Anda di halaman 1dari 134

Tinjauan Teoritik tentang Semiotik

Ni Wayan Sartini
Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Airlangga
Abstract
Although interests in signs and the way people communicate have had a long
history, modern semiotic
analysis can be said to h
ave begun with two names, namely Swiss linguist Ferdinand de Saussure and
American philosopher Charles Sanders Peirce. Although both were concerned with
signs, they differed to
each other in some respect. Saussure, for example, divided sign into two compon
ents, the signifier and the
signified, and suggested that the relationship between signifier and signified was
crucial and important for
the development of semiotics.
Keyword: semiotic, semiology, sign, signifier, signified.

Sebagai makhluk yang hidup d


i dalam masyarakat dan selalu melakukan interaksi dengan
masyarakat lainnya tentu membutuhkan suatu alat komunikasi agar bisa saling
memahami
tentang suatu hal. Apa yang perlu dipahami? Banyak hal salah satunya adalah
tanda. Supaya
tanda itu bisa dipahami
secara benar dan sama mem
butuhkan konsep yang sama supaya tidak
terjadi
misunderstanding
atau salah pengertian. Namun pada kenyataannya tanda itu tidak
selamanya bisa dipahami secara benar dan sama di antara masyara
kat. Setiap orang memiliki
interpreta
si makna tersendiri dan tentu saja dengan berbagai alasan yang melatar
belakangi
nya.
Ilmu yang membahas tentang tanda disebut semiotik (
the study of signs)
. Masyarakat selalu
bertanya apa yang dimaksud dengan tanda? Banyak tanda dalam kehidupan sehari
-

ha
ri kita
seperti tanda
tanda lalu lintas, tanda
tanda adanya suatu peristiwa atau tanda
tanda lainnya.
Semiotik meliputi studi seluruh tanda
tanda tersebut sehingga masyarakat berasumsi bahwa
semiotik hanya meliputi tanda
tanda visual (
visual sign
). Di s
amping itu sebenarnya masih
banyak hal lain yang dapat kita jelaskan seperti tanda yang dapat berupa
gambaran, lukisan dan
foto sehingga tanda juga termasuk dalam seni dan fotografi. Atau tanda juga bisa
mengacu pada
kata
kata, bunyi
bunyi dan bahasa tubu

h(
body language)
. Untuk memahami semiotik lebih jauh
ada baiknya kita membahas beberapa tokoh semiotik dan pemikiran
pemikirannya dalam
semiotik.
Tokoh Semiotik
Kalau kita telusuri dalam buku
buku semiotik yang ada,hampir sebagian besar menyebutkan
ba
hwa ilmu semiotik bermula dari ilmu linguistik dengan tokohnya Ferdinand de de
Saussure
(1857
1913). de Saussure tidak hanya dikenal sebagai Bapak Linguistik tetapi juga banyak
dirujuk sebagai tokoh semiotik dalam bukunya
Course in General Linguistics
(
1916).
Selain itu ada tokoh yang penting dalam semiotik adalah Charles Sanders Peirce
(1839
1914)
seorang filsuf Amerika, Charles Williams Morris (1901
-

1979) yang mengembangkan


behaviourist semiotics
. Kemudian yang mengembang
kan teori
teori semiotik
modern adalah
Roland Barthes (1915
1980), Algirdas Greimas (1917
1992), Yuri Lotman (1922
1993),
Christian Metz (193
1993), Umberco Eco (1932),dan Julia Kristeva (1941). Linguis selain de
Saussure yang bekerja dengan
semiotics framework
adalah Lo
uis Hjlemslev (1899
1966) dan
Roman Jakobson (1896
-

1982). Dalam ilmu antropologi ada Claude Levi Strauss (1980) dan
Jacues Lacan (1901
1981) dalam psikoanalisis.
Strukturalisme adalah sebuah metode yang telah diacu oleh banyak ahli semiotik,
hal i
tu
didasarkan pada model linguistik struktural de Saussure. Strukturalis mencoba
mendeskripsikan
sistem tanda sebagai bahasa
bahasa, Strauss dengan
mith, kinship dan totemisme
, Lacan dengan
unconcious,
Barthes dan Greimas dengan
grammar of narrative
. Merek
a bekerja mencari struktur
dalam (
deep structure
) dari bentuk struktur luar (
surface structure
) sebuah fenomena. Semiotik
sosial kontemporer telah bergerak di luar perhatian struktural yaitu menganalisis
hubungan
-

hubungan internal bagian


bagian dengan
a
self contained system
, dan mencoba mengembangkan
penggunaan tanda dalam situasi sosial yang spesifik.
Melihat kenyataan di atas dapat dikatakan bahwa pembicaraan tentang
strukturalisme dalam
konteks perkem
bangan kajian budaya harus dilakukan dalam kontek
s perkembangannya ke
semiotik yang seolah
olah lahir sesu
dahnya. Sebenarnya bibitnya telah lahir bersama dalam
kuliah
kuliah Ferdinad de Saussure yang sekaligus melahirkan strukturalisme dan semiotik
(oleh
de Saussure disebut semiologi yaitu ilmu tentang
kehidupan tanda
tanda dalam masyarakat)

(Hoed, 2002:1). Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa lahirnya semiotik khususnya
di Eropa tidak
dapat dilepaskan dari bayangan strukturalisme yang mendahuluinya dalam
perkembangan ilmu
pengetahuan budaya. Perkemban
gan dari strukturalis ke semiotik dapat dibagi dua yakni yang
sifatnya melanjutkan sehingga ciri
ciri strukturalismenya masih sangat kelihatan (kontinuitas) dan
yang sifatnya mulai meninggalkan sifat strukturalisme untuk lebih menonjolkan ke
budayaan
sebag
ai sistem tanda (evolusi).
Makna Kata Tanda
Bagi de Saussure, bahasa terdiri atas sejumlah tanda yang terdapat dalam suatu
jaringan sistem
dan dapat disusun dalam sejumlah struktur. Setiap tanda dalam jaringan itu
memiliki dua sisi
yang tak terpisahka
n seperti dua halaman pada selembar kertas. de Saussure memberikan contoh
kata
arbor
dalam bahasa Latin yang maknanya pohon. Kata ini adalah tanda yang terdiri atas
dua segi yakni /
arbor
/ dan konsep pohon. Signifiant /
arbor

/ disebutnya sebagai citra aku


stik yang
mempunyai relasi dengan konsep pohon (bukan pohon tertentu) yakni
signifie
. Tidak ada
hubungan langsung dan alamiah antara penanda (
signifier
) dan petanda (
signified
). Hubungan ini
disebut hubungan yang arbitrer. Hal yang mengabsahkan hubung
an
itu adalah mufakat
(konvensi) ...
a body of necessary conventions adopted by society to enable members of society
to use their language faculty
(de Saussure, 1986:10).
Oleh sebab itu bahasa sebagai sebuah sistem dapat dikatakan lahir dari kemu
fakatan
(kon
vensi) di atas dasar yang tak beralasan (
unreasonable)
atau sewenang
-

wenang. Sebagai
contoh, kata
bunga
yang keluar dari mulut seorang penutur bahasa Indonesia berkorespondensi
dengan konsep tentang bunga dalam benak orang tersebut tidak menunjukkan
adany
a batas
batas
(
boundaries
) yang jelas atau nyata antara penanda dan petanda, melainkan secara gamblang
mendemonstrasikan kesewenang
wenangan itu karena bagi seorang penutur bahasa Inggris bunyi
bunga itu tidak berarti apa
apa.
Petanda selalu akan lepas dar
i jang
kauan dan konsekuensinya, makna pun tidak pernah dapat
sepenuhnya ditangkap, karena ia berserakan seperti
jigsaw puzzles
disepanjang rantai penanda
lain yang pernah hadir sebelumnya dan akan hadir sesudahnya, baik dalam tataran
para

digmatik
maupun
sintagmatik. Ini dimung
kinkan karena operasi sebuah sistem bahasa menurut de
Saussure dilandasi oleh prinsip
negative difference
, yakni bahwa makna sebuah tanda tidak
diperoleh melalui jawaban atas pertanyaan
what is it
, melainkan melalui penemuan akan
w
hat is
not
(Budiman, 2002:30). Kucing adalah kucing karena ia bukan anjing atau bajing.
Dengan demikian ilmu yang mempe
lajari tentang tanda
tanda adalah semiotik.
Semiotics is
concerned with everything that can be taken as a sign.
Semiotics adalah studi
yang tidak hanya
merujuk pada tanda (

signs
) dalam percakapan sehari
hari, tetapi juga segala sesuatu yang
merujuk pada bentuk
bentuk lain seperti
words, images, sounds, gesture
, dan
objects
. Sementara
de Saussure me
nyebut ilmu ini dengan
semiologi
yak
ni sebuah studi tentang aturan tanda
tanda

PENGERTIAN SEMIOTIK

Admin E-Jurnal Sastra

Ada beberapa Pengertian Semiotik. Pada umumnya, Karya sastra merupakan sistem tanda
yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium
karya sastra juga sudah merupakan sistem semiotik atau ketandaan, yaitu sistem ketandaan
yang mempunyai arti, misalnya ketika mengkaji dan memahami puisi tidak lepas dari analisis
semiotik. Puisi seperti telah dikemukakan merupakan struktur tanda-tanda yang bersistem dan
bermakna. Memahami puisi tidak lain memahami makna puisi. Menganalisis puisi adalah usaha
untuk menangkap makna yang ada dalam puisi tersebut. Makna puisi adalah arti yang timbul
dari susunan bahasa berdasarkan struktur kesusastraannya, yaitu arti yang tidak hanya
mempunyai arti bahasa melainkan berisi arti tambahan berdasarkan kesusastraan yang
bersangkutan. Dengan demikian dalam mengkaji dan memahami sebuah puisi diperlukan
analisis struktural atau semiotik mengingat puisi merupakan struktur tanda-tanda yang
bermakna.

Ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda itu adalah semiotik. Ilmu ini menganggap bahwa
fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan itu merupakan tanda-tanda. Semiontik itu
mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan yang memungkinkan tanda-tanda tersebut
mempunyai arti. Semiotik berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu semeion yang berarti tanda
atau sign dalam bahasa Inggris. Semiotik juga merupakan ilmu yang mengkaji hal-hal yang
berkaitan dengan komunikasi dan ekspresi. Dalam penelitian sastra, pendekatan semiotik
khusus meneliti sastra yang dipandang memiliki sistem sendiri, sedangkan dalam sistem
tersebut berurusan dengan masalah teknik, mekanisme penciptaan, masalah ekspresi, dan
komunikasi.
Menurut Eagleton, Semiotik atau semiologi berarti ilmu tanda-tanda (sign) secara sistematik.
Semiotik menunjukkan bidang kajian khusus, yaitu sistem yang secara umum dipandang
sebagai tanda, seperti puisi, rambu-rambu lalu lintas dan nyanyian burung.
Tokoh yang dianggap sebagai pendiri semiotik adalah dua orang yang tidak saling mengenal
dan mempengaruhi, yaitu; Ferdinand de Saussure (1857-1913) seorang ahli linguistik dan
Charles Sander Pierce (1839-1914) seorang ahli filsafat. Kedua sarjana tersebut menggunakan
istilah yang berbeda. Saussure menggunakan istilah semiologi sedangkan Pierce
menggunakan istilah semiotika, tetapi dalam perkembangan selanjutnya istilah semiotikalah
yang populer. Pierce mengatakan bahwa semiotik merupakan paduan atau sinonim kata logika.
Menurut Pierce, logika harus mempelajari bagaimana orang menalar, dan penalara itu
dilakukan melalui tanda-tanda. Menurutnya tanda-tanda tersebut memungkinkan manusia untuk
berpikir, berhubungan dengan orang lain, dan memberikan makna. Sedangkan menurut
Saussure bahwa semiotik atau semiologi adalah ilmu yang mempelajari apa yang membentuk
tanda beserta kaidah-kaidah yang mengaturnya.
Menurut Abarams (1981), bahwa pengertian semiologi adalah ilmu yang mempelajari tanda
beserta fungsi secara umum pada seluruh bidang kehidupan. Bagi Abarams cakupan semiologi
sangat luas. Semiologi tidak hanya berhubungan dengan sistem komunikasi seperti bahasa,
huruf morse, atau rambu-rambu lalulintas, namun menurut beliau semiologi juga berhubungna
dengan aneka ragam perilaku manusia, seperti gerak tubuh, cara berpakaian, ciri khas
makanan, bentuk bangunan yang seluruhnya itu memiliki arti di dalam kemasyarakataan.
Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda, dan
tanda tersebut memiliki dua aspek, yaitu; penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda
adalah bentuk formal dari yang menandai sesuatu yang disebut petanda, sedangkan petanda
adalah sesuatu yang ditandai oleh penanda itu yaitu artinya. Contohnya kata ibu yang
merupakan tanda berupa satuan bunyi yang menandai arti : sebutan bagi orang yang telah
melahirkan kita.
Tanda tersebut tidak hanya satu macam saja, tetapi ada beberapa berdasarkan hubungan
antara penanda dan petandanya. Jenis-jenis tanda yang utama adalah:
Ikon ini ada kemiripan dengan tanda. Tanda tersebut memang mirip dengan ikon atau
merupakan gambar atau arti langsung dari petanda. Misalnya foto merupakan gambaran

langsung dari orang yang difoto. Ikon dibedakan menjadi tiga macam yaitu ikon tipologis,
kemiripan yang tampak di sini adalah relasional, jadi, di dalam tanda tampak juga hubungan
antaraunsur-unsur yang di acu, contohnya susunan kata dalam kalimat. Ikon metaforis adalah
ikon yang tidak ada kemiripan antara tanda dengan acuan melainkan antara dua acuan oleh
tanda yang sama, seperti kata kancil yang mempunyai acuan binatang kancil dan sekaligus
pula kecerdikkan, dan ikon diagramatis berdasarkan persamaan struktur, misalnya diagram.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan hubungan kasual (sebab-akibat) antara penanda dan
petandanya, misalnya asap menandai api. Contoh lain: mendung merupakan tanda bagi hari
akan hujan, panah menjadi tanda petunjuk jalan. Dalam sastra, gambaran suasan muram
biasanya merupakan indeks bahwa tokoh sedang bersusah hati.
Simbol adalah tanda yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan alamiah antara penanda
dan petandanya, hubungannya bersifat arbiter (semau-maunya), contohnya bahasa merupakan
simbol yang paling lengkap, terbentuk secara konvesional, hubungan kata dengan artinya dan
sebagainya.
Ada tiga macam symbol yang dikenal, yakni (a) symbol pribadi, misalnya seorang menangis bila
mendengar lagu gembira karena lagu itu telah menjadi lambing pribadi ketika orang yang
dicintainya meninggal dunia, (b) simbol pemufakatan, misalnya Jepang = Negara Matahari
terbit, Yamato Nadeshiko = Gadis Jepang, (c) simbol universal, misalnya kembang adalah
lambing cinta, dan laut adalah lambang kehidupan yang dinamis. Arti sebuah simbol juga
ditentukan oleh masyarakat. Misalnya kata ibu berarti orang yang melahirkan kita itu terjadi
aataskonvensi atau perjanjian masyarakat bahasa Indonesia, masyarakat Jepang
menyebutnya haha atau Okaasan, masyarakat Inggris: mother, Perancis: la mere.

ANALISIS SEMIOTIK PADA FOTO JURNALISTIK

Untuk menemukan makna konotasi pada foto jurnalistik digunakan enam prosedur Roland Barthes, yaitu
trick effect, pose, object, photogenia, aetheticism
(estetisme), dan
syntax
(sintaksis). Dalam penelitian ini, teknik keabsahan data dengan menggunakan triangulasi. Menurut
Moleong (2011:331) Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu
yang lain. Triangulasi metode disitu menunjuk pada upaya membandingkan temuan data yang diperoleh
dengan menggunakan suatu metode tertentu, (misalnya catatan lapangan yang dibuat selama observasi)
dengan data yang diperoleh dengan menggunakan metode lain (misalnya transkrip dari
in-dept interview
) mengenai suatu persoalan dan dari sumber yang sama (Pawito, 2008:99).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa dari keempat foto profil yang ditampilkan
majalah Tempo merupakan pesan informatif agar pembaca dapat perlahan menangkap visualisasi
karakteristik anggota Lekra dan Algojo pada waktu itu, secara tidak langsung agar pembaca mengetahui
beberapa tokoh penting yang saat ini sudah tiada maupun ada. Sedangkan pada keempat foto peristiwa
dapat disimpulkan bahwa majalah tempo ingin memperjelas pandangan pembaca secara luas, foto
peristiwa yang disajikan untuk menambah imajinasi pembaca setelah melihat kejadian yang
sesungguhnya. Foto profil dan foto peristiwa dalam pemberitaan Algojo dan Lekra 1965 merupakan
berita yang sensitif dan mungkin saja mendapat penolakan dari insan yang mengaku menjadi korban
dalam peristiwa tersebut karena takut dianggap membuka luka lama yang mungkin sampai saat ini belum
terselesaikan, oleh karena itu Tempo membuat dua edisi yang berbeda agar pembaca dapat pandangan
luas tentang apa yang diceritakan dalam foto-foto dan narasinya. Foto profil dan foto peristiwa yang
ditampilkan di dua edisi yang berbeda oleh majalah Tempo sudah dapat termasuk dalam kategori foto
jurnalistik. Karena, foto-foto yang

ditampilkan memberikan visusalisasi yang bersifat informatif dengan dilengkapi berita, artikel, dan datadata yang ada di kedua edisi tersebut. Secara teoritis, penulis dapat menyimpulkan bahwa apa yang
ditampilkan oleh Tempo lewat majalah edisi khusus Algojo 1965 dan Lekra 1965 merupakan satu
kesatuan dari teori
agenda setting
. Tempo menganggap peristiwa Algojo 1965 serta Lekra 1965 sebagai sebuah isu yang menarik untuk
diulas, walaupun tergolong sebagai isu sensitif Tempo tidak bermaksud untuk memunculkan hal-hal
negatif dari peristiwa tersebut. Setelah melakukan wawancara dengan redaktur majalah Tempo, penulis
dapat menyimpulkan bahwa edisi Algojo 1965 & Lekra 1965 yang diterbitkan bertepatan dengan
peringatan G 30 S PKI tahun 2012 dan 2013 didasari dengan momentum yang tepat. Karena pemberitaan
tentang Algojo 1965 & Lekra 1965 masih memiliki
news value
yang tinggi yang masih mampu menarik perhatian masyarakat. Selain itu Tempo juga ingin
memanfaatkan momentum ini untuk menghilangkan pemberitaan monoton seperti kasus-kasus korupsi
yang dilakukan oleh para kompetitornya di tahun yang sama, sehingga masyarakat pun tertarik untuk
terus membaca pemberitaan yang diterbitkan oleh media cetak. Karena seiring perkembangannya media
cetak semakin tersaingi oleh media digital yang bisa diakses kapan saja dan dimana saja.
KESIMPULAN
Dari ke empat foto profil dan foto peristiwa yang ditampilkan majalah Tempo, foto-foto tersebut sudah
masuk dalam kategori foto jurnalistik. Selain menggambarkan peristiwa yang terjadi, foto tersebut adalah
bagian dari informasi yang ditujukan kepada khalayak dengan memberikan gambaran dari kejadian yang
sesungguhnya terjadi. Penulis menyimpulkan bahwa majalah Tempo berupaya seobjektif mungkin dalam
menampilkan pemberitaan mengenai PKI. Dengan menampilkan dua edisi yang bebeda, Tempo ingin

agar pembaca mempunyai sudut pandang yang berbeda dan wawasan yang lebih luas. Majalah Tempo
memaksimalkan momentum peringatan G 30 S PKI di tahun 2012 dan 2013 untuk menerbitkan edisi
khusus Algojo 1965 & Lekra 1965

untuk menarik minat masyarakat sebagai pembaca yang dibanjiri dengan pemberitaan monoton seperti
kasus-korupsi yang diterbitkan oleh kompetitor. Tempo juga ingin memperkuat eksistensi media cetak
yang semakin bersaing dengan media digital
DAFTAR REFERENSI
Effendy, Uchjana Onong. 2005.
Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek
. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurudin. 2004.
Komunikasi Massa
. Cespur: PT. Remaja Rosda Karya. Junaedhie, Kurniawan. 1995.
Rahasia Dapur Majalah Di Indonesia
. Jakarta. Gramedia Pustaka Media. Soedjono, Suprapto. 2007.
Pot-Pourri Fotografi
. Jakarta : Trisakti Rakhmat, Jalaluddin. 2000.
Psikologi Komunikasi
. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Rakhmat, Jalaluddin. 2004.
Metode Penelitian Komunikasi
. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2006.
Semiotika Komunikasi
. Bandung: PT

