PENDAHULUAN
(yang
sudah
dipelajari
di
modul
sebelumnya)
serta
kelainan
1.3 Manfaat
Dengan mempelajari kelainan kardiovaskular ini kita bisa mengetahui dan
memahami penyebab dan patogenesis serta penatalaksanaannya, yang menjadi
bekal bagi diri kita, sehingga dapat diaplikasikan saat berada di klinis yang akan
mendatang.
BAB II
ISI
Skenario
NAFASKU SESAK, BADANKU BENGKAK
Pak Rusadi (61 tahun) datang ke RS dengan keluhan sesak napas dan batuk. Keadaan
sesak tersebut memang sudah dirasakan bertahun-tahun dan hilang timbul. Sejak satu
bulan ini sesak bertambah berat terutama saat beraktivitas. Perut semakin lama
semakin membesar. Saat ia ingin menggunakan sepatu, ternyata kakinya tidak bisa
masuk ke dalam sepatu tersebut. Ia sudah pernah berobat ke spesialis paru dan
didiagnosis PPOK. Dari pemeriksaan fisik didapatkan penderita tampak sesak, dengan
tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 90x/menit, RR 34 x/menit. Pada pemeriksaan foto
thoraks: paru tampak emfisematous, tidak ada tanda-tanda perkabutan dan didapatkan
pembesaran jantung. Dokter juga meminta untuk dilakukan pemeriksaan labaratorium
dan EKG.
Step 1. Identifikasi Istilah
1. EKG : Elektrokardiogram, menggambarkan aktivitas jantung (gambaran
listrik jantung)
Step 2. Identifikasi masalah
1. Kenapa Pak Rusadi mengalami keluhan:
a. Sesak napas
b. Batuk
c. Edema tungkai dan perut membesar
2. Apakah ada hubungan keluhan Pak Rusadi dengan PPOK?
3. Kenapa sesak yang dialami Pak Rusadi hilang timbul?
4. Kenapa bisa terjadi pembesaran jantung?
5. Apakah interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang?
3
6. Gambaran klinis edema tungkai untuk indikasi kadar albumin, EKG untuk
mengetahui aktivitas listrik jantung
PPOK
HIPERTENSI PULMONAL
Step 7.
LO 1. COR PULMONALE
DEFINISI
Gangguan struktur dan fungsi dari ventrikel kanan (hipertrofi, dilatasi,
disfungsi sistole dan diastole) akibat hipertensi pulmonal yang terkait dengan kelainan
pada paru. (Nixon, 2010)
Sinonim: Gagal jantung kanan karena penyakit paru.
EPIDEMIOLOGI
Cor Pulmonale paling sering ditemukan pada pasien berusia lanjut. Pada usia
diatas 50 tahun, Cor Pulmonale berada pada urutan ke-3 dalam daftar penyakit
jantung paling terbanyak (setelah Penyakit Jantung Koroner dan Hypertensive Heart
Disease). 6-7% dari total penyakit jantung di Amerika Serikat disebabkan oleh Cor
Pulmonale, dan merupakan 10-30% dari penyebab gagal jantung di Amerika Serikat.
(Nixon, 2010)
84% kasus Cor Pulmonale disebabkan oleh COPD, dimana etiologi tersering
dari Cor Pulmonale adalah Acute Massive Pulmonary Embolism (PE), menyebabkan
sekitar 50.000 kematian per tahun. (Nixon, 2010)
Di Indonesia sendiri, angka kejadian Cor Pulmonale banyak ditemukan pada
pasien dengan COPD.
FAKTOR RESIKO
Genetik merupakan faktor resiko Cor Pulmonale. Kelainan genetik yang
menyebabkan kelainan paru menyebabkan terjadinya hipertensi pulmonal dan
akhirnya menyebabkan Cor Pulmonale (Nixon, 2010)
ETIOLOGI
kelainan paru juga akan berakibat terjadinya penurunan vascular bed paru akibat
capillary loss (COPD), obstructive (emboli), dan penebalan tunika intima.
