Allah
LEMBAR PERSETUJUAN
Paper yang disusun oleh M. Afif Amrullah telah diperiksa dan disetujui
Tanggulangin, 2009
Mengetahui,
Kepala Sekolah
Pembimbing
Bu Fitri
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberi kita taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun paper yang
berjudul Peran Fisika Medik Dalam Kedokteran Nuklir ini. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga
dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju
jalan yang terang benderang.
Didalam penyusunan paper ini kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Bapak Abd. Wahid Efendi, M.Ag. selaku Kepala Sekolah.
2. Ibu Fitri selaku guru pembimbing pembuatan paper ini.
3. Kedua orang tua yang senantiasa memberi dorongan dan motivasi dalam
pembuatan paper ini.
4. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu didalam proses
penyusunan paper ini.
Dan kami menyadari didalam paper ini masih ada kekurangan. Oleh
karena itu dengan rendah hati kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun. Dan kami mengharap paper ini dapat bermanfaat umumnya bagi
para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................
MOTTO...............................................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................
iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................
iv
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN............................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................
D. Metode Penelitian.......................................................................
E. Sistematika Pembahasan............................................................
PEMBAHASAN...............................................................................
A. Fisika Medik...............................................................................
B. Kedokteran Nuklir.......................................................................
12
14
17
A. Penyajian Data............................................................................
17
B. Pemecahan Masalah...................................................................
19
PENUTUP........................................................................................
22
BAB II
BAB III
BAB IV
A. Kesimpulan.................................................................................
22
B. Saran ..........................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................
23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Radioterapi adalah pengobatan penyakit kanker dengan menggunakan
radiasi pengion. Terapi berkas eksternal dengan menggunakan radiasi gamma
dari pesawat teleterapi memakai sumber radiasi aktivitas tinggi, sinar-X,
elektron, atau partikel-partikel lain dari akselerator.
Perkembangan akselerator dan aplikasinya dalam radioterapi telah
banyak dibahas. Brakiterapi menggunakan sumber radiasi terbungkus
berukuran kecil yang diaplikasikan secara internal dan sangat dekat, baik
intracavitary, interstitial, ataupun implant. Sumber radiasi terbuka juga
dimanfaatkan secara langsung untuk beberapa kondisi pengobatan.
Fisikawan Medik telah memberikan sumbangan yang sangat berharga
terhadap perkembangan radioterapi sejak lebih dari 60 tahun. Mereka telah
dapat secara presisi dan sesuai dengan standar akurasi yang harus dipenuhi
untuk kesuksesan pengobatan ditinjau secara klinis.
Sumbangan tersebut terus berjalan dan berkembang secara baik dalam
peningkatan kualitas pengobatan sampai saat ini. Dalam sebuah instalasi
radioterapi, secara tegas fisikawan medik harus ada dan jumlahnya tergantung
besar kecilnya instalasi tersebut. Mereka harus memahami proses-proses
fisika, memberikan secara rinci saran dan sumbangan terhadap berfungsinya
tim radioterapi yang multi disiplin. Radiasi pengion secara potensial
berbahaya. Fisikawan medik memiliki tanggung jawab yang dominan untuk
mengurangi dan memperkecil resiko yang berkaitan dengannya. Tugas dan
peran Fisikawan Medik dalam radioterapi bervariasi sehubungan dengan
kondisi dan fasilitas yang dimiliki oleh instalasi radioterapi.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan
membahas permasalahan :
1) Bagaimana sesungguhnya peran fisika medik dalam kedokteran nuklir.
2) Bagaimana meningkatkan peranan fisika medik dalam kedokteran nuklir.
D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi
kepustakaan dengan mengacu pada data-data yang diambil dari literatur,
koran, buku, dan artikel-artikel yang ada di internet.
E. Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam penulisan paper ini terbagi dalam empat bab.
Pembagian penulisan dalam paper ini untuk memudahkan penulis dalam
menyusun hasil penelaahan terhadap permasalahan yang ada.
Dan sistematika penulisan paper ini dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bab ini secara garis besar memuat hal-hal yang
bersangkutan latar belakang permasalahan yang mendorong
penulis untuk membuat paper ini, perumusan masalah yang timbul,
tujuan dan manfaat penulisan paper, metode penelitian yang
digunakan, dan sistematika pembahasan paper ini.
BAB II
KAJIAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori dasar yang
mendukung penelitian ini.
