Anda di halaman 1dari 19

Kebijakan direktur tentang managemen nyeri

1. 1. PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN RSUD KAJEN Jalan Raya Karangsari


Karanganyar Pekalongan 51182 Telpon IGD : (0285) 385230, Info : 385231, Fax : (0285)
385229 Email. Kajen_rsud@yahoo.co.id KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD KAJEN
KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR / /TAHUN 2015 TENTANG PELAYANAN
MANAGEMEN NYERI DI RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN DIREKTUR RSUD
KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN, Menimbang: a. bahwaPelayananManagemenNyeridi
RSmerupakansalahsatubagiandari PelayananKesehatanyangharusdiselenggarakanolehRS;
b.bahwauntuk memberikanPelayananManagemen nyeri ini diperlukanPedoman
untukmelaksanakannya c.bahwaberdasarkanpertimbanganpadabutiradan b
tersebutdiperlukan KebijakanDirekturTentangManagemenNyeri di
RSUDKajenKabupatenPekalongan Mengingat: Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431); 2. Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang
2. 2. Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. UndangUndang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063); 4.
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5072); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3637); 6. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit; 7. Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 512/Menkes/Per/IV/2007 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran; 8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang
Rekam Medis; 9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/Menkes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran; 10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
11.Keputusan Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan N0.HK.02.04/1/2790/11 Tentang
Standar Akreditasi RS
3. 3. MEMUTUSKAN: Menetapkan: KESATU : KEBIJAKAN PELAYANAN MANAGEMEN
NYERI DIRSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN; KEDUA :
PedomanpelayananManagemenNyeri sebagaimanaLampiran1 yangtidak terpisahkandari
SuratKeputusanini; KETIGA : Keputusanini mulai berlakusejaktanggal ditetapkan

Ditetapkandi Kajenpadatanggal 1 Januari 2015 DirekturRSUD KajenKabupatenPekalongan


DR.DWI ARIEGUNAWAN Sp.B PenataTingkatI NIP.19700429 199903 1 002
4. 4. G. Pelayanan Nyeri (Akut atau Kronis) 1. Pelayanan nyeri adalah pelayanan
penangulangan nyeri (rasa tidak nyaman yang berlangsung dalam periode tertentu) baik akut
maupun kronis. Pada nyeri akut, rasa nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadi akibat
pembedahan, trauma, persalinan dan umumnya dapat diobati. Pada nyeri kronis, nyeri
berlangsung menetap dalam waktu tertentu dan seringkali tidak responsif terhadap
pengobatan. 2. Kelompok pasien di bawah ini merupakan pasien dengan kebutuhan khusus
yang memerlukan perhatian: a. anak-anak. b. pasien obstetrik. c. pasien lanjut usia. d.
pasien dengan gangguan kognitif atau sensorik. e. pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri
atau nyeri kronis. f. pasien yang mempunyai risiko menderita nyeri kronis. g. pasien dengan
kanker atau HIV/AIDS. h. pasien dengan ketergantungan pada opioid atau obat/bahan
lainnya. 3. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkan standar
prosedur operasional penanggulangan nyeri akut dan kronis yang disusun mengacu pada
standar pelayanan kedokteran.

Panduan manajemen nyeri


1. 1. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk unik, yang
memiliki perilaku dan kepribadian yang berbeda-beda dalam kehidupannya, Perilaku dan
kepribadian didasarkan dari berbagai macam faktor penyebab, salah satunya faktor
lingkungan, yang berusaha beradaptasi untuk bertahan dalam kehidupannya. Begitu pula
fisik manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan luar dalam beradaptasi menjaga kestabilan
dan keseimbangan tubuh dengan cara selalui berespon bila terjadi tubuh terkena hal yang
negatif dengan berusaha menyeimbangkannya kembali sehingga dapat bertahan atas
serangan negatif, misal mata kena debu maka akan berusaha dengan mengeluarkan air
mata. Keseimbangan juga terjadi dalam budaya daerah dimana manusia itu tinggal, seperti
kita ketahui bahwa di Indonesia sangat beragam budaya dengan berbagai macam corak dan
gaya, mulai dari logat bahasa yang digunakan, cara berpakaian, tradisi prilaku keyakinan
dalam beragama, maupun merespon atas kejadian dalam kehidupan sehari-harinya seperti
halnya dalam menangani rasa nyeri akibat terjadi perlukaan dalam tubuh dengan direspon
oleh manusia dengan berbagai macam adaptasi, mulai dari suara meraung-raung, adajuga
cukup dengan keluar air mata dan kadang dengan gelisah yang sangat. Atas dasar tersebut
maka sebagai pemberi terapi medis harus mengetahui atas berbagai perilaku dan budaya
yang ada di Indonesia sehingga dalam penanganan terhadap nyeri yang dirasakan oleh
setiap orang dapat melakukan pengkajian dan tindakan pemberian terapi secara obyektif,
maka untuk itu RSUD Kota Depok menyusun panduan dalam penanganan nyeri. B. TUJUAN
Panduan Manajemen Nyeri ini disusun dengan tujuan adanya standarisasi dalam asesmen
dan manajemen nyeri di RSUD Kota Depok sehingga kualitas pelayanan kesehatan
khususnya penanganan nyeri di RSUD Kota Depok semakin baik. RSUD Kota Depok 1
2. 2. C. DEFINISI 1. Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan
adanya kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman sensorik dan
emosional yang merasakan seolaholah terjadi kerusakan jaringan (interational association
for the study of pain). 2. Nyeri akut adalah nyeri dengan onset segera dan durasi yang
terbatas, memiliki hubungan temporal dan kausal dengan adanya cedera atau penyakit. 3.
Nyeri kronik adalah nyeri yang bertahan untuk periode waktu yang lama. Nyeri kronik yang

terus menerus ada meskipun telah terjadi proses penyembuhan dan sering sekali tidak
diketahui penyebabnya yang pasti. RSUD Kota Depok 2
3. 3. BAB II RUANG LINGKUP Ruang Lingkup pelayanan nyeri meliputi pelayanan bagi pasienpasien di Unit Gawat Darurat, Unit Rawat Jalan, Unit Rawat Inap, dan Unit Kamar Operasi
RSUD Kota Depok. RSUD Kota Depok 3
4. 4. BAB II TATALAKSANA A. ASESMEN NYERI 1. Anamnesis a. Riwayat Penyakit Sekarang
1) Onset nyeri akut atau kronik, traumatik atau non- traumatik. 2) Karakter dan derajat
keparahan nyeri, nyeri tumpul, nyeri tajam, rasa terbakar, tidak nyaman, kesemutan,
neuralgia. 3) Pola penjaaran / penyebaran nyeri 4) Durasi dan lokasi nyeri 5) Gejala lain yang
menyertai misalnya kelemahan, baal, kesemutan, mual/muntah, atau gangguan
keseimbangan / kontrol motorik 6) Faktor yang memperhambat dan memperingan 7)
Kronisitas 8) Hasil pemeriksaan dan penanganan nyeri sebelumnya, termasuk respon terapi
9) Gangguan / kehilangan fungsi akibat nyeri / luka 10) Penggunaan alat bantu 11)
Perubahan fungsi mobilitas, kognitif, irama tidur, dan aktivitas hidup dasar (activity of daily
living) 12) Singkirkan kemungkinan potensi emergensi pembedahan, seperti adanya faktur
yang tidak stabil, gejala neurologis progresif cepat yang berhubungan dengan sindrom
kauda ekuina. b. Riwayat pembedahan / penyakit dahulu c. Riwayat psiko- sosial a) Riwayat
konsumsi alkohol, merokok, atau narkotika b) Identifikasi pengasuh / perawat utama (primer)
pasien c) Identifikasi kondisi tempat tinggal pasien yanga berpotensi menimbulkan
eksaserbasi nyeri d) Pembatasan / restriksi partisipasi pasien dalam aktivitas sosial yang
berpotensi menimbulkan pengaruh negatif terhadap motivasi dan kooperasi pasien dengan
program penanganan/ manajemen nyeri ke depannya. Pada pasien dengan masalah
psikiatri, diperlukan dukungan psikoterapi / psikofarmaka RSUD Kota Depok 4
5. 5. e) Tidak dapat bekerjanya pasien akibat nyeri dapat menimbulkan stres bagi
pasien/keluarga. d. Riwayat pekerjaan Pekerjaan yang melibatkan gerakan berulang dan
rutin, seperti mengangkat benda berat, membungkuk atau memutar merupakan pekerjaan
tersering yang berhubungan dengan nyeri punggung. e. Obat-obat dan alergi 1) Daftar obatobatan yang dikonsumsi pasien untuk mengurangi nyeri (suatu studi menunjuakan bahwa
14% populasi di Indonesia mengkonsumsi suplemen /herbal, dan 36% mengkonsumsi
vitamin) 2) Cantumkan juga mengenai dosis, tujuan minum obat, efektifitas, dan efek
samping. 3) Direkomendasikan untuk mengurangi atau memberhentikan obat-obatan denga
efek samping kognitif dan fisik. f. Riwayat keluarga Evaluasi riwayat medis terutama penyakit
genetik. g. Asesmen sistem organ yang komprehensif 1) Evaluasi gejala kardiovaskular
psikiatri pulmoner, gastrointestial, neurolgi, reumatologi, genitourinaria, endokrin dan
muskuloskeletal. 2) Gejala kontitusional penurunan berat badan, nyeri malam hari, keringat
malam, dan sebagainya. 2. Asesmen Nyeri a. Asesmen nyeri menggunakan Numeric Rating
Scale 1) Indikasi digunakan pada pasien dewasa dan anak berusia > 4 6 = nyeri sedang
(secara obyektif pasien menyeringai, dapat menunjukan lokasi nyeri, atau mendeskripsikan,
dapat mengikuti perintah dengan baik) RSUD Kota Depok 5 1 3 = nyeri ringan (secara
obyektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik) 0 = tidak nyeri 3 tahun yang dapat
menggunakan angka untuk melambangkan intensitas nyeri yang dirasakannya. 2) Instruksi
pasien akan ditanya mengenai intensitas nyeri yang dirasakan dan dilambangkan dengan
angka antara 0 10.

