Anda di halaman 1dari 38

Metode ilmiah =pendekatan atau cara yg dipakai dl penelitian suatu ilmu;

Morfologi tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari bentuk fisik dan struktur tubuh dari
tumbuhan, morfologi berasal dari bahasa Latin morphus yang berarti wujud atau bentuk, dan
logos yang berarti ilmu.[1][2] Morfologi tumbuhan berbeda dengan anatomi tumbuhan yang
secara khusus mempelajari struktur internal tumbuhan pada tingkat mikroskopis.[3] Morfologi
tumbuhan berguna untuk mengidentifikasi tumbuhan secara visual, dengan begitu keragaman
tumbuhan yang sangat besar dapat dikenali dan diklasifikasikan serta diberi nama yang tepat
untuk setiap kelompok yang terbentuk, ilmu yang mempelajari klasifikasi serta pemberian
nama tumbuhan adalah taksonomi tumbuhan.[2][4]
Morfologi tumbuhan tidak hanya menguraikan bentuk dan susunan tubuh tumbuhan saja,
tetapi juga untuk menentukan fungsi dari masing-masing bagian dalam kehidupan tumbuhan,
dan selanjutnya juga berusaha mengetahui dari mana asal dan susunan tubuh yang terbentuk.
[4]
Informasi morfologi dibutuhkan dalam pemahaman siklus hidup, penyebaran geografis,
ekologi, evolusi, konservasi, serta pendefinisian spesies.[5]

Daftar isi

1 Sejarah dan perkembangan


o 1.1 Urpflanze
o 1.2 Biologi molekular

2 Ruang lingkup
o 2.1 Deskripsi
o 2.2 Klasifikasi
o 2.3 Morfogenesis

3 Tata nama

4 Bagian-bagian tumbuhan
o 4.1 Alat hara

4.1.1 Morfologi daun

4.1.2 Morfologi batang dan akar

o 4.2 Alat perkembangbiakan

5 Lihat juga

6 Referensi

Sejarah dan perkembangan

Johann Wolfgang von Goethe, seorang ilmuwan yang berpengaruh dalam ilmu morfologi
tumbuhan. Salah satu konsep yang dipublikasikannya adalah Urpflanze.[6]
Morfologi tumbuhan diperkenalkan pertama kali oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman yaitu
Johann Wolfgang von Goethe pada tahun 1790.[7] Sejarah perkembangan morfologi tumbuhan
berpusat di Jerman, selain Goethe tokoh lain yang paling berpengaruh antara lain yaitu:
Wilhelm Hofmeister, Karl von Goebel, Walter Zimmermann, dan Wilhelm Troll.[7] Metode
yang digunakan oleh Goethe adalah morfologi komparatif atau tipologi yang berpandangan
bahwa meskipun organ pada tumbuhan berbunga menunjukkan keragaman, terdapat sebuah
bentuk rancangan dasar yang disebut Bauplan yang mendasari keragaman bentuk tubuh
tumbuhan tersebut.[6] Studi morfologi di Jerman melibatkan perbedaan pandangan dan
perdebatan oleh masing-masing ilmuwan. Goethe yang hanya bisa menerima konsep jenis
tumbuhan sedangkan Zimmermann yang hanya menerima kelompok secara alami terbentuk
melalui evolusi serta berasal dari nenek moyang yang sama.[8] Pada saat yang sama, Agnes
Arber pada tahun 1950 mempublikasikan kelompok alami tumbuhan, yang berangkat dari
pandangan bahwa perkembangan tumbuhan akan terjadi terus-menerus.[8] Sejak pertama kali
diperkenalkan oleh Goethe sampai melalui sejarah perdebatan antar ilmuwan, konsep
morfologi tumbuhan telah berkembang dan diterima secara umum bahwa tumbuhan
merupakan organisme yang berkembang melibatkan aspek dasar botani yaitu: morfologi,
dimensi, fungsi, dan anatomi; Fungsinya pun berkembang selaras dengan evolusi organisme
moyangnya.[9]

Urpflanze

Gambaran konsep Urpflanze (tumbuhan moyang) dari J.W. von Goethe. Cetak cukil kayu
karya P.J.F. Turpin.
Urpflanze merupakan konsep tumbuhan moyang yang menggambarkan asal-muasal
keberagaman bentuk tumbuhan.[10] Konsep urpflanze diperkenalkan oleh Goethe melalui
publikasinya berjudul Metamorfosis tumbuhan (bahasa Inggris:The Metamorphosis of Plants)
pada tahun 1978, ide Goethe mengenai konsep urpflanze berawal dari sebuah pertanyaan
bagaimana saya dapat mengetahui kalau suatu bentuk merupakan sebuah tumbuhan kalau itu
semua tidak tercipta dan berasal dari suatu bentuk dasar yang sama?.[10] Pada tahun 1786
sampai 1788 Goethe melakukan perjalanan ke Italia, pada saat itu pengetahuan tentang
tumbuhan dan botani belum begitu menjadi perhatian, bahkan diabaikan.[11] Perjalanannya ke
Italia dilakukan secara bertahap, sembari mengembangkan dan memodifikasi konsep
urpflanze yang tercatat pada buku catatannya.[11] Bersamaan dengan perjalanannya ke Italia
Goethe mengembangkan dan memodifikasi konsep urpflanze secara bertahap.[11] Dalam buku
catatan perjalanannya, Goethe sendiri berpendapat bahwa tanaman moyang dalam konsep
urpflanze akan menjadi mahluk paling aneh di dunia, namun dengan model tumbuhan
moyang ini akan mungkin untuk terus-menerus tercipta berbagai jenis tumbuhan yang
eksistensinya dapat diterima secara logis; artinya, jika tumbuhan moyang itu tidak benar
benar ada, keberadaanya tetap logis, karena mereka bukan sekadar imajinasi yang sia-sia,
namun merupakan sebuah proses pencarian kebenaran dan kebutuhan batin.[6][11] Beberapa
teori botani modern mulai menyetujui konsep pemikiran awal Goethe seperti pada penemuan
dalam studi genetika pada tumbuhan berbunga yang menunjukkan, bahwa tampaknya
terdapat suatu gen tunggal yang memicu munculnya bunga.[11] Penemuan ini dianggap telah
mengkonfirmasi teori yang diajukan Goethe, bahwa organ-organ yang berbeda dalam bunga,
seperti kelopak dan benang sari, dan semua variasi yang terbentuk berada pada satu tema
"Bauplan".[11]

Biologi molekular
Seiring dengan berkembangnya biologi molekular, data morfologi juga ikut disertakan untuk
mempelajari hubungan antara kelompok moyang tumbuhan sebagai asal usulnya dalam studi

filogeni.[5] Salah satu bentuk penggunaan data morfologi dalam studi filogeni adalah dengan
mengkombinasikannya dengan data struktur molekul atau sekuens.[12] Studi morfologi
tumbuhan, genetika, dan biogeografi dapat menjadi cara untuk menelusuri populasi tumbuhan
moyang dan juga bagi populasi yang sering terseleksi.[5] Penelusuran populasi tersebut
berfungsi untuk melestarikan karakteristik morfologi tumbuhan.[5]

Ruang lingkup

Contoh tumbuhan paku (atas), dan tumbuhan berbiji (bawah), keduanya merupakan golongan
tumbuhan yang menjadi bahasan morfologi tumbuhan karena bagian-bagiannya
terdiferensiasi secara nyata (dapat dibedakan).[4]
Definisi dari morfologi tumbuhan adalah studi tentang perkembangan bentuk, dan struktur
tumbuhan, yang berimplikasi upaya untuk menginterpretasi berdasarkan kesamaan asal dan
tujuan.[13] Fokus dari morfologi tumbuhan adalah bentuk dan susunan luar tubuh tumbuhan
pada tumbuhan yang telah terdiferensiasi yang termasuk dalam kelompok kormus
(Cormophyta).[4] Sedangkan golongan lain: Cyanobacteria, Thallophyta, dan Bryophyta yang
masuk kedalam bahasan anatomi tumbuhan karena tubuhnya belum terdiferansiasikan.[4]
Sehingga hanya dua golongan tumbuhan yang menjadi bahasan morfologi tumbuhan yaitu:
Pteridophyta (tumbuhan paku), dan Spermatophyta (tumbuhan biji).[4] Studi tentang
morfologi tumbuhan harus melihat dari tiga aspek utama yang merepresentasikan arti dan
fakta dari studi morfologi, yaitu: deskripsi secara lisan dari suatu bentuk, klasifikasi bentuk,
genesis bentuk atau morfogenesis.[14]
Sistematika tumbuhan dan morfologi tumbuhan saling bersinggungan, meskipun begitu
keduanya merupakan disiplin ilmu yang berbeda dengan fokus dan tujuan yang berbeda pula.
[7]
Sistematika lebih menekankan homologi atau kesamaan dari dua spesies dengan asal nenek
moyang yang sama, sedangkan morfologi menekankan pada analogi atau konvergensi.[7]
Praktik dua disiplin ilmu ini bekerja secara berlawanan, sistematika menggunakan
karakteristik morfologi untuk mengelompokan keragaman kedalam subunit taksonomi-nya,

sedangkan morfologi tumbuhan menggunakan keragaman tersebut untuk menyimpulkan


dasar-dasar bentuk tanpa memperhatikan hubungan sistematikanya.[7]

Deskripsi
Keragaman bentuk tumbuhan sangat beragam bahkan tak terbatas, sehingga tidak akan
pernah mungkin untuk membeberikan istilah untuk semua bentuk yang ada.[14] Beberapa
kategori yang sering muncul dikelompokkan dan diberi nama, contohnya Angiospermae:
jumlah bentuk daunnya tidak terhitung dan bahkan dalam satu tumbuhan setiap daun dapat
berbeda secara ukuran dan bentuk, meskipun sesuai dengan bentuk umum seperti lonjong,
linear, lanset, dan lainnya.[14] Misalnya bentuk lonjong menunjukkan bentuk yang lebih
panjang dibandingkan dengan luasnya, tidak ada batasan yang jelas antar dimensi sehingga
hal ini yang mengakibatkan jumlah variasi bentuk yang tidak terbatas.[14] Deskripsi teknis dari
bentuk botani merupakan petunjuk yang paling mungkin digunakan ketika ditemukan bentuk
yang tidak seorang pun pernah melihat secara langsung bentuk tersebut, sehingga ilustrasi
visualnya dapat tergambarkankan.[14]

