Anda di halaman 1dari 28

Laporan Prakikum Fisiologi Tumbuhan

Difusi dan Osmosis

Oleh:
Nama

: Arinda Eka Lidiastuti

Kelas

:B

Nim

: 140210103074

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016

I.
II.

Judul
Tujuan

: Difusi dan Osmosis


: a. Mengamati pengaruh perlakuan fisik (suhu) dan kimia

(jenis pelarut) terhadap permeabilitas membran sel.


b. Untuk mengetahui pengaruh larutan hipertonik dan
III.

larutan hipotonik pada sel tumbuhan.


Dasar Teori
Difusi merupakan perpindahan zat dalam pelarut dari bagian

berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Difusi berasal


dari kata diphus yang artinya menyebar. Dalam hal difusi yang berpindah
adalah zat pelarutnya. Difusi akan terus terjadi hingga zat terlarut tersebut
tersebar dan mencapai kondisi kesetimbangan. Contoh sederhana difusi adalah
pemberian gula terhadap air tawar, air tawar akan menjadi manis karena
adanya perpindahan zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah.
Menurut Recee, dkk (2008), difusi merupakan proses spontan yang tidak
memerlukan masukan energi. Artinya, dalam hal ini difusi tidak menggunakan
energy dalam bentuk ATP dalam prosesnya, difusi juga melintasi membrane
biologis tanpa menggunakan energy sehingga disebut transport pasif.
Perbedaan konsentrasi yang ada pada dua larutan disebut dengan gradient
konsentrasi.
Proses difusi minimal melabatkan dua zat lainya. Difusi akan terus
terjadi hingga seluruh partikel tersebar luas secara merata mencapai keadaan
setimbang. Proses difusi terjadi ketika adanya pergerakan partikel suatu zat
terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Faktor yang
mempengaruhi nilai difusi adalah suhu dan kadar air. Semakin tinggi difusitas
air maka semakin mudah melewatkan air (keluar/masuk), sehingga
berpengaruh pada pertambahan berat dan dimensi (Tamrin, dkk,2013:40).
Difusi tidak memerlukan energi dalam penyebaran zat, proses difusi
memanfaatkan kekuatan dorong yang berasal dari energy yang bersumber dari
gerak acak partikel yang berdifusi.
Selain transport pasif juga terdapat transport aktif, dimana tranpor aktif
merupakan perpindahan gerakan molekul melintasi membran sel ke arah

melawan gradien konsentrasi mereka, yaitu bergerak dari konsentrasi rendah


ke konsentrasi tinggi. Pada transport ini diperlukan energy tambahan dalam
bentuk adenosine trifosfat (ATP) yang disediakan oleh sel. Tanpa energi ekstra
ini, pergerakan tidak dapat terjadi (James, dkk,2006:27). Contoh dari transport
aktif adalah endositosis dan eksositosis, sedangkan contoh dari transpor pasif
adalah difusi dan osmosis.
Pada hakikatnya osmosis merupakan proses difusi. Osmosis berasal
dari kata os artinya lubang dan move artinya pindah, maka osmosis adalah
mengalirnya zat cair melalui membran (dinding yang sangat tipis). Zat cair
akan selalu mengalir dari larutan yang kadarnya kuat ke larutan yang kadarnya
rendah. Osmosis merupakan suatu peristiwa perpindahan zart pelarut dari
hipotonis

zat

erlarut

ke

hipertonis

zat

terlarut

melalui

merman

selektifpermeabel. Pergerakan tersebut hingga mecapai suatu kesetimbangan.