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Handi Risza:
Kritik Ilmu Ekonomi Strukturalis dan Islam 263
dengan memberikan peran yang minimal dalam perekonomian
.
Perekonomian di bawah sistem yang didasari oleh paham neo-klasikal semakin menjauh dari harmoni
antara kepentingan pribadi dan kepentingan sosial.Semakin disadari bahwa sistem ekonomi yang
sekarang ada gagal mewujudkan kesejahteraan dan pemerataan dalam tatanan sosial-ekonomi dalam
masyarakat. Namun, alih-alih menyelesaikan konik antara tujuan normatif dan strategi sekuler serta
memperbaiki asumsi dan struktur logika yang mengiringi-nya, ekonom justru semakin tenggelam dalam

kecanggihan matematika. Hal ini tidak saja membuat ilmu ekonomi semakin abstrak dan sulit, namun
juga semakin tidak relevan dengan pembuatan kebijakan.Ilmu ekonomi dikembalikan kepada akarnya,
yaitu ilmu yang bersumber kepada nilai nilai kemanusiaan yang didasarkan kepada nilai-nilai dan norma
agama, dimana terdapat keseimbangan antara tujuan positif dan normatif yang ingin dicapai, perlu sebuah
pendekatan baru dalam merumuskan hubungan atau relasi antar pelaku ekonomi. Proses pencapaian
kesejahteraan manusia tetap mengacu kepada nilai nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Kekuatan
kebersamaan
(mutualism)
dan persaudaraan
(brotherhood)
bisa menjadi solusi dalam mengatasi masalah ketidakadilan sosial dan ketimpangan struktural. Dengan
demikian, kesejahteraan dan kebahagian manusia tidak semata berlaku secara individual tetapi juga
bersifat sosial, dalam ekonomi Islam kemudian dikenal dengan istilah falah atau kebahagiaan dunia dan
akhirat. Perekonomian akan kembali kepada fungsi semulanya yaitu memberikan penghidupan yang
layak. Keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat.Transformasi ekonomi adalah suatu upaya
restrukturisasi terhadap paham dan pemikiran ekonomi tertentu, dalam rangka mengembalikan atau
membentuk sistim ekonomi baru. Upaya untuk menggagas kembali trasnformasi ekonomi, haruslah
dimulai dengan merubah paradigma yang selama ini berkembang dan asumsi dasar yang selama
terbangun dalam paham dan cara pandang yang lama, diantarannya yaitu meninggalkan asas perorangan
dan menggantinnya dengan paham kebersamaan dan asas kekeluargaan
,
atau dengan kata lain merubah sistem ekonomi yang subordinatif menjadi sistem ekonomi nasional yang
demokratis berdasarkan demokrasi ekonomi.Proses berjalannya transformasi ekonomi tidak bisa
dipisahkan dari transformasi sosial. Tranformasi sosial akan membentuk pola-pola baru dalam hubungan
ekonomi dan sosial di masyarakat, dalam hal ini akan membentuk hubungan ekonomi yang partisipatoriemansipatori, terbentuk pola kemitraan yang saling menjaga dan memiliki satu dengan yang lain. Jika
pola tersebut dipertahankan, maka akan timbul sebuah budaya baru dalam mengelola perekonomian
dalam

Al-Iqtishad:
Vol. VI No. 2, Juli 2014264
masyarakat.Perlu disusun tahapan tahapan yang akan digunakan dalam melakukan proses transformasi
ekonomi dan sosial.
Pertama
, tahapan yang bersifat fundamental yaitu membangun kembali paradigma baru dan asumsi dasar dalam
pemahaman dan pengajaran ilmu ekonomi. Langkah pertama ini sangat penting, karena dasar dari

pengembangan ilmu ekonomi ada pada paradigma dan asumsi dasar. Proses internalisasi paham ekonomi
kepada masyarakat terutama level pelajar dan mahasiswa dimulai dari bangku sekolah dan universitas.
Kedua
, tahapan yang bersifat aplikasi. Proses restrukturisasi kebijakan ekonomi berada pada tahapan ini.
Tahapan ini tidak hanya sekedar merumuskan kebijakan ekonomi baru tetapi juga melakukan
restrukturisasi terhadap kebijakankebijakan ekonomi sebelumnya, yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
luhur demokrasi ekonomi, yang sudah dituangkan dalam konstitusi negara.Proses transformasi ekonomi
tidak hanya sekedar mengganti paham dan cara pandang terhadap ekonomi yang baru semata, tetapi juga
merubah cara berkir dan berperilaku setiap individu yang menjalankannya. Oleh sebab itu perubahan
paradigma dan asumsi dasar menjadi suatu hal yang tidak bisa dihindari dalam memulai proses
transformasi. Setelah persoalan mendasar tersebut selesai barulah kemudian mempersiapkan perangkat
perangkat yang akan menjadi instrumen dalam proses transformasi ekonomi tersebut.Tahapan selanjutnya
adalah melaksanakan atau kembali kepada demokrasi ekonomi secara konsisten sesuai dengan
kepribadian dan karakter masyarakat. Demokrasi ekonomi telah disusun oleh para pendiri bangsa dengan
memperhatikan aspek-aspek internal kebangsaan, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek eksternal yang
dipersiapkan untuk menghadapi tantangan masa depan yang lebih sulit. Demokrasi ekonomi diharapkan
akan menjadi dasar dalam setiap pengambilan kebijakan yang dipergunakan untuk kesejahteraan bangsa
dan negara.Besarnya pengaruh dan cara pandang paham ekonomi neo-klasikal dalam perekonomian
nasional, telah menyebabkan nilai-nilai dasar yang menjadi ciri dan karakter perekonomian nasional
sudah mulai terkikis. Proses transformasi yang dilakukan bertujuan untuk mengembalikan ciri dan
karakter perekonomian nasional kedalam nilai dasarnya, yaitu melaksanakan usaha bersama dalam
membangun perekonomian, sehingga setiap potensi yang dimiliki warga negara akan mampu memberikan
kontribusi dalam pembangunan. Selain itu mengembalikan semangat kebersamaan dan asas kekeluargaan
dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat. Sehingga diharapkan nantinya perekonomian nasional
akan memiliki fundamental ekonomi yang kuat dalam menghadapi persaiangan global.

Handi Risza:
Kritik Ilmu Ekonomi Strukturalis dan Islam 265
Proses transformasi ekonomi akan selalu diikuti dengan terjadinnya transformasi sosial dalam
perekonomian. Nilai-nilai dasar yang sudah terbentuk dalam transformasi ekonomi, kemudian
ditransformasikan kedalam bentuk hubungan antar individu pelaku ekonomi yang lebih seimbang,
berkeadilan dan harmonis. Hubungan antar pelaku ekonomi yang selama ini mengarah kepada polapola
kolonialisme seperti hubungan antara kaum pemilik modal dengan para pekerja, hubungan antara majikan
dan pembantunya. Pola hubungan sosial yang terbentuk adalah lebih bersifat kemitraan dan kerjasama
yang saling menguntungkan tanpa ada yang merasa dirugikan atau dieksploitasi. Atau dengan kata lain
akan membentuk hubungan ekonomi partispatori-emansipatori.
SIMPULAN
Dari neo-klasikal lahirlah paham fundamentalisme pasar

(market fundamentalism),
yaitu mekanisme persaingan bebas
(free perfect competition)
dengan pasar bebas sempurna
(free perfect market)
. Konsekuensi logis dari paham tersebut kemudian melahirkan konsepsi kapitalisme global dan globalisasi
ekonomi. Cara pandang tersebut telah terinternalisasi dan tersosialisasi dalam kehidupan masyarakat
selama bertahun-tahun. Ketika isu globalisasi muncul, hampir semua negara mempersiapkannya dengan
terbuka, berbicara dalam konteks
bilateral
maupun
multilateral.
Tanpa pernah disadari, sesungguhnya globalisasi ekonomi juga menimbulkan kekecewaan
(discontent)
dalam bentuk ketimpangan
(inequality)
yang semakin lebar antar negara, ketimpangan struktural antar pelaku ekonomi, persoalan sosial ekonomi
seperti kemiskinan yang semakin parah, tingkat pengangguran yang semakin meningkat. Oleh sebab itu
diperlukan paradigma baru dalam bentuk transformasi ekonomi untuk menata ulang konsepsi globalisasi.
Terdapat titik temu antara pemikiran Ekonomi Strukturalis dan Ekonomi Islam dalam dua substansi
pokok permasalahan, yaitu menyelesaikan masalah ketidakadilan sosial dan mengatasi persoalan
ketimpangan-ketimpangan struktural, sebagai masalah sosial-ekonomi yang selama ini muncul. Dalam
mengatasi kedua substansi pokok tersebut, ekonomi struturalis dan Ekonomi Islam juga memiliki titik
temu yang sangat kuat, yaitu mengutamakan kebersamaan dan kekeluargaan.
PUSTAKAACUAN
Al-Mannan, M.A. 1992.
e Behaviour of Firm and Its Objectives in an Islamic Framework
. dalam S. Taher,
Readings in Microeconomics: an Islamic Perspective.
Malaysia: Longman. Ackerman, F, et al. 1998.
e Political Economy of Inequality

. Washington DC:

A. Elementisme atau strukturalisme

ALIRAN dalam PSIKOLOGI


1.

Aliran-aliran dalam Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang masih muda.Ia terpisah menjadi ilmu yang berdiri sendiri
sejak 1879,yaitu pada waktu didirikannya labolatorium Psikologi yang pertama oleh
Wilhelm Wundt (1832-1920) di Leipzig, Jerman. Sebelum sampai pada Psikologi
eksperimental oleh Wundt, terdapat dua teori yang mulai mengarahkan berdirinya
Psikologi sebagai ilmu. Kedua teori ini ialah:
A.

Psikologi pembawaan atau Psikologi Nativistik

Teori ini mengatakan bahwa jiwa terdiri dari beberapa faktor yang dibawa sejak lahir
atau yang disebut pembawaan atau bakat. Pembawaan-pembawaan terpenting
adalah pikiran, perasaan, dan kehendak, yang masing-masing terbagi lagi ke dalam
beberapa jenis pembawaan yang lebih kecil. Perilaku atau aktifitas jiwa ditentukan
oleh pembawaan-pembawaan ini. Tokoh terkenal dari aliran ini adalah Franz Joseph
Gall (1785-1828), yang mencoba menemukan lokasi pembawaan-pembawaan itu di
otak dalam metodenya dengan memeriksa tengkorak kepala, yang disebut
Frenologi. Metode ini tidak bertahan lama karena dianggap kurang kuat dasar-dasar
ilmiahnya.
B.

