Anda di halaman 1dari 14

I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: Tn.H S

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur, TTL

: 41 tahun (Jakarta, 12/09/1975)

Alamat

: Jl. Waringin VI RT12/3 Jakarta Timur

Agama

: Islam

Suku bangsa

: Betawi

Status perkawinan

: Belum menikah

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Penjaga warnet

Nomor RM

: 01.06.18.58

Tanggal masuk RS (IGD) : Kamis, 13 Oktober 2016 pukul 10.45 WIB


II.

ANAMNESIS
Dilakukan secara allo-anamnesis kepada keluarga pasien (ayah dan ibu) pada
Selasa, 18 Oktober 2016 pukul 19.30 WIB di Ruang Perawatan 706,
perawatan hari ke lima.
Keluhan Utama
Pasien mengeluh sakit kepala berputar sejak 6 hari sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih pada hari Kamis, 13 Oktober 2016
pada pukul 10.45 WIB dengan keluhan sakit kepala berputar sejak 6 hari
sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala yang dirasakan juga disertai rasa
mual dan muntah ketika makan ataupun minum, serta nyeri uluh hati. Muntah
yang dialaminya sebanyak 1 kali dalam sehari selama 4 hari. Pasien juga
mengatakan adanya demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit dan
pasien mengeluh badan menjadi lemas. Pasien belum BAB selama 3 hari, dan

BAK normal. Tidak ada keluhan batuk, pilek, kejang, dan penurunan
kesadaran.
Pada hari perawatan ke lima (Selasa, 18 Oktober 2016) orang tua pasien
mengatakan sejak hari perawatan ke tiga pasien sudah tidak mau berbicara,
mata sebelah kiri tidak mau membuka, dan badannya semakin hari semakin
lemas tidak bisa berjalan untuk ke kamar mandi. Lemas lebih dirasakan pada
tangan dan kaki sebelah kiri. Sakit kepala yang dirasakan sudah mulai
berkurang, muntah juga sudah tidak dialami pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit hipertensi


: disangkal
Riwayat penyakit diabetes melitus
: disangkal
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat TB paru dengan pengobatan tuntas selama 9 bulan pada tahun

2000.
Keluhan serupa

: disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit hipertensi


Riwayat penyakit diabetes melitus
Riwayat alergi
Riwayat asma
Riwayat penyakit jantung
Riwayat penyakit stroke
Riwayat penyakit TB

: ayah pasien
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disangkal
: disnagkal

Riwayat Kebiasaan
Pasien bekerja sebagai penjaga warnet namun lebih sering berada di rumah.
Pasien merokok sebanyak 20 batang/hari dan setiap hari mengkonsumsi kopi

hitam 1 cangkir/hari. Kebiasaan mengkonsumsi alkhol dan obat-obat terlarang


tidak diketahui oleh keluarga pasien.
III.

PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal
: Selasa, 18 Oktober 2016 (hari perawatan ke lima)
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Tanda Vital
Tekanan darah

:110/80 mmHg (pemeriksaan di ruangan hari Kamis tanggal

Nadi
Pernapasan
Suhu

18 Oktober 2016)
: 88 x/menit
: 20 x/menit
: 36,7C

Status Generalis
Kulit
: Sawo matang, ikterik (-), sianotik (-)
Kepala
: Normosefali, rambut distribusi merata
Mata
: Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil bulat
anisokor diameter 3/5 mm, refleks cahaya langsung (+/-),
Hidung
Mulut
Leher
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
wheezing (-/-)
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Ekstremitas
Atas
Bawah
Genitalia
Status Neurologis

refleks cahaya tidak langsung (+/-)


: Normal
: Normal
: Deviasi trakea (-), pembesaran KGB (-)
: Tidak tampak iktus kordis
: Tidak teraba iktus
: Tidak dilakukan pemeriksaan
: Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-) gallop (-)
: Bentuk dada simetris saat stasis dan dinamis
: Vokal fremitus simetris pada kedua lapang paru
: Sonor pada kedua lapang paru
: Vesikuler pada kedua lapang paru, ronki kasar (-/-),