Sesuai dengan Widiasa (2013), kesetimbangan terjadi akibat perpindahan
pelarut dari larutan yang memiliki konsentrasi zat terlarut rendah ke larutan
yang memiliki zat konsentrasi tinggi. Saat kesetimbangan konsentrasi dicapai
maka terdapat perbedaan tinggi larutan yang dapat didefinisikan sebagai
tekanan osmosis. Osmosis akan melalui suatu membran selektif permeabel.
Membran plasma (disebut juga membran sel) adalah bagian sel yang
membatasi bagian dalam sel dengan lingkungan di sekitarnya, membran ini
dimiliki oleh semua jenis sel. Membran merupakan selaput atau lembaran
bahan tipis yang berfungsi sebagai pemisah selektif. Menurut Soemardjo
(2006), membrane plasma juga dikenal dengan biomembran adalah selaput
tipis, halus, dan elastis, yang menyelubungi permukaan sel hidup. Membran
plasma bersifat semipermeable dengan ketebalan 75A 100A, yang mampu
melewatkan spesi tertentu dan menahan spesi yang lain. Permeabilitas suatu
membrane adalah kemampuan membrane untuk dilewati suatu zat. Keadaan
tersebut bergantung pada pori membran, jenis larutan dan ukuran partikel.
Membran semipermeabel merupakan membran yang mudah dilalui oleh

molekul air sedangkan membran selektif permeabel merupakan membran


yang hanya dapat dilewati oleh zat-zat tertentu.
Membran plasma terdiri dari senyawa lipida, protein, dan karbohidrat.
Lipid membrane plasma adalah fosfolipida dan glikolipid, selain itu juga
terdapat kolesterok (Sumardjo, 2006:296). Komposisi lipida, protein dan
karbohidrat bervariasi sesuai dengan macam membran dan dapat berubah
sesuai tingkat perkembangan sel, umur dan lingkungan.
Suatu sel apabila direndam pada suatu larutan yang bersifat hipertonik
akan mengakibatkan cairan yang berada di dalam sel akan keluar dari sel dan
menyebabkan sel tersebut dapat mengalami krenasi. Krenasi merupakan
mengkerusnya suatu membrane akibat kehilangan cairan yang diakibatkan
oleh perbedaan konsentrasi di dalam dan di luar sel. Apabila sel direndam
pada suatu larutan yang bersifat hipotonis maka cairan yang berada di luar sel
akan masuk ke dalam sel, dan menyebabkan sel tersebut lisis. Jika sel
tumbuhan dilarutan terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan
air dan tekanan turgor. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan suatu
sel tumbuhan plasmolisis. Selain itu, kehilangan air pada sel tumbuhan akan
mengakibatkan ukuran (dimensi ruang) akan semakin mengecil. Pengerutan
dimensi akibat adanya air yang keluar dari dalam yang menyebabkan dimensi
menjadi lebih kecil seiring bertambahnya waktu. Hal tersebut dikarenakan
konsentrasi dilingkungan lebih pekat , sehingga air bergerak kelarutan gula
yang memiliki konsentrasi yang lebih tinggi yang menyebabkan perubahan
dimensi cenderung mengecil (Warji, dkk.2013: 88-89). Larutan gula
merupakan contoh dari zat yang bersifat hipertonis, sedangkan larutan garfis
atau garam fisiologis merupakan contoh dari zat bersifat isotonis.
Suhu berpengaruh terhadap laju penyerapan konsentrasi. Semakin
tinggi suhu perendaman, semakin cepat penyerapan larutan kedalam sel
(Warji, dkk.2013: 93). Suhu yang semakin tinggi mengakibatkan, percepatan
dalam proses osmosis. Zat zat yang dapat melakukan difusi dan osmosis
berbagai jenis zat, misalnya pelarut organik seperti methanol dan aseton.

Methanol merupakan bentuk alkohol paling sederhana. Pada keadaan atmosfer


methanol berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna,
mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas. Metanol memiliki gugus
hidroksil (-OH) dan memiliki rumus kimia CH3-OH.
IV.

Metode Pengamatan
4.1 Alat dan Bahan.
Alat:
1. Mikroskop
2. Kompor listrik
3. Termometer
4. Tabung reaksi
5. Beaker glass
6. Kaca benda
7. Kaca penutup
8. Pipet tetes
9. Stopwatch
10. Silet atau pisau
11. Rak tabung
Bahan:
1. Umbi kunyit
2. Umbi bawang merah (Allium ascalonicum)
3. Daun Jadam (Rhoeo discolor)
4. Aseton
5. Larutan garfish
6. Metanol
7. Akuades
4.2 Langkah Kerja
a. Permeabilitas membran sel
1. Perlakuan fisik (suhu)
Mengupas umbi kunyit lalu memotong dadu berukuran 1 cm x 1 cm

