Anda di halaman 1dari 12

Artikel Ilmiah

ISOLASI ACTINOMYCETES PADA RHIZOSFER RUMPUT


TEKI (Cyperus rotundus) DAN UJI POTENSI SEBAGAI
PENGHASIL ANTIBIOTIK

OLEH

ZULFIKRI S POU
NIM: 431 411 163

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA
JURUSAN BIOLOGI
TAHUN 2015

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Artikel yang berjudul Isolasi Actinomycetes pada Rhizosfer Rumput Teki


(Cyperus
Cyperus rotundus)
rotundus) dan Uji Potensi sebagai Penghasil Antibiotik
Oleh

ZULFIKRI S POU
Jurusan Biologi

Isolasi Actinomycetes pada Rhizosfer Rumput Teki (Cyperus rotundus) dan


Uji Potensi sebagai Penghasil Antibiotik
1)

Zulfikri S Pou 1, Wirnangsi D. Uno 2, Novri Y. Kandowangko 3


Mahasiswa Jurusan Biologi, 2)Dosen Jurusan Biologi, 3)Dosen Jurusan Biologi
Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Gorontalo
Email: zulfikripou93@gmail.com

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya isolat Actinomycetes


pada rhizosfer rumput teki (Cyperus rotundus) dan mengetahui adanya isolat
Actinomycetes yang memiliki potensi sebagai penghasil antibiotik. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan
data yaitu metabolit sekunder yang dihasilkan kedua isolat ini dilakukan uji daya
hambat terhadap bakteri uji yaitu Eschericia coli dan Staphyloccocus aureus
untuk mengetahui adanya potensi sebagai penghasil antibiotik. Teknik analisis
data yang digunakan yaitu dengan mengukur zona hambat yang terbentuk.
Berdasarkan hasil uji daya hambat, satu isolat yaitu isolat ART1 mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Staphyloccocus aureus dengan diameter zona
hambat sebesar 6 mm dan termasuk kategori lemah sedangkan isolat ART2 tidak
mampu menghambat kedua bakteri uji baik Eschericia coli maupun
Staphyloccocus aureus. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa
pada rhizosfer rumput teki (Cyperus rotundus) dapat ditemukan 2 isolat
Actinomycetes dan satu isolat (ART1) mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat sebesar 6 mm sehingga
memiliki potensi penghasil antibiotik dengan kategori lemah.
Kata kunci : Isolasi, Actinomycetes, Rhizosfer, Rumput teki (Cyperus rotundus),
Antibiotik.

Yulandari Nusi Mahasiswa Jurusan Biologi


Wirnangsi D. Uno, S.Pd, M.Kes Dosen Jurusan Biologi Selaku Pembimbing 1
3
Dr. Novri Y. Kandowangko, M.P Dosen Jurusan Biologi Selaku Pembimbing 2
2

PENDAHULUAN
Munculnya
berbagai
macam
penyakit infeksi yang membutuhkan
antibiotik dan adanya sifat beberapa
kuman patogen yang resisten terhadap
antibiotik yang ada, mendorong terus
dilakukannya penelitian untuk menemukan antibiotik baru. Antibiotik
adalah produk metabolik yang dihasilkan suatu organisme tertentu, yang
dalam jumlah amat kecil bersifat
merusak atau menghambat mikroorganisme lain (Pelczar dan Chan,
1988).
Actinomycetes merupakan kelompok bakteri penghasil antibiotik terbanyak yaitu sekitar 70% antibiotik
yang telah ditemukan dihasilkan oleh
Actinomycetes terutama genus Streptomyces, sehingga sasaran penapisan
bakteri penghasil antibiotik ditujukan
pada
kelompok
Actinomycetes
(Alcamo dalam Rofiq, 2011). Lebih
dari 90% antibiotik yang dihasilkan
dari berbagai spesies Streptomyces
digunakan untuk terapi penyakit infeksi
yang disebabkan oleh bakteri (Rahayu,
2006). Bakteri ini umumnya dijumpai
pada berbagai jenis tanah dan memiliki
kelimpahan terbesar yang berperan
penting dalam proses dekomposisi
(Nurkanto, 2007).
Pada umunya populasi mikroorganisme pada rhizosfer jauh lebih
tinggi dibandingkan populasi pada
bagian tanah lainnya. Banyaknya
mikroorganisme termasuk Actinomycetes pada rhizosfer ini disebabkan
karena akar tanaman mempunyai kemampuan mengeluarkan eksudat yang
mengandung bahan organik yang berguna sebagai sumber energi bagi
mikroorganisme yang hidup di sekitar
perakaran tersebut (Ambarwati, 2007).
Rhizosfer merupakan porsi tanah yang