Psikologi Asosiasi atau Psikologi Empirik

Sejak abad ke-7,Psikologi Asosiasi merupakan salah satu aliran psikologi yang
dipengaruhi secara tidak langsung oleh ilmu pengetahuan alam (khsusnya
fisika).Metode yang digunakan oleh aliran ini dalam usaha mempelajari jiwa adalah
meode analistis-sintesis. Metode ini, merupakan cara berpikir dalam ilmu
pengetahuan alam, yang memandang alam ini terdiri atas unsur-unsur (elemenelemen) dan terjadi proses pesenyawaan berdasarkan hukum-hukum tertentu. Di
sini tidak diakui adanya faktor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir. Jiwa,
menurut teori ini berisi ide-ide yang didapatkan melalui panca indra, dimemorikan
dan saling diasosiasikan satu sama lain melalui prinsip-prinsip
kesamaan,kekontrasan, dan kelangsungan. Oleh karena jiwa dipandang oleh aliran
ini seperti mesin yang bergerak secara mekanis menurut menurut hukum-hukum
tertentu, maka berarti jiwa dipandangnya pasif hanya hukum-hukum yang

menggerakkan jiwa yang dianggap aktif. Dan Psikologi lama menyusun lima hukum
asosiasi, sebagai berikut:
Hukum I : Hukum persamaan waktu: tanggapan-tanggapan yang muncul pada
saat yang sama dalam kesadaran, akan terasosiasi bersama. Misalnya, benda
dengan namanya, kampus dengan jalannya, barang dengan bahannya, dan lainlain.
Hukum II : Hukum peraturan: benda atau peristiwa yang mempunyai perurutan,
akan terasosiasi bersama. Misalnya, huruf-huruf dari alfabet, melodi, sanjak, dan
lain-lain.
Hukum III : Hukum persamaan (persesuaian): tanggapan-tanggapan yang hampir
sama, akan terasosiasi bersama. Misalnya, potret dengan orangnya, Surabaya
dengan Jakarta, lautan dengan lautan pasir, dan lain-lain.
Hukum IV : Hukum kebalikan (lawan): tanggapan-tanggapan yang berlawanan akan
teasosiasi bersama. Misalnya, kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, gemuk-kurus, dan
lain-lain.
Hukum V : Hukum galur atau pertalian logis: tanggapan-tanggapan yang
mempunyai perkaitan yang logis satu sama lain, akan terasosiasi bersama.
Misalnya, liburan dengan pesiar, musim barat dengan hujan, musim pancaroba
dengan penyakit, dan lain-lain.[1]
Tokohnya Psikologi Asosiasi ialah, John Locke (abad 17), kemudian aliran ini diikuti
oleh David Hume, Hertley John Stuart Mill, dan Herbert Spencer.

Pendirian Psikologi Asosiasi


1)
Dalil pokok: Jika beberapa elemen (unsur) bersama-sama atau berturut-turut
masuk ke dalam kesadaran, dengan sendirinya terjadi hubungan antar unsur-unsur
itu. Hubungan ini disebut Asosiasi.
Ciri-ciri daripada Asosiasi itu adalah:
a)

Tiap gejala jiwa tidak lain adalah kumpulan unsur-unsur elemen.

b)
Kekuatan asosiasi tergantung pada banyak kalinya unsur-unsur itu masuk
bersama-sama ke dalam kesadaran.
c)
Asosiasi hanya sifat luar saja, asosiasi tidak dapat mengubah sifat masingmasing elemen.
2)

Metode kerja Psikologi Asosiasi:

Ilmu jiwa Asosiasi mengikuti cara kerja ilmu gaya (mekanika), dan darinya dipakai
analitis-sintesis dalam kalangan ilmu jiwa.

Analitis: Orang berusaha mengadakan analisis untuk mengembalikan semua gejala


jiwa kepada unsur yang paling sederhana, yakni tanggapan segala sesuatu yang
terjadi dalam kesadaran berasal dari elemen-elemen tersebut. Bahkan semua gejala
jiwa yang lebih tinggi (misalnya memikir, merasa, menghendaki) dapat
dikembalikan kepada tanggapan.
Sintesis: Orang berusaha mengadakan sintesis, menyusun gejala-gejala jiwa yang
lebih pelik dari unsur-unsur pangkal yakni tanggapan.[2]
Tanggapan-tanggapan, ingatan-ingatan, dan pengindraan, merupakan unsur-unsur
jiwa yang diutamakan oleh aliran ini. Dengan metode alistis-sintesis, aliran ini
meenganalisis jiwa. Dengan analitis dia berusaha menguraikan gejala-gejala
kejiwaan pada unsur-unsur pokok berupa tanggapan-tanggapan. Dengan sintesis,
mereka menata tanggapan-tanggapan tersebut secara asosiatif menjadi gejalagejala psikologi yang bersenyawa.
2.

Teori-teori dalam Psikologi

Setelah psikologi berdiri sendiri,lambat laun para ahli psikologi mengembangkan


sistematika dan metode-metodenya sendiri yang saling berbeda satu sama lain.
Dengan demikian, timbul apa yang disebut aliran-aliran dalam psikologi.
A.

Elementisme atau strukturalisme

Aliran ini adalah yang diajukan oleh W. Wundt (1832-1920) dari laboratoriumnya di
Leipzig, Jerman. Wundt pada mmasa itu (1879) sangat mengutamakan penyelidikan
tentang struktur kejiwaan manusia dan ia mendapati bahwa jiwa manusia itu terdiri
dari berbagai elemen (bagian) seperti pengindraan, perasaan, ingatan, dan
sebagainya. Masing-masing elemen itu dikaitkan satu dengan yang lain oleh
asosiasi. Oleh karena itu, aliran Wundt dinamakan elementisme, strukturalisme, dan
juga asosiasisme.
B.

Psikologi Gestalt

Gestalt adalah sebuah kata Jerman yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa
inggris sebagai form atau configuration (bentuk). Ilmu jiwa Gestalt timbul sebagai
reaksi terhadap elemen psikologi (elementisme). Aliran ini diumumkan pertama kali
oleh Max Wartheimer pada 1912, dipelopori oleh Von Ehrendels. Tokoh-tokoh lainnya
adalah Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Mereka kemudian
pindah ke Amerika, karena sebagai keturunan Yahudi mereka jadi sasaran kejaran
NAZI.
Teori yang mereka ajukan adalah bahwa dalam pengamatan atau persepsi suatu
situasi, rangsangan ditangkap secara keseluruhan. Jadi, persepsi bukanlah
penjumlahan rangsangan-rangsangan kecil (detail) yang ditangkap oleh alat-alat
indra.

Wundt menyatakan adanya schopferische synthese (sintese yang kreatif/mencipta).


Yaitu, setiap gejala psikis yang majemuk adalah lebih dari pada penjumlahan
elemen-elemen, dan memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri baru yang tidak dimiliki oleh
elemen-elemen tadi. Ehrenfels berkata, bahwa bagi pengindraan manusia, totalitas
itu selalu ada lebih dahulu daripada bagian-bagiannya. Artinya, dalam kesadaran
manusia itu muncul terlebih dahulu satu kompleks atau satu gambaran totalitas;
baru kemudian akan muncul bagian-bagian daripada penjumlahan bagian-bagian
tersebut atau totalitasnya; dan keseluruhan ada lebih dahulu daripada bagianbagiannya.[3]
Misalnya, kalau kita mangamati sebuah mobil, kita tidak melihatnya sebagai
susunan ban, lampu, kaca, pintu, alat kemudi, dan lain-lain, melainkan kita
mengamatinya benar-benar sebagai sebuah mobil, yang mempunyai arti tersendiri
terleepas dari detail-detailnya. Karena itulah, meskipun mobil itu kita lihat dari
depan, belakang, samping, dekat, jauh, dalam gelap, dan sebagainya, selalukita
tangkap sebagai mobil, tidak sebagai benda lain. Eksperimen Gestalt yang pertama
adalah tentang pengamatan gerakan, kalau beberapa lampu kita letakkan berderet
dan dinyalakan berganti-ganti dengan cepat, maka kita tidak akan melihat lampulampu itu menyala berganti-gantian, melainkan kita akan melihat sebuah sinar yang
bergerak. Gejala ini disebut Phi Phenomenon yang sering kita lihat pada lampulampu hias.[4]
Perbedaan
Ilmu Jiwa Asosiasi
Semua gajala kejiwaan terjadi dari unsur-unsur yakni tanggapan.
Bagian-bagian (unsur) itu menjadi suatu proses penggabungan yang disebut
Asosiasi. Dalam jumlah ini unsur-unsur tetap berdiri sendiri dan jumlah itu benarbenar hanya merupakan gabungan unsur-unsur.
Ilmu Jiwa Gestalt
Dalam alat kejiwaan tidak terdapat unsur-unsur melainkan gestalt (keseluruhan).
Tiap bagian tidak berarti sama sekali; baru mempunyai arti kalau bersatu dalam
hubungan kesatuan. Tiap bentuk tertentu dari kesatuan itu disebut Gestalt. [5]
Teori Ehrenfels kemudian dikembangkan oleh:
1)
Sekolah Berlin, dengan tokoh-tokohnya: M. Wertheimer, K. Koffka, dan
W.Kohler.
2)
Sekolah Leipzig, dengan tokoh-tokohnya: F.Krueger dan H.Volkelt, yang
mengutamakan faktor perasaan.

3)
Claparede dan Decroly yang banyak menyebutkan masalah skematisasi,
globalisasi, dan sinkretisme.
C.

Behaviourisme atau Psikologi S-R

Behaviourisme adalah aliran yang khususnya terdapat di Amerika Serikat. Aliran ini
ditemukan oleh John B.Watson (1878-1958). Obyek psikologi menurut aliran ini
ialah: tingkah laku dan bukannya kesadaran, karena itu aliran ini disebut Psikologi
tingkah laku; dan studinya terbatas mengenai pengamatan serta penulisan tingkah
laku dan menginginkan mengembangkan psikologi yang murni obyektif, dengan
jalan menghilangkan pengalaman-pengalaman batiniyah. Jelasnya Behaviourisme
adalah ilmu jiwa tanpa jiwa.
Aliran ini menyatakan, bahwa semua tingkah laku manusia itu bisa ditelusuri
asalnya dari bentuk refleks-refleks. Jadi, refleks merupakan elemen tingkah laku
yang paling sederhana, dengan semua bentuk tingkah laku yang kompleks dan
lebih tinggi bisa disusun. Refleks adalah reaksi-reaksi yang tidak disadari terhadap
perangsang-perangsang tertentu. Manusia disebut sebagai: komplek refleks-refleks,
atausebagai mesin-reaksi belaka, faktor pembawaan dan bakat tidak mempunyai
peranan sama sekali; pendidikanlah yang maha kuasa dalam membentuk diri
manusia. Maka, manusia itu hanyalah merupakan mahluk kebiasaan belaka.[6] Ada
dua aliran dalam Behaviourisme, yaitu:
Aliran psikorefkleksologi di Rusia, dengan tokoh-tokohnya yang terkenal: Pavlov
dan Von Bechterev.