: Simetris saat statis dan dinamis


: Bising usus (+) 2x/menit
: Timpani di seluruh regio
: Supel, tidak didapatkan nyeri tekan
: Akral hangat (+/+), oedem (-/-), deformitas (-/-)
: Akral hangat (+/+), oedem (-/-), deformitas (-/-)
: Tidak dinilai

GCS
: E3M2V1
Pupil bulat anisokor diameter 3/5 mm, refleks cahaya langsung (+/-), refleks
cahaya tidak langsung (+/-), refleks kornea (+/+), dolls eye : (-)
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk
Brudzinski I
Brudzinski II
Laseque
Kerniq

:+
:+
:+
: > 700 dan < 700
: > 1350 dam < 1350

Nervus kranialis

Nervus Kranialis
NI

Pemeriksaan
Tes menghidu
Ukuran pupil

Hasil Pemeriksaan
Kanan

Kiri

Tidak dilakukan
Bulat, d : 3mm

Bulat, d : 5mm

Tajam penglihatan
N II

Lapang pandang
Buta warna

Tidak dilakukan

Funduskopi
Kedudukan bola mata
Gerak bola mata
N III, N IV, N VI

Nistagmus

Tidak dapat dilakukan


(pasien tidak kooperatif)

Diplopia
Refleks cahaya
NV

Motorik
Sensorik

RCL (+)

RCL (-)

Tidak dilakukan

Motorik oksipitofrontal
N VII

Motorik orbikularis oculi

Tampak paresis N VII dekstra central

Motorik orbikularis oris


N VIII

Tes pendengaran

Tidak dilakukan

Tes keseimbangan
Pengecapan lidah posterior

N IX, N X

Refleks menelan

Tidak dilakukan

Refleks muntah
N XI

N XII

Mengangkat bahu

Tidak dilakukan

Menoleh
Pergerakan lidah

Tidak dapat dilakukan


(pasien tidak kooperatif)

Disartria

Pemeriksaan motorik
Pemeriksaan
Atrofi
Tonus
Gerakan
involunter
Kekuatan otot
Refleks
fisiologis
Refleks patologis

IV.

Ekstremitas Atas
Normotonus
-

Normotonus
-

Kesan hemiparesis sinista


Bisep/trisep
+/+
+/+
Babinski
Chaddock
Gordon
Oppenheim
Schaefer

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Ekstremitas Bawah
Normotonus
Normotonus
Kesan hemiparesis sinista
Patella/Achilles
+/+
+/+
-

Laboratorium pada tanggal 13 Oktober 2016 saat pasien berada di IGD


RSUD Budhi Asih :
Kesan :
1. Pemeriksaan darah rutin dalam batas normal
2. Pemeriksaan elektrolit didapatkan kadar Natrium yang rendah (126

mmol/L) dan kadar clorida yang rendah (87 mmol/L)


3. Kadar GDS dalam batas normal.
Laboratorium pada tanggal 15 Oktober 2016 saat pasien berada di IGD

RSUD Budhi Asih :


Kesan :
1. Screening anti HIV : non reaktif
2. Tubex Test : 4
Laboratorium pada tanggal 18 Oktober 2016 saat pasien berada di IGD

RSUD Budhi Asih :


1. Kadar LED meningkat (102 mm/jam)
Konsul Dokter Spesialis Paru
Dari hasil foto rontgen thoraks yang lama, dokter spesialis paru
mendiagnosa : Bekas TB paru dd/ TB relaps Pasien saat ini mendapatkan
terapi OAT.

Brain
CT

Scan tanpa kontras pada Selasa, 18 Oktober 2016 di Radiologi RSUD Budhi
Asih

Deskripsi : Lesi hipodens pada batang otak sinistra


Ventrikulomegali, dengan kesan hidrosefalus komunikan.
V.

VI.

DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis klinis
:
Diagnosis topis
:
Diagnosis etiologi :
Diagnosis patologi :
PEMERIKSAAN DI RUMAH SAKIT
Pasien datang ke IGD RSUD Budhi Asih dengan keluhan sakit kepala sejak 6
hari sebelum masuk rumah sakit. Sakit kepala yang dirasakan disertai rasa
berputar. Sakit kepala yang dirasakan juga disertai rasa mual dan muntah
ketika makan ataupun minum, serta nyeri uluh hati. Muntah yang dialaminya
sebanyak 1 kali dalam sehari selama 4 hari. Pasien juga mengatakan adanya
demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit dan pasien mengeluh badan
menjadi lemas. Dilakukan pemeriksaan, kesadaran compos mentis, tekanan
darah 120/80 mmHg, nadi 80x/m, nafas 18 x/m, suhu 38,3 0C dengan nyeri
tekan epigastrium. Untuk penatalaksanaan awal di IGD dilakukan pemasangan

IV line dan pemberian obat injeksi Omeprazol 1 vial (40mg), Parasetamol oral
500 mg, dan pemeriksaan penunjang darah rutin, elektrolit serum dan tubex
test. Pasien didiagnosa suspek demam tifoid. Saat itu Dokter Spesialis
Penyakit Dalam memberikan advice untuk dirawat inap dan diberikan terapi
IVFD RL/8jam, injeksi antibiotik Ceftriaxone 2 x 1gr, Nacl capsul 3x1,
Ondancentron injeksi 3x4gr.
Pada hari ke tiga perawatan, pasien tampak penurunan kesadaran, tidak mau
berbicara, kepala pusing berputar masih dirasakan, mata sebelah kiri tidak bisa
membuka, pada tangan dan kaki kanan menjadi lemah, dan muka menjadi
mencong ke kanan, Dokter Penyakit Dalam menginstruksikan untuk konsul
dengan Dokter Spesialis Saraf. Pada hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran
E3 M6V4, didapatkan pemeriksaan rangsang meningeal dengan kaku kuduk +,
dan paresis nervus VII dektra. Dokter Spesialis saraf memberikan instruksi
untuk pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras, anti HIV, dan konsul ke
dokter Spesialis Paru. Pasien didiagnosa Paresis N VII dektra sentral ec
suspect meningitis TB. Pasien mendapatkan terapi tambahan Dexamethason
injeksi 4 x 10 mg, Neurosanbe plus 3x1, Betahistin 3x6mg, dan capsul racikan
berisi Paracetamol 300mg dan codein 1mg diberikan 2x1(k/p). Hasil konsul
Dokter Spesialis Paru berdasarkan riwayat penyakit dan rontgen thoraks lama
yaitu bekas TB paru dd/ relaps TB paru, suspect meningitis TB. Pasien
mendapatkan terapi OAT :

Rimfapicyn 1x 450mg, INH 1x300mg,

Pirazinamid 1x 1000mg, dan Etambutol 1x1000mg.


Pada hari ke lima perawatan, pasien semakin tampak penurunan kesadran
dengan GCS E3 M4 V1, pupil bulat anisokor dengan diameter 3mm/5mm, kesan
hemiparesis kanan, motrik kesan hemiparesis kanan, dan paresis N III kiri
serta paresis N VII kanan sentral. Pasien didignosa Meningoensefalitis TB.
Tatalaksana medika mentosa yang diberikan selama perawatan adalah IVFD
Nacl 0,9% /8jam : Panamin G = 2 : 1, antibiotik injekji Ceftriaxone 2x1gr,
Ondancentron injeksi 3x4mg, Dexametason injeksi 4x10mg, Streptomicyn
injeksi 1x750mg, Nacl caps 3x1, Levofloxacin 1x500mg, Neurosanbe plus

3x1, Betahistin 3x6mg, Capsul racikan (Paracetamol 300mg + Codein 1 mg)


2x1 (k/p), Clorpromazine 2x25mg, dan OAT : Rimfapicyn 1x 450mg, INH
1x300mg, Pirazinamid 1x 1000mg, dan Etambutol 1x1000mg.

