Anda di halaman 1dari 30

MOTTO :

Allah

akan meninggikan orang

orang yang beriman diantaramu dan


orangorang yang diberi ilmu
pengetahuan, beberapa derajat
(QS Al-Mujadalah : 11)

LEMBAR PERSETUJUAN

Paper yang disusun oleh M. Afif Amrullah telah diperiksa dan disetujui
Tanggulangin, 2009

Mengetahui,
Kepala Sekolah

Pembimbing

Abd. Wahid Efendi, M.Ag.

Bu Fitri

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang mana telah
memberi kita taufiq dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun paper yang
berjudul Peran Fisika Medik Dalam Kedokteran Nuklir ini. Sholawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga
dan para sahabatnya yang telah membimbing kita dari jalan kegelapan menuju
jalan yang terang benderang.
Didalam penyusunan paper ini kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Bapak Abd. Wahid Efendi, M.Ag. selaku Kepala Sekolah.
2. Ibu Fitri selaku guru pembimbing pembuatan paper ini.
3. Kedua orang tua yang senantiasa memberi dorongan dan motivasi dalam
pembuatan paper ini.
4. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu didalam proses
penyusunan paper ini.
Dan kami menyadari didalam paper ini masih ada kekurangan. Oleh
karena itu dengan rendah hati kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun. Dan kami mengharap paper ini dapat bermanfaat umumnya bagi
para pembaca dan khususnya bagi penulis sendiri.

Sidoarjo, .......................... 2009

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................

MOTTO...............................................................................................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN................................................................................

iii

KATA PENGANTAR...........................................................................................

iv

DAFTAR ISI........................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN............................................................................

A. Latar Belakang ..........................................................................

B. Rumusan Masalah......................................................................

C. Tujuan dan Manfaat....................................................................

D. Metode Penelitian.......................................................................

E. Sistematika Pembahasan............................................................

PEMBAHASAN...............................................................................

A. Fisika Medik...............................................................................

B. Kedokteran Nuklir.......................................................................

12

C. Tugas dan Tanggung jawab Fisikawan Medik............................

14

PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH..................

17

A. Penyajian Data............................................................................

17

B. Pemecahan Masalah...................................................................

19

PENUTUP........................................................................................

22

BAB II

BAB III

BAB IV

A. Kesimpulan.................................................................................

22

B. Saran ..........................................................................................

22

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

23

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Radioterapi adalah pengobatan penyakit kanker dengan menggunakan
radiasi pengion. Terapi berkas eksternal dengan menggunakan radiasi gamma
dari pesawat teleterapi memakai sumber radiasi aktivitas tinggi, sinar-X,
elektron, atau partikel-partikel lain dari akselerator.
Perkembangan akselerator dan aplikasinya dalam radioterapi telah
banyak dibahas. Brakiterapi menggunakan sumber radiasi terbungkus
berukuran kecil yang diaplikasikan secara internal dan sangat dekat, baik
intracavitary, interstitial, ataupun implant. Sumber radiasi terbuka juga
dimanfaatkan secara langsung untuk beberapa kondisi pengobatan.
Fisikawan Medik telah memberikan sumbangan yang sangat berharga
terhadap perkembangan radioterapi sejak lebih dari 60 tahun. Mereka telah
dapat secara presisi dan sesuai dengan standar akurasi yang harus dipenuhi
untuk kesuksesan pengobatan ditinjau secara klinis.
Sumbangan tersebut terus berjalan dan berkembang secara baik dalam
peningkatan kualitas pengobatan sampai saat ini. Dalam sebuah instalasi

radioterapi, secara tegas fisikawan medik harus ada dan jumlahnya tergantung
besar kecilnya instalasi tersebut. Mereka harus memahami proses-proses
fisika, memberikan secara rinci saran dan sumbangan terhadap berfungsinya
tim radioterapi yang multi disiplin. Radiasi pengion secara potensial
berbahaya. Fisikawan medik memiliki tanggung jawab yang dominan untuk
mengurangi dan memperkecil resiko yang berkaitan dengannya. Tugas dan
peran Fisikawan Medik dalam radioterapi bervariasi sehubungan dengan
kondisi dan fasilitas yang dimiliki oleh instalasi radioterapi.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, tulisan ini secara khusus akan
membahas permasalahan :
1) Bagaimana sesungguhnya peran fisika medik dalam kedokteran nuklir.
2) Bagaimana meningkatkan peranan fisika medik dalam kedokteran nuklir.

