Anda di halaman 1dari 7

VOLUMETRI II

(Titrasi yang melibatkan Iodium, Permanganometri dan Kompleksometri)

KELOMPOK 1
Anggota:

ALAN ANGGARA K.
FERDI PRAING
KRISANTI AYU I.
LALU ARDIKA CAHYA
NIA AGUSTINA
NOFIA TITA SARI
RAFIKA TWO ROSYANTI
SONIA NUR F.
WIKA INDANING H.

AKADEMI FARMASI PUTRA INDONESIA MALANG


TAHUN 2016

1. Titrasi yang melibatkan Iodium


Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan beberapa cara yaitu:
Titrasi langsung (Iodimetri)
Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial
oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi
menjadi iodide sesuai dengan reaksi:
I2 + 2e 2IIodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial
reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi
langsung dengan iodium. Reaksi yang terjadi dituliskan sebagai berikut.

Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk


membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini
dilakukan dengan menggunakan indicator amilum yang akan memberikan warna
biru pada saat tercapainya titik akhir.
Dalam Farmakope Indonesia,

titrasi

iodimetri

digunakan

untuk

menetapkan kadar: asam askorbat, natrium askorbat, metampiron (antalgin), serta


natium tiosulfat dan sediaan injeksinya.

Titrasi Tidak Langsung (Iodometri)


Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa yang mempunyai potensial oksidasi yang lebih besar daripada
sitem iodium-iodida atau senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti
CuSO4.5H2O. Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan
kalium iodide berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya
dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyaknya natrium tiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan
banyaknya sampel.

Sebagai contoh adalah penentuan kandungan klorin (Cl2) dalam agen


pemutih. Klorin akan mengoksidasi iodide untuk menghasilkan iodium. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut.
Cl2 + 2I 2Cl- + I2
Selanjutnya iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku natium tiosulfat
menurut reaksi:
2S2O32- + I2 S4O62- + 2I

Penyerapan Iodium Oleh Senyawa-Senyawa Penisilin


Masalah stabilitas yang utama dalam senyawa-senyawa penisilin adalah
hidrolisis cincin -laktam sebagai berikut.

Jika cincin -laktam terbuka maka akan mengkonsumsi iodium. Tiap 1


mol cincin -laktam yang terbuka akan bereaksi dengan 8 ekuivalen iodium,
sementara cincin -laktam yang utuh tidak akan bereaksi dengan iodium. Dengan
jenis titrasi ini, iodium berlebihan ditambahkan pada sampel penisilin dan iodium
sisa (yang tidak bereaksi) dititrasi kembali dengan larutan baku natrium tiosulfat.

2. Permanganometri
Selama lebih dari 1 abad, kalium permanangat telah digunakan sebagai alat
pengisodasi yang penting dalam reaksi redoks. Dalam suasana asam reaksi paro kalium
permanangat adalah sebagai berikut.
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
Potensial standar dalam larutan asam ini adalah sebesar (E0 = 1,51 volt). Jadi kalium
permanganate merupakan oksidator yang sangat kuat. Dari persamaan reaksi diatas dapat
diketahui bahwa berat ekuivalen (BE) dari KMnO 4 adalah seperlima dari berat

molekulnya (BE = BM), karena tiap mol kalium permanganate setara dengan 5 elektron

