Anda di halaman 1dari 11

LUNTURNYA NILAI-NILAI PANCASILA DALAM MASYARAKAT

INDONESIA

DISUSUN OLEH:
TESSALONICA NADINE
1570750023

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA


HUBUNGAN INTERNASIONAL
JAKARTA
2015

PENDAHULUAN
Ancaman dari derasnya arus globalisasi terhadap suatu ideologi suatu bangsa tidak bisa
dipandang sebelah mata. Banyaknya informasi yang dengan mudahnya masuk dan diketahui oleh
siapapun di dunia ini termasuk Indonesia, secara tidak langsung akan merubah pola pikir
masyarakat itu sendiri dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini dikhawatirkan akan
menyebabkan masyarakat Indonesia melupakan siapa dirinya sesungguhnya, yaitu warga
negara Indonesia yang berdasarkan kepada Pancasila. Bisa dibayangkan apabila kita sebagai
warga negara Indonesia, akan tetapi kita tidak memiliki ciri khusus dan jati diri sebagai orang
Indonesia.
Pancasila sebagai dasar negara dan ciri-ciri negara Indonesia adalah suatu patokan dan
acuan bangsa Indonesia dalam menjalankan seluruh aspek kehidupan. Seluruh nilai-nilai yang
terkandung dalam setiap butir poin Pancasila, dari sila pertama sampai sila kelima sejatinya
adalah suatu nilai luhur yang apabila diimplementasikan kedalam kehidupan akan membawa
bangsa Indonesia ini menuju negara yang maju dan sejahtera. Sebagai contoh, apabila sila
pertama berhasil diimplemantasikan sepenuhnya, dapat dipastikan tidak akan ada lagi
sentimisme, diskriminasi, dan pembatasan dalam beragama di Indonesia. Hal ini sesuai dengan
bunyi dari sila pertama tersebut yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa , sila ini berarti bahwa kita

sebagai warga negara harus menghormati setiap agama atau kepercayaan yang ada di Indonesia
ini. Tidak membedakan setiap warga negara Indonesia sendiri atau warga negara lain hanya
karena berbeda kepercayaan, menghormati agama apapun untuk menjalankan ibadah, dan yang
terpenting adalah tidak adanya pemaksaan untuk menganut suatu agama tertentu. Namun,
sudahkah semua poin dari Pancasila berhasil diimplementasikan kedalam kehidupan? Atau
bahkan nilai-nilai dari Pancasila itu sendiri justru menjadi luntur karena derasnya arus
globalisasi?

ISI
Di era globalisasi ini banyak nilai-nilai Pancasila yang begitu penting telah tergeser oleh
nilai-nilai dan pola pikir kebaratan yang tidak sesuai dengan budaya Indonesia yang ketimuran.
Hal berakibat adanya krisis moral yang terjadi pada bangsa Indonesia di berbagai lapisan
masyarakat, mulai dari para elite-elite politik hingga individu-individu. Selain itu hal ini
merupakan ancaman bagi bangsa Indonesia untuk menjaga nilai-nilai Pancasila agar tidak
tenggelam dengan selalu mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Tindakan kriminal seperti pengeboman, pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, korupsi,
kolusi, dan nepotisme sudah menjadi masalah yang sering terjadi. Hal ini terjadi karena manusia
telah melupakan hakekatnya sebagai makhluk yang paling memiliki akal dibanding mahluk
hidup lainnya. Sifat dasar manusia yang serakah dan selalu ingin mendapatkan lebih adalah salah
satu hal penyebabnya. Dari situlah awal mula masalah tersebut muncul. Saya yakin bahwa selain
faktor-faktor yang bersifat internal seperti yang diatas, ada peran dari faktor-faktor eksternal
yang ikut menggeser dan melunturkan nilai-nilai Pancasila, sebagai contoh adalah kehadiran
internet. Di dalam internet terdapat berbagai macam informasi yang kita butuhkan apabila kita
adalah seorang akademisi, akan tetapi di dalam internet pula banyak hal-hal negatif yang apabila
kita tidak menjaga diri kita dari pengaruh buruk internet, maka akan terjadi suatu penurunan