C. Tujuan dan Manfaat


Tujuan pembuatan paper ini adalah :
Agar para siswa dapat mengetahui tentang peran fisika medik dalam
kedokteran nuklir dan manfaat yang bisa diambil darinya.

Sedangkan manfaat dari pembuatan paper ini adalah :

Dengan mengetahui peran fisika medik dalam kedokteran nuklir


diharapkan para siswa pada khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya mau lebih dalam mempelajari fisika medik.

D. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi
kepustakaan dengan mengacu pada data-data yang diambil dari literatur,
koran, buku, dan artikel-artikel yang ada di internet.

E. Sistematika Pembahasan
Sistematika dalam penulisan paper ini terbagi dalam empat bab.
Pembagian penulisan dalam paper ini untuk memudahkan penulis dalam
menyusun hasil penelaahan terhadap permasalahan yang ada.
Dan sistematika penulisan paper ini dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB I

PENDAHULUAN
Dalam bab ini secara garis besar memuat hal-hal yang
bersangkutan latar belakang permasalahan yang mendorong
penulis untuk membuat paper ini, perumusan masalah yang timbul,
tujuan dan manfaat penulisan paper, metode penelitian yang
digunakan, dan sistematika pembahasan paper ini.

BAB II

KAJIAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai teori-teori dasar yang
mendukung penelitian ini.

BAB III

PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH

Dalam bab ini akan disajikan pembahasan mengenai data dasar


mengenai sistem pengelolaan daerah aliran sungai dan pemecahan
masalah yang timbul.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN


Dalam bab ini memuat tentang pokok-pokok hasil pembahasan
dari bab II dan III. Uraian kesimpulan akan menjadi jawaban atas
masalah yang sudah dirumuskan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Fisika Medik
Fisika medik pada dasarnya merupakan satu cabang dari disiplin ilmu
Fisika Terapan yang berkaitan dengan aplikasi energi fisika, konsep dan
metode untuk mendiagnosa dan melakukan terapi penyakit pada manusia.
Bahasan lebih lanjut secara umum fisika medik, baik dalam perspektif sejarah
dan ruang lingkupnya telah diuraikan dalam tulisan sebelumnya.
Kedokteran

nuklir

mencakup

pemanfaatan

radionuklida

dan

radiofarmaka untuk diagnosa dan terapi medis, akan tetapi saat ini diagnosa
medis merupakan kerja kedokteran nuklir yang lebih dominan dibandingkan
dengan terapi medis. Beberapa diagnosa medis ini meliputi pencitraan in-vivo
dari distribusi radionuklida dan radiofarmaka dengan menggunakan kamera
gamma dan sistem komputer. Beberapa studi memerlukan pengolahan data
citra dan pengukuran kuantitatif fungsi organ. Fisika medik merupakan
disiplin ilmu yang mampu menangani masalah tersebut di atas secara efektif.
Sehingga kedokteran nuklir merupakan aktivitas multi disiplin ilmu dari para
dokter, fisika medik, dokter spesialis radiolog (DSR), teknisi, radiografer,
radiofarmasi, perawat dan lain sebagainya. Tugas dari fisikawan medik sangat
bervariasi dan sangat tergantung kondisi fasilitas kedokteran nuklir yang ada,
di antaranya :

1. Manajemen pelayanan dalam aspek teknik dan ilmiah


Seorang fisikawan medik yang bekerja dalam kedokteran nuklir memiliki
tanggung jawab pada aspek teknik dan ilmiah. Peran manajemen
pelayanan biasanya mencakup tanggung jawab untuk staf ilmiah, teknik
dan anggaran departemen. Sebagai tambahan, seorang fisikawan medik
seringkali memiliki tugas dan tanggung jawab lebih dari yang disebutkan
di atas, tergantung situasi, kondisi, dan kebutuhannya dalam pelayanan
kedokteran nuklir. Acapkali meliputi seluruh manajemen instalasi
termasuk radiofarmaka dan kerjasama dengan dokter dalam interpretasi
penemuan klinis.
2. Pemilihan commissioning dan jaminan kualitas peralatan
Standar Dasar Keselamatan Internasional yang diterbitkan tahun 1994
menegaskan pentingnya jaminan kualitas dalam paparan medik. Program
jaminan kualitas meliputi spesifikasi, seleksi, pengetesan penerimaan dan
pemeliharaan secara rutin peralatan untuk meyakinkan bahwa standar
kualitas dan keselamatan terpenuhi. Kualitas yang baik, perawatan yang
terkendali dapat meningkatkan akurasi penemuan diagnostik, menurunkan
kebutuhan studi pengulangan dan mengurangi dosis radiasi terhadap
pasien. Fisikawan medik memerlukan pengetahuan yang berkaitan dengan
parameter yang biasa digunakan untuk menentukan standar nasional
maupun internasional yang akan diimplementasikan dalam aplikasi klinis
praktek sehari-harinya.