Klasifikasi
Seluruh bidang klasifikasi botani didasarkan pada variasi dalam bentuk keseluruhan organ
dan bagian yang berbeda dalam tubuh tumbuhan.[14] Bentuk dari suatu tumbuhan merupakan
gabungan dari setiap bagian yang menjadi kesatuan, namun bukan untuk menyatakan bagianbagian yang sangat rinci.[14] Seluruh bentuk individu dan semua individu yang memiliki
tingkat kemiripan tertentu, sebagian besar ditentukan secara subjektif dan dilambangkan
dengan tata nama binomial yang memang merupakan istilah untuk bentuk yang paling
kompleks.[14] Istilah yang digunakan untuk takson yang lebih tinggi akan lebih komprehensif
sehingga kurang konkret secara bentuk visual.[14]

Morfogenesis
Morfogenesis merupakan aspek studi yang mempelajari bagaimana suatu organ atau bagian
dapat terbentuk.[14] Kajian aspek morfogeneis dalam ilmu morfologi tumbuhan melibatkan
studi pemahaman inisiasi dan perubahan dari sebuah organ dan bagian (termasuk yang
sedang mengalami pertumbuhan), serta mekanisme yang mengakibatkan perubahan bahkan
yang terjadi secara spesifik.[14] Proses inisiasi dan konstruksi dari berbagai bentuk terjadi
sampai dengan tingkat sel.[14]

Tata nama
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Tata nama biologi
Setiap daerah memiliki nama lokal untuk masing-masing tumbuhan atau bentuk organ yang
dikenal oleh orang awam, sehingga suatu tumbuhan atau organ tumbuhan dapat memiliki
berbagai macam nama.[2] Komunikasi antar ilmuwan botani harus menggunakan istilah yang
dapat dimengerti oleh semua orang dan bersifat universal, istilah dan nama ilmiah yang
menyangkut takson-takson tumbuhan diatur dalam Kode Internasional Tatanama Tumbuhan
(bahasa Inggris: International Code of Botanical Nomenclature) yang merupakan
kesepakatan ahli-ahli ilmu tumbuhan seluruh dunia yang ditetapkan pada kongres
internasional.[2] Kode Internasional Tatanama Tumbuhan berisi tentang ketentuan yang

berkaitan dengan morfologi dan terminologi. Penggunaan nama ilmiah merupakan


kesepakatan ilmuwan seluruh dunia, pemilihan nama ilmiah bertujuan untuk menghindari
timbulnya makna yang berbeda serta dapat dimengerti oleh semua orang di manapun berada,
untuk itu dalam ilmu morfologi tumbuhan pada penulisan nama lokal tetap menyertakan
padanan nama ilmiahnya.[2] Pemberian nama pada suatu takson atau spesies baru yang belum
pernah dikenal sebelumnya harus melalui publikasi yang sahih berupa barang cetakan yang
didistribusikan kepada umum, dalam pemberian nama takson harus mengikuti pemberian
nama yang sesuai dengan ketentuan serta menyertakan deskripsi lengkap atau diagnosis yang
ditulis dalam bahasa Latin.[2]
Fungsi dari morfologi tumbuhan adalah untuk menggambarkan bagaimana wujud atau bentuk
tumbuhan dengan deskripsi.[2] Deskripsi dari bentuk tumbuhan sangat penting karena jika
hanya sekadar nama tidak akan menggambarkan dengan jelas bagaimana wujud tumbuhan
tersebut.[2] Pendeskripsian mengenai wujud dan suatu bentuk tubuh tumbuhan menggunakan
istilah atau terminologi berupa kata-kata tertentu untuk mengungkapkan makna yang tertentu
pula.[2]

Bagian-bagian tumbuhan

Diagram bagian-bagian tumbuhan


Bagian tumbuhan yang secara nyata dapat menunjukkan perbedaan (diferensiasi) dinamakan
kormus yang merupakan bagian pokok tumbuhan, terdiri dari tiga bagian yaitu:[15]
1. Akar (radix).[15]

2. Batang (caulis).[15]
3. Daun (folium).[15]
Organ-organ lain dapat digolongkan sebagai organ sekunder karena terbentuk dari modifikasi
bagian pokok atau kombinasi bagian-bagian pokok yaitu:[15]

Kuncup (gemma), modifikasi dari batang dan daun.[15]

Bunga (flos), modifikasi dari batang dan daun.[15]

Duri (spina), modifikasi dari dahan maupun daun.[15]

Alat-alat pembelit (cirrhus), dapat berupa modifikasi daun maupun dahan.[15]

Umbi (tuber), modifikasi dari batang.[15]

Rimpang (rhizome), modifikasi dari batang beserta daun-daunnya.[15]

Umbi lapis (bulbus), modifikasi dari batang dan daun.[15]

Selain itu pada organ tumbuhan tertentu dapat ditemukan alat-alat lain yang biasanya lebih
kecil atau lebih halus yang dinamakan alat tambahan atau alat pelengkap (organa
accessoria), misalnya:[15]

Rambut atau bulu (pilus).[15]

Sisik (lepis).[15]

Lentisel (lenticulus).[15]

Alat hara
Masing-masing organ tumbuhan memiliki fungsi untuk menunjang kehidupan tumbuhan,
organ yang berkaitan dengan pencarian serta penyerapan makanan bagi tumbuhan disebut
alat hara (organum nutritivum) yang terdiri dari daun, batang, dan akar.[15]
Morfologi daun
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Morfologi daun

Bentuk daun ;a. pedang/belati, b. jarum, c. linear, d. lanset, e. lanset oval, f. bulat telur, g.
telur pipih, h. oval meruncing, i. sudip, j. bulat telur, k. lingkaran, l. ginjal, m. jantung
terbalik, n. jantung, o. belah ketupat, p. berbagi menyirip, r. tombak s. anak panah, t. segitiga.
[16]

Daun merupakan alat hara yang hanya terletak pada batang dan tidak pernah terdapat pada
bagian lain, bagian batang tempat duduk atau melekatnya daun dinamakan buku-buku
(nodus) batang, sedangkan tempat di atas daun yang berupa sudut antara batang dan daun
dinamakan ketiak daun (axilla).[16] Pada sebagian besar Angiospermae bagian-bagian daun
dapat dibedakan antara lain; dasar daun, tangkai daun, dan helai daun.[17] Daun dibagi terbagi
menjadi daun tunggal dan daun majemuk, pada daun majemuk terdapat sejumlah anak daun
yang melekat pada tangkai daun atau perpanjangannya pada sumbu (rachis) yang sama.[17]
Anak daun yang muncul pada sisi lateral dari sumbu disebut daun majemuk bersirip,
sedangkan jika semua anak daun muncul pada ujung sumbu yang amat pendek sehingga
dapat dikatakan melekat pada ujung tangkai daun bersama maka daun seperti itu disebut daun
majemuk menjari.[17] Selain itu terdapat lagi daun majemuk bangun kaki dan daun majemuk
campuran, pembagian daun majemuk sebagai berikut:[16]

Daun majemuk menyirip (Pinnatus)[16]

1. Daun majemuk menyirip beranak daun satu (unifoliolatus)[16]


2. Daun majemuk menyirip genap (abruptepinnatus)[16]
3. Daun majemuk menyirip ganjil (imparipinnatus)[16]
selain itu dapat pula penggolongan daun majemuk menyirip berdasarkan kedudukan
anak daun pada ibu tangkainya:[16]
1. Menyirip berpasangan.[16]
2. Menyirip berseling.[16]
3. Menyirip berselang-seling.[16]
pada daun menyirip ganda dapat dibedakan menurut tingkat kedudukan pada ibu
tangkainya, antara lain:[16]
1. Majemuk menyirip ganda dua (bipinnatus), jika anak daun berada pada
cabang tingkat satu dari ibu tangkai.[16]

2. Majemuk menyirip ganda tiga (tripinnatus), jika anak daun berada pada
cabang tingkat dua dari ibu tangkai.[16]
3. Pada posisi anak daun pada tingkat berikutnya dinamakan menyirip ganda
empat, namun pada umumnya jarang ditemukan daun yang menyirip ganda
lebih dari tiga.[16]

Daun majemuk menjari (Palmatus atau Digitatus)[16]

1. Daun majemuk menjari beranak dua (bifoliolatus), pada ujung ibu tangkai terdapat
dua anak daun contohnya pada daun Cynometra cauliflora L.[16]
2. Daun majemuk menjari beranak daun tiga (trifoliolatus), pada ujung ibu tangkai
terdapat tiga anak daun contohnya pada daun para atau karet (Hevea brasiliensis)[16]
3. Daun majemuk menjari beranak daun lima (quinquefoliolatus), pada ujung ibu
tangkai terdapat tiga anak daun contohnya pada daun Gynandropsis pentaphylla[16]
4. Daun majemuk menjari beranak daun tujuh (septemfoliolatus), pada ujung ibu tangkai
terdapat tujuh anak daun contohnya pada daun randu (Ceiba pentandra).[16]

Daun majemuk bangun kaki (Pedatus), daun ini memiliki susunan mirip daun
majemuk menjari, tetapi dua anak daun paling pinggir tidak duduk pada ibu tangkai
melainkan pada tangkai anak daun yang di sampingnya.[16]

Daun majemuk campuran (Digitatopinnatus), berupa daun majemuk ganda yang


memiliki cabang-cabang ibu tangkai memencar seperti pada jadi dan terdapat anakanak daun yang menyirip, singkatnya daun majemuk campuran merupakan campuran
susunan yang menjari dan menyirip.[16]

Morfologi batang dan akar


Artikel utama untuk bagian ini adalah: batang dan akar
Batang dan akar merupakan bagian yang dapat diibaratkan sebagai sumbu tumbuhan.[16][17]
Batang akan membentuk tajuk melingkupi percabangan yang berakhir sampai daun,
sedangkan akar akan membentuk perakaran berbentuk cabang-cabang akar yang berakhir
sampai ujung akar.[16][17]
Fungsi dari batang antara lain: mendukung bagian tumbuhan yang berada diatas tanah,
memperluas bidang penyerapan sinar matahari sekaligus memposisikan bagian-bagian
tumbuhan agar berada pada posisi yang paling menguntungkan, jalan pengangkutan air dan
zat makanan, dan menjadi tempat penimbunan cadangan makanan.[16] Bagian ujung sumbu
batang merupakan titik tumbuhnya yang dikelilingi oleh daun muda.[17] Bentuk batang pada
tumbuhan biji belah (Dicotyledoneae) bagian bawah umumnya lebih besar dan semakin
mengecil pada bagian ujung, sedangkan pada tumbuhan biji tunggal (Monocotyledoneae)
memiliki batang yang dari pangkal sampai ujung besarnya tidak begitu berbeda, hanya
beberapa golongan saja yang bagian pangkalnya membesar seperti pada bermacam suku
pinang-pinangan.[16]