langsung dipengaruhi oleh akar


tanaman. Batas rhizosfer dimulai dari
permukaan akar sampai ke batas
dimana akar tidak lagi berpengaruh
langsung terhadap kehidupan mikroorganisme (bisa mencapai 5 mm)
(Saraswati dkk., 2007).
Penelitian yang pernah dilakukan
berkaitan dengan Actinomycetes pada
rhizosfer adalah penelitian Ambarwati
(2007), yang meneliti tentang mikroorganisme pada rhizosfer tumbuhan
putri malu dan kucing-kucingan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
didapatkan 7 isolat Actinomy-cetes dari
rhizosfer putri malu (Mimosa pudica
L.) dan 1 isolat dari rhizosfer kucingkucingan (Acalypha indica L.). Lima
isolat yang ditemukan dari rhizosfer
putri malu dan satu isolat dari rhizosfer
kucing-kucingan dapat menghambat
pertumbuhan Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Sementara itu
Ambarwati dkk., (2013) juga berhasil
menemukan 8 isolat Actinomycetes
dari rhizosfer padi (Oryza sativa) yang
berpotensi sebagai penghasil antibakteri yang dapat menghambat
Salmonella typhosa dan S. aureus
dengan kategori lemah dan sedang.
Actinomycetes merupakan bakteri
saprofit yang tumbuh mendekomposisi
bahan-bahan
organik
sehingga
populasinya meningkat bila terdapat
banyak bahan organik. Menurut
Rahayu (2006), akar rumput mempunyai kemampuan mengeluarkan
eksudat (cairan sel yang keluar di
sekitar akar), seperti halnya pada
tumbuhan lainnya. Hasil eksudasi akar
tersebut kemudian menyebar ke tanah
rhizosfer rumput. Akibatnya di sekitar
perakaran rumput dapat ditemukan
banyak mikroorganisme. Penelitian
yang pernah dilakukan berkaitan
dengan rhizosfer rumput adalah

penelitian Rahayu (2006) yang


mengisolasi bakteri rhizosfer rumput
pangola
(Digitaria
decumbens),
diperoleh tujuh isolat dengan waktu
fermentasi berbeda yang mampu menghambat E. coli multiresisten. Empat
isolat yang diperoleh mempunyai
potensi antibiotik sangat kuat, bakteri
ini diduga sebagai Actinomycetes.
Adanya eksudat yang dikeluarkan oleh
akar rumput ini memungkinkan pula
Actinomycetes dapat diperoleh pada
rhizosfer rumput teki (Cyperus
rotundus).
Rumput teki merupakan herba
menahun yang tumbuh liar dan kurang
men-dapat perhatian. Rumput teki
merupakan tanaman yang dapat dengan
mudah dijumpai di tempat terbuka dan
sering dianggap sebagai gulma.
Rimpang rumput teki (Cyperus
rotundus) mengandung alkaloid, sineol,
pinen, siperon, rotunol, siperenon,
tanin, siperol, serta flavonoid (Murnah,
2012). Hasil penelitian Koen (2012),
menunjukkan bahwa ekstrak rimpang
rumput teki yang dibuat permen dapat
dijadikan sebagai obat alternatif pereda
nyeri sariawan, hal ini dikarenakan
adanya kandungan antibiotik yang
tinggi pada ekstrak rimpang rumput
teki. Selain itu, penelitian Roekistiningsih et al. (2012) mem-buktikan
bahwa ekstrak rimpang rumput teki
memiliki aktivitas sebagai antimikroba
terhadap Escherichia coli. Adanya
kemampuan ekstrak rumput teki
sebagai antimikroba dapat mempengaruhi kemampuan Actinomycetes
dalam
menghasilkan
metabolit
sekunder yang salah satunya adalah
antibiotik.
Pentingnya penelitian ini dilakukan
karena adanya sifat beberapa kuman
patogen yang resisten terhadap
antibiotik yang ada, mendorong terus

