Disusun oleh :
Fahrudin Abdurrahim
270110140019
Yan Peterson
270110140020
Sarah Karimatunnisa
270110140059
Rai Atrasina
270110140137
Nuzul Ashari
270110140138
Daftar Isi
BAB I...................................................................................................................... 3
Pendahuluan................................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang........................................................................................................ 3
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 3
1.3 Maksud dan Tujuan.................................................................................................. 3
1.4 Waktu dan Tempat.................................................................................................... 3
1.5 Metode.................................................................................................................. 4
1.6 Alat yang digunakan................................................................................................ 4
BAB II.......................................................................................................................... 5
Landasan Teori................................................................................................................ 5
2.1 Landasan Teori........................................................................................................ 5
2.2 Kerangka Geologi Regional........................................................................................ 6
2.2.1 Fisiografi Regional............................................................................................. 6
2.2.2 Stratigrafi Jawa Barat.......................................................................................... 8
2.2.3 Struktur Regional............................................................................................... 9
BAB III....................................................................................................................... 12
Pengolahan Data............................................................................................................ 12
3.1 Laporan............................................................................................................... 12
3.1.1 Stasiun 1........................................................................................................ 12
3.1.2 Stasiun 2........................................................................................................ 16
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Geologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bumi dan terutama tentang kulit bumi
baik mengenai komposisi struktur dan sejarahnya. Objek utama yang dipelajari adalah batuan
sebagai penyusun kerak bumi. Untuk dapat memahami kondisi geologi suatu daerah, diperlukan
suatu metode penelitian yang meliputi litologi dan sebarannya, aspek struktur geologi, aspek
stratigrafi dan sejarah grologi suatu daerah.
Hal ini diperlukan dikarenakan setiap daerah memiliki karakteristik tersendiri, memiliki
ciri khas litologi, sampai keterjadian yang berbeda. Berdasarkan latar belakang diatas, dilakukan
suatu pemetaan geologi (kuliah lapangan) untuk meengetahui kondisi geologi daerah Tagog Apu,
Padalarang, Jawa Barat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi struktur geologi di daerah penelitian?
2. Bagaimana karakteristik daerah penelitian dan bagaimana sejarah geologinya?
1.3 Maksud dan Tujuan
Kuliah lapangan kali ini bermaksud untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyak
tentang kondisi geologi daerah Tagog Apu, Padalarang, Jawa Barat serta mengaplikasikan materi
kelas yang telah didapat.
Adapun tujuan dilakukannya kuliah lapangan kali ini adalah :
1. Mengetahui kondisi struktur geologi di daerah penelitian.
2. Mengetahui karakteristik daerah penilitian dan mengetahui sejarah geologinya.
1.4 Waktu dan Tempat
Kuliah lapangan ini dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 05 Mei 2016, di daerah Tagog
Apu, Padalarang, Jawa Barat
1.5 Metode
Adapun metode yang digunakan adalah interpretasi geologi struktur dan stratigrafi dari
jarak jauh dan proyeksi stereogram.
1.6 Alat yang digunakan
Adapun alat yang digunakan adalah :
1. GPS
2. Peta Dasar
3. Pita Ukur
4. Kompas Geologi
5. Palu
6. Tali dan Paku
7. Alat Tulis
BAB II
Landasan Teori
2.1 Landasan Teori
a. Slickenslide Cermin sesar (slickensides) dan Gores garis (striation)
Slickensides atau cermin sesar adalah gejala yang tampak pada permukaan
bidang-bidang yang tergeser. Dapat terbentuk pada bidang sesar atau bidang-bidang kekar
yang menyertainya. Struktur tersebut merupakan bidang-bidang halus, dan goresangoresan (striations) yang seolah-olah dipoles. Seringkali disertai dengan jenjang-jenjang
(steps), yang merupakan kekar yang terbentuk akibat gerak relatif dari bidang itu.
b. Breksi sesar dan Milonit
Bidang sesar biasanya trerisi oleh bahan-bahan faregmental yang disebut Breksi
sesar. Adakaalanya bahan ini agak lunak dan hancur yang disebut sebagai Gouge, juga
pada batuan metamorf menunjukkan lembar-lembar yang berupa struktur aliran. Pada
bagian yang sangat intensif tingkat kehancurannya 9deformasi), zona sesar dapat berupa
serbuk berbutir halus dan lunak yang disebut milonit. Gejala-gejala ini merupakan
bukti-bukti yang dapat dipakai untuk menduga kelurusan dan kemenerusan dari jalur
sesar. Arah-arahnya misalnya didapatkan dari orientasi memanjangnya fragmen atau jalur
breksiasi, arah bidang-bidang gerusan (shearing) dan milonit dan sebagainy. Arah ini
akan membantu untuk menentukan bidang sesar.