2.

Behaviourisme di Amerika Serikat, dengan tokoh-tokohnya: Thorndike dan


J.B.Watson.
Thorndike adalah seorang tokoh behaviouris yang mencetuskan teori Trial and Error
dari percobaannya terhadap seekor kucing. Pada akhir percobaannya Thorndike
berkesimpulan bahwa:
1)

Binatang, belajar dengan trial and error.

2)
Hasil coba-coba itu merupakan asosiasi yang kuat untuk melahirkan kembali
gerak seperti yang telah lalu, karenanya binatang mudah mudah menyesuaikan diri
dengan situasi yang sama. Hal ini disebut dengan Love of effect. Karena tindakan
binatang percobaannya itu tidak berbeda dengan gerakan mesin yang pasti, maka
disimpulkan bahwa jiwa hewan, demikian pula manusia, dalam mempelajari
berulang-ulang akan semakin lancar jalannya.
Tokoh lain J.B.Watson,berusaha menghilangkan arti kesadaran dalam jiwa manusia.
Menurut Watson, kesadaran merupakan istilah filsafat. Watson terkenal dengan
teorinya tentang hubungan antara perangsang dengan sambutan (stimulus respon),
sehingga teorinya disebut teori S-R-bon (Bon ikatan antara stimulus

A. Elementisme atau strukturalisme

ALIRAN dalam PSIKOLOGI


1.

Aliran-aliran dalam Psikologi

Psikologi adalah ilmu yang masih muda.Ia terpisah menjadi ilmu yang berdiri sendiri
sejak 1879,yaitu pada waktu didirikannya labolatorium Psikologi yang pertama oleh
Wilhelm Wundt (1832-1920) di Leipzig, Jerman. Sebelum sampai pada Psikologi
eksperimental oleh Wundt, terdapat dua teori yang mulai mengarahkan berdirinya
Psikologi sebagai ilmu. Kedua teori ini ialah:
A.

Psikologi pembawaan atau Psikologi Nativistik

Teori ini mengatakan bahwa jiwa terdiri dari beberapa faktor yang dibawa sejak lahir
atau yang disebut pembawaan atau bakat. Pembawaan-pembawaan terpenting
adalah pikiran, perasaan, dan kehendak, yang masing-masing terbagi lagi ke dalam
beberapa jenis pembawaan yang lebih kecil. Perilaku atau aktifitas jiwa ditentukan
oleh pembawaan-pembawaan ini. Tokoh terkenal dari aliran ini adalah Franz Joseph
Gall (1785-1828), yang mencoba menemukan lokasi pembawaan-pembawaan itu di
otak dalam metodenya dengan memeriksa tengkorak kepala, yang disebut
Frenologi. Metode ini tidak bertahan lama karena dianggap kurang kuat dasar-dasar
ilmiahnya.
B.

Psikologi Asosiasi atau Psikologi Empirik

Sejak abad ke-7,Psikologi Asosiasi merupakan salah satu aliran psikologi yang
dipengaruhi secara tidak langsung oleh ilmu pengetahuan alam (khsusnya
fisika).Metode yang digunakan oleh aliran ini dalam usaha mempelajari jiwa adalah
meode analistis-sintesis. Metode ini, merupakan cara berpikir dalam ilmu
pengetahuan alam, yang memandang alam ini terdiri atas unsur-unsur (elemenelemen) dan terjadi proses pesenyawaan berdasarkan hukum-hukum tertentu. Di
sini tidak diakui adanya faktor-faktor kejiwaan yang dibawa sejak lahir. Jiwa,
menurut teori ini berisi ide-ide yang didapatkan melalui panca indra, dimemorikan
dan saling diasosiasikan satu sama lain melalui prinsip-prinsip
kesamaan,kekontrasan, dan kelangsungan. Oleh karena jiwa dipandang oleh aliran
ini seperti mesin yang bergerak secara mekanis menurut menurut hukum-hukum
tertentu, maka berarti jiwa dipandangnya pasif hanya hukum-hukum yang
menggerakkan jiwa yang dianggap aktif. Dan Psikologi lama menyusun lima hukum
asosiasi, sebagai berikut:
Hukum I : Hukum persamaan waktu: tanggapan-tanggapan yang muncul pada
saat yang sama dalam kesadaran, akan terasosiasi bersama. Misalnya, benda
dengan namanya, kampus dengan jalannya, barang dengan bahannya, dan lainlain.
Hukum II : Hukum peraturan: benda atau peristiwa yang mempunyai perurutan,
akan terasosiasi bersama. Misalnya, huruf-huruf dari alfabet, melodi, sanjak, dan
lain-lain.
Hukum III : Hukum persamaan (persesuaian): tanggapan-tanggapan yang hampir
sama, akan terasosiasi bersama. Misalnya, potret dengan orangnya, Surabaya
dengan Jakarta, lautan dengan lautan pasir, dan lain-lain.
Hukum IV : Hukum kebalikan (lawan): tanggapan-tanggapan yang berlawanan akan
teasosiasi bersama. Misalnya, kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, gemuk-kurus, dan
lain-lain.
Hukum V : Hukum galur atau pertalian logis: tanggapan-tanggapan yang
mempunyai perkaitan yang logis satu sama lain, akan terasosiasi bersama.

Misalnya, liburan dengan pesiar, musim barat dengan hujan, musim pancaroba
dengan penyakit, dan lain-lain.[1]
Tokohnya Psikologi Asosiasi ialah, John Locke (abad 17), kemudian aliran ini diikuti
oleh David Hume, Hertley John Stuart Mill, dan Herbert Spencer.

Pendirian Psikologi Asosiasi


1)
Dalil pokok: Jika beberapa elemen (unsur) bersama-sama atau berturut-turut
masuk ke dalam kesadaran, dengan sendirinya terjadi hubungan antar unsur-unsur
itu. Hubungan ini disebut Asosiasi.
Ciri-ciri daripada Asosiasi itu adalah:
a)

Tiap gejala jiwa tidak lain adalah kumpulan unsur-unsur elemen.

b)
Kekuatan asosiasi tergantung pada banyak kalinya unsur-unsur itu masuk
bersama-sama ke dalam kesadaran.
c)
Asosiasi hanya sifat luar saja, asosiasi tidak dapat mengubah sifat masingmasing elemen.
2)

Metode kerja Psikologi Asosiasi:

Ilmu jiwa Asosiasi mengikuti cara kerja ilmu gaya (mekanika), dan darinya dipakai
analitis-sintesis dalam kalangan ilmu jiwa.
Analitis: Orang berusaha mengadakan analisis untuk mengembalikan semua gejala
jiwa kepada unsur yang paling sederhana, yakni tanggapan segala sesuatu yang
terjadi dalam kesadaran berasal dari elemen-elemen tersebut. Bahkan semua gejala
jiwa yang lebih tinggi (misalnya memikir, merasa, menghendaki) dapat
dikembalikan kepada tanggapan.
Sintesis: Orang berusaha mengadakan sintesis, menyusun gejala-gejala jiwa yang
lebih pelik dari unsur-unsur pangkal yakni tanggapan.[2]
Tanggapan-tanggapan, ingatan-ingatan, dan pengindraan, merupakan unsur-unsur
jiwa yang diutamakan oleh aliran ini. Dengan metode alistis-sintesis, aliran ini
meenganalisis jiwa. Dengan analitis dia berusaha menguraikan gejala-gejala
kejiwaan pada unsur-unsur pokok berupa tanggapan-tanggapan. Dengan sintesis,
mereka menata tanggapan-tanggapan tersebut secara asosiatif menjadi gejalagejala psikologi yang bersenyawa.
2.

Teori-teori dalam Psikologi

Setelah psikologi berdiri sendiri,lambat laun para ahli psikologi mengembangkan


sistematika dan metode-metodenya sendiri yang saling berbeda satu sama lain.
Dengan demikian, timbul apa yang disebut aliran-aliran dalam psikologi.

A.

Elementisme atau strukturalisme

Aliran ini adalah yang diajukan oleh W. Wundt (1832-1920) dari laboratoriumnya di
Leipzig, Jerman. Wundt pada mmasa itu (1879) sangat mengutamakan penyelidikan
tentang struktur kejiwaan manusia dan ia mendapati bahwa jiwa manusia itu terdiri
dari berbagai elemen (bagian) seperti pengindraan, perasaan, ingatan, dan
sebagainya. Masing-masing elemen itu dikaitkan satu dengan yang lain oleh
asosiasi. Oleh karena itu, aliran Wundt dinamakan elementisme, strukturalisme, dan
juga asosiasisme.
B.