Asidosis akibat kelainan difusi alveolar dan hiperviskositas terjadi, namun
tidak terlalu menjadi penyebab hipertensi pulmonal. Hiperviskositas disebabkan oleh
penurunan cardiac output jantung kanan, yang akan menyebabkan COP total
menurun. Penurunan ini akan menyebabkan aliran darah ke ginjal menurun, sehingga
ginjal akan memproduksi eritropoietin untuk merangsang sum-sum tulang
memproduksi lebih banyak sel darah merah, akibatnya akan terjadi peningkatan
viskositas, dan akan terjadi peningkatan resistensi vaskular sistemik.
Akibat terjadinya vasokonstriksi kronik pada paru agar aliran darah ke paru
meningkat, maka resistensi pembuluh darah meningkat, dan terjadilah hipertensi
pulmonal.
Ketika terjadi hipertensi pulmonal, ventrikel kanan jantung akan melakukan
kompensasi terhadap peningkatan afterload dengan cara hipertrofi muskularis dan
dilatasi ventrikel. Lama kelamaan, akan terjadi dekompensasi ventrikel kanan akibat
beban afterload yang sangat tinggi, dan akhirnya darah tidak sepenuhnya diejeksikan
ke arteri pulmonalis. Darah terakumulasi di ventrikel kanan akan menyebabkan
tekanan atrium meningkat, sehingga menyebabkan peningkatan End Diatolik
Pressure. Peningkatan EDV akan menyebabkan pengisian atrium kanan menjadi lebih
sulit, sehingga aliran darah balik akan terakumulasi di vena cava. (Nixon, 2010).
MANIFESTASI KLINIS
COP.
Rasa tidak nyaman pada kuadran kanan atas
Anoreksia
Edema perifer (ekstremitas) dan ascites.
Penurunan orientasi mental, penurunan pengeluaran urin.
Angina pectoris bila terjadi iskemi ventrikel kanan atau regangan arteri
pulmonalis.
Pleuritic chest pain: lebih sering ditemukan pada cor pulmonale akut dan infark
pulmonal akibat emboli paru.
Pada beberapa kondisi, dapat terjadi hemoptysis akibat peningkatan tekanan arteri
pulmonalis, dan karena kompresi nervus laringeal reccurrent sinistra oleh arteri
pulmonalis yang melebar
(Nixon, 2010).
Nixon, J. V. (2010). The AHA Clinical Cardiac Consult (3rd ed.). New York:
Lippincott William & Wilkins.
DIAGNOSA
Diagnosa kor pulmonal pada PPOK ditegakkan dengan menemukan tanda
PPOLK asidosis dan hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah;
hipertenssi pulmonal, hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan.
paru
Asidosis, hiperkapnia, hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah :
kelainan ini dapat dikenal terutama dengan pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan klinis
Hipertensi pulmonal : tanda HP bisa didapatkan dari pemeriksaan klinis,
elektrokardiografi dengan pulmonal dengan deviasi aksis ke kanan dan
hipertrofi ventrikel kanan, foto toraks terdapat pelebaran daerah cabang
paru di hilus, ekokardiografi dengan ditemukan hipertrofi ventrikel kanan
PENATALAKSANAAN
9
Obat yang diberikan untuk kor pulmonal tergantung pada penyebab yang
mendasari. Penyebab kor pulmonal 80-90% adalah PPOK. Tujuan pengobatan kor
pulmonal pada PPOK ditinjau dari aspek jantung sama dengan pengobatan kor
pulmonal pada umumnya untuk (1) Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas; (2)
Menurunkan hipertensi pulmonal; (3) Meningkatkan kelangsungan hidup; (4)
Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya.
Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurunkan
hipertensi pulmonal, pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan
kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut pengobatan yang dapat dilaksanakan
diawali dengan menghentikan merokok serta secara umum terdapat obat first line dan
second line untuk mengurangi gejala dari kor pulmonal:
First line:
Kor pulmonal akut dengan kolaps sirkulasi:
Vasopressor, inotropik.
Antikoagulan dan / atau trombolitik untuk PE (Pulmonary Embolism).
Second line:
Kor pulmonal kronik
Terapi Tambahan:
Langkah-langkah umum
Pemantauan pasien:
Diet
Pasien dengan overload volume sekunder untuk kegagalan RV harus memiliki
pembatasan cairan dan garam (biasanya 2 L garam cairan 2g per hari).