Akar merupakan bagian bawah dari sumbu tumbuhan yang biasanya berkembang di bawah
permukaan tanah, namun ada juga akar yang tumbuh di atas tanah.[16] Bagian-bagian akar
dapat dibedakan menjadi; pangkal akar (collum), bagian akar yang berdekatan dengan
pangkal batang; ujung akar (apex radicis), bagian akar yang paling muda terdiri atas jaringan
yang masih aktif mengalami pertumbuhan; batang akar (corpus radicis), bagian yang berada
di antara pangkal dan ujung akar; cabang akar (radix lateralis), bagian yang keluar dari akar
pokok dan masih dapat membentuk percabangan lagi; serabut akar (fibrilla radicalis) cabangcabang akar yang halus dan berbentuk serabut; rambut akar (pillus radicalis) bagian yang
sebenarnya berupa tonjolan sel-sel kulit luar jaringan bentuknya menyerupai rambut; tudung
akar (calyptra) terdapat pada bagian ujung akar yang berfungsi melindungi ujung akar yang
masih muda.[16]

Alat perkembangbiakan
Bagian tubuh tumbuhan yang dapat tumbuh kembali menjadi individu baru dinamakan alat
perkembangbiakan (organum reproductivum, diaspora, propagulum, disseminulum).[18] Alat
perkembangbiakan dapat dibedakan dalam dua golongan, yaitu:[18]

Alat perkembangbiakan vegetatif, yaitu bagian tubuh tumbuhan yang dapat menjadi
individu baru tanpa didahului oleh peristiwa perkawinan (peleburan sel kelamin
jantan dan betina). Alat perkembangbiakan vegetatif masih dapat dibedakan lagi
dalam:[18]

1. Alat perkembangbiakan vegetatif alami, yang terjadi menurut sifat bawaan tumbuhan
itu sendiri, misalnya; umbi batang pada tanaman kentang, umbi lapis pada berbagai
jenis tumbuhan suku: Liliaceae dan Amaryllidaceae, rimpang pada tumbuhan (Canna
edulis Kerr.), geragih pada tumbuhan arbe (Fragraria vesca L.), dan anakan pada
pisang.[18]
2. Alat perkembangbiakan vegetatif buatan, yang terjadi karena perbuatan sengaja oleh
manusia, misalnya: stek, yaitu bagian alat hara yang dipisahkan dari induk (dipotong)
dan kemudian dapat tumbuh kembali menjadi tumbuhan baru.[18]

Alat perkembangbiakan generatif, yaitu bagian tubuh tumbuhan yang terbentuk


dengan didahului oleh peristiwa perkawinan.[18] Pada tumbuhan berbiji alat
perkembangbiakan generatif adalah bijinya, biji terdapat dalam buah, dan buah
berasal dari bunga.[18]

1. Bunga (flos), pada suatu tumbuhan adakalanya hanya terdapat satu bunga saja,
misanya pada (Zephyranthes rosea) namun pada umumnya pada suatu tumbuhan
dapat ditemukan banyak bunga.[18] Tumbuhan yang hanya menghasilkan satu bunga
saja dinamakan tumbuhan berbunga tunggal (planta uniflora), sedangkan tumbuhan
yang menghasilkan bunga lebih dari satu disebut tumbuhan berbunga banyak
(planta multiflora).[18]
2. Buah (fructus).[18]
3. Biji (semen).[18]

Pengenalan evolusi
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Artikel ini ditujukan sebagai artikel pengenalan non-teknis yang lebih


mudah dimengerti. Untuk artikel yang bersifat teknis, lihat Evolusi
Seleksi alam tidak membawa kesempurnaan pada makhluk hidup. Perubahan
dramatis pada lingkungan biasanya akan mengakibatkan kepunahan massal,
misalnya yang terjadi pada dinosaurus 65 juta tahun lalu.
Tinjauan umum
Makhluk hidup bereproduksi dan menghasilkan keturunan.
Keturunannya memiliki sifat-sifat yang sedikit berbeda dari orang tua.
Apabila perbedaan tersebut menguntungkan, keturunan tersebut akan lebih
berkemungkinan bertahan hidup dan bereproduksi.
Ini berarti bahwa akan ada lebih banyak keturunan pada generasi selanjutnya
yang memiliki perbedaan yang menguntungkan ini.
Perbedaan-perbedaan ini akan berakumulasi, mengakibatkan perubahan pada
suatu populasi.
Seiring dengan berjalannya waktu, proses ini secara perlahan-lahan
menghasilkan jenis makhluk hidup yang baru.

Proses ini bertanggung jawab terhadap keanekaragaman hayati yang ada di


bumi sekarang ini.

Evolusi adalah proses perubahan pada seluruh bentuk kehidupan dari satu generasi ke
generasi selanjutnya, dan biologi evolusioner mempelajari bagaimana evolusi ini terjadi. Pada
setiap generasi, organisme mewarisi sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tuanya melalui gen.
Perubahan (yang disebut mutasi) pada gen ini akan menghasilkan sifat baru pada keturunan
suatu organisme. Pada populasi suatu organisme, beberapa sifat akan menjadi lebih umum,
manakala yang lainnya akan menghilang. Sifat-sifat yang membantu keberlangsungan hidup
dan reproduksi organisme akan lebih berkemungkinan berakumulasi dalam suatu populasi
daripada sifat-sifat yang tidak menguntungkan. Proses ini disebut sebagai seleksi alam.
Penghasilkan jumlah keturunan yang lebih banyak daripada jumlah orang tua beserta
keterwarisan sifat-sifat ini merupakan fakta tambahan mengenai kehidupan yang mendukung
dasar-dasar ilmiah seleksi alam.[1] Gaya dorong seleksi alam dapat terlihat dengan jelas pada
populasi yang terisolasi, baik oleh karena perbedaan geografi maupun mekanisme lain yang
mencegah pertukaran genetika. Dalam waktu yang cukup lama, populasi yang terisolasi ini
akan menjadi spesies baru.[2][3]
Pemahaman mengenai biologi evolusioner dimulai pada tahun 1859 dengan diterbitkannya
buku On the Origin of Species karya Charles Darwin. Selain itu, hasil kerja Gregor Mendel
pada tumbuhan juga membantu menjelaskan pola-pola pewarisan genetika. Hal ini kemudian
mendorong pemahaman mengenai mekanisme pewarisan.[4] Penemuan lebih lanjut pada
mutasi gen serta kemajuan pada genetika populasi menjelaskan mekanisme evolusi secara
lebih mendetail. Para ilmuwan sekarang ini memiliki pemahaman yang cukup baik mengenai
asal usul spesies baru (spesiasi) dan mereka pula telah memantau proses spesiasi yang terjadi
di laboratorium maupun di alam. Pandangan evolusi modern ini merupakan teori utama yang
para ilmuwan gunakan untuk memahami kehidupan.
Walaupun teori evolusi mendapatkan penentangan dan keberatan dari banyak pihak
keagamaan, para ilmuwan dan komunitas ilmiah menolak keberatan-keberatan yang diajukan
tersebut sebagai sesuatu yang tidak memiliki kesahihan, oleh karena argumen tersebut
didasarkan pada kesalahpahaman pada konsep teori ilmiah dan penafsiran yang salah pada
hukum-hukum fisika dasar.[5] Menanggapi hal tersebut, 68 akademi sains nasional dan
internasional dari seluruh dunia, termasuk pula Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Royal
Society Britania, Akademi Sains Republik Islam Iran, dll., mengeluarkan sebuah pernyataan
bersama pada tahun 2006 yang menyerukan pengajaran teori evolusi dalam pelajaran sains di
sekolah-sekolah serta mengonfirmasi keilmiahan teori evolusi.[6]
Daftar isi

1 Gagasan Darwin: evolusi melalui seleksi alam

2 Sumber variasi

3 Sintesis modern

4 Bukti evolusi
o

4.1 Catatan fosil

4.2 Perbandingan anatomi

4.2.1 Taksonomi

4.2.2 Embriologi

4.2.3 Struktur vestigial

4.2.4 Evolusi konvergen

4.3 Biologi molekuler

4.4 Koevolusi

4.5 Seleksi buatan

5 Spesies

6 Pandangan berbeda mengenai mekanisme evolusi


o

6.1 Laju perubahan

6.2 Satuan perubahan

7 Ringkasan

8 Lihat pula

9 Catatan kaki

10 Referensi

11 Bacaan lebih lanjut

12 Pranala luar

Gagasan Darwin: evolusi melalui seleksi alam


Lihat pula: Nenek moyang bersama
Bagian dari seri Biologi mengenai
Evolusi

Pengenalan

Mekanisme dan Proses


Adaptasi
Hanyutan genetika
Aliran gen
Mutasi
Seleksi alam
Spesiasi
Riset dan sejarah
Bukti
Sejarah evolusi kehidupan
Sejarah
Sintesis modern
Efek sosial
Teori dan fakta
Keberatan / Kontroversi
Bidang
Kladistika
Genetika ekologi
Perkembangan evolusioner
Evolusi manusia
Evolusi molekuler
Filogenetika
Genetika populasi
Portal Biologi

Charles Darwin mengembangkan gagasan bahwa tiap-tiap spesies berkembang dari nenek
moyang yang sama, dan pada tahun 1838, ia menjelaskan bagaimana proses yang ia sebut

sebagai seleksi alam ini dapat mengakibatkan hal ini terjadi.[7] Gagasan Darwin mengenai
cara kerja evolusi bergantung pada pengamatan-pengamatan berikut:[8]

Jika seluruh individu spesies berhasil bereproduksi, populasi spesies


tersebut akan meningkat secara tidak terkendali.

Populasi cenderung tetap dari tahun ke tahun.

Sumber daya alam terbatas.

Tiada dua individu organisme suatu spesis yang persis mirip satu sama
lainnya.

Kebanyakan variasi dalam suatu populasi dapat diwariskan kepada


keturunan selanjutnya.