Psikologi Gestalt

Gestalt adalah sebuah kata Jerman yang sering diterjemahkan ke dalam bahasa
inggris sebagai form atau configuration (bentuk). Ilmu jiwa Gestalt timbul sebagai
reaksi terhadap elemen psikologi (elementisme). Aliran ini diumumkan pertama kali
oleh Max Wartheimer pada 1912, dipelopori oleh Von Ehrendels. Tokoh-tokoh lainnya
adalah Kurt Koffka (1886-1941) dan Wolfgang Kohler (1887-1967). Mereka kemudian
pindah ke Amerika, karena sebagai keturunan Yahudi mereka jadi sasaran kejaran
NAZI.
Teori yang mereka ajukan adalah bahwa dalam pengamatan atau persepsi suatu
situasi, rangsangan ditangkap secara keseluruhan. Jadi, persepsi bukanlah
penjumlahan rangsangan-rangsangan kecil (detail) yang ditangkap oleh alat-alat
indra.
Wundt menyatakan adanya schopferische synthese (sintese yang kreatif/mencipta).
Yaitu, setiap gejala psikis yang majemuk adalah lebih dari pada penjumlahan
elemen-elemen, dan memiliki sifat-sifat atau ciri-ciri baru yang tidak dimiliki oleh
elemen-elemen tadi. Ehrenfels berkata, bahwa bagi pengindraan manusia, totalitas
itu selalu ada lebih dahulu daripada bagian-bagiannya. Artinya, dalam kesadaran
manusia itu muncul terlebih dahulu satu kompleks atau satu gambaran totalitas;
baru kemudian akan muncul bagian-bagian daripada penjumlahan bagian-bagian
tersebut atau totalitasnya; dan keseluruhan ada lebih dahulu daripada bagianbagiannya.[3]
Misalnya, kalau kita mangamati sebuah mobil, kita tidak melihatnya sebagai
susunan ban, lampu, kaca, pintu, alat kemudi, dan lain-lain, melainkan kita
mengamatinya benar-benar sebagai sebuah mobil, yang mempunyai arti tersendiri
terleepas dari detail-detailnya. Karena itulah, meskipun mobil itu kita lihat dari
depan, belakang, samping, dekat, jauh, dalam gelap, dan sebagainya, selalukita
tangkap sebagai mobil, tidak sebagai benda lain. Eksperimen Gestalt yang pertama
adalah tentang pengamatan gerakan, kalau beberapa lampu kita letakkan berderet
dan dinyalakan berganti-ganti dengan cepat, maka kita tidak akan melihat lampulampu itu menyala berganti-gantian, melainkan kita akan melihat sebuah sinar yang
bergerak. Gejala ini disebut Phi Phenomenon yang sering kita lihat pada lampulampu hias.[4]

Perbedaan
Ilmu Jiwa Asosiasi
Semua gajala kejiwaan terjadi dari unsur-unsur yakni tanggapan.
Bagian-bagian (unsur) itu menjadi suatu proses penggabungan yang disebut
Asosiasi. Dalam jumlah ini unsur-unsur tetap berdiri sendiri dan jumlah itu benarbenar hanya merupakan gabungan unsur-unsur.
Ilmu Jiwa Gestalt
Dalam alat kejiwaan tidak terdapat unsur-unsur melainkan gestalt (keseluruhan).
Tiap bagian tidak berarti sama sekali; baru mempunyai arti kalau bersatu dalam
hubungan kesatuan. Tiap bentuk tertentu dari kesatuan itu disebut Gestalt. [5]
Teori Ehrenfels kemudian dikembangkan oleh:
1)
Sekolah Berlin, dengan tokoh-tokohnya: M. Wertheimer, K. Koffka, dan
W.Kohler.
2)
Sekolah Leipzig, dengan tokoh-tokohnya: F.Krueger dan H.Volkelt, yang
mengutamakan faktor perasaan.
3)
Claparede dan Decroly yang banyak menyebutkan masalah skematisasi,
globalisasi, dan sinkretisme.
C.

Behaviourisme atau Psikologi S-R

Behaviourisme adalah aliran yang khususnya terdapat di Amerika Serikat. Aliran ini
ditemukan oleh John B.Watson (1878-1958). Obyek psikologi menurut aliran ini
ialah: tingkah laku dan bukannya kesadaran, karena itu aliran ini disebut Psikologi
tingkah laku; dan studinya terbatas mengenai pengamatan serta penulisan tingkah
laku dan menginginkan mengembangkan psikologi yang murni obyektif, dengan
jalan menghilangkan pengalaman-pengalaman batiniyah. Jelasnya Behaviourisme
adalah ilmu jiwa tanpa jiwa.
Aliran ini menyatakan, bahwa semua tingkah laku manusia itu bisa ditelusuri
asalnya dari bentuk refleks-refleks. Jadi, refleks merupakan elemen tingkah laku
yang paling sederhana, dengan semua bentuk tingkah laku yang kompleks dan
lebih tinggi bisa disusun. Refleks adalah reaksi-reaksi yang tidak disadari terhadap
perangsang-perangsang tertentu. Manusia disebut sebagai: komplek refleks-refleks,
atausebagai mesin-reaksi belaka, faktor pembawaan dan bakat tidak mempunyai
peranan sama sekali; pendidikanlah yang maha kuasa dalam membentuk diri
manusia. Maka, manusia itu hanyalah merupakan mahluk kebiasaan belaka.[6] Ada
dua aliran dalam Behaviourisme, yaitu:

Aliran psikorefkleksologi di Rusia, dengan tokoh-tokohnya yang terkenal: Pavlov


dan Von Bechterev.

2.

Behaviourisme di Amerika Serikat, dengan tokoh-tokohnya: Thorndike dan


J.B.Watson.
Thorndike adalah seorang tokoh behaviouris yang mencetuskan teori Trial and Error
dari percobaannya terhadap seekor kucing. Pada akhir percobaannya Thorndike
berkesimpulan bahwa:
1)

Binatang, belajar dengan trial and error.

2)
Hasil coba-coba itu merupakan asosiasi yang kuat untuk melahirkan kembali
gerak seperti yang telah lalu, karenanya binatang mudah mudah menyesuaikan diri
dengan situasi yang sama. Hal ini disebut dengan Love of effect. Karena tindakan
binatang percobaannya itu tidak berbeda dengan gerakan mesin yang pasti, maka
disimpulkan bahwa jiwa hewan, demikian pula manusia, dalam mempelajari
berulang-ulang akan semakin lancar jalannya.
Tokoh lain J.B.Watson,berusaha menghilangkan arti kesadaran dalam jiwa manusia.
Menurut Watson, kesadaran merupakan istilah filsafat. Watson terkenal dengan
teorinya tentang hubungan antara perangsang dengan sambutan (stimulus respon),
sehingga teorinya disebut teori S-R-bon (Bon ikatan antara stimulus

43
BAB III
FEMINISME
A.
Def
i

nisi Feminisme
Dalam buku
Encyclopedia of Feminism
, yang ditulis Lisa Tuttle
pada tahun 1986, feminisme dalam bahasa Inggrisnya
feminism
,
yang
berasal dari bahasa Latin
femina
(
woman
), secara harfiah artinya
having
the qualities of females
. Istilah ini awalnya digunakan merujuk pada teori
tentang persamaan seksual dan gerakan hak
hak asasi perempuan,
menggantikan
womanism
pada tahun 1980
an. Ad
alah Alice Rossi yang
menelusuri penggunaan pertama kali istilah ini tertulis, yaitu dalam buku

The Athenaeum
, pada 27 April 19895.
1
Feminisme yang memiliki artian dari
femina
tersebut, memiliki arti
sifat keperempuan, sehingga feminisme diawali oleh pr
esepsi tentang
ketimpangan posisi perempuan dibanding laki
laki di masyarakat. Akibat
presepsi ini, timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan
tersebut untuk mengeliminasi dan menemukan formula penyetaraan hak
perempuan dan laki
laki dalam s
egala bidang, sesuai dengan potensi
mereka sebagai manusia
(human being)
.
2
Maggie Humm dalam bukunya
Dictionary of Feminist Theories
menyebutkan feminisme merupakan ideologi pembebasan perempuan
karena yang melekat dalam semua pendekatannya adalah keyaki
nan

1
Arimbi Heroepoetri dan R. Valentina,
Percakapan Tentang Feminisme VS
Neoliberalisme
(Jakarta: debtWACH Indonesia, 2004), 8.
2
Aida Fitalaya S. Hubis,
Feminisme
..., 19.
44
bahwa perempuan mengalami ketidakadilan disebabkan jenis kelamin
yang dimilikinya.
3
Bagi Bahsin dan Night dalam bukunya
Some Question of
Feminism and its Relevance in South Asia
pada tahun 1986
mendefinisikan feminisme sebagai suatu kesadaran akan p
enindasan dan
pemerasan terhadap perempuan di masyarakat, tempat kerja, dan keluarga
,
serta tindakan sadar oleh perempuan dan laki
laki untuk mengubah
kesadaran tersebut. Maka hakikat dari feminisme masa kini adalah
perjuangan untuk mencapai kesetaraan, ha

rkat, serta kebebasan perempuan


untuk memilih dalam mengelola kehidupan dan tubuhnya, baik di dalam
maupun di luar rumah tangga.
4
Pemikiran Kamla Bashin dan Nighat Said Khan terhadap
feminisme tersebut tentunya memiliki alasan kuat, sebab keduanya
menyaks
ikan banyak perempu
an tertindas dalam berbagai hal
dalam
masyarakatnya sejak beabad
abad. Sebagian dari perempuan mengalami
langsung penindasan terhadap dirinya, mungkin oleh tradisi yang
mengutamakan laki
laki, mungkin sikap egois dan sikap macho laki
la
ki,
mungkin oleh pandangan bahwa perempuan adalah objek seks. Sehingga
dari kesemua kemungkinan tersebut telah melahirkan penindasan terhadap
perempuan.
5
3
Syarif Hidayatullah,

Teologi Feminisme
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), 5.
Nikodemus Niko
(Mahasiswa Magister Sosiologi Pascasarjana Universitas Padjajaran)
nicoeman7@gmail.com

Dok. Pribadi
Masih segar dalam ingatan kita, dalam beberapa tahun terakhir ini marak sekali
kekerasan seksual terhadap anak dan terhadap perempuan. Kedua hal ini terpisah,
antara kekerasan yang terjadi terhadap anak dan kekerasan yang terjadi terhadap
perempuan. Sebenarnya kasus demi kasus kekerasan yang terjadi di Indonesia,
sama sekali bukan hal kontemporer. Kejahatan seksual sudah lama terjadi terhadap
perempuan dan anak di Indonesia. Hanya saja sering terlupakan, timbul tenggelam
dalam pemberitaan media massa. Dalam kata lain kekerasan seksual hanya
booming ketika terdapat korban, setelah itu selesai, tanpa adanya upaya perbaikanperbaikan manusianya (masyarakat).
Tentu kita menyaksikan dalam pemberitaan media, bahwasannya baru-baru ini
presiden Republik Indonesia menandatangani Perppu No. 1 Tahun 2016 tentang
perubahan atas UU No. 32 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Perppu ini atas
dasar menyikapi kondisi darurat kekerasan seksual terhadap anak. Namun darurat
kekerasan seksual tidak hanya terjadi kepada anak-anak, tetapi juga terhadap
perempuan. Perppu No. 1 Tahun 2016 merupakan perlindungan anak terhadap
kejahatan seksual, lalu Perppu apa untuk perlindungan perempuan terhadap
kejahatan seksual?
Disisi lain dengan adanya ancaman hukuman kebiri kimiawi di dalam Perppu
tersebut, menurut penulis bukan langkah semestinya dalam menyikapi kasus
kekerasan seksual. Kemudian keberadaan Perppu ini hanya akan berlaku jika
kekerasan seksual terjadi kepada anak-anak. Lalu bagaimana dengan kekerasan

seksual terhadap perempuan (orang) dewasa dan bahkan laki-laki dewasa?