c. Restraining bend dan Releasing bend
Restraining bend adalah gaya compressional akibat bengkokan-bengkokan pada
sesar yang pada slip stress-nya menutup. Sedangkan releasing bend adalah gaya
extensional akibat bengkokan-bengkokan pada sesar yang pada slip stress-nya membuka.
Konsep Wrench Fault dari Moody and Hill (1956) pada Pulau Jawa
Situmorang (1976) melakukan penelitian pola sesar pada pulau Jawa berdasarkan
teori Wrench Fault dari Moody and Hill (1956) dengan membuat peta tektonik yang
menghasilkan unsur-unsur tektonik sebagai berikut :
1. Sistem Tegasan Meridian(Meridional Shear System), yaitu kompresi lateral berarah utaraselatan yang erat hubungannya dengan pergerakan Lempeng Samudera Hindia ke arah
utara terhadap Lempeng Asia Tenggara
5
2. Uliran (Wrench) orde pertama, kedua dan ketiga dapat dijumpai di Pulau Jawa. Lipatan
pada umumnya mengikuti sistem lipatan utama, hanya beberapa lipatan di bagian utara
Pulau Jawa sebagai seretan orde kedua (second orde drag)
3.
Berdasarkan fisiografinya, tagog apu termasuk kedalam zona pegunungan selatan Jawa
Barat. Zona Pegunungan Selatan terletak di bagian selatan Zona Bandung. Pannekoek, (1946),
menyatakan bahwa batas antara kedua zona fisiografi tersebut dapat diamati di Lembah
Cimandiri, Sukabumi. Perbukitan bergelombang di Lembah Cimandiri yang merupakan bagian
dari Zona Bandung berbatasan langsung dengan dataran tinggi (pletau) Zona Pegunungan
Selatan. Morfologi dataran tinggi atau plateau ini, oleh Pannekoek (1946) dinamakan sebagai
Plateau Jampang. Zona ini ditemukan endapan laut dangkal yang khas dan kadang-kadang masih
terlihat tanda-tanda tepi pantai. Pada ujung barat dari Plateau Jampang ditemukan morfologi
amphitheater, yang membentuk cekungan mirip sepatu kuda, terbuka ke baratdaya.
Secara regional daerah jawa Barat merupakan daerah yang terletak pada jalur volkanikmagmatik yang merupakan bagian dari Busur Sunda (Soeria-Atmaja, 1998 op.cit
Martodjojo,2003). Busur Sunda ini membentang dari Pulau Sumatera ke arah timur hingga Nusa
Tenggaryang merupakan manifestasi dari interaksi antara lempeng Samudera Indo-Australia
dengan lempeng Eurasia. Interaksi ini terjadi dengan Lempeng Samudera Indo-Australia
bergerak ke arah utara dan menunjam ke bawah tepian benua Lempeng Eurasia yang relatif tidak
bergerak (Hamilton, 1979 op.cit Fachri, 2000).Akibat dari interaksi lempeng-lempeng tersebut di
daerah Jawa terdapat tiga pola struktur
yang dominan (Martodjojo, 2003), yaitu:
1. Pola Meratus yang berarah timur laut-barat daya (NE-SW) terbentuk pada 80 sampai 53
juta tahun yang lalu (Kapur Akhir Eosen Awal), sangat dominan di daerah lepas pantai
Jawa Barat dan menerus hingga ke Banten.
2. Pola Sunda berarah utaar selatan (N-S) terbentuk 53 sampai 32 juta tahun yang lalu
(Eosen Awal Oligosen Awal).