6. 6. 10 = nyeri yang sangat (pasien sudah tidak dapat mendiskripsikan lokasi nyeri, tidak
dapat berkomunikasi, memukul) b. Asesmen Nyeri menggunakan Wong Baker FACES pain
scale 1) Indikasi : pada pasien (dewasa dan anak 7 9 = nyeri berat (secara objektif pesien
terkadang tidak mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan dan menunjukan
lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikan dan tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas.
distraksi ) > Distress pernapasan RSUD Kota Depok 6 Ketengan Kewaspadaan 5
nyeri sangat berat Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain Rating Scale c. Asesmen Nyeri
menggunakan COMFORT scale 1) Indikasi: pasien bayi, anak, dan dewasa di ruang kamar
operasi atau ruang rawat inap yang tidak dapat menggunakan Numeric rating scale atau
wong-baker FACES scale. 2) Instruksi : terdapat 9 kategori dengan setiap kategori memiliki
1-5 dengan skor total antara 9 45. 4 nyeri berat 3 nyeri sedang 2 nyeri ringan 1
sedikit rasa nyeri 0 tidak merasa nyeri 3 tahun) yang tidak dapat menggambarkan
intensitas nyerinya dengan angka, gunakan asesmen 2) Instruksi : pasien diminta untuk
menunjuk / memilih gambar mana yang paling sesuai dengan yang ia rasakan. Tanyakan
juga lokasi dan durasi nyeri
7. 7. Denyut jantung basal Tabel 3.1 COMFORT Scale Kategori Skor Tanggal Waktu
Kewapadaan 1- Tidur pulas / nyenyak 2- Tidur kurang nyenyak 3- Gelisah 4- Sadar
sepenuhnya dan waspada 5- Hiper alert Ketenangan 1- Tenang 2- Agak cemas 3- Cemas 4Sangat cemas 5- Panik Distress pernapasan 1- tidak ada respirasi spontan dan tidak ada
batuk 2- respirasi spontan dengan sedikit / tidak ada respon terhadap ventilasi 3- kadangkadang batuk atau terdapat tahanan terhadap ventilasi 4- seringa batuk, terdapat tahanan /
perlawanan terhadap ventilator 5- melawan secara aktif terhadap ventilator, batuk terusmenerus / tersedak Menangis 1- bernapas dengan tenang, tidak menangis 2- terisak-isak 3meraung 4- menangis 5- berteriak Pergerakan 1- tidak ada pergerkan 2- kadang-kadang
bergerak perlahan 3- sering bergerak perlahan 4- pergerakan aktif / gelisah 5- pergerakan
aktif termasuk badan dan kepala RSUD Kota Depok 7 Tekanan darah basal Tegangan
wajah Tonus otot Pergerakan Menangis
8. 8. Tonus otot 1- otot relaks sepenuhnya tidak ada tonus otot 2- penurunan tonus otot 3- tonus
otot normal 4- peningkatan tonus otot dan rileks jari tangan dan kaki 5- kekakuan otot ekstrim
dan rileks jari tangan dan kaki Tegangan wajah 1- otot wajah relaks sepenuhnya 2- tonus
otot wajah yang nyata 3- tegangan beberapa otot wajah terlihat nyata 4- tegangan hampir di
seluruh otot wajah 5- Seluruh otot wajah tegang meringis Tekanan darah basal 1- Tekanan
darah di bawah batas normal 2- Tekanan darah berada di batas normal secara konsisten 3Pengingkatan tekanan sesekali 15% di atas batas normal (>3 kali dalam observasi selama
2 menit) 4- Seringnya peningkatan tekanan darah 15% di atas batas normal (>3 kali dalam
observasi selama 2 menit) 5- Peningkatan tekanan darah terus-menerus 15% Denyut
jantung basal 1- Denyut jantung di bawah batas normal 2- Denyut jantung berada di batas
normal secara konsisten 3- Peningkatan denyut jantung sesekali 15% di atas batas normal
(1-3 kali dalam observasi selama 2 menit) 4- Seringnya penigkatan denyut jantung 15% di
atas batas normal (> 3 kali dalam observasi selama 2 menit) 5- Peningkatan denyut jantung
terus-menerus 15% Skor Total RSUD Kota Depok 8
9. 9. d. Pada pasien pengaruh obat anastesi, asesmen dan penanganan nyeri dilakukan
dengan cara pasien menunjukan respon berbagai ekspresi tubuh atau verbal akan rasa nyeri

e. Asesmen ulang nyeri dilakukan pada pasien yang dirawat lebih dari beberapa jam dan
menunjukan adanya rasa nyeri, sebagai berikut: 1) Lakukan asesmen nyeri yang
komprehensif setiap kali melakukan pemeriksaan fisik pada pasien 2) Dilakukan pada pasien
yang mengeluh nyeri 1 jam setelah tatalaksana nyeri, setiap empat jam (pada pasien yang
sadar/bangun), pasien yang menjalani prosedur kedokteran yang menyakitkan, sebelum
tranfer pasien dan sebelum pasien pulang dari rumah sakit. 3) Pada pasien yang mengalami
nyeri kardiak (jantung), lakukan asesmen ulang setiap 8 menit setelah pemberian nitrat atau
obat-obatan intravena. 4) Pada nyeri akut/kronik, lakukan asesmen ulang tiap 30 menit -1jam
setelah pemberian obat nyeri f. Derajat nyeri yang meningkat hebat secara tiba-tiba,
terutama bila sampai menimbulkan perubahan tanda vital, merupakan tanda adanya
diagnosis medis atau bedah yang baru (misalnya komplikasi pasca-pembedahan, nyeri
neuropatik). 3. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan umum 1) Tanda vital tekanan darah, nadi,
pernapasan, suhu tubuh 2) Ukuran berat badan dan tinggi badan pasien 3) Periksa apakah
terdapat luka di kulit seperti jaringan paru akibat operasi, ulserasi, tanda bekas jarum suntik
4) Perhatikan juga adanya ketidaksegarisan tulang (malalignment) atrofi otot, fasikulasi,
disklororasi, dan edema. b. Status mental 1) Nilai orientasi pasien 2) Nilai kemampuan
mengingat jangka panjang, pendek dan segera. 3) Nilai kemampuan kognitif 4) Nilai kondisi
emosional pasien, termasuk gejala-gejala depresi tidak ada harapan, atau cemas. RSUD
Kota Depok 9
10. 10. c. Pemeriksaan sendi 1) Selalu periksa kedua sisi untuk menilai kesimetrisan 2) Nilai dan
cacat pergerakan aktif semua sendi, perhatikan adanya keterbatasan gerak, diskinesis, raut
wajah meringis, atau asimetris. 3) Nilai dan cacat pergerakan pasif dari sendi yang terlibat
abnormal / dikeluhkan oleh pasien ( saat menilai pergerakan aktif). Perhatikan adanya
limitasi gerak, raut wajah meringis, atau asimetris. 4) Palpasi setiap sendi untuk menilai
adanya nyeri 5) Pemeriksaan stabilitas sendi untuk mengidentifikasi adanya cedera ligamen
d. Pemeriksaan motorik Nilai dan catat kekuatan motorik pasien dengan kriteria dibawah ini.
Tabel 3.2 Derajat Kekuatan Motorik Derajat Definisi 5 Tidak terdapat keterbatasan gerak,
mampu melawan tahanan kuat 4 Mampu melawan tahanan ringan 3 Mampu bergerak
melawan gravitasi 2 Mampu bergerak/bergeser ke kiri dan kanan tetapi tidak mampu
melawan gravitasi 1 Terdapat kontraksi otot (inspeksi/palpasi), tidak menghasilkan
pergerakan 0 Tidak terapat kontraksi otot e. Pemerikasaan sensorik Lakukan pemeriksaan :
sentuhan ringan, nyeri (tusukan jarum, pin prick), gerakan, dan suhu. f. Pemeriksaan
neurologis lainnya 1) Evaluasi nervus kranial I XII, terutama jika pasien mengeluh nyeri
wajah atau servikal dan sakit kepala 2) Pemeriksaan refleks otot, nilai adanya asimetris dan
klonus. Untuk mencetuskan klonus membutuhkan kontraksi > 4 otot 3) Nilai adanya refleks
Babinskin dan Hoflimen (hasil positif menunjukan lesi upper motor neuron). 4) Nilai gaya
berjalan pasien dan identifikasi defisit serebelum dengan melakukan tes dismetrik (tes
pergerakan jari-ke-hidung, pergerakan tumit-ke- RSUD Kota Depok 10
11. 11. Keluhan akan nyeri yang tidak konsisten (berpindahan-pindah) saat gerakan yang sama
dilakukan pada posisi yang (distraksi) 4. Pemeriksaan Elektromiografi (EMG) a. Membantu
mencari penyebab nyeri akut/ kronik pasien b. Mengidentifikasi area persarafan / cedera otot
fokal atau difus yang terkena c. Mengidentifikasi atau menyingkirkan kemungkinan
berhubungan dengan rehabilitasi, injeksi, pembedahan atau obat. d. Membantu menegakkan