Mencuci dengan air mengalir untuk menghilangkan pigmen yang ada


pada permukaan umbi kunyit

Memanaskan air dan potongan umbi kunyit untuk memperoleh aquades


bersuhu 70C, 50C, 40C

Memasukkan potongan umbi kunyit yang telah dipanaskan (70C, 50C,


40C) pada masing-masing tabung reaksi yang berisi 5 ml aquades dan 1
tabung reaksi untuk aquades yang bersuhu kamar

Merendam umbi kunyit tersebut selama 30 menit

Mengamati perubahan warna air yang terdapat didalam setiap tabung


reaksi
2. Perlakuan pelarut organik
Mengupas umbi kunyit lalu memotong dadu berukuran 1 cm x 1 cm

Memasukkan masing-masing 2 buah dadu umbi kunyit ke dalam 5 ml


aseton, 5 ml metanol dan 5ml aquades

Merendam umbi kunyit tersebut selama 30 menit

Mengamati perubahan warna air yang terdapat didalam setiap tabung


reaksi
b. Plasmolisis
Mengambil lapisan dalam dari umbi bawang merah atau bagian yang
berwarna merah dari daun Jadam (Rhoeo discolor)

Meletakkan diatas object glass, lapisan bawang merah dan bagian dalam
daun jadam tetesi dengan larutan glukosa, biarkan selama kurang lebih
10-15 menit,mengamati dengan mikroskop

Menyerap dengan tissue larutan glukosa yang membasahi potongan daun


atau umbi bawang merah sampai kering, tetesi dengan aquades

Membiarkan kurang lebih 10-15 menit

Meneteskan larutan grafis di object glass lalu membiarkan selama 10-15


menit

Melakukan pengamatan di bawah mikroskop dan mencatat


V.

Hasil Pengamatan

a. Permeabilitas membrane sel


Perlakuan

Warna larutan

Warna Larutan

Sebelum

Sesudah

Fisik

Pelarut

40C

Kuning +

Kuning +++

50C

Kuning +

Kuning ++++

70C

Kuning +

Kuning ++++

Metanol

Kuning +++

Kuning ++++

Aseton

Kuning +++

Kuning ++++

Akuades

Kuning +

Kuning ++

Oeganik

Kontrol

b. Plasmolisis
Perlakuan

Bawang Merah (Allium

Daun Jadam (Rhoeo

ascalonicum)

discolor)

Keterangan: Sel

Keteranagan: Sel mengalami

mengalami plasmolisis

plasmolisis

Larutan
Glukosa

Aquades

Keterangan: Sel kembali


Keterangan: Sel

normal

kembali normal
Larutan
Garfis

Keterangan: membrane

Keterangan: Sel kembali

sedikit terlepas dari

normal

dinding sel
VI.

Pembahasan

Praktikum kali ini mengenai difusi dan osmosis, dimana dilakukan


percobaan mengenai permeabilitas membran sel dan plasmolisis. Hasil
pengamatan untuk perlakuan pertama mengenai permeabilitas membran sel,
dengan memasukan dua umbi kunyit kedalam tabung reaksi. Tabung reaksi
tersebut kemudian dimasukan ke dalam akuades dengan suhu 40C, 50C, dan
70C. Sebelum dilakukan perlakuan tersebut kunyit di dalam tabung reaksi
berwarna kuning jernih, setelah dilakukan suatu perlakuan dengan berbeda
suhu maka hasilnya berubah. Untuk kunyit yang telah dimasukan dalam
akuades suhu 40C, warna dari air dalam tabung reaksi yang berisi kunyit
berwarna kuning sedang. Untuk kunyit yang telah dimasukan dalam akuades
suhu 50C, warna berubah menjadi kuning sangat. Begitu juga untuk kunyit
yang telah dimasukan dalam akuades suhu 70C berwarna sangat kuning.
Perubahan warna yang terjadi menandakan terjadinya peristiwa difusi. Pada
kontrol, warna air jernih sama dengan kunyit yang lainya sebelum diberi
perlakuan untuk perbedaan suhu. Kontrol disini berfungsi sebagai pembanding
sebelum dan sesudah dilakukanya suatu perlakuan. Perbedaan temperature
atau suhu dalam perlakuan awal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
fisik (berupa suhu) terhadap permeabilitas membrane sel kunyit.
Hasil pengamatan selanjutnya adalah dari perlakuan kimia (dengan
pelarut organik yang berbeda). Perlakuan kimia yang dilakukan yaitu dengan
memasukan dua potong kunyit 1 x 1 cm ke dalam tabung reaksi yang
berisikan pelarut organik. Pelarut organik yang digunakan disini antara lain
adalah methanol dan aseton. Pelarut organik aseton merupakan senyawa yang
bersifat polar, methanol juga merupakan senyawa yang bersifat polar. Metanol
bersifat polar karena bentuknya yang tidak simetris dan aseton bersifat polar
karena mengandung gugus karboksil, di mana gugus karboksil bersifat polar
dengan elektron-elektron dalam ikatan sigma, dan terutama elektron-elektron
dalam ikatan tertarik ke oksigen yang lebih elektronegatif. Sebelum kunyit
direndam selama 30 menit dalam larutan methanol dan aseton warna keduanya
adalah kuning sedang, sedangkan setelah direndam setelah 30 menit baik
dalam rendaman aseton maupun methanol berubah menjadi kuning sangat.