dilakukannya
penelitian
untuk
menemukan antibiotik baru. Zat
antibiotik yang dihasilkan oleh mikroorganisme lebih menguntungkan dari
pada zat antibiotik yang dihasilkan oleh
tumbuhan, hal ini disebabkan karena
waktu regenerasi mikroorganisme yang
jauh lebih singkat dibandingkan waktu
tumbuh suatu tanaman. Bakteri dapat
tumbuh dan berkembang biak dalam
waktu beberapa jam, Actinomycetes
dalam waktu kurang lebih satu bulan,
sedangkan tanaman untuk menghasilkan bahan aktif membutuhkan waktu
bertahun-tahun (Ambrawati, 2007).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di
Laboratorium Mikrobiologi Jurusan
Biologi
FMIPA
UNG.
Waktu
pelaksanaan yaitu pada bulan April
sampai dengan bulan Juni tahun 2015.
Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah
Isolat Actinomycetes dari rhizosfer
rumput teki (Cyperus rotundus) yang
memiliki potensi sebagai penghasil
antibiotik.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan: Laminar
airflow, oven, inkubator, autoclave,
Erlenmeyer, mikropipet, tabung reaksi,
cawan petri, objek glass,, sentrifuge,
shaker incubator, colony counter,
water bath, ose, mikroskop dan
kamera. Bahan yang digunakan: tanah
rhizosfer rumput teki (Cyperus
rotundus), medium Starch Casein
Agar, Nystatin, Sterptomycin, akuades,
larutan ringer alkohol, carbol gentian
violet, safranin, mikroba uji berupa

Eschericia coli dan Staphylococcus


aureus, Nutreint Agar, Muller Hilton
Agar dan medium fermentasi
Teknik Pengumpulan Data
Koleksi Sampel
Sampel
untuk
isolasi
actinomycetes diperoleh dari tanah
rhizosfer rumput teki (Cyperus
rotundus). Pengambilan sampel tanah
sebanyak tiga daerah rhizosfer dari
individu rumput teki yang berbeda.
Batas rhizosfer dimulai dari permukaan
akar sampai ke batas dimana akar tidak
lagi berpengaruh langsung terhadap
kehidupan mikroba (bisa mencapai 5
mm) (Saraswati dkk., 2007). Sampel
ditempatkan dalam wadah steril
kemudian dibawa ke laboratorium
untuk perlakuan selanjutnya.
Isolasi
Sampel tanah rhizosfer di
timbang sebanyak 1 gram kemudian
ditempatkan pada tabung reaksi.
Setelah itu ditambahkan 9 ml larutan
ringer dan dikocok selama 5 menit
(suspensi ini merupakan pengenceran
10-1). Diambil empat tabung reaksi,
masing-masing diisi dengan 9 ml
larutan ringer dengan pipet steril.
Dimasukkan 1 ml suspensi dari
pengenceran 10-1 kesalah satu tabung
reaksi yang berisi 9 ml larutan ringer,
dan dikocok secara merata, suspensi ini
mempunyai tingkat pengenceran 10-2.
Dengan cara yang sama, dibuat
suspensi dengan tingkat pengenceran
10-3, 10-4, dan 10-5. Dari masingmasing pengenceran, sampel diambil 1
ml dan diinokulasikan secara surface
plate pada medium Strach Casein Agar
(SCA) yang sudah disuplementasi
dengan 25g.ml-1 Nystatin untuk
mencegah pertumbuhan fungi (Waluyo,
2010). Media yang telah diinokulasi
diinkubasi pada suhu 28 0C selama 4