diagnosis e. Pemeriksaan serial membantu pemantauan pemulihan pasien dan respon


terhadap terapi. f. Indikasi kecurigaan saraf terjepit, mono- / poli- neuropati, radikulopati. 5.
Pemeriksaan sensorik kuantitatif a. Pemeriksaan sensorik mekanik (tidak nyeri); getaran b.
Pemeriksaan sensorik mekanik (nyeri); tusukan jarum, tekanan RSUD Kota Depok 11
Reaksi nyeri yang berlebihan saat menjalani tes pemeriksaan nyeri. Verbalisasi berlebihan
akan nyeri (over-reaktif) Gangguan sensorik atau motorik non-anatomik Distribusi nyeri
superfisial atau non-anatomik tibia), tes disdiadokokinesia, tes keseimbangan (Romberg
dan Romberg modifikasi). Tabel 3.3 Pemeriksaan Refleks Refleks Segmen spinal Biseps C5
Brakioradialis C6 Triseps C7 Tendon patella I4 Hamstring medial I5 Achilles S1 g.
Pemeriksaan khusus 1) Terdapat 5 tanda non-organik pada pasien dengan gejala nyeri
tetapi tidak ditemukan etiologi secara anatomi. Pada beberapa pasien dengan 5 tanda ini
ditemukan mengalami hipokondriasis, histeria, dan depresi. 2) Kelima tanda ini adalah :
12. 12. c. Pemeriksaan sensasi suhu (dingin, hangat, panas) d. Pemeriksaan sensasi persepsi
6. Pemeriksaan radiologi a. Indikasi 1) Pasien nyeri dengan kecurigaan penyakit degeneratif
tulang belakang 2) Pasien dengan kecurigaan adanya neoplasma, infeksi tulang belakang,
penyakit inflamatorik dan penyakit vascular. 3) Pasien dengan defisit neurologis motorik,
kolon, kandung kemih, atau ereksi. 4) Pasien dengan riwayat pembedahan tulang belakang
5) Gejala nyeri yang menetap > 4 minggu b. Pemilihan pemeriksaan radiologi: bergantung
pada lokasi dan karakteristik nyeri. 1) Foto polos: untuk skrining inisial pada tulang belakang
(fraktur, ketidaksegarisan vertebra, spondilosis-spondilasis, neoplasma ) 2) MRI gold
standart 3) CT-scan 4) Radionuklida dalam mendeteksi perubahan metabolisme tulang 7.
Asesmen psikologi a. Nilai mood pasien, adakah ketakutan, despresi b. Nilai adanya
gangguan tidur, masalah terkait pekerjaan c. Nilai adanya dukungan sisoal, interaksi sosial.
B. FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK 1. Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5% a. Berisi
lidokain 5% (700 mg) b. Mekanisme kerja memblok aktivitas abnormal di kanal natrium
neuronal. c. Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa adanya
efek anestesi (baal), bekerja secara perifer sehingga tidak ada efek samping sistemik d.
Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misal : herpetik, neuropati, diabetik, neuralgia
pasca- pembedahan), nyeri punggung bawah, nyeri miofasial. e. Efek samping iritasi kulit
ringan pada tempat menempelkan lidokain RSUD Kota Depok 12
13. 13. f. Dosis dan cara penggunaan: dapat menekan hingga 3 patches di lokasi yang paling
nyeri (kulit harus bersih tidak boleh ada luka terbuka dan dipakai selama < 12 jam dalam
periode 24 jam. 2. Eutectic Mixture of Local Anesthesia a. Mengandung lidokain 2,5% dan
prokain HCl 2,5% b. Indikasi : anestesi mukosa topical yang diaplikasikan pada kulit yang
intak pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor dan sebagai pre-medikasi
untuk anestesi umum c. Mekanisme kerja: efek anastesi (baal) dengan memblok total kanal
natrium saraf sensorik d. Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek
anestesi lokal pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi kassa oklusif dan
menetap selama 1-2 jam setelah kassa dilepas e. Kontraindikasi: methemoglobinemia
idiopatik atau kongenital. f. Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal
pada kulit dan tutuplah dengan kassa oklusif. 3. Parasetamol a. Efek analgesik untuk nyeri
ringan-sedang dan antipiretik. Dapat dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek
analgesik yang lebih besar. b. Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari.

Untuk dewasa dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari. 4. Obat Anti- Inflamasi NonSteroid (OAINS) a. Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringansedang, anti-piretik b. Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung,
angioedema, dan urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid c. Efek samping:
gastrointestinal (erosi/ulkus gaster), disfungsi venal, penigkatan enzim hari. d. Ketorolak: 1)
Merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral. Efektif untuk nyeri sedangberat 2) Bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan dengan opiod
untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek RSUD Kota Depok 13
14. 14. samping opioid (despresi pernapasan, sedasi, statis gastrointestinal). Sangat baik untuk
terapi multi-analgesik. 5. Efek analgesik pada antidepresan a. Mekanisme kerja: memblok
pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin sehingga meninggalkan efek
neurotransmitter tersebut dan meningkatkan aktivitas neuron inhibisi nosiseptif. b. Indikasi:
nyeri neuropatik ( neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik cedera saraf perifer, nyeri sentral)
c. Contoh obat yang sering dipakai amitriptilin, imipramine, despiramin, efek perifer. Dosis 50
300 mg, sekali sehari 6. Anti konvulsan a. Carbamazepine efektif untuk nyeri neuropatik.
Efek samping somnolen, gangguan berjalan, pusing. Dosis : 400-1800 mg / hari (2-3 kali
perhari). Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan perminggu hingga dosis efektif.
b. Gabapentin : merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri neuropatik. Efek
samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis : 100- 4800 mg/hari (3-4 kali sehari). 7.
Antagonis kanalnatrium a. Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca-operasi b. Lidokain: dosis
2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan 1- 3 mg / kgBB/jam titrasi. c. Prokain :
4-6,5 mg/kgBB/hari. 8. Anatagonis kanal kalsiuml a. Ziconotide: merupakan anatagonis
kanal kalsium yang paling efektif sebagai analgesik. Dosis: 1-3ug/hari. Efek samping :
pusing, mual, nistagmus, ketidakseimbangan berjalan, kontipasi. Efek samping ini
bergantung dosis dan reversibel jika dosis dikurangi atau obat dihentikan. b. Nimodipin,
Verapamil: megobat migraine dan sakit kepala kronik. Menurunkan kebutuhan morfin pada
pasien kanker yang menggunakan eskalasi dosis morfin. 9. Tramadol a. Merupakan
analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek samping yang lebih sedikit/
ringan. Bersifat sinergistik dengan medikasi OAINS. RSUD Kota Depok 14
15. 15. Sensivitas medikasi RSUD Kota Depok 15 Risiko jatuh Lanjut usia Dapat dinaikkan
sampia tercapai efek analgesik yang diinginkan Naikkan menjadi 4 x 50mg Naikkan
menjadi 2 x 50mg dan 2 x 25mg selama 3 hari Naikkan menjadi 4 x 25mg selama 3 hari
Naikkan menjadi 3 x 25mg selama 3 hari 2 x 25mg selama 3 hari Sensivitas medikasi
Titrasi 16 hari 4 x 25mg selama 3 hari Risiko jatuh Lanjut usia Dapat dinaikan sampai
mencapai efek analgesik yang diinginkan Lanjutkan dengan 4 x 50mg Naikkan menjadi 3
x 50mg selama 3 hari 2 x 50mg selama 3 hari b. Indikasi: efektif untuk nyeri akut dan
kronik intensitas sedang (nyeri) kanker, osteoarthritis, nyeri punggung bawah neuropati DM,
fibromyalgia, neuralgia pasca- herpetik, nyeri pasca- operasi. c. Efek samping : pusing, mual,
muntah, letargi, konstipasi. d. Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal dan per oral e.
Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal: 400mg dalam 24 jam. f.
Titrasi terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi terutama digunakan pada
pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk terdadap pengobatan atau memiliki

