Anda di halaman 1dari 6

Kunci sukses hidup

January 2, 2011
Edit this entry?
Kunci sukses itu ada tiga:
Yaqin, ikhlas dan syukur.
Tiga kondisi ruhani yang menghantar anda menuju sukses besar
(Syekh Harir Sholahuddin Abdul Jalil Mustaqim)
Mursyid Agung Tareqot Qodiriyah, Naqsabandiyah dan Syadziliyah
PETA Tulung Agung indonesia
Kata sukses seringkali tercetak dalam budaya pandang hidup manusia dalam
bidang usaha, sukses dalam perjuangan, sukses dalam materi sukses dalam
hal-hal duniawi. Bahkan ribuan judul buku bicara mengenai kiat sukses beredar,
dari barat hingga timur, dan jika disimpulkan semuanya mengarah pada
motifasi dan spirit.
Sangat langka yang menggali sukses yang sesungguhnya dari kedalaman
spiritual, dan kalau toh ada, hanya dijadikan komplemen yang melengkapi
semua motivasi itu. Karena yang terbayang tentang sukses adalah puncak
puncak kedudukan, puncakpuncak bisnis ekonomis, puncak kekuasaan politis,
dan pada saat yang sama puncak-puncak rohani sirna begitu saja.
Diberbagai belahan barat modern, puncak sukses peradaban ekonomi,
teknologi, dan politik, selalu diawali dengan eksplorasi kemampuan kemampuan
ego, individu dan eksistensi manusia. Namun pada sisi lain kegersangan dan
keterasingan telah membelah puncak peradaban mereka dalam kenestapaan.
Ironisnya pula, ketika kita menengok ke wilayah dunia islam, betapa banyak
pula diantara umat yang kembali ke dunia ruhani melalui dunia sufi, akibat
kegagalan ataupun faktor lain, hanya karena ingin kembali sukses duniawinya.
Ini juga hal yang begitu memilukan, karena arus yang begitu suci menuju
kepada allah, harus dikotori motif-motif duniawi.
Padahal duniawi memiliki alur dalam kinerja diri kita, dan ruhani juga punya alur
tersendiri, yang dua-duanya tidak bisa dicampur aduk. Karena selain
menimbulkan konflik dalam batin, juga akan menumbuhkan kemunafikan dalam
tubuh kita.
Campur aduk yang dimaksud adalah keterlibatan nafsu yang menguasai qolbu
kita untuk memutuskan pandangan hidup ke depan, lalu memunculkan sifat
sifat rakus, riya dan egois, kesombongan yang tersembunyi dibalik jubah
agama, tampilan religius kita, bahkan dalam ubudiyah kita.
Perspektif sukses dalam implementasi kunci-kunci sukses memang harus kita
luruskan, agar akselerasinya (percepatanya) tidak terhambat oleh sejumlah
faktor yang sesungguhnya tumbuh dalam diri kita.
Karena itu jika syekh solahuddin Abdul jalil Mustaqiem memberikan sebuah kata
sukses, itu artinya juga harus kita lihat sebagai kunci terbalik, manakala kita
ingin bangkrut dunia akhirat, ingin tersungkur secara lahir maupun batin,
dengan cara memandang lawan kata dari sukses dan kunci kuncinya.
Maknanya jika kita ingin hancur dan gagal dalam dunia akhirat maka:
1. Biarkanlah sikap skeptis, ragu ragu, penuh prasangka, kecurigaan, hidup
diawang awang, takut, kawatir gelisah, menjadi gaya hidup spiritual dan
tumbuh hidup subur didalam tubuh anda.
2. biarkanlah sikap-sikap riya, takjub pada diri sendiri, sombong iri dan dengki,
ambisi ambisi, dan tamak duniawi tumbuh jadi karakter anda sehari hari
3. biarkanlah ruang dada anda diisi oleh sikap kufur pada nikmat allah yang tak
terhingga dan tak terhitung ini, dan dada anda akan menyempit, sesak dan
tersiksa oleh apriori-apriori terhadap nikmat allah.

