Anda di halaman 1dari 2

Guru Bukan Agen Buku LKS !!!

Menjelang Tahun Pelajaran baru, pihak sekolah dan orang tua berusaha memberikan yang terbaik untuk siswanya.
Orang tua siswa memilih sekolah terbaik untuk anak mereka demi meraih cita-cita anak tercinta. Orang tua siswapun
rela mengeluarkan dana yang tidak sedikit jumlah untuk itu. Harapan orang tua adalah anak mereka sukses kelak.
Memang pemerintah telah memberikan pendidikan gratis untuk pendidikan dasar (yakni SD dan SMP) tetapi kesan
adanya pendidikan gratis itu tetap saja menjadi mimpi. Berdasarkan pengamatan penulis, biaya pendidikan dasar di
sekolah swasta di Kota Banjarmasin ada yang mencapai puluhan juta sedangkan sekolah negeripun ada pembayaran
harus dikeluarkan oleh orang tua siswa.
Salah satu yang sering dikeluhkan oleh orang tua siswa adalah adanya pembelian buku dari penerbit tertentu (sering
buku itu disebut LKS) oleh oknum guru di seolah tertentu. Meskipun harganya tidak seberapa (rata-rata harga LKS itu
berkisar antara Rp 7.000,00 sampai dengan Rp 10.000,-) tetap saja meninggalkan masalah. Misalnya siswa kelas X
jenjang SMK terdapat 17 mata pelajaran, jika setiap oknum guru mewajibkan (meskipun bahasa tidak demikian) maka
siswa kelas X harus mengeluarkan dana sebesar Rp 170.000,00 per semester. Tentu ini sebuah masalah.
Ada beberapa alasan yang dikemukan oleh oknum guru penjual buku LKS mengapa mereka tetap mewajibkan buku
LKS kepada siswa mereke. Pertama, buku LKS yang dijual itu isinya bagus dan sesuai dengan kurikulum. Sebenarnya
jika kaji secara mendalam tentang kandungan buku LKS tersebut maka tidaklah seperti apa yang disampaikan oleh
distributor buku LKS kepada guru. Kebanyakan buku LKS yang dijumpai itu berisikan konsep/teori, contoh dan latihan
ulangan. Konsep/teori yang terdapat dalam buku LKS tersebut hanya beberapa halaman. Fakta dilapangan sering
ditemukan, guru menyampaikan pembelajaran berdasarkan buku LKS bukan pada silabus. Artinya aspek pengetahuan
yang didapat oleh siswa dikhawatirkan adalah hanya berdasarkan LKS tersebut. Sedangkan hasil pikir dari pengarang
buku LKS tersebut belum tententu valid. Tentu kita masih ingat ada buku LKS yang berisikan ajaran sosialisme dan
pornografi, hal ini juga yang dikhawatirkan oleh pemerintah. Kedua, Tidak tersedianya buku paket untuk mata
pelajaran tertentu. Alasan ini juga diada-adakan. Hal yang mustahil jika mata pelajaran tidak memiliki silabus.
Keterbatsan buku paket bukan sebuah masalah. Bukankah setiap Mapel memiliki KI/KD yang jelas. Apa susahnya di era
yang serba digital ini untuk mencari bahan bacaan untuk siswa? Guru tinggal googling untuk mencari sumber bacaan
untuk siswa.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nasional RI No. 2 Tahun 2008 tentang Buku pada pasal 11 disebutkan
bahwa, "Pendidik, tenaga kependidikan, anggota komite sekolah/madrasah, dinas pendidikan pemerintah daerah,
pegawai dinas pendidikan pemerintah daerah, dan/atau koperasi yang beranggotakan pendidik dan/atau tenaga
kependidikan satuan pendidikan, baik 32 secara langsung maupun bekerjasama dengan pihak lain, dilarang
bertindak menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik di satuan pendidikan yang bersangkutan
atau kepada satuan pendidikan yang bersangkutan, kecuali untuk buku buku yang hak ciptanya sudah dibeli oleh
Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau Pemerintah daerah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (4) dan dinyatakan dapat diperdagangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat
(1)". Berdasarkan peraturan tersebut sangat jelas, guru (salah satunya) dilarang menjual buku kecuali buku yang telah
direkomendasikan oleh pemerintah.
Ada berapa dampak negatif jika ada guru yang masih menjadi agen buku LKS di sekolah. Berikut dampak yang
dimaksud oleh penulis. Pertama, guru menjadi masalas untuk berinovasi dalam pembelajaran. Jika guru membaca
kode etik guru, kompetensi guru serta tuntutan guru yang telah dinyatakan memiliki sertifikasi pendidikan, maka
aktivitas penjualan buku LKS di sekolah adalah penghambat inovasi dalam profesi guru. Kenapa demikian? Dengan
adanya buku LKS, guru menjadi pasif, tidak membuat tulisan atau buku pegangan karena sudah ada buku LKS. Adanya
keterbatasan sumber bacaan bagi siswa seharusnya menjadi pemicu guru untuk melakukan inovasi pembelajaran dan