risiko tinggi jatuh. Tabel 3.4 Jadwal Titrasi Tramadol Protokol Titrasi Dosis Inisial Jadwal
Titrasi Direkomendasikan untuk Titrasi 10 hari 4 x 50 mg selama 3 hari
16. 16. Petidin (norpetidin) menimbulkan tremo, twitching, mioklonus, multifokal, kejang RSUD
Kota Depok 16 Pemakaian MAOI: pemberian petidin dapat menimbulkan koma 4) Toksisitas
metabolit Euforia, halusinasi, miosis, kekakuan otot S = tidur normal 3) Sistem Saraf
pusat: 3 = sedasi berat, somnolen, sukar dibangunkan 2 = sedasi sedang, sering secara
konstan mengantuk, mudah dibangunkan 1 = sedasi ringan, kadang mengantuk, mudah
dibangunkan 0 = sadar penuh Obstructive sleep apnoes atau obstruksi jalan nafas
intermiten 2) Sedasi: adalah indikator yang baik untuk dan dipantau dengan menggunakan
skor sedasi, yaitu: Adanya kondisi tertentu : gangguan elektrolit, hipovolemia, uremia,
gangguan respirasi dan peningkatan tekanan intrakmustial. Pemberian sedasi bersamaan
(benzodiazepin, antihistamin, antiasmatik tertentu) Overdosis : pemberian dosis besar,
akumulasi akibat pemberian secara infus. 10. Opioid a. Merupakan analgesik pasien
(tergantung dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh nalokson. b. Contoh opioid yang sering
digunakan: morfin, sufetnanil, meperidin. c. Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu,
gunakanlah titrasi. d. Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk
penatalaksanaan nyeri akut. e. Efek samping 1) Depresi pernapasan, dapat terjadi pada:
17. 17. Pemberian morfin kronik: menimbulkan gangguan fungsi ginjal terutama pada pasien
usia Petidin tidak boleh digunakan lebih dari 72 jam untuk penatalaksanaan nyeri pascabedah > Petidin menimbulkan tadikardi 6) Mual, muntah terapi untuk mual dan muntahdan
pantau tekanan darah dengan adekuat, hindari pergerakan berlebihan pasca- bedah, atasi
kecemasan pasien, obat antiemetik. f. Pemberian oral : 1) Status efektifnya dengan
pemberian parental pada dosis yang sesuai 2) Digunakan segera setelah pasien dapat
mentoleransi medikasi oral. g. Injeksi intravascular 1) Merupakan rute parenatal standar
yang sering digunakan. 2) Namun, injeksi menimbulkan nyeri dan efektivitas penyerapannya
tidak dapat diandalkan. 3) Hindari pemberian via intravaskular sebisa mungkin. h. Injeksi
subkutan i. Injeksi intravena: 1) Pilihan parentaral utama setelah pembedahan major 2)
Dapat digunakan sebagai bolus atau pemberian terus menerus (melalui infus) 3) Terdapat
risiko depresi pernapasan pada pemberian yang tidak sesuai dosis j. Injeksi mikro injeksi 1)
Lokasi mikroinjeksi tebaik : mesencephalic periaqueductal 2) Mekanisme kerja: memblok
respons nosiseptif di otak. 3) Opioid intraserebroventrikular digunakan sebagai pereda nyeri
pada pasien kanker. k. Injeksi spinal (epidural, intratekal): 1) Secara selektif keluanya
neurotransmitter di neuron kornu dorsal Morfin menimbulkan vasodilatasi Tergantung
jenis, dosis, dan cara pemberian : status volume intravascular, serta level aktivitas simpatetik
70 tahun 5) Efek kardiovaskular: is spinal. RSUD Kota Depok 17
18. 18. 2) Sangat efektif sebagai analgesik. 3) Harus dipantau dengan ketat l. Injeksi Perifer 1)
Pemberian opioid secara langsung ke saraf perifer menimbulkan efek anastesi lokal(pada
konsentrasi tinggi). 2) Sering digunakan pada: sendi lutut yang mengalami inflamasi C.
MANAJEMEN NYERI AKUT 1. Nyeri akut merupakan nyeri yang terjadi < 6 minggu : 2.
Lakukan asesmen nyeri : mulai dari anamnesis hingga pemeriksaan penunjang. 3. Tentukan
mekanisme nyeri: a. Nyeri somatik: 1) Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang
menyebabkan pelepasan zat kimia dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri

melalui nosiseptor kulit. 2) Karakter onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat
tajam, menusuk atau seperti ditikam. 3) Contoh : nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur,
dislokasi. b. Nyeri visceral: 1) Nosiseptor visceral lebih sedikit dibandingkan somatic
sehingga jika terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi, bersifat
difus tumpul, seperti ditekan benda berat. 2) Penyebab: iskemi/ nekrosis, inflamasi,
peregangan ligament, spasm otot polos, distensi orgam berongga/ lumen. 3) Biasanya
disertai dengan gejala otonom, seperti mual. Muntah, hipotensi, bradikardia, berkeringat. c.
Nyeri neuropatik: 1) Berasal dari cedera jaringan saraf 2) Sifat nyeri : rasa terbakar nyeri
menjalar, kesemutan, (nyeri saat disentuh), hiperalgesia. 3) Gejala nyeri biasanya dialami
pada bagian distal pada bagian cedera (sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada
tempat cederanya) 4) Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple selerosis,
herniasi diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi/ radioterapi. 4. Tatalaksana sesuai
mekanisme nyerinya RSUD Kota Depok 18
19. 19. Subkutan : opioid, anestesi lokal Gambar 3.2 WHO Analgesic Ladder RSUD Kota Depok
19 Topical: lidokain patch, EMLA Rektal (supositoria): parasetamol, aspirin, opioid,
fenotiazin, Oral: antikonvulsan, antidepresan, antihistamin, anxiolytie, kortikosteroid,
anestesi lokal, OAINS, opioid, tramadol Intravena: antikonvulsan, ketamine, OAINS, opioid
a. Farmakologi: gunakan Step-Ladder WHO 1) OAINS efekif untuk nyeri ringan sedang,
opioid efektif untuk nyeri sedang-berat. 2) Mulailah dengan pemberian OAINS / opioid lemah
(langkah 1 dan 2 ) dengan pemberian intermiten (pro renata ) opioid yang disesuaikan
dengan kebutuhan pasien. 3) Jika langkah 1 dan 2 kurang efektif / nyeri menjadi sedang
berat, dapat ditingkatkan menjadi 3 (ganti dengan opioid kuat dan analgesik dalam kurun
waktu 24 jam setelah langkah 1 ) 4) Penggunaan opioid harus dititrasi. Opioid standar yang
sering digunakan adalah morfin, kodein 5) Jika pasien memiliki kontraindikasi absolut
OAINS, dapat diberikan opioid ringan. 6) Jika fase nyeri akut pasien telah terlewat, lakukan
pengurangan dosis secara bertahap
20. 20. Tidak Apakah pasien nyeri sedang/berat ? Observasi rutin Ya Apakah diresepkan opioid
IV ? Ya Siapkan NaCl Minta untuk diresepkan Tidak Ya Skor sedasi 0 atau 1 ? Ya Kecepatan
pernapasan > 8 kali/menit ? Ya Tekanan darah sistolik 100 mmHg ? Ya Usia pasien < 70
tahun ? Ya Jika skor nyeri 7-10 berikan 3ml Jika skor nyeri 4 -6 berikan 2ml Nyeri Tunggu
selama 5 menit Gunakan spuit 10 ml Ambil 10mg morfin sulfat dan .... Dgn NaCl 0,9%
hingga 10ml (1mg/ml) Berikan label pada spuit Atau Gunakan spuit 10 ml Ambil 100mg
petidin dan campur dengan NaCl 0,9% hingga 10ml (10mlg/ml) Berikan label pada spuit
Tidak Minta saran ke dokter senior Tunda dosis hingga skor sedasi < 2 & Kecepatan
pernapasan > Opioid - Mual dan muntah : antiemetik RSUD Kota Depok 20 Efek samping
dari dosis intravena dapat terjadi selama 15 menit sehingga semua pasien harus diobservasi
ketat selama fase ini Manajemen efek samping: Tidak sesuai untuk pemberian analgesik
secara rutin diruang rawat inap biasa Hanya digunakan oleh staf yang telah mendapat
intruksi 8 kali/menit Pertimbangkan nalokson IV (100mg) Minta saran Jika skor nyeri 7-10
berikan 2 ml Jika sor nyeri 4-6 berikan 1 ml Gambar 3.3 Algoritma Pemberian Opioid
Intermitten Algoritma di atas berlaku dengan syarat:
21. 21. OAINS: - Gangguan gastrointestinal: berikan PPI (proton pump inhibitor) - Pendarahan
akibat disfungsi platelet: pertimbangkan untuk mengganti OAINS yang tidak memiliki efek

terhadap agregasi platelet. b. Pembedahan: injeksi epidural, supraspinal, infiltrasi anestesi


