Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No.

2 (Juni 2015) 101 - 107

JURNAL INTEGRASI PROSES


Website: http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/jip
Submitted : 1 June

Revised : 25 June

Accepted : 27 June

PEMANFAATAN AMPAS KELAPA SEBAGAI BAHAN BAKU TEPUNG KELAPA TINGGI SERAT
DENGAN METODE FREEZE DRYING
Meri Yulvianti1*, Widya Ernayati1, Tarsono1, M.Alfian R.1
1Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Jln. Jendral Sudirman KM 3. Cilegon Banten
*E-mail: meri_yulvianti@yahoo.com
Abstrak
Industri pengolahan kelapa menghasilkan produk samping berupa ampas kelapa. Selama ini ampas kelapa
hanya dimanfaatkan sebagai pakan ternak dengan harga produk yang sangat rendah. Ampas kelapa dapat
diolah menjadi tepung ampas kelapa yang kaya akan serat dan relatif lebih rendah lemak. Kandungan protein,
lemak, dan serat pada ampas kelapa ini merupakan salah satu kandungan yang sangat dibutuhkan untuk
proses fisiologis dalam tubuh manusia. Tujuan penelitian ini adalah menentukan waktu pengeringan terbaik
dalam pembuatan tepung ampas kelapa dengan metode pengeringan freeze drying. Prinsip freeze dryer
adalah pengeringan dengan proses sublimasi untuk menjaga stabilitas rasa, warna, aroma dan struktur.
Pengeringan ampas kelapa dengan freeze dryer dilakukan dengan beberapa variasi waktu pengeringan, yaitu 18
jam, 22 jam, 24 jam, 42 jam, 46 jam, dan 48 jam. Penentuan mutu ampas kelapa berdasarkan kandungan gizi
yang terdapat di dalam produk, melalui analisa dengan metode Kjeldahl, Soxhletasi, dan pengeringan dengan
oven untuk menentukan kandungan nilai gizi dengan beberapa parameter yaitu kadar air, kadar serat, kadar
lemak, dan kadar protein. Berdasarkan hasil analisa, metode terbaik pengeringan freeze drying dilakukan
selama 18 j a m hingga 24 jam s e h i n g g a d i p e r o l e h kadar air 0,33%, kadar serat 37,1%, kadar
lemak 12,0% dan kadar protein 4,12%.
Kata Kunci: Ampas Kelapa, Freeze Drying, Kjeldahl, Serat, Soxhletasi
Abstract
Coconut fruit has been processed to produce a lot of coconut products such as coconut milk, coconut oil, and many
more. The residu of the process was coconut fiber that could only end up as cattle feed with a very low price.
Recently, the coconut fiber has been modified to become powder, with high cellulose content and relatively low fat.
The components of the powder of coconut fiber such as protein, fat, and cellulose are some of important components
for physiological process in human body. Freeze drying method was used to modify coconut fiber into its powder
form, because the sublimation process in the freeze dryer has maintained the taste, the flavor, the color, and the
structure of the fiber. The drying process has been varied into several times, 18 hours, 22 hours, 24 hours, 42 hours,
46 hours, and 48 hours. The nutrition content resulted from analyzing of the coconut fiber shows that the drying
process for 18 to 24 hours has 0,33% water content, 37,1% cellulose, 12,0% fat and 4,12% protein.
Keywords: Coconut Fiber, Freeze Drying, Kjeldahl, Cellulose, Soxhlet

1. PENDAHULUAN
Kelapa atau Cocos nucifera L. termasuk tumbuhan
berkeping satu suku palem-paleman. Tinggi tanaman
ini dapat mencapai 20 sampai 25 meter, dan bisa
hidup 80 hingga 100 tahun (Soebroto, 1982).

Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna


atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi
tinggi. Seluruh
bagian
pohon
kelapa
dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga
pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of
101

Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 2 (Juni 2015) 101 - 107


life) karena hampir seluruh bagian dari pohon,
akar, batang, daun dan buahnya dapat dipergunakan
untuk kebutuhan kehidupan manusia sehari-hari.
Daging buah kelapa dapat diolah menjadi
beraneka ragam produk, seperti pada bagian
kulit/testa dapat diolah menjadi minyak kelapa
atau coconut oil, untuk bagian yang diparut, daging
kelapa dapat diolah menjadi santan atau coco milk dan
produk lain dari olahan parutan kelapa seperti tepung
kelapa, minyak/lemak, manisan, toasted coconut,
coconut chip dan lain-lain. Hasil olahan dari
pembuatan minyak kelapa menghasilkan residu, yaitu
ampas kelapa. selama ini pemanfaatan ampas kelapa
hanya digunakan sebagai bahan baku pakan ternak
dan masih dianggap sebagai produk samping yang
tidak bernilai. Untuk mendapatkan nilai mutu yang
lebih bermanfaat ampas kelapa dapat diolah
menjadi tepung ampas kelapa.
Ampas kelapa mengandung protein, karbohidrat,
rendah lemak dan kaya akan serat. Kandungan ini
merupakan salah satu kandungan yang sangat
dibutuhkan untuk proses fisiologis dalam tubuh
manusia.
Untuk pengolahan minyak kelapa cara basah,
dari 100 butir kelapa diperoleh ampas 19,50 kg.
Ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tepung. Tepung kelapa adalah tepung
yang diperoleh dengan cara menghaluskan daging
ampas kelapa. Balasubramanian (1976), melaporkan
bahwa analisis ampas kelapa kering (bebas lemak)
mengandung 93% karbohidrat yang terdiri atas: 61%
galaktomanan, 26% manosa dan 13% selulosa.
Sedangkan Banzon
dan
Velasco
(1982),
melaporkan
bahwa
tepung
ampas
kelapa
mengandung lemak 12,2%, protein 18,2%, serat kasar
20%, abu 4,9%, dan kadar air 6,2%.
Tepung ampas kelapa adalah tepung yang
diperoleh dengan cara menghaluskan ampas kelapa
yang telah dikeringkan. Tepung ampas kelapa dapat
dibuat dari kelapa parut kering yang dikeluarkan
sebagian kandungan lemaknya melalui proses
pressing. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dari proses ini
selain diperoleh tepung kelapa juga diperoleh minyak
yang bemutu tinggi (Rony, 1993).
Ampas kelapa merupakan sumber protein yang
baik. Sebagai pakan ternak, ampas kelapa terbukti
menghasilkan susu yang lebih kental dan rasa yang
enak. Kandungan proteinnya, sekitar 23%, lebih besar
dibandingkan dengan gandum, tetapi tanpa jenis
protein spesifik yang ada pada tepung gandum, yaitu
gluten.
Kapasitas penyerapan air
serta kapasitas
emulsifying tepung kelapa secara signifikan lebih
tinggi dibandingkan tepung kaya serat lainnya.
(Trinidad, 2004).
Pemanfaatan ampas kelapa sebagai bahan
substitusi makanan kesehatan selama ini belum
banyak terungkap.
Meskipun ampas kelapa
merupakan hasil samping pembuatan santan, namun
memiliki kandungan serat kasar cukup tinggi. Serat
pangan ini juga mengontrol pelepasan glukosa seiring
waktu, membantu pengontrolan dan pengaturan

diabetes melitus dan obesitas (Trinidad, 2002). Serat


pangan dalam jumlah yang cukup didalam makanan
sangat bagus untuk pencernaan yang baik dalam usus.
(Ramulu dan Rao, 2003). Serat pangan tidak dapat
dicerna dan tidak diserap oleh saluran pencernaan
manusia, tetapi memiliki fungsi yang sangat penting
bagi pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit
dan sebagai komponen penting dalam terapi gizi
(Astawan, 2004).
Teknologi pembuatan tepung kelapa dari ampas
kelapa. sangat sederhana sehingga mudah diterapkan
pada skala kecil dan menengah. Teknologi ini dapat
dimanfaatkan oleh produsen produk berbasis kelapa
untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan
mengolah ampasnya menjadi tepung kelapa.
Minimalisasi limbah pada industri pengolahan kelapa
juga memberikan kesempatan pada pengusaha untuk
menjual
produknya
dengan
harga
yang
kompetitif.
Keuntungan
lain
dari penerapan
teknologi pembuatan tepung keiapa pada industri
pengolahan kelapa selain memberikan pendapatan
tambahan
bagi
pengusaha
pengolah,
juga
menurunkan biaya produksi produk roti, kue dan
makanan ringan lainnya.
Freeze Dryer merupakan suatu alat pengeringan
yang termasuk ke dalam Conduction Dryer/ Indirect
Dryer karena proses perpindahan terjadi secara tidak
langsung yaitu antara bahan yang akan dikeringkan
(bahan basah) dan media pemanas terdapat dinding
pembatas sehingga air dalam bahan basah / lembab
yang menguap tidak terbawa bersama media
pemanas. Hal ini menunjukkan bahwa perpindahan
panas terjadi secara hantaran (konduksi), sehingga
disebut juga Conduction Dryer/ Indirect Dryer.
Pengeringan beku (freeze dryer) adalah salah satu
metode pengeringan yang mempunyai keunggulan
dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan,
khususnya untuk produk-produk yang sensitif
terhadap panas. Keunggulan pengeringan beku
dibandingkan metode lainnya adalah; dapat
mempertahankan stabilitas produk (menghindari
perubahan aroma, warna, dan unsur organoleptik lain)
dan dapat mempertahankan stabilitas struktur
bahan (pengkerutan dan perubahan bentuk setelah
pengeringan sangat kecil).
Pada Freeze Dryer ini, efek pembekuan diperoleh
dengan penguapan sebagian air bahan pada kondisi
ruang
bertekanan
rendah.
Penguapan
ini
memerlukan panas laten yang diambil dari produk,
sehingga produk tersebut mengalami penurunan suhu
bahkan sampai akhirnya membeku. Dalam hal ini efek
pembekuan bukan karena perpindahan panas dari
bahan ke media pembeku, tetapi karena pelepasan
panas laten penguapan. Dengan demikian, energi yang
dibutuhkan untuk proses pembekuan produk ini
adalah energi untuk penurunan tekanan ruang
pembekuan. Pada penelitian terdahulu didapatkan laju
pengeringan beku berkisar pada 3,91 cm/jam, 4,49
cm/jam dan 7,23 cm/jam.
Proses pengeringan beku dengan alat freeze
dryer ini berlangsung selama 18-24 jam, karena
proses yang panjang inilah membuat produk102

Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 2 (Juni 2015) 101 - 107


produk bahan alam ini menjadi lebih stabil
dibandingkan dengan metode pengeringan yang lain
seperti pengeringan semprot atau yang dikenal
dengan spray drying. Pengeringan beku ini dapat
meninggalkan kadar air sampai 1%, sehingga produk
bahan alam yang dikeringkan menjadi stabil dan
sangat memenuhi syarat untuk pembuatan sediaan
farmasi dari bahan alam yang kadar airnya harus
kurang dari 10%. Pada prosesnya yang panjang ini
sampel akan dibekukan terlebih dahulu, lalu
setelah itu dimasukkan kedalam alat freeze dryer
yang akan diset suhu dan tekanannya dibawah titik
triple. dan akan terjadi proses sublimasi yaitu dari
padat menjadi gas. Penggunaan freeze drying ini
sendiri juga telah banyak diaplikasikan dalam
pengeringan
produk
makanan,
hasil
dari
pengeringan ini tidak merubah tekstur dari produk itu
sendiri dan cepat kembali kebentuk awalnya dengan
penambahan air.
Untuk proses pengeringan beku (freeze dryer),
bahan yang dikeringkan terlebih dahulu dibekukan
kemudian
dilanjutkan
dengan
pengeringan
menggunakan tekanan rendah sehingga kandungan air
yang sudah menjadi es akan langsung menjadi uap,
dikenal dengan istilah sublimasi. Pengeringan
menggunakan alat freeze dryer lebih baik
dibandingkan dengan oven karena kadar airnya lebih
rendah. Pengeringan menggunakan alat freeze
dryer/pengering beku lebih aman terhadap resiko
terjadinya degradasi senyawa dalam ekstrak. Hal ini
kemungkinan karena suhu yang digunakan untuk
mengeringkan ekstrak cukup rendah. (Muchtadi,
1992).
Pemilihan Freeze Dryer sebagai alat untuk
mengeringkan ampas kelapa adalah karena hasil
pengeringan
dengan
Freeze
Dryer
dapat
mempertahankan struktur ampas kelapa, menjaga
rasa, warna, dan aroma pada ampas kelapa. Sehingga
mutu dan nilai gizi dari ampas kelapa bisa didapatkan
dengan maksimal.
2. TAHAPAN PENELITIAN
Penelitian Pembuatan Tepung Kelapa Dari Ampas
Kelapa Dengan Metode Pengeringan dilakukan di
Laboratorium Kimia Organik Fakultas Teknik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten. Dalam
penelitian ini dilakukan beberapa tahapan. Yaitu
tahapan persiapan bahan (pengeringan dan
penepungan) dan tahapan analisa. Beberapa analisa
seperti kadar protein, serat, kadar air dan kalori
akan dilakukan di Laboratorium Institut Pertanian
Bogor.
2.1. Pembuatan Tepung dari Ampas Kelapa
Daging kelapa yang sudah dikupas dibersihkan
dari kotoran kotoran yang menempel pada daging
kelapa. Setelah dibersihkan daging kelapa diparut
dengan parutan. Pemisahan dilakukan dari santan
kelapa dan diambil ampas kelapa. Setelah didapatkan
ampas kelapa, dilakukan proses pengeringan dengan
Freeze Dryer.
Pada proses pengeringan variabel yang ditentukan

dalam penelitian ini antara lain:


Massa sampel yang akan diambil 50 gram, pada alat
freeze dryer variabel tetap pada alat ini adalah suhu
dan tekanan.Variable berubah pada penelitian ini yaitu
lamanya waktu pengeringan yaitu 18, 22, 24, 42, 46
dan 48 jam. Untuk analisa yang dilakukan diambil
berdasarkan lamanya waktu pengeringan, sampel
pertama diambil dari pengeringan 18, 22 dan 24 jam,
sampel kedua diambil dari pengeringan 42, 46 dan 48
jam. Powdering dilakukan setelah proses pengeringan
dengan Freeze Dryer dengan cara ditumbuk. Proses
powdering belum bisa langsung menjadi produk
karena ukuran mesh belum seragam. Oleh karena itu,
dilakukan proses meshing untuk penyeragaman
ukuran partikel tepung ampas kelapa. Setelah
penyeragaman baru bisa dijadikan produk tepung
ampas kelapa.
2.2. Analisa Kadar Protein
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya
dapat dibagi menjadi tiga proses yaitu proses
destruksi, proses destilasi dan proses titrasi.
2.2.1. Tahap penghancuran (digestion)
Timbang sejumlah tepung ampas kelapa (100250 mg) kedalam labu Kjeldhal, tambahkan 1.0 0.1
gram K2SO4, 10 mg HgO dan 2 0.1 ml H2SO4.
Tambahkan 2-3 butir batu didih. Didihkan selama
1-1.5 jam dengan kenaikan suhu secara bertahap
sampai cairan menjadi jernih, lalu dinginkan.
2.2.2. Tahap destilasi
Tambahkan sejumlah kecil air destilata secara
perlahan lewat dinding labu dan goyangkan pelan
agar kristal yang terbentuk larut kembali. Pindahkan
isi labu kedalam alat distilasi dan bilas labu 5-6 kali
dengan 1-2 ml air destilata. Pindahkan air cucian ke
labu distilasi dan tambahkan 8-10 ml larutan 60%
NaOH 5% Na2S2O3. Letakkan erlenmeyer 250 ml
yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2-3 tetes
indikator metilen red-metilen blue dibawah
kondensor. Ujung kondensor harus terendam dibawah
larutan H3BO3. Lakukan destilasi sehingga diperoleh
sekitar 15 ml destilat.
2.2.3. Tahap titrasi
2.2.3.1. Standarisasi larutan HCl 0.02N
Pipet 25 ml larutan HCl 0.02N kedalam
erlenmeyer 250 ml, lalu tambahkan 2-3 tetes
indikator fernoftalein 1%. Titrasi larutan HCl 0.02N
dengan NaOH yang telah distandarisasi. Catat volume
NaOH yang diperlukan untuk titrasi hingga warna
larutan berubah menjadi merah muda.
2.2.3.2. Titrasi destilat dengan HCl 0.02N standar
Encerkan destilat dalam erlemneyer hingga kirakira 50 ml. Titrasi dengan HCl 0.02N standar sampai
terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Catat
Volume HCl 0.02N standar yang digunakan untuk
titrasi blanko.
103

Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 2 (Juni 2015) 101 - 107


2.3. Analisa Kadar Lemak
Siapkan labu lemak, keringkan dalam oven
bersuhu 105C selama sekitar 15 menit. Dinginkan
dalam desikator dan timbang. Timbang 1-2 gr contoh,
masukan kedalam selongsong kertas saring yang
dialasi dengan kapas. Sampel diberi kode dengan
menggunakan pensil. Sumbat selongsong kertas
yang berisi contoh dengan kapas, lalu keringkan
dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80C selama +
1 jam. Masukan kedalam alat soxhlet yang telah
dihubungkan ke labu lemak. Ekstrak lemak dalam
ampas kelapa dengan heksana selama 6 jam. Suling
heksana dan keringkan ekstrak lemak dalam oven
pengering pada suhu 105C. Dinginkan pada desikator
dan timbang. Ulangi pengeringan hingga bobotnya
tetap.
2.4. Analisa Kadar Serat Kasar
Ampas kelapa digiling sampai halus sehingga
dapat melewati saringan berdiameter 1mm. Bila
ampas kelapa tidak dapat dihaluskan, maka digiling
hingga homogen. Timbang sebanyak 2 gram dari
ampas kelapa tersebut. Ekstrak lemaknya dengan
menggunakan soxhlet dengan pelarut petroleum
eter. Pindahkan ampas kelapa yang sudah bebas
lemak secara kuantitatif ke dalam erlenmeyer 500
ml. Tambahkan 50 ml larutan H2SO4
1,25%,
kemudian didihkan selama 30 menit. Setelah 30
menit tambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan didihkan
kembali selama 30 menit, dalam keadaan panas,

saring dengan corong Bucher yang berisi kertas


saring yang telah dikeringkan dan diketahui
bobotnya. Cuci endapan yang terdapat pada kertas
saring berturut- turut dengan H2SO4 1,25% panas,
air panas dan etanol 96%. Angkat kertas saring
beserta isinya, masukan ke dalam kotak timbang yang
telah diketahui bobotnya, keringakan pada suhu 80C,
dinginkan dalam desikator dan kemudian timbang.
Bila ternyata kadar serat kasar lebih dari 1%,
abukan kertas saring beserta isinya, timbang sampai
bobot tetap.
2.5. Analisa Kadar Air
Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang dan
dimasukan dalam cawan yang telah dipijarkan dan
ditimbang sampai beratnya tetap. Masukan sampel
ke dalam oven, panaskan dengan suhu 80C selama 30
menit. Masukan kedalam desikator, diamkan sampai
dingin. Kemudian timbang sampel yang telah kering.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil Pengeringan Freeze Drying
Berdasarkan
Tabel
1
terlihat
bahwa
pengeringan
dilakukan
dengan menggunakan
variasi waktu yaitu 18 jam, 22 jam, 24 jam, 42 jam, 46
jam, dan 48 jam. Semakin lama waktu pengeringan,
semakin rendah bobot sampel yang dihasilkan.
Lamanya waktu
proses pengeringan dapat
mempengaruhi bobot sampel ampas kelapa yaitu
terjadi penurunan bobot sampel.

Tabel 1. Data hasil pengeringan sampel ampas kelapa


temperatur tekanan temperatur
Waktu
Sampel
awal
awal
akhir
Pengeringan
(gr)
(C)
(bar)
(C)
18 jam

-80

0.0010

-83

14.7558

22 jam

-80

0.0010

-82

13.8216

24 jam

-80

0.0010

-82

13.1009

42 jam

-80

0.0010

-84

13.0794

46 jam

-80

0.0010

-83

12.6431

48 jam

-80

0.0010

-82

12.6206

H ubungan perubahan bobot sampel terhadap


waktu pengeringan pada hari pertama jam ke-18,
sampel yang di dapatkan mengalami penyusutan
sebesar 14,558 gram atau 70,48%, untuk waktu
pengeringan selama 22 jam sampel mengalami
penyusutan sebesar 13,8216 gram atau 72,35% dan
untuk waktu pengeringan selama 24 jam sampel
mengalami penyusutan sebesar 13,1009 gram atau
73, 80%. Proses pengeringan biasa terjadi melalui
mekanisme penguapan pada suhu pemanas, sehingga
bagian pangan yang kering akan terjadi perubahan
kimia (gelatinisasi pati, karamelisasi gula, dan atau
denaturasi protein) yang menyebabkan terbentuknya
kerak di permukaan yang akan memberikan

hambatan bagi difusi uap dari lingkungan. Akibatnya


proses pengeringan akan terhambat dan berhenti,
menghasilkan produk yang bagian luar sudah kering
bahkan terlalu kering dan menjadi kerak, tetapi
bagian tengahnya masih basah (Hariyadi, 2013). Pada
hari kedua, waktu pengeringan selama 42 jam sampel
mengalami penyusutan sebesar 13,0794 gram atau
73,84%, sedangkan untuk pengeringan selama 46
jam sampel mengalami penyusutan sebesar 12,6431
gram atau 74,4% dan untuk pengeringan untuk waktu
48 jam sampel mengalami penyusutan sebesar
12,6206 gram atau 74, 75%. Dalam proses
pengeringan beku proses yang terjadi dapat dilihat
pada Gambar 1.
104

Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 2 (Juni 2015) 101 - 107

Gambar 1. Skema mekanisme pengeringan beku


Berdasarkan Gambar 1 proses pengeringan beku
terjadi melalui mekanisme sublimasi yang terjadi
pada suhu
rendah.
Penyusutan pada bahan
diakibatkan karena uap air yang terkandung dalam
bahan terserap oleh vakum dan dikondensasikan
sehingga tidak membasahi produk yang dikeringkan.
Karena itu proses gelatinisasi, karameliasi dan
denaturasi tidak terjadi sehingga pada bagian pangan
yang kering tidak terjadi pembentukan kerak. Dengan
demikian, uap air bisa berdifusi dengan baik dari
bagian basah ke udara lingkungan, sehingga bisa
dihasilkan produk yang kering dengan baik. Pada
pengeringan dari waktu pengeringan 0-18 jam
banyaknya air yg teruapkan cukup banyak hal ini
disebabkan proses sublimasi penguapan berjalan
dengan cepat dilihat dari suhu yang digunakan yaitu
-80C dan tekanan yang digunakan yaitu 0,0010.
Sedangkan untuk pengeringan pada waktu 18-42 jam
banyaknya air yg teruapkan lebih rendah hal ini di
sebabkan karena proses sublimasi penguapan air
dalam bahan sudah hampir mendekati constant rate.
Untuk pengeringan selama 46 dan 48 jam juga
perubahan massa terjadi tidak signifikan, hal ini

