Makalh KLP Pubertas
Makalh KLP Pubertas
PENDAHULUAN
Usaha peternakan (animal farming) merupakan sector ekonomi yang penting
baik di negara beriklim sedang maupun di negara-negara tropis di dunia.
Keberhasailan usaha perbaikan peternakan dan peningkatan populasi ternak tidak
dapat dicapai hanya dengan bantuan material dan biaya dari pemerintah tetapi harus
ditunjang pula oleh pengertian, pengetahuan, dan ketermapilan semua pihak yang
berkecimpung dalam usaha pengembangan produksi peternakan, baik perencana dan
pelaksana, maupun calon-calon perencana dan peternaknya sendiri, khususnya dalam
bidang reproduksi dan inseminasi buatan.
Pubertas atau dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai.
Sebelum pubertas, saluran reproduksi dan organ-organ reproduksi perlahanlahan
bertambah dalam ukuran dan secara fisiologis belum berfungsi. Perkembangan dan
pertumbuhan tubuh hewan penting artinya bagi perkembangan fungsi kelamin hewan
betina. Apabila suatu umur atau bobot tubuh tertentu telah dicapai maka hewan
betina akan mengalami estrus dan ovulasi. Secara normal, pertumbuhan dan
perkembangan alat reproduksi adalah proses yang bertahap pada individu baru.
Spermatogenesis adalah proses dimana spermatogonia berkembang menjadi
spermatosit, tahap masak dari spermatosit yang menghasilkan spermatid dengan
jumlah
kromosom
berkurang
(haploid),
spermiogenesis
merupakan
proses
BAB II
PEMBAHASAN
A. PUBERTAS
Pubertas Pada Hewan Betina
Pubertas merupakan batasan umur atau waktu hewan betina secara fisik dan
fisiologis siap untuk melakukan perkawinan dan berkembang biak. Pada hewan
betina pubertas ditandai dengan terjadinya estrus/birahi dan ovulasi. Pubertas lebih
jelas terlihat pada hewan betina dibandingkn dengan hewan jantan.
Pubertas atau dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh tercapai.
Sebelum pubertas, saluran reproduksi dan organ-organ reproduksi perlahanlahan
bertambah dalam ukuran dan secara fisiologis belum berfungsi. Perkembangan dan
pertumbuhan tubuh hewan penting artinya bagi perkembangan fungsi kelamin hewan
betina. Apabila suatu umur atau bobot tubuh tertentu telah dicapai maka hewan
betina akan mengalami estrus dan ovulasi. Secara normal, pertumbuhan dan
perkembangan alat reproduksi adalah proses yang bertahap pada individu baru.
Mekanisme timbulnya pubertas dikontrol secara fisiologis yang melibatkan
gonad dan kelenjar adenohifpofise, maka pubertas dipengaruhi oleh hormon, genetik,
nutrisi, dan lingkungan.
1. Hormon
Pertumbuhan dan perkembangan organ-organ kelamin betina pada waktu
pubertas dipengaruhi oleh
dan bobot tubuh 44kg dan bangsa asllinya pada umur 245 hari dan bobot tubuh 45
kg. Bangsa asli babi Poland China dan Chester White mencapai pubertas pada umur
204 hari dibandingkan bangsa persilangannya 182 hari.
3. Nutrisi
Kekurangan pakan pada hewan akan menyebabkan penundaan pubertas,
sedangkan kelebihan pakan akan memperpendek pubertas. Pakan yang cukup
diperlukan untuk fungsi endoktrin yang normal. Sintesis dan sekresi hormon-hormon
reproduksi oleh kelenjar-kelenjar endoktrin dipengaruhi oleh tingkatan pakan yang
diberikan, semakin berkualitas dan kecukupan jumlah pakan yang diberikan maka
sintesis hormon akan lebih cepat. Pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi
akan terhambat apabila hewan betina muda mengalami kekurangan pakan baik
kualitas maupun kuantitasnya.