moral karena kita tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sehingga pada
akhirnya masyarakat luas akan semakin melupakan jati dirinya sebagai warga Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan bukan tidak mungkin apabila kita tidak menjaga diri kita dari
ancaman lunturnya nilai-nilai Pancasila di masyarakat, kita akan menjadi negara tanpa ciri-ciri
khusus yang menunjukkan kita sebagai seorang warga negara Indonesia.
Bangsa Indonesia bertekad mengimplementasikan Pancasila untuk mewujudkan
kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Anak kalimat
memajukan kesejahteraan umum dan mewujudkan keadilan sosial dalam Pembukaan UUD
1945, merupakan amanat bagi bangsa Indonesia dalam membangun perekonomian nasional guna
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa Indonesia harus
cerdas untuk mengolah sumber daya nasionalnya serta mengakses semua kemajuan dunia agar
mampu menciptakan kesejahteraan umum yang terus berkembang ke arah kemajuan. Usaha
menyejahterakan dan mencerdaskan bangsa haruslah dilandasi lima faktor yakni : (1) Bebasnya
bangsa Indonesia dari segala bentuk penjajahan, termasuk penjajahan ekonomi. (2) Secara politik
dan keamanan nasional, bangsa Indonesia harus dilindungi dari segala bentuk gangguan dan
ancaman. (3) Kecerdasan kehidupan bangsa, baik individu maupun masyarakat harus terwujud.
(4) Aktivitas bangsa untuk ikut serta menciptakan perdamaian dan ketertiban dunia. (5)
Mengimplementasikan konsep, prinsip dan nilai Pancasila, sehingga keadilan sosial dapat
terwujud.

1.

Hilangnya manusia yang ber- Ketuhanan Yang Maha Esa


Dalam pemberitaan di berbagai media akhir-akhir ini kita sering dilihatkan dan

dihadapkan kepada fakta bahwa banyak terjadi aksi-aksi anarkis yang ditujukan kepada suatu
kelompok agama tertentu yang diduga dilakukan oleh suatu ormas keagamaan tertentu. Ini
adalah adalah satu contoh dan bukti dari belum terwujudnya nilai-nilai sila pertama yang
menjunjung kebebasan beragama bagi setiap warga Indonesia. Tindakan anarkis yang
mengatasnamakan suatu agama tertentu dijadikan tameng untuk melawan aparat hukum dan
mengahakimi suatu agama tertentu. Masyarakat Indonesia saat ini yang sudah berlabel modern
sepertinya tidak lagi memakai cara pandang dari sisi keagamaan dengan benar. Masyarakat

