Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian


Geologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi meliputi cara
terjadinya, proses dan sejarah yang berlangsung hingga saat ini, materi pembentuk
bumi, struktur atau bangun bumi, bentuk-bentuk permukaan dan prosesnya yang
terjadi pada masa lalu, kini dan akan datang (Mulyono, 2004).
Terdapat beberapa cabang ilmu yang dapat menunjang pengetahuan serta
pemahaman di bidang geologi. Beberapa cabang ilmu tersebut di antaranya adalah
geomorfologi, sedimentologi, petrologi, paleontologi, geologi struktur, stratigrafi, dan
lain-lain.
Untuk dapat mengoptimalkan pemahaman mahasiswa mengenai ilmu geologi
yang didapat di bangku perkuliahan, diperlukan adanya aplikasi dari ilmu yang telah
di dapat dengan cara melakukan kuliah lapangan serta pemetaan geologi.
Pemetaan geologi lanjut ini dilaksanakan di Daerah Bantarkawung dan
sekitarnya, Kecamatan Bantarkawung, Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah
seluas 10 x 10 km (100 km2). Daerah penelitian ini memiliki kondisi geologi yang

sangat menarik untuk dipelajari sehingga diharapkan dapat menambah wawasan bagi
mahasiswa yang mempelajarinya.

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah


Permasalahan yang timbul dari kegiatan pemetaan geologi lanjut ini adalah :
1. Bagaimana kondisi geomorfologi daerah penelitian dan proses-proses
geologi apa saja yang menyebabkan terbentuknya bentang alam tertentu di
daerah penelitian?
2. Jenis-jenis litologi apa saja yang menyusun daerah penelitian? (Meliputi
karakteristik fisik, umur, lingkungan pengendapan, penyebarannya yang
lalu dikelompokkan ke dalam satuan-satuan batuan)
3. Bagaimana hubungan stratigrafi atau urut-urutan satuan batuan di daerah
penelitian?
4. Struktur geologi apa saja yang berkembang di daerah penelitian?
5. Bagaimana sejarah geologi yang berlangsung di daerah penelitian?
6. Bahan galian apa saja yang terdapat di daerah penelitian?
7. Sumberdaya dan kebahayaan geologi apa yang terdapat di daerah
penelitian?

1.3 Maksud, Tujuan, dan Manfaat Penelitian


Maksud dari dilakukan kegiatan pemetaan geologi lanjut ini ialah untuk
mengaplikasikan teori yang telah didapat di bangku perkulihaan dan mengambil data
serta informasi geologi di daerah Bantarkawung dan sekitarnya.
Adapun tujuan pemetaan geologi lanjut ini secara rinci sebagai berikut :
1. Mempelajari unsur-unsur geomorfologi dan memilahnya ke dalam satuan-satuan
geomorfologi, serta mempelajari proses-proses geomorfologi yang sedang
berlangsung.
2. Mempelajari jenis-jenis litologi, meneliti karakteristik fisiknya secara megaskopis
saat

di

lapangan

serta

secara

mikroskopis

di

laboratorium

dan

mengelompokannya ke dalam satuan-satuan batuan sesuai dengan sandi


stratigrafi, lingkungan pengendapan, ketebalan, serta mengetahui hubungan antar
satuan batuan tersebut.
3. Mempelajari struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian, menentukan
jenis dan pola strukturnya, serta menelusuri keberadaan dan sejarah tektoniknya.
4. Menyusun stratigrafi satuan-satuan batuan.
5. Mencoba mengungkapkan sejarah geologi daerah penelitian..
Manfaat yang dapat diraih dari kegiatan pemetaan geologi lanjut ini adalah
mengetahui keterdapatan bahan galian dengan nilai yang ekonomis, potensi daerah
Maja dan sekitarnya serta mengetahui kebencanaan geologi yang mungkin timbul di
daerah penelitian.

1.4 Metode Penelitian


Metode penelitian yang dibahas dalam sub-bab ini berfungsi untuk membantu
identifikasi dan deskripsi kondisi geomorfologi, stratigrafi, geologi struktur dan
sejarah geologi yang berkembang di daerah Maja dan sekitarnya.