Sapi Holstain yang diberi makan dengan tingkat energi yang tinggi, sedang,
dan rendah memperlihatkan umur dan bobot tubuh yang berbeda-beda pada saat
pubertas. Pubertas dcapai pada umur 262 hari pada sapi dengan tingkatan energi 140
%, 344 hari pada tingkatan energi 100%, dan pada tingkatan energi 60% pada umur
504 hari, bobot tubuh yang dicapai berkisar antara 200 dan 300 kg. Pada
pemeliharaan normal pubertas dicapai pada umur 20560 hari dengan bobot tubuh
179424 kg.
Penelitian Sorensen (1959) dalam Salisbury dan VanDemark (1985)
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkatan energi yang diberikan, maka umur
mencapainya pubertas semakin cepat, seperti tercantum pada tabel 2. Timbulnya
pubertas yang tertunda akibat kekurangan pakan kemungkinan disebabkan oleh
rendahnya kadar gonadotrophin yang dihasilkan oleh kelenjar adenohipofise,
ovarium kurang respon, atau kegagalan ovarium untuk menghasilkan estrogen yang
ukup sehingga tanda-tanda estrus tidak terlihat.
Tabel 2. Umur dan bobot tubuh pada birahi pertama dari sapi dara Holstain.
Tingkat
makanan
(TDN)
Rendah
Kisaran
(minggu) (minggu)
(bulan)
5980
72
13,6
pertama (kg)
Kisaran
Rata195,2261,05
rata
245,16
(60%)
Normal
3755
49
18,5
8,512,7
11,3
199,8295,1
263,32
(100%)
Tinggi
2943
37
6,79,9
8,5
208,8290,6
263,32
(140%)
4. Lingkungan
Faktor lingkungan seperti temperatur dan kelembaban dapat mnyebabkan
penundaan pubertas. Kelompok sapi yang berada pada daerah bertemperatur tinggi
(Brahman dan Shorthorn) dapat tumbuh lebih cepat tetapi pubertasnya tertunda
dibandingkan dengan kelompok sapi yang berada pad daerah bertemperatur rendah
(Santa Gertrudis). Umunya sapi yang dikandangkan pada suhu 10 oC, pubertas
dicapai pada umur 300 hari dibandingkan 398 hari pada suhu 28,9oC dan 320 hari
pada kandang terbuka. Sapi-sapi yang dikandangkan pada suhu 10 oC pubertasnya
dicapai adalah 290 hari untuk sapi Santa Gertrudis, 303 hari pada sapi Shorthorn, dan
300 hari untuk sapi Brahman.
Waktu lahir anak-anak domba berpengaruh besar terhadap waktu pubertas.
Pada biri-biri betina yang lahir pada musim semi kemungkinan cukup dewasa untuk
perkawinan pada musim dingin, sedangkan yang lahir pada musim panas dan gugur
akan mencapai pubertas pada tahun berikutnya. Hal ini berarti umur pubertas biri-biri
berkisar 115365 hari.
Babi yang dilahirkan pada musm gugur akan mencapai pubertas lebih cepat
dibandingkan dengan yang lahir pada musim semi. Musim kelahiran babi yang
berpengaruh nyata terhadap pubertas, bangsa Chester White yang lahir pada musim
semi akan mencapai pubertas 12 hari lebih cepat dibandingkan dengan yang lahir
pada musim gugur sebaliknya bangsa Poland China yang lahir pada musim gugur
mencapai pubertas 13 hari lebih cepat dibandingkan dengan yang lahir pada musim
semi. Pada pemeriksaan ovaria, babi yang dipotong pada bulan Januari, April, dan
Juli 1524% saluran reproduksinya belum berkembang dibandingkan dengan yang
dipotong pada bulan Oktober sebesar 45%.