Pendidikan pasien:
PROGNOSIS
Sumber:
Nixon, J. V. (2010). The AHA Clinical Cardiac Consult (3rd ed.). New York:
Lippincott William & Wilkins
11
LO 2. GAGAL JANTUNG
DEFINISI
Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang pasien
harus memiliki taampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang tipikal
saat istirahat atau saat melakukan aktivitas disertai / tidak kelelahan); adanya bukti
objektif dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istirahat. (PERKI, 2015)
KLASIFIKASI
Gagal Jantung Sistolik dan Diastolik
Gagal jantung sistolik adalah ketidakmampuan kontraksi jantung memompa
sehingga curah jantung menurun dan menyebabkan kelemahan, fatik,
kemampuan aktivita fisik menurn dan gejala hipoperfusi lainnya.
Gagal jantung diastolik adalah gangguang relaksasi dan gangguan pengisian
ventrikel. Gagal jantung kanan didefenisikan sebagai gagal jantung dengan fraksi
ejeksilebih dari 50%. Diagnosis dibuat dengan pemeriksaan Dopplerekokardiografi aliran darah mitral dan aliran vena pulmonalis. Ada 3 macam
gangguan diastolik :
-
Gangguan relaksasi
Pseudo-normal
Tipe restriktif
Penatalaksanaan ditujukan untuk mnghilangkan atau mengurangi penyebab
gangguan diastolik seperti fibrosis, hipertrofi atau iskemia.
Indonesia.
2015.
Pedoman
Setiati, Siti, dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Pusblishing.
http://www.nhs.uk/Conditions/Heart-failure/Pages/Introduction.aspx
Patofisiologi
Mekanisme dasar
Kelainan intrinsic pada kontraktilitas miokaridum yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan
ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi
volume sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan
meningkatnya volume akhir diastolic ventrikel, terjadi peningkatan tekanan akhir
diastolic ventrikel kiri. Dengan meningkatnya LVEDP terjadi pula peningkatan
13
gagal
jantung
akan
aldosteron
Penurunan curah jantung akan memulai serangkaian peristiwa
sebagai berikut :
o Penurunan aliran darah ginjal dan akhirnya laju filtrasi
glomerulus
o Pelepasan rennin dari apparatus jukstaglomerulus
o Interaksi rennin dengan angiotensinogen dalam darah untuk
menghasilkan angiotensin I
o Konversi angiotensin I menjadi angiotensin II
o Rangsangan sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal
o Retensi natrium dan air
Hipertrofi ventrikel
Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi
miokardium atau bertambah tebalnya tebal dinding. Hipertrofi meningkatkan
jumlah sarkomer dalam sel sel miokardium; sarkomer bertambah secara
parallel atau serial bergnatung pada jenis beban hemodinamik yang
mengakibatkan gagal jantung.
14
Manifestasi Klinis
Dalam gagal jantung, pasien yang datang biasanya dapat ditemukan
dalam keadaan seperti berikut:
1. Dispnea. Bertambah buruk jika pada saat aktivitas.
2. Ortopnea. Akibat dari restribusi cairan dari abdomen dan ektremitas bawah ke
dalam dada menyebabkan peningkatan diafragma.
3. Dispnea paroksismal (nokturnal). Serangan sesak napas dan batuk yang
umumnya terjadi pada malam hari, seringkali mrmbangunkan pasien dari tidur.
4. Pernapasan Cheyne-Stokes. Ditandai oleh berkurangnya sensitivitas pusat
pernapasan terhadap PCO2.
5. Kelelahan, kelemahan, dan berkurangnya kapasitas exercise. Berkaitan dengan
berkurangnya perfusi otot rangka.
6. Gejala serebral. Pada gagal jantung berat, terutama pada pasien lanjut usia
disertai dengan arteriosklerosis serebralis, berkurangnya perfusis serebral, dan
hipoksemia arterial.