Bukankah mereka juga butuh perlindungan hukum?
Dalam menyikapi kekerasan seksual terhadap anak, UU Perlindungan Anak sudah
cukup jelas untuk kita pahami bersama. Undang-Undang Perlindungan Anak
mengatur secara lebih baik dalam arti memberi jaminan terhadap anak-anak untuk
tidak mengalami kekerasan seksual, ancaman pidana terhadap pelakunya lebih
tinggi, dan terdapat ancaman minimal, bila dibandingkan dengan yang diatur dalam
KUHP[1]. Berarti bahwa sudah terdapat jaminan hukum bagi anak-anak Indonesia
untuk mendapatkan perlindungan dari kejahatan seksual. Pertanyaannya apakah
dengan demikian kejahatan seksual akan berkurang?
UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang kemudian mengalami
perubahan menjadi UU No. 35 Tahun 2014, tidak juga memberikan perubahan
signifikan terhadap kasus kekerasan seksual terhadap anak. Sehingga kemudian
pemerintah mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2016. Materi hukumnya sudah
sangat luar biasa baik, terdapat pula tambahan hukuman berupa pemasangan alat
deteksi dan hukum kebiri terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Perlu menjadi catatan bahwasannya menyikapi perilaku kekerasan dan kejahatan
seksual ini bukan semata pada materi penghukuman. Melainkan lebih dari itu,
pendidikan moral dalam keluarga, lembaga pendidikan, dan kemasyarakatan juga
perlu menjadi perhatian. Misalkan, seseorang yang berasal dari keluarga miskin,
tidak bersekolah, keluarganya berantakan, pendidikan moral kurang, tidak memiliki
pekerjaan, hal ini juga dapat menjadi pemicu seseorang menjadi pelaku kejahatan
(termasuk kekerasan seksual). Jadi menurut hemat penulis, kekerasan dan
kejahatan seksual itu merupakan ciptaan dari lingkungan sosial pelaku, bukan
persoalan libido yang tidak terkendalikan.
Sigmund Freud mengatakan bahwa dorongan libido pada diri manusia selalu
menggedor-gedor dan meronta-ronta ingin dilampiaskan[2]. Pada kutipan ini, kata
manusia perlu digarisbawahi. Manusia berarti semua orang tanpa pengecualian,
termasuk saya dan anda adalah manusia. Apakah saya dan anda adalah pelaku
kekerasan seksual? Karena alasan itu, kita (manusia) harus dikebiri kimiawi untuk
menidurkan libido yang meronta-ronta itu.
Pada kenyataannya, tidak semua manusia menjadi pelaku kejahatan seksual.
Konteks manusia dalam teori Libido Sigmund Freud adalah general, tidak spesifik.
Pada bagian lain tulisannya Freud mengatakan libido dalam diri manusia dapat
dilampiaskan dengan berbagai cara, seperti membaca, memasak, bekerja, dan
aktivitas lain. Menurut penulis landasan ini tidak dapat menjadi acuan untuk
pemberlakuan kebiri kimiawi terhadap pelaku kekerasan seksual. Karena
pelampiasan libido manusia bukan semata-mata pada aktivitas seksual.
Pada sisi lain di dalam Perppu No. 1 Tahun 2016, menurut penulis peraturan ini
hanya berorientasi kepada penghukuman pelaku. Sedangkan korban kekerasan

seksual terabaikan. Tidak tercantum bagaimana si korban memperoleh keadilan


hukum yang seadil-adilnya, tidak tercantum bagaimana langkah pemulihan
psikologis dan sosial korban, dan tidak tercantum bagaimana keluarga korban
mendapatkan perlindungan (serangan media massa dan lain sebagainya).
Dalam UU No. 23 Tahun 2002 ayat (2): setiap anak yang menjadi korban atau
pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak
dirahasiakan.[3] Namun disisi lain, media massa memiliki otoritas dan wewenang
untuk publish identitas siapa anak yang menjadi korban dan pelaku. Justru kerapkali
korban dan pelaku dikriminalisasi oleh media massa dan media sosial. Tidak lupa
dalam ingatan kita kasus perkosaan sadis yang menggunakan gagang cangkul,
korban kemudian menjadi meme tren di media sosial. Demikian juga pelaku yang
masih duduk di bangku SMP (Sekolah Menengah Pertama) menerima hujatan di
media sosial.
Patut dipertanyakan perasaan empati masyarakat kita yang terepresentasi oleh
media sosial. Like dan share yang dengan gampang dilakukan, merupakan salah
satu bukti bahwa masyarakat kita belum teredukasi dalam menggunakan media
sosial. Bagaimana perasaan keluarga korban, atau bahkan keluarga pelaku? Dalam
hal ini penulis melihat bahwa penggunaan media sosial yang tidak bertanggung
jawab juga menimbulkan pelaku-pelaku baru atas kasus kekerasan seksual yang
terjadi.
Bagaimana pemerintah menyikapi hal ini? Apakah dengan hukuman kebiri kimiawi,
kemudian kejahatan seksual akan selesai, atau setidaknya menurun? Berdalih kebiri
kimiawi ini merupakan suatu tindakan terapi, itu sangat tidak benar. Memasukkan
cairan kimia ke dalam tubuh orang yang tidak sakit, menurut hemat penulis adalah
bentuk penyiksaan, terlebih terdapat unsur pemaksaan. Dalam penjelasan Hak
Asasi Manusia (HAM) bahwa setiap manusia memiliki non-derogable rights, satu
diantaranya adalah hak untuk bebas dari penyiksaan[4]. Manusia tidak terlahir
sebagai penjahat. Tetapi setiap manusia memiliki potensi untuk menjadi penjahat.
Pemberlakuan hukuman kebiri kimiawi ini adalah bentuk kriminalisasi balik kepada
pelaku. Sehingga yang tadinya orang itu sebagai pelaku, menjadi sebagai korban
karena pemberlakuan hukuman kebiri ini. Sedangkan pembenahan lingkungan
sosial, lingkungan pendidikan, lingkungan keluarga yang merupakan tempat
bernaung anak-anak seakan diabaikan. Perlindungan anak-anak hanya berfokus
kepada tindak penghukuman terhadap pelaku saja, sedangkan antisipasi agar tidak
terdapat korban masih belum terealisasi.
Menyikapi kekerasan seksual (baik yang terjadi pada anak-anak maupun orang
dewasa) merupakan upaya kita bersama agar tidak terdapat korban yang
berjatuhan. Revitalisasi masyarakat kita yang cenderung individualis menjadi
catatan penting dalam memerangi kejahatan seksual. Dengan kepedulian terhadap

sesama, saling melindungi, konsep mengasihi satu sama lain akan menjadi pemicu
perdamaian, sehingga kekerasan dan kejahatan seksual akan terperangi.
Catatan Akhir:
[1] Irianto, Sulistyowati, "Hukum yang Tak Peduli Korban". Jurnal Perempuan. Edisi
November 2011. Hal. 41-52.
[2] Yuwono, Ismantoro Dwi, 2015, Penerapan Hukum dalam Kasus Kekerasan
Seksual Terhadap Anak. Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
[3] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak.
[4] Dewi, Kurniasari Novita, 2015, HAM dan Politik Internasional: Sebuah Pengantar
oleh Ani W. Soetjipto (ed). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

1 Comment
Rezim Seksualitas dan Agama: Sketsa Politik Tubuh Perempuan dalam Islam
22/6/2016
0 Comments
Akhiriyati Sundari
(Mahasiswa Islam dan Kajian Gender UIN Sunan Kalijaga)
andarindari@gmail.com

Dok. Pribadi
Pendahuluan
Tubuh perempuan selalu memasuki hiruk-pikuk pembahasan di segala ranah.
Karenanya tidak ada diskursus lain yang memiliki daya tanding lebih yang mampu
menyamai atau menyaingi diskursus ramai atasnya kecuali perbincangan tentang
tubuh perempuan. Tubuh perempuan dari masa ke masa selalu mengalami

kontestasi untuk diperebutkan oleh pihak-pihak yang berasal dari luar dirinya.
Konstruksi sosial yang ditopang oleh ragam struktur sosial, berkembang setingkat
dinamika yang mengiringi laju jaman. Ada titik yang dibidik sekaligus disasar dari
perebutan wacana dan tubuh perempuan, yakni ketundukan dan kepasrahan.
Dalam hal ini pihak laki-laki adalah tertuduh utama dengan bias sekaligus eros
patriarkalnya, yang selalu merasa memiliki hak istimewa untuk membuat berbagai
penilaian atas tubuh perempuan. Laki-laki merasa seakan memiliki privilese untuk
mengintervensi dengan meletakkan standar nilai tertentu kepada tubuh
perempuan. Semuanya bekerja dalam bingkai patriarki yang mendudukkan posisi
perempuan dan tubuhnya dalam posisi subordinat. Dimensi kekuasaan digunakan
sebagai mesin kerja untuk mencapai tujuan.
Foucault dalam masterpiece-nya tentang seksualitas mengatakan bahwa gagasan
seksualitas dan kekuasaan sangat membantu analisis sosial dalam mengurai
berbagai ketimpangan akibat relasi kekuasaan yang tidak seimbang terutama
dalam kehidupan modern. Dalam perspektif ini, kekuasaan sebagai rezim wacana
dianggap mampu menggapai, menembus, dan mengontrol individu sampai kepada
kenikmatan-kenikmatan yang paling intim. Kekuasaan sebagai rezim wacana ini
dianggap sebagai praksis yang mampu mengubah konstelasi sosial. Darinya lalu
muncul pengetahuan sebagai daya topang kekuasaan. Hubungan kekuasaan dan
pengetahuan ini menurut Foucault adalah ketika wacana yang ada menahbiskan
dirinya sebagai yang memiliki otoritas, otonomi atas klaim kebenaran dan
kontekstual, seperti yang ada pada psikiatri, kedokteran, pendidikan, dan agama.
Di dalam Islam, tubuh perempuan diidentifikasi sebagai yang memiliki rahim.
Konteks mikronya bahwa hal ini mengindikasikan perempuan sebagai jenis kelamin
yang membawa kehidupan, lengkap dengan sifat rahim [baca: kasih sayang] yang
meng-endors pada wujud rahim di dalam tubuhnya. Sedang konteks makronya
adalah perempuan memiliki keistimewaan yang khas dan tak bisa dipertukarkan.
Karenanya Islam sangat menghormati perempuan sebagai manusia utuh yang sama
dengan laki-laki. Titik tekan Islam paling utama dalam membingkai perbedaan lakilaki dan perempuan hanyalah pada tingkatan amal saleh. Yakni sejauh mana kedua
jenis kelamin berlomba-lomba dalam berbuat kebajikan dan bermanfaat bagi orang
lain. Suara Islam yang genius ini kemudian hadir di tengah-tengah masyarakat
dimana konstruksi sosial patriarkalnya amat parah. Budaya yang lestari pada
akhirnya menjadi tungkai bajak dan mengeliminir semangat universal Islam yang
terkandung dalam kitab suci.
Membincang Seksualitas dalam Wacana Islam: Pernikahan
Wacana Islam dimaksud di sini adalah segala hal yang terbingkai dalam segala
dialektika dan perdebatan tentang Islam. Bangunan terpenting yang menjadi acuan
wacana ini adalah bersumber dari kitab suci [Syafiq Hasyim, 2002]. Bagaimana AlQuran sebagai kitab suci berbicara tentang seksualitas? Tentu saja hal ini terkait
dengan pola relasi laki-laki dan perempuan di dalam Islam. Ranahnya adalah