1.4.1

Objek Penelitian
Terdapat beberapa objek yang diteliti dalam kegiatan pemetaan geologi lanjut

ini, yaitu:
1. Unsur-unsur geomorfologi yang digunakan untuk penentuan proses
geomorfologi, meliputi morfometri, morfografi, dan morfogenetik serta
memperkirakan adanya struktur geologi yang aktif di daerah penelitian.
2. Litologi, yaitu mengamati dan mendeskripsi singkapan batuan yang
tersingkap di permukaan di lapangan.
3. Struktur sedimen pada saat pengendapan (syn-depositional) seperti
laminasi sejajar, silang siur, dan lain-lain, serta struktur sedimen yang
terjadi

setelah

pengendapan

(post-depositional)

seperti

pengisian,

penggerusan, dan lain-lain.


4. Stratigrafi, meliputi urutan batuan dari yang satuan batuan yang tertua
hingga satuan batuan yang termuda.

5. Struktur geologi serta indikasinya yang didapatkan baik dilapangan


maupun melalui analisis citra satelit, aspek-aspek geomorfologi, kemudian

dapat digunakan untuk menentukan gaya dan pola tegasan serta jenis
struktur geologi dan pola struktur geologi yang berkembang di daerah
penelitian.
6. Sejarah geologi daerah penelitian yang meliputi proses pembentukan suatu
batuan yang direkonstruksi berdasarkan data lapangan dan kesebandingan
dengan regional serta aktivitas tektonik.
7. Sumber daya geologi yang terdapat di daerah penelitian baik yang sudah
dimanfaatkan maupun belum dimanfaatkan serta kebencanaan geologi
yang mungkin timbul di daerah penelitian.

1.4.2
1.

Peralatan Yang Digunakan


Alat-alat Penelitian Lapangan
Untuk mempermudah pekerjaan di lapangan maka dibutuhkan peralatan

standar lapangan geologi antara lain :


a. Peta dasar berskala 1 : 25.000 yang merupakan pembesaran dari Peta Rupa bumi
terbitan BAKOSURTANAL berskala 1 : 25.000.
b. Global Positioning System (GPS), untuk mengetahui posisi dan

membantu

traverse.
c. Kompas geologi, digunakan untuk mengukur arah jurus dan kemiringan batuan
juga untuk unsur-unsur struktur.

d. Palu geologi, yaitu palu batuan beku dan palu batuan sedimen yang dipergunakan
untuk mengambil sampel batuan.
e. Lup dengan pembesaran 10 kali dan 20 kali yang digunakan untuk memperbesar
kenampakan objek agar lebih mudah diamati dan diteliti, seperti mineral dan
butiran.
f. Komparator besar butir skala Wentworth dan komparator mineral.
g. HCl 0,1 N, larutan yang digunakan untuk menguji kandungan karbonat dalam
suatu batuan secara kasar (terutama batuan sedimen).
h. Kantong sampel dan kertas label, digunakan untuk menyimpan sampel batuan dari
tiap stasiun penelitian dan memberi keterangan pada sampel tersebut.
i. Kamera, digunakan untuk mengambil gambar singkapan dan kenampakan
geomorfologi.
j. Pita ukur dengan panjang 50m dan 5m, digunakan dalam pengukuran lintasan
dan ketebalan suatu pemerian contoh.
k. Alatalat tulis.
l. Tas lapangan ( day pack ), untuk membawa peralatan geologi.
m. Data Citra DEM SRTM daerah penelitian.
2.

Alat-alat Penelitian Laboratorium


Alat-alat yang digunakan pada saat penelitian di Laboratorium Petrografi
untuk sayatan tipis batuan adalah:
a. Penyayat batuan (dimiliki dan dioperasikan oleh instansi)

b. Mikroskop polarisasi beserta komparator.


c. Diagram klasifikasi petrografi batuan.
d. Alat tulis dan alat gambar.
e. Kamera digital.

1.4.3 Langkahlangkah Penelitian


Agar terlaksana kegiatan penelitian yang efektif, maka kegiatan penelitian
dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu tahap persiapan, tahap kegiatan lapangan, tahap
pekerjaan laboratorium dan analisis data serta tahap pembuatan peta dan penulisan
laporan (Gambar 1.4)