Faktor lingkungan lainnya yang dapat mempercepat timbulnya pubertas
adalah kehadiran pejantan pada sekelompok betina. Ineraksi hewan jantan dan hewan
(1994)
dalam
Salisbury
dn
VanDemark
(1985)
membagi
perkembangan dan pendewasaan alat reproduksi sapi menjadi tiga tingkatan. Tingkat
pertama, pendewasaan kelenjar hipofise sebagai penghasil hormon reproduksi pada
umur 36 bulan. Kedua, pendewasaan ovarium sebagai pengasil sel telur dan
hormon pada umur 612 bulan. Tingkatan terakhir, pendewasaan uterus sebagai
tempat perkembangan embrio pada saat bning, perkembangan organ ini tidak pernah
sempurna sebelum mencapai umur tiga tahun atau lebih. Umur dan bobot tubuh
hewan pada saat timbulnya puberta berbeda-beda menurut spesiesnya, seperti terlihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Umur dan Bobot tubuh saat birahi pertama pada berbagai ternak
Jenis ternak
Kuda
pada Umur
pubertas (Kg)
dianjurkan
yang
pada
Rata-rata
Kisaran
18
1024
perkawina pertama
Tergantung pada 23 tahun
424
612
58
ukuran dewasa
160270
2734
68113
Sapi
618
Domba
Babi
6
Sumber: Toelihere, 1995
1422 bulan
1218 bulan
89 bulan
Pubertas pada hewan betina ditandai dengan estrus yang terjadi secara tibatiba sehingga sangat menyolok perubahannya. Pubertas biasanya terjadi apabila berat
dewasa tubuh hampir tercapai dan kecepatan pertumbuhan mulai menurun. hewanhewan muda tidak oleh dikawinkan sampai pertumbuhan badannya memungkinkan
suatu kebuntingan dan kelahiran normal. Sapi-sapi dara sebaiknya dikawinkan
berdasarkan ukuran dan berat bukan berdasarkan umur.
Pubertas Pada Hewan Jantan
Pubertas merupakan batasan umur dan waktu hewan jantan secara fisik dan
fisiologis siap untuk melakukan perkawinan dan berkembang biak. Pada hewan
jantan, pubertas ditandai dengan telah direproduksinya hormon adrogen dan
spermatozoa serta organ-organ reproduksi telah berkembang dan ternak mampu
melakukan kopolasi. Kriteria lain yang menandai pubertas pada hewan jantan adalah
kecil. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa hormon androgen mampu menekan
perkembangan tulang, sehingga pada bangsa yang menghasilkan androgen lebih awal
ternak yang bersangkutan akan menjadi kecil. Pada kondisi yang sama bangsa Jersey
mencapai pubertas pada umur 68 bulan dibandingkan dengan Santa Gertrudis pada
umur 1418 bulan.
Sapi hasil crossbreeding akan mencapai pubertas pada umur yang lebih muda
dibandingkan dengan sapi hasil inbreeding. Sapi hasil crossbreeding
mencapai
pubertas pada umur 51 minggu dibandingkan dengan yang bukan yanitu 57 minggu.
Pengamatan ini didasarkan pada kemampuan untuk berkopulasi dan menghasilkan
sperma yang memungkinkan terjadinya fertilisasi. Sapi-sapi yang digunakan pada
pengamatan ini adalah Hereford, Angus, dan Charolais, serta persilangan diantara
ketiganya.
Tabel 3. Umur pubertas dan perkawinan pertama yang dianjurkan pada hewan jantan.
Jenis ternak
Kuda
Sapi
Domba
Babi
(bulan)
Rata-rata Kisaran
perkawinan pertama
18
10
7
6
1224
618
412
48
(bulan)
1824
1824
1014
68
3. Nutrisi
Kualitas dan kuantitas pakan merupakan faktor paling penting yang
mempengaruhi pencapaian pubertas, kelebihan pakan akan mempercepat pubertas
dan kekurangan pakan akan menunda pubertas. Alasan ini didasarkan pada inisiasi
pengaruh hormon terhadap reproduksi hewan jantan. Fakor pakan yang berpengaruh
adalah TDN, energi, protein, dan komponen lainnya.