Seorang fisikawan medik memiliki sebuah peran penting dalam


menentukan kriteria penerimaan suatu peralatan baru. Dia akan
menyiapkan dengan pihak pemakai klinis sebuah spesifikasi misalnya
untuk kebutuhan tender pembelian sistem komputer harus diperhatikan
kebutuhan akan perangkat keras dan lunaknya. Demikian juga untuk
peralatan pencitraan akan dibutuhkan parameter-parameter seperti
keseragaman, resolusi, unjuk kerja laju cacah dan lainnya.
Dalam hal pengetasan penerimaan peralatan baru, seorang fisikawan
medik haruslah memahami perannya dalam kebutuhan spesifikasi teknik
termasuk standar keselamatan listrik mekaniknya. Untuk masalah ini bisa
dilihat pada pengukuran pengetesan alat dengan fantom, MCA (multichannel analyzer). Osiloskop dan pengetes keselamatan listrik atau lain
yang lebih canggih lagi. Selain itu juga fisikawan medik bertanggung
jawab

untuk

melakukan

pengetesan-pengetesan

sederhana

untuk

kebutuhan rutin secara reguler.


Program jaminan kualitas untuk kamera gamma, sistem komputer, dan
peralatan lainnya juga harus disiapkan dan dibimbing oleh fisikawan
medik secara kuantitatif jika memungkinkan. Pengukuran ini biasanya
tidak terlalu rumit dibandingkan dengan pengetesan penerimaan peralatan
yang kadangkala bisa dilakukan oleh teknisi. Tanggung jawab kalibrasi
dari peralatan lain juga dibebankan kepada fisikawan medik, seperti

kalibrator radionuklida, monitor kontaminasi, dan peralatan laboratorium


lainnya.
Peralatan rutin dan reparasi disamping tanggung jawab pabrik, juga
seringkali dilimpahkan kepada fisikawan medik. Karena sebagian besar
peralatan kedokteran nuklir memerlukan pengetesan peralatan khusus dan
suku cadangnya, sehingga untuk reparasi biasanya dibebankan kepada
pabrik. Akan tetapi bagaimanapun juga fisikawan medik sering dapat
membantu mengurangi lamanya waktu kerusakan sebelum sampai kepada
pihak pabrik. Kebutuhan in-house fisikawan medik dapat mengurangi
kegagalan-kegagalan sebagian besar peralatan, disamping mengurangi
biaya perbaikan oleh pihak pabrik. Karena fisikawan medik memiliki
peran yang cukup penting dalam meyakinkan unjuk kerja peralatan,
khususnya prosedur perawatan.
3. Proteksi radiasi pasien, staf dan masyarakat
International Commission on Radiological Protection (ICRP) rekomendasi
nomor 60 tahun 1990 menyebutkan tentang tanggung jawab fisikawan
medik dalam aspek fisik dan teknik dosimetri radiasi, instrumentasi
kedokteran nuklir dan proteksi radiasi, dan kendali kualitastermasuk juga
penanganan data dan komputasinya. Disinilah tanggung jawab utama
fisikawan medik apabila pemahaman proteksi radiasi secara menyeluruh
diketahui. Istilah proteksi radiasi itu sendiri bisa menyangkut perencanaan
bangunan baru atau memodifikasi bangunan yang telah ada ataupun

peralatannya yang menyangkut keselamatan pasien, staf dan masyarakat.


Disamping itu, perencanaan teknik untuk menurunkan dosis terhadap
pasien, prosedur operasional, peraturan sistem kerja dan kontrol, dan
supervisi daerah radiasi serta pengukuran dan kalibrasi peralatan proteksi
radiasi. Dalam Standar Dasar Keselamatan juga disebutkan tentang
dosimetri klinik, yakni dosis serap yang diterima pasien.
4. Penelitian dan Pengembangan
Fisikawan medik memiliki sumbangan besar terhadap penelitian dan
pengembangan kedokteran nuklir, seperti pada perangkat lunak komputer,
perancangan dan konstruksi instrumentasi baru, pengembangan teknik
untuk analisa kuantitatif parameter fisiologi, pengembangan protokol
untuk percobaan dan analisa klinis serta interpretasi hasilnya. Penelitian
dan pengembangan ini sangat penting dalam meningkatkan kapasitasnya
sebagai fisikawan medik dalam kedokteran nuklir.
5. Implementasi dan evaluasi teknik baru
Dunia kedokteran nuklir terus melaju sebagaimana perjalanan teknologi
pada umumnya. Kemajuan yang berkesinambungan ini dalam hal
pengembangan peralatan dan teknik baru, serta pengenalan radiofarmaka
baru. Seperti halnya dengan berkembangnya PET, tentu merupakan suatu
tantangan baru bagi dunia kedokteran nuklir. Fisikawan medik memiliki
peran yang sangat penting dalam mengimplementasi dan mengevaluasi
teknik baru, khususnya yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif dan

