Anda di halaman 1dari 20

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat-Nyalah
sehingga makalah berjudul Epilepsi ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu.
Terima kasih kami ucapkan kepada pihak pihak yang telah membantu kami
dalam menyusun makalah ini. Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih
belum sempurna. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dari teman
teman yang bersifat membangun.
Demikianlah penulisan makalah kami ini semoga bermanfaat bagi para
pembaca.

Kendari, September 2016

Tim Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Epilepsi merupakan salah satu penyakit neurologis yang utama. Pada dasarnya
epilepsi merupakan suatu penyakit Susunan Saraf Pusat (SSP) yang timbul akibat

adanya ketidak seimbangan polarisasi listrik di otak. Ketidak seimbangan polarisasi


listrik tersebut terjadi akibat adanya fokus-fokus iritatif pada neuron sehingga
menimbulkan letupan muatan listrik spontan yang berlebihan dari sebagian atau
seluruh daerah yang ada di dalam otak. Epilepsi sering dihubungkan dengan
disabilitas fisik, disabilitas mental, dan konsekuensi psikososial yang berat bagi
penyandangnya (pendidikan yang rendah, pengangguran yang tinggi, stigma sosial,
rasa rendah diri, kecenderungan tidak menikah bagi penyandangnya).
Sebagian besar kasus epilepsi dimulai pada masa anak-anak. Pada tahun 2000,
diperkirakan penyandang epilepsi di seluruh dunia berjumlah 50 juta orang, 37 juta
orang di antaranya adalah epilepsi primer, dan 80% tinggal di negara berkembang.
Laporan WHO (2001) memperkirakan bahwa rata-rata terdapat 8,2 orang penyandang
epilepsi aktif di antara 1000 orang penduduk, dengan angka insidensi 50 per 100.000
penduduk. Angka prevalensi dan insidensi diperkirakan lebih tinggi di negara-negara
berkembang.
Epilepsi dihubungkan dengan angka cedera yang tinggi, angka kematian yang
tinggi, stigma sosial yang buruk, ketakutan, kecemasan, gangguan kognitif, dan
gangguan psikiatrik. Pada penyandang usia anak-anak dan remaja, permasalahan
yang terkait dengan epilepsi menjadi lebih kompleks.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit epilepsi?
2. Apa saja jenis- jenis dari penyakit epilepsi ?
3. Bagaimana etiologi dari penyakit epilepsi ?
4. Bagaimana patofisiologi dari penyakit epilepsi ?
5. Bagaimana cara terapi jika seseorang menderita penyakit epilepsi?
6. Bagaimana simatologi gejala penyakit epilepsi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari penyakit epilepsi.
2. Untuk mengetahui jenis- jenis dari penyakit epilepsi.

3.
4.
5.
6.

Untuk mengetahui etiologi dari penyakit epilepsi.


Untuk mengatahui patofisiologi dari penyakit epilepsi.
Untuk mengetahui cara terapi jika seseorang menderita penyakit epilepsi.
Untuk mengetahui simatologi gejala penyakit epilepsi.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Defenisi Epilepsi
Epilepsi merupakan sindrom yang ditandai oleh kejang yang terjadi berulangulang. Diagnose ditegakkan bila seseorang mengalami paling tidak dua kali kejang
tanpa penyebab (Jastremski, 1988).
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang
akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat reversibel (Tarwoto,
2007).
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang
datang dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan

listrik abnormal sel-sel saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi
(Arif, 2000).
Epilepsi adalah sindroma otak kronis dengan berbagai macam etiologi dengan
ciri-ciri timbulnya serangan paroksismal dan berkala akibat lepas muatan listrik
neuron-neuron otak secara berlebihan dengan berbagai manifestasi klinik dan
laboratorik. Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang
berlebihan di sel neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran,
gerakan involunter, fenomena sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan
berbagai gangguan fisik. Epilepsy adalah merupakan sindrom yang ditandai oleh
kejang yang terjadi berulang-ulang. Diagnosa ditegakkan paling tidak dua kali kejang
tanpa penyebab. Bangkitan epilepsi adalah manifestasi gangguan otak dengan
berbagai gejala klinis, disebabkan oleh lepasnya muatan listrik dari neuron-neuron
otak secara berlebihan dan berkala tetapi reversibel dengan berbagai etiologi
(Jastremski, 1988).
B. Jenis Jenis Kejang
Masing masing sentra klinis untuk epilepsi yang menggunakan klasifikasi yang
paling sesuai dengan tujuan mereka. Pemeriksaan elektroensefalografik, MRI,
penilaian klinis, dan anamesis digunakan untuk mengidentifikasi jenis kejang. Kejang
diklasifikasikan sebagai parsial atau generalisata berdasarkan kesadaran utuh atau
lenyap. Kejang dengan kesadaran utuh disebut sebagai kejang parsial. Kejang parsial
dibagi lagi menjadi parsial sederhana (kesadaran utuh) dan parsial kompleks
(kesadaran berubah tetapi tidak hilang). Kejang parsial dimulai disuatu daerah diotak,
biasanya korteks serebrum. Gejala kejang ini bergantung pada lokasi fokus diotak.
Sebagai contoh, apabila fokus terletak dikorteks motorik, maka gejala utama adalah
kedutan otot, sementara, apabila fokus terletak dikorteks sensorik, maka pasien
mengalami gejala gejala sensorik termasuk baal, sensasi seperti ada yang merayap
atau seperti tertusuk tusuk. Kejang sensorik biasanya disertai beberapa gerakan
kronik, karena dikorteks sensorik terdapat beberapa representasi motorik. Gejala
autonom adalah kepucatan, kemerahan, berkeringat dan muntah. Gangguan daya

ingat, disvagia dan deja vu adalah contoh gejala psikis pada kejang parsial. Kita harus
mengamati dengan cermat dimana kejang dimulai karena hal ini dapat memberi
petunjuk tentang lokasi lesi. Sebagian pasein mungkin mengalami perluasan ke
hemisferkontralateral disertai hilangnya kesadaran) (Sylvia,2005).
Lepas muatan kejang pada kejang parsial kompleks (dahulu dikenal sebagai
kejang psikomotor atau lobus temporalis) sering berasal dari lobus temporalis medial
atau frontalis inferior dan melibatkan gangguan pada fungsi serebrum yang lebih
tinggi proses proses pikiran, serta perilaku motorik yang kompleks. Kejang ini
dapat dipicu oleh musik, cahaya berkedip kedip, atau rangsangan lain dan sering
disertai oleh aktivitas motorik repetitif involuntayang terkoordinasi yang dikenal
sebagai perilaku otomatis (automatic behavior). Contoh dari perilaku ini adalah
menarik narik baju meraba raba benda bertepuk tangan, mengecap ngecap bibir
atau mengunyah berulang ulang. Pasien mungkin mengalami perasaan khayali
berkabut seperti mimpi. Pasien tetap sadar selama seragam tetapi umumnya tidak
dapat mengingat apa yang terjadi. Kejang parsial kompleks dapat meluas dan menjadi
kejang generalisata). Kejang generalisata melibatkan seluruh korteks serebrum dan
diensefalon serta dirtandai dengan awitan aktivitas yang bilateral dan simetrik yan
terjadi dikedua hemisfer tanpa tanda tanda kejang berawal sebagai kejang vokal.
Pasien tidak sadar dan tidak mengetahui keadaan sekeliling saat mengalami kejang.
Kejang ini biasanya muncul tanpa aura atau peringatan terlebih dahulu). Kejang
absence (dahulu disebut petit mal) ditandai dengan hilangnya kesadaran secara
singkat, jarang berlangsung lebih dari beberapa titik sebagai contoh, mungkin pasien
tiba tiba menghentikan pembicaraan, menatap kosong, atau berkedip kedip
dengan cepat. Pasien mungkin mengalami satu atau dua kali kejang sebulan atau
beberapa kali sehari. Kejang absence hampir selalu terjadi pada anak, awitan jarang
dijumpai setelah usia 20 tahun. Serangan serangan ini mungkin menghilang satelah
pubertas atau diganti oleh kejang tipe lain, terutam kejang tonik-klonik). Kejang tonik
klonik (dahulu disebut grand mal) adalah kejang epilepsi yang klasik. Kejang tonik
klonik diawali oleh hilangnya kesadaran dengan cepat. Pasien mungkin bersuara