Pejantan sapi perah yang diberi TDN dengan kadar 130, 100, dan 60 %
mampu memproduksi sperma pada umur 37, 43, dan 51 minggu dengan obot tubuh
masing-masing 292, 262, dan 235 kg. Penelitian pada sapi Holstain yang diberi
pakan dengan TDN 100 dan 60%, pubertas dicapai pada umur 45 minggu dengan
bobot tubuh 267 kg dan 52 minggu dengan bobot tubuh 160 kg. Pengamatan diatas
menunjukkan bahwa interaksi pakan dan ukuran badan sama baiknya dengan
reproduksi. Kenytaan ini memberikan gambaran bahwa seleksi ternak tidak hanya
didasarkan pada umur dan ukuran badan saja, tetapi keduanya.
Pengaruh pakan terhadap pubertas pada babi dapat dilihat dari asil penelitian
pada pemberian pakan dengan kadar 100, 70, dan 50% dari rekomendasi NRC pada
babi Hampshire. Rata-rata umur pubertas adlah 29 minggu dengan bobot tubuh 101
kg, 30 minggu dan 78 kg, serta 31 minggu dan 61 kg. Bobot tubuh berpengaruh secra
nyata terhadap pubertas tetapi umur tidak berpengaruh. Babi dengan jumlah pakan
yang lebih banyak akan menghasilkan volume semen lebih banyak tetapi tidak pada
libdo, motilitas, dan konsentrasi sperma.
4. Lingkungan
Pada kondisi musim dingin pejantan-pejantan yang sedang tumbuh dan
mendekati pubertas akan mengalami penundaan pubertas. Hal ini dikarenakan
lingkung akan mempengaruhii persediaan pakan. Pada domba, musim dingin
berpengaruh terhadap pencapaia pubertas. Domba muda yang akan digumnakan pada
musim gugur untuk perkawinan pertama akan mengalami infertilitas pada musim
panas, ini berarti domba-domba tersebut harus menunggu sampai mencapai umur
satu tahun untuk digunakan sebagai pemacek.
B. SPERMATOGENESIS
Pengertian
Spermatogenesis adalah proses dimana spermatogonia berkembang menjadi
spermatosit, tahap masak dari spermatosit yang menghasilkan spermatid dengan
jumlah
kromosom
berkurang
(haploid),
spermiogenesis
merupakan
proses
Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium menjadi selsel yang lebih besar yang kemudian disebut sebagai spermatosit primer. Sel-sel ini
membelah (pertama secara mitosis) menjadi dua spermatosit sekunder yang sama
besar, yang kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid
yang sama besar pula. Spermatid ini yaitu sebuah sel bundar dengan sejumlah
besar protoplasma, yang merupakan gamet dewasa dengan jumlah kromosom
haploid (Dellmann dan Brown, 1992).
Beberapa tipe sel dalam tahap perubahan bentuk telah ditentukan menjadi
sebuah daur perubahan sel. Sebanyak 14 tahap perubahan sel telah diketahui pada
beberapa spesies, dimana hanya terdapat 6 tahap yang diketahui pada manusia. Pada
sapi, sebanyak 12 tahap perubahan telah dijelaskan. Tahap spermiogenesis digunakan
untuk mengklasifikasikan beberapa tahap daur. Waktu yang diperlukan untuk
menyelesaikan sebuah daur ephitelium seminiferous bergantung pasa masing-masing
spesies. Lamanya waktu yang diperlukan adalah 9 hari pada babi, 10 hari pada
kambing, 12 hari pada kuda, dan 14 hari pada sapi (Hafez dan Hafez, 2000).
Perjalanan spermatozoa melewati epididimis tergantung pada tempat
kontraksi dinding saluran. Spermatozoa diangkut melalui epididimis dalam waktu
kira-kira 7 hari pada sapi. Waktu transit sperma mungkin berkurang 10-20% seiring
meningkatnya frekuensi ejakulasi. Bagian utama tempat penyimpanan sperma pada
organ reproduksi jantan berada pada ekor epididimis, dimana ekor epididimis
mengandung 70% dari jumlah total spermatozoa, sebaliknya vas deferens hanya
mengandung 2% (Hafez dan Hafez, 2000).