lokal di tempat nyeri. c. Non-farmakologi: 1) Olah raga 2) Imobilisasi 3) Pijat 4) Relaksasi 5)
Stimulasi saraf transkutan elektrik 5. Follow-up (asesmen ulang) a. Asesmen ulang
sebaiknya dilakukan dengan interval yang teratur. b. Panduan umum: 1) Pemberian
parenteral: 30 menit 2) Pemberian oral: 60 menit 3) Intervensi non- farmakologi: 30-60 menit.
6. Pencegahan a. Edukasi pasien: 1) Berikan informasi mengenai kondisi dan penyakit
pasien, serta tatalaksanya. RSUD Kota Depok 21- Konstipasi: berikan stimulant buang air
besar, hindari laksatif yang mengandung serat karena dapat menyebabkan produksi gaskembung-kram perut. - gatal : ertimbangkan untuk mengganti opioid jenis lain, dapat juga
menggunakan antihistamin. - Mioklonus: pertimbangkan untuk mengganti opioid, atau
berikan benzodiazepine untuk mengatasi mioklonus - Depresi pernapasan akibat opioid:
berikan nalokson (campur 0,4 mg nalakson dengan NaCl 0,95% sehingga total volume
mencapi 10 ml). Berikan kecepatan pernapasan meningkat. Dapat diulang jika pasien
mendapat terapi opioid jangka panjang.
22. 22. 2) Diskusikan tujuan manajemen nyeri dan manfaatnya untuk pasien. 3) Beritahukan
bahwa pasien dapat menghubungi tim medis jika memiliki pertanyan / ingin berkonsultasi
mengenai kondisinya. 4) Pasien dan kelurga ikut dilibatkan dalam menyusun manajemen
nyeri (termasuk penjadwalan medikasi, pemilihan analgesik, dan jadwal kontrol). b.
Kepatuhan pasien dalam menjalani manajemen nyeri dengan baik. 7. Medikasi saat pasien
pulang a. Pasien dipulangkan segera setalah nyeri dapat teratasi dan dapat beraktivitas
seperti biasa / normal. b. Pemilihan medikasi analgesik bergantung pada pasien.
Manajemen Asesmen Nyeri Akut Pasien Mengeluh Nyeri Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Asesmen nyeri Apakah etiologi nyeri bersifat reversible? Prioritas utama : identifikasi dan
atasi etiologi nyeri Ya Tidak Apakah nyeri berlangsung > Pertimbangkan untuk merujuk ke
spesialis yang sesua Tidak Tentukan mekanisme nyeri (pasien dapat mengalami Lihat
manajemen nyeri kronik 6 minggu? > 1 jenis nyeri) Nyeri viseral Nyeri bersifat difus, seperti
ditekan benda bera, nyeri tumpul Nyeri neuropati Nyeri bersifat bersifat, rasa terbakar,
kesemutan, tidak spesifik Nyeri somastic Nyeri bersifat umum, menusuk, ( ) Gambar 3.4
Algoritma Asesmen Nyeri Akut RSUD Kota Depok 22
23. 23. Non-farmakologi Alagesik adekuat? Efek samping pengobatan? Manajemen efek
samping Ya Tidak Follow-up/ nilai ulang Pilih alternatif terapi yang lainnya Tidak Apakah
nyeri Prosedur pembedahan Konsultasi (jika perlu) Terapi farmakologi Edukasi pasien
Antidepresan trisiklik (antriptilin) Pencegahan Opioid OAINS Blok neuron
Kortikasteroid Antikonvulsan Opioid Nyeri neuropatik OAINS Anestesi lokal intraspinal
Kortikosteroid Stimulasi taktil Nyeri viseral Opioid OAINS Anestesi lokal
(topical/infiltrasi) Kortokosteroid Cold pack Parasetamol Algoritma Manajemen Nyeri
Akut7 Nyeri Somatic > Pertimbangkan untuk merujuk ke spesialis yang sesuai Ya Kembali
ke kontak tentukan mekanisme nyerri Tidak Gambar 3.5 Algoritma Manajemen Nyeri Akut
D. MANAJEMEN NYERI KRONIK 1. Nyeri kronik: nyeri yang persisten/ berlangsung Lihat
manajemen nyeri kronik 6 minggu? Mekanisme nyeri sesuai? Tidak Ya > 6 minggu 2.
Lakukan asesmen nyeri: a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat
manajemen nyeri sebelumnya ) b. Pemeriksaan penunjang: radiologi c. Asesmen fungsional:

1) Nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan disabilitas 2) Buatlah tujuan
fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien 3) Nilai efektivitas rencana perawatan dan
manajemen pengobatan 3. Tentukan mekanisme nyeri: RSUD Kota Depok 23
24. 24. a. Manajemen bergantung pada jenis / klasifikasi nyerinya. b. Pasien sering mengalami >
Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada musculoskeletal (bahu, ekstremitas),
nyeri berlangsung selama Karkteristik: nyeri parsisten, rasa terbakar, terfapat penjalaran
nyeri sesuai dengan persyarafannya, baal, kesemutan, alodinia. Contoh: neuropati DM,
neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik. Disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi
sistem somatosensorik 1 jenis nyeri. c. Terbagi menjadi 4 jenis: 1) Nyeri neuropatik: >
Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi. RSUD Kota Depok 24
Merupakan nyeri nosiseptif Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan
strain/spain ligament / otot), degenerasi diskus, osteoporosis dengan faktur kompresi, faktur.
Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat. Tatalaksana:
menejemen proses inflamasi dengan antibiotic / antirematik, OAINS, kortikosteroid 4) Nyeri
mekanis / kompresi: Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri.
Terdapat riwayay cedera / luka Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca
operasi Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi dan
manajemen faktor yang memperberat (postur, gerakan repetitve, faktor pekerjaan) 3) Nyeri
inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif): Biasanya muncul akibat aktivitas
pekerjaan yang repetitive Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/ lebih jenis otot, berakibat
kelemahan, keterbatasan gerak. Mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah,
panggul dan ekstremitas bawah. 3 bulan 2) Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial
25. 25. 4. Asesmen lainnya: a. Asesmen psikologi: nilai apakah pasien mempunyai masalah
psikiatri (depresi, cemas, riwayat penyalahgunaan obat-obatan, riwayat penganiayaan secara
seksual/fisik, verbal, gangguan tidur) b. Masalah pekerjaan dan disabilitas c. Faktor yang
mempengaruhi; 1) Kebiasaan akan postur leher dan kepala yang buruk 2) Penyakit lain yang
memperburuk / memicu nyeri kronik d. Hambatan terhadap tatalaksana: 1) Hambatan
komunikasi / bahasa 2) Faktor finansial 3) Rendahnya motivasi dan jarak yang jauh terhadap
fasilitas kesehatan 4) Kepatuhan pasien yang buruk 5) Kurangnya dukungan keluarga dan
teman 5. Manajemen Nyeri Kronik berdasarkan Level a. LEVEL I Prinsip level I: 1) Buatlah
rencana perawatan tertulis secara komprehensif (buat tujuan, perbaiki tidur, tingkatkan
aktivitas fisik, manajemen stres). 2) Pasien harus berpatisipasi dalam program latihan untuk
meningkatkan fungsi 3) Dokter dapat mempertimbangkan pendekatan perilaku kognitif
dengan restorasi untuk membantu mengurangi nyeri dan meningkatkan fungsi. 4)
Beritahukan kepada pasien bahwa nyeri kronik adalah masalah yang rumit dan kompleks.
Tatalaksana sering mencakup manajemen stres, latihan fisik, terapi relaksasi, dan
sebagainya 5) Beritahu kepada pasien bahwa fokus dokter adalah manajemen nyeri 6)
Ajaklah untuk berpartisipasi aktif dalam manajemen nyeri 7) Jadwalkan kontrol pasien
secara rutin, jangan biarkan penjadwalan untuk kontrol dipengaruhi oleh peningkatan level
nyeri pasien 8) Bekerja sama dengan keluarga untuk memberikan dukungan kepada pasien
9) Bantulah pasien agar dapat kembali bekerja secara bertahap 10) Atasi keengganan
pasien untuk bergerak karena takut nyeri RSUD Kota Depok 25

