Anda di halaman 1dari 44

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 latar Belakang
Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena
metabolisme tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap
stressor fisiologis dan lingkungan. Cairan dan elektrolit saling berhubungan,
ketidakseimbangan yang berdiri sendiri jarang terjadi dalam bentuk kelebihan atau
kekurangan (Tarwoto, Wartonah, 2006). Kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan
cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi sistem organ tubuh terutama ginjal.
Untuk mempertahankan cairan dan elektrolit dalam keadaan seimbang maka
pemasukan harus cukup sesuai dengan kebutuhan. Prosedur pemenuhan
kebutuhan cairan dan elektrolit dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan
melalui pemberian cairan per oral atau intravena. Pemberian cairan melalui infus,
tidakan keperawatan ini dilakukan pada klien yang memerlukan masukan cairan
melalui intravena. Pemberian cairan infus dapat diberikan pada pasien yang
mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi yang berat. (A. Aziz Alimul Hidayat,
2004). Terdapat beberapa komplikasi dari pemasangan infus dan salah satunya
yaitu flebitis. Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi
kimia maupun mekanik. Flebitis adalah iritasi vena oleh alat intravena, obatobatan, dan atau infeksi. (Weinstein, Sharon M, 2005). Faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap flebitis meliputi komplikasi cairan atau obat yang
diinfuskan (terutama pH dan tonisitasnya), ukuran dan tempat kanula dimasukkan,
pemasangan jalur intra vena yang tidak sesuai, dan masuknya mikroorganisme
pada saat penusukan. Tanda dan gejala flebitis adalah nyeri yang terlokalisasi,
pembengkakan, kulit kemerahan timbul dengan cepat di atas vena, pada saat
1

diraba terasa hangat dan panas tubuh cukup tinggi. Insiden flebitis meningkat
sesuai dengan lamanya pemasangan jalur intravena, (Darmawan iyan, 2008,
diakses dari : www.otsuka.co.id).
Jumlah kejadian flebitis menurut Distribusi Penyakit Sistem Sirkulasi
Darah Pasien Rawat Inap, Indonesia Tahun 2006 berjumlah 744 orang (17,11%),
(Depkes, RI, 2006). Dari pengumpulan data tanggal 1 februari 2012 di Zal A
RSUD Dr. H. Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan. Pada bulan januari
terdapat 185 pasien yang terpasang infus, dari 20 pasien perhari rata-rata 5 pasien
mengalami flebitis. Dari data tersebut dan pengalaman praktek di rumah sakit
menunjukan bahwa masih minimnya pemantauan terapi intravena yang dapat
menyebabkan terjadinya flebitis di Zal A.
Secara sederhana flebitis berarti peradangan vena. Flebitis berat hampir
selalu diikuti bekuan darah, atau trombus pada vena yang sakit. Banyak faktor
telah dianggap terlibat dalam patogenesis flebitis, antara lain: faktor-faktor kimia
seperti obat atau cairan yang iritan, faktor-faktor mekanis seperti bahan, ukuran
kateter, lokasi dan lama kanulasi serta agen infeksius. Faktor pasien yang dapat
mempengaruhi angka flebitis mencakup, usia, jenis kelamin dan kondisi dasar
(yakni. diabetes melitus, infeksi, luka bakar). Suatu penyebab yang sering luput
perhatian adalah adanya mikropartikel dalam larutan infus dan ini bisa dieliminasi
dengan penggunaan filter (Darmawan,2008). Obat yang dimasukkan melalui infus
juga mempengaruhi kejadian flebitis. Mikropartikel yang terbentuk bila partikel
obat tidak larut sempurna dalam pencampuran juga merupakan faktor kontribusi
terhadap flebitis. Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang
hebat, antara lain Antibiotik, KaliumKlorida, Vancomycin, Amphotrecin B,

Cephalosporins, Diazepam, Midazolamdan banyak obat kemoterapi (Darmawan,


2008). Flebitis dapat menyebabkan trombus yang selanjutnya menjadi
tromboflebitis, perjalanan penyakit ini biasanya jinak, tapi walaupun demikian
jika trombus terlepas dan kemudian diangkut kealiran darah dan masuk jantung
maka dapat menimbulkan seperti katup bola yang menyumbat atrioventikular
secara mendadak dan menimbulkan kematian (Darmawan iyan, 2008, diakses dari
: www.otsuka.co.id).
Belajar dari masalah di atas, dapat dilihat dampak yang terjadi dari infeksi
yang diakibatkan pemasangan infus adalah flebitis dan banyak sekali factor yang
menyebabkan terjadinya flebitis. Sehingga perlu di adakan upaya untuk
mengurangi angka kejadian flebitis dengan jalan melakukan penanganan segera
pada pasien yang mengalami flebitis dan berupaya mencegah flebitis itu timbul
kembali dengan melihat factor penyebab flebitis. Dengan latar belakang di atas,
maka

perlu

dilakukan

penelitian

tentang

Analisis

Faktor-Faktor

yang

Mempengaruhi Terjadinya Flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.


Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah diatas dapat dirumuskan masalah panelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah hubungan antara jenis obat yang dimasukkan melalui
infuse dengan kejadian flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan ?

2. Bagaimanakah hubungan antara lokasi pemasangan infus dengan kejadian


flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet Martodirjo
Kabupaten Pamekasan?
3. Bagaimanakah hubungan antara lama pemasangan kanula dengan kejadian
flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet Martodirjo
Kabupaten Pamekasan ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya
flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet Martodirjo
Kabupaten Pamekasan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi jenis obat yang dimasukkan melalui infus yang
mempengaruhi terjadinya flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum
Daerah Dr. H. Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan.
2. Mengidentifikasi lokasi pemasangan infus yang mempengaruhi
terjadinya flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan.
3. Mengidentifikasi lama pemasangan kanula yang mempengaruhi
terjadinya flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan gambaran dan masukan mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. H. Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan, sehingga pemberi
pelayanan keperawatan dapat mempertahankan dan meningkatkan
Standart Operating Prosedur khususnya untuk pemasangan intravena.
Membantu mengurangi dan meminimalkan resiko terjadinya flebitis
dan komplikasinya pada pemasangan infus.
1.4.2 Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian
mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya serta
memberikan pandangan tentang kenyataan yang terjadi di lahan klinik.
1.4.3 Bagi Responden
Membantu mengurangi dan meminimalkan resiko terjadinya
flebitis dan komplikasinya pada pemasangan infus.
1.4.4 Bagi Akademis
Peneliti mampu melakukan penelitian yang diperlukan dalam
penyelesaian