Charles Darwin mengajukan teori evolusi melalui seleksi alam

Darwin menyimpulkan oleh karena organisme menghasilkan keturunan yang lebih banyak
daripada yang lingkungan dapat dukung, pastilah terdapat persaingan untuk bertahan hidup,
dan hanya beberapa individu yang dapat bertahan hidup pada tiap generasi. Darwin
menyadari bahwa keberlangsungan hidup tidaklah didasarkan pada kebetulan belaka. Namun,
keberlangsungan hidup bergantung pada sifat-sifat tiap individu, dan sifat-sifat ini dapat
membantu ataupun menghalangi keberlangsungan hidup dan reproduksi individu. Individu
yang beradaptasi dengan baik memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk menghasilkan
keturunan yang lebih banyak. Kemampuan beradaptasi yang tidak setara ini dapat
menyebabkan perubahan perlahan dalam suatu populasi. Sifat-sifat yang membantu suatu
organisme bertahan hidup dan bereproduksi akan berakumulasi dari generasi yang satu ke
generasi selanjutnya. Sebaliknya, sifat-sifat yang menghalangi keberlangsungan hidup dan
reproduksi akan menghilang. Darwin menggunakan istilah seleksi alam untuk menjelaskan
proses ini.[9]
Seleksi alam sering disamakan dengan sintasan yang terbugar (survival of the fittest), namun
ekspresi ini sebenarnya dicetuskan oleh Herbert Spencer pada buku Principles of Biology
tahun 1864, setelah Charles Darwin menerbitkan hasil kerjanya. Sintasan yang terbugar
menjelaskan proses seleksi alam dengan tidak benar, karena seleksi alam bukanlah hanya

mengenai keberlangsungan hidup, dan tidaklah selalu yang paling bugar (fittest) yang
bertahan hidup.[10]
Pengamatan terhadap variasi pada hewan dan tumbuhan merupakan dasar-dasar teori seleksi
alam. Sebagai contoh, Darwin memantau bahwa bunga anggrek dan serangga mempunyai
hubungan dekat yang mengizinkan penyerbukan pada tumbuhan. Ia mencatat bahwa bunga
anggrek mempunyai variasi pada strukturnya yang menarik serangga, sedemikian rupanya
serbuk sari yang berasal dari bunga akan menempel pada tubuh serangga. Dengan begitu,
serangga akan memindahkan serbuk sari dari anggrek jantan ke anggrek betina. Walaupun
struktur bunga anggrek tampaknya rumit, namun bagian terspesialisasi ini terbuat dari
struktur dasar yang dapat ditemukan pada bunga lain. Pada buku Fertilisation of Orchids
karya Darwin, ia mengajukan bahwa bunga anggrek tidak mewakili hasil karya seorang
insinyur yang ideal, namun diadaptasi dari bagian-bagian yang telah ada melalui seleksi alam.
[11]

Darwin masih meneliti dan bereksperimen dengan gagasannya mengenai seleksi alam ketika
ia menerima sepucuk surat dari Alfred Wallace yang menulis tentang teori yang mirip dengan
teori Darwin. Kedua orang tersebut kemudian mempublikasikan teori mereka secara
bersamaan. Baik Wallace dan Darwin melihat sejarah kehidupan seperti sebuah pohon,
dengan tiap pangkal cabang pohon merupakan nenek moyang bersama dan ujung cabang
mewakili spesies modern yang berevolusi dari nenek moyang bersama ini. Untuk
menjelaskan hubungan ini, Darwin mengatakan bahwa semua makhluk hidup adalah
berkerabat, dan ini berarti bahwa semua kehidupan haruslah berasal dari beberapa bentuk
kehidupan, atau bahkan dari satu nenek moyang bersama. Ia menyebut proses ini sebagai
"keturunan dengan modifikasi".[8]
Darwin mempublikasi teori evolusi melalui seleksi alamnya dalam buku On the Origin of
Species pada tahun 1859. Teorinya memberikan implikasi bahwa semua kehidupan, termasuk
pula manusia, merupakan hasil dari proses-proses alami yang berkelanjutan. Implikasi ini
mendapatkan keberatan dari berbagai pihak-pihak keagamaan yang percaya bahwa jenis-jenis
kehidupan yang bervariasi diciptakan oleh Sang pencipta.[12] Keberatan tersebut berbeda 180
derajat dengan tingkat dukungan para ilmuwan yang mencapai lebih dari 99 persen pada
zaman sekarang.[13]
Sumber variasi

Teori seleksi alam Darwin menjadi kerangka dasar teori evolusi modern. Eksperimen dan
pengamatan yang dilakukan oleh Darwin menunjukkan bahwa organisme dalam suatu
populasi bervariasi, dan beberapa variasi tersebut terwariskan dan dapat diseleksi secara
alami. Namun, Darwin tidak dapat menjelaskan sumber variasi ini. Sama seperti para
ilmuwan sebelumnya, Darwin beranggapan bahwa sifat-sifat terwariskan ini merupakan
akibat dari penggunaan ataupun ketidakgunaan organ tertentu, dan sifat yang didapatkan
selama hayat organisme tersebut dapat diwariskan kepada keturunannya. Ia mengambil
contoh burung unta yang mendapatkan makanannya di daratan. Kaki burung unta menjadi
lebih kuat oleh karena digunakan secara terus menerus dan sayap yang jarang digunakan pada

akhirnya membuat burung unta tidak dapat terbang.[14] Kesalahpahaman ini disebut
"pewarisan karakter yang didapatkan" dan merupakan bagian dari teori transmutasi spesies
yang diajukan oleh Jean-Baptiste Lamarck pada tahun 1809. Pada akhir abad ke-19, teori ini
menjadi apa yang dikenal sebagai Lamarckisme. Darwin mengembangkan sebuah teori yang
dia sebut sebagai pangenesis untuk menjelaskan bagaimana karakteristik yang didapatkan
selama hidup organisme dapat diwariskan. Pada tahun 1880-an, eksperiman August
Weismann mengindikasikan bahwa perubahan yang diakibatkan oleh penggunaan ataupun
ketidakgunaan terus menerus organ tertentu tidak dapat diwariskan, dan Lamarckisme secara
perlahan ditinggalkan.[15]
Informasi yang hilang yang diperlukan untuk menjelaskan sifat-sifat terwariskan ini dijawab
oleh hasil kerja Gregor Mendel pada bidang genetika. Eksperimen Mendel dengan beberapa
generasi tumbuhan kacang polong menunjukkan bahwa pewarisan bekerja dengan
memisahkan dan mengacak informasi pewarisan semasa pembentukan sel kelamin dan
merekombinasi informasi tersebut semasa pembuahan. Hal ini mirip dengan pengocokan
kartu, dengan organisme tertentu mendapatkan campuran acak dari setengah set kartu yang
berasal dari satu pihak orang tua, dan setengah sisanya berasal dari pihak lainnya. Mendel
menyebut informasi ini sebagai faktor; namun pada zaman sekarang informasi ini dikenal
dengan nama gen. Gen adalah satuan dasar hereditas organisme hidup. Ia mengandung
informasi-informasi yang akan menentukan perkembangan fisik dan perilaku organisme.
Gen terbuat dari DNA, yakni molekul panjang yang membawa informasi. Informasi ini
disimpan dalam urutan nukleotida dalam DNA, sama seperti urutan huruf-huruf dalam suatu
kata yang membawa informasi. Gen sama seperti instruksi pendek yang terdiri dari "hurufhuruf" alfabet DNA. Apabila digabungkan bersama, keseluruhan set gen ini akan
memberikan informasi yang cukup untuk membangun dan menjalankan suatu organisme.
Instruksi yang terdapat pada DNA ini dapat berubah oleh karena mutasi. Dalam sel, gen
dibawa oleh kromosom yang merupakan kumpulan DNA. Adalah perombakan pada
kromosom yang mengakibatkan kombinasi unik gen pada keturunan.
Walaupun mutasi pada DNA adalah acak, seleksi alam bukanlah proses acak yang bergantung
pada kebetulan. Lingkungan menentukan probabilitas keberhasilan reproduksi. Hasil akhir
seleksi alam adalah organisme yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan. Seleksi alam
tidak mempunyai tujuan akhir, dan evolusi tidak seperlunya membuat organisme menjadi
lebih kompleks, lebih cerdas, ataupun lebih canggih.[16] Sebagai contoh, kutu merupakan
keturunan dari serangga ordo mecoptera yang bersayap, dan ular adalah kadal tidak lagi
memerlukan kaki, walaupun fiton masih mempunyai struktur kecil kaki yang tersisa dari
nenek moyangnya.[17][18] Organisme yang ada di dunia hanyalah merapakan varian makhluk
hidup yang berhasil beradaptasi terhadap lingkungan.
Perubahan lingkungan yang cepat biasanya akan menyebabkan kepunahan.[19] Dari
kesemuaan spesies yang pernah ada di Bumi, 99,9 persennya telah punah.[20] Sejak
dimulainya kehidupan di Bumi, terdapat lima kepunahan massal besar-besaran yang telah
mengakibatkan penurunan keberagaman spesies secara besar dan tiba-tiba. Kepunahan

massal yang paling akhir, kejadian kepunahan KapurTersier, terjadi 65 juta tahun yang lalu.
Ia mendapatkan perhatian yang lebih besar daripada kejadian kepunahan lainnya karena telah
menyebabkan kepunahan dinosaurus.[21]
Sintesis modern
Lihat pula: Sintesis evolusi modern

Sintesis evolusi modern merupakan gabungan dari beberapa bidang ilmiah yang berkutat
pada pemahaman biologi evolusioner. Pada tahun 1930-an dan 1940-an, terdapat usaha untuk
menggabungkan teori seleksi alam Darwin, riset pada hereditas, dan pemahaman catatan fosil
ke dalam satu kesatuan model penjelasan.[22] Penerapan prinsip-prinsip genetika ke dalam
populasi alami oleh ilmuwan seperti Theodosius Dobzhansky dan Ernst Mayr telah
memajukan pemahaman proses-proses evolusi. Hasil karya Dobzhansky, Genetics and the
Origin of Species, merupakan langkah penting yang menjembatani genetika dengan biologi
lapangan (field biology). Dengan dasar pemahaman gen dan pengamatan langsung proses
evolusi pada lapangan riset, Mayr memperkenalkan konsep spesies biologis yang
mendefinisikan spesies sebagai sekelompok populasi yang saling kawin ataupun yang
berpotensi saling kawin, yang secara reproduktif terisolasi dari populasi lainnya. Ahli
paleontologi George Gaylord Simpson membantu memasukkan riset fosil dalam kajian
evolusi dan hasil kerjanya menunjukkan pola-pola yang konsisten dengan percabangan dan
jalur evolusi organisme yang diprediksi oleh sintesis modern.
Sintesis modern menekankan pentingnya populasi sebagai satuan evolusi, peran pusat seleksi
alam sebagai mekanisme paling penting evolusi, dan gagasan gradualisme dalam
menjelaskan bagaimana perubahan yang besar merupakan akumulasi perubahan kecil dalam
periode waktu yang panjang.
Bukti evolusi
Lihat pula: Bukti nenek moyang bersama