26. 26. Terapi simptomatik: - Antidepresan trisikl Atasi penyebab yang mendasari timbulnya
nyeri: - Kontrol gula darah pada pasien DM - Pembedahan, kemoterapi, radoterapi untuk
pasien tumor dengan kompresi saraf - Kontrol infeksi (antibiotik) 11) Manajemen psikososial
(atasi depresi, kecemasan, ketakutan pasien) Manajemen level I: Menggunakan pendekatan
standar dalam penatalaksanaan nyeri kronik termasuk farmakologi, intervensi, nonfarmakologi, dan terapi pelengkap / tambahan. Terapi berdasarkan jenis nyeri: 1) Nyeri
neuropatik Rehabilitasi fisik: RSUD Kota Depok 26 Berikan program latihan secara
bertahap, dimulai dari latihan dasar / awal dan ditingkatkan secara bertahap. Lakukan
skrining tehadap patologi medis yang serius, faktor psikososial yang dapat menghambat
pemulihan ik (amitriptilin) - Antikonvulsan: gabapentin, karbamazepin - Obat topical
(lidocaine patch 5%, krim anestesi ) - OAINS, kortikosteroid, opioid - Anestesi regional: blok
simpatik, blok epidural / intraketal, infus epidural / intratekal - Terapi berbasis- stimulasi:
akupuntur, stimulasi spinal, pijat - Rehabilitasi fisik: bidai, manipulasi, alat bantu, latihan
mobilisasi, metode ergonomis - Prosedur ablasi: kormiotomi, ablasi saraf dengan
radiofrekuensi - Terapi lainnya: hypnosis, terapi relaksasi (mengurangi tegangan otot dan
toleransi terhadap nyeri), tetapi perilaku kognitif (mengurangi perasaan terancam atau tidak
nyaman karena nyeri kronis) 2) Nyeri otot
27. 27. Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk mengatasi nyeri saat
terapi lain diaplikasikan. Manajemen level 1 lainnya: 1) OAINS dapat digunakan untuk nyeri
ringan sedang atau nyeri non-neurotik 2) Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian
aplikasi terapi opioid jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker. 3) Intervensi : injeksi
spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus intratekal, injeksi intra-sendi, injeksi epidural 4)
Terapi pelengakap / tambahan : akupuntur, herbal RSUD Kota Depok 27 Penanganan
efektif dekompresi dengan pembedahan atau stabilisasi, bidai, alat bantu. Penyebab yang
seiring tumor / kista yang menimbulkan kompresi pada struktur yang sensitif dengan nyeri,
dislokasi dan faktur. Obat anti inflamasi utama OAINS kortikosteroid 4) Nyeri mekanis
kompresi Kontrol inflamasi dan atasi penyebabnya Terapi obat: - Analgesik dan sedasi Antidepressant - Opioid jarang dibutuhkan 3) Nyeri inflamasi Manajemen perilaku: Stress / depresi - Teknik relaksasi - Perilaku kognitif - Ketergantungan obat - Manajemen
amarah - Fitness: angkat beban bertahap, kardiovaskular, fleksibilitas, keseimbangan Mekanik - Pijat, terapi akuatik
28. 28. Tabel 3.5 Skor DIRE (diagnosis, intractibility, risk, efficacy)* Faktor Penjelasan Diagnosis
1= kondisi kronik ringan dengan temuan obyektif minimal atau tidak adanya diagnosis medis
yang pasti. Misalnya migraine, nyeri punggung tidak spesifik. 2= kondisi progresif perlahan
dengan nyeri sedang atau kondisi nyeri sedang menetap dengan temuan objektif medium.
Misalnya nyeri punggung dengan perubahan degeneratif medium, nyeri neurotopik. 3=
kondisi lanjut dengan nyeri berat dan temuan objektif nyata. Misalnya: penyakit iskemik
vascular berat, neuropatik lanjut, .... spinal berat. Intracability (keterlibatan) 1= pemberian
terapi minimal dan pasien terlibat secara minimal dalam manajemen nyeri. 2= beberapa
terapi telah dilakukan tetapi pasien tidak sepenuhnya terlibat dalam manajemen nyeri, atau
terdapat hambatan (finansial, transportasi, penyakit medis) 3= pasien terlibat sepenuhnya
dalam manajemen nyeri tetapi respon terapi tidak adekuat. Risiko (R) R= jumlah skor

P+K+R+D Psikologi 1= disfungsi kepribadian yang berat atau gangguan jiwa yang
mempengaruhi terapi. Misalnya gangguan kepribadian, gangguan efek berat. 2= gangguan
jiwa / kepribadian medium / sedang. Misalnya depresi, gangguan, cemas. 3= komunikasi
baik. Tidak ada disfungsi kepribadian atau gangguan yang signifikan. Kesehatan 1=
penggunaan obat akhir-akhir ini. alkohol berlebihan, penyalahgunaan obat. 2= medikasi
untuk mengatasi stess, atau riwayat remisi psikofarmaka 3= tidak ada riwayat penggunaan
obat-obatan. Rehabilitas 1= banyak masalah: penyalahgunaan obat, bolos kerja / jadwal
control. 2= terkadang mengalami kesulitan dalam komplians, tetapi secara keseluruhan
dapat diandalkan 3= sangat dapat diandalkan (medikasi, jadwal control dan terapi)
Dukungan sosial 1= hidup kacau, dukungan keluarga minimal, sedikit teman dekat, peran
dalam kehidupan normal 2= kurangnya hubungan dengan oral dan kurang berperan dalam
sosial 3= keluarga mendukung, hubungan dekat. Terlibat dalam kerja/sekolah ada isolasi
sosial RSUD Kota Depok 28
29. 29. Efikasi 1= fungsi buruk atau pengurangan nyeri minimal meski dengan penggunaan
dosis obat sedang- tinggi 2= fungsi meningkat tetapi kurang efisiensi (tidak menggunakan
opioid sedang-tinggi) 3= perbaikan nyeri signifikan, fungsi dan kualitas hidup tercapai ...yang
stabil. Skor total = D + I + R + E Keterangan: Skor 7 + 13 : tidak sesuai untuk menjalani
terapi opioid jangka panjang Skor 14 + 21 : sesuai untuk menjalani terapi opioid jangka
panjang b. LEVEL II Manajemen level 2 1) Meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam
manajemen nyeri dan rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau
infus intratekal) 2) Indikasi pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen
level 1. 3) Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan dengan
manajemen level 1. RSUD Kota Depok 29
30. 30. Faktor yang mempengaruhi dan hambatan Pantau dan observasi Atasi etiologi nyeri
sesuai indikasi Algoritma Manajemen Nyeri Kronik Gambar 3.6 Algoritma Asesmen Nyeri
Kronik RSUD Kota Depok 30 Asesmen psikologi dan spiritual Masalah pekerjaan dan
disabilitas Nyeri musculoskeletal (bahu, siku) Apakah nyeri kronik? Ya Apakah etiologinya
dapat dikoreksi / diatasi? Tidak Asesmen lainnya Nyeri leher Nyeri punggung bawah
Cedera jaringan Nyeri mekanis/ kompresi Nyeri pasca-operasi Infeksi Artropati inflamasi
(rematoid artritis) Sentral (Parkinson, multiple selerosis, mielopati, nyeri pasca- Nyeri otot
Nyeri miofasial Nyeri inflamasi Perifer (sindrom nyeri regional kompleks, neuropati HIV,
gangguan metabolik) Pemeriksaan fungsi Tentukan mekanisme nyeri Pasien dapat
mengalami jenis nyeri dan faktor yang mempengaruhi yang beragam Nyeri neuropatik
Pemeriksaan fisik Anemnesis Berikut adalah algoritma asesmen dan manajemen nyeri
kronik: Algoritma Asesmen Nyeri Kronik9 Pasien mengeluh nyeri Asesmen nyeri
31. 31. Rujuk ke klinik khusus manajemen nyeri Ya Rencana perawatan selanjutnya oleh pasien
Tidak Asesmen hasil Gambar 3.7 Algoritma Manajemen Nyeri Kronik E. MANAJEMEN
NYERI PADA PEDIATRIK 1. Prevalensi nyeri yang sering dialami oleh anak adalah: sakit
kepala kronik, trauma, sakit perut dan faktor psikologi. 2. Sistem nosiseptif pada anak dapat
memberikan respon yang berbeda terhadap kerusakan jaringan yang sama atau sederajat.
RSUD Kota Depok 31 Rujuk ke tim interdisiplin, atau Hambatan Telah melakukan
manajemen level 1 dengan adekuat? Tidak Manajemen level 2 Kenyamanan Fungsi

Pelrngkap/tambahan Layanan primer untuk mengukur pencapaian tujuan dan meninjau


ulang rencana perawatan Tujuan terpenuhi? Intervensi Farmakologi (skor DIRE)
Manajemen psikososial dengan tujuan fungsional Manajemen level 1: Nyeri neuropatik
Manajemen level 1: Nyeri otot Manajemen level 1: Nyeri inflamasi Manajemen level 1: Nyeri
mekanisme/ kompresi Manajemen level 1 lainnya Rehabilitasi fisik dengan tujuan
fungsional Buatlah rencana dan tetapkan tujuan Algoritma Manajemen Nyeri Kronik9
Prinsip level 1
32. 32. Kategori: - Analgesik multi-tujuan: antidepressant, agonis adremergic alfa-2,
kortikosteroid, anestesi topical. - Analgesik untuk nyeri neuropatik: antidepressant ,
antikonvulsan, agonis GABA, anestesi oral-lokal. - Anagesik untuk nyeri musculoskeletal:
relaksasi otot, benzodiazepine, inhibitor osteoklas, radiofarmaka. b. By the clok: mengacu
pada waktu pemberian analgesik. Pemberian haruslah teratur, misalnya: setiap 4-6 jam
(disesuaikan dengan masa kerja obat dan derajat keparahan nyeri pasien), tidak boleh prn
(jika perlu) kecuali episode nyeri pasien benar-benar intermiten dan tidak dapat diprediksi. c.
By the child: mengacu pada pemberian analgesik yang sesuai dengan kondisi masingmasing individu. 1) Lakukan monitor dan asesmen nyeri secara teratur 2) Sesuaikan dosis
analgesik jika perlu d. By the mouth: mengacu pada jalur pemberian oral. 1) Obat harus
diberikan melalui jalur yang paling sederhana, tidak invasive dan efektif, biasanya per oral.
RSUD Kota Depok 32 Analgesik adjuvant ini lebih spesifik dan efektif untuk mengatasi nyeri
neuropatik. Pada anak dengan nyeri neuropatik, dapt diberikan analgesik adjuvant sebagai
level 1 Merupakan obat yang memiliki indikasi primer bukan untuk nyeri tetapi dapat
berefek analgesik dalam kondisi tertentu 3. Neonatus lebih sensitif terhadap stimulus nyeri.
4. Pemberian analgesik: a. By the ladder pemberian analgesik secara bertahap sesuai
dengan level nyeri anak (ringan, sedang, berat) 1) Awalnya, berikan analgesik ringan
sedang (level 1) 2) Jika nyeri menetap dengan pemberian analgesik level 1, naikkan ke leve
2 (pemberian analgesik yang lebih poten) 3) Pada pasien yang mendapat terapi opioid,
pemberian parasetamol 4) Analgesik adjuvant
33. 33. 2) Karena pasien takut dengan jarum suntik, pasien dapat menyangkal bahwa mereka
mengalami nyeri atau tidak memerlukan pengobatan. 3) Untuk mendapatkan efek analgesik
yang cepat dan langsung, pemberian parenteral terkadang merupakan jalur yang paling
efisien. 4) Opioid kurang poten jika diberikan per oral 5) Sebisa mungkin jangan memberikan
obat via intramuscular karena nyeri dan absorsi obat tidak dapat diandalkan 6) Infus kontinu
memiliki keuntungan yang lebih dibandingkan IM, IV, dan subkutan intermiten, yaitu: tidak
nyeri, mencegah terjadinya penundaan / keterlambatan pemberian obat, memberikan kontrol
nyeri yang kontinu pada anak. Indikasi: pasien nyeri dimana pemberian per oral dan opioid
parenteral intermitten tidak memberikan hasil yang memuaskan, adanya muntah hebat (tidak
dapat memberika obat per oral) e. Analgesik dan anetesi regional: epidural atau spinal 1)
Sangat berguna untuk anak dengan nyeri kanker stadium lanjut yang sulit diatasi dengan
terapi konservatif. 2) Harus dipantau dengan baik 3) Beriakn edukasi dan pelatihan kepada
staf, ketersediaan segera obat-obatan dan peralatan resusitasi, dan pencatatan yang akurat
mengenai tanda vital / skor nyeri. f. Manajemen nyeri kronik: biasanya memiliki penyebab
multipel, dapat melibatkan komponen nosiseptif dan neuropatik 1) Lakukan anamnesis dan
fisik menyeluruh 2) Pemeriksaan penunjang yang sesuai 3) Evaluasi faktor yang