14 hari (Sembiring dkk., dalam


Ambarwati, 2013).
Setelah masa inkubasi, setiap
koloni yang memiliki kenampakan
berbeda diisolasi pada media SCA
hingga
diperoleh
isolat
murni.
Selanjutnya diinkubasi pada suhu 250C
selama 4 14 hari.
Pengamatan morfologi
Actinomycetes yang tumbuh
diamati karakter morfologinya meliputi
bentuk koloni, permukaan koloni, tepi
koloni dan warna koloni. Pengamatan
morfologi sel didasarkan pada metode
pewarnaan gram.
Uji Penghasilan Antibiotik
Uji
penghasilan
antibiotik
dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a) Kultivasi isolat dalam medium cair
Isolat Actinomycetes yang
diperoleh selanjutnya digunakan untuk
uji ke-mampuan penghasilan senyawa
antibiotik. Isolat Actinomycetes ditumbuhkan pada agar miring pada suhu
280C selama 2 minggu, kemudian spora
dewasa diinokulasi-kan dalam medium
International Streptomyces Project
No.2 (ISP 2) sebanyak 100 ml (0,4 gr
yeast ekstrak, 1 gr malt ekstrak, 0,4 gr
glukosa, 100 ml akuades) (Eka sari,
2011) dan diinkubasi pada suhu 300C
pada rotary shaker (160rpm) selama 12
hari (Baskaran dkk., dalam Yusuf,
2012).
b) Isolasi Antibiotik
Untuk mendapatkan antibiotik
fase cair, medium cair yang sudah
terfermen-tasi disentrifugasi
pada
10.000 rpm dengan suhu 4oC selama 20
menit. Supernatan yang dihasilkan
dikoleksi sebagai sampel antibiotik
(Baskaran dkk., dalam Yusuf, 2012).
c) Uji Aktivitas Antibiotik
Aktivitas
antibiotik
dapat
ditentukan dengan melihat kemampuan

metabolit sekunder yang dihasilkan


oleh bakteri isolat terhadap pertumbuhan mikroorganisme uji dengan
metode difusi cakram (metode KirbyBauer). Media yang digunakan untuk
penentuan daya hambat adalah medium
Muller Hilton Agar. Sebanyak 100 l
dari masing-masing suspensi mikroorganisme uji (S. aureus dan E. coli)
diinokulasi-kan pada cawan petri dan
ditambah dengan medium MHA sebanyak 15 ml dan dibiarkan memadat.
Supernatan sebanyak 20 l diteteskan
pada kertas cakram dan dikeringanginkan, lalu diletakkan di atas
medium yang telah mengandung
mikroorganisme uji (Naid, 2013).
Kemudian diinkubasi selama 2 x 24
jam pada suhu 36-370C (Safinah,
2008).
Pengamatan zona hambat yang
terbentuk dapat dilihat dari bentuk
luasan zona yang terbentuk. Menurut
Lee & Hwang (dalam Ambarwati dkk.
2009), bila diameter daerah hambatan
sebesar 5-9 mm maka aktivitas penghambatannya dikategorikan lemah,
10,00-19,00 mm dikategorikan sedang
dan lebih dari atau sama dengan 20 mm
dikategorikan kuat. Jika luas zona
hambat yang terbentuk dalam kategori
kuat,
akan
dilanjutkan
analisis
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) untuk
tahapan identifikasi antibiotik yang
dihasilkan.
Identifikasi antibiotik
Penentuan jenis antibiotik yang
dihasilkan oleh isolat actinomycetes
menggunakan kromatografi lapis tipis
(KLT). Disiapkan Silika gel plates
ukuran 10 x 20 cm dan ketebalan 1 mm
dan diaktivasi pada suhu 1500C selama
30 menit. Fraksi ethyl acetat sebanyak
10l
dan
antibiotik
marker
(Streptomycin) ditempatkan pada plate
dan chromatogram dikembangkan

menggunakan chloroform: methanol


(4:1) sebagai sistem solven. Spot yang
dibentuk
pada
chromatogram
divisualisasi dalam iodine vapaour
chamber dan UV chamber.
KLT dapat digunakan untuk uji
identifikasi senyawa baku. Untuk
menganalisis data KLT, parameter
yang digunakan adalah nilai Resolution
Funjungtion (Rf). Dua senyawa
dikatakan identik jika mempunyai nilai
Rf yang sama jika diukur pada kondisi
KLT yang sama (Gandjar dan Rohman,
2008). Nilai Rf ini didefinisikan
sebagai perbandingan antara jarak
tempuh senyawa dengan jarak yang
ditempuh pelarut pengembang.
Jarak yang ditempuh senyawa
Rf =
Jarak yang ditempuh pelarut
pengembang
(Arista, 2010)

Teknik Analisis Data


Untuk menganalisis data dalam
penelitian ini dilakukan teknik analisis
data
secara
deskriptif.
Isolat
Actinomycetes yang ditemukan pada
rhizosfer rumput teki (Cyperus
rotundus) dilakukan uji daya hambat
untuk mengetahui adanya isolat yang
memiliki potensi sebagai penghasil
antibiotik.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Berdasarkan hasil penelitian dapat
diketahui bahwa pada daerah rhizosfer
rumput teki diperoleh dua isolat
Actinomycetes yang masing-masing
memiliki karakteristik yang berbeda.