BAB III
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fisika Medik
Fisika medik pada dasarnya merupakan satu cabang dari disiplin ilmu
Fisika Terapan yang berkaitan dengan aplikasi energi fisika, konsep dan
metode untuk mendiagnosa dan melakukan terapi penyakit pada manusia.
Bahasan lebih lanjut secara umum fisika medik, baik dalam perspektif sejarah
dan ruang lingkupnya telah diuraikan dalam tulisan sebelumnya.
Kedokteran
nuklir
mencakup
pemanfaatan
radionuklida
dan
radiofarmaka untuk diagnosa dan terapi medis, akan tetapi saat ini diagnosa
medis merupakan kerja kedokteran nuklir yang lebih dominan dibandingkan
dengan terapi medis. Beberapa diagnosa medis ini meliputi pencitraan in-vivo
dari distribusi radionuklida dan radiofarmaka dengan menggunakan kamera
gamma dan sistem komputer. Beberapa studi memerlukan pengolahan data
citra dan pengukuran kuantitatif fungsi organ. Fisika medik merupakan
disiplin ilmu yang mampu menangani masalah tersebut di atas secara efektif.
Sehingga kedokteran nuklir merupakan aktivitas multi disiplin ilmu dari para
dokter, fisika medik, dokter spesialis radiolog (DSR), teknisi, radiografer,
radiofarmasi, perawat dan lain sebagainya. Tugas dari fisikawan medik sangat
bervariasi dan sangat tergantung kondisi fasilitas kedokteran nuklir yang ada,
di antaranya :
untuk
melakukan
pengetesan-pengetesan
sederhana
untuk
6. Radioterapi
Pemanfaatan radiasi pengion untuk terapi sejak ditemukannya sudah
dimulai. Yang berarti bahwa radionuklida tidak hanya untuk diagnosa,
tetapi kedokteran nuklirpun bisa mencakup terapi. Hanya saja terkadang
ada yang memasukan ke dalam ruang lingkup radioterapi. Pemanfaatan
radionuklida (sumber terbuka) untuk terapi sudah tidak asing, dan lagi
pula dalam terapi digunakan dosis yang cukup tinggi. Sehingga fisikawan
medik akan sangat berperan dalam hal ini. Fisikawan medik memilki
tanggung jawab dalam pengukuran radioaktivitas yang digunakan dan
keselamatan administrasi dan perlakuannya terhadap pasien. Studi dan
analisis dosis organ yang diterima pasien harus secara cermat diketahui
efeknya berkaitan dengan radiofarmaka yang digunakannya, baik dosis
terhadap tumor itu sendiri maupun dosis seluruh tubuh dan organ tubuh.
Perhitungan dosis radiasi sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan
harus ditentukan oleh fisikawan medik, termasuk pengukuran kuantitatif
uptake dan clearance dengan whole body counter.
Pengembangan secara efektif terapi dengan sumber terbuka ini harus
dipertimbangkan secara hati-hati dalam pemilihan radionuklidanya. Sifatsifat target in vivo dan clearance molekul pembawanya harus seimbang
dengan
peluruhan
radionuklidanya.
Tantangan
penelitian
dan
B. Kedokteran Nuklir
Secara prinsip kedokteran nuklir pada mulanya merupakan diagnosa in
vivo dengan menggunakan radioisotop, meskipun terkadang terapi juga
dimasukkan ke dalamnya. Era baru dunia kedokteran ini diawali setelah
ditemukannya sinar-X oleh Wilhelm Roentgen, tahun 1895. Demikian halnya
penemuan radioaktivitas oleh Henry Becquerel beberapa bulan setelah
penemuan sinar-X, membuka cakrawala kedokteran nuklir. Bekerja dengan
garam Uranium, Becquerel menentukan bahwa Uranium memancarkan radiasi
pengion. Penemuan Becquerel ini menjadi dasar studi topik disertai oleh
Marie Curie. Marie Curie bersama-sama dengan Pierre Curie (suami Marie
Curie) dan W. Roentgen ikut andil dalam Hadiah Nobel Fisika tahun 1903
dengan Henri Becquerel atas penemuan radioaktivitas. Kemudian tahun 1911,
Marie Curie mendapatkan Hadiah Nobel yang kedua kalinya dan kali ini di
Bidang Kimia atas penemuannya radium dan Polonium. Tahun 1963,
diperkirakan bahwa telah digunakan Radium di dunia kedokteran sekitar 1000
Ci. George Charles de Havesy adalah orang pertama yang menggunakan
radioisotop sebagai tracer (perunut), ketika itu digunakan Pb-210 dalam studi
kelarutan di tahun 1913. Sehingga ada yang mempertimbangkan bahwa
Hevesy ini sebagai Bapak Kedokteran Nuklir. Hasil kerja Hevesy ini dimuat
nuklir
dan
farmasi
nuklir. Dengan
generator
ini
bisa
BAB III
PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH
A. Penyajian Data
Keilmuan radioterapi akan terus dan selalu berkembang dari tahun ke
tahun untuk meningkatkan kualitas yang lebih baik di seluruh dunia. Hal ini
bisa dilihat sebagai contoh dalam penggunaan akselerator yang dimulai sejak
tahun 50-an, yang kemudian pada tahun 60-an didukung dengan Sistem
Perencanaan Perlakuan yang berbasis komputer. Lalu pada tahun 70-an mulai
dimanfaatkan CT simulator. Multi Leaf Collimator (MLC) sebenarnya sudah
dikenalkan sejak tahun 80-an, dan sampai pada tahun 90-an diperkenalkan
istilah Conformal - 3D radiotherapy. Kemudian di akhir 90-an mulai
dikenalkan Electronic Portal Imaging Device -EPID, baik untuk verifikasi
posisi maupun dosimetri.