ANALISA KASUS
Dari hasil anamnesis secara auto, dan alloanemnesis, pemeriksaan fisik, serta
pemeriksaan penunjang didapatkan keluhan pasien yaitu terdapat sakit kepala berputar,
mual, muntah, demam, riwayat penyakit TB pada tahun 2000, penurunan kesadaran,
kelemahan pada sisi tubuh sebelah kanan, mata yang tidak bisa membuka (ptosis) sebelah
kiri, paresis N VII perifer kanan, pupil anisokor dengan diameter 3mm/5mm,
pemeriksaan rangsal meningeal +, dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan LED
yang meningkat, hiponatremi, dan hasil CT scan menunjukan adanya lesi hipodens di
batag otak sinistra serta gambaran ventrikulomegali dengan kesan hidrosefalus
komunikan. Diagnosa kerja pada pasien ini adalah Meningoensephalitis Tuberkulosa.

Meningitis adalah penyakit yang disebabkan oleh peradangan pada selaput


pelindung yang menutupi saraf otak dan tulang belakang yang dikenal sebagai
meninges. Ensefalitis merupakan radang parenkim otak yang dapat menimbulkan

disfungsi neuropsikologis difus dan/atau fokal. Ensefalitis pada umumnya


melibatkan parenkim otak, tetapi meningen atau selaput otak juga sering terlibat
sehingga dikenal istilah meningoensefalitis. Etiologi terjadi meningoensefalitis
bisa disebabkan oleh infeksi jamur, virus, dan abkteri.1Pada pasien ini disebakan
oleh bakteri yaitu Mycobacterium Tuberkulosa.
Awal

mula

dari

infeksi

tuberculosis

adalah

masuknya

bakteri

Mycobaterium tuberculosis ke dalam paru-paru melalui droplet. Kemudian bakteri


akan difagosit oleh makrofag aveolar dan bakteri M.tuberculosis akan
berkolonisasi di dalam makrofag aveolar. Kemudian ia akan membentuk suatu
sarang pneumonik, yang disebut fokus primer. Fokus primer ini mungkin timbul
di bagian mana saja dalam paru, namun paling sering pada apeks paru. Kemudian
bakteri tuberculosis akan menyebar secara hematogen maupun limfogen dan
menyebabkan bakteriemia. Bakteri tuberculosis seharusnya tidak bisa otak
dikarenakan adanya blood brain barrier (BBB) namun, M.tuberkulosis akan
menginfeksi sel PMN atau netrofil sehingga bisa menembus BBB dan membuat
focus local pada meningens yang disebut Rich Foci. Setelah beberapa lama
Rich Foci kemudian pecah ke dalam rongga subarachnoid dan menyebabkan
inflamasi meningens yang difus.
Setelah melepaskan bacilus dan materi granulomatosa kedalam
rongga subarachnoid kemudian terbentuk sejumlah eksudat gelatin kental
berwarna putih. Eksudat tersebut sebagian besar akan menempati dasar
otak terutama pada batang otak dan sebagian kecil terdapat pada
permukaan otak. Eksudat ini menyelubungi arteri dan nervus kranialis,
membentuk seperti sumbatan leher botol pada aliran cairan serebrospinal
pada tingkat pembukaan tentorium, yang akan dapat menyebabkan
hidrosefalus serta kelainan pada saraf otak. Saraf otak yang biasanya
terkena pada meningitis tuberkulosis akibat gejala penekanan oleh eksudat
yang kental adalah saraf otak II, III, IV dan VII. Terdapatnya kelainan
pada pembuluh darah seperti vaskulitis, arteritis dan flebitis yang
menimbulkan sumbatan dapat menyebabkan infark otak yang kemudian
akan menyebabkan perlunakan otak.2

Selain itu Vaskulitis

dengan trombosis dan infark


pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi membran
basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini
menyebabkan timbulnya radang obstruksi dan selanjutnya
infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan sekuele
neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di
daerah sekitar arteri cerebri media atau arteri karotis
interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila
infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis.
Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef
Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis
intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada
darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan TIK.