1.4.3.1 Tahap Persiapan


Tahap persiapan ini dilakukan sebelum berangkat ke lapangan, meliputi
perizinan, inventarisasi data sekunder meliputi data mengenai kondisi geologi
regional daerah penelitian, studi awal meliputi melakukan analisis kelurusan peta
topografi dan DEM SRTM daeral penelitian. Informasi awal yang didapat adalah pola
aliran sungai, arah penyebaran perbukitan, dan kemiringan lereng mengenai
kenampakan topografi yang dapat mencerminkan gejala geologi daerah penelitian,
penyediaan alat, metode penelitian yang akan digunakan, dan penyusunan rencana
kerja. Selain itu, sebelumnya juga telah diadakan pembekalan oleh dosen dan diskusi
internal serta studi pustaka dengan mempelajari keadaan daerah

penelitian

dari penelitian-penelitian yang terdahulu untuk dijadikan pandangan awal untuk


membantu dalam penggambaran kondisi daerah penelitiannya.
1.4.3.2 Tahap Kegiatan Lapangan
1. Metode Orientasi Lapangan
Metode yang digunakan dalam pemetaan adalah penentuan posisi (metode
GPS). Pada metode penentuan posisi menggunakan GPS, langkah-langkah yang
dilakukan meliputi:
a. Tahap Marking Position, yaitu tahap mengetahui lokasi stasiun pada saat
penelitian, ditampilkan dalam bentuk data koordinat garis lintang dan garis
bujur.
b. Tahap Pemindahan Data, yaitu tahap pemindahan data koordinat yang
tersimpan dalam GPS ke dalam komputer, untuk selanjutnya dilakukan
pengeplotan stasiun pada peta digital yang telah dibuat sebelumnya.
2. Pengambilan Sampel
Penyusun melakukan pengambilan sampel batuan pada setiap singkapan.
Sampel batuan diambil pada setiap singkapan agar selanjutnya dapat dideskripsi lebih
lanjut dan digunakan sebagai data dalam penyusunan laporan penelitian.
3. Pengukuran Arah Jurus dan Kemiringan Lapisan Batuan.
Pengukuran strike/dip perlapisan batuan dilakukan dengan menggunakan
kompas geologi, dan apabila diperlukan dibantu dengan clipboard. Secara umum
pengukuran dilakukan dengan cara sebagai berikut :

a. Meletakkan sisi kompas bertanda E (east) pada bidang perlapisan yang


diukur.
Harus diyakini terlebih dahulu bahwa bidang tersebut mewakili kemiringan
perlapisan batuan pada singkapan tersebut.
b. Letak kompas dibuat benar-benar mendatar dengan melevelkan bull-eyes.
Setelah itu besarnya strike dibaca dengan arah dari Utara ke Timur (N ke E).
c. Langkah selanjutnya adalah mengukur kemiringan perlapisan batuan. Bagian
W (west) kompas diletakkan tegak lurus terhadap garis strike yang telah
didapat pada bidang perlapisan dan klinometer dapat dilevelkan. Setelah itu
sudut dip dapat dibaca nilainya.

1.4.3.3 Tahap Pekerjaan Studio


Semua data yang diperoleh dari lapangan kemudian diinterpretasikan
berdasarkan teori-teori geologi yang berlaku. Hasil interpretasi tersebut
ditampilkan dalam bentuk peta kerangka dan lintasan geologi, peta pola jurus
perlapisan batuan, peta geologi, peta geomorfologi, dan penampang stratigrafi
terukur.

1.4.3.3.1 Tahap Analisis Geomorfologi


Analisis Geomorfologi mencakup beberapa cabang analisis yaitu, analisis
morfometri, analisis morfografi, dan analisis morfogenetik.

1. Morfometri
Morfometri merupakan penilaian kuantitatif dari bentuk lahan sebagai aspek
pendukung dari morfografi dan morfogenetik sehingga klasifikasi kualitatif akan
semakin tegas dengan angka-angka yang jelas. Variasi nilai kemiringan lereng yang
diperoleh kemudian dikelompokkan berdasarkan klasifikasi kemiringan lereng (Tabel
1.1) menurut Van Zuidam (1985), sehingga diperoleh penamaan kelas lerengnya
(Tabel 1.2). Teknik perhitungan kemiringan lerengnya dapat dilakukan dengan
menggunakan teknik grid cell berukuran 2x2 cm pada peta topografi skala 1 : 25.000.
Kemudian setiap kisi ditarik tegak lurus kontur dan dihitung kemiringan lerengnya
dengan menggunakan persamaan berikut.
( n - 1 ). Ic
S=

X 100%
dx.sp

Dimana, n

= jumlah kontur yang memotong diagonal jaring

Ic = interval kontur (meter)


dx = jarak datar
sp = skala peta
Kemiringan
Klasifikasi
Persen (%)

