Anda di halaman 1dari 7

Konsep Pendekatan PBL dalam Pembelajaran

Matematika Sekolah
BAB I
PENDAHULUAN

Perubahan paradigma pendidikan di sekolah dari pembelajaran yang berpusat pada guru
(teacher centre learning) ke system pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre
learning) dapat dilihat dari banyaknya metode dan model pembelajaran yang dapat menjadi
system tive pilihan guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas. Salah satu
system tive itu adalah model pembelajaran berdasarkan masalah atau dikenal dengan PBL
(Problem Based Learning), dalam beberapa referensi sering juga disebut PBI (Problem
Based Instructions)
Pengajaran berdasarkan masalah telah dikenal sejak zaman John Dewey, yang sekarang ini
mulai diangkat sebab ditinjau secara umum pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari
menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan
kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut
Dewey, belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan respons,
merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberi masukan
kepada siswa berupa bantuan dan masalah, sedangkan system saraf otak berfungsi
menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki,
dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik.
Berdasarkan penjelasan tersebut, pembelajaran berdasarkan masalah didasarkan pada teori
psikologi kognitif. Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa yang sedang dilakukan
siswa (perilaku mereka), melainkan kepada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka) pada
saat mereka melakukan kegiatan itu. Walaupun peran guru pada pembelajaran ini kadang
melibatkan presentasi dan penjelasan suatu hal, namun yang lebih lazim adalah berperan
sebagai pembimbing dan fasilitatorsehingga siswa belajar untuk berpikir dan memecahkan
masalah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Pentingnya PBL


Mengingat pentingnya kreativitas siswa tersebut, maka di sekolah perlu disusun suatu strategi
pembelajaran yang dapat mengembangkan kreativitas. Strategi tersebut diantaranya meliputi
pemilihan pendekatan, metode atau model pembelajaran. Salah satu pembelajaran yang saat

ini sedang berkembang ialah pembelajaran berbasis masalah. Pembelajaran berbasis masalah
merupakan suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu
konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran.
Masalah yang disajikan pada siswa merupakan masalah kehidupan sehari-hari (kontekstual).
Pembelajaran berbasis masalah ini dirancang dengan tujuan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir dan mengembangkan kemampuan dalam memecahkan
masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui keterlibatan mereka dalam
pengalaman-pengalaman.
Pada pembelajaran berbasis masalah siswa dituntut untuk melakukan pemecahan masalahmasalah yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian
dianalisis dan dicari solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut
tidak mutlak mempunyai satu jawaban yang benar, artinya siswa dituntut pula untuk belajar
secara kreatif. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu
melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada dilingkungannya.
Dalam ruang lingkup pembelajaran berbasis masalah, siswa berperan sebagai seorang
professional dalam menghadapi permasalahan yang muncul, meskipun dengan sudut pandang
yang tidak jelas dan informasi yang minimal, siswa tetap dituntut untuk menentukan solusi
terbaik yang mungkin ada. Pembelajaran berbasis masalah membuat perubahan dalam proses
pembelajaran khususnya dalam segi peranan guru. Guru tidak hanya berdiri di depan kelas
dan berperan sebagai pemandu siswa dalam menyelesaikan permasalahan dengan
memberikan langkah-langkah penyelesaian yang sudah jadi melainkan guru berkeliling kelas
memfasilitasi diskusi, memberikan pertanyaan, dan membantu siswa untuk menjadi lebih
sadar akan proses pembelajaran.
Menurut Departemen Pendidikan Nasional (2003), ciri utama pembelajaran berbasis masalah
meliputi mengorientasikan siswa kepada masalah atau pertanyaan yang autentik.
multidisiplin, menuntut kerjasama dalam penyelidikan, dan menghasilkan karya. Dalam
pembelajaran berbasis masalah situasi atau masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk
memahami konsep, prinsip dan mengembangkan keterampilan memecahkan masalah.
Menurut Ratumanan, pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif
untuk pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka
sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan
pengetahuan dasar maupun kompleks.
Pembelajaran berdasarkan masalah artinya pembelajaran didasarkan pada masalah sehari-hari
dan dalam pembelajaran siswa diajak untuk memecahkannya. Melalui pembelajaran
semacam itu siswa akan merasa ditantang untuk mengajukan gagasan. Biasanya akan muncul
berbagai gagasan dan siswa akan saling memberikan alasan dari gagasan yang diajukan.
Dalam proses pembahasan, gagasan itu akan terjadi interaksi dan pemaduan gagasan yang
pada akhirnya mengarah pada saling melengkapi. Siswa biasanya sangat senang karena
merasa mampu memecahkan masalah yang diberikan.
Pembelajaran Berbasis Masalah atau sering disebut dengan Problem Based Learning ini
memiliki beberapa arti, diantaranya :