Bukti ilmiah evolusi berasal dari banyak aspek biologi, ia meliputi fosil, homologi struktur,
dan persamaan molekuler DNA antar spesies.
Catatan fosil

Riset pada bidang paleontologi yang mempelajari fosil mendukung gagasan bahwa semua
organisme berkerabat. Fosil memberikan bukti bahwa perubahan yang berakumulasi pada
organisme dalam periode waktu yang lama telah mengakibatkan keanekaragaman bentukbentuk kehidupan yang kita lihat sekarang. Fosil sendiri menyingkap struktur organisme dan
hubungan antara spesies sekarang dengan spesies yang telah punah, mengizinkan para ahli
paleontologi membangun pohon silsilah seluruh bentuk kehidupan di bumi.[23]
Paleontologi modern dimulai oleh karya Georges Cuvier (17691832). Cuvier mencatat
bahwa pada batuan sedimen, tiap lapisan mengandung kelompok fosil tertentu. Lapisan yang

lebih dalam mengandung bentuk kehidupan yang lebih sederhana. Ia juga mencatat bahwa
banyak bentuk kehidupan pada zaman dahulu yang tidak ada lagi pada zaman sekarang. Salah
satu kontribusi Cuvier terhadap pemahaman catatan fosil adalah menegaskan bahwa
kepunahan merupakan fakta. Untuk menjelaskan fenomena kepunahan ini, Cuvier
mengajukan gagasan "revolusi" atau katastrofisme yang ia spekulasikan bahwa bencana
geologi telah terjadi selama sejarah Bumi dan memusnahkan sejumlah besar spesies.[24] Teori
revolusi Cuvier kemudian digantikan oleh teori uniformitarian, terutama teori uniformitarian
James Hutton dan Charles Lyell yang mengajukan bahwa perubahan geologi bumi adalah
perlahan dan konsisten.[25]
Namun, bukti mutakhir pada catatan fosil mensugestikan konsep kepunahan massal.
Akibatnya, gagasan katastrofisme kembali menjadi hipotesis yang sah, paling tidak untuk
beberapa perubahan cepat bentuk kehidupan yang muncul pada catatan fosil.
Sejumlah besar fosil telah ditemukan dan diidentifikasikan. Fosil-fosil ini berperan sebagai
catatan kronologis evolusi. Catatan fosil memberikan contoh-contoh spesies transisi yang
menghubungkan bentuk kehidupan yang lalu dengan bentuk kehidupan sekarang.[26] Salah
satu contoh fosil transisi tersebut adalah Archaeopteryx, organisme kuno yang memiliki
karakteristik reptil (gigi kerucut dan tulang ekor yang panjang) namun juga memiliki
karakteristik burung (bulu burung dan tulang furkula). Implikasi penemuan seperti ini adalah
bahwa reptil dan burung memiliki nenek moyang bersama.[27]
Perbandingan anatomi
Lihat pula: Evolusi konvergen dan Evolusi divergen

Perbandingan kemiripan pada bentuk maupun penampilan anggota tubuh antar organisme
disebut sebagai morfologi. Morfologi telah digunakan sejak lama untuk mengelompokkan
bentuk-bentuk kehidupan ke dalam kelompok-kelompok yang berhubungan dekat. Ini dapat
dilakukan dengan membandingkan struktur organisme dewasa spesies yang berbeda ataupun
dengan membandingkan pola pertumbuhan, pembelahan, dan bahkan migrasi sel semasa
perkembangan organisme.
Taksonomi

Taksonomi adalah cabang ilmu biologi yang menamakan dan mengelompokkan seluruh
makhluk hidup. Para ilmuan menggunakan kemiripan morfologi dan genetik untuk
mengelompokkan bentuk-bentuk kehidupan berdasarkan hubungan leluhur. Sebagai contoh,
orangutan, gorila, simpanse, dan manusia, termasuk dalam kelompok taksonomi familia yang
sama (Hominidae). Hewan-hewan ini dikelompokkan bersama karena kemiripan pada
morfologi (disebut homologi) yang berasal dari nenek moyang bersama.[28] Bukti kuat evolusi
datang dari analisis homologi struktur, yaitu struktur pada spesies berbeda yang fungsinya
juga berbeda namun memiliki struktur yang mirip.[29] Contohnya adalah tangan dan kaki
mamalia. Tangan manusia, kaki depan kucing, sirip ikan paus, dan sayap kelelawar memiliki
struktur tulang yang sama, namun masing-masing memiliki fungsi yang berbeda. Jenis tulang

yang membentuk sayap pada burung juga membentuk sirip pada ikan paus. Teori evolusi
menjelaskan homologi struktur ini, yaitu bahwa keempat hewan ini memiliki nenek moyang
bersama, dan masing-masing telah mengalami perubahan selama beberapa generasi.
Perubahan pada struktur telah menghasilkan organ lambai depan (forelimb) yang
diadaptasikan untuk tugas-tugas yang berbeda.[30]
Embriologi

Pada beberapa kasus, perbandingan anatomi struktur embrio dari dua atau lebih spesies dapat
memberikan bukti nenek moyang bersama yang tidak dapat terlihat pada bentuk struktur
dewasa. Seiring dengan berkembangnya embrio, homologi tersebut akan menghilang dan
strukturnya akan memiliki fungsi yang berbeda. Salah satu dasar klasifikasi kelompok
vertebrata (termasuk pula manusia) adalah keberadaan ekor dan celah faringal. Kedua
struktur tersebut tampak pada perkembangan embrio namun pada bentuk dewasa tidaklah
selalu jelas.[31]
Karena kemiripan morfologi yang ada pada embrio spesies yang berbeda semasa
perkembangannya, pernah diasumsikan bahwa organisme mengulangi sejarah evolusi spesies
tersebut pada tahap embrio. Diperkirakan bahwa embrio manusia menjalani tahap amfibi dan
kemudian reptil sebelum menyelesaikan perkembangan mamalia. Pengulangan tersebut,
sering disebut teori rekapitulasi, tidaklah memiliki dasar-dasar ilmiah. Apa yang sebenarnya
terjadi adalah tahap awal perkembangan embrio sekelompok organisme yang berkerabat
adalah mirip satu sama lainnya.[32] Pada tahap perkembangan embrio yang paling awal, semua
vertebrata tampak sangat mirip, namun ia sama sekali tidak mirip dengan spesies leluhur
terdahulu. Seiring dengan berlanjutnya perkembangan embrio, beberapa organ spesifik
muncul dari bentuk dasar ini.
Struktur vestigial

Cutis anserina pada kulit manusia.

Homologi juga melibatkan sekelompok struktur tubuh yang unik yang dikenal sebagai
struktur vestigial. Vestigial merujuk pada bagian anatomi hewan yang memiliki fungsi
minimal ataupun sama sekali tidak berfungsi. Struktur tanpa guna ini merupakan sisa-sisa
organ tubuh leluhur yang pernah berfungsi. Misalnya pada ikan paus, paus memiliki tulang
vestigial yang tampak seperti sisa tulang kaki leluhur paus yang berjalan di daratan.[33]
Manusia juga memiliki struktur vestigial, meliputi otot telinga, gigi bungsu, umbai cacing,

tulang ekor, bulu badan (termasuk pula cutis anserina), dan lipatan Plica semilunaris pada
sudut mata.[34]
Evolusi konvergen

Sayap burung dan sayap kelelawar adalah contoh evolusi konvergen.

Kelelawar adalah mamalia dan tulang lengan depannya diadaptasikan untuk


terbang.

Perbandingan anatomi kadang-kadang dapat menyesatkan kesimpulan karena tidak semua


kemiripan anatomi mengindikasikan hubungan dekat. Organisme yang berada dalam
lingkungan yang mirip seringkali akan mengembangkan struktur fisik yang mirip pula. Proses
evolusi ini disebut sebagai evolusi konvergen. Baik hiu dan lumba-lumba memiliki bentuk
tubuh yang mirip, namun mereka hanyalah berkerabat jauh. Hiu adalah ikan, sedangkan
lumba-lumba adalah mamalia. Kemiripan ini diakibatkan oleh lingkungan yang mirip. Pada
kedua kelompok hewan tersebut, perubahan yang membantu proses berenang difavoritkan,
sehingga sejalan dengan waktu, keduanya akan mengembangkan struktur morfologi
penampilan yang mirip, walaupun keduanya tidak berkerabat dekat.[35]
Biologi molekuler

Setiap organisme hidup (terkecuali virus RNA) mengandung molekul DNA yang membawa
informasi genetik. Gen adalah untaian DNA yang membawa informasi dan memengaruhi
sifat dan ciri organisme. Gen menentukan penampilan umum suatu individu dan secara
terbatas memengaruhi perilakunya. Jika dua organisme berkerabat dekat, DNA-nya akan
sangat mirip.[36] Di sisi lain, dua organisme yang berkerabat jauh akan memiliki perbedaan
DNA yang lebih besar Sebagai contoh, dua orang bersaudara memiliki hubungan yang lebih
dekat dan DNA yang lebih mirip daripada dua orang sepupu. Kemiripan pada DNA biasanya
menentukan hubungan antar spesies sama seperti ia menunjukkan hubungan antar individu.
Sebagai contoh, perbandingan DNA gorila, simpanse, dan manusia menunjukkan 96%
kemiripan DNA antara manusia dengan simpanse. Perbandingan ini mengindikasikan bahwa

manusia dan simpanse lebih berkerabat dekat terhadap satu sama lainnya daripada terhadap
gorila.[37][38]

