =
Luas area sampel
Frekuensi Jenis
d. Frekuensi Relatif (FR) = x 100 %

Frekuensi seluruh jenis


e. Indeks Nilai Penting (INP) = KR + FR

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Dari hasil praktikum suksesi diperoleh data sebagai berikut :
1. Tabel Pengamatan Kondisi Lingkungan Vegetasi Sebelum Suksesi
No Nama Spesies Jumlah individu K KR (%) F FR (%) INP
1. Semanggi 506 0,11 70,96 0,001 30,3 101,26
2. Alang-alang 173 0,04 25,8 0,001 30,3 56,1
3. Spesies I 6 0,0013 0,84 0,0007 21,2 22,04
4. Spesies II 16 0,0035 2,29 0,0004 12,1 14,39
5. Mirip putri malu 1 0,00022 0,14 0,0002 6,1 6,24
Total 0,15502 0,0033
2. Tabel Pengamatan Kondisi Lingkungan Vegetasi Sesudah Suksesi
No Nama Spesies Jumlah individu K KR (%) F FR (%) INP
1. Semanggi 218 0,05 71,43 0,001 50 121,43
2. Alang-alang 80 0,02 28,57 0,001 50 78,57
Total 0,07 0,002

B. Pembahasan
Dalam praktikum ini, kita akan mengetahui proses suksesi sekunder pada lahan garapan
dengan kurun waktu pengamatan sangat pendek. Sebelum lahan dibersihkan, terdapat lima
macam spesies, yaitu semanggi, alang-alang, spesies I, spesies II dan tumbuhan yang mirip
putri malu. Dari kelima spesies tersebut, tumbuhan semanggi paling mendominasi dengan
jumlah sebanyak 506 individu.
Setelah dibiarkan selama satu minggu, ternyata tumbuhan yang pertama kali tumbuh adalah
semanggi. Ini menunjukkan bahwa semanggi bertindak sebagai tumbuhan perintis (pionir).
Setelah itu baru kemudian tumbuh alang-alang. Setelah 8 minggu, kita dapat mengamati bahwa
telah terjadi suksesi pada lahan garapan, yang ditandai dengan terbentuknya komunitas baru.
Komunitas baru yang terbentuk ini terdiri dari 2 macam spesies, yaitu semanggi dan alangalang. Komunitas ini berbeda dengan komunitas awal yang terdiri dari 5 jenis spesies. Dari
komunitas awal, jenis spesies yang kembali tumbuh pada komunitas baru adalah semanggi dan
alang-alang. Sedangkan spesies I, spesies II dan tumbuhan yang mirip putri malu tidak tumbuh
lagi.
Semanggi dan alang-alang yang tumbuh pada komunitas baru merupakan jenis tumbuhan yang
berasal dari komunitas awal. Ini menunjukkan bahwa suksesi yang terjadi pada lahan garapan
adalah suksesi sekunder, yaitu suksesi yang terjadi jika suatu komunitas baru muncul dan
berkembang pada habitat yang pernah ditumbuhi oleh komunitas lain. Selain itu, bibit atau
benih semanggi dan alang-alang yang tumbuh pada komunitas baru berasal dari habitat awal
lahan tersebut.
Selanjutnya kita akan membahas mengenai Indeks Nilai Penting (INP) dari komunitas baru
yang tumbuh akibat proses suksesi sekunder. INP disini berkaitan erat dengan kerapatan relatif
dan frekuensi relatif dari vegetasi semanggi dan alang-alang. Pertama kita lihat data kondisi
vegetasi sebelum terjadi suksesi. Dari hasil pengamatan, kita dapat melihat bahwa tumbuhan
semanggi memiliki INP yang paling tinggi dibanding tumbuhan yang lain, yaitu sebesar 101,26
%. Begitu juga pada data kondisi vegetasi setelah terjadi suksesi. Semanggi memiliki INP yang