Bila tiga karakter diatas memenuhi diri anda, maka sudah dipastikan diri anda
tidak lebih dari tong sampah dan tempat pembuangan limbah paling kotor
didunia ini. Jangan lagi anda memimpikan tentang sukses yang sejati, sukses
yang hakiki, sukses dunia akhirat lebih menakutkan lagi, manakala anda terjepit
di tong sampah paling pengap itu, justru anda memejamkan matahati, lalu anda
pulas dalam khayal-khayal dan mimpi, seakan akan demikianlah dalam
tumpukan limbah itu anda merasa sukses. Inilah yang disebut dalam Al-Quran,
Orang-orang yang perjalanan hidupnya tersesat dikehidupan dunia, sedangkan
mereka menyangka bahwa kondisi itu sebagai sukses terbaiknya. (Al kahfi)
Jiwa besar, sukses besar dan pandangan besar telah digulirkan oleh sufi besar
yang kelak melahirkan manusia manusia besar dalam sejarah agung manusia.
Diantara kunci terbesar dalam meraih sukses besar itu ada tiga: Yaqin, ikhlas
dan syukur.
Mengapa kuncinya hanya tiga perilaku tersebut? Bukankah masih banyak tematema spiritual sufistik seperti sabar, qonaah, ridlo, tawakal, taubat bahkan
istiqomah?
Setelah kita teliti, ternyata tiga tema, yaqin, ikhlas dan syukur tersebut
merupakan sentra-sentra organic dari karakter-karakter sukses, dimana sifatsifat yang lainya terorganisir dalam tiga tema utama tersebut.
1. YAQIN
Yaqin itu sebagai lawan dari ragu-ragu, skeptic, Hipokrit (Munafik) dan angan
angan panjang yang tak berkesudahan. Memulai sesuatu haruslah dengan rasa
yaqin yang kuat, bukan yaqin pada kekuatan diri, percaya diri, rasa hebat diri,
rasa unggul diri, bukan! Tetapi yaqin pada allah taala .
Apa yang diyakini dari allah taala dibalik perjalanan sukses ini?
1. Allah memiliki asma dan sifat-sifat agung yang senantiasa akrab dengan
hamba-hambaNya, menghendaki kebajikan hamba dan tidak menginginkan
hambaNya celaka. Seluruh protes-protes hambaNya kepada allah seputar
takdir, fakta kehidupan, ketidak adilan, akhirnya hanya membuat bungkam
para hamba, manakala hamba memahami Allah, dan mengenal Allah dengan
sesungguhnya.
2. Allah tidak pernah menzalimi para hambaNya, dan HambaNya itulah yang
menzalimi dirinya sendiri, kealpaan dan kelalaian diri, telah melemparkan para
hamba untuk jauh dari pertolongan dan HidayahNya. Dan ironisnya kealpaan
dan kelalaian itu dinikmati oleh para hamba sebagai bentuk kebanggaan dan
arogansi hidup, tanpa ia sadari telah banyak jantung hatinya terluka, sakit dan
kelak hatinya mati.
3. Allah menjadikan hambaNya yang yaqin padaNya, sebagai symbol dari
ucapan, pendengaran dan langkahNya pada diri hamba itu. Dipuncak rasa yaqin
(Haqqul Yaqin) segalanya, apapun selain allah tak berarti apa-apa, sehingga
sang hamba menjadi merdeka dan bebas secara universal, benar-benar sebagai
hambaNya, bukan hamba dunia dan budak nafsunya,
Sekarang coba renungkan, produk-produk karakter orang yang yaqin kepada
Allah Taala:
1. Orang yang Yaqin kepada allah taala, sikap dan tindakanya, bukan untuk
memenuhi hasrat dirinya, tetapi memang itulah kehendak tuhanya, sehingga
rasa khawatir, takut gelisah, trauma, iri dan dengki, egoistis, sirna dari dirinya,
lalu ia begitu damai bersamaNya, begitu luas tak terhingga pandanganya.
Karena gelisah, takut, kawatir hanyalah produksi hawa nafsu kita, yang harus
kita lawan.
2. Orang yang yaqin kepada allah taala, tidak akan pernah membanggakan
prestasinya, mengandalkan kinerjanya, membusungkan dadanya, karena semua
itu dari allah, bersama allah, menuju kepada allah.