sehingga valensinya 5 dan BE =

Asam sulfat merupakan asam yang paling cocok digunakan sebagai pelarutnya
karena jika asam klorida maka kemungkinan akan terjadi reaksi seperti dibawah ini.
2MnO4- + 16H+ + 10Cl 2Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O
Dengan demikian, sebagian permanganatnya digunakan untuk pembentukan klorin.
Reaksi ini terutama terjadi dengan garam-garam besi. Adanya mangan dioksida dapat
mempercepat peruraian permanganate karena mangan dioksida tersebut memperbanyak
pembentukan mangan dioksida sehingga peruraian bertambah cepat. Ion-ion mangan juga
dapat bereaksi dengan permanganate membentuk mangan dioksida menurut reaksi.
2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O
2MnO2 + 4H+
Reaksi ini berjalan lambat dalam suasana asam, akan tetapi dalam suasana netral berjalan
sangat cepat.
Karena aquades umumnya mengandung zat-zat organic yang dapat mereduksi, maka
sering terjadi peruraian sendiri dalam penyimpanan larutan kalium permanganate
menurut reaksi.
4MnO4- + 2H2O
4MnO2 + 3O2 + 4OHDan sebagaimana dijelaskan diatas, reaksi ini dikatalisis oleh MnO2 padat.
Kalium permanganate jika digunakan sebagai oksidator dalam larutan alkalis
kuat, maka ada 2 kemungkinan bagian reaksi, yaitu pertama: reaksi yang berjalan relative
cepat:
MnO4- + e-

MnO42-

Dan reaksi yang kedua yang berlangsung relative lambat:


MnO42- + 2H2O + 2e MnO2 + 4OHPotensial standar reaksi yang pertama adalah E0 = 0,56 volt, sedangkan pada reaksi yang
kedua sebesar E0 = 0,60 volt. Dengan mengatur suasana sebaik-baiknya (misalnya
menambah ion barium yang dapat membentuk endapan barium manganat) maka rekasi
pertama dapat berjalan dengan baik sekali.
Dalam suasana alkalis, permanganate secara kuantitatif direduksi menjadi mangan
dioksida menurut reaksi berikut dengan nilai potensial standar E0 = 0,59 volt.
MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4OHDari uraian diatas maka untuk membuat larutan baku kalium permanganate harus dijaga
faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku

tersebut, antara lain dengan pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat
yang mudah dioksidasi.
Dalam Farmakope Indonesia IV, larutan baku kalium permanganate hanya
digunakan untuk menetapkan kadar hydrogen peroksida dengan cara sebagai berikut:
Timbang seksama lebih kurang 1 ml hydrogen peroksida dalam labu terukur (labu takar)
yang telah ditara sebelumnya dan diencerkan dengan air secukupnya hingga 100 ml. Pada
20,0 ml asam sulfat 2 N, titrasi dengan kalium permanganate 0,1 N sampai terbentuk
warna pink permanen pertama kali. Tiap ml larutan kalium permanganate 0,1 N setara
dengan 1,701 mg hydrogen peroksida.
Pada penetapan kadar diatas, reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut.
2MnO4- + 6H+ + 5H2O2
2Mn2+ + 5O2 + 4H2O
Karena 5 mol H2O2 setara dengan 10 elektron, maka valensinya adalah 2 sehingga berat
ekuivalen (BE) sama dengan berat molekul dibagi 2 atau BE =

Untuk titrasi dengan baku kalium permanganate yang encer maka disarankan untuk
menggunakan indicator ferroin.

warna dengan sejumlah kecil logam. Pada saat titik akhir titrasi (ada sedikit kelebihan
EDTA) maka kompleks indicator-logam akan pecah dan menghasilkan warna yang
berbeda. Indicator yang dapat digunakan untuk titrasi kompleksometri ini, antara lain
Hitam eriokrom (Eriochrom Black T, Mordant Black II, Solochrome Black), mureksid,
jingga pirokatekol, jingga xilenol, asam kalkon karbonat, kalmagit, dan biru hidroksi
naftol.
Berikut ini macam-macam titrasi kompleksometri adalah sebagai berikut.
Titrasi Langsung
Merupakan metode yang paling sederhana dan sering dipakai. Larutan ion
yang akan ditetapkan ditambah dengan buffer, misalnya buffer pH 10 lalu
ditambahkan indicator logam yang sesuai dan dititrasi langsung dengan larutan
baku dinatrium edetat. Untuk mencegah pengendapan logam hidroksida atau
garam basa dengan buffer, dilakukan dengan penambahan pembentuk kompleks
pembantu misalnya tartrat, sitrat, atau trietanol amin. Pada ttitik ekuivalen, kadar
logam yang ditetapkan berkurang dengan sekonyong-konyong yang ditunjukan

oleh perubahan warna indicator logam yang dipengaruhi oleh perubahan pM =


-log (Mn+). Titik akhir juga dapat ditetapkan secara amperometri, konduktometri,
spektrofotometri, atau potensiometri.