Meningitis tuberkulosa dapat memberikan berbagai macam


komplikasi seperti berikut:

Kelumpuhan saraf otak


Proses patologis pada meningitis tuberkulosa diawali oleh
adanya reaksi hipersensitivitas terhadap pelepasan bakteri
atau antigennya dari tuberkel ke dalam rongga
subarakhnoid. Hal ini menyebabkan terbentuknya eksudat
tebal dalam rongga subarakhnoid yang bersifat difus,
terutama berkumpul pada basis otak. Eksudat berpusat di
sekeliling fossa interpedunkularis, fissure silvii; meliputi
kiasma optikus dan meluas di sekitar pons dan serebelum.
Secara mikroskopis, awalnya eksudat terdiri dari leukosit
polimorfonuklear, eritrosit, makrofag dan limfosit disertai
timbulnya fibroblast dan elemen jaringan ikat. Eksudat yang
tebal ini juga dapat menimbulkan kompresi pembuluh darah
pada basis otak dan penjeratan saraf kranialis. Kelumpuhan
saraf otak yang tersering ialah N VI, diikuti dengan N III, N IV
dan N VII, dan bahkan dapat terjadi pada N VIII dan N II.
Kerusakan pada N II berupa kebutaan, dapat disebabkan
oleh lesi tuberkulosisnya sendiri yang terdapat pada N
Optikus atau karena penekanan pada kiasma oleh eksudat
peradangan atau karena akibat sekunder dari edema papil
atau hidrosefalusnya. Neuropati optic ialah istilah umum
untuk setiap kelainan atau penyakit yang mengenai saraf

optic yang diakibatkan oleh proses inflamasi, infiltrasi,


kompresi, iskemik, nutrisi maupun toksik. Neuropati optic
toksik dapat terjadi karena paparan zat beracun, alcohol,
atau sebagai akibat komplikasi dari terapi medikamentosa.
Gejala klinisnya antara lain adanya penurunan tajam
penglihatan yang bervariasi (mulai dari penurunan tajam
penglihatan yang minimal sampai maksimal tanpa persepsi
cahaya), gangguan fungsi visual berupa kelainan lapang
pandang. Pada pengobatan tuberkulosis dapat terjadi
neuropati optic, yang paling sering karena Etambutol, tetapi
Isoniazid dan Streptomisin juga dapat menyebabkan hal
tersebut.
Kerusakan pada N VIII umumnya lebih sering karena
keracunan obat streptomisinnya dibandingkan karena
penyakit meningitis tuberkulosanya sendiri.

Arteritis
Infiltrasi eksudat pada pembuluh darah kortikal atau
meningel menyebabkan proses inflamasi yang terutama
mengenai arteri kecil dan sedang sehingga menimbulkan
vaskulitis.
Secara mikroskopis, tunika adventitia pembuluh darah
mengalami perubahan dimana dapat ditemukan sel-sel
radang tuberkulosis dan nekrosis perkejuan, kadang juga
dapat ditemukan bakteri tuberkulosis. Tunika intima juga
dapat mengalami transformasi serupa atau mengalami erosi
akibat degenerasi fibrinoid-hialin, diikuti proliferasi sel sub
endotel reaktif yang dapat sedemikian tebal sehingga
menimbulkan oklusi lumen. Vaskulitis dapat menyebabkan
timbulnya spasme pada pembuluh darah, terbentuknya
thrombus dengan oklusi vascular dan emboli yang
menyertainya, dilatasi aneurisma mikotik dengan rupture
serta perdarahan fokal. Vaskulitis yang terjadi menimbulkan
infark serebri dengan lokasi tersering pada distribusi a.
serebri media dan a. striata lateral.

Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan komplikasi yang cukup sering
terjadi dari meningitis tuberkulosa dan dapat saja terjadi
walaupun telah mendapat terapi dengan respon yang baik.
Hampir selalu terjadi pada penderita yang bertahan hidup
lebih dari 4-6 minggu. Hidrosefalus sering menimbulkan