tugas akademis dan mengetahui penatalaksnaan

pemberian obat melalui infus yang baik.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Terapi Intravena (infus)
2.1.1 Pengertian
Pemberian cairan melalui infus merupakan tindakan keperawatan
yang dilakukan dengan cara memasukan cairan melalui intravena dengan
bantuan infus set, bertujuan memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit serta
sebagai tindakan pengobatan dan pemberian makanan (A. Aziz Alimul
Hidayat, 2006). Tindakan keperawatan ini dilakukan pada klien yang
memerlukan masukan cairan melalui intravena. Pemberian cairan infus dapat
diberikan pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan atau nutrisi yang
berat. Tindakan ini membutuhkan kesterilan mengingat langsung berhubungan
dengan pembuluh darah. Pemberian cairan melalui infus dengan memasukan
ke dalam vena (pembuluh darah pasien) di anaranya vena lengan (vena
sefalika, basilika dan mediana kubiti), pada tungkai (vena safena), atau vena
yang ada dikepala, seperti vena temporalis frontalis (khusus anak-anak). Selain
pemberian infus pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami pengeluaran cairan, juga dapat
dilakukan pada pasien syok, intoksikasi berat, prebedah dan pascabedah,
sebelum tranfusi darah, atau pasien yang membutuhkan pengobatan tertentu
(A. Aziz Alimul Hidayat, 2004).

2.1.2 Tujuan Utama Terapi Intravena


6

Menurut

Hidayat (2008), tujuan utama

terapi

intravena adalah

mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit,


vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral,
mengoreksi dan mencegah gangguan cairan dan elektrolit, memperbaiki
keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah, menyediakan medium
untuk pemberian obat intravena, dan membantu pemberian nutrisi parenteral.
2.1.3 Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena
a. Keuntungan:
1) Efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke
tempat target berlangsung cepat.
2) Absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebi
dapat diandalkan.
3) Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat
dipertahankan maupun dimodifikasi.
4) Rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular
atau subkutan dapat dihindari.
5) Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena
molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus
gastrointestinalis.

b. Kerugian
1) Tidak bisa dilakukan drug Recall dan mengubah aksi obat tersebut
sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi.

2) Kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan speed


Shock
3) Komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu:
a) Kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam
periode tertentu.
b) Iritasi Vaskular, misalnya flebitis kimia.
c) Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan
(Darmawan,2008).
2.1.4 Prosedur Pemasangan Terapi Intravena
Prosedur pemasangan terapi intravena menurut (A. Aziz Alimul Hidayat,
2004).
a. Alat dan bahan :
1) Standar infus.
2) Infus set.
3) Cairan sesuai dengan kebutuhan pasien.
4) Jarum infus / abocath atau sejenisnya sesuai dengan ukuran.
5) Pengalas.
6) Tourniquet / pembendung.
7) Kapas alkohol 70%.
8) Plester.
9) Gunting.
10) Kasa steril.

11) Betadine.
12) Sarung tangan.
b. Prosedur kerja
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Hubungkan cairan dan infus set dengan menusukan ke dalam botol infus
(cairan).
4) Isi cairan ke dalam infus set dengan menekan bagian ruang tetesan hingga
ruangan tetesan terisi sebagian dan buka penutup hingga selang terisi dan
udaranya keluar.
5) Pengalas.
6) Lakukan pembendungan dengan tourniquet.
7) Gunakan sarung tangan.
8) Desinfeksi daerah yang akan ditusuk.
9) Lakukan penusukan dengan arah jarum ke atas.
10) Cek apakah sudah mengenai vena (cirinya adalah darah keluar melalui
jarum infus / abocath).
11) Tarik jarum infus dang hubungkan dengan selang infus.
12) Buka tetesan.

10

13) Lakukan desinfeksi dengan betadine dan tutup dengan kasa steril.
14) Beri tanggal dan jam pelaksnaan infus pada plester.
2.1.5 Standar Operasional Prosedur Pemasangan Terapi Intravena (Infus)
Menurut Perry dan Potter (2005), pemasangan infus yang benar dapat
mengurangi flebitis. Prosedur pemasangan terapi intravena yaitu :
a. Tentukan lokasi pemasangan, sesuaikan dengan keperluan rencana
pengobatan, punggung tangan kanan / kiri, kaki kanan / kiri, 1 hari / 2
hari.
b. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik.
c. Lencangkan kulit dengan memegang tangan / kaki dengan tangan kiri,
siapkan intravena kateter di tangan kanan.
d. Tusukkan jarum sedistal mungkin dari pembuluh vena dengan lubang
jarum menghadap keatas, sudut tusukan 30-40 derajat arah jarum
sejajar arah vena, lalu dorong.
e. Bila jarum masuk ke dalam pembuluh vena, darah akan tampak masuk
kedalam bagian reservoir jarum
f. Pisahkan bagian jarum dari bagian kanul dengan memutar bagian
jarum sedikit. Lanjutkan mendorong kanul kedalam vena secara
perlahan sambil diputar sampai seluruh kanul masuk.
g. Cabut bagian jarum seluruhnya perhatikan apakah darah keluar dari
kanul, tahan bagiann kanul dengan ibu jari kiri.

11

h. Hubungkan kanula dengan

transfusion set. Buka saluran infus

perhatikan apakah tetesan lancer. Perhatikan apakah lokasi penusukan


membengkak, menandakan elestravasasi cairan sehingga penusukan
harus diulang dari awal.
i. Bila tetesan lancar, tak ada ekstravasasi lakukan fiksasi dengan plester
dan pada bayi / balita diperkuat dengan spalk.
j. Kompres dengan kasa betadine pada lokasi penusukan.
k. Atur tetesan infus sesuai instruksi.
l. Laksanakan proses administrasi, lengkapi berita acara pemberian infus.
Catat jumlah cairan masuk dan keluar, catat balance cairan selama 24
jam setiap harinya, catat dalam perincian harian ruangan. Bila sudah
tidak diperlukan lagi, pemasanggan infus dihentikan.
2.1.6 Perawatan Intravena (Infus)
Perawatan infus merupakan tindakan yang dilakukan dengan mengganti
balutan/plester pada area insersi infus (Perry dan Potter, 2005). Frekuensi
penggantian balutan ditentukan oleh kebijakan institusi. Dahulu penggantian
balutan dilakukan setiap hari, tapi saat ini telah dikurangi menjadi setiap 48
sampai 72 jam sekali, yakni bersamaan dengan penggantian daerah
pemasangan

IV

(Gardner,

2006).