(a)
(b)
Gambar 1. Isolat Actinomycetes rhizosfer rumput Teki (Cyperus
rotundus) (a) Actinomycetes
Rhizosfer Teki (Isolat 1); (b)
Actinomycetes Rhizosfer Teki
(Isolat 2)
Selain melakukan pengamatan pada
morfologi koloni isolat yang diperoleh,
juga dilakukan pengamatan pada
morfologi selnya, yaitu melalui metode
pewarnaan Gram.

(a)
(b)
Gambar 2. Pewarnaan Gram pada Isolat
(a) ART 1 dan (b) ART 2
Berdasarkan hasil pengamatan
morfologi sel isolat Actinomycetes
yang diperoleh dengan menggunakan
metode pewarnaan Gram, menunjukkan morfologi sel Actinomycetes
memiliki bentuk basil pada isolat 1
maupun isolat 2 dan merupakan gram
positif karena mengikat warna ungu.
Isolat Actinomycetes yang berhasil
diisolasi dari rhizosfer rumput teki
(Cyperus rotundus) selanjutnya dilakukan uji penghasilan metabolit sekunder (Antibiotik) dengan menggunakan metode Diffusion test (Kirby-

Bauer). Uji penghasilan metabolit


sekunder ini menggunakan dua bakteri
uji yaitu S. aureus dan E. coli.
Berdasarkan hasil uji penghasilan
metabolit
sekuder
dari
isolat
Actinomycetes yang diperoleh, bahwa
satu isolat mampu menghambat
pertumbuhan bakteri uji yaitu isolat
ART 1 yang dapat menghambat
pertumbuhan
bakteri
uji
Staphylococcus aureus yaitu sebesar 6
mm. Zona hambat yang terbentuk ini
termasuk dalam kategori lemah. Pada
bakteri uji Eschericia coli tidak
terbentuk zona hambat oleh isolat ART
1. Berdasarkan hasil pengamatan, pada
isolat ART 2 tidak terbentuk zona
hambat pada bakteri uji S. aureus
maupun bakteri uji E. coli.
Pembahasan
Actinomycetes
merupakan
bakteri Gram positif berfilamen dan
dapat berperan sebagai penghasil
beragam senyawa bioaktif yang dapat
berfungsi antara lain sebagai antibiotik,
enzim inhibitor, dan senyawa bioaktif
lainnya.
Actinomycetes
dapat
ditemukan pada daerah rhizosfer
karena akar tanaman mempunyai
kemampuan mengeluarkan eksudat
yang mengandung bahan organik yang
berguna sebagai sumber energi bagi
mikroorganisme yang hidup di sekitar
perakaran tersebut.
Pada penelitian ini mengambil
tiga daerah rhizosfer dari rumput teki
(Cyperus rotundus) pada lokasi yang
berbeda. Berdasarkan hasil isolasi
diperoleh dua isolat Actinomycetes dari
daerah rhizosfer rumput teki (Cyperus
rotundus) yang diambil dari lokasi
yang memiliki tanah yang kelembabannya rendah sedangkan dari
rhizosfer rumput teki (Cyperus
rotundus) yang diambil pada lokasi
yang tanahnya lebih lembab tidak