3. Orang yang yaqin kepada allah, seberat apapun problem yang dihadapi,
seterpuruk apapun kebangkrutan yang dialami, serendah apapun
ketersungkuran sosial yang dinasibi, tidak sejengkal langkahpun ia bergeser dari
rahmat allah. Karena orang yang yaqin padaNya, memandang watak dan
karakter dunia, sejak dunia ada sampai besok kiamat, wataknya memang
problematik, dilematik dan kasuistik. Jadi bukan sesuatu yang asing baginya.
4. Orang yang yaqin kepada allah, dunia akhirat akan mengikutinya, memburu
dan mengejarnya. Karena hamba yang yaqin berada dalam pusat pusaran
ruhani, dalam putaran kecepatan yang tak terhingga sampai dirinya serasa
diam dan mandiri bersamaNya.
5. Orang yaqin kepada allah taala tidak pernah merasakan kehilangan massa
depan sama sekali. Karena ia telah berada di masa depan itu sendiri secara
hakiki. Masa depan itu sesungguhnya adalah allah taala itu sendiri.
II. IKHLAS
Ikhlas itu pekerjaan hati, bukan matematik fikiran. Hubunganya dengan niat,
bahwa apapun yang anda lakukan semuanya demi untuk allah taala. Bukan
demi diri sendiri, atau keluarga, atau kelompok. Karena itu orang yang tidak
ikhlas dalam berjuang dan bekerja, serta dalam ubbudiyahnya, akan mendulang
hal-hal yang negative berikut ini:
1. Manusia akan menjadi individualistis, egoistis dan sombong, karena aktivitas
dunia dan akhiratnya, diperuntukan pada wilayah yang sia-sia, terbatas pada
usia, terbatas pada daya tangkap fikirnya, terbatas pada kendali nafsunya.
Kalau toh pun ia kelihatan sukses secara materi maupun politis, hanyalah
sukses menjulang tanpa fondasi, dalam waktu dekat akan roboh, dan menimbun
dirinya dengan reruntuhan nasibnya sendiri.
2. Aktivitas orang yang tidak ikhlas, tidak memiliki manfaat kepada orang lain,
berarti juga tidak menyelamatkan dirinya. Banyak orang beralibi, Kita dulu,
keluarga kita dulu, baru orang lain kita fikirkan ini adalah kalimat yang
muncul dari orang yang tidak ikhlas dalam berbuat. Karena ia tidak percaya
kepada allah yang menjamin dirinya dan keluarganya, ketika hidupnya untuk
allah melalui penyelamatan ummat.
3. Orang yang tidak ikhlas, biasanya bersifat over acting, karena over confident,
atau karena keinginan berlebihan agar dipandang yang lain. Padahal sikap ini
menunjukan ketidakpercayaan pada diri sendiri dan rasa kehilangan yakin pada
allah. Siapapun, manusia mana pun, akan muak dengan sikap-sikap tersebut,
kapan bisa sukses manusia seperti ini?
4. Aktivitas yang bukan untuk kepentingan allah, akan menyeret aktifisnya pada
sikap terasing dan kesepian pada diri sendiri, lalu memunculkan sikap untuk
melampiaskanya pada hal-hal negative, untuk membuang rasa sunyi dan kering
yang merontangkan jiwanya.
5. Orang yang tidak ikhlas, melahirkan kepingan kepingan buruk bagi
penerusnya, karena jiwanya berbau busuk, dan setiap orang yang
mengingatnya ingin membuang dirinya.
6. Tidak ada yang lebih merdeka dibanding orang yang ikhlas padaNya, karena
ketidak ikhlasan berarti perbudakan kepada selain Allah Taala.
Kenapa orang yang ikhlas dihantar sukses besar? Karena:
1. Orang yang ikhlas dunia akheratnya, akan membaca cahaya bagi yang lain,
dan menumbuhkan kesejukan dan ketentraman pada yang lain pula. harapan
dan ketentraman adalah sebuah bangunan luhur yang menjulang, kokoh dan
bermartabat.
2. Orang akan jernih akal sehatnya, karena hatinya bening, bersih dari campur
tangan kotoran kemakhluqan. Lalu ia bisa mengambil keputusan dengan benar,
bijak, dan berdimensi manfaat kepada manusia lainya. Ia mengambil keputusan