mempengaruhi 4) Program terapi: kombinasi terapi obat dan non-obat (kognitif, fisik dan
perilaku). 5) Lakukan pendekatan multidisiplin g. Panduan penggunaan opioid pada anak: 1)
Pilih rute yang paling sesuia. Untuk pemberian jangka panjang, pilih jalur oral. 2) Pada
penggunaan infus kontinu IV, sediakan obat opioid kerja singkat dengan dosis 50%-200%
dari dosis infus per jam kontinu prn. RSUD Kota Depok 33
34. 34. 3) Jika diperlukan >6 kali opioid kerja singkat prn dalam 24 jam, naikkan dosis infus IV
per-jam kontinu sejumlah total dosis opioid prn yang diberikan dalam 24 jam dibagi 24.
Alternatif lainnya adalah dengan menaikkan kecepatan infus sebesar 50% 4) Pilih opioid
yang sesuai dan dosisnya 5) Jika efek analgeseik tidak adekuat dan tidak ada toksisitas
tingkatkan dosis sebesar 50% 6) Saat tapering-off atau penghentian obat: pada semua
pasien yang menerima opioid > 1 minggu, harus dilakukan tapering-off (untuk menghindari
gejala withdrawal). Kurangi dosis 50% selama 2 hari lalu kurangi sebesar 25 % setiap 2 hari.
Jika dosis ekuivalen dengan dosis morfin oral (0,6 mg/ kgBB/hari ), opioid dapat dihentikan.
7) Meperidin tidak boleh digunakan untuk jangka lama karena dapat terakumulasi dan
menimbulkan mioklonus dan hiperrekfleks Tabel 3.6 Obat Non-Opioid yang sering digunakan
pada Pediatrik Obat Dosis keterangan Parasetamol 10-15mg/kgBB oral, setiap 4-6 jam Efek
antiinflamasi kecil, efek gastrointestinal dan hematologi minimal Ibuprofen 5-10mgkgBB oral,
setiap 6-8 jam Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien dengan gangguan hepar/renal,
riwayat perdarahan gastrointestinal atau hipertensi. Naproksen 10-20mg/kgBB/hari oral,
terbagi dalam 2 dosis Efek antiinflamasi. Hati-hati pada pasien disfungsi renal. Dosis
maksimal 1gr / hari. diklofenak 1mg/kgBB oral, setiap 8-12 jam Efek antiinflamasi. Efek
samping sama dengan ibuprofen dan naproksen. Dosis maksimal 50mg/kali. h. Terapi
alternatif / tambahan 1) Konseling 2) Manipulasi chiropractic 3) Herbal RSUD Kota Depok 34
35. 35. TENS RSUD Kota Depok 35 Akupuntur Stimulasi sensorik Stimulasi ternal
Fisioterafi Pijat Modifikasi gaya hidup / perilaku Umapan balik positif Terapi relaksasi
Latihan Psikoterapi Hypnosis Distraksi dan atensi Pilihan dan kontrol Informasi 5.
Terapi non-obat a. Terapi kognitif: merupakan terapi yang paling bermanfaan dan memiliki
efek yang besar dalam manajemen nyeri non-obat untuk anak b. Distraksi terhadap nyeri
dengan mengalihkan atensi ke hal lain seperti music, cahaya, warna, mainan, permen,
computer, permainan, film dan sebagainya. c. Terapi perilaku bertujuan untuk mengurangi
perilaku yang dapat meningkatkan nyeri dan meningkatkan perilaku yang dapat menurunkan
nyeri. d. Terapi relaksasi: depat berupa mengepalkan dan mengendurkan jari tangan,
menggerakan kaki sesuai iram , menarik napas dalam. Tabel 3.7 Terapi Non-Obat Kognitif
Perilaku Fisik
36. 36. Revisi rencana jika diperlukan Gambar 3.8 Algoritma Manajemen Nyeri Pada Pediatrik F.
MANAJEMEN NYERI PADA KELOMPOK USIA LANJUT 1. Lanjut usia (lansia) didefinisikan
sebagai orang-orang yang berusia 65 tahun. 2. Pada lansia, prevalensi nyeri dapat
meningkat hingga 2 kali lipatnya dibandingkan dewasa muda. RSUD Kota Depok 36
Evaluasi efektifitas rencana manajemen nyeri Asesmen ulang nyeri pada anak secara rutin
Berikan rencana manajemen yang rasional dan terintegrasi Berikan umpan balik
mengenai penyebab dan faktor yang mempengaruhi nyeri kepala orang tua (dan anak)
Perilaku 4. Implementasi rencana menejemen nyeri Fisik Kognitif Anestesi Non-obat

Analgesik adjuvani Analgesik Pikirkan faktor emosinal, kognitif, dan perilaku 3. Pilih terapi
yang sesuai Obat Kumpulkan gejala-gejala fisik yang ada Komponen nosiseptif dan
neuropatik yang ada saat ini Kajian faktor yang mempengaruhi nyeri pada anak 2.
Diagnosis penyebab primer dan sekunder Evaluasi kemungkinan adanya ketelibatan
mekanisme nosiseptik dan neuropatik Lakukan pemeriksaan medis dan penunjang yang
sesuai Nilai katarekteristik nyeri Algoritma Manajemen Nyeri Mendasar Pada Pediatrik10
1. asesmen nyeri pada anak
37. 37. 3. Penyakit yang sering menyebabkan nyeri pada lansia adalah artritis, kanker, neuralgia
trigeminal, neuralgia pasca-herpetik, polimialgia, dan penyakit degeneratif. 4. Lokasi yang
sering mengalami nyeri, sendi utama / penyangga tubuh, punggung, tungkai bawah dan kaki.
5. Alasan seringgnya terjadi manajemen nyeri yang buruk adalah: a. Kurangnya pelatihan
untuk dokter mengenai manajemen nyeri pada geriatri. b. Asesmen nyeri yang tidak adekuat
c. Keengganan dokter untuk meresepkan opioid 6. Asesmen nyeri pada geriartri yang valid,
reliable dan dapat diaplikasikan menggunakan Function Pain Scaleseperti dibawah ini: Tabel
3.8 Function Pain Scale Skala Nyeri Keterangan 0 Tidak nyeri 1 Dapat ditoleransi (aktivitas
tidak terpengaruh ) 2 Dapat ditoleransi (beberapa aktivitas sedikit terganggu) 3 Tidak dapat
ditoleransi (tetapi dapat menggunakan telepon menonton TV, atau membaca) 4 Tidak dapat
ditoleransi (tidak dapat menggunakan telepon, menonton TV, atau membaca ) 5 Tidak dapat
ditolerasi (dan tidak dapat berbicara karena nyeri) *skor normal / yang diinginkan : 0-2 7.
Intervensi a. Terapi termal: pemberian pendinginan atau pemanasan di area nyeri untuk
menginduksi pelepasan opioid endogen. b. Stimulasi listrik pada saraf transkutan: perkutan,
akupuntur c. Blok saraf dan radiasi area tumor d. Intervensi medis pelengkap / tambahan
atau alternatif relaksasi umpan balik positif, hypnosis. e. Fioterapi dan terapi okupasi 8.
Intervesi farmakologi (tekanan pada keamanan pasien) a. Non-opiod: OAINS, parasetamol,
COX-2 Inhibitor, antidepressant trisiklik, amitriptilin, ansiolitik. RSUD Kota Depok 37
38. 38. b. Opioid: 1) Risiko adiksi rendah jika digunakan nyeri akut (jangka pendek). 2) Hindari
yang cukup dan konsumsi serat / talking agent untuk mencegah konstipasi (preparat senna,
serbital) 3) Berikan opioid jangka pendek 4) Dosis rutin dan teratur memberikan analgesik
yang lebih baik daripada pemberian intermiten. 5) Mulailah dengan dosis rendah, lalu
naikkan perlahan 6) Jika efek analgesik masih kurang adekuat , dapat menaikkan opioid
sebesar 50-100% dari dosis semula. c. Analgesik adjuvant 1) OAINS dan amfetamin:
meningkatkan opioid dan resolusi nyeri 2) Nortriptilin, klonazepam, karbamazepine,
gabapentin, tramadol, mexiletine: efektif untuk nyeri neuropatik 3) Antikonvulsan: untuk
neuralgia trigennital Gabapentin: neuralgia pasca-herpetik 1-3 x 100 mg sehari dan dapat
ditingkatkan menjadi 300 mg / hari 9. Risiko efek samping OAINS meningkat pada
perdarahan gastrointestinal meningkat hampir dua kali lipat pada pasien > 6,5 tahun 10.
Semua fase farmakokinetik dipengaruhi oleh termasuk absorbsi, distribusi, metabolisme, dan
eleminasi 11. Pasien lansia cederung memerlukan pengarahan dosis analgesik. Absorbsi
sering tidak teratur karena adanya pemindahan waktu . sindrom malabsorbsi 12. Ambang
batas nyeri sedikit meningkat pada lansia 13. Lebih disarankan menggunakan obat dengan
waktu paruh yang lebih singkat. 14. Lakukan monitor ketat jika mengubah atau
meningkatkan dosis pengobatan 15. Efek samping penggunaan opioid paling sering dialami
konstipasi 16. Penyebab tersering timbulnya efek samping obat: polifarmasi (misalnya pasien