ini membutuhkan pengembangan dalam pemrograman komputer dan


protokol untuk akuisasi dan analisis studi klinis.

6. Radioterapi
Pemanfaatan radiasi pengion untuk terapi sejak ditemukannya sudah
dimulai. Yang berarti bahwa radionuklida tidak hanya untuk diagnosa,
tetapi kedokteran nuklirpun bisa mencakup terapi. Hanya saja terkadang
ada yang memasukan ke dalam ruang lingkup radioterapi. Pemanfaatan
radionuklida (sumber terbuka) untuk terapi sudah tidak asing, dan lagi
pula dalam terapi digunakan dosis yang cukup tinggi. Sehingga fisikawan
medik akan sangat berperan dalam hal ini. Fisikawan medik memilki
tanggung jawab dalam pengukuran radioaktivitas yang digunakan dan
keselamatan administrasi dan perlakuannya terhadap pasien. Studi dan
analisis dosis organ yang diterima pasien harus secara cermat diketahui
efeknya berkaitan dengan radiofarmaka yang digunakannya, baik dosis
terhadap tumor itu sendiri maupun dosis seluruh tubuh dan organ tubuh.
Perhitungan dosis radiasi sebelum pengobatan dan sesudah pengobatan
harus ditentukan oleh fisikawan medik, termasuk pengukuran kuantitatif
uptake dan clearance dengan whole body counter.
Pengembangan secara efektif terapi dengan sumber terbuka ini harus
dipertimbangkan secara hati-hati dalam pemilihan radionuklidanya. Sifatsifat target in vivo dan clearance molekul pembawanya harus seimbang
dengan

peluruhan

radionuklidanya.

Tantangan

penelitian

dan

pengembangan terapi dengan sumber terbuka ini bisa mencakup tiga


kategori umum, yaitu :

a. Pemancar partikel beta.


b. Pemancar partikel alfa.
c. Pemancar Auger dan Coster-Kronig-elektron diikuti tangkapan elektron.
7. Radiofarmasi
Tanggung jawab ilmiah untuk penyiapan radiofarmaka merupakan tugas
fisikawan medik dan bekerja dengan apoteker (radiopharmacist) sebagai
penanggung jawab kendali kualitas.
8. Pendidikan dan Pelatihan
Bahan radioaktif banyak digunakan di dunia kedokteran. Fisikawan medik
terlibat dalam pendidikan dan pelatihan praktek untuk keselamatan bahan
radioaktif dan bisa jadi mengorganisasi pelatihan tersebut. Pendidikan dan
pelatihan ini bisa diperuntukkan untuk dokter umum, dokter spesialis,
radiografer, teknisi, staf administrasi maupun untuk fisikawan medik itu
sendiri. Fisikawan medik juga harus memahami resiko-resiko terhadap
kesehatan dari pemanfaatan radionuklida dalam kedokteran nuklir, untuk
keuntungan staf medis, pasien dan masyarakat. Materi pokok pendidikan
dan pelatihan ini disesuaikan dengan tingkatannya masing-masing. Untuk
pendidikan dan pelatihan para dokter umum tentunya tidak disamakan
dengan para dokter spesialis. Demikian juga untuk radiografer ataupun
para teknisi. Sehingga dengan pendidikan dan pelatihan tersebut masingmasing mengetahui tugas dan kewajibannya terhadap mitra kerjanya.

Dunia kedokteran nuklir merupakan sebuah tempat terjadinya mitra kerja


antara dokter, fisikawan medik, radiopharmacist, radiografer dan teknisi.