ditemukan adanya isolat Actinomycetes. Daerah rhizosfer rumput teki


lebih lembab dibandingkan dengan
tanah disekitarnya, sehingga hal ini
memungkinkan penyebab sedikitnya
isolat Actinomycetes yang diperoleh.
Seperti yang dikemukakan oleh
Ambarwati (2007), bahwa tidak seperti
kebanyakan bakteri yang menyukai
kondisi lembab, Actinomycetes cenderung hidup dalam kondisi kelembaban yang rendah dan pada tanah
yang kering. Selain itu penyebab
lainnya adalah adanya aktivitas
antimikroba pada umbi rumput teki
(Cyperus rotundus) memungkinkan
mempengaruhi keberadaan mikroorganisme pada rhizosfer tersebut.
Seperti yang dikemukakan Rahayu
(2006), bahwa suatu tanaman memiliki
kemampuan menghasilkan metabolit
sekunder yang beberapa diantaranya
memiliki aktivitas antimikroba atau zat
kimia yang mengandung racun bagi
mikroorganisme dalam tanah tersebut,
termasuk Actinomycetes.
Berdasarkan
hasil
isolasi,
diperoleh dua isolat yang masingmasing memiliki morfologi koloni
yang berbeda. Morfologi koloni isolat
ART 1 memiliki warna koloni abu-abu
kehijauan dengan permukaan berkerut
sedangkan warna koloni isolat ART 2
berwarna putih dengan permukaan
halus. Warna isolat ini dipengaruhi
oleh pigmentasi hifa. Selain melakukan
pengamatan morfologi koloni, isolat
Actinomycetes yang diperoleh juga
dilakukan pengamatan terhadap morfologi sel dengan metode pewarnaan
Gram.
Berdasarkan hasil pewarnaan
Gram menunjukkan isolat Actinomycetes memiliki morfologi sel berbentuk
basil dan mengikat warna ungu yang
menunjukkan bahwa kedua isolat yang

diperoleh termasuk dalam bakteri Gram


positif.
Dua isolat actinomycetes yang
diperoleh selanjutnya dilakukan pengujian metabolit sekunder yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan
metabolit sekunder sebagai antibiotik.
Metabolit sekunder ini diperoleh dari
supernatan hasil sentrifugasi medium
isolat Actinomycetes yang sebelumnya
diinkubasi selama 12 hari. Menurut
Cross, (dalam Rofiq, 2011) metabolit
sekunder sering diproduksi dalam
jumlah besar dan kebanyakan disekresikan ke dalam medium biakan. Pada
siklus hidupnya yang normal, mikroba
akan tumbuh dalam medium yang
sesuai dan menghasilkan jumlah sel
maksimum. Setelah itu pertumbuhannya berhenti dan memasuki fase
stasioner, dan selanjutnya masuk pada
fase kematian terjadi kematian sel
vegetatif (lisis) atau pembentukan
spora. Pada fase stasioner sel-sel
berhenti membelah dan metabolit
sekunder mulai diproduksi.
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh ART 1 mampu menghambat bakteri S.aureus sedangkan
bakteri E. coli tidak mampu dihambat.
Diameter zona hambat yang terbentuk
pada bakteri uji S.aureus sebesar 6 mm
sehingga termasuk dalam kategori
lemah.
Karena
potensi
sampel
metabolit sekunder isolat Actinomycetes yang diperoleh memiliki kategori
lemah, maka pada penelitian ini tidak
dilanjutkan pada uji Kromatografi
Lapis Tipis untuk identifikasi jenis
antibiotik yang dihasilkan. Menurut
Ambarwati, dkk. (2012) tujuan uji
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah
mengetahui jenis senyawa kimia
sebagai penghasil zat antibiotik.
Pratiwi (2008) menyatakan bahwa pada

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)