Seuntai DNA

Bidang sistematika molekuler memfokuskan pada pengukuran kemiripan pada molekul DNA
dan menggunakan informasi ini untuk menentukan seberapa jauh kedua organisme berkerabat
melalui evolusi. Perbandingan ini mengizinkan para ahli biologi membangun "pohon
hubungan" evolusi kehidupan yang ada di Bumi.[39] Perbandingan ini bahkan dapat
mengizinkan para ilmuwan menyingkap hubungan antar organisme yang leluhurnya telah
hidup sangat lama sedemikiannya tiada kemiripan yang terpantau pada organisme sekarang.
Koevolusi

Koevolusi adalah proses dua atau lebih spesies memengaruhi proses evolusi satu sama
lainnya. Semua organisme dipengaruhi oleh makhluk hidup disekitarnya, namun pada
koevolusi, terdapat bukti bahwa sifat-sifat yang ditentukan oleh genetika pada tiap spesies
secara langsung disebabkan oleh interaksi antara dua organisme.[36]

Contoh kasus koevolusi yang terdokumentasikan dengan baik adalah hubungan antara
Pseudomyrmex (sejenis semut) dengan tumbuhan akasia. Semut menggunakan tumbuhan ini
sebagai tempat berlindung dan sumber makanan. Hubungan antar dua organisme ini sangat
dekat sedemikiannya telah menyebabkan evolusi struktur dan perilaku khusus pada kedua
organisme. Semut melindungi pohon akasia dari hewan herbivora dan membersihkan tanah
hutan dari benih tumbuhan saingan. Sebagai gantinya, tumbuhan mempunyai struktur duri
yang membesar yang dapat digunakan oleh semut sebagai tempat perlindungan dan sumber
makanan ketika tumbuhan tersebut berbunga.[40] Koevolusi seperti ini tidak menandakan
bahwa semut dan pohon tersebut memilih untuk berperilaku secara altruistik, melainkan
perilaku ini disebabkan oleh perubahan genetika yang kecil pada populasi semut dan pohon
yang menguntungkan satu sama lainnya. Keuntungan yang didapatkan memberikan
kesempatan yang lebih besar agar karakteristik ini diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, mutasi yang berkelanjutan menciptakan hubungan yang
kita pantau sekarang.
Seleksi buatan

Hasil seleksi buatan: Anjing Chihuahua dan Anjing Great Dane.

Seleksi buatan adalah pembiakan terkontrol yang diterapkan pada tumbuhan maupun hewan.
Manusia menentukan hewan mana ataupun tumbuhan mana yang akan bereproduksi dan
keturunan mana yang akan bertahan hidup, sehingga manusia menentukan gen mana saja
yang akan diturunkan kepada generesi selanjutnya. Proses seleksi buatan memiliki pengaruh
yang besar terhadap evolusi hewan domestik. Contohnya, manusia telah berhasil
membiakkan berbagai jenis anjing yang berbeda dengan pembiakan terkontrol ini. Perbedaan
pada ukuran antara anjing Chihuahua dan Great Dane merupakan akibat dari seleksi buatan.
Walaupun kedua jenis anjing tersebut memiliki penampilan fisik yang berbeda, keduanya
merupakan akibat evolusi dari beberapa jenis serigala yang didomestikasi oleh manusia
kurang dari 15.000 tahun yang lalu.[41]
Seleksi buatan juga telah menghasilkan berbagai jenis varietas tanaman. Pada kasus tanaman
jagung, bukti genetika mutakhir mensugestikan bahwa domestikasi jagung terjadi 10.000
tahun yang lalu di Meksiko tengah.[42] Sebelum didomestikasi, tongkol jagung liar sulit
dipanen dan hanya memiliki sebagian kecil bagian yang dapat dimakan. Pada zaman
sekarang The Maize Genetics Cooperation Stock Center memiliki koleksi lebih dari 10.000

variasi genetik jagung yang diakibatkan oleh mutasi acak dan variasi kromosmom yang
berasal dari jenis jagung liar.[43]
Pada seleksi buatan, biakan ataupun varietas baru yang muncul merupakan mutasi acak yang
menarik bagi manusia, manakala pada seleksi alam spesies yang bertahan hidup merupakan
mutasi acak yang berguna pada lingkungan tanpa manusia. Baik pada seleksi alam maupun
seleksi buatan, variasi baru yang muncul merupakan akibat dari mutasi acak, dan prosesproses genetika yang berada di baliknya secara garis besar adalah sama.[44] Darwin dengan
teliti memantau akibat seleksi buatan pada hewan dan tanaman untuk mendapatkan bukti
yang mendukung argumennya mengenai seleksi alam.[45] Hasil karya bukunya On the Origin
of Species kebanyakan didasarkan pada pengamatan varietas burung merpati domestik yang
berasal dari seleksi buatan. Darwin mengajukan bahwa jika manusia dapat membuat
perubahan dramatis pada hewan domestik dalam waktu yang pendek, maka dengan seleksi
alam selama jutaan tahun akan dapat menghasilkan perbedaan yang dapat kita lihat pada
makhluk hidup sekarang ini.
Spesies

Terdapat berbagai macam spesies ikan dalam famili cichlidae yang menunjukkan
variasi morfologi yang dramatis.
Lihat pula: Spesies, Spesiasi, Spesies cincin, dan Filogenetika

Dengan kondisi yang tepat dan waktu yang cukup lama, evolusi akan mengakibatkan
kemunculan spesies baru. Para ilmuwan telah lama bergelut dalam mencari definisi spesies
yang tepat karena spesies yang baru merupakan gradasi perubahan perlahan dari spesies
terdahulu. Ernst Mayr (19042005) mendefinisikan spesies sebagai populasi ataupun
kelompok populasi yang anggota-anggotanya memiliki potensi saling kawin secara alami dan
dapat menghasilkan keturunan yang dapat hidup dan fertil.[46] Definisi Mayr mendapatkan
dukungan para ahli biologi yang luas, namun definisinya tidak dapat diterapkan pada
organisme seperti bakteri yang bereproduksi secara aseksual.
Spesiasi merupakan kejadian perpisahan garis keturunan yang menghasilkan dua spesies
berbeda yang mempunyai satu populasi leluhur bersama.[9] Metode spesiasi yang diterima
secara meluas adalah spesiasi alopatrik. Spesiasi alopatrik dimulai dengan berpisahnya suatu
populasi secara geografis.[29] Proses-proses geologi seperti pembentukan barisan gunung,
ngarai, banjir, dan lain-lainnya akan mengakibatkan perpisahan populasi. Agar spesiasi dapat
terjadi, perpisahan ini haruslah besar, sehingga pertukaran genetika antara dua populasi
terputus. Dalam lingkungan yang berbeda, dua kelompok yang secara genetis terisolasi akan

mengikuti lintasan evolusi mereka sendiri secara terpisah. Setiap kelompok akan
mengakumulasi mutasi-mutasi yang berbeda yang diseleksi secara berbeda pula. Perubahan
genetika yang berakumulasi dapat mengakibatkan perpisahan populasi yang tidak akan dapat
saling kawin lagi apabila keduanya bergabung kembali.[9] Sawar pemisah yang menghalangi
saling kawin ini dapat bersifat prazigotik (menghalangi perkawinan ataupun fertilisasi)
ataupun pascazigotik (setelah fertilisasi). Jika saling kawin antar populasi tidak lagi
memungkinkan, maka keduanya akan dianggap sebagai dua spesies yang berbeda.[47]
Biasanya proses spesiasi sangat lambat dan terjadi dalam waktu yang sangat lama, sehingga
pengamatan secara langsung sangatlah jarang. Namun spesiasi sebenarnya telah terpantau
pada organisme masa sekarang, dan kejadian spesiasi masa lalu tercatat dalam catatan fosil.[48]
[49][50]
Para ilmuwan telah mendokumentasikan pembentukan lima spesies baru ikan Cichlidae
dari satu spesies leluhur bersama yang diisolasi kurang dari 5000 tahun yang lalu di Danau
Nagubago.[51] Bukti spesiasi dalam kasus ini adalah morfologi (penampilan fisik) yang
berbeda serta kesemuaan spesies tersebut tidak dapat saling kawin lagi. Ikan-ikan ini
memiliki ritual perkawinan yang kompleks dan memiliki berbagai macam warna. Perubahan
yang sedikit akan mengubah proses seleksi pasangan kawin dan lima spesies tersebut tidak
akan dapat saling kawin.[52]
Pandangan berbeda mengenai mekanisme evolusi
Lihat pula: Evolusi sebagai teori dan fakta

James Hutton

Stephen Jay Gould

Richard Dawkins

Teori evolusi diterima oleh komunitas ilmiah secara meluas. Ia merupakan garis penghubung
berbagai cabang bidang biologi.[13] Evolusi memberi ilmu biologi dasar ilmiah yang kuat.
Pentingnya teori evolusi dijelaskan oleh Theodosius Dobzhansky (19001975) pada publikasi
American Biology Teacher dengan judul esai "Nothing in Biology Makes Sense Except in the
Light of Evolution" (Tidak ada yang masuk akal dalam biologi kecuali menurut evolusi).[53]
Namun, teori evolusi itu sendiri tidaklah statis. Walaupun peristiwa evolusi adalah fakta,
terdapat berbagai diskusi dalam komunitas ilmiah mengenai mekanisme proses evolusi
tersebut. Sebagai contoh, laju kejadian evolusi masih didiskusikan. Selain itu, terdapat
berbagai opini mengenai satuan utama perubahan evolusioner, apakah itu organisme ataupun
gen.
Laju perubahan

Terdapat dua pandangan yang berbeda mengenai laju perubahan evolusioner. Darwin dan
para pendukungnya memandang evolusi sebagai proses yang lambat dan perlahan. Pohon
evolusi didasarkan pada pemikiran bahwa perubahan pada spesies merupakan akibat dari
akumulasi perubahan kecil dalam waktu yang sangat lama.
Pandangan bahwa evolusi terjadi secara bertahap didasarkan pada hasil kerja ahli geologi
James Hutton (17261797) dengan teorinya yang disebut "gradualisme". Teori Hutton
mensugestikan bahwa perubahan geologis yang sangat bersar merupakan produk kumulatif
operasi proses-proses yang terjadi relatif lambat dan berlanjut yang sampai sekarang masih
dapat terlihat beroperasi. Sudut pandangan uniformitarian diadopsi untuk perubahan biologis.
Pandangan seperti ini tampaknya berkontradiksi dengan catatan fosil yang menunjukkan
bahwa spesies baru muncul secara tiba-tiba dan tidak berubah dalam waktu yang sangat
panjang. Ahli paleontologi Stephen Jay Gould (19402002) mengembangkan suatu model
yang mengajukan bahwa evolusi, walaupun menurut manusia adalah proses yang lambat,
mengalami periode perubahan yang relatif cepat dalam beberapa ribu ataupun jutaan tahun,
diikuti oleh periode stabilitas relatif yang panjang. Model ini disebut sebagai "kesetimbangan
bersela" (punctuated equilibrium) yang menjelaskan catatan fosil tanpa berkontradiksi
dengan gagasan Darwin.[54]