kebutaan dan dapat menjadi penyebab kematian yang


lambat.
Perluasan
inflamasi
pada
sisterna
basal
menyebabkan
gangguan
absorpsi
CSS
sehingga
menyebabkan hidrosefalus komunikans dan dapat pula
terjadi hidrosefalus obstruksi (hidrosefalus non komunikans)
akibat dari oklusi aquaduktus oleh eksudat yang
mengelilingi batang otak, edema pada mesensefalon atau
adanya tuberkuloma pada batang otak atau akibat oklusi
foramen Luschka oleh eksudat.
Hidrosefalus komunikans dan non komunikans dapat terjadi
pada meningitis tuberkulosa. Adanya blok pada sisterna
basalis terutama pada sisterna pontis dan interpedunkularis
oleh eksudat tuberkulosis yang kental menyebabkan
gangguan penyerapan CSS sehingga menyebabkan
hidrosefalus komunikans. Gejalanya antara lain ialah
ataksia, inkontinensia urin dan demensia. Dapat juga terjadi
hidrosefalus
non
komunikans
(obstruktif)
akibat
penyumbatan akuaduktus atau foramen Luschka oleh
eksudat yang kental. Gejala klinisnya ialah adanya tandatanda peningkatan tekanan intracranial seperti penurunan
kesadaran, nyeri kepala, muntah, papiledema, refleks
patologis (+) dan parese N VI bilateral.

Arakhnoiditis
Adalah suatu proses peradangan kronik dan fibrous dari
leptomeningen (arakhnoid dan pia mater). Biasanya terjadi
pada kanalis spinalis. Arakhnoiditis spinal dapat terjadi
karena tuberkulosa, terjadi sebelum maupun sesudah
munculnya gejala klinis meningitis tuberkulosis. Bila
tuberkel
submeningeal
pecah
ke
dalam
rongga
subarakhnoid, akan menyebabkan penimbunan eksudat dan
jaringan
fibrosa
sehingga
terjadi
perlengketan
di
leptomeningen medulla spinalis. Gejala klinis timbul akibat
adanya kompresi local pada medulla spinalis atau
terkenanya radiks secara difus.
Arakhnoiditis spinal paling sering mengenai pertengahan
vertebra thorakalis, diikuti oleh vertebra lumbalis dan
vertebra servikalis. Biasanya perlekatan dimulai dari dorsal
medulla spinalis. Gejala pertama biasanya berupa nyeri
spontan bersifat radikuler, diikuti oleh gangguan motorik
berupa paraplegi atau tetraplegi. Gangguan sensorik dapat
bersifat segmental di bawah level penjepitan. Kemudian

dapat terjadi retensi kandung kemih. Pemeriksaan


penunjang untuk arakhnoiditis dapat dengan mielografi.
Bisa didapatkan blok parsial atau total, dapat juga
memberikan gambaran tetesan lilin.

SIADH (Sindrome Inappropriate Anti Diuretic


Hormon)
SIADH adalah peningkatan anti diuretic hormon (arginine
vasopressin) yang berhubungan dengan hiponatremia tanpa
terjadinya edema maupun hipovolemia. Pengeluaran ADH
tidak sejalan dengan adanya hipoosmolalitas. Pasien diduga
SIADH jika konsentrasi urin > 300 mOsm/kg dan didapatkan
hiponatremi tanpa adanya edema, hipotensi orthstatik, atau
tanda-tanda dehidrasi. Semua penyebab hiponatremi lain
harus sudah disingkirkan.
SIADH merupakan salah satu komplikasi yang sering
ditemukan pada meningitis tuberkulosis. Kemungkinan hal
tersebut terjadi karena reaksi peradangan lebih banyak
pada basis otak atau basil TBC sendiri host response
terhadap organisme penyebab. Terjadi peningkatan produksi
hormon antidiuretik dengan akibat terjadi retensi cairan
yang dapat menimbulkan tanda-tanda intoksikasi cairan.
Kriteria diagnostik :
1.
kadar serum natrium <135 mEq/L
2.
Osmolalitas serum <280 mOsm/L
3.
Kadar natrium urin yang tinggi (biasanya > 18 mEq/L)
4.
Rasio osmolalitas urin/serum meninggi hingga 1,52,5 : 1
5.
Fungsi tiroid, adrenal, dan renal normal
6.
Tidak ditemukan tanda-tanda dehidrasi

Anda mungkin juga menyukai