Titrasi Kembali
Cara ini penting untuk logam yang mengendap dengan hidroksida pada pH
yang dikehendaki untuk titrasi, untuk senyawa yang tidak larut misalnya sulfat,
kalsium oksalat, untuk senyawa yang membentuk kompleks yang sangat lambat
dan ion logam yang membentuk kompleks yang lebih stabil dengan natrium
edetat daripada dengan indicator. Pada keadaan demikian, dapat ditambahkan
larutan baku dinatrium edetat berlebihan kemudian larutan ditambah buffer pada
pH yang diinginkan, dan kelebihan dinatrium edetat ditritasi kembali dengan
larutan baku ion logam. Titik akhir ditunjukkan dengan portolongan indicator
logam.

Titrasi Substitusi
Cara ini dilakukan bila ion logam tersebut memberikan titik akhir yang
jelas apabila dititrasi secara langsung atau dengan titrasi kembali, atau juga jika
ion logam tersebut membentuk kompleks dengan dinatrium edetat lebih stabil
daripada logam lain seperti magnesium dan kalsium.
Kalsium, timbal dan raksa dapat ditetapkab dengan cara ini dengan
indicator hitam eriokrom dengan hasil yang memuaskan.

Titrasi Tidak Langsung


Dapat digunakan untuk menentukan kadar ion-ion seperti anion yang tidak
bereaksi dengan pengkelat. Sebagai contoh barbiturate tidak bereaksi dengan
EDTA, akan tetapi secara kuantitatif dapat diendapkan dengan ion merkuri dalam
keadaan basa sebagai ion kompleks 1:1. Setelah pengendapan dengan kelebihan
Hg(II) kompleks dipindahkan dengan cara penyaringan dan dilarutkan kembali
dalam larutan baku EDTA berlebihan. Larutan baku Zn(II) dapat digunakan untuk
menitrasi kelebihan EDTA ini menggunakan indicator yang sesuai untuk
mendeteksi titik akhir. Reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai berikut.
B+ Hg2+
Kompleks Hg-B
Anion
Barbiturate

Kompleks Hg-B + >>> EDTA2 B- + Hg-EDTA + EDTA222+


EDTA + Zn
Zn-EDTA + 2H+
Pendekatan lain adalah pengendapan anion dengan kelebihan logam yang
sesuai kelebihan ion logam dalam fitrat ini dititrasi dengan larutan baku EDTA.
Sebagai contoh sulfat dapat diendapkan dengan Ba(II) berlebihan, dan kelebihan
Ba(II) dititrasi dengan larutan EDTA.

Titrasi Alkalimetri
Pada metode ini, proton dari dinatrium edetat, Na 2H2Y dibebaskan oleh
logam berat dan dititrasi dengan larutan baku alkali sesuai dengan persamaan
reaksi berikut.
Mn+ + H2Y2 (MY)+ n-4 + 2H+
Larutan logam yang ditetapkan dengan metode ini sebelum dititrasi harus
dalam suasana netral terhadp indicator yang digunakan. Penetapan titik akhir
menggunakan indicator asam-basa atau secara potensiometri.
Dalam farmakope Indonesia, titrasi kompleksometri digunakan untuk
menentukan kadar: bismuth subkarbonat; bismuth subnitrat; kalsium karbonat;
kalsium klorida dan sediaan injeksinya; kalsium glukonat; kalsium hydrogen
fosfat; kalsium hidroksida dan larutan topical kalsium hidroksida; kalsium laktat
dan sediaan tabletnya; kalsium pantotenat; kalsium sulfat; magnesium karbonat;
magnesium stearate; magnesium sulfat; mangan sulfat; zink klorida; dan zink
sulfat.

Refrensi :
Rohman abdul et al. Kimia Farmasi Analisis 2013

Anda mungkin juga menyukai