Tahap pembentukan spermatozoa dibagi atas tiga tahap yaitu :
1. Spermatocytogenesis
Spermatocytogenesis merupakan spermatogonia yang mengalami mitosis
berkali-kali yang akan menjadi spermatosit primer.Spermatogonia merupakan
struktur primitif dan dapat melakukan reproduksi (membelah) dengan cara mitosis.
Spermatogonia ini mendapatkan nutrisi dari sel-sel sertoli dan berkembang menjadi
spermatosit primer. Spermatogonia yang bersifat diploid (2n atau mengandung 23
kromosom berpasangan), berkumpul di tepi membran epitel germinal yang disebut
spermatogonia tipe A. Spermatogonia tipe A membelah
secara mitosis menjadi spermatogonia tipe B. Kemudian, setelah beberapa kali
membelah, sel-sel ini akhirnya menjadi spermatosit primer yang masih bersifat
diploid. Spermatosit primer mengandung kromosom diploid (2n) pada inti selnya dan
mengalami meiosis. Satu spermatosit akan menghasilkan dua sel anak, yaitu
spermatosit sekunder.
2. Tahapan Meiois
Spermatosit primer menjauh dari lamina basalis, sitoplasma makin banyak
dan segera mengalami meiosis I menghasilkan spermatosit sekunder yang n
kromosom (haploid). Spermatosit sekunder kemudian membelah lagi secara meiosis
II membentuk empat buah spermatid yang haploid juga.Sitokenesis pada meiosis I
dan II ternyata tidak membagi sel benih yang lengkap terpisah, tapi masih
berhubungan lewat suatu jembatan (Interceluler bridge). Dibandingkan dengan
spermatosit I, spermatosit II memiliki inti yang gelap.
3. Tahapan Spermiogenesis
Tahapan Spermiogenesis merupakan transformasi spermatid menjadi spermatozoa
yang meliputi 4 fase yaitu fase golgi, fase tutup, fase akrosom dan fase pematangan.
Hasil akhir berupa empat spermatozoa (sperma) masak. Ketika spermatid dibentuk
pertama kali, spermatid memiliki bentuk seperti sel-sel epitel. Namun, setelah
spermatid mulai memanjang menjadi sperma, akan terlihat bentuk yang terdiri dari
kepala dan ekor.Bila spermatogenesis sudah selesai, maka ABP testosteron
(Androgen Binding Protein Testosteron) tidak diperlukan lagi, sel Sertoli akan
menghasilkan hormon inhibin untuk memberi umpan balik kepada hipofisis agar
menghentikan sekresi FSH dan LH. Spermatozoa akan keluar melalui uretra
bersama-sama dengan cairan yang dihasilkan oleh kelenjar vesikula seminalis,
kelenjar prostat dan kelenjar cowper. Spermatozoa bersama cairan dari kelenjarkelenjar tersebut dikenal sebagai semen atau air mani.
Proses pembentukan spermatozoa dipengaruhi oleh kerja beberapa hormon
yang dihasilkan kelenjar hipofisis yaitu:
kelamin sekunder.
FSH (Folicle Stimulating Hormone) merangsang sel Sertoli untuk menghasilkan
ABP (Androgen Binding Protein) yang akan memacu spermatogonium untuk
memulai proses spermatogenesis. Proses pemasakan spermatosit menjadi
spermatozoa disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terjadi di dalam epididimis
dan membutuhkan waktu selama 2 hari.
C. OOGENESIS
Pengertian
Oogenesis merupakan proses pembentukann ovum di dalam ovarium. Tidak
seperti spermatogenesis yang dapat menghasilkan jutaan sperma dalam waktu yang
bersamaan, oogenesis hanya mampu menghasilkan satu ovum matang sekali waktu.
Oogenesis dimulai dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut oogenia
(jamak; oogonium). Terjadi dalam organ reproduksi betina yaitu ovarium.