tanpa beban karena beban dan rasa berat adalah tumpukan nafsu yang
menimbun, apapun alasanya.
3. sukses kaum mukhlisin tidak membuat dirinya alpa, bangga dan egois,
karena ia meraih apa yang diinginkan, sesungguhnya bukan karena ikhtiarnya,
tetapi karena blue print Illahi yang berjalan. Ketika ia tidak meraih apa yang
diinginkan, maka keterhambatan itulah hakikat pemberian yang
sesunggguhnya. Sukses dan terhambat, sama-sama dari allah, dan jiwa orang
itu sudah mendahului menuju kepada allah.
4. ikhlas adalah pilar utama menata batin. Jika sukses muncul dalam kondisi
batin yang tidak tertata, ia hanya menimbulkan istidraj (covernya sukses, tapi
dalamnya bencana kegagalan). Seluruh konflik individu maupun social, semata
karena diawalioleh tarik menarik batin ruhani yang tidak tertata, dan ujungnya
sampah belaka.
5. orang-orang mukhlis senantiasa memberikan keteladanan, bukan pada
sukses yang diraih, atau gagal yang menimpa. Tetapi keteladanan yang lebih
luhur dibanding sukses dan gagal, yaitu kesuksesan dirinya dalam keteguhan
istiqomah hatinya bersama allah. nilai-nilai allah, dan anugrah-anugrah yang
memberkah kepada penerusnya.
6. orang yang ikhlas diberi usia panjang secara ruhani, ia senantiasa hidup,
walau abad-abad menggulungnya. Ia sukses begitu lama dan panjang, bukan
hanya di zaman duniawi, tetapi sampai zaman ukhrawi pun ia serasa hadir
sebagai rahasia Illahi.
7. Apakah masih ada yang lebih sukses dibanding orang yang telah mencapai
puncak sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk
Allah? apakah ada cerita tentang kebangkrutan duniawi dan ukhrawi orang
orang yang ikhlas seperti itu? Apakah ada yang lebih bisa menentramkan jiwa
dibanding orrang orang yang serba illahiyah batinya?
Penghambat ikhlas:
a. Melihat dan mengingat ingat amal baik kita, bahkan kagum pada perbuatan
dan ibadah kita.
b. Keinginan untuk minta balas budi, pahala dan ganjaran kepada allah taala.
Karena keinginan seperti itu, sebagai pertanda anda tidak yaqin kepada Allah.
c. Puas terhadap amal ibadah, padahal dibalik amal ibadah itu masih terselip
tipu daya (Ghurur) yang dianggapnya prestasi ibadah.
III SYUKUR
Tidak ada rasa yang bisa meliputi sekujur tubuh kita, bahkan serasa semesta
ikut menikmatinya, kecuali rasa syukur. Tetapi didunia ini, kaum bersyukur
masuk golongan minoritas, sampai allah menyebutkan, Tetapi mayoritas
manusia tidak bersyukuratau sedikit sekali kalian bersyukur
Filosofi syukur dibawah ini bisa menghantar anda untuk tidak punya alasan lagi,
untuk tidak mengeluh lagi, untuk tidak kufur lagi, unuk tidak membuka hati lagi.
1. Syukur itu adalah wahana yang mengembangkan wadah, bagi limpahan
nikmat-nikmat allah taala. Semakin bertambah syukurnya, semakin luas wadah
bagi limpahan nikmatNya itu. Sedangkan kufur nikmat (tidak bersyukur) berarti
anda telah menutup dan menyempitkan wadah tersebut, lalu terasa sesak
didada, menyiksa jantung ruhani anda, dan itulah siksaan pedihnya di dunia,
apalagi kelak di akhirat.
2. syukur adalah harapan abadi yang terus menanti dihadapan anda, lalu tidak
ada suudzon kepada takdir allah, apalagi sakit hati, karena harapan telah
membuka cakrawala positif tanpa henti, peluang anda terbuka dimana-mana,
tak henti-hentinya anda memujiNya, tak henti-hentinya Allah melimpahkan
nikmatNya. Tak terdengar lagi aduh..keluh, sesal peluh, bahkan syukur anda
bisa anda rasakan tidak sebanding dengan nikmatNya.

3. Bersyukur terhadap nikmat-nikmat allah itu biasa, tetapi menjadi luar biasa
kalau anda bisa bersyukur terhadap cobaan cobaan allah. Karena kepahitan
dan kegetiran baginya adalah obat untuk kesehatan orang yang mulia.
Sebagaimana orang yang bersabar terhadap cobaan itu biasa, tetapi luar biasa
kalau ia bisa bersabar terhadap nikmat_nikmatNya, karena bersabar pada
nikmat berarti menghapus segala istidroj dan kealpaan diri.
4. Syukur itu sendiri sudah merupakan sukses besar, karena ia sudah selamat
dari cobaan atas bencana ruhani, berupa pengabaian terhadap nikmat allah
(kufur nikmat). Hal-hal yang tampak secara fisik, sesunggguhnya hanya akibat
dari hal-hal yang bersifat batin.
5. syukur itu adalah hati yang mengembang dengan senyuman jiwa, tak habishabisnya anda mengucapkan terima kasih kepadaNya dan memujiNya. Tapi
jagalah senyuman itu dengan kesabaran, agar senyuman jiwa tidak berubah
menjadi tawa yang berbahak, sampai melupakan dirimu atas nikmat itu, apalagi
semakin menjauhkan dirimu dariNya.
Disadur oleh Eka Chandra
dari artikel beliau, Romo Yai
Syekh Harirr solahuddin Abdul Jalil Mustaqiem
Mursyid besar Qodiriyah, Naqsabandiyah dan Syadziliyah