Derajat ( o)

Beda Tinggi
Warna
(m)

Datar

0-2

02

<5m

Hijau

Agak Landai

27

24

5 25 m

Hijau muda

1
0

Landai

7 15

48

25 -75 m

Kuning

Agak Curam

15 30

8 16

75 200 m

Jingga

Curam

30 -70

16 35

200 500 m

Merah muda

Terjal

70 -140

35 55

500 1000 m

Merah

Sangat Terjal

> 140

> 55

> 1000 m

Ungu

Tabel 1.1 Klasifikasi kemiringan lereng (Van Zuidam, 1983)

TINGGI ABSOLUT

UNSUR MORFOGRAFI

< 50 meter

Dataran rendah

50 meter 100 meter

Dataran rendah pedalaman

100 meter 200 meter

Perbukitan rendah

200 meter 500 meter

Perbukitan sedang

500 meter 1.500 meter

Perbukitan tinggi

1.500 meter 3.000 meter

Pegunungan

> 3.000 meter

Pegunungan tinggi

Tabel 1.2 Pemerian bentuk lahan absolut berdasarkan perbedaan ketinggian

11

2. Morfografi
Morfografi berasal dari dua kata yaitu morfo yang berarti bentuk dan graphos
yang berarti gambaran, sehingga memiliki arti gambaran bentuk permukaan bumi.
Aspek morfografi dilakukan dengan cara menganalisis peta topografi, berupa
pengenalan bentuk lahan yang tampak dari tampilan kerapatan kontur sehingga dapat
menentukan perbukitan atau pedataran, juga kemiringan lereng yang bisa
mengindentifikasikan sesar atau perbedaan litologi, sedangkan perubahan pola
punggungan dan pola aliran bisa mengidentifikasikan kegiatan tektonik yang ada di
daerah penelitian. Pola pemukiman bisa mencirikan kondisi material Recent,
khususnya yang menyediakan mata air tanah dangkal. Aspek- aspek morfografi
diantaranya ialah :
1. Bentuk lahan dataran, kemiringan 0% - 2% terdiri atas bentuk asal marin,
bentuk asal fluvial, bentuk asal campuran (delta), dan bentuk lahan plato.
2. Bentuk lahan perbukitan/pegunungan, perbukitan yang memiliki ketinggian
50 - 500 meter dengan kemiringan 7% - 20%, sedangkan pegunungan
memiliki ketingian lebih dari 500 meter dengan kemiringan lebih dari 20%,
terdiri atas bentuk lahan perbukitan intrusi, perbukitan kubah rempah
gunungapi, perbukitan karst, perbukitan memanjang dengan penyusun batuan
sedimen dan bentuk lahan pegunungan.
3. Bentuk lahan vulkanik (gunungapi), memiliki ketinggian lebih dari 1000
meter dengan kemiringan lereng 56% - 140%.

4. Pola Pengaliran merupakan kumpulan dari suatu jaringan pengaliran di suatu


daerah. Dalam hal ini, alur pengaliran tetap mengalir baik dipengaruhi atau
tidak dipengaruhi oleh curah hujan. Pola pengaliran merupakan hasil dari
kegiatan erosi dan tektonik yang memiliki hubungan erat dengan jenis batuan,
struktur geologi, kondisi erosi dan sejarah bentuk bumi. Sistem pengaliran
yang berkembang pada permukaan secara regional dikontrol oleh kemiringan
lereng, jenis dan ketebalan lapisan batuan. Van Zuidam (1988) membagi pola
pengaliran menjadi pola pengaliran dasar dan pola pengaliran modifikasi
(Gambar 1.1 dan Tabel 1.2).

Gambar 1.1. Pola pengaliran dasar (Howard dan Remson, 1978; dalam Van Zuidam, 1988)

Tabel 1.3 Pola Pengaliran Dasar Beserta Karakteristiknya

Pola
Karakteristik

Pengaliran
Dasar
Dendritik

Bentuk umum seperti daun, berkembang pada batuan dengan


kekerasan relatif sama, perlapisan batuan sedimen relatif datar
serta tahan akan pelapukan, kemiringan landai, kurang
dipengaruhi struktur geologi.