TEKNIK DIAGNOSTIK
Uji diagnostik biasanya paling sensitif pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
rendah.Uji diagnostik sering kurang sensitf pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
normal. Ekokardiografi merupakan metode yang paling berguna dalam melakukan evaluasi
disfungsi sistolik dan diastolik
Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan elektrokardiogram harus dikerjakan pada semua pasien diduga gagal
jantung.Abnormalitas EKG sering dijumpai pada gagal jantung (Tabel 4).Abnormalitas EKG
memiliki nilai prediktif yang kecil dalam mendiagnosis gagal jantung, jika EKG normal,
diagnosis gagal jantung khususnya dengan disfungsi sistolik sangat kecil (< 10%).
Foto Toraks
Merupakan komponen penting dalam diagnosis gagal jantung. Rontgen toraks dapat
mendeteksi kardiomegali, kongesti paru, efusi pleura dan dapat mendeteksi penyakit atau
infeksi paru yang menyebabkan atau memperberat sesak nafas (Tabel 5). Kardiomegali dapat
tidak ditemukan pada gagal jantung akut dan kronik.
15
TABEL 4
16
ABNORMALITAS
PENYEBAB
INTERPRETASI
Sinus Takikardia
KLINIS
Penilaian klinis
anemia, demam,
Pemeriksaan
hipertroidisme
laboratorium
Pemeriksaan
sakit
laboratorium
Atrial
takikarida/fluter/fibrilasi
konversi medik,
miokard
elektroversi, ablasi
Sinus Bradikardia
kateter, antikoagulasi
Aritmia Ventrikel
Iskemia/infark
Pemeriksaan
miokardits, hipokalemia,
hipomagnesemia, overdosis
beban, pemeriksaan
digitalis
Ekokardiografi, troponin,
Angiografiikoroner,
revaskularisasi
Gelombang Q
Infark, kardiomiopati
Ekokardiografi,
angiografii koroner
Ekokardiografi, doppler
Blok atrioventrikular
Evaluasi penggunaan
obat,pacu jantung,
Penyakit Lyme
penyakit sistemik
Ekokardiograf, rontgen
perikard, amiloidosis
toraks
17
Disinkroni elektrik dan
Ekokardiograf, CRT-P,
mekanik
CRT-D
Mikrovoltase
LBBB = Lef Bundle Branch Block; ICD = Implantable Cardioverter Defbrillator CRT-P =
Cardiac Resynchronizaton Therapy-PACEImaker; CRT-D = Cardiac Resynchronizaton
Therapy-Defbrillator
TABEL 5
Kelainan
Kardiomegali
Penyebab
Dilatasi ventrikel kiri, ventrikel kanan,
Implikasi Klinis
Ekhokardiografi, doppler
Hipertensi,
ventrikel
kardiomiopati hipertropi
Kongesti
vena
stenosis
Peningkatan
aorta,
Ekhokardiografi, doppler
tekanan
pengisian
tekanan
pengisian
paru
ventrikel kiri
Edema
Peningkatan
interstisial
ventrikel kiri
Efusi pleura
Pikirkan
pengisian
kardiak
tekanan
jika
ditemukan
diagnosis
non
Area
paru
hiperlusen
Infeksi Paru
paru
Infiltrat paru
Penyakit sistemik
Pemeriksaan diagnostik
lanjutan
Pemeriksaan Laboratorium
18
Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah darah perifer
lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju filtrasi glomerulus
(GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan tambahan laindipertimbangkan
sesuai tampilan klinis. Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai
pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun anemia
ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering dijumpai terutama
pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau ACEI (Angiotensin Converting
Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor Blocker), atau antagonis aldosterone.
Peptida Natriuretik
Terdapat bukti - bukti yang mendukung penggunaan kadar plasma peptidanatriuretik untuk
diagnosis, membuat keputusan merawat atau memulangkan pasien, dan mengidentifikasi
pasien pasien yang berisiko mengalami dekompensasi. Konsentrasi peptida natriuretik yang
normal sebelum pasien diobati mempunyai nilai prediktif negatif yang tinggi dan membuat
kemungkinan gagal jantung sebagai penyebab gejala- gejala yang dikeluhkan pasien menjadi
sangat kecil (Gambar 1).