mendeteksi
adanya
senyawa
antimikroba karena letak bercak dapat
ditentukan walaupun berada dalam
campuran yang kompleks sehingga
memungkinkan untuk mengisolasi
senyawa aktif tersebut.
Menurtu Pelczar dan Chan (1988),
perbedaan pada struktur dinding sel
menyebabkan kedua kelom-pok bakteri
ini memberikan respons yang berbeda
terhadap berbagai per-lakuan dan
bahan, seperti pewarnaan Gram dan
antibiotik-antibiotik tertentu.
Hasil uji daya hambat metabolit
sekunder yang dihasilkan oleh isolat
ART 2 tidak menunjukkan kemampuan
menghambat bakteri uji baik bakteri E.
coli maupun S. aureus. Perbedaan
penghambatan kedua isolat yang
diperoleh ini juga dipengaruhi oleh
pigmen dari kedua isolat. Seperti yang
dikemukakan oleh Schlegel (dalam
Rahayu, 2006) bahwa beberapa pigmen
mempunyai sifat antibiotik, korelasi
antara pigmentasi dan pembentukan
metabolit sekunder diaggap sebagai
pembentuk pigmen yang membentuk
antibiotik. Berdasarkan penelitian
Rahayu (2006) yang mengisolasi
bakteri rhizosfer rumput pangola,
bahwa isolat yang memiliki pigmen
hijau mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli multiresisten dengan
kuat dibandingkan dengan isolat yang
lainnya.
Perbedaan kemampuan daya
hambat oleh metabolit sekunder
terhadap bakteri uji juga dipengaruhi
oleh struktur dinding sel yang berbeda
antara bakteri Gram positif dan bakteri
Gram negatif. Menurut Waluyo (2007),
struktur dinding sel bakteri Gram
negatif merupakan struktur berlapis,
sedangkan bakteri Gram positif
mempunyai 1 lapis yang tebal (Gambar

4.2). Dinding sel bakteri Gram negatif


lebih kompleks dibandingkan dengan
bakteri Gram positif. Perbedaan utama
adalah adanya lapisan membran luar,
yang meliputi peptidoglikan. Kehadiran
membran ini menyebabkan dinding sel
bakteri Gram negatif kaya akan lipid
(11-22%). Lapisan membran luar pada
bakteri Gram negatif mempunyai struktur sebagai unit membran. Perbedaannya adalah lapisan ini tidak hanya
terdiri dari fosfolipid saja sepeti membran plasma, tetapi juga mengandung
lipid lainnya, polisakarida dan protein.
Lipid dan polisakarida berhubungan
erat membentuk struktur khas yang
dinamakan lipopolisakarida.
Sebagian besar antibotik merupakan metabolit sekunder, akan
tetapi ada antibiotik merupakan
metabolit primer, yaitu antibiotik yang
terbentuk selama fase pertumbuhan
eksponensial,
misalnya
antibiotik
polipeptida nisin. Secara garis besar
metabolit yang dihasilkan oleh mikroba
dibagi menjadi 2 golongan yaitu metabolit sekunder dan metabolit primer.
Metabolit primer dihasilkan dalam
proses biokimia yaitu proses anabolik
dan katabolik yang menghasilkan
asimilasi, respirasi, transportasi, dan
diferensiasi. Metabolisme primer yang
terjadi dalam semua sel hampir semuanya memiliki kemiripan baik
prosesnya maupun produk yang terjadi
maupun fungsi biologisnya. Metabolit
sekunder adalah senyawa kimia yang
dihasilkan mikroba, tumbuhan, atau
hewan yang tidak secara langsung
terlibat dalam pertumbuhan, perkembangan, dan reproduksi (Rofiq, 2011).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Telah
ditemukan
dua
isolat
Actinomycetes (ART1 dan ART2)
dari daerah rhizosfer rumput teki
(Cyperus rotundus).
2. Terdapat satu isolat yaitu ART1
yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus dengan diameter zona
hambat sebesar 6 mm sehingga memiliki potensi penghasil antibiotik
dengan kategori lemah.
SARAN
Saran dalam penelitian ini
adalah perlu dilakukan pengukuran
faktor lingkungan yaitu tingkat
kelembaban untuk mengambil daerah
rhizosfer yang akan dilakukan isolasi
Actinomycetes dan melihat perbandingan jumlah isolat Actinomycetes
yang ditemukan pada daerah rhizosfer
rumput teki (Cyperus rotundus) yang
hidup pada daerah yang lembab dan
kering. Selain itu, perlu juga dilakukan
isolasi Actinomycetes endofit pada
umbi rumput teki (Cyperus rotundus)
dan menguji potensinya sebagai
penghasil antibiotik.