menangis, akibat ekspirasi paksa yang disebabkan oleh spasme toraks atau abdomen.
Pasien kehilangan posisi berdirinya, mengalami gerakan tonik kemudian klonik, dan
inkontinensia urin atau alvi (atau keduanya), disertai disfungsi autonom. Pada fase
tonik, otot otot berkontraksi dan posisi tubuh mungkin berubah. Fase ini
berlangsung beberapa detik) (Sylvia,2005).
C. Etiologi Penyakit Epilepsi
Ditinjau dari etiologi epilepsi dibagi menjadi :
a. Epilepsi idiopatik (penyebab tidak diketahui)
Epilepsi idiopatik ciri-cirinya ialah :

Penyebab tidak diketahui


Terdapat pada sebagian besar pasien
Tidak menunjukkan manifestasi cacat otak atau patologi otak
Tidak mempengaruhi tingkat IQ otak
Faktor genetik lebih berperan
Bangkitan kejang umum sejak dari permulaan serangan
b. Epilepsi simtomatik(penyebab diketahui)
Epilepsi simtomatik
Bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan yaitu :
Intrakranial : anomali kongenital, trauma otak, neoplasma otak, lesi iskhemia,

ensefalopati.
Ekstrakranial : gagal jantung, gangguan pernafasan, gangguan
metabolisme(hipoglekimia, hiperglikemia, uremia), gangguan keseimbangan

elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi(dehidrasi, hidrasi lebih).


D. Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi
pada sinaps. Tiap sel hidup, termasuk neuron-neuron otak mempunyai kegiatan listrik
yang disebabkan oleh adanya potensial membrane sel. Potensial membrane neuron
bergantung pada permeabilitas selektif membrane neuron, yakni membrane sel
mudah dilalui oleh ion K dari ruang ekstraseluler ke intraseluler dan kurang sekali
oleh ion Ca, Na dan Cl, sehingga di dalam sel terdapat kosentrasi tinggi ion K dan
kosentrasi rendah ion Ca, Na, dan Cl, sedangkan keadaan sebaliknya terdapat diruang

ekstraseluler. Perbedaan konsentrasi ion-ion inilah yang menimbulkan potensial


membran) (Sylvia,2005).
Ujung terminal neuron-neuron berhubungan dengan dendrite-dendrit dan
badan-badan neuron yang lain, membentuk sinaps dan merubah polarisasi membran
neuron berikutnya. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi
yang memudahkan depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi
yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah
melepaskan listrik. Diantara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat disebut
glutamate,aspartat dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal
ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis
lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Hal ini misalnya
terjadi dalam keadaan fisiologik apabila potensial aksi tiba di neuron. Dalam keadaan
istirahat, membrane neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam
keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membrane neuron
dan seluruh sel akan melepas muatan listrik) (Sylvia,2005).
Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau
mengganggu fungsi membaran neuron sehingga membrane mudah dilampaui oleh ion
Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan
depolarisasi membrane dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan
terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron
merupakan dasar suatu serangan epilepsy. Suatu sifat khas serangan epilepsy ialah
bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Di duga
inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga
system-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron
tidak terus-menerus berlepasmuatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat
menyebabkan suatu serangan epilepsy terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat
habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak. Secara bagan patofisiologi epilepsi
dibuat sebagai berikut ) (Sylvia,2005):
Membran sel neuron bergantung permeabilitas ion Na+ dan K+
Potensial membran diganggu dan berubah