39.

40.
41.

42.

mengkonsumsi analgesik, antideprassant, dan sedasi secara rutin harian ) 17. Prinsip dasar
terapi farmakologi: mulailah dengan dosis rendah, lalu naikkan perlahan hingga tercapai
dosis yang dinginkan 18. Nyeri yang tidak dikontrol dengan baik dapat mengakibatkan: a.
Penurunan / keterbatasan mobilisasi, pada akhirnya mengarah ke depresi karena pasien
frustasi dengan keterbatasan mobilitasnya dan menurunyan kemampuan fungsional RSUD
Kota Depok 38
39. b. Dapat menurunkan sosialisasi, gangguan tidur, bahkan dapat menurunkakn imunitas
tubuh c. Kontrol nyreri yang tidak adekuat dapat menjadi penyebab munculnya agitasi dan
gelisah d. Dokter cenderung untuk meresepkan obat-obatan yang lebih banyak. Polifarmasi
dapat meningkatkan risiko jatuh dan delirium 19. Beberapa obat yang sebaiknya tidak
digunakan (dihindari) pada lansia: a. OAINS: indometasin dan piroksikam (waktu paruh yang
panjang dan efek samping gastrointestinal lebih besar) b. Opioid: pentazocine, butorphano
(merupakan campuran antagonis dan agonis, cenderung memproduksi efek psikotomimetik
pada lansia): metadon, levorphanol (waktu paruh panjang) c. Propoxyphene: neurotoksik d.
Antidepresan: tertiary amine tricyclisc (efek samping antikolinergik ) 20. Semua pasien yang
mengkonsumsi opioid, sebelumnaya harus diberikan kombinasi preparat senna dan obat
pelunak feses (bulking agents) 21. Pemilihan analgesik: menggunakan 3-step ladder WHO
(sama dengan manajemen pada nyeri akut) a. Nyeri ringan-sedang: analgesik non-opioid b.
Nyeri sedang: opioid minor, dapat dikombinasikan dengan OAINS analgesik adjuvant c.
Nyeri berat: opioid poten 22. Satu-satunya perbedaan dalam terapi analgesik ini adalah
penyesuaian dan hati-hati dalam memberikan obat kombinasi RSUD Kota Depok 39
40. BAB IV DOKUMENTASI 1. SPO Manajemen Nyeri 2. SPO Manajemen Nyeri dengan
Kondisi Khusus 3. Formulir Rencana Perawatan Pasien Nyeri Kronik RSUD Kota Depok 40
41. REFERENSI 1. Joint Commision on accreditation of Healthcare Organization. Pain:
current understansing of asessment, management, and treatments. Nations Pharmaceutical
Council, Inc: 2001. 2. Wallace Ms, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts.
Mcgraw-hill; 2005. 3. National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center.
Pain intensity instruments: numeric rating scale; 2003. 4. Wong D, Whaley L. Clinical
handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St. Louis: C.V. mosby Company: 1986. 5. Ambuel,
Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assesing distress in pediatric intensive care
environments: the COMFORT scale. J Paed Psych. 1992;17:95- 109. 6. Pain management.
[diakses tanggal 23 Februari 2012]. Diunduh dari:www.hospitalsoup.com 7. Institute for
Clinical Systems Improvement (ICSI). Health care guideline: assessment and management
of acute pain. Edisi ke-6. ICSI; 2008. 8. Pain Management Task Group of the Hull & East
Riding Clinical Policy Forum. Adult pain management guidelines. NHS; 2006. 9. Institute for
Clinical Systems Improvement (ICSI).health care guideline: assessment and management of
choronic pain. Edisi ke-5. ICSI; 2011. 10. Argoff CE, McCleane G. Pain management
secrets: questions you will be asked. Edisi ke-3. Philadelphia: mosby Elsevier;2009. RSUD
Kota Depok 41
42. KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas
kemudahan yang diberikan olehNya kami dapat menyelesaikan panduan ini. Panduan
Manajemen Nyeri RSUD Kota Depok adalah suatu acuan dalam asesmen dan manajemen
nyeri pasien-pasien di RSUD Kota Depok. Panduan dalam penanganan nyeri yang terdiri

dari pengertian, serta asuhan dan terapi yang harus diberikan. Semoga Panduan ini dapat
bermanfaat dan dapat digunakan sebaik-baiknya oleh seluruh unit terkait di RSUD Kota
Depok. Tim Penyusun RSUD Kota Depok 42 i
43. 43. DAFTAR ISI KATA
PENGANTAR .................................................................................................... i DAFTAR
ISI ................................................................................................................. ii DAFTAR TABEL
.......................................................................................................... iii DAFTAR
GAMBAR ...................................................................................................... iv BAB I
PENDAHULUAN A. Latar
Belakang .................................................................................................. 1 B.
Tujuan ................................................................................................................ 1 C.
Definisi .............................................................................................................. 2 BAB II
RUANG LINGKUP ............................................................................................ 3 BAB III TATA
LAKSANA .............................................................................................. 4 A. Asesmen
Nyeri ................................................................................................... 4 B. Farmakologi Obat
Analgesik ............................................................................. 12 C. Manajemen Nyeri
Akut ...................................................................................... 18 D. Manajemen Nyeri
Kronik ................................................................................... 23 E. Manajemen Nyeri pada
Pediatrik ...................................................................... 31 F. Manajemen Nyeri pada
Kelompok Usia Lanjut ................................................. 36 BAB IV
DOKUMENTASI .............................................................................................. 40 RSUD Kota
Depok 43 ii
44. 44. DAFTAR TABEL Tabel 3.1 COMFORT
Scale ......................................................................................... 7 Tabel 3.2 Derajat Kekuatan
Motorik ............................................................................ 10 Tabel 3.3 Pemeriksaan
Refleks ................................................................................... 11 Tabel 3.4 Jadwal Titrasi
Tramadol ............................................................................... 15 Tabel 3.5 Skor DIRE
(Diagnosis, Intractibility, Risk, Efficacy) ...................................... 28 Tabel 3.6 Obat NonOpioid yang sering digunakan pada Pediatrik ............................. 34 Tabel 3.7 Terapi NonObat .......................................................................................... 35 Tabel 3.8 Function Pain
Scale ..................................................................................... 37 RSUD Kota Depok 44 iii
45. 45. DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1 Wong Baker Faces Pain Rating
Scale ..................................................... 6 Gambar 3.2 WHO Analgesic
Ladder ........................................................................... 19 Gambar 3.3 Algoritma Pemberian
Opioid Intermitten .................................................. 20 Gambar 3.4 Algoritma Asesmen Nyeri
Akut ................................................................ 22 Gambar 3.5 Algoritma Manajemen Nyeri
Akut ............................................................. 23 Gambar 3.6 Algoritma Asesmen Nyeri
Kronik ............................................................. 30 Gambar 3.7 Algoritma Manajemen Nyeri
Kronik ......................................................... 31 Gambar 3.8 Algoritma Manajemen Nyeri Pada
Pediatrik ............................................. 36 RSUD Kota Depok 45 iv

Anda mungkin juga menyukai