Satuan perubahan

Satuan seleksi yang umum pada evolusi adalah organisme. Seleksi alam terjadi ketika
kesuksesan reproduksi suatu individu ditingkatkan ataupun diturunkan oleh sifat-sifat
terwariskan. Kesuksesan reproduksi ini diukur dengan jumlah individu keturunan yang
bertahan hidup. Pandangan yang berpusat pada organisme ini mendapat tantangan dari
berbagai ahli biologi lainnya. Richard Dawkins (lahir 1941) mengajukan bahwa banyak yang
dapat disingkap apabila evolusi dilihat dari sudut pandang gen. Yakni bahwa seleksi alam
beroperasi sebagai mekanisme evolusioner terhadap gen maupun organisme.[55] Pada buku
tahun 1976 karyanya The Selfish Gene, ia menjelaskan:

Individuals are not stable things, they are fleeting. Chromo


are forever.[56]

Individu-individu bukanlah hal yang stabil, mereka beruba


tugas kita, kita dikesampingkan. Namun gen merupakan p

Yang lainnya memandang bahwa seleksi bekerja pada berbagai tingkat dan bukan hanya pada
satu tingkat organisme ataupun gen. Sebagai contoh, Stephen Jay Gould menyerukan
perspektif hierarkis seleksi.[57]
Ringkasan

Teori evolusi dibangun berdasarkan beberapa pengamatan dasar. Ia menjelaskan


keberagaman dan hubungan seluruh makhluk hidup. Terdapat variasi genetik dalam suatu
populasi individu. Beberapa individu secara kebetulan memiliki sifat-sifat yang mengizinkan
mereka bertahan hidup dan berkembang pesat daripada yang lainnya. Individu yang bertahan
hidup akan lebih berkemungkinan bereproduksi dan menghasilkan keturunan. Keturunannya
tersebut akan mewarisi sifat-sifat yang menguntungkan tersebut.
Evolusi bukanlah proses yang acak. Manakala mutasi tersebut adalah acak, seleksi alam
tidaklah demikian. Evolusi merupakan akibat yang tak terelakkan dari pengkopian gen yang
tidak sempurna pada organisme yang bereproduksi selama bermilyar-milyar tahun di bawah
tekanan seleksi lingkungan. Hasil dari proses evolusi bukanlah organisme yang semakin
sempurna, melainkan hanya organisme yang dapat bertahan hidup dan bereproduksi dengan
lebih baik dalam lingkungan tertentu. Fosil, kode genetik, dan distribusi khas kehidupan di
Bumi memberikan catatan evolusi dan menunjukkan keberadaan nenek moyang bersama
seluruh organisme, baik yang masih hidup maupun telah lama mati. Evolusi dapat secara
langsung diamati pada seleksi buatan. Biakan kucing, anjing, kuda, dan tumbuhan yang
bermacam-macam merupakan contoh evolusi.

Walaupun beberapa kelompok mengajukan keberatannya terhadap teori evolusi, bukti


eksperimen dan pengamatan selama beratus-ratus tahun oleh beribu-ribu ilmuwan
mendukung fakta evolusi.[12] Akibat dari evolusi selama empat miliar tahun adalah
keanekaragaman mahkhluk hidup di sekitar kita, dengan sekitar 1,75 juta spesies yang
sekarang hidup di Bumi.[3][58]

Plant morphology or phytomorphology is the study of the physical form and external
structure of plants.[1] This is usually considered distinct from plant anatomy,[1] which is the
study of the internal structure of plants, especially at the microscopic level.[2] Plant
morphology is useful in the visual identification of plants.

Inflorescences emerging from protective coverings

Contents

1 Scope

2 A comparative science
o 2.1 Homology
o 2.2 Convergence

3 Vegetative and reproductive characteristics


o 3.1 Use in identification
o 3.2 Alternation of generations
o 3.3 Pigmentation in plants

4 Development
o 4.1 Growth
o 4.2 Morphological variation
o 4.3 Evolution of plant morphology

4.3.1 Positional effects

4.3.2 Environmental effects

4.3.2.1 Temperature

4.3.3 Juvenility

5 Some recent developments

6 See also

7 References

8 External links

Scope

Asclepias syriaca showing complex morphology of the flowers.

Looking up into the branch structure of a Pinus sylvestris tree


Plant morphology "represents a study of the development, form, and structure of plants, and,
by implication, an attempt to interpret these on the basis of similarity of plan and origin."[3]
There are four major areas of investigation in plant morphology, and each overlaps with
another field of the biological sciences.
First of all, morphology is comparative, meaning that the morphologist examines structures
in many different plants of the same or different species, then draws comparisons and
formulates ideas about similarities. When structures in different species are believed to exist
and develop as a result of common, inherited genetic pathways, those structures are termed
homologous. For example, the leaves of pine, oak, and cabbage all look very different, but
share certain basic structures and arrangement of parts. The homology of leaves is an easy
conclusion to make. The plant morphologist goes further, and discovers that the spines of
cactus also share the same basic structure and development as leaves in other plants, and
therefore cactus spines are homologous to leaves as well. This aspect of plant morphology
overlaps with the study of plant evolution and paleobotany.
Secondly, plant morphology observes both the vegetative (somatic) structures of plants, as
well as the reproductive structures. The vegetative structures of vascular plants includes the
study of the shoot system, composed of stems and leaves, as well as the root system. The
reproductive structures are more varied, and are usually specific to a particular group of
plants, such as flowers and seeds, fern sori, and moss capsules. The detailed study of
reproductive structures in plants led to the discovery of the alternation of generations found in
all plants and most algae. This area of plant morphology overlaps with the study of
biodiversity and plant systematics.
Thirdly, plant morphology studies plant structure at a range of scales. At the smallest scales
are ultrastructure, the general structural features of cells visible only with the aid of an
electron microscope, and cytology, the study of cells using optical microscopy. At this scale,
plant morphology overlaps with plant anatomy as a field of study. At the largest scale is the

study of plant growth habit, the overall architecture of a plant. The pattern of branching in a
tree will vary from species to species, as will the appearance of a plant as a tree, herb, or
grass.
Fourthly, plant morphology examines the pattern of development, the process by which
structures originate and mature as a plant grows. While animals produce all the body parts
they will ever have from early in their life, plants constantly produce new tissues and
structures throughout their life. A living plant always has embryonic tissues. The way in
which new structures mature as they are produced may be affected by the point in the plant's
life when they begin to develop, as well as by the environment to which the structures are
exposed. A morphologist studies this process, the causes, and its result. This area of plant
morphology overlaps with plant physiology and ecology.

A comparative science
A plant morphologist makes comparisons between structures in many different plants of the
same or different species. Making such comparisons between similar structures in different
plants tackles the question of why the structures are similar. It is quite likely that similar
underlying causes of genetics, physiology, or response to the environment have led to this
similarity in appearance. The result of scientific investigation into these causes can lead to
one of two insights into the underlying biology:
1. Homology - the structure is similar between the two species because of shared
ancestry and common genetics.
2. Convergence - the structure is similar between the two species because of
independent adaptation to common environmental pressures.
Understanding which characteristics and structures belong to each type is an important part of
understanding plant evolution. The evolutionary biologist relies on the plant morphologist to
interpret structures, and in turn provides phylogenies of plant relationships that may lead to
new morphological insights.

Homology
Main article: Homology (biology)
When structures in different species are believed to exist and develop as a result of common,
inherited genetic pathways, those structures are termed homologous. For example, the leaves
of pine, oak, and cabbage all look very different, but share certain basic structures and
arrangement of parts. The homology of leaves is an easy conclusion to make. The plant
morphologist goes further, and discovers that the spines of cactus also share the same basic
structure and development as leaves in other plants, and therefore cactus spines are
homologous to leaves as well.

Convergence
Main article: Convergent evolution

When structures in different species are believed to exist and develop as a result of common
adaptive responses to environmental pressure, those structures are termed convergent. For
example, the fronds of Bryopsis plumosa and stems of Asparagus setaceus both have the
same feathery branching appearance, even though one is an alga and one is a flowering plant.
The similarity in overall structure occurs independently as a result of convergence. The
growth form of many cacti and species of Euphorbia is very similar, even though they belong
to widely distant families. The similarity results from common solutions to the problem of
surviving in a hot, dry environment.

Euphorbia obesa, a spurge

Astrophytum asterias, a cactus.

Vegetative and reproductive characteristics

A diagram representing a "typical" eudicot.


Plant morphology treats both the vegetative structures of plants, as well as the reproductive
structures.
The vegetative (somatic) structures of vascular plants include two major organ systems: (1) a
shoot system, composed of stems and leaves, and (2) a root system. These two systems are
common to nearly all vascular plants, and provide a unifying theme for the study of plant
morphology.
By contrast, the reproductive structures are varied, and are usually specific to a particular
group of plants. Structures such as flowers and fruits are only found in the angiosperms; sori
are only found in ferns; and seed cones are only found in conifers and other gymnosperms.
Reproductive characters are therefore regarded as more useful for the classification of plants
than vegetative characters.

Use in identification
Main article: Identification key
Plant biologists use morphological characters of plants which can be compared, measured,
counted and described to assess the differences or similarities in plant taxa and use these
characters for plant identification, classification and descriptions.

When characters are used in descriptions or for identification they are called diagnostic or
key characters which can be either qualitative and quantitative.
1. Quantitative characters are morphological features that can be counted or measured
for example a plant species has flower petals 1012 mm wide.
2. Qualitative characters are morphological features such as leaf shape, flower color or
pubescence.
Both kinds of characters can be very useful for the identification of plants.