Indonesia saat ini yang sudah dikenal pintar sepertinya sudah tidak lagi memandang sila pertama
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai salah satu acuan dalam menjalani kehidupan
beragama di Indonesia melainkan hanya sebuah hafalan saat sekolah.
Nilai-nilai kegamaan yang bersumber langsung dari Tuhan sejatinya adalah suatu
kebenaran yang harus ditaati oleh setiap orang yang beragama dan dijadikan suatu batas dan
pengingat saat melakukan suatu tindakan agar tidak melenceng dari norma dan nilai kebenaran.
Namun fakta yang sering dihadapkan kepada kita banyak yang memperlihatkan betapa rusaknya
moral masyarakat Indonesia saat ini. Bahkan lunturnya nilai-nilai dari sila pertama ini sudah
sampai kepada urusan pemerintahan dan ketatanegaraan. Aksi-aksi KKN sepertinya sudah
mendarah daging dan menjadi hal yang lumrah bagi para elite-elite politik, baik ditingkat
terendah seperti desa hingga ke tingkat yang paling tinggi seperti jajaran wakil rakyat (DPR) dan
pejabat-pejabat negeri. Hal ini tentu saja tidak akan terjadi apabila para pelaku KKN tersebut
memiliki kesadaran dan modal yang berlandaskan kepada nilai-nilai keagamaan dan keimanan
yang terkandung dalam sila pertama. Sebagai perbandingan, kita bisa melihat saat di era Orde
Baru dimana pada saat itu masyarakat Indonesia bisa dengan tenang beragama selama apa yang
mereka lakukan tidak mengganggu kenyamanan umum. Selain itu saat penentuan Hilal sebagai
acuan umat Islam dalam menentukan Hari Raya Idul Fitri, tidak banyak perdebatan dan
pertentangan antara kelompok Islam tertentu (NU, Muhammadiyah dll), hal ini membuktikan
bahwa hari demi hari sejak Orde Baru hingga pasca Reformasi sekarang, nilai-nilai dari
Pancasila semakin ditinggalkan.
Lunturnya nilai-nilai yang terkandung dalam sila pertama ini diperparah dengan adanya
globalisasi yang hari demi hari semakin tidak ter-filter antara yang baik dan buruk. Misalnya
saja, makin banyaknya tontonan di televisi yang mengajarkan kita kepada suatu sifat Hedonisme
yang suka berfoya-foya dan berhura-hura, makin banyaknya tayangan televisi yang mengumbar
bagian tubuh wanita dengan bebasnya, makin banyaknya acara televisi yang mengajarkan kita
kepada suatu pola hidup yang sangat tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia. Baik secara
langsung atau tidak langsung, efek buruk yang dihasilkan dari contoh tersebut akan
memengaruhi pola pikir masyarakat Indonesia agar berperilaku seperti apa yang ada di televisi
tersebut. Efek buruk dari contoh diatas terbukti dengan meningkatnya aksi seks bebas yang
dilakukan oleh para remaja dengan rentangan umur 15-23 tahun, meningkatnya pemakai

Narkoba di Indonesia yang didominasi oleh para remaja, dan meningkatnya aksi-aksi
kriminalitas yang disebabkan pelaku merasa terprovokasi oleh apa yang ia lihat di televisi.
Kemajuan teknologi sejatinya bisa memberikan kemudahan dan peningkatan mutu
kehidupan siapapun yang menggunakan kemajuan teknologi tersebut, akan tetapi kemajuan
teknologi ini pula yang bisa membawa manusia pada umumnya dan masyarakat Indonesia pada
khususnya lupa akan jati dirinya yang harus berpegang teguh atas nilai-nilai sila pertama, yaitu
sebagai mahluk yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.

2.

Langkanya Kemanusiaan yang adil dan beradab


Nilai-nilai yang terkandung dalam sila kedua ini saya jabarkan sebagai berikut :

a.

Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama

manusia. Saling mencintai sesama manusia.


b.

Mengembangkan sikap tenggang rasa.

c.

Tidak semena-mena terhadap orang lain.

d.

Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia.

e.

Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

f.

Menjaga sifat dan sikap Gotong Royong.


Nilai-nilai diatas apabila bisa dijalankan dan diimplementasikan sepenuhnya didalam

kehidupan bermasyarakat saya yakin Indonesia akan menjadi sebuah bangsa yang memiliki
tingkat kemiskinan rendah, sifat keramah-tamahan yang mendunia, sekaligus menjadi sebuah
bangsa yang unik dimata dunia karena keadilan dan keberadabannya dalam kehidupan
masyarakatnya tetap terjaga. Namun, ternyata masih banyak kejadian yang terjadi di Indonesia
yang membuktikan lunturnya nilai-nilai sila kedua. Seperti pada saat kejadian memalukan yang
diperlihatkan oleh para elite politik yang menamai dirinya sebagai Dewan Perwakilan Rakyat
saat berlangsungnya Sidang Paripurna terlibat aksi baku-hantam antar sesama anggota dewan

lainnya. Selain itu ada pula anggota dewan yang membuka situs porno saat sedang rapat
paripurna.
Kemanusiaan yang adil dan beradab semakin jauh dari kata terwujud apabila kita melihat
fakta-fakta yang terjadi di masyarakat. Dari sisi hukum kita dihadapkan kepada ketidak adilan
hukum yang berlaku di Indonesia yang seperti Pisau tajam kebawah, akan tetapi tumpul keatas.