Sifat semipermiabel berubah


Na+ dan K+ berdifusi melalui membran
Perubahan kadar ion dan perubahan potensial K+ dan Na+
Potensial aksi terbentuk di permukaan sel
Bangkitan epilepsi
E. Cara Terapi Penyakit Epilepsi
Tujuan utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal,
sesuai dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental
yang dimilikinya. Untuk tercapainya tujuan tersebut diperlukan beberapa upaya,
antara lain menghentikan bangkitan (seizure), mengurangi frekuensi bangkitan,
mencegah timbulnya efek samping, menurunkan angka kesakitan dan kematian
serta mencegah timbulnya efek samping dari obat anti epilepsi (OAE).
Umumnya, 70% bangkitan dapat teratasi dengan 1 jenis OAE, sedangkan 30%
sulit diatasi meskipun dengan 3 atau lebih OAE yang kita sebut sebagai epilepsi
refrakter (Wibowo,2001).
- Terapi non farmakologi
1. Pembedahan
Terapi dengan pembedahan dilakukan untuk epilepsi yang susah dikontrol
sehingga mengganggu kehidupan dan kegiatan penderita
2. Diet ketogenik
Diet ketogenik dilakukan dengan mengkonsumsi makanan tinggi lemak
dan rendah karbohidrat serta protein
- Terapi farmakologi
Farmakokinetika obat antiepilepsi: Pada umumnya, sebagian besar obat
antiepilepsi dimetabolisme di hati, kecuali vigabatrin dan gabapentin yang
dieliminasi oleh ekskresi ginjal. Sedangkan untuk fenitoin, mengalami
metabolisme hepar yang tersaturasi.
Obat-obat antiepilepsi ini bekerja pada beberapa tempat dan dibagi menjadi
(Wibowo,2001):
1

Golongan hidantoin

Salah satu obat golongan hidantoin adalah fenitoin.


Farmakodinamika : Fenitoin berefek antikonvulsi tanpa menyebabkan
depresi umum SSP. Dosis toksik menyebabkan eksitasi dan dosis letal
menimbulkan rigiditas deserebrasi. Sifat antikonvulsi fenitoin didasarkan
pada penghambatan penjalaran rangsang dari fokus ke bagian lain di otak.
Efek stabilisasi membran sel oleh fenitoin juga terlihat pada saraf tepi dan
membran sel lainnya yang juga mudah terpacu. Fenitoin mempengaruhi
berbagai sistem fisiologik khususnya konduktans Na+, Ca2+ neuron,
potensial membran, dan neutransmitor norepinefrin, asetilkolin, dan
GABA.
Farmakokinetik: Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam 3-12 jam. Bila
dosis muat (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg, dalam dosis
terbagi antara 8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam waktu 24
jam.
Indikasi: Semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus.
Mekanisme aksi:
Fenitoin berefek stabilisasi pada semua membran neuronal, termasuk
saraf perifer dan mungkin pada membran yang eksitabel (mudah

terpacu) maupun yang tidak eksitabel.


Fenitoin menurunkan aliran ion Na yang tersisa maupun aliran ion yang

mengalir selama aksi potensial atau depolarisasi karena proses khemis.


Pemasukan ion Ca selama depolarisasi berkurang, secara bebas atau

sebagai akibat berkurangnya kadar ion Na intraseluler.


Fenitoin juga dapat menunda aktifasi aliran ion K keluar selama aksi
potensial menyebabkan kenaikan periode refractory dan menurunnya

cetusan ulangan.
Dosis : Untuk dewasa, dosis awal: 3 4 mg/kg BB/hari.
Anak : 4 7 mg/kg/hari
Pemberian dengan cara IV tidak boleh melebihi 50 mg/menit.
Golongan barbiturat
Disamping sebagai hipnotik-sedatif, golongan barbiturat efektif sebagai
obat antikonvulsi dan yang biasa digunakan adalah barbiturat kerja lama

(long acting barbiturates). Yang termasuk dalam golongan ini adalah


fenobarbital dan primidon.
Manfaat terapetik:
Fenobarbital : Merupakan obat antiepilepsi yang efektif namun nonselektif,
toksisitasnya relatif rendah, murah, efektif, dan banyak dipakai. Serangan
tonik-tonik umum (grand mal) dan serangan fokal kortikal
Primidon: efektif untuk semua jenis epilepsi kecuali absence. Efek
antiepilepsi ditimbulkan oleh primidon dan metabolit aktifnya.
Manfaat teaptik dari primidon antara lain: tonik-klonik umum, fokal
kortikal, epilepsi lobus temporalis, tidak efektif terhadap bangkitan
absance, dan kadang-kadang baik untuk pasien muda dengan serangan
mioklonik.