3. Pola Jawa berearah barat timur (E-W) terbentuk sejak 32 juta tahun yang lalu,
7
Berdasarkan hasil penafsiran foto udara dan citra indraja (citra landsat) juga pada daerah
Jawa Barat, diketahui adanya banyak kelurusan bentang alam yang diduga merupakan hasil
proses pensesaran. Jalur sesar tersebut umumnya berarah barat-timur, utara-selatan, timurlautbaratdaya dan baratlaut-tenggara. Secara regional struktur sesar berarah timurlaut-baratdaya
dikelompokan sebagai Pola Meratus, sesar berarah utara-selatan dikelompokan sebagai Pola
Sunda dan sesar berarah barat-timur dikelompokan sebagai Pola Jawa. Struktur sesar dengan
arah barat-timur umumnya berjenis sesar naik, sedangkan struktur sesar dengan arah lainnya
berupa sesar mendatar. Sesar normal umum terjadi dengan arah bervariasi.
Sesar Cimandiri merupakan sesar paling tua (umur Kapur), membentang mulai dari Teluk
Pelabuhanratu menerus ke timur melalui Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung
Tanggubanprahu-Burangrang dan diduga menerus ke timur laut menuju Subang. Secara
keseluruhan, jalur sesar ini berarah timurlaut-baratdaya dengan jenis sesar mendatar hingga
oblique (miring). Oleh Martodjojo dan Pulunggono (1986), sesar ini dikelompokan sebagai Pola
Meratus.
2.2.2 Stratigrafi Jawa Barat
Menurut Martodjojo (1984) stratigrafi di Jawa Barat dibagi menjadi tiga mandala
sedimentasi berdasarkan ciri sedimennya pada Zaman Tersier.
Mandala Paparan Kontinen; lokasinya meliputi Zona Fisiografi Dataran Pantai Jakarta,
dengan batas selatannya diperkirakan sama dengan penyebaran singkapan Formasi Parigi
dari Cibinong Purwakarta sejajar dengan pantai utara. Sedangkan bagian utaranya
menerus ke lepas pantai. Mandala sedimentasi ini dicirikan oleh endapan paparan
berumer Miosen hingga Pleistosen (Bauman et al., 1972 op cit. Noeradi et al., 1993),
yang umumnya terdiri dari gamping, lempung dan pasir kwarsa, serta lingkungannya
umumnya laut dangkal. Pada mandala ini pola transgresi dan regresi umumnya jelas
dan sedimen, seperti andesit, basalt, tufa dan gamping. Pada Zona Bogor mandala
sedimentasi ini dicirikan oleh sabuk pegunungan lipatan yang tersusun atas endapan
turbidit.
Zona Bandung sebagian besar dilingkupi oleh produk gunungapi resen. Sedangkan pada
Zona Pegunungan Selatan disusun oleh produk busur gunungapi yang berasosiasi dengan
perselingan endapan vulkano-sedimen (van Bemmelen, 1949). Endapan ini berumur
Eosen hingga awal Oligosen (Soeria-Atmadja et al., 1990 op cit. Noeradi et al., 1993).
Ketebalan keseluruhan ini diperkirakan lebih dari 7000 m. Mandala Sedimentasi Banten;
penyebarannya terdapat di bagian barat dari Jawa Barat. Pada umur Tersier Awal,
mandala ini menyerupai Mandala Cekungan Bogor, sedangkan pada akhir
Tersier
Selanjutnya baik sesar Cimandiri dan Sesar Baribis keduanya berhubungan dengan sesar
mendatar regional. Dengan mengacu kepada wrench-thrust model trapdoor structure (Gambar 4),
maka dapat ditafsirkan pula bahwa sesar mendatar ini berhubungan dengan pembentukan sesar
naik Cimandiri dan Sesar Baribis.
Mekanisme pensesaran di Jawa Barat dapat dijelaskan sebagai berikut : Seluruh batuan
sedimen mulai dari Formasi Ciletuh (Eosen-oligosen) hingga Formasi Citalang (Plistosen)
mengalami tektonik kompresi yang menyebabkan batuan menglami proses pelipatan dan
pensesaran. Tektonik kompresi ini secara besar-besaran terjadi pada periode Plio-Plistosen
(Martodjojo, 1984).
Proses pelipatan dan pensesaran terjadi pada saat batuan bergerak ke utara dengan
mekanisme mendatar-naik (Gambar 4, 5 dan 6). Proses ini tentunya terjadi pada banyak tempat
10
di Jawa sehingga pada saat itu batuan sedimen terpotong-potong ke dalam beberapa bagian,
termasuk didalamnya akibat sesar Cimandiri dan Baribis.