Tujuan

perawatan

infus

yaitu

mempertahankan tehnik steril, mencegah masuknya bakteri ke dalam aliran


darah, pencegahan/meminimalkan

timbulnya infeksi, dan memantau area

insersi. Menurut Perry dan Potter (2005), prosedur perawatan infus yaitu :

12

a. Pakai sarung tangan sekali pakai.


b. Lepaskan balutan trasparan searah dengan arah pertumbuhan rambut
klien atau lepaskan plester dan kasa balutan yang lama selapis demi
selapis. Untuk kedua balutan trasparan dan balutan kasa, biarkan
plester memfiksasi jarum IV atau kateter tetap di tempat.
c. Hentikan infus jika terjadi flebitis, infiltrasi, bekuan, atau ada instruksi
dokter untuk melepas.
d. Apabila infus mengalir dengan baik, lepaskan plester yang memfiksasi
jarum dan kateter. Stabilkan jarum dengan satu tangan.
e. Gunakan pinset dan kasa untuk membersihkan dan mengangkat sisa
plester.
f. Bersihkan tempat insersi dengan gerakan memutar dari dalam kearah
luar dengan menggunakan yodium povidon.
g. Pasang plester untuk fiksasi.
h. Oleskan salep atau yodium povidon di tempat insersi infuse.
i. Letakkan kasa kecil diatas salep/yodium povidon.
j. Tutup kasa dengan plester.
k. Tulis tanggal dan waktu penggantian balutan.
l. Bereskan alat-alat yang telah digunakan.
m. Lepas sarung tangan dan cuci tangan.

13

n. Kaji kembali fungsi dan kepatenan infus.


o. Kaji respon klien.
p. Dokumentasikan waktu penggantian balutan, tipe balutan, kepatenan
sistem IV, kondisi daerah vena, respon klien.
2.1.7 Komplikasi
a. Flebitis
Inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Kondisi ini dikarakteristikkan dengan adanya daerah yang
memerah dan hangat di sekitar daerah insersi/penusukan atau sepanjang
vena, nyeri atau rasa lunak pada area insersi atau sepanjang vena, dan
pembengkakan.
b. Infiltrasi
Infiltrasi terjadi ketika cairan IV memasuki ruang subkutan di
sekeliling tempat pungsi vena. Infiltrasi ditunjukkan dengan adanya
pembengkakan (akibat peningkatan cairan di jaringan), palor (disebabkan
oleh sirkulasi yang menurun) di sekitar area insersi, ketidaknyamanan
dan penurunan kecepatan aliran secara nyata. Infiltrasi mudah dikenali
jika tempat penusukan lebih besar daripada

tempat yang sama di

ekstremitas yang berlawanan. Suatu cara yang lebih dipercaya untuk


memastikan infiltrasi adalah dengan memasang torniket di atas atau di
daerah proksimal dari tempat pemasangan infus dan mengencangkan

14

torniket tersebut secukupnya untuk menghentikan aliran vena. Jika infus


tetap menetes meskipun ada obstruksi vena, berarti terjadi infiltrasi.
c. Iritasi vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri selama diinfus, kemerahan pada
kulit di atas area insersi. Iritasi vena bisa terjadi karena cairan dengan pH
tinggi, pH rendah atau osmolaritas yang tinggi (misal:

phenytoin,

vancomycin, eritromycin, dan nafcillin).


d. Hematoma
Hematoma terjadi sebagai akibat kebocoran darah ke jaringan di
sekitar area insersi. Hal ini disebabkan oleh pecahnya dinding vena yang
berlawanan selama penusukan vena, jarum keluar vena, dan tekanan yang
tidak sesuai yang diberikan ke tempat penusukan setelah jarum atau
kateter dilepaskan. Tanda dan gejala hematoma yaitu ekimosis,
pembengkakan segera pada tempat penusukan, dan kebocoran darah pada
tempat penusukan.

e. Tromboflebitis
Tromboflebitis

menggambarkan

adanya

bekuan

ditambah

peradangan dalam vena. Karakteristik tromboflebitis adalah adanya nyeri


yang terlokalisasi, kemerahan, rasa hangat, dan pembengkakan di sekitar
area insersi atau sepanjang vena, imobilisasi ekstremitas karena adanya

15

rasa tidak nyaman dan pembengkakan, kecepatan aliran yang tersendat,


demam, malaise, dan leukositosis.
f. Trombosis
Trombosis ditandai dengan nyeri, kemerahan, bengkak pada vena,
dan aliran infus berhenti. Trombosis disebabkan oleh injuri sel endotel
dinding vena, pelekatan platelet.
g. Occlusion
Occlusion ditandai dengan tidak adanya penambahan aliran ketika
botol dinaikkan, aliran balik darah di selang infus, dan tidak nyaman
pada area pemasangan/insersi. Occlusion disebabkan oleh gangguan
aliran IV, aliran balik darah ketika pasien berjalan, dan selang diklem
terlalu lama.
h. Spasme vena
Kondisi ini ditandai dengan nyeri sepanjang vena, kulit pucat di
sekitar vena, aliran berhenti meskipun klem sudah dibuka maksimal.
Spasme vena bisa disebabkan oleh pemberian darah atau cairan yang
dingin, iritasi vena oleh obat atau cairan yang mudah mengiritasi vena
dan aliran yang terlalu cepat.
i. Reaksi vasovagal

16

Digambarkan dengan klien tiba-tiba terjadi kollaps pada vena,


dingin, berkeringat, pingsan, pusing, mual dan penurunan tekanan darah.
Reaksi vasovagal bisa disebabkan oleh nyeri atau kecemasan.
j. Kerusakan syaraf, tendon dan ligament
Kondisi ini ditandai oleh nyeri ekstrem, kebas/mati rasa, dan
kontraksi otot. Efek lambat yang bisa muncul adalah paralysis, mati rasa
dan deformitas. Kondisi ini disebabkan oleh tehnik pemasangan yang
tidak tepat sehingga menimbulkan injuri di sekitar syaraf, tendon dan
ligament.
2.1.8 Pencegahan Komplikasi Pemasangan Terapi Intravena
Menurut Hidayat (2008), selama

proses pemasangan infus perlu

memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu :


a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru.
b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda
infeksi.
c. Observasi tanda / reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain.
d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan.
e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir.
f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum
infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus.

17

g. Bersihkan lokasi penusukan dengan anti septik. Bekas-bekas plester


dibersihkan memakai kapal alkohol atau bensin (jika perlu).
h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan, dan gunakan tehnik
sterilisasi dalam pemasangan infuse.
i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang
telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil.
j. Mengatur

ketepatan

aliran

dan

regulasi

infus

dengan

tepat.

Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan


millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit.
2.2 Konsep Flebitis
2.2.1 Pengertian
Flebitis adalah iritasi vena oleh alat intravena, obat-obatan, dan atau
infeksi (Weinstein, Sharon M, 2005). Flebitis merupakan inflamasi vena yang
disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan
oleh komplikasi dari terapi intravena, flebitis dikarateristikkan dengan adanya
dua atau lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan terba mengeras di
bagian vena yang terpasang kateter intra vena. Flebitis dapat menyebabkan
trombus yang selanjutnya menjadi tromboflebitis, perjalanan penyakit ini
biasanya jinak, tapi walaupun demikian jika trombus terlepas dan kemudian
diangkut kealiran darah dan masuk jantung maka dapat menimbulkan seperti
katup

bola

yang

menyumbat

atrioventikular

menimbulkan kematian (www.otsuka.co.id).

secara

mendadak

dan

18

2.2.2 Skala Flebitis


Menurut Dougherty, dkk (2010), skala flebitis dibagi menjadi enam
sepertiterlihat dalam tabel 2.1

19

Tabel 2.1 : Visual Infusion Phlebitis score, Sumber : Dougherty, dkk (2010)
Skor Visual Flebitis

Tempat suntikan tampak


Sehat
Salah satu dari berikut
jelas:
1. Nyeri pada tempat
suntikan
2. Eritema pada tempat
Suntikan
Dua dari berikut jelas :
1. Nyeri
2. Eritema
3. Pembengkakan
Semua dari berikut jelas :
1. Nyeri sepanjang kanula
2. Eritema
3. Indurasi
Semua dari berikut jelas :
1. Nyeri sepanjang kanula
2. Eritema
3. Indurasi
4. Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas :
1. Nyeri sepanjang kanula
2. Eritema
3. Indurasi
4. Venous cord teraba
5. Demam

VIP
Score

Visual Infusion
Phlebitis score

Tak ada tanda


flebitis
Observasi kanula

1.Terjadi flebitis

Mungkin tanda
dini flebitis :
Observasi kanula

2. Tidak terjadi

Keterangan:

(skala 1-5)

flebitis (skala 0)

2.2.3 Faktor-faktor
2

Stadium dini
flebitis :
Ganti tempat
kanula

Penyebab Flebitis
Menurut
Darmawan (2008),

Stadium moderat
flebitis :
1. Ganti Kanula
2. Pikirkan terapi

penyebab

flebitis

adalah

flebitis

Stadium lanjut
atau awal
tromboflebitis :
1. Ganti Kanula
2. Pikirkan terapi
Stadium lanjut
tromboflebitis :
1. Lakukan
2. Ganti kanula

dan bakterial.

kimia,
flebitismekanis

a.

Flebitis

Kimia

1) Jenis cairan infus


PH dan osmolaritas cairan infus yang ekstrem selalu diikuti
risiko flebitis tinggi. PH larutan dekstrosa berkisar antara 3-5,
dimana keasaman diperlukan untuk mencegah karamelisasi
dekstrosa selama proses sterilisasi autoklaf, jadi larutan yang

20

mengandung glukosa, asam amino dan lipid yang digunakan dalam


nutrisi parenteral bersifat lebih flebitogenik dibandingkan normal
saline.
2) Jenis obat yang dimasukan melalui infus
Obat suntik yang bisa menyebabkan peradangan vena yang
hebat, antara lain Kalium Klorida, Vancomycin, Amphotrecin B,
Cephalosporins,

Diazepam,

Midazolam

dan

banyak

obat

kemoterapi. Larutan infus dengan osmolaritas > 900 mOsm/L


harus diberikan melalui vena sentral. Mikropartikel yang terbentuk
bila partikel obat tidak larut sempurna dalam pencampuran juga
merupakan faktor kontribusi terhadap flebitis. Jadi, jika diberikan
obat intravena masalah bisa diatasi dengan penggunaan filter
sampai 5 m. Jenis obat obatan yang bisa di berikan melalui
infus antara lain seperti: Golongan antibiotik (Ampicicilin,
amoxcicilin, clorampenicol, dll) ,antidiuretic (furosemid, lasix dll)
antihistamin atau setingkatnya (Adrenalin, dexamethasone ,
dypenhydramin). Karena kadar puncak obat dalam darah perlu
segera dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan
langsung kepembuluh balik / vena). Peningkatan cepat konsentrasi
obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami
hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes
mellitus. Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian
antibiotik melalui infus / suntikan, namun perlu diingat bahwa
banyak antibiotik memiliki bioavalaibilitas oral yang baik, dan
mampu mencapai kadar adekuat dalam darah untuk membunuh

21

bakteri. Dalam pemberian antibiotik melalui IV perlu diperhatikan


dalam pencampuran serbuk antibiotik tersebut, hal ini untuk
menghindari terjadinya komplikasi seperti tromboflebitis karena
kepekatan dantidak tercampurnya obat secara baik. Biasanya untuk
mencampur serbuk antibiotik / obat-obat yang lain yang diberikan
secara IV adalah cairan aquades dengan perbandingan 4cc larutan
aquades berbanding 1 vial antibiotik atau 6cc larutan aquades
berbanding 1vial serbuk antibiotik. Bila pencampuran obat terlalu
pekat maka aliran dalam infus terhambat dan dapat menyebabkan
flebitis (Informasi Obat, 2009).
3) Jenis kateter infus
Kateter yang terbuat dari silikon dan poliuretan kurang
bersifatiritasi

dibanding

politetrafluoroetilen

(teflon)

karena

permukaan lebih halus, lebih termoplastik dan lentur. Risiko


tertinggi untuk flebitis dimiliki kateter yang terbuat dari polivinil
klorida atau polietilen.
b. Flebitis mekanis :
1) Lokasi pemasangan infus
Penempatan kanula pada vena proksimal (kubiti atau
lengan bawah) sangat dianjurkan untuk larutan infus dengan
osmolaritas >500 mOsm/L. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 0,9%,
produk darah dan albumin. Hindarkan vena pada punggung tangan
jika mungkin, terutama pada pasien usia lanjut, karena akan
menganggu kemandirian lansia.
Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena
perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena

22

supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan


merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah
tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan
(vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan
bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median,
vena median lengan bawah, dan vena radialis), permukaan dorsal
(vena safena magna, ramus dorsalis).
2) Ukuran kanula
Flebitis mekanis dikaitkan dengan penempatan kanula.
Kanula

yang

dimasukkan

pada

daerah

lekukan

sering

menghasilkan flebitis mekanis. Ukuran kanula harus dipilih sesuai


dengan ukuran vena dan di fiksasi dengan baik.
c. Flebitis bakterial
1) Teknik pencucian tangan yang buruk
Infeksi di rumah sakit

dapat

disebabkan

oleh

mikroorganisme yang didapat dari orang lain (cross infection) atau


disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous
infection).