Tahapan-Tahapan Oogenesis
Mekanisme oogenesis sangat berbeda dengan spermatogenesis, walaupun
memiliki persamaan dalam pembentukan meiosis. Diantara kelahiran dan masa
pubertas, sel-sel telur dalam hal ini oosit membesar, dan folikel di sekitarnya
tumbuh. Selanjutnya oosit primer mereplikasi DNA dan memasuki profase I meiosis
dan tidak berkembang lebih lanjut jika tidak diaktifkan oleh hormon FSH ( Follicle
stimulating hormone ).
Seperti halnya pada jantan, oogenesis pun memiliki tahap :
1. Proliferasi ( perbanyakan )
Tahap
perbanyakan
(proliferasi)
berlangsung
secara
berulang-ulang.
Gametogonium (sel induk gamet/ pada betina disebut oogonium) membelah menjadi
2, 2 menjadi 4, 4 menjadi 8 dan seterusnya.
Sel benih primordial berdiferensiasi menjadi Oogonium, lalu mengalami
proliferasi untuk membentuk oosit primer , siap memasuki periode tumbuh. Pada
mamalia masa proliferasi terjadi dalam kandungan induk.
2. Pertumbuhan
Pada tahap pertumbuhan ini Oogonium akan tumbuh membesar menjadi
oogonium I.
Pertumbuhan sangat memegang peranan penting,karena sebagian besar dari
substansi telur dipakai dalamperkembangan selanjutnya. Diferensiasi juga terdapat
pada periode tumbuh (spermatogenesis: diferensiasi terjadi setelah pemasakan).
3. Pematangan
Pada proses ini terdapat 2 kali pembelahan meiosis. Setelah terjadi fase
pertumbuhan, oogonium I mengalami tahap pematangan, yang berlangsung secara
meiosis. Akhir meiosis I terbentuk oogonium II, dan akhir meiosis II terbentuk ootid.
4. Perubahan Bentuk
Ootid dalam fase terakhir akan mengalami tahap perubahan bentuk
(transformasi) menjadi gamet.
Pada mamalia, selesia meiosis I pada betina, terjadi satu oosit II dan satu
polosit (badan kutub). Polosit jauh lebih kecil dari oosit, karena sitoplasma sedikit
sekali. Selesai meiosis II terjadi satu ootid dan satu polosit II. Sementara itu polosit I
membelah pula menjadi dua; tapi jarang terjadi, karena terburu berdegenerasi.
Polosit yang tiga buah itu nanti akan berdegenerasi lalu diserap kembali oleh tubuh.
Jadi pada betina 1 oosit tumbuh menjadi 1 ovum. (Wildan yatim. 1990:16).
Pembentukan ovum terjadi dalam 5 tahapan yaitu :
1. Sel-Sel Kelamin Primordial
Sel-sel kelamin primordial mula-mula terlihat di dalam ektoderm embrional
dari saccus vitellinus, dan mengadakan migrasi ke epitelium germinativum kira-kira
pada minggu ke 6 kehidupan intrauteri (dalam kandungan). Masing-masing sel
kelamin primordial (oogonium) dikelilingi oleh sel-sel pregranulosa yang melindungi
dan memberi nutrien oogonium dan secara bersama-sama membentuk folikel
primordial.
2. Folikel Primordial
Folikel primordial mengadakan migrasi ke stroma cortex ovarium dan folikel
ini dihasilkan sebanyak 200.000 buah. Sejumlah folikel primordial berupaya
berkembang selama kehidupan intrauteri dan selama masa kanak-kanak, tetapi tidak
satupun mencapai pemasakan. Pada waktu pubertas satu folikel dapat menyelesaikan
proses pemasakan dan disebut folikel de Graaf dimana didalamnya terdapat sel
kelamin yang disebut oosit primer.
3. Oosit Primer
Inti (nukleus) oosit primer mengandung 23 pasang kromosom (2n). Satu
pasang kromosom merupakan kromosom yang menentukan jenis kelamin, dan
disebut kromosom XX. Kromosom-kromosom yang lain disebut autosom. Satu
kromosom terdiri dari dua kromatin. Kromatin membawa gen-gen yang disebut
DNA.