Gambar 5. Berbagai macam kemungkinan splay fault (Boyer and Elliot, 1982)
11
BAB III
Pengolahan Data
3.1 Laporan
Kuliah lapangan ini dilaksanakan di Daerah Sukamuning Cikalong wetan Tagog Apu,
Kabupaten Padalarang. Ada 2 stasiun dalam pelaksanaan kuliah lapangan ini, penjelasan
mengenai setiap stasiun dijelaskan di bawah ini.
3.1.1 Stasiun 1
Pukul
: 08.11 WIB
Koordinat
: S 06o 48 48,3
E 107o 27 50,9
Cuaca
: Mendung
Elevasi
: 617 Mdpl
12
Sketsa stastiun 1
Pada stasiun 1 kami mengamati dari jauh Fault Scarp atau Gawir sesar, serta mengamati
bidang perlapisan. Seperti yang diketahui bahwa daerah Tagog Apu meliputi 2 formasi, yaitu
formasi rajamandala dan formasi batuasih. Kami mengamati dari aspek geomorfologi atau
kenampakan singkapan dari jauh.
13
\
---- : Jalur sesar
6. Tentukan batas lapisan/ sebaran litologi berdasarkan kontur pada peta
15
7. Tentukan indikasi apa yang menyebabkan perbedaan strike-dip pada fault scarp dan
bidang lapisan batugamping formasi Rajamandala .
Yang dapat menyebabkan perbedaan strike-dip nya yaitu dapat diindikasi sebagai
akibat adanya angular unconformity secara stratigrafi. Maupun dikarenakan adanya sesar
normal pada bidang lapisan batuan dengan fault scarp secara struktur geologi sehingga
menyebabkan perbedaan dip yang signifikan.
8. Gambarkan penampang Utara-Selatannya
3.1.2 Stasiun 2
Pukul
: 10.12 WIB
Koordinat
: S 6o 49 0,25
E 107o 27 26,4
Cuaca
16
: Berawan
Elevasi
: 655 Mdpl
Pada stasiun ini kita menghitung kekar yang terdapat di singkapan batuan. Dengan cara
membentangkan tali sepanjang 1m dan menghitung ada berapa kekar yang didapat. Berikut data
kekar yang kami dapatkan pada stasiun.
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Panjang (cm)
75
55
64
18
58
42
32
11
44
31
12
39
38
50
26
31
10
Strike (...o )
215
174
160
223
268
138
102
12
282
58
132
219
120
164
95
160
265
17
Foto 3. Kekar
Dip (...o)
90
40
55
86
2
15
10
86
5
36
14
80
13
80
5
71
33
Sketsa
stasiun 2
Berdasarkan
pengolahan
data
dari
stereogram
didapatkan
hasil dengan
trend sebagai
berikut :
1.
Tegasan 1 :
N
121o E/ 58o
Tegasan 2 :
271o E/ 7o
Tegasan 3 :
315o E/ 145o
Dari
data
2.
3.
18
trend
BAB IV
Penutup
4.1 Kesimpulan
Kawasan Karst Rajamandala merupakan perbukitan dengan ketinggian antara 600-900 m
di atas permukaan laut yang memanjang berarah timur-timurlaut di Tagogapu, utara Padalarang,
ke barat-baratdaya di daerah Saguling, selatan Rajamandala dengan umur Formasi Rajamandala
adalah Oligosen Akhir sampai Miosen Awal.
Pada regional Jawa Barat pada umumnya terdapat tiga struktur regional yang memegang
peranan penting, yaitu Sesar Cimandiri, Sesar Baribis, dan Sesar Lembang. Pada daerah kuliah
lapangan tersebut terdapat salah satu sesar mayor, yaitu Sesar Cimandiri yang merupakan sesar
paling tua (umur Kapur), membentang mulai dari Teluk Pelabuhanratu menerus ke timur melalui
Lembah Cimandiri, Cipatat-Rajamandala, Gunung Tangkuban Perahu-Burangrang dan diduga
menerus ke timur laut menuju Subang.
Dari data kekar yang diambil, didapatkan hasil bahwa kekar tersebut adalah kekar yang
diakibatkan oleh adanya jenis sesar normal dengan arah tegasan Barat Laut- Tenggara. Dapat
diperkirakan bahwa sesar tersebut merupakan sesar mayor dikarenakan arah tegasan Barat LautTenggara sesuai dengan arah perbukitan yang memanjang Timur Laut-Barat Daya.
19
Lampiran
20
21
22
23
24
25
26
27
28