B. Kedokteran Nuklir
Secara prinsip kedokteran nuklir pada mulanya merupakan diagnosa in
vivo dengan menggunakan radioisotop, meskipun terkadang terapi juga
dimasukkan ke dalamnya. Era baru dunia kedokteran ini diawali setelah
ditemukannya sinar-X oleh Wilhelm Roentgen, tahun 1895. Demikian halnya
penemuan radioaktivitas oleh Henry Becquerel beberapa bulan setelah
penemuan sinar-X, membuka cakrawala kedokteran nuklir. Bekerja dengan
garam Uranium, Becquerel menentukan bahwa Uranium memancarkan radiasi
pengion. Penemuan Becquerel ini menjadi dasar studi topik disertai oleh
Marie Curie. Marie Curie bersama-sama dengan Pierre Curie (suami Marie
Curie) dan W. Roentgen ikut andil dalam Hadiah Nobel Fisika tahun 1903
dengan Henri Becquerel atas penemuan radioaktivitas. Kemudian tahun 1911,
Marie Curie mendapatkan Hadiah Nobel yang kedua kalinya dan kali ini di
Bidang Kimia atas penemuannya radium dan Polonium. Tahun 1963,
diperkirakan bahwa telah digunakan Radium di dunia kedokteran sekitar 1000
Ci. George Charles de Havesy adalah orang pertama yang menggunakan
radioisotop sebagai tracer (perunut), ketika itu digunakan Pb-210 dalam studi
kelarutan di tahun 1913. Sehingga ada yang mempertimbangkan bahwa
Hevesy ini sebagai Bapak Kedokteran Nuklir. Hasil kerja Hevesy ini dimuat

dalam Journal of Nuclear Medicine tahun 1975 dengan topik bahasan


Perkembangan prinsip perunut Hevesy. Hevesy menerima Hadiah Nobel di
Bidang Kimia pada tahun 1943.
Teknologi pemercepat radioisotop mulai muncul berdasarkan pada
penemuan Rutherford. John Lawrence dengan menggunakan Siklotron
Berkeley memproduksi P-32 yang merupakan isotop artifisial pertama secara
sukses digunakan untuk terapi leukimia. Pada tahun 1939, I-128 diproduksi
pertama kalinya dengan siklotron juga, namun mengingat keterbatasan
pendeknya wktu paro, maka kemudian I-131 dengan waktu paro 8 hari
diproduksi. Setelah berkembangnya teknologi siklotron untuk kepentingan
kedokteran, maka produksi radionuklida waktu paro pendek dengan siklotron
saaat ini merupakan dasar utama Positron Emission Tomography (PET).
Selain pemercepat untuk memproduksi radionuklida, reaktor nuklir
juga merupakan tempat produksi radioisotop. Pengumuman pertama tentang
reaktor penghasil radioisotop diumumkan dalam majalah science tahun 1946.
Sampai dengan tahun 1966, menurut Baker ada sekitar 11 reaktor di Amerika
Serikat yang memproduksi radionuklida untuk melayani kebutuhan medis.
Akan tetapi saat ini tidak ada reaktor komersial yang memproduksi
radionuklida untuk kedokteran, karena peraturan birokrasi yang ada.
Perkembangan teknologi reaktor yang dikaitkan dengan kedokteran saat ini
adalah produksi in-situ aktivasi Boron untuk kebutuhan radioterapi, yang
dikenal dengan Boron Neutron Capture Therapy (BNCT).

Generator radionuklida pun saat ini juga berperan banyak dalam


kedokteran nuklir. Produksi, pengembangan dan pemanfaatan generator Mo99/Tc-99m merupakan salah satu dampak positif dalam praktek dunia
kedokteran

nuklir

dan

farmasi

nuklir. Dengan

generator

ini

bisa

menyelesaikan masalah-masalah faktor produksi ulang, waktu, dan jarak


terhadap tempat yang memproduksi radioisotop disamping mengurangi dosis
terhadap pasien.
Dari produksi radioisotop sampai pada aplikasi klinisnya jelas bahwa
peran fisika medik dalam kedokteran nuklir tidak bisa dilepaskan, karena
kedokteran nuklir bukanlah sekedar masalah klinis saja tetapi juga masalah
teknis dan fisik. Benar, kedokteran nuklir akan maju dengan baik apabila dari
berbagai disiplin ilmu bekerja sesuai dengan bidangnya dan merupakan mitra
kerja, bukan saingan. Demikian juga fisika medik akan mengambil porsi yang
sesuai dengan keahliannya.

C. Tugas dan Tanggung jawab Fisikawan Medik


Fisikawan Medik bertanggung jawab terhadap kemantapan dan
perawatan standar dosimetri, teknik dan peralatan. Tanggung jawab ini
mencakup kalibrasi dosimeter, implementasi protokol-protokol dosimetri,
pengukuran karakteristik seluruh berkas radiasi perlakuan dan data dosimetri
untuk keperluan perlakuan klinis.