1. Menurut Boud dan Felleti, (1997), Fogarty (1997) menyatakan bahwa model
pembelajaran berbasis masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran dengan
membuat konfrontasi kepada pebelajar (siswa/mahasiswa) dengan masalah-masalah
praktis, berbentuk ill-structured, atau open ended melalui stimulus dalam belajar.
2. Menurut Arends (Nurhayati Abbas, 2000: 12) menyatakan bahwa model pembelajaran
berbasis masalah adalah model pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran siswa
pada masalah autentik, sehingga siswa dapat menyusun pengetahuannya sendiri,
menumbuhkembangkan keterampilan yang lebih tinggi dan inquiri, memandirikan
siswa, dan meningkatkan kepercayaan diri sendiri.
3. Menurut Ward, 2002: Stepien, dkk., 1993 menyatakan bahwa model berbasis masalah
adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu
masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki
keterampilan untuk memecahkan masalah.
4. Ratnaningsih, 2003: menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu
pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu konsep
pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan pada awal pembelajaran.
B. UNSUR-UNSUR PBL
Berbagai pengembang pembelajaran berbasis masalah telah menunjukkan ciri-ciri pengajaran
berbasis masalah sebagai berikut.
1. 1.

Pengajuan masalah atau pertanyaan

Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau


ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan
pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan
secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka dihadapkan situasi kehidupan nyata yang
autentik , menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam
solusi untuk situasi itu. Menurut Arends (dalam Abbas, 2000:13), pertanyaan dan masalah
yang diajukan haruslah memenuhi criteria sebagai berikut.
1. Autentik
Yaitu masalah harus lebih berakar pada kehidupan dunia nyata siswa dari pada berakar pada
prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu.
2. Jelas
Yaitu masalah dirumuskan dengan jelas, dalam arti tidak menimbulkan masalah baru bagi
siswa yang pada akhirnya menyulitkan penyelesaian siswa.
3. Mudah dipahami.
Yaitu masalah yang diberikan hendaknya mudah dipahami siswa. Selain itu masalah disusun
dan dibuat sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.

4. Luas dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.


Yaitu masalah yang disusun dan dirumuskan hendaknya bersifat luas, artinya masalah
tersebut mencakup seluruh materi pelajaran yang akan diajarkan sesuai dengan waktu, ruang
dan sumber yang tersedia. Selain itu, masalah yang telah disusun tersebut harus didasarkan
pada tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
5. Bermanfaat.
Yaitu masalah yang telah disusun dan dirumuskan haruslah bermanfaat, baik siswa sebagai
pemecah masalah maupun guru sebagai pembuat masalah. Masalah yang bermanfaat adalah
masalah yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir memecahkan masalah siswa, serta
membangkitkan motivasi belajar siswa.
1. 2.

Penyelidikan autentik

Pengajaran berbasis masalah siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari


penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan
masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan
kesimpulan. Metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang
dipelajari.
1. 3.

Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya

Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk
penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkip debat, laporan,
model fisik, video atau program komputer (Ibrahim & Nur, 2000:5-7 dalam Nurhadi,
2003:56)
1. 4.

Kerjasama.

Model pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerjasama satu sama lain,
paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerjasama memberikan
motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak
peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan
keterampilan berpikir.

C. PROSEDUR PBL
Arends (2004) merinci langkah-langkah pelaksanaan PBL dalam pengajaran. Arends
mengemukakan ada 5 fase (tahap) yang perlu dilakukan untuk mengimplementasikan PBL.
Fase-fase tersebut merujuk pada tahap-tahapan praktis yang dilakukan dalam kegiatan
pembelajaran dengan PBL sebagaimana disajikan pada :
Fase Aktivitas guru

Fase 1: Mengorientasikan siswa/ mahasiswa pada masalah


Pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan aktivitas-aktivitas yang
akan dilakukan. Dalam penggunaan PBL, tahapan ini sangat penting dimana guru/dosen
harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilakukan oleh siswa/mahasiswa dan juga
oleh dosen. Disamping proses yang akan berlangsung, sangat penting juga dijelaskan
bagaimana guru/dosen akan mengevaluasi proses pembelajaran. Hal ini sangat penting untuk
memberikan motivasi agar siswa dapat engage dalam pembelajaran yang akan dilakukan.