Hal ini berarti terjadi osmosis setelah dilakukan perlakuan dengan merendam
kunyit ke dalam 5 ml methanol dan 5 ml ke dalam aseton, warna mengalami
perubahan akibat adanya aktivitas membrane sel dari kunyit.
Hasil pengamatan selanjutnya adalah mengenai percobaan
plasmolisis. Pada sel bawang merah setelah di tetesi dengan larutan glukosa
dan dibiarkan selama 10 15 menit, sel di dalam membran mengalami
pengerutan artinya sel mengalami plasmolisis. Plasmolisis merupakan
terlepasnya membran plasma dari dinding sel. Begitu juga pada daun Jadam
(Rhoeo discolor) membrane di dalam sel mengalami pelepasan. Sedangkan sel
ditetesi dengan larutan garfish dan dibiarkan selama 10 15 menit sel tidak
mengalami plasmolisis, namun dalam hasil pengamatan kelompok kami
terdapat membrane yang sedikit lepas dari dindingnya. Setelah dilakukan
perlakuan dengan menetesi dengan larutan glukosa ataupun garfish selama 10
15 menit, kemudias larutan tersebut diserap menggunakan tisu hingga kering
dan di tetesi kembali oleh akuades. Hasil pengamatan setelah ditetesi oleh
akuades yang bersifat isotonis adalah, bahwa sel kembali keadaan semula
yaitu sel lebih rapat dan tidak ada sel yang mengkerut atau mengalami
penyusutan volume baik pada umbi bawang merah yang telah dietesi oleh
larutan garfish ataupun glukosa dan daun jadam yang telah ditetesi oleh
larutan garfish dan glukosa, setelah diserap larutan tersebut dan diganti dengan
akuades maka sel yang teramati lebih rapat dan tidak terjadi pengeruan pada
sel tumbuhan tersebut.
Pada percobaan permeabilitas membrane sel dengan pengaruh suhu
sesuai dengan teori. Semakin tinggi suatu suhu dalam perendaman, maka
semakin cepat penyerapan dalam larutan ke dalam sel. Hal ini dapat dilihat
dari hasil pengamatan bahwa sifat fisik dari kunyit yang diberi suhu 70C
maka warna dari kunyit semakin pekat atau sangat kuning, sedangkan dibawah
suhu tersebut pengaruh terhadap perlakuan fisik yaitu berwarna kuning
sedang. Warna kuning nampak dari air karena konsentrasi warna pada kunyit
lebih tinggi daripada air, sehingga terjadi difusi zat warna tersebut dari sel
kunyit ke dalam air melalui membran sel. Untuk perlakuan kimia pada
permeabilitas membran sel dengan menggunakan pelarut organik dengan