Perkembangan terus berlanjut sesuai dengan hasil-hasil penelitian dan
pengembangan Fisika Medik dalam radioterapi. Masih ada beberapa jenis
aplikasi yang lebih luas yang berkaitan dengan kedokteran nuklir ini, yaitu apa
yang dikenal dengan Dynamic Wedge dan Stereotactic radiosurgery.
Kemajuan demi kemajuan itu semua, tidak terlepas dari penelitian dan
pengembangan Fisika Medik dalam radioterapi dan dari tujuan radioterapi itu
sendiri. Sehingga disini jelas bahwa Fisikawan Medik akan selalu berinteraksi
B. Pemecahan Masalah
Telah diuraikan secara rinci perlunya suatu pengkajian dalam masalah
teknologi medik untuk negara berkembang, mengingat masalah teknologi
canggih ini seringkali kurang cocok untuk negeranegara yang sumber daya
manusianya belum siap. Fisikawan medik adalah anggota dari suatu tim yang
bertanggung jawab terhadap anggaran dan usaha mendapatkan peralatan baru.
Saran diperlukan dalam spesifikasi, kinerja dan dalam kecocokan
peralatan sesuai dengan usulan pemakaian. Peran Fisikawan Medik dalam
perencanaan instalasi peralatan baru meliputi saran dalam merancang tim
untuk kebutuhan perisai (shielding) untuk memenuhi peraturan dalam
perijinan.
Setelah proses instalasi, Fisikawan Medik bertanggung jawab terhadap
commissioning peralatan radioterapi sebelum peralatan tersebut digunakan
untuk keperluan klinis. Selama commisioning, pengukuran dibuat untuk
meyakinkan bahwa kinerja peralatan telah ditunjukkan sesuai dengan
pula
dengan
fungsi
pengoperasian
interlock
untuk
Dokter
Spesialis
Kedokteran
Nuklir
(Sp.KN),
yang
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan melihat peran dan tanggung jawab Fisikawan Medik dalam
radioterapi, maka kiranya sangat jelas betapa diperlukannya kualifikasi
minimal yang tepat untuk sebuah Instalasi Radioterapi sesuai dengan besar
dan kecilnya instalasi tersebut. Apalagi radioterapi adalah suatu cara
pengobatan pasien yang tidak hanya masalah klinis saja, akan tetapi juga
menyangkut masalah fisika, sehingga mitra kerja antara dokter radioterapist
dengan fisikawan medik sangat dibutuhkan setiap harinya. Bahkan merupakan
suatu keharusan apabila kalau menginginkan kesuksesan dan keberhasilan
pengobatan dengan radioterapi.
B. Saran
Saran yang bisa penulis sampaikan disini adalah agar para pembaca
paper ini bisa lebih mendalami ilmu pengetahuan khususnya fisika medik
sehingga pada akhirnya akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi dunia
kedokteran.
Semoga saja tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
sekalian, baik untuk siswa-siswi, Departemen Kesehatan, rumah sakit-rumah
sakit yang memiliki instalasi radioterapi maupun bagi sekolah atau universitas
yang ingin mengembangkan pendidikan Fisika Medik.
DAFTAR PUSTAKA