4. Pembelahan Meiosis Pertama
kedua biasanya
6. Selama pemebelahan meiosis kedua, oosit sekunder menjadi bersifat haploid (n)
dengan 23 kromosom dan selanjutnya disebut dengan ootid. Ketika inti nukleus
sperma dan ovum siap melebur menjadi satu, saat itu juga ootid kemudian
mencapai perkembangan akhir atau finalnya menjadi ovum yang matang.
Peristiwa pengeluaran sel telur dikenal dengan istilah ovulasi.
BAB IV
PENUTUP
Pubertas merupakan batasan umur atau waktu hewan betina dan jantan secara
fisik dan fisiologis siap untuk melakukan perkawinan dan berkembang biak. Pada
hewan betina, pubertas ditandai dengan terjadinya estrus atu birahi dan ovulasi. Pada
hewan jantan pubertas ditandai dengan telah diproduksinyya hormon androgen dan
spermatozoa serta organ-organ reproduksi telah berkembang dan ternak mampu
melakukan kopulasi. Pubertas lebih jelas terlihat pada hewan betina dibandingkan
dengan hewan jantan.
Pencapaian pubertas pada ternak jantan maupun betina dipengaruhi oleh
hormon, genetik, nutrisi, dan lingkungan. Hormon yang menstimulasi terjadinya
pubertas akan bertanggung jawab terhadap siklus reproduksi pada periode
berikutnya. Ternak-ternak yang mendapatkan pakan yang baik dalam jumlah dan
kualitas serta lingkungan yang nyaman akan mencapai pubertas pada umur yang
lebih muda. Hewan hasil perkawinan crossbreeding akan mencapai pubertas lebih
cepat dibandingkan dengan hewan hasil perkawinan inbreeding. Pada bangsa ternak
yang sama, pubertas juga terjadi dalam waktu yang berbeda, bangsa yang besar
biasanya akan mencapai pubertas lebih lama dibandingkan dengan bangsa kecil.
Proses pembentukan dan pemasakan spermatozoa disebut spermatogenesis.
Spermatogenesis terjadi di tubulus seminiferus. Spermatogenesis mencakup
pematangan sel epitel germinal melalui proses pembelahan dan diferensiasi sel, yang
bertujuan untuk membentuk sperma fungsional.Spermatogenesis, artinya proses
pembentukan sperma. Proses ini terjadi di dalam alat genital pria, yakni testis.
Pembentukan sperma ini dimulai pada saat pubertas, ketika produksi hormon
gonadotropin sudah cukup maksimal untuk merangsang pembentukan spermatozoa.
Oogenesis merupakan proses pembentukann ovum di dalam ovarium.
Oogenesis dimulai dengan pembentukan bakal sel-sel telur yang disebut oogenia
(jamak; oogonium). Terjadi dalam organ reproduksi betina yaitu ovarium.
DAFTAR PUSTAKA
Akmal, M., T.N. Siregar, dan Syafiuddin. 1999. Pengaruh Pemberian Hormon PMSG
dan hCG pada Kambing Kacang Prapuber terhadap Respon Estrus
Berikutnya. Artikel hasil penelitian. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas
Syahkuala. Bandar Aceh
Hafez, B. dan E.S.E. Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animal 7 th Edition.
Lippincott William & Wilkins : Baltimore, USA.
Hafez, E.S.E. 1993. Reproduction in Farm Animals. Sixth Ed. Lea and Febiger.
Philadelphia.
Salisbury, G.W. dan N.L Van Demark. 1985, Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan pada Sapi. Diterjemahkan oleh R. Djanuar. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Sorensen, A.M. 1975. Animal Reproduction: Principles and Practices. McGraw Hill
Book Company. New York
Toelihere, M.R. 1995. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Angkasa. Bandung
MAKALAH KELOMPOK
ILMU REPRODUKSI TERNAK
OLEH:
KELOMPOK VI
DEWI YULIANA
( I111 12 338 )
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014