aseton dan methanol tidak sesuai dengan teori hal ini karena hasil sebelum dan
sesudah perendaman hasilnya sama yaitu kuning sangat. Seharusnya warna
sesudah perendaman yang dilakukan 30 menit berbeda, bila direndam di
metanol seharusnya warnanya lebih keruh, karena ikatan yang terdapat pada
metanol mempunyai daya tarik elektron lebih besar daripada H. Akibatnya,
pada metanol (CH4O) terjadi polarisasi dan mempunyai kemampuan merusak
membran sel lebih tinggi.
Sedangkan pada percobaan plasmolisis sedikit tidak sesuai dengan
dasar teori, hal ini dikarenakan oleh beberapa factor. Saat sel dalam bawang
merah dan daun Jadam di tetesi dan di biarkan selama 10 15 menit dengan
glukosa membran sel terlepas dari dinding sel, artinya sel pada daun jadam
dan sel bawang merah mengalami plasmolisis. Hal ini sesuai dengan dasar
teori, bahwa suatu sel yang berada pada larutan hipertonis selnya akan
mengalami plasmolisis. Saat daun Jadam dan lapisan bawang merah di tetesi
degan garfis sel pada bawang merah dan daun Jadam tersebut tidak mengalami
plasmolisis namun, dalam pengamatan membrane sedikit terlepas dari
dinding. Hal ini dimungkinkan karena larutan glukosa yang berada pada posisi
kiri dari kaca benda meluber ke preparat dalam sisi lainya. Saat pengamatan,
kaca penutup yang diberikan oleh asisten hanya satu sedangkan pengamatan
dilakukan 2 dalam satu kaca benda, satu sisi menggunakan larutan garfish satu
sisi menggunakan glukosa. Sehingga, saat kaca benda dibawa ke mikroskop
larutan glukosa meluber ke larutan garfish, dan hal inilah yang menyebabkan
pada pengamatan kelompok kami berbeda dengan dasar teori. Karena, saat
suatu sel dimasukan dalam larutan isotonis maka sel akan dalam keadaan
normal, artinya sel tidak akan mengalami plasmolisis. Sel juga ditetesi oleh
akuades setelah dilakukan pengamatan dengan menetesi dan membiarkan sel
tumbuhan (membrane dalam bawang merah (Allium ascalonicum) dan daun
Jadam (Rhoeo discolor) dalam larutan glukosa dan garfis, yaitu lebih rapat,
dan volume sel tidak menyusut. Akuades merupakan isotonis, apabila suatu sel
setelah di rendam dalam larutan hipertonis dan mengalami plasmolisis

kemudian di rendam dalam larutan isotonis maka sel tersebut akan kembali
normal.
Pengaruh suhu dalam permeabilitas membran sel mengakibatkan
percepatan dalam proses osmosis. Kenaikan suhu akan mempengaruhi daya
gaya permeabilitas sel akibat kerusakan sel karena suhu meningkat, sehingga
keaktifan dari plasma sel berkurang. Akibatnya gerakan keluar masuk akan
semakin besar pada membrane sel. Perubahan suhu akan mengakibatkan
keaktifan pigmen betacyanin pada kunyit sehingga daya permeabilitas juga
semakin meningkat. Maka, semakin tinggi suhu yang kita naikan daya
absorbsi atau daya permebilitaspun juga meningkat. Sifat semipermeabel dari
membrane protoplasma berbeda untuk satu sel dengan sel lainya, hal ini
tergantung dari susunan sifat kimia dan fisika dari membrane tersebut.
Semakin rendah suhu yang diberikan maka warna yang terbentuk akan
semakin bening, sebaliknya semakin besar suhu yang diberikan maka semakin
keruh warna yang terbentuk. Perbedaan perbedaan warna tersebut akibat
perbedaan suhu yang diberikan.
Selanjutnya pengaruh perlakuan kimia dengan memberikan jenis
pelarut yang berbeda. Dalam hal ini, yaitu methanol dan aseton. Methanol
merupakan senyawa dari alkohol bersifat polar dan mudah berikatan dengan
membran. Ikatan ini menyebabkan senyawa organik penyusun membran sel
menjadi larut. Senyawa organik memiliki daya kelarutan yang tinggi pada
bahan organic maka bahan yang ada banyak yang terlarut. Hal ini
mempengaruhi permeabilitas dari sel, akibat kenaikan nilai absorbs
menyebabkan sel dan pori pori pada dindingnya makin kecil membrane semi
permeabel. Pada metanol mempunyai daya tarik electron lebih besar daripada
H. sehingga methanol memiliki kemampuan merusak membrane sel lebih
tinggi.
Perbedaan dari larutan glukosa dan garfis, garfis atau garam
fisiologis merupakan larutan isotonis sedangkan glukosa merupakan larutan
hipertonis. Larutan isotonis merupakan konsentrasi larutan dimana zat terlarut
dengan pelarut di dalam sel sama dengan zat terlarut dan pelarut dilingkungan.
Sedangkan larutan hipertonis merupakan konsentrasi larutan dimana zat

terlarut dan pelarut di lingkungan lebih tinggi dibandingkan yang ada pada
dalm sel.