Oleh

karenaitu

perlu

usaha

pencegahan

dan

pengendalian penyakit infeksi yaitu dengan meningkatkan perilaku


cuci tangan yang baik.
2) Teknik aseptik tidak baik
Faktor yang paling dominan menimbulkan kejadian plebitis
adalah perawat pada saat melaksanakan pemasangan infus tidak
melaksanakan tindakan aseptik dengan baik dan sesuai dengan
standar operasional prosedur.
3) Teknik pemasangan kanula yang buruk

23

Tindakan penatalaksanaan infus yang buruk, pasien akan


terpapar pada resiko terkena infeksi nosokomial berupa flebitis.
4) Lama pemasangan kanula
Kontaminasi infus dapat terjadi selama pemasangan kateter
intravena sebagai akibat dari cara kerja yang tidak sesuai prosedur
serta pemakaian yang terlalu lama. The Center for Disease
Controland Prevention menganjurkan penggantian kateter setiap
72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi.
5) Perawatan infus
Perawatan infus bertujuan untuk mempertahankan tehnik
steril, mencegah masuknya bakteri ke dalam aliran darah,
pencegahan / meminimalkan timbulnya infeksi, dan memantau area
insersi sehingga dapat mengurangi kejadian flebitis.
6) Faktor pasien
Faktor pasien yang dapat mempengaruhi angka flebitis
mencakup usia, jenis kelamin dan kondisi dasar (yaitu diabetes
melitus,infeksi, luka bakar).
2.2.4 Tanda dan Gejala
1. Tanda dan gejala phlebitis adalah
a.
b.
c.
d.
e.

Nyeri yang terlokalisasi.


Pembengkakan.
Kulit kemerahan timbul dengan cepat di atas vena.
Pada saat diraba terasa hangat.
Panas tubuh cukup tinggi (Medicaster, 2009).

2. Menurut Weinstein, Sharon M, 2005, tanda dan gejala flebitis yaitu


kemerahan, bengkak, nyeri tekan atau nyeri pada sisi IV; pasien dapat
mengalami jalur kemerahan pada lengannya.

24

2.2.5 Pencegahan dan Mengatasi Flebitis


a. Mencegah flebitis bacterial.
Pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik,
perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. Walaupun lebih disukai
sediaan chlorhexidine-2%, tinctura yodium , iodofor atau alkohol 70%
juga bisa digunakan.
b. Selalu waspada dan jangan meremehkan teknik aseptik.
Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau
pemberian infus IV, dan pengambilan sampel darah) merupakan jalan
masuk kuman yang potensial ke dalam tubuh. Pencemaran stopcock
lazim dijumpai dan terjadi kira-kira 45 50% dalam serangkaian besar
kajian.
c. Rotasi kanula
May dkk(2005) melaporkan di mana mengganti tempat (rotasi)
kanula ke lengan kontralateral setiap hari pada 15 pasien menyebabkan
bebas flebitis. Namun, dalam uji kontrol acak yang dipublikasi barubaru ini oleh Webster dkk disimpulkan bahwa kateter bisa dibiarkan
aman di tempatnya lebih dari 72 jam jika tidak ada kontraindikasi. The
Centers for Disease Control and Prevention menganjurkan penggantian
kateter setiap 72-96 jam untuk membatasi potensi infeksi, namun
rekomendasi ini tidak didasarkan atas bukti yang cukup.
d. Aseptic dressing
Dianjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa setril
diganti setiap 24 jam.
e. Laju pemberian

25

Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan


hipertonik diberikan makin rendah risiko flebitis. Namun, ada
paradigma berbeda untuk pemberian infus obat injeksi dengan
osmolaritas tinggi. Osmolaritas boleh mencapai 1000 mOsm/L jika
durasi hanya beberapa jam.Durasi sebaiknya kurang dari tiga jam untuk
mengurangi waktu kontak campuran yang iritatif dengan dinding vena.
Ini membutuhkan kecepatan pemberian tinggi (150 330 Ml/jam).
Vena perifer yang paling besar dan kateter yang sekecil dan sependek
mungkin dianjurkan untuk mencapai laju infus yang diinginkan, dengan
filter 0.45mm. Kanula harus diangkat bila terlihat tanda dini nyeri atau
kemerahan. Infus relatif cepat ini lebih relevan dalam pemberian infus
jaga sebagai jalan masuk obat, bukan terapi cairan maintenance atau
nutrisi parenteral.
f. Titrable acidity
Titratable acidity

dari

suatu

larutan

infus

tidak

pernah

dipertimbangkan dalam kejadian flebitis. Titratable acidity mengukur


jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menetralkan Ph larutan infus.
Potensi flebitis dari larutan infus tidak bisa ditaksir hanya berdasarkan
Ph atau titrable acidity sendiri. Bahkan pada Ph 4.0, larutan glukosa
10% jarang menyebabkan perubahan karena titrable aciditynya sangat
rendah (0.16 mEq/L).Dengan demikian makin rendah titrable acidity
larutan infus makin rendah risiko flebitisnya.
g. Heparin dan hidrokortison
Heparin sodium, bila ditambahkan ke cairan infus sampai kadar
akhir 1 unit/Ml, mengurangi masalah dan menambah waktu pasang
kateter. Risiko flebitis yang berhubungan dengan pemberian cairan

26

tertentu (misal, kalium klorida, lidocaine, dan antimikrobial) juga dapat


dikurangi dengan pemberian aditif IV tertentu, seperti hidrokortison.
Pada uji klinis dengan pasien penyakit koroner, hidrokortison secara
bermakna mengurangi kekerapan flebitis pada vena yg diinfus lidokain,
kalium klorida atau antimikrobial . Pada dua uji acak lain, heparin
sendiri atau dikombinasi dengan hidrokortison telah mengurangi
kekerapan flebitis, tetapi penggunaan heparin pada larutan yang
mengandung lipid dapat disertai dengan pembentukan endapan kalsium.
h. In-line filter
In-line filter dapat mengurangi kekerapan flebitis tetapi tidak ada
data yang mendukung efektivitasnya dalam mencegah infeksi yang
terkait dengan alat intravaskular dan sistem infus ( Darmawan,2009 ).
Menurut Weinstein, Sharon M, 2005 pencegahan flebitis yaitu:
a. Menggunakan teknik aseptik yang ketat pada pemasangan dan
manipulasi sistem IV keseluruhan.
b. Plester hub kanula dengan aman untuk menghindari gerakan dan iritasi
vena berikutnya.
c. Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin; obat-obatan
piggyback.
d. Rotasi sisi IV setiap 48 jam untuk membatasi iritasi dinding vena oleh
kanula atau obat-obatan.
2.2.6 Tindakan yang Dilakukan pada Flebitis
Menurut Weinstein, Sharon M, 2005
a.
b.
c.
d.

Lepaskan alat IV.