3.

Retaknya Persatuan Indonesia


Indonesia adalah negara kepulauan dengan jajaran pulau-pulaunya yang berjumlah lebih

dari 17.560 pulau. Para founding father kita dengan susah payah berusaha untuk mempersatukan
seluruh kepulauan bekas jajahan untuk bersatu menjadi suatu negara yang disebut Indonesia.
Kita sebagai generasi penerus haruslah bisa menjaga harta warisan dari generasi sebelumnya
dengan sebaik mungkin. Selain itu, hal ini sudah tentu menjadi tugas wajib pemerintah untuk
memerhatikan kesejahterahan rakyatnya dimanapun mereka tinggal. Namun, sudahkah hal ini
dilakukan oleh pemerintah? Kita bisa melihat bahwa di Pulau Jawa kemajuan teknologi,
transportasi, telekomunikasi, akses pendidikan dan kesehatan sudah sangat maju dan mudah
didapatkan, hal ini sangat kontradiksi dengan keadaan yang terjadi di pulau-pulau yang jauh dari
Ibukota Jakarta, misalnya saja Papua. Papua memiliki berbagai kekayaan alam yang melimpah,
akan tetapi pemerintah seakan menutup mata terhadap kondisi yang dihadapi oleh masyarakat
lokal Papua. Pemerintah justru cenderung memanfaatkan situasi sulit yang dihadapi oleh
masyarakat Papua untuk menjual berbagai macam aset milik masyarakat Papua seperti tambang
emas kepada PT. Freeport. Hal ini bisa saja menjadi salah satu alasan dari retaknya Persatuan
Indonesia karena masyarakat lokal merasa di anak tirikan oleh pemerintah. Sebagai contoh, di
Papua terdapat organisasi separatisme bernama OPM (Organisasi Papua Merdeka), di Maluku
terdapat organisasi separatisme bernama RMS (Republik Maluku Serikat), dan sebagai pengingat
di Aceh ada GAM (Gerakan Aceh Merdeka), akan tetapi antara pihak GAM dan pemerintah
sudah setuju untuk berdamai berdasarkan hasil konferensi di Den Haag Belanda. Dengan adanya
gerakan separatisme dari beberbagai daerah seperti contoh diatas, hal ini menandakan bahwa
adanya rasa kekecewaan dari masyarakat yang merasa dilupakan oleh pemerintah dalam segi