penelitian tentang prestasi siswa dalam pembelajarannya. Kedua, Guru membatasi pengetahuan dan keterampilan
serta inovasi siswa dalam pembelajaran. Hal ini terjadi karena guru hanya menjadikan buku LKS sebagai pedoman
dalam pembelajaran. Padahal, sumber bacaan bagi siswa itu tidak hanya buku LKS tetapi buku-buku yang telah
direkomendasikan pemerintah yang beruba buku elektronik, internet dan fakta di kehidupan sehari-hari.Ketiga, untuk
siswa yang kurang mampu, tentu adanya tambahan pembelian buku LKS akan mengganggu pembelajaran pada siswa.
Siswa secara psikologis akan merasa tertekan, kurang percaya diri saat belajar karena siswa tersebut belum mampu
melunasi pembayaran buku tersebut. Tidak hanya mengganggu psikologis siswa tetapi akan menghambat prestasi
belajar siswa.
Saatnya guru sekarang tidak menggantungkan materi pelajaran hanya pada buku LKS. Banyak hal yang dapat dilakukan
guru dalam rangka menambah sumber belajara yang bervariasi dan dapat meningkatkan kemampun siswa. Berikut
usaha-usaha yang dimaksud oleh penulis. Pertama, Guru dapat memanfaatkan Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP) yang telah diakui oleh Dinas Pendidikan Kota/Kabupaten untuk membuat modul atau materi pembelajaran.
Tidak hanya MGMP tingkat Kota/Kabupaten, guru juga dapat memanfaatkan MGMP tingkat sekolah. Kedua, Guru
dapat memanfaatkan jejaring sosial untuk membentuk jaringan guru mata pelajaran tertentu. Sebagai contoh, mata
pelajaran matematika telah memiliki komunitas Guru Matematika Nasional yang disebut sebagai Matematika Nasional
yang anggotanya terdiri dari guru matematika SMP/SMA/SMK/MA. Komunitas ini secara mandiri membuat programprogram untuk meningkatkan kompetensi guru matematika. Ketiga, guru dapat menggunakan internet sebagai sumber
belajar baik berupa dokumen, power point atau video. cara ini dianggap sederhana dengan variasi materi yang telatif
menarik bagi siswa. Tapi tentu saja guru tidak sembarangan merekomendasi sumber bacaan tersebut karena ada saja
penulis yang perlu dikritisi.Keempat, memanfaatkan blog pribadi sebagai sumber informasi bagi siswa. cara ini
dianggap mampu meningkatkan literasi TIK pada guru dan siswa. Dengan adanya blog pribadi, guru dapat mensharing
materi ajarke pada siswanya dengan variasi tampilan. Blog pribadi juga diyakini mampu memotivasi guru untuk belajar
menulis. salah satu blog pribadi yang dimiliki oleh penulis adalah www.mathyess.wordpress.com.
Terlepasnya guru dari buku-buku LKS,dapat menjadi guru lebih inovatif dalam membina pembelajarannya. Sehingga
guru lebih fokus untuk mencerdaskan generasi bangsa dalam tataran akademik dan juga karekter yang positif. Sehingga
sekolah menjadi lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan sekolah menjadi rumah kedua bagi siswa dan guru.
Semoga.
Penulis,
K. Sutame, M.Pd
Guru SMK Berprestasi Provinsi Kalimantan Selatan 2016

Anda mungkin juga menyukai