Tinggikan ekstremitas.
Beritahu dokter.
Berikan kompres panas pada ekstremitas sesuai pesanan.

27

e. Kaji nadi distal terhadap area yang flebitis


f. Hindari pemasangan IV berikutnya di bagian distal vena yang
meradang.
2.2.7 Masalah Kejadian Flebitis
a. Akibat flebitis bagi penderita
Dampak yang terjadi dari infeksi tindakan pemasangan infus
(flebitis) bagi pasien merupakan masalah yang serius namun tidak
sampai menyebabkan kematian, tetapi banyak dampak yang nyata yaitu
tingginya biaya perawatan diakibatkan lamanya perawatan di rumah
sakit.
b. Akibat flebitis bagi masyarakat
Bertambah panjangnya masa rawat penderita, penderita pulang
masih menjadi pembawa kuman selama beberapa bulan, dan dapat
menularkan kuman pada keluarga maupun masyarakat sekitarnya.
c. Hubungan antara pemasangan terapi intra vena dan pemberian obat
dengan kejadian flebitis.
Flebitis merupakan inflamasi vena yang disebabkan baik oleh
iritasi kimia maupun mekanik yang sering disebabkan oleh komplikasi
dari terapi intravena. Flebitis dikarakteristikkan dengan adanya dua atau
lebih tanda nyeri, kemerahan, bengkak, indurasi dan teraba mengeras di
bagian vena yang terpasang kateter intravena.
d. Selain itu cara pemberian obat melalui iv yang tidak baik atau tidak
sesuai SOP juga sangat mempengaruhi angka kejadian plebitis. Hal ini
dapat disebabkan oleh tehnik aseptik yang tidak baik saat
menyuntikkan obat. Selain itu mikropartikel yang terbentuk bila
partikel obat tidak larut sempurna selama pencampuran juga merupakan
faktor kontribusi terhadap flebitis (http://nasionalofnursing.com).

28

2.3 Kerangka Konseptual

Skala Flebitis:
a. Flebitis Kimia
1) Jenis cairan infus
2) Jenis obat yang dimasukan
melalui infus

1. Terjadi flebitis (skala


1-5)
2. Tidak terjadi flebitis
(skala 0)

3) Jenis kateter infus

Faktorfaktor
Penyebab
Flebitis

b. Flebitis mekanis
1) Lokasi pemasangan infus
2) Ukuran kanula
c. Flebitis bakterial
1) Teknik pencucian tangan yang
buruk
2) Teknik aseptik tidak baik
3) Teknik pemasangan kanula
yang buruk
4) Lama pemasangan kanula
5) Perawatan infus
6) Faktor pasien

Keterangan :

= Yang diteliti

Terjadinya
Flebitis

Tanda dan gejala flebitis yaitu


kemerahan, bengkak, nyeri
tekan atau nyeri pada sisi IV;
pasien dapat mengalami jalur
kemerahan pada lengannya.
Menurut Weinstein, Sharon M,
2005.

29

= Yang tidak diteliti


= Arah penelitian
Gambar 2.1 : Kerangka Konseptual Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan

2.4 Hipotesis
H0 : - Tidak ada pengaruh jenis obat yang dimasukkan melalui infus
terhadap kejadian flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan.
-

Tidak ada pengaruh lokasi pemasangan infus terhadap kejadian flebitis di


Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet Martodirjo Kabupaten
Pamekasan.

Tidak ada pengaruh lama pemasangan kanula terhadap kejadian flebitis di


Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet Martodirjo Kabupaten
Pamekasan.

H1 : - Ada pengaruh jenis obat yang dimasukkan melalui infus terhadap


kejadian flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet
Martodirjo Kabupaten Pamekasan.
-

Ada pengaruh lokasi pemasangan infus terhadap kejadian flebitis di Zal A


Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet Martodirjo Kabupaten
Pamekasan.

30

Ada pengaruh lama pemasangan kanula terhadap kejadian flebitis di Zal A


Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet Martodirjo Kabupaten
Pamekasan.

BAB 3
METODE PENELITIAN
Metode penelitian sebagai suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pemecahan suatu masalah, pada dasarnya menggunakan metode
ilmiah (Notoatmodjo, 2005). Pada bab ini akan diuraikan tentang metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian meliputi desain penelitian, kerangka
kerja, desain pengambilan sampel, identifikasi variabel, definisi operasional,
pengumpulan data dan analisa data, etika penelitian serta keterbatasan.
3.1 Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian, yang
memungkinkan pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa nenpengaruhi
akurasi atau hasil (Nursalam, 2003).
Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan adalah Analitik
Case Control yaitu suatu penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor
resiko dipelajari dengan menggunakan pendekatan retrospektif. Dengan kata lain,
efek (penyakit atau status kesehatan) diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor
resiko diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu ( Notoatmodjo,
2005). Dalam penelitian ini, peneliti ingin mencari faktor-faktor yang

31

mempengaruhi terjadinya flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.


Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan.
Berdasarkan waktu pengukuran, maka desain penelitian yang digunakan
adalah menggunakan observasi yang dilihat oleh peneliti.
3.2 Kerangka Kerja
Kerangka kerja (Freme Work) merupakan bagan kerja terhadap rancangan
kegiatan penelitian yang akan dilakukan meliputi siapa yang akan diteliti (subjek
penelitian), variabel yang mempengaruhi dalam penelitian (Nursalam, 2003).
populasi
Semua Pasien Yang Terpasang Infus di Zal A RSUD
Dr.H Slamet Martodirjo Pamekasan : 20 pasien
Sampel
Sebagian Pasien Yang Terpasang Infus di RSUD Dr.H Slamet
Martodirjo Pamekasan
: 19 pasien
24
Sampling
Aksidental Sampling
Desain Penelitian
Komparatif

Pengumpulan Data
Menggunakan observasi
Pengolahan Data dan Analisa Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating, Mc Nemar Test
dengan SPSS 16 Windows
Penyajian Hasil Penelitian
Tabel, diagram dan gambar
Penarikan kesimpulan dan desiminasi

32

Gambar3.1 Kerangka Kerja Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi


Terjadinya Flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan Tahun 2012

3.3 Populasi, Sampel dan Sampling


3.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : subjek / objek
yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono
2004), (dalam Hidayat, A.Azis Alimul, 2008). Populasi dalam penelitian ini
adalah semua pasien yang terpasang infus di Zal A RSUD Dr.H. Slamet
Martodirjo Pamekasan sebanyak 20 pasien.
3.3.2. Sampel
Sampel adalah merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristis yang dimiliki oleh populasi (Hidayat A. Aziz Alimul
2008). Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien yang terpasang infus
di Zal A RSUD Dr. H. Slamet Martodirjo Pamekasan sebanyak 19 pasien.
Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut :

n=

N
2
1=N (d )

atau
2

n=

N . z . p.q
d . ( N 1 ) + z 2 . p . q
2

Keterangan :
n
= perkiraan jumlah sampel
N
= perkiraan besar populasi
Z
= nilai standar normal untuk = 0,05 (1,96)
p
= perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50% (0,5)
q
= 1-p (0,5)
d
= tingkat kesalahan, yang dipilih (d=0,05)