Paralel

Bentuk umum cenderung sejajar, berlereng sedang-agak


curam, dipengaruhi struktur geologi, terdapat pada perbukitan
memanjang dipengaruhi perlipatan, merupakan transisi pola
dendritik dan trelis.
Bentuk memanjang sepanjang arah jurus perlapisan batuan
sedimen,
induk sungainya seringkali membentuk lengkungan menganan
memotong kepanjangan dari alur jalur punggungannya.

Trelis

Biasanya dikontrol oleh struktur lipatan. Batuan sedimen


dengan kemiringan atau terlipat, batuan vulkanik serta batuan
metasedimen berderajat rendah dengan perbedaan pelapukan
yang jelas. Jenis pola pengalirannya berhadapan pada sisi
sepanjang aliran subsekuen.

Rektangular

Induk sungai dengan anak sungai memperlihatkan arah

lengkungan menganan, pengontrol struktur atau sesar yang


memiliki sudut kemiringan, tidak memiliki perulangan
perlapisan batuan dan sering memperlihatkan pola pengaliran
yang tidak menerus.
Bentuk menyebar dari satu pusat, biasanya terjadi pada kubah
intrusi, kerucut vulkanik dan bukit yang berbentuk kerucut
serta sisa-sisa erosi. Memiliki dua sistem, sentrifugal dengan
Radial
arah penyebaran keluar dari pusat (berbentuk kubah) dan
sentripetal dengan arah penyebaran menuju pusat (cekungan).

Bentuk seperti cincin yang disusun oleh anak-anak sungai,


sedangkan induk sungai memotong anak sungai hampir tegak
Anular

lurus. Mencirikan kubah dewasa yang sudah terpotong atau


terkikis dimana disusun perselingan batuan keras dan lunak.
Juga berupa cekungan dan kemungkinan stocks.
Endapan permukaan berupa gumuk hasil longsoran dengan
perbedaan penggerusan atau perataan batuan dasar, merupakan

Multibasinal
daerah gerakan tanah, vulkanisme, pelarutan gamping serta
lelehan salju atau permafrost.
Terbentuk pada batuan metamorf dengan intrusi dike, vein
Kontorted
yang menunjukkan daerah yang relatif keras batuannya, Anak

sungai yang lebih panjang ke arah lengkungan subsekuen,


umumnya menunjukkan kemiringan lapisan batuan metamorf
dan merupakan pembeda antara penunjaman antiklin dan
sinklin.

5. Bentuk lereng merupakan cerminan dari proses geomorfologi eksogen atau


endogen yang berkembang pada suatu daerah. Secara garis besar, bentuk
lereng dapat dibedakan menjadi :
a. Bentuk lereng cembung, biasanya terjadi pada daerah-daerah yang
disusun oleh material-material batuan yang relatif keras atau sisa-sisa
gawir sesar atau juga bidang longsoran yang telah tererosi pada tepi
atasnya.
b. Bentuk lereng lurus, biasanya terjadi pada daerah-daerah

lereng

vulkanik yang disusun oleh material-material vulkanik halus atau bidang


longsoran.
c. Bentuk lereng cekung, biasanya terjadi pada daerah-daerah yang disusun
oleh material-material batuan lunak atau bidang longsoran.
6. Lembah Permukaan bumi yang tertoreh oleh limpasan air permukaan akan
membentuk lembah, selanjutnya lembah sebagai penampung aliran air
menjadi sungai. Secara garis besar jenis lembah dapat dibedakan menjadi :

a. Jenis lembah U tumpul.


b. Jenis lembah U tajam.
c. Jenis lembah V tumpul.
d. Jenis lembah V tajam.
7. Pola punggungan akan nampak jelas pada peta topografi, foto udara atau citra
satelit. Pola punggungan paralel dapat diinterpretasikan sebagai perbukitan
yang terlipat, sedangkan pola punggungan berkelok, melingkar atau terpisah
dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari suatu pensesaran. Pola-pola
punggungan yang terlipat menunjukkan kerapatan garis kontur yang jarang,
sedangkan jika pada salah satu sisi punggungan tersebut memiliki kerapatan
garis kontur yang cukup rapat dapat diinterpretasikan telah terjadi sesar naik.