Pengamatan ini memberikan dugaan bahwa kemampuan

antikonvulsan untuk mengurangi penyebaran serangan dapat tergantung


pada potensiasi lintasan inhibisi (hambatan) yang diperkuat selama
pelepasan dari fokus epileptogenik.
Mekanisme aksi obat :
Fenobarbital: Membatasi penyebaran aktivitas serangan dan juga
menaikkan nilai ambang serangan. Antikonvulsan barbiturat, seperti
fenobarbital dan mefobarbital tidak menunjukkan efek yang menyerupai
GABA pada kadar dimana kenaikan respon pasca sinaptik oleh GABA

sebenarnya dapat diamati.


Indikasi: sama dengan fenitoin.
Golongan oksazolidindion
Contoh obat : trimetadion
Manfaat terapetik : untuk serangan abscence yang tidak dapat dengan obat
lain. Kemungkinan toksisitas harus diperhitungkan.
Efek farmakologis :
Dalam laboratorium bersifat protektif terhadap pentilentetrasol dan
terhadap kejang karena elektroshock maksimal(lebih lemah dibanding

fenitoin)
Metabolitnya ialah dimetadion, bersifat aktif jika dibanding induknya

ternyata lebih kuat(potent)


Mampu menaikkan nilai ambang serangan epilepsi

Menurunkan tranmisi pada medulla spinalis selama stimulasi repetitif


tanpa merubah tranmisi impuls tunggal. Dia juga melawan(antagonis)
efek pentilentetrasol pada medulla spinalis
Tidak seperti fenitoin, trimetadion tidak punya efek pada PTP(potensial

pasca tetanik) pada medulla spinalis atau ganglia stellate.


Golongan suksinimid
Contoh obatnya : etoksuksinimid

Obat ini dipakai untuk bangkitan abscence. Efek antikonvulsi pada


binatang sama halnya trimetadion. Proteksi terhadap pentilentetrasol,
akan menaikkan nilai ambang serangan.
Manfaat terapetik : etoksuksimid lebih efektif daripada trimetadion

terhadap bangkitan abscence


Karbamazepin
Termasuk golongan iminostilbenes. Sebagai antiepilepsi, obat ini telah
disepakati di USA sejak tahun 1974. Akan tetapi sebetulnya sejak tahun
1960 telah dipakai untuk neuralgia trigeminal.
Manfaat terapetik : Epilepsi lobus temporalis, sendiri atau kombinasi
dengan bangkitan umum tonik-klonik.
Indikasi : Semua jenis epilepsi kecuali petit mal, neuralgia trigeminus,
profilaksis pada manik depresif.

Golongan benzodiazepin
Manfaat terapetik :
Klonazepam untuk bangkitan absence dan mioklonik pada anak.
Diazepam: obat pilihan (drug of choice) untuk status epileptikus.
Mekanisme aksi obat:

Menekan penyebaran aktivitas bangkitan yang berasal dari fokus


epileptogenik pada kortek, talamus, dan limbik, tetapi tidak

menghilangkan lepas muatan listrk abnormal dari fokus.


Benzodiazepam menaikkan potensi atau efektivitas neurotransmiter

inhibitor GABA.
Asam valproat

Mekanisme aksi obat :


Diduga ada interaksi dengan metabolisme GABA diotak.
Memblokir efek konvulsi dari antagonis GABA.
Mendorong inhibisi post synaptik mediated GABA dari neuron spinal

tanpa mempengaruhi waktu berlangsungnya respon.


Indikasi : Semua jenis epilepsi
Antiepilepsi lain, yaitu fenasemid, penghambat karbonik anhidrase
(asetozolamid), vigabatrin, lamotrigin, gabapentin, topiramat, tiagabin,

zonisamid, levetirasetam.
F. Contoh Kasus Epilepsi
- Kasus:
Riwayat penyakit sekarang:
Anak MM, berusia 12 tahun, telah diperiksakan ke rumah sakit setelah
mengalami beberapa kali serangan kejang yang ditandai dengan kehilangan
kesadaran yang berlangsung selama beberapa detik. Pada saat itu, penderita
secara mendadak berhenti berbicara sejenak dengan pandangan kosong,
kadang kadang mata berkedip kedip dengan cepat. Penderita mendapatkan
serangan demikian satu hingga tiga kali setiap bulannya, dan hal ini sudah
terjadi sejak setengah tahun yang lalu
Riwayat penyakit lainnya :
Selain itu, tiga bulan yang lalu mm didiagnosa juga menderita TBC yang
diterapi dengan