Fisikawan Medik bekerja erat dengan radioterapist, radiografer dan


teknisi dan juga bertanggung jawab terhadap beberapa aktivitas penting untuk
efektivitas perencanaan dan penyebaran modalitas radioterapi. Keahlian dalam
distribusi dosis klinis individual pasien, simulasi perlakuan dan verifikasi,
perhitungan yang mencakup perbandingan perbedaan penjadwalan perlakuan
dan pengukuran dosis untuk setiap pasien.
Tanggung jawab juga akan dibebankan untuk instalasi yang agak besar
secara normal meliputi penyiapan dan penanganan sumber radiasi tertutup
untuk brakiterapi dan penyiapan dan administrasi pengobatan dengan sumber
radiasi terbuka untuk radioterapi. Sebagai contoh bagaimana mengkalibrasi
sumber HDR brakiterapi Ir-192 yang digunakan dalam instalasi radioterapi.
Fisikawan medik memegang peran yang sangat penting dalam
rancangan, konstruksi dan pemeliharaan tujuan pengobatan, dan seringkali
juga supervisi ruang mould dan bengkel lainnya.
Fisikawan Medik dalam radioterapi memiliki tanggung jawab terhadap
proteksi radiasi. Hal ini bergantung pada peraturan-peraturan yang berlaku,
misalnya merangkap sebagai Petugas Proteksi Radiasi (PPR) baik secara
individu ataupun dalam suatu bagian dari Bidang Fisika Medik.
Fisikawan medik dalam hal ini bisa berperan antara lain dalam
meliputi :

1. Perencanaan awal bangunan baru atau modifikasi dan peralatan yang

memiliki implikasi untuk keselamatan radiasi terhadap pasien, staf,


pekerja dan masyarakat.
2. Pemeriksaan dan pengecekan ulang prosedur operasional, sistem kerja,

supervisi dan kendali ruangan tertentu, atau tempat penyimpanan sumber


radioaktif.
3. Pemonitoran radiasi lingkungan dan peralatan serta perisai ruangan

sebagaimana persyaratan, perawatan dan verifikasi keadaan keselamatan.


Hal ini mencakup pengecekan berfungsinya interlock, rancangan ruangan
dan tebal tembok untuk daerah-daerah disekitarnya.
4. Pengetesan kebocoran bahan radioaktif dari sumber-sumber radiasi lainnya

yang digunakan dalam brakiterapi dan teleterapi dan mencatat data-data


perawatan dalam sebuah buku tersendiri.
5. Perhatian

terhadap proteksi radiasi tiap individu pasien selama

mendapatkan perlakuan radioterapi, khususnya dalam mengurangi dosis


terhadap fetus dan gonad pasien yang masih memiliki kapasitas
reproduksi.
6. Pengkajian terhadap bahaya dan persiapan pelaksanaan penanganan jika

terjadi kecelakaan, misalnya kegagalan mekanisme kembalinya sumber


radiasi dalam pesawat teleterapi, atau kebakaran di suatu daerah tempat
penyimpanan sumber radiasi.

7. Pengambilan keputusan yang berkaitan dengan diperbolehkannya pulang

seorang pasien yang mendapatkan pengobatan dengan sumber radiasi, baik


dengan implant permanen atau sumber radiasi terbuka, saran dalam
pemakaman jenasah yang mengandung radioaktif, dan kontrol limbah
radioaktif dari akibat penggunaan untuk pengobatan.
8. Kalibrasi peralatan untuk pengukuran proteksi radiasi. Dalam keadaan

darurat (emergency) radiasi, tentu Fisikawan medik adalah orang pertama


yang menangani dan bertanggung jawab atas kejadian itu. Hal ini
mencakup investigasi, pembuatan laporan dan rekomendasi.