Kadar peptida natriuretik yang tetap tinggi walaupun terapi optimal mengindikasikan
prognosis buruk.Kadar peptidanatriuretik meningkat sebagai respon peningkatan tekanan
dinding ventrikel. Peptida natriuretik mempunyai waktu paruh yang panjang, penurunan tibatiba tekanan dinding ventrikel tidak langsung menurunkan kadar peptida natriuretik.
Troponin I atau T
Pemeriksaan troponin dilakukan pada penderita gagal jantung jika gambaran klinisnya
disertai dugaan sindroma koroner akut. Peningkatan ringan kadar troponin kardiak sering
pada gagal jantung berat atau selama episode dekompensasi gagal jantung pada penderita
tanpa iskemia miokard.
Ekokardiografi
Istilah ekokardiograf digunakan untuk semua teknik pencitraan ultrasound jantung termasuk
pulsed and continuous wave Doppler, colour Doppler dan tissue Doppler imaging (TDI).
Konfirmasi diagnosis gagal jantung dan/atau disfungsi jantung dengan pemeriksaan
ekokardiografi adalah keharusan dan dilakukan secepatnya pada pasien dengan dugaan gagal
jantung. Pengukuran fungsi ventrikel untuk membedakan antara pasien disfungsi sistolik
dengan pasien dengan fungsi sistolik normal adalah fraksi ejeksi ventrikel kiri (normal > 45 50%).
19
TATALAKSANA
TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
MANAJEMEN PERAWATAN MANDIRI
Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan pengobatan gagal
jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan gejala gagal jantung, kapasitas
fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat
didefnisikan sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik,
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal
perburukan gagal jantung.
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan
gejala berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien
dengan gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas
rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil.
Program latihan fisik memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit
atau di rumah
TERAPI FARMAKOLOGIS
ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik
dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A).
ACEI kadang-kadang menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEIhanya diberikan pada pasien
dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI Fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, dengan atau tanpa gejala
PENYEKAT
Kecuali kontraindikasi, penyekat harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat memperbaiki fungsi ventrikel
dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan kelangsungan hidup
ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal jantung
simtomatik berat tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
21
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah diberikan ACEI dan
penyekat dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif pada pasien
intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka kematian karena penyebab
kardiovaskular.
HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)
Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %, kombinasi H-ISDN
digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran terhadap ACEI dan ARB
DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % dengan
22
irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan
hidup.
B
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti
(kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk
mencapai status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu
harus diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gangguan pada fungsi sistem pernapasan dapat pula diikuti oleh gangguan
fungsi dan perubahan fisiologis (adaptasi) ataupun patologis. Pada beberapa penyakit
paru seperti PPOK pada paru terjadi perubahan struktur dan penurunan fungsi
pernapasan secara kronik. Pada PPOK terjadi hipoksia, hiperkapnia, dan asidosis yang
terjadi secara kronik sehingga menyebabkan rangsangan kemoreseptor yang
kemudian menimbulkan berbagai regulasi neurohormonal melalui peningkatan
aktivitas simpatis. Salah satu perubahan tersebut adalah terjadinya vasokonstriksi
pada pembuluh darah paru sehingga pada waktu yang cukup lama menyebabkan
hipertensi pulmoner. Untuk menjaga perfusi jaringan dan keseimbangan sistem
cardiopulmonal akan terjadi berbagai mekanisme adaptasi dan kompensasi. Ventrikel
kanan meningkatkan kerjanya untuk mencukupi sirkulasi ke paru sehingga terjadi
perubahan struktur berupa dilatasi dan hipertropi. Kondisi tersebut disebut sebagai
Cor pulmonal. Sampai mekanisme tersebut berlanjut terus yang akan mengakibatkan
terjadinya kondisi gagal jantung kanan.
3.2 Saran
Mengingat masih banyaknya kekurangan dari kelompok kami, baik dari segi
diskusi kelompok, penulisan tugas tertulis dan sebagainya, untuk itu kami
23
mengharapkan kritik dan saran dari dosen-dosen yang mengajar baik sebagai tutor
maupun dosen yang memberikan materi kuliah.
DAFTAR PUSTAKA
24
25