3. Morfogenetik
Morfogenetik adalah suatu proses terbentuknya permukaan bumi sehingga
membentuk dataran, perbukitan, pegunungan, gunungapi, plato, lembah, lereng
dan pola pengaliran. Kenampakan bentuk lahan pada muka bumi disebabkan dua
proses yakni endogenik yaitu : merupakan proses yang dipengaruhi

oleh

kekuatan dari dalam kerak bumi dan proses eksogenik yang merupakan proses
yang dipengaruhi dari luar seperti iklim, vegetasi, erosi, buatan manusia. Dilihat
dari genesis kontrol utama pembentukannya, bentuk lahan dapat dibedakan

menjadi bentuk asal struktural, vulkanik, fluvial, marine, karst, aeolian, dan
denudasi.

Litologi, aspek litologi ini digunakan sebagai pengontrol dalam batas-batas


satuan geomorfologi. Litologi dapat mempengaruhi morfologi

sungai

dan

jaringan topografi yang memudahkan terjadinya pelapukan dan ketahanan batuan


terhadap erosi.

1.4.3.3.2 Tahap Analisis Stratigrafi


Tujuan utama analisis stratigrafi adalah untuk mengetahui umur dan
mengelompokkan satuan batuan serta kesebandingan dengan formasi yang ada pada
literatur. Hasil kisaran umur tiap satuan batuan akan diperoleh hubungan atau
kontak antar satuan batuan sehingga dapat diketahui nama formasi batuan tersebut
dengan cara kesebandingan terhadap hasil penelitian peneliti terdahulu.
Data yang diperoleh di lapangan akan menghasilkan satuan-satuan batuan
yang diambil dari dominasi batuan yang ada pada daerah tersebut. Kontak antara
satuan batuan dengan batuan lain, apabila dapat ditemukan di lapangan dapat
diinterpretasikan kisaran umur satuan batuannya.
Pembagian satuan batuan didasarkan pada satuan litostratigrafi tidak resmi,
yaitu penamaan satuan batuan yang berdasarkan pada ciri fisik batuan yang dapat
diamati di lapangan, yang meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi, dan
posisi stratigrafinya (Sandi Stratigrafi Indonesia 1996, pasal 6), sedangkan
penentuan batas penyebarannya harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1. Batas satuan litostratigrafi adalah bidang sentuh antara dua satuan yang berlainan
ciri fisik litologinya.
2. Batas satuan ditempatkan pada bidang yang nyata perubahan litologinya atau bila
perubahan tersebut tidak nyata, maka batasnya merupakan bidang yang
diperkirakan kedudukannya.
3. Satuan-satuan yang berangsur berubah atau menjari peralihannya dapat
dipisahkan sebagai satuan tersendiri apabila memenuhi persyaratan sandi.
4. Penyebaran satuan litostratigrafi semata-mata ditentukan oleh kelanjutan gejalagejala litologi yang menjadi cirinya.
5. Dari segi praktis, penyebaran suatu satuan litostratigrafi dibatasi oleh batasan
cekungan pengendapan atau aspek geologi lainnya.
6. Batas-batas daerah hukum tidak boleh digunakan sebagai alasan berakhirnya
penyebaran lateral suatu satuan.
Penamaan satuan litostratigrafi didasarkan atas jenis litologi yang paling
dominan dalam satuan tersebut. Pengamatan terhadap litologi di lapangan
dilakukan secara megaskopis meliputi warna batuan, ukuran butir, kebundaran,
kemas, pemilahan, kekerasan, struktur sedimen, dan lain-lain.
Indikasi sentuh stratigrafi yang ditemukan di lapangan sangat berguna
untuk menentukan hubungan antara satuan batuan dengan satuan batuan lainnya.

Adapun dasar penentuan jenis stratigrafi adalah :


1. Perlapisan merupakan sifat dari batuan sedimen yang memperlihatkan bidangbidang yang sejajar yang diakibatkan oleh proses sedimentasi. Perlapisan
terbentuk karena adanya perubahan-perubahan pada proses sedimentasi, seperti
pasang surut, banjir, perbedaan temperatur.
2. Bidang perlapisan adalah suatu bidang yang merupakan perlapisan dan dapat
diwujudkan berupa hamparan dari suatu mineral tertentu, besar butir atau bidang
sentuh yang tajam antara dua macam batuan yang berbeda.
3. Lapisan adalah satuan stratigrafi terkecil yang tersusun hanya dari satu macam
batuan yang homogen dan bagian atas dan bagian bawahnya dibatasi oleh bidang
perlapisan secara tajam, erosional, ataupun berangsur.
Batas satuan stratigrafi ditentukan sesuai dengan batas penyebaran ciri
satuan dan keseragaman secara lateral atau suatu lapisan tergantung dari jenis
litologi dan media pengendapan. Jadi kontak antar satuan batuan atau sentuh
stratigrafi dapat bersifat tajam ataupun berangsur. Ada dua macam hubungan
stratigrafi, yaitu :
1) Selaras; sedimentasi berlangsung menerus tanpa interupsi dari satuan stratigrafi di
bawah lapisan yang di atasnya.
2) Tidak selaras; terdapat empat jenis ketidakselarasan, yaitu :
1. Paraconfomity, siklus sedimentasi tidak menerus atau terdapat gap umur,
sedangkan pola arah jurus dan kemiringan batuan relatif sama.
2
0