Alternation of generations
Main article: Alternation of generations
The detailed study of reproductive structures in plants led to the discovery of the alternation
of generations, found in all plants and most algae, by the German botanist Wilhelm
Hofmeister. This discovery is one of the most important made in all of plant morphology,
since it provides a common basis for understanding the life cycle of all plants.

Pigmentation in plants
Main article: Plant color
The primary function of pigments in plants is photosynthesis, which uses the green pigment
chlorophyll along with several red and yellow pigments that help to capture as much light
energy as possible. Pigments are also an important factor in attracting insects to flowers to
encourage pollination.
Plant pigments include a variety of different kinds of molecule, including porphyrins,
carotenoids, anthocyanins and betalains. All biological pigments selectively absorb certain
wavelengths of light while reflecting others. The light that is absorbed may be used by the
plant to power chemical reactions, while the reflected wavelengths of light determine the
color the pigment will appear to the eye.

Development
Plant development is the process by which structures originate and mature as a plant grows.
It is a subject studies in plant anatomy and plant physiology as well as plant morphology.
The process of development in plants is fundamentally different from that seen in vertebrate
animals. When an animal embryo begins to develop, it will very early produce all of the body
parts that it will ever have in its life. When the animal is born (or hatches from its egg), it has
all its body parts and from that point will only grow larger and more mature. By contrast,
plants constantly produce new tissues and structures throughout their life from meristems[4]
located at the tips of organs, or between mature tissues. Thus, a living plant always has
embryonic tissues.

The properties of organization seen in a plant are emergent properties which are more than
the sum of the individual parts. "The assembly of these tissues and functions into an
integrated multicellular organism yields not only the characteristics of the separate parts and
processes but also quite a new set of characteristics which would not have been predictable
on the basis of examination of the separate parts."[5] In other words, knowing everything
about the molecules in a plant are not enough to predict characteristics of the cells; and
knowing all the properties of the cells will not predict all the properties of a plant's structure.

Growth
Further information: Meristem, Cellular differentiation, Morphogenesis, and Plant
embryogenesis
A vascular plant begins from a single celled zygote, formed by fertilisation of an egg cell by a
sperm cell. From that point, it begins to divide to form a plant embryo through the process of
embryogenesis. As this happens, the resulting cells will organize so that one end becomes the
first root, while the other end forms the tip of the shoot. In seed plants, the embryo will
develop one or more "seed leaves" (cotyledons). By the end of embryogenesis, the young
plant will have all the parts necessary to begin in its life.
Once the embryo germinates from its seed or parent plant, it begins to produce additional
organs (leaves, stems, and roots) through the process of organogenesis. New roots grow from
root meristems located at the tip of the root, and new stems and leaves grow from shoot
meristems located at the tip of the shoot.[6] Branching occurs when small clumps of cells left
behind by the meristem, and which have not yet undergone cellular differentiation to form a
specialized tissue, begin to grow as the tip of a new root or shoot. Growth from any such
meristem at the tip of a root or shoot is termed primary growth and results in the lengthening
of that root or shoot. Secondary growth results in widening of a root or shoot from divisions
of cells in a cambium.[7]
In addition to growth by cell division, a plant may grow through cell elongation. This occurs
when individual cells or groups of cells grow longer. Not all plant cells will grow to the same
length. When cells on one side of a stem grow longer and faster than cells on the other side,
the stem will bend to the side of the slower growing cells as a result. This directional growth
can occur via a plant's response to a particular stimulus, such as light (phototropism), gravity
(gravitropism), water, (hydrotropism), and physical contact (thigmotropism).
Plant growth and development are mediated by specific plant hormones and plant growth
regulators (PGRs) (Ross et al. 1983).[8] Endogenous hormone levels are influenced by plant
age, cold hardiness, dormancy, and other metabolic conditions; photoperiod, drought,
temperature, and other external environmental conditions; and exogenous sources of PGRs,
e.g., externally applied and of rhizospheric origin.

Morphological variation
Plants exhibit natural variation in their form and structure. While all organisms vary from
individual to individual, plants exhibit an additional type of variation. Within a single
individual, parts are repeated which may differ in form and structure from other similar parts.
This variation is most easily seen in the leaves of a plant, though other organs such as stems

and flowers may show similar variation. There are three primary causes of this variation:
positional effects, environmental effects, and juvenility.

Evolution of plant morphology


Transcription factors and transcriptional regulatory networks play key roles in plant
morphogenesis and their evolution. During plant landing, many novel transcription factor
families emerged and are preferentially wired into the networks of multicellular development,
reproduction, and organ development, contributing to more complex morphogenesis of land
plants.[9]
Positional effects

Variation in leaves from the giant ragweed illustrating positional effects. The lobed leaves
come from the base of the plant, while the unlobed leaves come from the top of the plant.
Although plants produce numerous copies of the same organ during their lives, not all copies
of a particular organ will be identical. There is variation among the parts of a mature plant
resulting from the relative position where the organ is produced. For example, along a new
branch the leaves may vary in a consistent pattern along the branch. The form of leaves
produced near the base of the branch will differ from leaves produced at the tip of the plant,
and this difference is consistent from branch to branch on a given plant and in a given
species. This difference persists after the leaves at both ends of the branch have matured, and
is not the result of some leaves being younger than others.
Environmental effects
The way in which new structures mature as they are produced may be affected by the point in
the plants life when they begin to develop, as well as by the environment to which the
structures are exposed. This can be seen in aquatic plants and emergent plants.
Temperature

Temperature has a multiplicity of effects on plants depending on a variety of factors,


including the size and condition of the plant and the temperature and duration of exposure.
The smaller and more succulent the plant, the greater the susceptibility to damage or death
from temperatures that are too high or too low. Temperature affects the rate of biochemical
and physiological processes, rates generally (within limits) increasing with temperature.
However, the Vant Hoff relationship for monomolecular reactions (which states that the
velocity of a reaction is doubled or trebled by a temperature increase of 10 C) does not
strictly hold for biological processes, especially at low and high temperatures.
When water freezes in plants, the consequences for the plant depend very much on whether
the freezing occurs intracellularly (within cells) or outside cells in intercellular (extracellular)

spaces.[10] Intracellular freezing usually kills the cell regardless of the hardiness of the plant
and its tissues.[11] Intracellular freezing seldom occurs in nature, but moderate rates of
decrease in temperature, e.g., 1 C to 6 C/hour, cause intercellular ice to form, and this
"extraorgan ice"[12] may or may not be lethal, depending on the hardiness of the tissue.
At freezing temperatures, water in the intercellular spaces of plant tissues freezes first, though
the water may remain unfrozen until temperatures fall below 7 C.[10] After the initial
formation of ice intercellularly, the cells shrink as water is lost to the segregated ice. The cells
undergo freeze-drying, the dehydration being the basic cause of freezing injury.
The rate of cooling has been shown to influence the frost resistance of tissues,[13] but the
actual rate of freezing will depend not only on the cooling rate, but also on the degree of
supercooling and the properties of the tissue.[14] Sakai (1979a)[13] demonstrated ice segregation
in shoot primordia of Alaskan white and black spruces when cooled slowly to 30 C to
-40 C. These freeze-dehydrated buds survived immersion in liquid nitrogen when slowly
rewarmed. Floral primordia responded similarly. Extraorgan freezing in the primordia
accounts for the ability of the hardiest of the boreal conifers to survive winters in regions
when air temperatures often fall to -50 C or lower.[12] The hardiness of the winter buds of
such conifers is enhanced by the smallness of the buds, by the evolution of faster
translocation of water, and an ability to tolerate intensive freeze dehydration. In boreal
species of Picea and Pinus, the frost resistance of 1-year-old seedlings is on a par with mature
plants,[15] given similar states of dormancy.
Juvenility

Juvenility in a seedling of European beech. Notice the difference in shape between the first
dark green "seed leaves" and the lighter second pair of leaves.
The organs and tissues produced by a young plant, such as a seedling, are often different from
those that are produced by the same plant when it is older. This phenomenon is known as
juvenility. For example, young trees will produce longer, leaner branches that grow upwards
more than the branches they will produce as a fully grown tree. In addition, leaves produced
during early growth tend to be larger, thinner, and more irregular than leaves on the adult
plant. Specimens of juvenile plants may look so completely different from adult plants of the
same species that egg-laying insects do not recognize the plant as food for their young.
Differences are seen in rootability and flowering and can be seen in the same mature tree.
Juvenile cuttings taken from the base of a tree will form roots much more readily than
cuttings originating from the mid to upper crown. Flowering close to the base of a tree is
absent or less profuse than flowering in the higher branches especially when a young tree first
reaches flowering age.[16]

Some recent developments


Rolf Sattler has revised fundamental concepts of comparative morphology such as the
concept of homology. He emphasized that homology should also include partial homology
and quantitative homology.[17][18] This leads to a continuum morphology that demonstrates a
continuum between the morphological categories of root, shoot, stem (caulome), leaf
(phyllome), and hair (trichome). How intermediates between the categories are best described
has been discussed by Bruce K. Kirchoff et al.[19]
Honoring Agnes Arber, author of the partial-shoot theory of the leaf, Rutishauser and Isler
called the continuum approach Fuzzy Arberian Morphology (FAM). Fuzzy refers to fuzzy
logic, Arberian to Agnes Arber. Rutishauser and Isler emphasized that this approach is not
only supported by many morphological data but also by evidence from molecular genetics.[20]
More recent evidence from molecular genetics provides further support for continuum
morphology. James (2009) concluded that "it is now widely accepted that... radiality
[characteristic of most shoots] and dorsiventrality [characteristic of leaves] are but extremes
of a continuous spectrum. In fact, it is simply the timing of the KNOX gene expression!."[21]
Eckardt and Baum (2010) concluded that "it is now generally accepted that compound leaves
express both leaf and shoot properties..[22]
Process morphology (dynamic morphology) describes and analyzes the dynamic continuum
of plant form. According to this approach, structures do not have process(es), they are
process(es).[23][24] Thus, the structure/process dichotomy is overcome by "an enlargement of
our concept of 'structure' so as to include and recognize that in the living organism it is not
merely a question of spatial structure with an 'activity' as something over or against it, but
that the concrete organism is a spatio-temporal structure and that this spatio-temporal
structure is the activity itself."[25]
For Jeune, Barab and Lacroix, classical morphology (that is, mainstream morphology, based
on a qualitative homology concept implying mutually exclusive categories) and continuum
morphology are sub-classes of the more encompassing process morphology (dynamic
morphology

Anda mungkin juga menyukai