lebih tinggi dibanding dengan alang-alang, yaitu sebesar 121,43 %. Sedangkan INP alang-alang
hanya sebesar 78,57 %.
Dari data di atas, kita dapat melihat bahwa tumbuhan semanggi memiliki tingkat kerapatan dan
frekuensi yang relatif lebih tinggi dibanding spesies yang lain, baik sebelum suksesi maupun
sesudah suksesi. Tumbuhan semanggi bersifat dominan atau mendominasi pada lahan tersebut,
sehingga memiliki frekuensi jumlah individu yang relatif lebih tinggi dibanding spesies lain.
Semanggi juga memiliki tingkat kerapatan populasi yang relatif tinggi dibanding spesies lain.
Setelah terjadi suksesi dan terbentuk komunitas baru, semanggi tumbuh kembali dan
mendominasi pada komunitas baru dengan jumlah individu sebanyak 218 individu. Sedangkan
spesies lainnya, yaitu alang-alang hanya terdiri dari 80 individu. Dengan demikian, semanggi
memiliki INP yang lebih tinggi dibandingkan alang-alang, yaitu sebesar 121,43 %. Sedangkan
INP alang-alang hanya 78,57 %.
Hal ini menunjukkan bahwa semanggi kembali mendominasi pada komunitas baru. Selain itu,
semanggi juga merupakan tumbuhan perintis (pionir) yang pertama kali tumbuh pada lahan
tersebut. Sehingga lama kelamaan jumlahnya semakin bertambah dari minggu ke minggu.
Semanggi dan alang-alang dapat tumbuh kembali karena mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan baru. Sedangkan spesies lainnya yang tumbuh pada komunitas awal tidak dapat
tumbuh kembali karena tidak mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang baru.

BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil pengamatan pada praktikum ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Suksesi adalah proses pembentukan komunitas baru yang berlangsung menuju ke arah
pembentukan yang teratur.
2. Suksesi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu suksesi primer dan suksesi sekunder. Suksesi
primer terjadi jika komunitas baru terbentuk pada daerah yang belum pernah ditempati oleh
suatu komunitas. Sedangkan jika komunitas baru terbentuk pada daerah yang pernah ditempati
oleh komunitas lain, maka disebut suksesi sekunder.

3. Pada praktikum ini, setelah terjadi suksesi, semanggi memiliki INP yang paling tinggi, yaitu
sebesar 121,43 %. Sedangkan INP alang-alang hanya sebesar 78,57 %. Ini menunjukkan bahwa
semanggi memiliki tingkat kerapatan dan frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan alang-alang.
B. Saran
Saran yang dapat kami ajukan dalam pelaksanaan praktikum interaksi suksesi adalah agar para
asisten dapat memberikan penjelasan yang benar-benar rinci mengenai pembuatan laporan
praktikum, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A., 1994, Hutan : Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan, Yayasan Obor
Indonesia, Jakarta.
Jamili, Muksin, 2003, Penuntun Praktikum Dasar-dasar Ekologi, FMIPA Unhalu, Kendari.
Michael, P., 1996, Metode Ekologi Untuk Penyelidikan Ladang dan Laboratorium, UI Press,
Jakarta.
Odum, H. T., 1992, Ekologi Sistem Suatu Pengantar, UGM Press, Yogyakarta.
Odum, E. P., 1996, Dasar-dasar Ekologi Edisi Ketiga, UGM Press, Yogyakarta.
Polunin, M., 1960, Pengantar Geografi dan Beberapa Ilmu Serumpun, UGM Press, Yogyakarta.
Soemarwoto, O., 1983, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Djambatan, Jakarta.
Soeriatmadja, R. E., 1977, Ilmu Lingkungan, ITB, Bandung.
Suharno, 1999, Biologi, Erlangga, Jakarta.
Wirakusumah, S., 2003, Dasar-dasar Ekologi :Menopang Pengetahuan Ilmu-ilmu Lingkungan,
UI Press, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai