Anda di halaman 1dari 9

INFORMED CONSENT

1. Apakah informed consent itu?


Informed
consent
atau
persetujuan
tindakan
medis/kedokteran adalah
Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008.
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga
terdekat, setelah mendapat penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
akan dilakukan terhadap pasien.
Konsil Kedokteran Indonesia.
Pernyataan sepihak pasien atau yang sah mewakilinya, yang
isinya berupa persetujuan atas rencana tindakan kedokteran
atau kedokteran gigi yang diajukan oleh dokter atau dokter
gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat
membuat persetujuan atau penolakan.
Sofwan Dahlan.
Pernyataan sepihak oleh pasien, atau dalam hal pasien tidak
berkompeten oleh orang yang berhak mewakilinya, yang
isinya berupa persetujuan kepada dokter untuk melakukan
suatu tindakan medis sesudah orang tersebut diberi
informasi secukupnya mengenai tindakan medis yang akan
dilakukan.
Apabila dicermati pada definisi dari Permenkes, dan KKI,
maka dapat disimpulkan bahwa persetujuan oleh keluarga
terdekat atau yang sah mewakilinya adalah merupakan
sebuah pernyataan alternatif (menggunakan kata atau),
padahal sebenarnya tidak demikian. Persetujuan oleh
keluarga tersebut seharusnya bersifat kondisional, artinya
berlaku hanya apabila ada persyaratan tertentu, yaitu apabila
pasien tidak berkompeten ( belum dewasa, atau tidak sehat
akal), sehingga definisi dari Sofwan Dahlan rasanya lebih
tepat.
Sedangkan arti berkompeten adalah bahwa pasien tersebut
mampu untuk melakukan perbuatan hukum (dalam hal ini
membuat pernyataan yang berakibat hukum).
Kriteria seseorang disebut berkompeten adalah :
Telah dewasa yaitu berumur 21 tahun atau lebih
( menurut hukum perdata), atau belum 21 tahun tetapi sudah
pernah menikah, dan
Sehat akalnya, yaitu tidak terganggu kesadaran
fisiknya, mampu berkomunikasi secara wajar, tidak
mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental,
dan tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu
membuat keputusan secara bebas.
Konsil Kedokteran Indonesia memberi patokan umur
kompetensi adalah 18 tahun, yaitu mengacu pada UU
Perlindungan anak, namun Permenkes 290 tahun 2008
mengacu pada ketentuan hukum perdata.
Informasi yang diberikan harus memiliki kualitas dan
kuantitas yang cukup bagi pasien yang awam di bidang
medis, untuk dijadikan landasan/ dasar untuk membuat
keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan berupa
persetujuan ataupun penolakan tindakan medis yang
diusulkan dokter.
2. Apa latar belakang perlunya informed consent?
Perlunya informed consent dilatarbelakangi oleh hal-hal
dibawah ini ( Sofwan Dahlan, 2000) :
Tindakan medis merupakan upaya yang penuh
dengan ketidak-pastian, dan hasilnyapun tidak dapat
diperhitungkan secara matematis.
Hampir semua tindakan medis memiliki risiko, yang
bisa terjadi dan bisa juga tidak terjadi.
Tindakan medis tertentu sering diikuti oleh akibat
ikutan yang sifatnya tidak menyenangkan bagi pasien.

Sebagai contoh, operasi pengangkatan rahim pasti akan


diikuti oleh kemandulan.
Semua risiko tersebut jika benar-benar terjadi akan
ditanggung dan dirasakan sendiri oleh pasien, sehingga
sangatlah logis bila pasien sendirilah yang paling utama
untuk dimintai persetujuannya.
Risiko yang terjadi ataupun akibat ikutannya sangat
mungkin sulit atau bahkan tidak dapat diperbaiki.
Semakin kuatnya
pengaruh pola hidup
konsumerisme, walaupun harus diingat bahwa otonomi
pasien dibatasi oleh otonomi profesi.
3. Apakah landasan dari informed consent?
a.
Landasan Filosofis
Adanya doktrin A man is the master of his own body
yang bersumber pada hak asasi manusia, yaitu the right to
self determination, atau hak untuk menentukan nasibnya
sendiri, adalah landasan filosofis dari informed consent.
Berdasarkan doktrin tersebut tindakan apapun yang sifatnya
adalah offensive touching (termasuk tindakan medis) harus
mendapat persetujuan lebih dahulu dari yang memiliki
tubuh. Sehingga tindakan medis tanpa informed consent
secara filosofis dianggap melanggar hak, meskipun
tujuannya baik serta demi kepentingan pasien.
b.
Landasan Etika
Landasan etika dari informed consent adalah 4 prinsip dasar
moral, yaitu :
o Beneficence
o Non maleficence
o Autonomy
o Justice
Dalam hal ini informed consent adalah perwujudan dari
prinsip autonomy
c.
Landasan Hukum
Peraturan perundangan yang menjadi landasan hukum bagi
pelaksanaan informed consent adalah :
o UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
(pasal 45)
Non- selective ( berlaku untuk semua tindakan
medis)
Harus didahului dengan penjelasan yang cukup
sebagai landasan bagi pasien untuk mengambil keputusan
Dapat diberikan secara tertulis atau lisan ( dapat
dengan ucapan ataupun anggukan kepala).
Untuk tindakan medis berisiko tinggi harus
diberikan secara tertulis.
Dalam keadaan emergensi tidak diperlukan
informed consent, tetapi sesudah sadar wajib diberitahu dan
diminta persetujuan.
Ditandatangani oleh yang berhak
Disini yang dimaksud tindakan medis berisiko tinggi adalah
tindakan bedah dan tindakan invasif lainnya.
o UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, pasal 56
o UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit, pasal 32
(k)
o
Peraturan
Menteri
Kesehatan
RI
No
290/MENKES/PER/III/ 2008
4. Apakah fungsi informed consent?
Pada hakekatnya informed consent berfungsi sebagai :
a.
Bagi pasien, merupakan media untuk menentukan
sikap atas tindakan medis yang mengandung risiko atau
akibat ikutan.

b.
Bagi dokter, merupakan sarana untuk mendapatkan
legitimasi (pembenaran, atau pengesahan) atas tindakan
medis yang dilakukan terhadap pasien, karena tanpa
informed consent maka tindakan medis dapat berubah
menjadi perbuatan melawan hukum. Dengan informed
consent maka dokter terbebas dari tanggungjawab atas
terjadinya risiko atau akibat ikutan, karena telah
diinformasikan didepan, sedangkan apabila tanpa informed
consent maka risiko dan akibat ikutan menjadi
tanggungjawab dokter.
Meskipun demikian, jangan disalah artikan bahwa informed
consent dapat melepaskan dokter dari tanggungjawab
hukum atas terjadinya malpraktik, sebab malpraktik adalah
masalah lain yang erat kaitannya dengan mutu tindakan
medis yang tidak sesuai dengan standar profesi.
5.
Tindakan medis apa saja yang memerlukan informed
consent?
Mengacu pada UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran, dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 290
Tahun 2008, maka semua tindakan medis/kedokteran harus
mendapatkan persetujuan dari pasien, jadi sifatnya adalah
non-selective. Hanya disebutkan bahwa tindakan medis yang
berisiko tinggi harus mendapatkan informed consent secara
tertulis ( written consent).
Pada keadaan emergensi atau penyelamatan jiwa maka tidak
diperlukan informed consent. Dalam konteks praktik
dilapangan informed consent tetap merupakan hal yang
penting, namun tidak boleh menjadi penghalang bagi
tindakan penyelamatan jiwa.
Sedangkan pada kasus pasien anak-anak, tindakan medis
tetap dapat dilakukan oleh dokter walaupun tanpa
persetujuan orang tua dengan syarat :
a.
Tindakan medis yang akan dilakukan harus
merupakan tindakan medis terapetik, bukan eksperimental.
b. Tanpa tindakan medis tersebut, anak akan mati, dan
c.
Tindakan medis tersebut memberikan harapan atau
peluang pada anak untuk hidup normal, sehat dan
bermanfaat.
6.
Siapa yang bertanggungjawab untuk memberikan
informasi? Apa isi/materi informasinya, dan bagaimana cara
memberikan informasi tersebut?
Tanggungjawab memberikan informasi :
Harus difahami sungguh-sungguh, bahwa :
a.
Tanggungjawab memberikan informasi sebenarnya
berada pada dokter yang akan melakukan tindakan medis,
karena hanya dia sendiri yang tahu persis tentang masalah
kesehatan pasien, hal-hal yang berkaitan dengan tindakan
medis tersebut, dan tahu jawabannya apabila pasien
bertanya.
b.
Tanggungjawab tersebut memang dapat didelegasikan
kepada dokter lain, perawat, atau bidan, hanya saja apabila
terjadi kesalahan dalam memberikan informasi oleh yang
diberi delegasi, maka tanggungjawabnya tetap pada dokter
yang memberikan delegasi.
Oleh karena itu, hendaknya para dokter hanya
mendelegasikan jika sangat terpaksa. Dan itupun hanya
kepada tenaga kesehatan yang tahu betul tentang problem
kesehatan pasien, sehingga dapat memberikan jawaban yang
tepat apabila ada pertanyaan dari pasien.
Dibeberapa negara maju, tanggungjawab memberikan
informasi ini merupakan tanggungjawab yang tidak boleh
didelegasikan. ( non-delegable-duty)

Materi/isi informasi yang harus disampaikan :


a.
Diagnosis dan tata cara tindakan medis/kedokteran
tersebut
b.
Tujuan tindakan medis/kedokteran yang akan
dilakukan
c.
Alternatif tindakan lain, dan risikonya
d.
Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan
e.
Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan
f.
(perkiraan biaya)
Cara menyampaikan informasi :
Informasi cukup disampaikan secara lisan, supaya bisa
terjalin komunikasi dua arah (tanya-jawab). Bisa ditambah
dengan alat bantu, brosur, atau menggunakan media
informasi lain. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan
kondisi pasien, sehingga mudah dipahami oleh pasien.
Sebelum penjelasan ditutup, buka sesi tanya-jawab, dan
pastikan pemahaman pasien dengan mengajukan beberapa
pertanyaan.
Penjelasan yang diberikan tersebut, dicatat dalam berkas
rekam medis pasien, dengan mencantumkan, tanggal,waktu,
dan
nama
yang
menerima
informasi,
disertai
tandatangannya.
Dalam hal pasien menolak untuk menerima informasi, maka
dokter dapat memberikan informasi tersebut kepada
keluarga terdekat dengan didampingi oleh seorang tenaga
kesehatan lain sebagai saksi (Permenkes 290 th 2008).
7.
Siapa yang berhak untuk memberikan informed
consent, dan bagaimana cara memberikannya?
Hak untuk memberikan informed consent adalah sebagai
berikut :
a.
Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien
yang bersangkutan.
b.
Untuk pasien anak-anak adalah keluarga terdekat atau
walinya
c.
Untuk pasien tidak sehat akal (walau ia sudah dewasa)
adalah keluarga atau wali, atau kuratornya.
d.
Untuk pasien yang sudah menikah adalah pasien yang
bersangkutan, kecuali untuk tindakan medis tertentu harus
disertai persetujuan pasangannya, yaitu untuk tindakan yang
mempunyai pengaruh bukan saja terhadap pasien, namun
juga terhadap pasangannya sebagai satu kesatuan yang utuh,
dan akibatnya irreversible, Sebagai contoh adalah operasi
tubectomi atau vasectomi, dalam hal operasi tersebut, maka
bukan saja si istri atau si suami saja yang tidak akan
mempunyai keturunan, tetapi adalah keduanya sebagai suatu
pasangan. Pengecualian ini tidak berlaku untuk tindakan
yang sifatnya terapetik karena penyakit pasien. Sebagai
contoh adalah operasi mengangkat rahim karena kanker
rahim, maka pasien tidak perlu minta persetujuan suaminya
untuk memberikan informed consent.
Cara pasien memberikan informed consent :
Informed consent dapat diberikan oleh pasien atau
keluarganya jika pasien tidak berkompeten melalui tiga
macam cara, yaitu :
a.
Terucap ( oral consent)
b. Tersurat ( written consent)
c.
Tersirat ( implied consent)
Semua cara tersebut sah, hanya saja untuk tindakan medis
berisiko tinggi, harus diberikan secara tersurat/tertulis.
Untuk informed consent yang tidak tertulis, dibatasi untuk
tindakan-tindakan medis yang :
a.
Risikonya kecil

b.
Ada saksi ( misalnya perawat, bidan, dll) yang melihat
proses pemberian informasi.
c.
Dicatat dalam rekam medis pasien dengan
mencantumkan
tanggal, waktu, dan nama penerima
informasi serta saksi.
8. Apakah materi dari written consent?
Redaksinya pada hakekatnya adalah bebas, sesuai ketentuan
institusi kesehatan yang mengeluarkannya, namun harus
mengandung hal-hal sebagai berikut :
a.
Pengakuan atau pernyataan oleh pasien atau walinya
bahwa :
Ia telah diberi informasi oleh dokter.....
Ia telah memahami sepenuhnya informasi tersebut
Ia, setelah memperoleh informasi dan memahami,
kemudian memberikan persetujuan kepada dokter........untuk
melakukan tindakan medis.
b. Tandatangan pasien atau walinya
Tandatangan dokter yang memberi informasi mestinya tidak
perlu mengingat informed consent adalah sebuah pernyataan
sepihak dari pasien. Demikian pula
tandatangan saksi. Sebagai contoh adalah
kwitansi yang merupakan pernyataan
sepihak dari seseorang yang telah menerima
uang, maka cukup yang bersangkutan yang
menandatangani.
9.
Apakah syarat sahnya informed consent, dan
bagaimana pembatalannya?
Syarat sahnya informed consent :
a.
Voluntary ( suka rela, tanpa unsur paksaan)
b.
Unequivocal ( dengan jelas dan tegas)
c.
Conscious ( dengan kesadaran )
d.
Naturally ( sesuai kewajaran )
Voluntary maknanya bahwa pernyataan tersebut harus bebas
dari tiga F, yaitu force (paksaan), fear ( rasa takut) dan fraud
( diperdaya). Sedangkan Naturally maknanya sesuai
kewajaran disrtai iktikad baik, serta isinya tidak mengenai
hal-hal tang dilarang oleh hukum. Oleh sebab itu tidak
dibenarkan
adanya
kalimat
yang
menyatakan
bahwa ....pasien tidak berhak menuntut atau menggugat
jika terjadi sesuatu yang merugikannya.
Pembatalan informed consent :
Informed consent dapat dibatalkan :
a.
Oleh pasien sendiri sepanjang tindakan medis tersebut
belum dilakukan, atau secara medis tidak mungkin lagi
untuk dibatalkan.
b.
Dalam hal informed consent diberikan oleh wali atau
keluarga terdekatnya, maka sepatutnya pembatalan tersebut
adalah oleh anggota keluarga yang bersangkutan, atau oleh
anggota keluarga lainnya yang mempunyai kedudukan
hukum lebih berhak untuk bertindak sebagai wali.
Dalam hukum perdata, suami atau isteri dari pasien lebih
berhak dari pada anak atau orang tuanya.

dibahas pula siapa yang berhak untuk memberikan informed


consent, dan bagaimana caranya. Apakah yang harus ada
dalam informed consent tertulis, apakah syarat agar
informed consent tersebut sah, dan bagaimana pembatalan
sebuah informed consent.

Kaidah Dasar Etika/Bioetika (Kedokteran Barat)


Kaidah dasar (prinsip) Etika / Bioetik adalah aksioma yang
mempermudah penalaran etik. Prinsip-prinsip itu harus
spesifik. Pada praktiknya, satu prinsip dapat dibersamakan
dengan prinsip yang lain. Tetapi pada beberapa kasus,
karena kondisi berbeda, satu prinsip menjadi lebih penting
dan sah untuk digunakan dengan mengorbankan prinsip
yang lain. Keadaan terakhir disebut dengan prima facie.
Konsil Kedokteran Indonesia, dengan mengadopsi prinsip
etika kedokteran barat, menetapkan bahwa, praktik
kedokteran Indonesia mengacu kepada 4 kaidah dasar moral
(sering disebut kaidah dasar etika kedokteran atau bioetika),

juga prima facie dalam penerapan praktiknya secara


skematis dalam gambar berikut : [1] [2] [3]
Gambar. empat kaidah dasar etika dalam praktik
kedokteran, dengan prima facie sebagai judge; penentu
kaidah dasar mana yang dipilih ketika berada dalam konteks
tertentu (ilat) yang relevan.
a. Menghormati martabat manusia (respect for
person/autonomy). Menghormati martabat manusia.
Pertama, setiap individu (pasien) harus diperlakukan sebagai
manusia yang memiliki otonomi (hak untuk menentukan
nasib diri sendiri), dan kedua, setiap manusia yang
otonominya berkurang atau hilang perlu mendapatkan
perlindungan.
Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral
yakni : kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan
menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik
bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan,
paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu
motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau selflegislation dari manusia.
Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran =
otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran

RANGKUMAN
Materi ini telah membahas tentang informed consent.
Dimulai dari pengertian informed consent, latar belakang
perlunya informed consent, landasan filosofis, landasan
etika, dan landasan hukum. Lebih lanjut dibahas fungsi
informed consent, tindakan apa saja yang memerlukan
informed consent, siapa yang bertanggung jawab untuk
memberikan informasi, apa materi informasinya dan
bagaimana cara penyampaian informasi tersebut. Disisi lain

dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan


melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang
pribadi.

Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung,

Menjamin nilai pokok : apa saja yang ada, pantas (elok)

membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom

kita bersikap baik terhadapnya (apalagi ada yg hidup).

(sebagai mahluk bermartabat).


Didewa-dewakan

di

Anglo-American

yang

individualismenya tinggi.

c. Tidak berbuat yang merugikan (non-maleficence).


Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang
paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya.
Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus
diikuti.

Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak

Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien,

privasi liyan, lindungi informasi konfidensial, mintalah

seperti :

consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah


membuat keputusan penting.

Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita


(harm) pasien

Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi


(termasuk

untuk

kepentingan

peradilan),

penggunaan

Minimalisasi akibat buruk

teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau


dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.

Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan halhal :

b. Berbuat baik (beneficence). Selain menghormati martabat


manusia, dokter juga harus mengusahakan agar pasien yang
dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare).
Pengertian berbuat baik diartikan bersikap ramah atau
menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.

- Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko

Tindakan berbuat baik (beneficence)

- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut

- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif

General beneficence :

hilangnya sesuatu yang penting

melindungi & mempertahankan hak yang

- Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami

lain

risiko minimal).
o

mencegah terjadi kerugian pada yang lain,

menghilangkan kondisi penyebab kerugian

pada yang lain,

Specific beneficence :

menolong orang cacat,

menyelamatkan orang dari bahaya.

Norma tunggal, isinya larangan.


d. Keadilan (justice). Perbedaan kedudukan sosial, tingkat
ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan,
kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, serta
perbedaan jender tidak boleh dan tidak dapat mengubah
sikap dokter terhadap pasiennya. Tidak ada pertimbangan
lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian utama
dokter.
Treat similar cases in a similar way = justice within

Mengutamakan kepentingan pasien

morality.

Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh

Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan

menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain

sebagai fairness) yakni :

Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-

a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan

buruk)

diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai


kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya)

b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan

d. Hukum (umum) :

kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan


Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan

kemampuan pasien).

hak-hak kepada yang berhak.

Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap

pasien

sebagai

mahluk

berakal

budi

(bermartabat),

pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk

khususnya : yang-hak dan yang-baik

kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.

Jenis keadilan :

Prima Facie : dalam kondisi atau konteks tertentu, seorang


dokter harus melakukan pemilihan 1 kaidah dasar etik
ter-absah sesuai konteksnya berdasarkan data atau situasi
konkrit terabsah (dalam bahasa fiqh ilat yang sesuai). Inilah
yang disebut pemilihan berdasarkan asas prima facie.[4]

a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima)


b. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan

Norma dalam etika kedokteran (EK) :

sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara


rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan

Merupakan norma moral yang hirarkinya lebih tinggi dari

jasmani-rohani; secara material kepada :

norma hukum dan norma sopan santun (pergaulan)

Setiap orang andil yang sama

Fakta fundamental hidup bersusila :

Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya

Etika mewajibkan dokter secara mutlak, namun sekaligus


tidak memaksa. Jadi dokter tetap bebas,. Bisa menaati atau

Setiap orang sesuai upayanya.

masa bodoh. Bila melanggar : insan kamil (kesadaran moral


= suara hati)nya akan menegur sehingga timbul rasa

Setiap orang sesuai kontribusinya

bersalah, menyesal, tidak tenang.

Setiap orang sesuai jasanya

Sifat Etika Kedokteran :

Setiap orang sesuai bursa pasar bebas

1.

Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika

umum)
c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan

2.

kemakmuran dan kesejahteraan bersama :

pasien).

Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan

3.

strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan

selfimposed, zelfoplegging)

nikmat/keuntungan bagi pasien.

4.

Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social


ekonomi

(mementingkan

prosedur

adil

>

hasil

substantif/materiil).

Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain /

Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri =

Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban

ke arah norma-norma yang seringkali mendasar dan


mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri
sendiri,

umum,

teman

sejawat

dan

pasien/klien

masyarakat khusus lainnya)

Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu

5.

Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup

bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggungjawab

yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering

profesi

menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).

Etika profesi (biasa):

&

bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai,

tempat orang lain sesuai dengan identitas, pikiran, perasaan,

norma-norma/kewajiban-kewajiban dan keutamaan-

keinginan,

keutamaan moral

Menunjukkan empati tidak hanya lewat komunikasi verbal,

perilaku,

tanpa

mencampur-baurkan

nilai.

namun juga dapat ditampilkan dalam non verbal (seperti:


Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak kebebasan
untuk menyimpan rahasia pasien/rahasia jabatan
(verschoningsrecht)
Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan &
pengalaman profesi kedokteran.
Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika
apriori); karena telah berabad-abad, yang-baik & yangburuk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan
norma atau moralitas profesi)
Isi : 2 norma pokok :
sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan dampak
praktek profesi bagi orang lain;
bersikap adil dan menghormati Hak Asasi Manusia
(HAM).
6.

Etika profesi luhur/mulia :

Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan :


Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter < style="">
Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan cita-cita
luhur/etos profesi = lesprit de corpse pour officium nobile
7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis
moral akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi
dunia kedokteran.
.
Empati
4.1 Pengertian Empati
Kebanyakan orang beranggapan bahwa empati memiliki arti
dan makna yang sama dengan simpati, padahal pengertian
empati adalah seseorang menempatkan dirinya secara
imajinatif pada posisi orang lain9. Secara lebib luas, empati
juga bisa diartikan sebagai upaya dan kemampuan untuk
mengerti, menghayati dan menempatkan diri seseorang di

genggaman tangan, mimik muka simpatik, dsb).

4.2 Keterampilan Empati


Berempati bukan hanya sekedar berbasa-basi atau
bermanis mulut kepada pasien, tetapi juga dituntut untuk
memiliki keterampilan-keterampilan seperti berikut ini:
mendengarkan aktif, responsif terhadap kebutuhan pasien,
responsif terhadap kepentingan pasien, adanya usaha untuk
memberikan pertolongan pada pasien, dan dimulai dari diri
sendiri.
4.3 Mendengar Aktif
Mendengar aktif bukanlah sesuatu yang mudah untuk
dilakuan. Meskipun demikian, mendengar aktif dapat
dipelajari karena pendengar yang baik dan aktif tidak
terlahir begitu saja melainkan dibentuk memlalui proses
yang tidak mudah. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa
efisiensi mendengar rata-rata pada budaya ini hanya sekitar
25 persen saja, itu artinya walaupun kita mendengar semua
kata

yang

diucapkan,

tetapi

sebenarnya

kita

tidak

memproses semua kata-kata itu10.


Seorang dokter harus mampu mendengar aktif dengan
tujuan untuk mengetahui pemikiran, perasaan, dan keinginan
yang ingin disampaikan oleh pasien. Dalam mendengar
aktif, dokter tidak hanya memperhatikan komunikasi verbal
yang disampaikan tapi juga turut mengamati aspek-aspek
non verbal yang mungkin ditunjukan oleh pasien.
4.4 Manfaat Empati
Dengan menunjukkan rasa empati terhadap pasien,
seorang dokter dapat memetik manfaat-manfaat sebagai
4.4.1

berikut:
Menyokong atau meningkatkan pertumbuhan dalam

4.4.2
4.4.3
4.4.4
4.4.5

kesucian, kebajikan, kasih dan hikmat spiritual.


Menolong pasien untuk menjadi kuat
Menolong pasien untuk mandiri
Menolong pasien untuk melihat realitas
Menolong pasien untuk mendapatkan kepastian bahwa:
masalahnya

adalah masalah umum, sudah diketahui

penyebabnya, ada metode perawatan, dsb.

BAB VII
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEDOKTERAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Praktik
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik
kedokteran di Indonesia wajib memiliki surat izin praktik.
Pasal 37
Surat izin praktik sebagaiman dimaksudkan dalam Pasal 36
dikeluarkann oleh pejabat kesehatan yang berwenang di
kabupaten/kota tempat praktik kedokteran atau kedokteran
gigi dilaksanakan.

Suatu izin peraktik dokter atau dokter gigi sebagai mana


dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan untuk paling
banyak 3 (tiga) tempat.
Suatu surat izin praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat
praktik.
Pasal 38
Untuk mendapatkan surat izin praktik sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36, dokter atau dokter gigi harus :
memiliki surat tanda registrasi kedokteran atau surat tanda
registrasi dokter gigi yang masih berlaku sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29, Pasal 31, dan Pasal 32;
Mempunyai tempat praktik; dan
Memiliki rekomendasi dari organisasi profesi.
Surat izin praktik masih tetap berlaku sepanjang :
Surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi
dokter gigi masih berlaku; dan
Tempat izin praktik masih sesuai dengan yang tercantum
dalam surat izin praktik.
Ketentuan lebih lanjut mengenai surat izin paraktik diatur
Peraturan Materi.
Bagian Kedua
Palaksanaan Praktik
Pasal 39
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada
kesepakatan antara dokter atau doktrer gigi dengan pasien
dalam upaya untuk memelihara kesehatan, pencegahan
penyakit, meningkatkan kesehatan, pengobatan penyakit dan
pemulihan kesehatan.
Pasal 40
Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin
praktik dan menyelenggarakan praktik kedokteran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 wajib memasang
papan nama praktik kedokteran.
Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik disarana
pelayanan kesehatan, pimpinan sarana pelayanan kesehatan
wajib membuat daftar dokter atau dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran.
Pasal 42
Pimpinan sarana pelayanan kesehatan dilarang mengizinkan
dokter atau dokter gigi yang tidak memiliki surat izin
praktik untuk melakukan praktik kedokteran disarana
pelayanan kesehatan tersebut.
Pasal 43
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanan praktik
kedokteran diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Ketiga
Pemberian Pelayanan
Paragaraf 1
Standar Pelayanan
Pasal 44
Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik
kedokteran wajib mengikuti standar pelayanan kedokteran
atau kedokteran gigi.
Standar pelayanan sebagaimana pada ayat (1) dibedakan
menurut jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Mentri.
Paragraf 2
Persetujuan Tindakan Kedokteran atau Kedokteran Gigi
Pasal 45
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan
dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus
mendapatkan persetujuan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan
setelah pasien mendapatkan penjelasan secara lengkap.

Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya mencakup :


Diagnosis dan tata cara tindakan medis;
Tujuan tindakan medis yang dilakukan;
Alternatif tindakan lain dan resikonya;
Risiko dan komplikasi yang mukin terjadi; dan
Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang
mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan
persetuajuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan
kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5) diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 3
Rekam Medis
Pasal 46
Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalanka praktik
kedokteran wajib membuat rekam medis.
Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
segera dilengkapi setelah pasien selesai meneriman
pelayanan kesehatan.
Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu,
dan tanda tangan petugas yang memberikan pelayanan atau
tindakan.
Pasal 47
Dokumen rekam medis sebagai mana dimaksud dalam Pasal
46 merupakan milik dokter, dokter gigi, atau sarana
pelayanan kesehatan, sedangkan isi rekam medis merupakan
milik pasien.
Rekam medis sebagaimana simaksudkan pada ayat (1) harus
disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter
gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.
Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 4
Rahasia Kedokteran
Pasal 48
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran wajib menyimpan rahasia kedokteran.
Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan
kesehatan pasien, memenuhi paraturan penegak hukum
dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri,
atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur
dengan Peraturan Menteri.
Paragraf 5
Kendali Mutu dan Kendali Biaya
Pasal 49
Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran atau kedokteran gigi wajib menyelenggarakan
kendali mutu dan kendali biaya.
Dalam rangka pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat diselenggarakan audit medis.
Pembinaan dan pengawasan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan oleh
organisasi profesi.
Paragraf 6
Hak dan Kewajiban Dokter atau Dokter Gigi
Pasal 50
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai hak:

Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan


tugas sesuai dengan standar profesi dengan standar profesi
dan standar prosedur operasional;
Memberika pelayanan medis menurut standar profesi dan
standar prosedur operasional;
Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien
atau keluarganya; dan
Menerima imbalan jasa.
Pasal 51
Dokter atau dookter gigi dalam melaksanakan praktik
kedokteran mempunyai kewajiban:
Memberikan pelayanan medis sesuai dengan stanadr profesi
dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis
pasien;
Merujuk pasien kedokter atau kedokter gigi lain yang
mempunyai keahlian atau kamampuan yang lebih baik,
apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
pengobatan;
Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia;
Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan,
kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan
mampu melakukannya; dan
Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan
ilmu kedokteran atau kedokteran gigi.
Paragraf 7
Hak dan Kewajiban Pasien
Pasal 52
Pasien, dalam menerima pelayanan para praktik kedokteran,
mempunyai hak:
Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan
medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (3);
Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;
Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;
Menolak tindakan medis; dan
Mendapat isi rekam medis.
Paragraf 8
Pembinaan
Pasal 54
Dalam rangka terselenggaranya praktik kedokteran yang
bermutu dan melidungi masyarakat sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini, perlu
dilakukan pembinaan terhadap dokter atau dokter gigi yang
melakukan praktik kedokteran.
Pembinaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1)
dilakukan oleh Konsil Kedokteran Indonesia bersama-sama
dengan organisasi profesi.
BAB VIII
DISIPLIN DOKTER DAN DOKTER GIGI
Bagian Kesatu
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Pasal 55
Untuk menegakkan disiplin dokter dan dokter gigi dalam
penyelenggaraan praktik kedokteran, dibentuk Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
Majelis Kehormatan Disiplin Kedoktrean Indonesia
merupakan lembaga otonom dari Konsil Kedokteran
Indonesia.
Mejelis Kehormatan Disiplin Indonesia dalam menjalankan
tugasnya bersifat independent.
Pasal 56
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia.
Pasal 57
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia.

Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi


dapat dibentuk oleh Konsil Kedokteran Indonesia atas usul
Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Pasal 58
Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia terdiri atas seorang ketua, seorang wakil, dan
seorang sekretaris.
Pasal 59
Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran
Indonesia tersiri atas 3 (tiga) orang dokter dan 3 (tiga) orang
dokter gigi dari organisasi profesi masing-masing, seorang
dokter dan seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah
sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Majelis Kehormatan
Disiplin Kedokteran Indonesia harus dipenuhi syarat sebagai
berikut :
Warga negara Republik Indonesia;
Sehat jasmani dan rahani;
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak
mulia;
Berkelakuan baik;
Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling
tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat diangkat;
Bagi dokter atau dokter gigi, pernah melakukan praktik
kedokteran paling sedikit 10 (sepuluh) tahun dan memiliki
surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi;
Bagi sarjana hukum, pernah melakukan praktik dibidang
hukum paling sedikit 10 (sepuluh) tahundan memiliki
pengetahuan di bidang hukum kesehatan; dan
Cakap, juju, memiliki moral, etika, dan integritas yang
tinggi serta memiliki reputasi yang baik.

Anda mungkin juga menyukai