kehidupan seperti ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan berbagai macam sarana penunjang
kemajuan daerahnya.
Pada dasarnya perbedaan makna dari persatuan dan kesatuan adalah, persatuan adalah
konsep awal yang dibuat oleh para founding father sebelum Indonesia merdeka, dengan asumsi
bahwa semua ras, agama, etnis, suku bangsa, dan bahasa yang terdapat di Indonesia harus bisa
bersatu dahulu sebelum menjadi sebuah kesatuan. Sedangkan makna dari kesatuan adalah,
seluruh perbedaan primordial yang ada di Indonesia sudah bersatu dan melebur menjadi satu jati
diri dan menjadi satu bangsa dan negara yaitu Indonesia tanpa harus menghilangkan ciri khas
dari masing-masing kriteria primordial tersebut.
Pemerintah tidak bisa menutup mata lagi terhadap kondisi rakyatnya yang berada di
pulau-pulau terluar dari batas wilayah Indonesia dan daerah-daerah perbatasan, karena mereka
pada dasarnya mengakui bahwa mereka adalah warga negara Indonesia yang rela berkorban
hidup dalam segala keterbatasan yang ada, dan selalu setia untuk mengibarkan bendera merah
putih di daerahnya. Apakah pemerintah masih bisa untuk mengutamakan pembangunan di daerah
perkotaan? Apakah pemerintah masih bisa untuk mengutamakan jaminan kesehatan, pendidikan,
transportasi hanya untuk daerah perkotaan? Sedangkan di satu sisi, banyak warga negaranya
yang dengan setia, rela berkorban, dan tanpa pamrih bersedia untuk hidup dibawah garis
kemiskinan sekaligus mengakui bahwa mereka adalah warga negara Indonesia. Apabila
pemerintah masih bersikap acuh tak acuh, maka bukan tidak mungkin dalam 30-40 tahun
kemudian akan banyak organisasi-organisasi separatisme akan bermunculan di berbagai daerah
dengan tujuan yang sama yaitu untuk melepaskan diri dari Republik Indonesia.

4.

Tidak adanya Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan dan perwakilan


Pemimpin yang amanah, adil, bertanggung jawab, dan bijaksana adalah sosok ideal dari
seorang pemimpin suatu bangsa. Pemimpin dengan kriteria semacam ini peluang
keberhasilannya dalam memimpin suatu organisasi atau negara akan lebih besar, terlebih apabila
pemimpin semacam ini mengedepankan kepentingan bersama daripada kepentingan pribadi.
Indonesia yang sejak merdeka pada tahun 1945 sudah mengalami pergantian presiden sebanyak

tujuh kali. Namun sudahkah rakyat Indonesia saat ini benar-benar dipimpin oleh hikmat
kebijaksaan dalam permusyawaratan dan perwakilan?
Apabila kita melihat dari fakta dan kenyataan yang ada di masyarakat, mungkin
Indonesia bisa dikatakan masih belum sepenuhnya menerapkan nilai-nilai yang terkandung
dalam sila keempat. Hal ini bisa dilihat dari hasil-hasil sidang, rapat, atau berbagai pertemuan
para elite politik dimana kebanyakan tidak menghasilkan sesuatu hal yang secara konkrit
memihak rakyat. Para pemimpin sekarang lebih menyukai untuk memaksakan kehendak
daripada bersikap sabar dalam mengambil keputusan demi kepentingan rakyat Indonesia. Hal ini
diperparah dengan metode yang dipakai para anggota Dewan Perwakilan Rakyat dalam
menentukan suatu keputusan, mereka lebih menyukai cara pengambilan keputusan dengan
Voting. Voting adalah cara menentukan keputusan yang paling buruk, karena voting tidak
mengedepankan pemikiran rasional melainkan tergantung dari jumlah suara terbanyak. Saya
berpendapat bahwa seharusnya apabila kita menelaah lebih dalam dari nilai Pancasila khususnya
sila keempat, Indonesia memiliki suatu cara khusus dalam menyatukan suara dan memutuskan
suatu permasalahan yaitu dengan cara Musyawarah. Hasil musyawarah tidak akan tercapai
apabila belum tercapainya kesepakatan bersama, dengan metode ini maka tidak akan ada
perasaan dari masing-masing anggota yang merasa tersakiti saat hasil musyawarah ditetapkan.
Pada zaman reformasi seperti sekarang, pengimplementasian Pancasila sangat dibutuhkan
oleh masyarakat, karena di dalam pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang
sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, pada era globalisasi ini begitu cepat mempengaruhi
negara-negara di seluruh dunia termasuk Indonesia. Gelombang demokratisasi, hak asasi
manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara
pandang dan cara berfikir masyarakat Indonesia. Hal demikian bisa melunturkan Pancasila dan
dapat menghadirkan sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan kepribadian
bangsa.
Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang
mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni
pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila sebagai dasar negara mempunyai arti menjadikan
Pancasila sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan pemerintahan. Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum.