Fase 2: Mengorganisasikan siswa/ mahasiswa untuk belajar


Disamping mengembangkan ketrampilan memecahkan masalah, pembelajaran PBL juga
mendorong siswa/mahasiswa belajar berkolaborasi. Pemecahan suatu masalah sangat
membutuhkan kerjasama dan sharing antar anggota. Oleh sebab itu, guru/dosen dapat
memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa dimana
masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang berbeda. Prinsipprinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan dalam konteks
ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya interaksi antar anggota, komunikasi yang
efektif, adanya tutor sebaya, dan sebagainya. Guru/dosen sangat penting memonitor dan
mengevaluasi kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok
selama pembelajaran.
Setelah mahasiswa diorientasikan pada suatu masalah dan telah membentuk kelompok belajar
selanjutnya guru dan mahasiswa menetapkan subtopik-subtopik yang spesifik, tugas-tugas
penyelidikan, dan jadwal. Tantangan utama bagi guru pada tahap ini adalah mengupayakan
agar semua mahasiswa aktif terlibat dalam sejumlah kegiatan penyelidikan dan hasil-hasil
penyelidikan ini dapat menghasilkan penyelesaian terhadap permasalahan tersebut.
Fase 3: Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Penyelidikan adalah inti dari PBL. Meskipun setiap situasi permasalahan memerlukan teknik
penyelidikan yang berbeda, namun pada umumnya tentu melibatkan karakter yang identik,
yakni pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan
pemecahan. Pengumpulan data dan eksperimentasi merupakan aspek yang sangat penting.
Pada tahap ini, guru harus mendorong mahasiswa untuk mengumpulkan data dan
melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami
dimensi situasi permasalahan. Tujuannya adalah agar mahasiswa mengumpulkan cukup
informasi untuk menciptakan dan membangun ide mereka sendiri. Pada fase ini seharusnya
lebih dari sekedar membaca tentang masalah-masalah dalam buku-buku. Guru membantu
mahasiswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya dari berbagai sumber, dan
ia seharusnya mengajukan pertanyaan pada mahasiswa untuk berifikir tentang massalah dan
ragam informasi yang dibutuhkan untuk sampai pada pemecahan masalah yang dapat
dipertahankan.
Fase 4: Mengembangkan dan menyajikan artifak (hasil karya) dan mempamerkannya
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan artifak (hasil karya) dan pameran. Artifak
lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu videotape (menunjukkan situasi masalah

dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan
pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Tentunya kecanggihan artifak
sangat dipengaruhi tingkat berfikir mahasiswa. Langkah selanjutnya adalah mempamerkan
hasil karyanya dan guru berperan sebagai organisator pameran. Akan lebih baik jika dalam
pemeran ini melibatkan mahasiswa-mahasiswa lainnya, guru-guru, orangtua, dan lainnya
yang dapat menjadi penilai atau memberikan umpan balik.
Fase 5: Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah
Fase ini merupakan tahap akhir dalam PBL. Fase ini dimaksudkan untuk membantu
mahasiswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan kete-rampilan
penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Selama fase ini guru meminta mahasiswa
untuk merekonstruksi pemikiran dan aktivitas yang telah dilakukan selama proses kegiatan
belajarnya. Kapan mereka pertama kali memperoleh pemahaman yang jelas tentang situasi
masalah? Kapan mereka yakin dalam pemecahan tertentu? Mengapa mereka dapat menerima
penjelasan lebih siap dibanding yang lain? Mengapa mereka menolak beberapa penjelasan?
Mengapa mereka mengadopsi pemecahan akhir dari mereka? Apakah mereka berubah pikiran
tentang situasi masalah ketika penyelidikan berlangsung? Apa penyebab perubahan itu?
Apakah mereka akan melakukan secara berbeda di waktu yang akan datang? Tentunya masih
banyak lagi pertanyaan yang dapat diajukan untuk memberikan umpan balik dan
menginvestigasi kelemahan dan kekuatan PBL untuk pengajaran.

Tabel Langkah-langkah (Sintaksis) Pembelajaran Berdasarkan Masalah


No Tahap
Tahap 1 :
1

Orientasi siswa pada masalah

Tingkah Laku Guru


a. menjelaskan tujuan pembelajaran
b. menjelaskan alat dan bahan yang dibutuhkan
c. memotivasi siswa terlibat dalam aktivitas
pemecahan masalah.

Tahap 2 :
2

membantu siswa mendefinisikan dan


Mengorganisasikan siswa untuk mengorganisasikan tugas belajar yang
belajar
berhubungan dengan masalah tersebut

Tahap 3 :
3

Membimbing penyelidikan
individual atau kelompok

a. mengumpulkan informasi yang sesuai dengan


studi pustaka
b. melaksanakan eksperimen atau demontrasi
untuk mendapatkan penjelasan
c. pemecahan masalah

Tahap 4 :

a. membantu siswa dalam merencanakan dan


menyiapkan karya/tugas

Mengembangkan dan penyajian b. membantu siswa untuk berbagi tugas dengan


hasil karya/tugas
temannya
Tahap 5 :
5

membantu siswa untuk melakukan evaluasi


Menganalisis dan mengevaluasi terhadap tugas-tugas mereka dan proses yang
proses pemecahan masalah
mereka gunakan

BAB III
PENUTUP

1. A.

KESIMPULAN

PBL adalah suatu pendekatan yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks
bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,
serta untuk memperoleh pengetahuan yang esensial dari materi pelajaran. Pembelajaran
berbasis masalah dirancang untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi
berorientasi pada masalah.
Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu kemampuan
berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual dan belajar menjadi pembelajar
yang otonom. Keuntungan PBL adalah mendorong kerja sama dalam menyelesaikan tugas.
Pembelajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihannya sendiri,
yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dunia nyata dan membangun pemahaman
tentang fenomena tersebut.

1. B.

SARAN
1. Diharapkan guru mampu menggunakan model pembelajaran PBL dalam
proses belajar mengajar.
2. Diharapkan siswa dapat lebih memahami materi yang disampaikan dengan
metode pembelajaran PBL.

Diharapkan pembaca dapat mengambil manfaat dari makalah PBL dan dapat melengkapi
makalah PBL.

Anda mungkin juga menyukai