INH dan Rifampicin. Obat TBC yang digunakan bukan

sediaan kombinasi dengan B6, sehingga karena banyaknya obat terkadang ia


tidak meminum vitamin B6 tersebut.Pasien ini juga mengalami stress karena
akan menempuh ujian nasional SD.
-

Analisa Kasus :
Analisa kasus menggunakan metode SOAP ( Subyektif Obyektif Assessment
Planning) :
S
: Pasien mengalamiserangan kejang yang ditandai dengan
kehilangan kesadaran selama beberapa detik, berhentiberbicara

dengan pandangan kosong kadang mata berkedip kedip dengan


O
A
P
-

cepat.
: Kelebihan muatan neuron kortikal
:mengalami stress
:beri obat antiepilepsi

Terapi Farmakologi :
Dari kasus ini, diketahui bahwa pasien mengalami gejala epilepsi jenis
tonik-klonik disertai dengan adanya penyakit TBC. Dengan demikian,
untuk menangani epilepsinya diberikan obat antiepilepsi yang tidak
berinteraksi dengan obat-obat TBC. Obat antiepilepsi tersebut adalah
asam valproat.
Asam valproat merupakan golongan obat tersendiri. Khasiat
antiepilepsi dari derivat asam valerian ini diketemukan secara
kebetulan oleh Meunier tahun 1963 dan dianggap sebagai obat pilihan
pertama pada absences. Dalam kombinasi dengan obat-obat lain juga
efektif pada grand mal dan serangan psikomotor. Mekanisme kerjanya
diperkirakan berdasarkan hambatan enzim yang menguraikan GABA,
sehingga kadar neutransmiter ini di otak meningkat.
Resorpsinya di usus cepat, setelah 15 menit sudah tercapai kadar
plasma maksimal. Presentase pengikatan pada protein 90%, t1/2 nya
10 jam dan diekskresikan sebagai glukuronida, terutama melalui
kemih. Antara kadar plasma dan efek terapi tidak terdapat hubungan
langsung, berbeda dengan antiepilepsi lainnya. Ada indikasi bahwa
pentakaran 1 kali sehari sama efektifnya dengan 2 atau 3 kali sehari.
Perlu diketahui bahwa asam valproat bersifat teratogen pada hewan,

maka tidak boleh diberikan pada wanita hamil.


R/ Asam valproat 20 mg x
Evaluasi obat terpilih :
Contoh resep pengobatan
S.1.d.d. I
R/ Rifampisin 300 mg
xxx
S.1.d.d.I. a.c
R/ Pehadoxin
xxx
S.1.d.d. I. a.c
Pro : An. MM (12 th)

Asam valproat
Indikasi: semua jenis epilepsi
Dosis : Oral semula 3-4 dd 100-150 mg d.c. dari garam natriumnya
(tablet e.c.) untuk kemudian berangsur-angsur dalam waktu 2 minggu
dinaikkan sampai 2-3 dd 300-500 mg, maksimal 3 g sehari. Anak-anak
20-30 mg/kg/sehari. Asam bebasnya memberikan kadar plasma yang 15%
lebih tinggi (lebih kurang sama dengan persentase natrium dalam Navalproat), tetapi lain daripada itu tidak lebih menguntungkan.
ES : Yang sering terjadi adalah gangguan saluran cerna yang bersifat
sementara, adakalanya juga sedasi, ataksia, udema pergelangan kaki dan
rambut rontok (reversibel). Efek lainnya adalah kenaikkan berat badan,
terutama pada remaja putri.
Rifampisin :
Indikasi : bruselosis, legionelosis, infeksi berat stafilokokus dalam
kombinasi dengan obat lain, tuberkulosis, lepra
Dosis :untuk orang dewasa dengan berat badan kurang dari 50 kg ialah
450 mg/hari dan untuk berat badan lebih dari 50 kg ialah 60 mg/hari.
Untuk anak-anak dosisnya 10-20 mg/kgBB per hari dengan dosis
maksimum 600 mg/hari.
ES : Efek samping yang terpenting tetapi tidak sering terjadi adalah
penyakit kuning (icterus), terutama bila dikombinasi dengan INH yang
juga agak toksik bagi hati. Pada penggunaan lama dianjurkan untuk
memantau fungsi hati secara periodik. Obat ini agak sering juga
menyebabkan gangguan saluran cerna seperti mual, muntah, sakit ulu
hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan SSP dan reaksi
hipersensitasi.
Pehadoxin :