33

Menurut perhitungan yang telah di lakukan dengan rumus di atas


dengan jumlah populasi di Zal A RSUD Dr. H. Slamet Martodirjo Kabupaten
Pamekasan sebanyak 20 pasien diperoleh sampel sebanyak 19 responden
dengan penjabaran sebagai berikut :
2
N . z . p.q
n= 2
2
d . ( N 1 ) + z . p . q
20.1,96 2 .0,5 .0,5
n=
0,052 . ( 201 ) +1,962 .0,5 .0,5
19,6
n=
0,0475+ 0,960
n= 19,445374
n= 19 (dibulatkan)
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria sampel yang akan diteliti. Hal yang
perlu diperhatikan adalah pengertian kriteria inklusi, sebutkan
kriterianya, penulisan harus jelas, tegas dan singkat. Kriteria inklusi
dalam penelitian ini adalah :
a. Pasien harus menandatangani syarat persetujuan menjadi
responden.
b. Pasien sudah terpasang infus lebih dari 1 hari.
2. Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah kriteria diluar sampel yang tidak diteliti.
Hal yang perlu diperhatikan adalah pengertian kriteria eksklusi,
sebutkan kriterianya, usahakan bukan antonim dari kriteria inklusi,
penulisan harus jelas, tegas dan singkat.
3.3.3 Sampling
Sampling merupakan suatu proses seleksi sample yang digunakan dalam
penelitian dari populasi yang ada, sehingga jumlah sample akan mewakili
keseluruhan populasi yang ada. (Hidayat A. Aziz Alimul 2008).Pengambilan
sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik aksidental sampling yaitu
cara pengambilan sampel yang dilakukan dengan kebetulan bertemu. Sebagai
contoh, dalam menetukan sampel apabila dijumpai ada, maka sampel tersebut

34

diambil dan langsung dijadikan sebagai sampel utama. (Hidayat A. Aziz


Alimul 2008).
3.4 Identifikasi Variabel
Sudigdo sastroasmoro dkk, (Hidayat A. Aziz Alimul 2008) mengemukakan
bahwa variabel merupakan karakteristik subjek peneliti yang berubah dari satu
subjek ke subjek lainya. Desain variabel penelitian ini adalah variabel bevariat
yang dibedakan menjadi 2 variabel yaitu variabel independen dan variabel
dependen.
3.4.1 Variabel independen / variabel bebas
Variabel independen ini merupakan variabel yang menjadi sebab
perubahan atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini juga dikenal
dengan variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel lain. ( hidayat
A. Aziz Alimul 2008). Variabel independen dalam penelitian ini adalah faktorfaktor yang menyebabkan flebitis yaitu faktor kimia, faktor mekanis, faktor
bakterial.
3.4.1 Variabel dependen / variabel terikat
Variabel dependen ini merupakan variabel yang dipengaruhi atau menjadi
akibat karena variabel bebas. Variabel ini tergantung dari variabel bebas terhadap
perubahan. Variabel ini juga disebut sebagai variabel efek,hasil, outcome atau
event (Hidayat A. Aziz Alimul 2008). Variabel dependen pada penelitian ini
adalah kejadian flebitis.
3.5 Definisi Operasional
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasankan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

35

melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadapsuatu objek atau


fenomena. Definisi operasional ditentukan berdasrkan parameter yang dijadikan
ukuran dalam penelitian. (Hidayat A. Aziz Alimul 2008).

Tabel 3.1

No

Definisi Operasional Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Terjadinya Flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet
Martodirjo Kabupaten Pamekasan Tahun 2012

Variabel

Definisi
Operasional

Indikator

Alat
Ukur

Skala

Skor

36

1.

Independen
a. Jenis obat
yang
dimasukk
an
melalui
infus

Adalah sediaan1.Diberikan
streil berupa
golongan
larutan, emulsi
antibiotik
atau suspensi 2.Diberikan
atau serbuk
golongan
yang harus
non
dilarutkan atau
antibiotik
disuspensikan
terlebih dahulu
sebelum
digunakan,
yang
disuntikkan
dengan cara
injeksi bolus.
b.Lokasi
1. Vena
pemasan Tempat
metacarpal 2.
gan infus pemasangan
Vena
terapi intravena sevalika
berdasarkan
anatomi. yaitu
ekstermitas atas
1.1-3 hari
(vena
metacarpal, 2.> 3hari
3.> 1 minggu
vena
c. Lama
sevalika).
pemasan
gan
Adalah jangka
kanula
waktu
pemasangan
infus mulai
dari awal
pemasangan
sampai terjadi
flebitis
biasanya72-96
jam
dianjurkan
mengganti
kateter.

Lembar
observasi

Lembar
observasi

Lembar
observasi

Nominal

1. Jika
jawaban
ya
Diberi
kode = 1
2. Jika
tidak.
Diberi
kode = 2

37

2.

Dependen
Kejadian
Flebitis

Flebitis adalah Terjadi flebitis Lembar Nominal


iritasi
vena jika:
observas
oleh
alat 1. Salah satu i
intravena,
dari berikut
obat-obatan,
jelas:
dan
atau
Nyeri,
infeksi
Eritema.
2. Dua dari
berikut
jelas:
Nyeri,
Eritema,
Pembengka
kan
3. Semua dari
berikut
jelas :
Nyeri,
Eritema,
Indurasi
4. Semua dari
berikut
jelas :
Nyeri,
Eritema,
Indurasi,
Venous
cord teraba
5. Semua dari
berikut
jelas :
Nyeri,
Eritema,
Indurasi,
Venous
cord teraba,
Demam
Tidak terjadi
flebitis jika:
1. Tempatsunt
ikan
tampak
sehat.
2. Tidak
Nyeri, tidak
eritema,
tidak
indurasi,
Venous
cord tidak
teraba,
tidak

1.Terjadi
flebitis.
diberi
kode =1
2. Tidak
terjadi
flebitis.
diberi
kode =2

38

demam

3.6 Pengumpulan dan Analisa Data


3.6.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek proses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2009)
1. Proses pengumpulan data
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mendapat pengantar dari
Akademik keperawatan pamekasan sebagai tempat belajar. Setelah
mendapat surat pengantar untuk survei awal ke RSUD Dr. H. Slamet
Martodirjo Kabupaten Pamekasan, peneliti meminta izin kepada Kepala
Ruangan Zal A serta Kepala RSUD Dr. H. Slamet Martodirjo, peneliti