5.

Mimpi Indonesia tentang Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia


Kondisi Indonesia saat ini masih jauh dari kata sejahtera, hal ini bisa dilihat dari berbagai

macam indikator, misalnya dengan melihat masih banyaknya rakyat miskin diberbagai daerah
diseluruh Indonesia. Tingkat kemiskinan di Indonesia sangat tinggi. Data terakhir yang
dikeluarkan pemerintah pada tahun 2011 menunjukkan angka sebesar 17.7 juta orang masih
hidup dibawah garus kemiskinan Indonesia. Selain itu dari bidang kesehatan pun masyarakat
miskin di Indonesia seperti melihat jarak yang jauh antara mereka dengan masyarakat yang
mampu. Jaminan kesehatan yang seharusnya berhak dimiliki oleh semua rakyat Indonesia pada
kenyataannya tidak berjalan dengan semestinya. Selain itu dari sisi pendidikan, mayoritas
mereka yang mengenyam pendidikan dengan fasilitas baik infrastruktur dan intrastruktur yang
layak adalah mereka yang mampu dalam segi ekonomi atau dengan kata lain hidup diatas garis
kemiskinan di Indonesia. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan sila kelima. Jika kita melihat dari
sudut pandang antar daerah pun, kita akan dihadapkan pada kenyataan atas ketimpangan dalam
hal pembangunan yang terjadi. Daerah kota seperti lebih diistimewakan oleh pemerintah dalam
hal pembangunan, sedangkan daerah-daerah yang jauh dari keramaian kota seakan-akan
dilupakan dan pemerintah bagai menutup mata. Ketimpangan sosial di tingkat antar daerah
banyak terjadi, hal ini terlihat jelas dari perkembangan ekonomi di daerah tersebut.

6.

Antisipasi

a.

Menumbuhkan semangat nasionalisme yang tangguh, misal semangat mencintai produk

dalam negeri.
b.

Menanamkan dan mengamalkan nilai- nilai Pancasila dengan sebaik- baiknya.

c.

Menanamkan dan melaksanakan ajaran agama dengan sebaik- baiknya.

d.

Mewujudkan supremasi hukum, menerapkan dan menegakkan hukum dalam arti sebenar-

benarnya dan seadil- adilnya.

e.

Selektif terhadap pengaruh globalisasi di bidang politik, ideologi, ekonomi, sosial budaya

bangsa.
Dengan adanya langkah- langkah antisipasi tersebut diharapkan mampu menangkis
pengaruh globalisasi yang dapat mengubah nilai nasionalisme terhadap bangsa dan lunturnya
nilai-nilai Pancasila dalam sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Sehingga kita tidak
akan kehilangan kepribadian bangsa sebagai Bangsa Indonesia.

KESIMPULAN
Pada akhirnya saya dapat menarik satu kesimpulan bahwa, hampir 75% nilai-nilai yang terdapat
dalam Pancasila sudah luntur atau bahkan dilupakan oleh masyarakat Indonesia. Hal ini
dikarenakan beberapa faktor internal dan eksternal yang telah saya jabarkan di atas. Apabila
masyarakat Indonesia tidak segera berbenah diri dan mulai untuk mengimplementasikan nilainilai yang ada di dalam Pancasila kedalam kehidupan pribadi dan bernegara, maka bukan tidak
mungkin bangsa kita akan menjadi bangsa yang tidak memiliki identitas. Jadi, masih bisakah kita
memandang permasalahan lunturnya nilai-nilai Pancasila ini dengan sebelah mata? Masih
bisakah kita untuk tetap melupakan nilai-nilai asli dari bangsa kita yang susah payah dirumuskan
dan dikonsepkan oleh para founding father negara kita? Nasib bangsa Indonesia berada di tangan
kita masing-masing.

Anda mungkin juga menyukai