Komposisi :Pehadoxin berisi INH 100 mg ( 400mg ), vitamin B6 10 mg


(10mg)/tab (tab forte).
Indikasi : tuberkulosis dalam kombinasi dengan obat lain; profilaksis.
Dosis :dewasa; sehari 3-4x 1 tab forte, anak; sehari 3-4x tab.
ES : pada dosis normal, jarang dan ringan (gatal-gatal dan icterus), tetapi
lebih sering terjadi bila dosis melebihi 400 mg.
Interaksi Obat : rifampisin bila dikombinasikan dengan INH (Pehadoxin)
agak toksik bagi hati.Pada penggunaan lama dianjurkan untuk memantau
fungsi hati secara periodik.
Alasan pemilihan :
Dipilih asam valproat sebagai obat antiepilepsi dikarenakan obat
tersebut tidak memiliki interaksi dengan obat-obat TBC dibandingkan
dengan obat antiepilepsi yang lain dan juga efek samping yang
dihasilkan lebih sedikit (penggunaannya aman). Jadi asam valproat

merupakan drug of choice untuk kasus epilepsi ini.


Dipilih rifampisin dan INH (pehadoxin) sebagai terapi TBC karena
merupakan drug of choice untuk kasus TBC dengan pengobatan lini
kedua fase lanjutan.

KIE :
KIE untuk penggunaan obat antiepilepsi asam valproat sediaan tablet:
Minumlah tablet dengan air putih, jangan susu, dan telanlah tanpa
mengunyah, memecahkan atau menggerusnya. Hal ini untuk mencegah
agar tidak merusak salut khusus untuk perlindungan terhadap iritasi

lambung.
Asam valproat boleh diminum bersama makanan atau cemilan untuk

mengurangi gangguan pada saluran cerna.


Obat ini harus digunakan tepat seperti yang telah ditentukan oleh
dokter untuk mencegah timbulnya kejang atau kemungkinan muncul
efek samping.

Jika obat terlewatkan, dan jadwal minum obat adalah satu dosis per
hari, maka minumlah dosis yang terlupa sesegera mungkin. Tetapi jika
belum diminum sampai keesokan harinya, minumlah 1 dosis tersebut
sesuai jadwal semula. Dosis jangan didobel (diminum 2 dosis

sekaligus).
Untuk penyimpanan, jauhkan dari jangkauan anak-anak, simpanlah

ditempat yang terlindung dari api atau cahaya.


KIE untuk penggunaan obat TBC sediaan tablet:
Antibiotik diminum sampai habis.
Pengobatan TBC ( INH) tidak boleh putus atau berhenti di tengah

jalan, 6 bulan pengobatan tanpa putus.


Jadwal minum obat adalah 3 kali seminggu, jadi untuk meminumnya
harus teratur. Jika obat dimunum pada pagi hari maka dihari
berikutnya harus diminum pada pagi hari lagi (alasan: karena
berhubungan dengan kadar obat dalam darah).

Monitoring dan Evaluasi


Obat antiepilepsi :
Monitoring :
1
2
3
4
5
6
7
8

Tentukan diagnosis dan jenis epilepsi.


Perhatikan obat-obat pilihan.
Pahami farmakologi masing-masing obat antiepilepsi.
Selalu mulai dengan monofarmasi/monoterapi.
Terapi polifarmasi dapat diberikan bila memang dibutuhkan.
Bila perlu pantau kadar obat dalam darah.
Pantau adanya alergi/hipersensitifitas dan efek samping obat.
Kendalikan semua faktor pencetus bangkitan.