2. Disconformity, terjadi kontak erosional yang cukup berarti antara dua


satuan batuan
3. Nonconformity, terdapat kontak antara dua satuan batuan yang berbeda
genetik, seperti kontak antara batuan sedimen dengan batuan beku, atau
antara batuan sedimen dengan batuan metamorf, atau antara batuan
metamorf dengan batuan beku.
4. Angular Unconformity, terdapat perbedaan pola arah jurus dan kemiringan
yang cukup signifikan antara dua satuan batuan.
Penentuan umur masing-masing satuan batuan didasarkan
rekonstruksi

penampang

geologi

serta

bila

memungkinkan

atas

memakai

kesebandingan regional dengan formasi yang ada pada literatur dikarenakan daerah
dengan jenis litologi hasil gunung api.

1.4.3.3.3 Tahap Analisis Struktur Geologi


Tahap awal adalah interpretasi peta dasar berskala 1 : 25.000, analisis ini
diharapkan dapat memberikan petunjuk mengenai struktur yang berkembang pada
daerah pemetaan. Hal-hal yang diamati antara lain adalah kelurusan sungai,
kelurusan punggungan, belokan sungai yang tiba-tiba, gawir, dan lain sebagainya.
Tahap berikutnya adalah inventarisasi data lapangan yang meliputi
pengamatan terhadap unsur-unsur struktur geologi yang ditemukan seperti cermin

21

sesar, batuan sesar, kekar dan indikasi struktur lainnya. Setelah itu, diplot dalam
peta dasar.
Adapun hal-hal yang perlu dicatat dalam mengamati singkapan untuk
analisis deskriptif dan kinematik struktur geologi adalah :
1. Lokasi singkapan.
2. Jenis singkapan, apakah berupa pergeseran batuan (offset litologi), cermin sesar
(slicken side), struktur kekar, zona hancuran, bukit segitiga (triangular facet), air
terjun, dan kelurusan sungai.
3. Litologi setempat dengan pola indikasi strukur geologi yang variatif.
4. Luas dan geometri singkapan.
5. Pengukuran arah jurus dan kemiringan bidang sesar.
6. Besarnya picth, pengukuran pitch yaitu sudut lancip antara arah jurus dan gores
garis sesar. Pada tahap akhir dilakukan rekonstruksi struktur geologi berdasarkan
hasil inventarisasi data lapangan yang telah dilengkapi dengan data analisis peta
topografi. Hasilnya ditampilkan dalam bentuk peta pola jurus perlapisan batuan.
Umur sesar di daerah pemetaan ditentukan berdasarkan umur satuan batuan
penyusun daerah pemetaan yang terpengaruh oleh stuktur yang berkembang dan
didukung oleh data stratigrafi serta kontrol oleh periode tektonik regional yang
berpengaruh terhadap daerah pemetaan.

1.4.3.3.4 Tahap Analisis Petrografi


Untuk klasifikasi batuan beku digunakan klasifikasi Travis (1955) (Gambar 1.2),
dalam klasifikasi ini tekstur batuan beku yang didasrkan pada ukuran butir
mineralnya dapat dibagi menjadi:
a. Batuan Dalam
Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral menyusun batuan tersebut dapat
dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar.
b. Batuan Gang bermasa dasar faneritik
Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik.
c. Batuan Gang bermasa dasar afanitik
Bertekstur porfiritik dengan masa dasar afanitik.
d.Batuan Lelehan
Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau dilihat
dengan mata biasa.