39

menyiapkan informed concent sebagai salah satu langkah untuk


memberikan penjelasan maksud dan tujuan serta sekaligus bukti
partisipasi dari responden untuk penelitian ini. Selanjutnya peneliti
datang

langsung

untuk

mengobservasi

pada

responden

serta

mengumpulkan data yang diperoleh dari responden yang memenuhi


kriteria penelitian, setelah data terkumpul kemudian dilakukan
pengolahan

data

untuk

mencari

adakah

faktor-faktor

yang

mempengaruhi terjadinya flebitis di Zal A RSUD Dr. H. Slamet


Martodirjo Kabupaten Pamekasan.
2. Instrumen pengumpulan data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrumen penelitian
berupa observasi. Observasi merupakan cara pengumpulan data dengan
mengadakan melakukan pengamatan secara langsung kepada responden
penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (A.
Aziz Alimul Hidayat, 2008).
3. Waktu dan tempat
Waktu penelitian akan dilakukan pada tanggal 28 mei 2012 sampai
11 juni 2012 yang dilakukan di RSUD Dr. H. Slamet Martodirjo
Kabupaten Pamekasan.
3.6.2 Analisa data
Data yang terkumpul melalui observasi dan kuasioner. Setelah terkumpul
dilakukan pengolahan data dengan menggunakan langkah langkah sebagai
berikut :
1. Editing

40

Setelah jawaban reponden terkumpul, segera memeriksa kembali


semua data yang telaha terkumpul, untuk mengecek kembali apakah semua
skala sudah diisi sesuai dengan petunjuk, kemudian memisahkan subjek
penelitian yang telah sesuai dengan kriteria inklusi.
2. Coding
Memberikan code code tertentu pada setiap jawaban sesuai dengan
kategori.Coding juga memudahkan peneliti dalam pengolahan data.Coding
juga memudahkan peneliti dalam pengolahan data. Untuk data umum: a) umur
responden: 1 bulan 3 tahun diberi kode 1, 4-6 tahun diberi kode 2, 7-9 tahun
diberi kode 3, 10-11 tahun diberi kode 4. b) jenis kelamin: laki-laki diberi
kode 1, perempuan diberi kode 2. c) umur orang tua: 15-25 diberi kode 1, 2635 diberi kode 2, 36-45 diberi kode 3, >46 diberi kode 4. d) pendidikan: SD
diberi kode 1, SMP diberi kode 2, SMA diberi kode 3, Perguruan tinggi diberi
kode 4. e) pekerjaan: ibu rumah tangga diberi kode 1, Tani diberi kode 2,
wiraswasta diberi kode 3, pegawai negeri diberi kode 4.Untuk lembar
observasi, yaitu jenis obat, lokasi pemasangan infuse dan lama pemasangan
kanula : jika diberikan golongan antibiotik diberi kode 1, diberikan golongan
non antibiotik diberi kode 2, jika lokasi metacarpal diberi kode 1, sevalika
diberi kode 2, jika 1-3 hari diberi kode 1, > 3 hari diberi kode 2, > 1minggu
diberi kode 3. Untuk kejadian flebitis jika tejadi flebitis diberi kode 1, jika
tidak terjadi flebitis diberi kode 2.
3. Scoring

41

Setelah data terkumpul dan diperiksa kelengkapannya kemudian peneliti


memberikan skor untuk variabel. Bila jawaban ya, skor 1 dan jawaban tidak,
skor 0.
4. Tabulating
Tabulasi data dilakukan dengan menghitung frekuensi- frekuensi dari data
umum dan khusus hasil penelitian kedalam tabel distribusi frekuensi.
Tujuan dari analisa ini adalah menganalisis Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Terjadinya Flebitis di Zal A Rumah Sakit Umum Daerah Dr.
H. Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan. Analisa ini menggunakan
bantuan sofware product and service solution (SPSS versi 16) Hipotesis dapat
diterima apbila menunjukkan tingkat signifikasi 0,05 dan ditolak apabila
0,05. Data disajikan dengan menggunakan Mc Nemar Test dan dalam bentuk
gambar dan tabel kemudian diinterpretasi dalam bentuk narasi.

3.7 Etika Penelitian


Dalam melakukan penelitian, peneliti menggunakan objek manusia , maka
peneliti harus memahami hak dasr manusia. Manusia memiliki kebebasab dalam
menentukan dirinya sehingga penelitian yang akan dilaksanakan benar benar
menjungjung tinggi kebebasan manusia. Untuk melaksanakan penelitian ini, perlu
adanya pengantar dari Direktur Akademi Keperawatan Pamekasan, kemudian
diberikan kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. Slamet Martodirjo
Kabupaten Pamekasan untuk mendapatkan persetujuan. Kemudian melakukan
observasi kepada subjek yang akan diteliti dengan menekankan masalah etik,
meliputi :

42

3.7.1 Infomed consent


Infomed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Infomed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan menjadi responden. Tujuan infomed consent agar subjek mengerti
maksud dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersdia, maka
mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika tidak bersedia, maka
peneliti harus menghormati hak subjek.
3.7.2 Anonimity
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan
dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau
mencamtumkan nama responden pada lembar ukur dan hanya memberikan kode
pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3.7.3 Confidentiality
Kerahasiaan informasi yang telah didapat oleh peneliti dari responden
akan dijamin kerahasiaan, hanya pada kelompok tertentu saja yang akan diteliti
sajikan utamanya dilaporkan pad hasil penelitian (Hidayat, A. Azis Alimul,
2007)

43

3.8 Keterbatasan
Keterbatasan adalah hambatan dalam penelitian. Dalam hal ini hambatan
yang kami hadapi yaitu :
3.8.1

Peneliti belum pernah melakukan penelitian sebelumnya

sehingga dalam penelitian ini peneliti banyak menemukan kesulitan


dalam melakukan penelitian.
3.8.2
Instrumen pengumpulan data belum pernah diuji coba,
sehingga validitas dan reliabilitasnya masih perlu diuji lebih lanjut
dan belum bisa digunakan sebagai alat ukur di populasi lain.

44

3.8.3

Keterbatasan waktu, biaya, dan kemampuan dari peneliti

membuat

penelitian

ini

kurang

sempurna

yang

mungkin

berpengaruh pada hasil penelitian.


3.8.4
Sampel hanya terbatas pada satu tempat saja (Zal A RSUD
Dr. H. Slamet Martodirjo Kabupaten Pamekasan) sehingga kurang
representative mewakili dari seluruh sampel.

Anda mungkin juga menyukai