BAB III
PENYAJIAN DATA DAN PEMECAHAN MASALAH

A. Penyajian Data
Keilmuan radioterapi akan terus dan selalu berkembang dari tahun ke
tahun untuk meningkatkan kualitas yang lebih baik di seluruh dunia. Hal ini
bisa dilihat sebagai contoh dalam penggunaan akselerator yang dimulai sejak
tahun 50-an, yang kemudian pada tahun 60-an didukung dengan Sistem
Perencanaan Perlakuan yang berbasis komputer. Lalu pada tahun 70-an mulai
dimanfaatkan CT simulator. Multi Leaf Collimator (MLC) sebenarnya sudah
dikenalkan sejak tahun 80-an, dan sampai pada tahun 90-an diperkenalkan
istilah Conformal - 3D radiotherapy. Kemudian di akhir 90-an mulai
dikenalkan Electronic Portal Imaging Device -EPID, baik untuk verifikasi
posisi maupun dosimetri.
Perkembangan terus berlanjut sesuai dengan hasil-hasil penelitian dan
pengembangan Fisika Medik dalam radioterapi. Masih ada beberapa jenis
aplikasi yang lebih luas yang berkaitan dengan kedokteran nuklir ini, yaitu apa
yang dikenal dengan Dynamic Wedge dan Stereotactic radiosurgery.
Kemajuan demi kemajuan itu semua, tidak terlepas dari penelitian dan
pengembangan Fisika Medik dalam radioterapi dan dari tujuan radioterapi itu
sendiri. Sehingga disini jelas bahwa Fisikawan Medik akan selalu berinteraksi

dan menyumbangkan ilmunya untuk kebutuhan pasien dan dokter, untuk


solusi terbaik pengobatan penyakit kanker.
Sehingga partisipasi dalam penelitian dan pengembangan Fisika Medik
yang dilakukan akan terasa manfaatnya bagi semua pihak. Jika mitra kerja
antara Fisikawan Medik, dokter, teknisi dan radiografer terjadi dengan baik,
maka akan terbit makalah-makalah atau tulisan-tulisan hasil penelitian dan
pengembangan berbagai sektor, tidak hanya masalah klinisnya. Sehingga akan
terjadi keterpaduan antara klinis, fisika, biologi dan teknologi. Demikian juga
dalam seminar atau diskusi sehari-hari akan saling mengisi satu dengan
lainnya, sesuai dengan profesionalisme masing-masing.
Fisikawan Medik juga akan terlibat dalam masalah manajemen,
seperti :
1. Staf Fisika Medik
2. Bengkel atau Laboratorium dan stafnya
3. Perawatan peralatan radioterapi dan manajemen staf untuk melakukan
perawatan atau mungkin juga perbaikan.
4. Program Jaminan Kualitas untuk Sistem Perencanaan Perlakuan yang
mungkin saja dikerjakan oleh radiografer, sehingga perlu manajemen yang
baik antara Fisikawan Medik dan dokter yang kaitannya dengan simulator.
5. Fisikawan Medik juga terlibat dalam manajemen masalah anggaran sesuai
dengan tingkatannya. Sebagai contoh misalnya dalam sebuah rumah sakit
yang cukup besar, barangkali pasien akan dibebani sesuai dengan banyak

sedikitnya tenaga dan fasilitas yang digunakan. Misalnya saja seorang


pasien radioterapi yang memerlukan pengecekan atau verifikasi dosis
ketika dipapari akan dibebani biaya lebih, jika dibandingkan dengan
pasien yang tidak memerlukannya. Sehingga dengan makin banyaknya
tenaga dan fasilitas yang digunakan tentu akan semakin besar beban yang
ditanggung pasien.

B. Pemecahan Masalah
Telah diuraikan secara rinci perlunya suatu pengkajian dalam masalah
teknologi medik untuk negara berkembang, mengingat masalah teknologi
canggih ini seringkali kurang cocok untuk negeranegara yang sumber daya
manusianya belum siap. Fisikawan medik adalah anggota dari suatu tim yang
bertanggung jawab terhadap anggaran dan usaha mendapatkan peralatan baru.
Saran diperlukan dalam spesifikasi, kinerja dan dalam kecocokan
peralatan sesuai dengan usulan pemakaian. Peran Fisikawan Medik dalam
perencanaan instalasi peralatan baru meliputi saran dalam merancang tim
untuk kebutuhan perisai (shielding) untuk memenuhi peraturan dalam
perijinan.
Setelah proses instalasi, Fisikawan Medik bertanggung jawab terhadap
commissioning peralatan radioterapi sebelum peralatan tersebut digunakan
untuk keperluan klinis. Selama commisioning, pengukuran dibuat untuk
meyakinkan bahwa kinerja peralatan telah ditunjukkan sesuai dengan