Garfis atau garam fisiologis memiliki banyak kegunaan dalam

bidang medis, umumnya larutan garam fisiologis memiliki kisaran konsentrasi


0.9%. Glukosa merupakan monosakarida dengan rumus C6H12O6 dengan 5
gugus hidroksi tersusun spesifik pada enam atom karbon.
Kunyit direndam dalam waktu 30 menit, hal ini dikarenakan dalam
melewati suatu membran permeabel dibutuhkan waktu yang sedikit lama agar
hasil dari osmosis dapat terlihat. Di dalam sel tumbuhan juga terdapat dinding
sel, yang tidak mudah dilalui dibandingkan pada sel hewan. Selain itu antara
zat terlarut di luar sel dan di dalam agar mencapai kesetimbangan.
Sebagaimana teori dalam difusi dan osmosis akan bergerak hingga mencapai
kesetimbangan karena pergerakan larutan antara luar dan dalam sel.
Lapisan dalam bawang merah dan daun jadam di diamkan selama
10 menit bertujuan menunggu reaksi dari sel terhadap larutan hipertonik
(larutan glukosa). Sel yang digunakan disini adalah sel tumbuhan yaitu pada
daun Jadam (Rhoeo discolor) dan membran dalam bawang merah, digunakan
waktu 10 15 menit dikarenakan sel tumbuhan memiliki dinding sel sehingga
dibutuhkan waktu yang sedikit lama dalam proses osmosis.
VII. Kesimpulan
1. Pengaruh suhu terhadap permeabilitas membran sel yaitu
mengakibatkan percepatan dalam proses osmosis. Kenaikan suhu
akan mempengaruhi daya gaya permeabilitas sel akibat kerusakan
sel karena suhu meningkat. Sedangkan pengaruh jenis pelarut
terhadap membrane sel adalah semakin polar suatu pelarut maka
maka semakin cepat laju osmosis.
2. Pengaruh larutan hipertonik terhadap sel tumbuhan akan
menyebabkan sel pada tumbuhan akan mengalami plasmolisis.
Sedangkan sel tumbuhan pada larutan hipotonis menyebabkan sel
tersebut akan lisis. Larutan hipotonik dapat mengembalikan sel
tumbuhan menjadi normal.
VIII. Saran
Sebaiknya saat pengamatan dilakukan bergantian antara satu
kelompok dengan kelompok lain. Hal ini bertujuan agar saat melakukan

pengamatan tidak menggerombol dan tidak teratur, sehingga dalam


pengamatan tidak dilakukan dengan maksimal.

Daftar Pustaka
Reece, Neil, dkk.2008.Biologi.Jakarta: Erlangga
James, dkk.2006.Prinsip Prinsip Sains untuk Keperwatan.Jakarta: Erlangga
Soermardjo,Damin.2006.Pengantar Kimia.Jakarta: Buku Kedokteran
Tamrin, dkk.2013.Pengaruh Suhu Perendaman terhadap Koefisien Difusi dan Sifat
Fisik Kacang Merah (Phaseolus vulgaris).Jurnal Teknik Pertanian
Lampung.Vol.2, No.1:35-42
Warji, dkk.2013.Pengaruh Suhu dan Konsentrasi terhadap Penyerapan Gula pada
Bengkuang (Pachirrhizus erosus).Jurnal Teknik Pertanian Lampung.Vol.2,
No.1:85-94
Widiasa dan Arianti.2013.Aplikasi Teknologi Reverse Osmosis untuk Pemurnian
Air Skala Rumah Tangga.Jurnal Teknik.Vol.32, No.3:193-198

Lampiran

Anda mungkin juga menyukai