DAFTAR PUSTAKA
Ambarwati, 2007. Studi Actinomycetes
yang Berpotensi Menghasilkan
Antibiotik Dari Rhizosfer tumbuhan
putri malu (mimosa pudical.) Dan
kucing-kucingan
(Acalypha
indicaL.). Jurnal Penelitian Sains &
Teknologi, Vol. 8, No. 1, 2007: 1
14
Ambarwati dan Purwani Eni, 2012.
Keanekaragaman
Streptomyces
Yang Berasosiasi Dengan Rizosfer
Jagung (Zea mays). Prosiding
Seminar Nasional IX Pendidikan
Biologi, Vol. 9, No. 1, Juli 2012.
Ambarwati, Tanti A., Langkah S., dan
Subagus W. 2012. Uji Aktivitas
Antifungi Isolat Actinomycetes Yang
Berasosiasi dengan Rhizosfer Padi
(Oriza sativa). Jurnal Kesehatan,
ISSN 1979-7621, Vol. 5, No. 2,
Desember 2012: 139 - 14
Ambarwati,
Sujono,
T.,
A.,
Sembiring, L., dan Wahyuono, S.
2013.
Uji aktivitas antibakteri
isolat actinomycetes dari rizosfer
padi (oryza sativa) terhadap
Salmonella
typhosa
dan
Staphylococcus aureus). Prosiding
Seminar Nasional Biodiversitas.
FMIPA UNS
Arista. 2010. Analisis Sildenafil Sitrat
Pada Obat Tradisional Gali-Gali
dengan Metode Kromatografi Lapis
Tipis.
Tersedia
di
:
http://repository.usu.ac.id. Diakses
10 Januari 2015
Koen, Rizal A. Roksun N., Fintha F.R,
Talitha R.N., dan Laily H. 2012. Uji
Efektifitas Ekstrak Rumput Teki
(Cyperus rotundus) sebagai Permen

Obat Alternatif Pereda Nyeri


Sariawan. Surabaya : Jurusan Biologi
FMIPA, Institut Teknologi Sepuluh
November.

Nurkanto, Arif. 2007. Identifikasi


Aktinomisetes Tanah Hutan Pasca
Kebakaran
Bukit Bangkirai
Kalimantan Timur dan Potensinya
Sebagai Pendegradasi
Selulosa
dan Pelarut Fosfat. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Cibinong.
Volume 8, Nomor 4. Halaman: 314319
Pelczar, M. J. and Chan, E. C. S., 1988.
Dasar-Dasar Mikrobiologi. Alih
Bahasa Hadioetomo, R. S., Imas, T.,
Tjitrosomo, S. S., dan Angka, S. L.,
Jakarta : UI Press.
Pratiwi, Sylvia T. 2008. Mikrobiologi
Farmasi.
Fakultas
Famasi
Universitas Gadjah Mada. Jakarta :
Erlangga
Rahayu, T. 2006. Potensi antibiotik
isolat bakteri rizosfer Terhadap
bakteri
Escherichia
coli
multiresisten. Jurnal Penelitian
Sains & Teknologi, Vol. 7, No. 2,
2006: 81 91. Surakarta : Jurusan
Pendidikan Biologi , UMS.
Rofiq, Sunaryanto. 2011. Isolasi,
Purifikasi,
Identifikasi
Dan
Optimasi
Medium
Fermentasi
Antibiotik Yang Dihasilkan Oleh
Aktinomisetes Laut. Disertasi. Bogor
: Institut Pertanian Bogor.
Roekistiningsih, Hidayat sujuti dan
Bobby L. 2012. Uji ekstrak etanol
rimpang rumput teki (Cyperus
rotundus l.) Sebagai antimicroba
terhadap Escherichia coli secara in

vitro.
Malang
:
Fakultas
Kedokteran, Universitas Brawijaya.
Saraswati, Rasti. Edi Husen, dan
R.D.M
Simanungkalit.
2007.
Metode Analisis Biologi Tanah.
Bogor : Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Sumber Daya Lahan
Pertanian
Safinah. 2008. Optimasi Separasi dan
purifikasi Senyawa Antibiotik Yang
dihasilkan
Oleh
Aktinomiset
Endofit. Jakarta : Fakultas Sains dan
Teknologi UIN Syarif Hidayatullah.
Yusuf, Agusrianto 2012. Isolasi
Actinomycetes
Pada
Tegakan
Rhizophora sp. dan Uji Potensi
Sebagai Penghasil Antibiotika.
Gorontalo : Jurusan Biologi,
FMIPA,
Universitas
Negeri
Gorontalo.
Waluyo, lud. 2007. Mikrobiologi
umum. Malang : UMM Press.

Anda mungkin juga menyukai