Evaluasi :
Evaluasi terhadap hasil terapi, meliputi:
1

Rentang kadar terapetik secara perseorangan harus ditetapkan untuk


masing-masing pasien.

Pasien harus secara terus-menerus (kronis) dipantau mengenai kontrol


terhadap kejang, kemungkinan efek samping obat, pranata sosial,

interaksi obat, kepatuhan, kualitas obat dan toksisitas obat.


Skrining terhadap gangguan neuropsikiatrik juga penting. Respon klinis
lebih penting dibandingkan dengan kadar obat dalam serum. Pasien harus
diminta untuk mencatat tingkat keparahan dan kekerapan (frekuensi)
kejang dalam catatan harian khusus kejang.

Obat TBC:
Monitoring :
1

Perhatikan riwayat pengobatan pasien, apakah masih lini pertama, lini


pertama fase lanjutan, lini kedua, atau yang lainnya. Hal ini penting untuk

2
3
4
5
6

menentukan terapi farmakologi pasien.


Perhatikan obat-obat pilihan.
Pahami farmakologi masing-masing obat TBC.
Bila perlu pantau kadar obat dalam darah.
Pantau adanya alergi/hipersensitifitas dan efek samping obat.
Pantau fungsi hati secara periodik.

Evaluasi :
Evaluasi terhadap hasil terapi, meliputi:
1

Rentang kadar terapetik secara perseorangan harus ditetapkan untuk

masing-masing pasien.
Pasien harus secara terus-menerus (kronis) dipantau mengenai kontrol
terhadap fungsi hati, kemungkinan efek samping obat, pranata sosial,
interaksi obat, kepatuhan, kualitas obat dan toksisitas obat.

BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Epilepsi adalah suatu gejala akibat cetusan pada jaringan saraf yang
berlebihan dan tidak beraturan, Cetusan tersebut dapat melibatkan sebagian
kecil otak(serangan parsial atau fokal) atau yang lebih luas pada kedua
hemisfer otak (serangan umum).
Patologi epilepsi :
Membran sel neuron bergantung permeabilitas ion Na+ dan K+
Potensial membran diganggu dan berubah
Sifat semipermiabel berubah
Na+ dan K+ berdifusi melalui membran
Perubahan kadar ion dan perubahan potensial K+ dan Na+
Potensial aksi terbentuk di permukaan sel

Bangkitan epilepsi
Kasus penyakit pasien MM adalah epilepsi dengan disertai penyakit TBC.
Jenis epilepsi pada kasus tersebut adalah tonik-klonik dengan gejala pasien
kehilangan kesadaran disertai dengan adanya gerakan kedipan mata.
Terapi farmakologi yang digunakan yaitu asam valproat sebagai drug of
choice untuk penanganan epilepsi tonik-klonik dan kombinasi rifampisin +

pehadoxin (INH) sebagai drug of choice untuk penanganan lini pertama


fase lanjutan TBC.
Terapi non-farmakologinya adalah diet ketogenik (diet konsumsi
karbohidrat dan protein).

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia.
Elin, dkk. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT ISFI Penerbitan.
Elizabeth, J.Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit : EGC,
Jakarta.
http://www.pitikkedu.net/2013/04/jenis-gejala-epilepsi.html
http://www.scribd.com/doc/86366231/PATOFISIOLOGI-EPILEPSI
IAI. 2011. ISO Indonesia. Jakarta: PT ISFI Penerbitan.
Mansjoer,Arief.2000.Kapita Selekta Kedokteran edisi ketiga.Jakarta: Media
Aesculapius.
Marpaung,Vera.2003. Depresi Pada Penderita Epilepsi Umum Dengan Kejang
Tonik Klonik Dan Epilepsi Parsial Sederhana.Sumatra Utara:Fakultas
Kedokteran : USU.
Price, A Sylvia.2005.Patofisiologi Volume kedua.Jakarta : EGC.
Wibowo,S., Abdul G. 2001. Farmakoterapi dalam Neurologi. Jakarta: Salemba
Medika.
Tjay, HT., Kirana R. 2007. Obat-obat Penting. Edisi keenam. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
www.scribd.com/doc/119050303/3/terapi non farmakologi
www.scridb.com/doc/39746285/makalah-epilepsi

Anda mungkin juga menyukai