Minggu, 12 Februari 2012


PEJAMKAN MATA DAN TERBANGLAH

Pejamkan Mata dan bukalah mata hatimu, karena perjalanan spiritual tidak akan tertembus
melalui panca indrawi. Apabila rasionalisme mencapai puncak eksistensi dalam pencarian
kebenaran, maka puncak eksistensi itu hanyalah awal dari perjalanan baru spiritual ...
demikianlah rasionalisme tidak mampu menggapai perjalanan tahap lanjut menuju Allah,
karena perjalanan tahap lanjut itu bukan berjalan, bukan juga berlari selayaknya aktivitas
jasmani, melainkan terbang seperti layaknya perjalanan spiritual pada umumnya.
Siapa yang hanya hendak mengandalkan rasionya dalam mengenal Tuhan dan tidak
mengandalkan Qalbunya, maka dia telah mereduksi kemanusiaannya. Itu persis seseorang
yang ingin menikmati musik dengan matanya atau persis seseorang yang ingin berjalan
dengan kepalanya. Dan, cahaya Ilahi itu hanya bisa diperoleh melalui pembersihan hati.
Cahaya Allah yang berupa sifat-sifat Allah yang suci dan mulia bersinar di dalam hati
sanubari manusia, memperteguh keyakinan sehingga si hamba mendapat kesejukan dan
kenikmatan dalam jiwanya. Merasakan kesejukan dan kelezatan iman dalam jiwa akan
menumbuhkan ketenangan yang sangat diperlukan oleh jiwa yang resah gelisah. Jiwa akan
menjadi sakinah dan mutmainnah setelah mendapat sinar yang menerangi hidup manusia
lahir dan batin. Ketenangan jiwa yang mendapat sinar dari Allah Swt. akan memberi
kekuatan, keteguhan dalam mempertahankan hidup suci dalam ketaatan, serta memperkokoh
(istiqamah) mempertahankan keimanan dan keyakinan.
Saat bertawajjuh (Meditasi), pada awalnya, dalam pandangan mata terpejam, pedzikir akan
melihat berbagai hal, misalnya padang rumput yang luas, laut yang luas, cahaya, tulisan

'Allah', dan lain-lain. Semua penglihatan tersebut adalah penglihatan yang masih baur
(belum terfokus). Pada tahap tertentu, dimana pikiran berhasil difokuskan, maka yang
nampak adalah 'sesuatu yang bermakna' (tidak bisa diceritakan karena bersifat rahasia dan
khas).
Dengan memejamkan kedua mata ini
Kunikmati Degup jantung berpacu dalam Lautan Dzikrullah
Perlahan hentakannya Menggetarkan hati ini
Bermain dengan pikiran dalam kesendirian
Cahaya hadir dalam pejaman tanpa beban
Kunikmati udara lembut mengalir melalui hidung ini
Cahaya semakin benderang dalam kegelapan itu
Bukan Hampa..
hanya ruang seluas samudera tak berbatas
Ketika kelelahan, tekanan, kejenuhan, kesedihan, bahkan beban yang terasa begitu berat
menghimpit jiwaku, maka aku duduk dengan tenang, memejamkan mata, dan menikmati
setiap cahaya yang hadir dalam jiwa, melupakan segalanya. Hanya menari mengikuti
nyanyian hati. Aku tahu perlahan beban itu hilang, entah kemana, dan aku akan membuka
mata dengan tersenyum, dalam kelegaan, dalam kedamaian. Hanya satu kalimat yang
terucap di bibir hatiku *ILAHI ANTA MAQSUDI WA RIDLOKA MATHLUBI*. Jiwaku
aku akan terus melangkah melewati badai, kerikil tajam, peluh, kegagalan dan meraih mimpi
hanya dengan nyanyian jiwa dan tetap berjuang dalam *ILAHI ANTA MAQSUDI WA
RIDLOKA MATHLUBI*. Bukankah jalan itu masih terlalu panjang untuk dilalui, mengapa
harus menyerah seakan jurang menanti di depan? Tak perlulah terpuruk dalam segala
kegagalan, tak perlu lah terpuruk dalam segala kesalahan, karena masih ada cahaya jiwa
membawa kita terbang meraih setiap mimpi dan harapan, meski harus melalui badai dan
kerikil itu. Bukankah kekuatan jiwa jauh melebihi badai dan kerikil tajam?
Jika ingin menangis, biarkanlah dia mengalir disana, dan biarkan di pergi membawa segala
kesesakan di dalam dada. Tak perlulah ditahan dan dipendam, karena air akan mengalir
kesungainya, Kemudian *TERSENYUMLAH* dan *TAK PERLU MENGELUH*

Anda mungkin juga menyukai