spesifikasi, yaitu ketentuan proteksi radiasi telah mencukupi dan memenuhi


syarat.
Demikian

pula

dengan

fungsi

pengoperasian

interlock

untuk

keselamatan pasien dan staf serta pengoperasian peralatan. Fisikawan Medik


mengkalibrasi sistem monitor dosis, memantapkan operasi keselamatan,
mengecek akurasi sistem berkas optik dan mengukur karakteristik dosimetri
untuk seluruh berkas radiasi. Pengoperasian yang benar dan akurasi gerakan
mekanik seluruh peralatan utama bersama dengan pengoperasian dan
keselamatan seluruh peralatan penunjang harus dicek sebelum digunakan
untuk keperluan pengobatan pasien.
Lingkup yang sangat vital yang dikerjakaan oleh Fisikawan Medik
adalah Program Jaminan Kualitas Terpadu untuk meyakinkan akan fungsi
keselamatan seluruh peralatan perlakuan, yang meliputi peralatan brakiterapi,
simulator, dan sistem perencanaan perlakuan terapi, termasuk dalam
penggunaan komputer untuk perhitungan dosis.
Selain itu, Fisikawan Medik juga bertanggung jawab untuk keefektifan
pemeliharaan seluruh peralatan radioterapi, baik yang berhubungan dengan
teknisi maupun perusahaan yang terkait dengan peralatan tersebut. Termasuk
juga didalamnya apabila ada penggantian sumber radionuklida dengan jadwal
yang terprogram, misalnya untuk Ir-192 setiap tiga bulan sekali.
Dalam kaitannya dengan Pendidikan dan Pelatihan, Fisikawan Medik
akan terkait dengan :

1. Pendidikan Dokter Spesialis Radiologi (Sp.Rad), baik yang berkaitan


dengan Fisika Diagnostik maupun Terapi, atau untuk pendidikan
Radioterapist sebagai lanjutan dari Sp.Rad perlu mendapat dukungan yang
profesional.
2. Pendidikan

Dokter

Spesialis

Kedokteran

Nuklir

(Sp.KN),

yang

menggunaan banyak radiofarmaka untuk diagnosis maupun terapi tentu


perlu mendapatkan dasar-dasar Fisika medik yang berkitan dengan bidang
spesialisasinya.
3. Pendidikan Fisika Medik itu sendiri tentu harus ditangani oleh Fisikawan
Medik, baik untuk keperluan klinis, penelitian dan pengembangan ataupun
untuk industri.
4. Pendidikan Radiografer, mengingat Radiografer selalu berinteraksi dengan
bidang Fisika medik maka Fisikawan Medik dituntut untuk memberikan
dasar-dasar ilmu Fisikanya pada calon-calon radiografer.
5. Pelatihan Proteksi Radiasi untuk staf, baik teknisi maupun perawat yang
akan berinteraksi dengan radioterapi. Dengan demikian mereka memahami
dasar-dasar keselamatan radiasi untuk kesehatan.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dengan melihat peran dan tanggung jawab Fisikawan Medik dalam
radioterapi, maka kiranya sangat jelas betapa diperlukannya kualifikasi
minimal yang tepat untuk sebuah Instalasi Radioterapi sesuai dengan besar
dan kecilnya instalasi tersebut. Apalagi radioterapi adalah suatu cara
pengobatan pasien yang tidak hanya masalah klinis saja, akan tetapi juga
menyangkut masalah fisika, sehingga mitra kerja antara dokter radioterapist
dengan fisikawan medik sangat dibutuhkan setiap harinya. Bahkan merupakan
suatu keharusan apabila kalau menginginkan kesuksesan dan keberhasilan
pengobatan dengan radioterapi.

B. Saran
Saran yang bisa penulis sampaikan disini adalah agar para pembaca
paper ini bisa lebih mendalami ilmu pengetahuan khususnya fisika medik
sehingga pada akhirnya akan memberikan manfaat yang lebih besar bagi dunia
kedokteran.
Semoga saja tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
sekalian, baik untuk siswa-siswi, Departemen Kesehatan, rumah sakit-rumah

sakit yang memiliki instalasi radioterapi maupun bagi sekolah atau universitas
yang ingin mengembangkan pendidikan Fisika Medik.

DAFTAR PUSTAKA

Manhattan Project, Head Quarters, Washington DC, Availability of Radioactive


Isotope, Science 103, p. 697, 1996.
Nasukha. Peran Fisika Medik dalam Kedokteran Nuklir. Buletin ALARA, Vol 1,
No. 1, hal 27-31, 1997.
Susworo, R, Et Al. Perkembangan dan Aplikasi Akselerator dalam Radioterapi.
Prosiding Presentasi Ilmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan,
PSPKR-BATAN, hal 9-17, 1997.
http://1skripsi.blogspot.com/2009/04/fisika-medik-dalam-dunia-kedokteran.html diakses 25 Mei 2009.

Anda mungkin juga menyukai