dipengaruhi karena kandungan air yang terdapat


dalam bahan sudah tidak dapat lagi teruapkan dimana
kondisi ini disebut dengan kondisi air terikat.
Dari massa sampel yang telah kering
didapatkan hubungan moisture content
atau
kandungan air dalam bahan terhadap lamanya
waktu pengeringan. Pada pengeringan selama 18 jam
didapatkan kandungan air dalam bahan sebesar
29,51%, pengeringan 22 jam sebesar 27,64%,
pengeringan selama 24 jam 26.20%, pengeringan 42
jam 26,15%, pengeringan 46 jam 25,28% dan
pengeringan 48 jam sebesar 25,24%. Pada waktu
pengeringan selama 0-18 jam dapat dilihat
kandungan air yang terdapat dalam bahan cukup
sedikit. Hal ini disebabkan oleh air yang mula-mula
berada dalam sampel tersublimasi seiring dengan
waktu. Kondisi proses dalam pengeringan ini
dipertahankan tetap dibawah titik triple. Jika kondisi
ini dipertahankan, maka air (es) dalam bahan pangan
secara kontinyu akan berkurang (Hariyadi, 2013).
Mekanisme
proses
pengeringan
biasa
dan
pengeringan beku ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbedaan mekanisme proses pengeringan biasa (A) dan proses pengeringan beku (B).
Berdasarkan Gambar 2, pada waktu 18, 22, dan
24 jam, kristal-kristal es yang berada pada struktur
produk pangan mengalami sublimasi, namun air yang
teruapkan sedikit, hal ini disebabkan oleh jenis air
yang terdapat dalam bahan sudah berada dalam
keadaan terikat sehingga air yang terdapat dalam
bahan sulit untuk teruapkan. Pada keadaan ini
kandungan air yang terdapat dalam bahan berturutturut yaitu 29.51%, 27.64%, dan 26.20%. Pada proses

sublimasi, es yang menguap tidak mengalami


perubahan fase menjadi cair, sehingga proses
pengeringan akan berjalan lebih optimal. Air (es) akan
teruapkan secara langsung tanpa melalui pori pori
yang terdapat dalam permukaan bahan.
Sedangkan pada proses pengeringan dari 46 48 jam kandungan air yang berubah fase menjadi uap
semakin sedikit, kandungan air dalam bahan pada
waktu pengeringan ini yaitu 25.28% dan 25.24%.
105

Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 2 (Juni 2015) 101 - 107


Pada waktu pengeringan ini air yang terdapat
dalam bahan sulit teruapkan. Hal ini disebabkan air
yang terdapat dalam bahan sudah dalam kondisi
terikat. Hasil data penelitian menujukkan kesesuaian
teori yang dikemukakan Desrosier (1988), semakin
lama waktu pengeringan yang digunakan untuk
mengeringkan suatu bahan, maka air menguap dari
bahan semakin banyak.
3.2. Hasil Analisa Kandungan Gizi Ampas kelapa
Berdasarkan hasil pengeringan, beberapa analisa
yang dilakukan yaitu analisa kadar protein, serat

kasar, kadar lemak, dan kadar air. Analisa dilakukan


menjadi 2 bagian yang dibedakan berdasarkan
waktu pengeringan. Sampel pertama merupakan
penggabungan dari sampel hasil pengeringan hari
pertama yaitu jam ke-18, ke-22, dan ke-24.
Sedangkan sampel kedua merupakan penggabungan
sampel hasil pengeringan hari kedua pada jam ke42, ke-46, dan ke-48. Selain itu tujuan dari analisa
kandungan nilai gizi ini adalah sebagai dasar penentu
kualitas tepung yang dihasilkan dari pengeringan hari
pertama dan kedua. Analisa dilakukan secara duplo
agar hasil yang didapatkan lebih akurat.

Tabel 2. Kandungan nilai gizi tepung ampas kelapa per 50 gram sample
pengeringan 1 hari
pengeringan 2 hari
parameter
percobaan
percobaan
Percobaan
Percobaan
1
2
1
2
Protein
Lemak

4,12%
12,0%

4,10%
12,0%

4,41%
15,2%

4,44%
15,3%

Serat kasar

37,1%

37,2%

33,8%

33,7%

0,33%

0,24%

0,23%

kadar air

0,33%

Berdasarkan Tabel 2, kandungan nilai gizi tepung


ampas kelapa dapat dijelaskan sebagai berikut:

sehingga nilai protein pangan olahan dari tepung


ampas kelapa meningkat.