Untuk klasifikasi batuan pirokalstik, digunakan kalsifikasi menurut Schmid


(1981), dimana pembagian dari klasifikasi ini berdasarkan kandungan fragmen batuan,
fragmen kirstal, dan fragmen gelas. (Gambar 1.3)

Gambar 1.3 Klasifikasi Batuan Piroklastik Schmid (1981)

1.4.3.3.5 Tahap Analisis Sejarah Geologi


Analisis geologi sejarah merupakan penerapan penafsiran dari aspek
geologi berupa geomorfologi, stratigrafi dan struktur geologi. Data yang telah
diperoleh kemudian disusun berdasarkan urutan kejadian dan waktu, sehingga
dapat diperkirakan proses sedimentasi, tektonik dan erosi dalam kurun waktu
tersebut.
1.4.3.4 Tahap Pembuatan Peta dan Penulisan Laporan
Tahap ini adalah tahap akhir penelitian yang meliputi rekontruksi dan
interpretasi data lapangan serta didukung oleh data hasil analisis laboratorium.
Hasilnya disajikan dalam bentuk laporan penelitian, dilengkapi dengan peta kerangka
dan lintasan geologi, peta pola jurus, peta geologi dan peta geomorfologi.

Pembuatan laporan dilakukan dalam dua periode waktu penulisan, yaitu :


1. Pembuatan laporan yang meliputi bab 1 dan 2 dilakukan sebelum berangkat ke
lapangan.
2. Pembuatan laporan yang meliputi bab 3 (bab yang menguraikan geomorfologi
dan geologi daerah penelitian), bab 4 (kesimpulan), pembuatan peta kerangka dan
lintasan geologi, peta pola jurus dan perlapisan batuan, peta geomorfologi, dan
peta geologi.
TAHAP PERSIAPAN

Studi geologi regional, perizinan penelitian, penyedian alat, dan perencanaan lintasan pemetaan, pembuatan p

TAHAP KEGIATAN LAPANGAN


Pemetaan permukaan meliputi pengambilan data
litologi, pengukuran data struktur geologi.

TAHAP ANALISIS LABORATORIUM


Analisis petrograf
dan analisis fosil

TAHAP PEKERJAAN STUDIO


Analisis geomorfologi, analisis stratigraf, analisis struktur geologi,
analisis sejarah geologi, pembuatan laporan dan peta

HASIL PENELITIAN
Peta Kerangka, Peta Geomorfologi, Peta Struktur Geologi, Peta Geologi

Gambar 1.4 Diagram Alir Penelitian

1.5 Geografi Umum


Secara geografis, lokasi penelitian terletak antara 108 o 50' 41,1504"- 108o 55'
41,1528" BT dan 7o 14' 33,9396" - 7o 9' 33,9372" LS. Secara administratif, lokasi
penelitian termasuk ke dalam Kecamatan Bantarkawung dan Salem, Kabupaten
Brebes, Provinsi Jawa Tengah, yang termasuk dalam Peta Rupabumi Indonesia
(BAKOSURTANAL) Lembar Salem No. 1308-541 dan Lembar Bantarkawung No.
1308-542 dengan luas daerah 100 km2 (Gambar 1.5).
Daerah penelitian cukup sulit untuk dijamah karena kondisi jalan yang rusak
dan kontur yang relatif tinggi. Aksesibilitas untuk mencapai lokasi penelitian dapat
menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua dengan rute Bandung
Tasikmalaya Ciamis Banjar Wanareja Majenang Salem Bantarkawung
atau dengan rute Bandung Jatinangor Sumedang Majalengka Kuningan
Salem Bantarkawung dengan total waktu tempuh sekitar 7 jam. Masyarakat di
daerah Bantarkawung pada umumnya bekerja sebagai petani, jenis tanaman dan yang
diusahakan adalah padi, bawang, dan cabai. Terdapat pula perkebunan karet dan
hutan pinus yang dikelola oleh Perhutani. Untuk memenuhi kebutuhan akan air,
masyarakat daerah ini pada umumnya 8 mengandalkan mata air, sumur galian dan
sungai-sungai besar yang mengalir sepanjang tahun, sehingga ketersediaan air pada
musim kemarau tetap terjaga

Lokasi Daerah Penelitian

Gambar 1.5 Lokasi Daerah Penelitian

1.6 Waktu Pemetaan dan Kelancaran Kerja


Waktu penelitian mencakup dua tahap, penelitian di lapangan dan analisis di
laboratorium, kegiatan berlangsung pada bulan Oktober 2015 - April 2016.

Anda mungkin juga menyukai