3.2.1. Kadar protein


Tepung ampas kelapa tidak termasuk pangan
sumber protein, karena kandungan proteinnya yang
sangat rendah. Pada analisa ini didapatkan kadar
protein pada pengeringan hari pertama yaitu 4,11 %
dan hari kedua 4,42%. Kadar protein hari pertama
lebih rendah dibandingkan hari kedua,
hal
ini
terjadi
karena
selama
pengeringan
terjadi
pengeluaran air dari matriks bahan pangan. Selama
pengeringan berlangsung, terdapat kandungan air
yang terikat pada komponen polar, termasuk protein.
Pada saat sampel dikeringkan selama 1 hari, ikatan
hidrogen antara air dan protein belum sepenuhnya
terlepas, sehingga masih ada protein yang tidak
terukur. Sedangkan pada pengeringan selama 2 hari,
ikatan hidrogen lebih banyak terputus antar air dan
protein, maka lebih banyak pula protein yang terukur.
Sehingga pengeringan selama 2 hari lebih banyak
kadar protein terukur dibandingkan pengeringan
selama 1
hari. Pada pengeringan dengan
menggunakan metode freeze dryer pada Tabel 2
terlihat bahwa pengeringan pada hari pertama dan
kedua kandungan protein sampel yang dihasilkan
mengalami kenaikan, hal ini sesuai dengan hasil
penelitian
yang mengungkapkan bahwa selama
pengeringan bahan pangan semakin hilang kadar air
pada bahan saat pengeringan maka akan
menyebabkan naiknya kadar zat gizi pada bahan
(Desroiser, 1988).
Jika jenis tepung ampas kelapa akan dijadikan
sebagai alternatif tepung sebagai bahan baku pangan
olahan maka perlu dilakukan usaha nutrifikasi pangan

3.2.2. Kadar serat kasar


Pada hasil analisa serat kasar didapatkan kadar
serat kasar tepung
ampas
kelapa
pada
pengeringan selama 1 hari yaitu 37,22% dan
pengeringan selama 2 hari yaitu
33,7%. Data
menunjukkan kadar serat kasar pada proses
pengerigan satu hari lebih besar dibandingkan dengan
pengeringan selama dua hari. Penurunan kandungan
serat kasar pada penelitian ini diduga karena adanya
pemecahan hemiselulosa akibat berkurangnya kadar
air dalam matriks bahan pangan. Pemecahan
hemiselulosa
ini
mengakibatkan
penurunan
kandungan serat kasar dimana hemiselulosa
merupakan bagian dari serat kasar (Hanggita, 2012).
Jadi semakin lama waktu pengeringan yang dilakukan,
kadar air yang tersedia semakin sedikit, maka
semakin banyak pula pemecahan atau rusaknya
hemiselulosa yang terbentuk. Dengan
semakin
banyak hemiselulosan yang rusak, maka makin
sedikit kadar serat kasar yang terukur.
3.2.3. Kadar lemak
Berdasarkan
hasil percobaan, kadar lemak
tepung ampas kelapa pada pengeringan selama satu
hari yaitu 12% dan pengeringan selama dua hari
yaitu 15,3%. Kadar lemak sampel yang dilakukan
pengeringan selama satu
hari
memiliki
nilai
yang
lebih rendah dibandingkan pengeringan
yang dilakukan selama dua hari.. Di dalam matriks
bahan pangan, terdapat protein konjugasi yang dapat
berkombinasi dengan lemak dan juga air yaitu
lipoprotein (LIPI, 2009). Kandungan asam lemak
106

Jurnal Integrasi Proses Vol. 5, No. 2 (Juni 2015) 101 - 107


tertinggi pada kelapa yaitu asam lemak jenuh laurat
yaitu sekitar 44.3-52.1% (Eckey, 1945). Berkurangnya
kadar air pada proses pengeringan memberikan
pengaruh pada kandungan lipoprotein ini yang mana
berkaitan dengan keberadaan lemak. Selama
pegeringan dengan freeze drier dengan suhu yang
sangat rendah, tidak ada pemutusan ikatan rantai
lemak jenuh asam lemak laurat menjadi short chain
fatty acid (SCFA), karena rantai lemak ini akan
terputus oleh enzim lipase pada suhu optimum yaitu
pada suhu 40C-50C Semakin lama waktu proses
pengeringan, kadar air pun semakin berkurang, maka
ikatan hidrogen dengan protein akan terputus yang
disertai dengan pemutusan ikatan air dengan
lipoprotein. Setelah terjadi pemutusan tersebut
selama pengeringan, pemutusan juga terjadi pada
ikatan antara lemak dan protein yang mengaibatkan
terbentuknya asam lemak bebas yang tidak berikatan
dengan molekul apapun. Asam lemak bebas inilah
yang diduga sebagai lemak utuh yang terdeteksi
sehingga dapat diukur kadarnya. Jadi semakin lama
waktu pengeringan, semakin banyak kandungan
lemak utuh yang terbentuk. Sehingga semakin lama
waktu pengeringan, semakin banyak kandungan
lemak yang terukur (Eckey, 1945).
3.2.4. Kadar air
Analisa kadar air bertujuan untuk mengetahui
kadar air yang terdapat dalam bahan. Pada penelitian
ini dihasilkan kadar air tepung ampas kelapa pada
pengeringan selama satu hari percobaan 1 dan 2
sebesar 0.33 %. Sedangkan pengeringan selama dua
hari percobaan 1 dan 2 berturut-turut sebesar 0.24
% dan 23%. Dari data tersebut dapat terlihat
bahwa semakin lama waktu pengeringan maka
kadar air dalam suatu bahan akan semakin rendah.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, hal ini
disebabkan oleh air yang mula-mula berada di dalam
matriks bahan sampel tersublimasi seiring dengan
lama waktu pengeringan. Kondisi proses dalam
pengeringan ini dipertahankan tetap dibawah titik
triple. Jika kondisi ini dipertahankan, maka air (es)
dalam bahan pangan secara kontinyu akan berkurang
melalui proses sublimasi (Hariyadi, 2013). Jadi dapat
disimpulkan bahwa semakin lama waktu pengeringan
yang digunakan untuk mengeringkan suatu bahan,
maka air menguap dari bahan semakin banyak dan
kadar air pun semakin rendah.

dibandingkan pengeringan selama 48 jam. Proses


pengeringan Freeze Drying dengan lama pengeringan
24 jam, menghasilkan: Protein 4,12%, Lemak 12%,
Serat Kasar 37, 1% dan kadar air sebesar 0,33%.
Penurunan kadar Serat kasar diakibatkan karena
pecahnya hemiselulosa dalam bahan.
Untuk penelitian selanjutnya proses pengeringan
dengan metode freeze dryer
perlu
dilakukan
penelitian lebih lanjut pada waktu pengeringan di
bawah 18 jam. Pengeringan dapat dilakukan dengan
variasi suhu dan tekanan bila pada alat freeze dryer
suhu dan tekanannya dapat diatur. Pastikan umur
buah kelapa yang akan digunakan diketahui, karena
kandungan gizi dalam kelapa
berbeda-beda
tergantung umur buah. Selain itu, perlu dilakukan
fortifikasi protein pada produk tepung ampas kelapa
agar memiliki nilai gizi yang lebih baik.
5. DAFTAR PUSTAKA
Eckey E.W., Esterification and Interesterification,
Journal of the American Oil Chemists Society, 1945.
Desroiser, N.W,. Teknologi Pengawetan Pangan, UI
Press, Jakarta, 1988.
Balasubramaniam, K.. Polysacharides of the Kernel of
Maturing and Matured Coconuts, Jurnal of Food
Science, 1976, 41.
Bonzon, J.A.; Velasco J.R., Coconut Production and
Utilization, Metro Manila, Philippines, 1882.
Hanggita, S.RJ, Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan
Terhadap Mutu Silase Limbah Pengolahan Kodok
Beku (Rana sp.) yang Dikeringkan dengan
Penambahan Dedak Padi, Universitas Sriwijaya,
2012.
Hariyadi, P.. Pengeringan Beku dan Aplikasinya di
Industri Pangan. IPB Bogor, 2013.
Muchtadi TR; Sugiono. Ilmu Pengetahuan Bahan
Pangan, PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor, 1992.
Rony P., Aneka Produk Olahan Kelapa, Jakarta :
Penebar Swadaya,1993.
Trinidad, T.P., Dietary Fiber From Coconut Flour: A
Functional Food Journal Science Direct, 2004.
Trinidad, T.P., Coconut Flour From Sapal; A
Promising Functional Food, Food and Nutrition
Research Institute, Department of Science and
Technology, Manila, 2002.

4. KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini
adalah proses pengeringan ampas kelapa dengan
metode
freeze
drying dipengaruhi oleh waktu
pengeringan, yang ditunjukan oleh perbedaan pada
mutu gizi meliputi protein, lemak, serat kasar, dan
kadar air. Semakin lama waktu pengeringan
kandungan gizi dalam tepung ampas kelapa akan
semakin meningkat. Waktu pengeringan yang efisien
dilakukan selama 1 hari (24 jam), karena
kandungan serat lebih tinggi dan lemak lebih rendah
pada pengeringan selama 24 jam. Selain itu, biaya
pengeringan selama 24 jam lebih ekonomis
107

Anda mungkin juga menyukai