seputar perkawinan, perceraian, relasi pergaulan suami-istri di dalam rumah


tangga, masa tunggu sesudah bercerai [iddah], hingga persoalan yang menyangkut
homoseksualitas.
Kitab suci membingkai urusan seksualitas di dalam Islam hanya boleh dilakukan
melalui lembaga perkawinan. Hubungan seksual yang dilakukan diluar perkawinan
dianggap ilegal disebut sebagai zina. Dan janganlah kamu mendekati zina karena
itu sekeji-kejinya perbuatan [QS Al-Isra (17): 32], ayat yang keras melarang
perbuatan zina dengan penekanan mendekati saja tidak boleh, apalagi melakukan
ini sesungguhnya hendak merespon masa lalu, dimana jaman pra-Islam, kegiatan
seksual dapat dilakukan dengan bebas tanpa ikatan pernikahan sekalipun. Terpapar
di dalam kitab suci pula bentuk respon terhadap masa lalu adalah dengan
membatasi kepemilikian istri menjadi maksimal empat. Struktur sosial bangsa Arab
pada masa pra-Islam yang disebut sebagai jahiliyah telah menempatkan
perempuan sebagai istri yang bermakna properti. Hanya barang yang diambil
kegunaannya semata sehingga dalam satu keluarga sebagai struktur sosial terkecil,
adalah lumrah terdapat sembilan bahkan ratusan istri [poligami, pada kepala-kepala
suku bangsa pagan kala itu]. Lantaran barang yang hanya diambil kegunaannya
maka si pemilik properti [suami] bebas untuk berbuat sesuka hatinya, misal dengan
mencampakkan begitu saja ketika merasa si istri sudah tidak berguna. Dari sini
tampak secara jelas bahwa poligami bukanlah ajaran Islam, melainkan telah ada
sebagai produk sosial umat terdahulu.
Semangat yang disuntikkan Islam adalah memartabatkan manusia dalam resapanresapan cinta melalui hubungan perkawinan sebagai hal alami yang naluriah. Lebih
lanjut Al-Quran kemudian memberikan topangan spiritual bagaimana laki-laki dan
perempuan yang terikat di dalam lembaga perkawinan itu seharusnya bergaul. Ada
relasi yang setara dan seimbang, sebagai prasyarat mutlak yang harus diketahui
untuk mencapai tujuan harmoni, bermartabat, dan bermoral. Metafora indah
mereka [para istri itu] adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi
mereka [QS Al-Baqarah [1]: 187], menunjukkan bahwa masing-masing relasi
adalah resiprokal seimbang. Pakaian bersifat menutupi, memperindah, dan
melindungi. Seyogyanya demikian pula dalam relasi suami-istri. Kasih sayang dan
cinta kasih adalah perlambang adibusana, karenanya suami-istri secara moral
dilarang saling menyakiti, secara moral harus menghargai dan menghormati satu
sama lain dengan menghindari hegemoni-dominasi, termasuk dalam urusan
seksual.
Fatima Mernissi menyebut bahwa Al-Quran sesungguhnya tidak pernah
menjustifikasi poligami. Justru Al-Ghazali lah yang melakukannya, karenanya
Mernissi menganggap bahwa bahwa ada kekeliruan dari para pemikir Islam, yang
tidak melihat poligami sesungguhnya sangat merugikan perempuan dengan tidak
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan perempuan yang harus dipertimbangkan dalam
praktik pergaulan yang maruf tersebut, terutama pada kebutuhan seksual istri.

Poligami dipandang sebagai lebih jauh dari sekadar memberikan hak seksual lakilaki, yakni menyediakan ruang bagi laki-laki untuk memperturutkan hawa nafsu
seksualnya tanpa kenal batas. Padahal dalam adagium populer telah gamblang
dikatakan bahwa nafsu [seksual] itu seperti anak kecil [bayi] yang menyusu, ia
akan terus meminta.
Selain sumber kitab suci, dalam wacana Islam terkait seksualitas, sunnah Nabi
Muhammad SAW adalah rujukan penting kedua. Sunnah Nabi mencakup ucapan,
tindakan/perilaku dan hal-hal atau peristiwa apa saja yang dilangsungi selama
hidupnya. Nabi Muhammad sebagai orang suci dan dipilih oleh Tuhan dengan status
mashum, bebas dari salahlantaran seluruh makrokosmos dan mikrokosmos
hidupnya adalah wahyu Tuhan, menjadi duplikasi yang tampak mata sebagai
ejawantah ajaran kitab suci. Sejarah hidup Nabi mengisahkan perkawinannya
dengan Siti Khadijah didahului oleh lamaran yang dilakukan Khadijah. Bukan oleh
Nabi sendiri, melainkan Khadijah yang meminta. Perkawinannya dilandasi cinta dan
saling penghormatan. Garis bawah dari sejarah telah mencatat bahwa Khadijahlah
yang aktif dan Nabi pasif, menerima. Terlepas dari status kelas yang melekat pada
diri Khadijah sehingga yang bersangkutan dimungkinkan memiliki daya aktif
melamar, di situ sekali lagi memperlihatkan ada keterlibatan perempuan dalam
tindakan memulai lebih dulu terhadap pasangannya. Tidak ada penolakan sama
sekali dari Nabi, artinya tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Landasan ini pulalah
yang dapat dipakai sebagai teropong bahwa dalam kehidupan seksual suami-istri,
kedua belah pihak setara, tidak selalu suami yang aktif, tetapi istri pun. Tidak ada
ordinat dan subordinat dalam relasi perkawinan Nabi dan Khadijah. Bahkan tidak
mempermasalahkan status diri Khadijah sebelum menikah dengan Nabi.
Kekuasaan Pengetahuan: Memasung Seksualitas Perempuan
Perebutan wacana di dalam fungsi otorisasi akan klaim kebenaran terhadap tubuh
perempuan sesungguhnya telah berlangsung sekian lama di dalam Islam. Idealisasi
yang termaktub dalam kitab suci berikut sejarah Islam awal yang dibangun oleh
Nabi Muhammad direduksi secara kasar sejak Nabi wafat. Dimulai dari jaman
kekhalifahan empat hingga mengecambah ke dinasti-dinasti politik sesudahnya,
posisi perempuan dikembalikan ke dalam rumah. Ke ranah domestik. Ketika jaman
Nabi perempuan turut pula terlibat aktif di ranah publik tak terkecuali dalam urusan
ibadah ritual di masjid, maka sesudah Nabi wafat perempuan bahkan tidak boleh
pergi ke masjid. Maka dimulailah aneka ketimpangan dan ketidakadilan terhadap
perempuan itu termasuk di ranah seksual. Perempuan mengalami berbagai
tindakan tidak adil juga kekerasan terkait seksual.
Mengutip Abdul Munir Mulkhan [2002], sedikitnya ada tiga persoalan menyangkut
ketidakadilan seksual pada perempuan; pertama, tradisi Islam dalam fikih [formula
aturan hukum yang berkembang pasca Nabi] yang menempatkan perempuan
sebagai pelayan kebutuhan seksual laki-laki dan pembangkit birahi seksual.
Kedua, kecenderungan konsumerisme tubuh perempuan dalam peradaban industri

modern. Ketiga, tradisi lokal [khususnya Jawa] yang masih melekatkan stereotype
kepada perempuan sebagai penumpang kemuliaan [kelas sosial] laki-laki. Ketiga,
persoalan itu berkelindan dan melahirkan gagasan subordinasi pada perempuan.
Gagasan yang menumbuh pada relasi kuasa yang timpang ini tak ayal
menumbuhkan bibit-bibit kekerasan seksual terhadap perempuan. Perempuan
hanya dilihat sebagai seonggok daging bernama tubuh seksual. Subjek yang
melihat adalah laki-laki. Melihat di sini dimaknai sebagai penguasa tatapan.
Foucault menganasir hal ini sebagai tindakan kekuasaan-pengetahuan yang
menerapkan strategi kekuasaannya untuk mengatur [seksualitas] perempuan. Ada
histerisasi tubuh perempuan yang menunjukkan bahwa tubuh [perempuan]
dikaitkan dengan tubuh sosial untuk menjamin kesuburan dan semua bentuk
kewajiban yang datang dari keluarga termasuk kehidupan anak. Jadi tubuh
perempuan tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab biologi dan moral. Khasanah
fikih klasik hingga hari ini masih memberikan kacamata patriarki yang sarat bias
gender dalam mengatur seksualitas perempuan.
Khitan perempuan, sebagai contoh, dikatakan bahwa ia adalah perintah agama.
Padahal sesungguhnya sunat perempuan adalah tradisi yang berasal dari 4000
tahun sebelum Nabi Isa lahir. Ada pada masa Firaun, karenanya dulu dikenal
dengan istilah pharaonic circumcisium [Jurnalis Uddin, 2013]. Hingga kini hanya di
Yaman, Irak, Iran, Pakistan, India, Malaysia, dan Indonesia. Alasan dibalik
pelaksanaan khitan perempuan ini adalah untuk mengerem nafsu seksual
perempuan, yang dianggap lebih besar kadarnya daripada laki-laki sehingga
membahayakan. Anggapan ini semata adalah mitos. Produk sosial dari jaman
Firaun. Akan tetapi, institusi agama melestarikannya sebagai bagian dari ajaran
agama. MUI tahun 2008 melakukan penolakan terhadap edaran Kementerian
Kesehatan tahun 2007 yang melarang pelaksanaan khitan perempuan dari sudut
pandang medis [Jurnal Perempuan 77].
Ketegangan pihak pemegang otoritas agama terhadap entitas di luarnya, adalah
bentuk dari perebutan wacana tubuh perempuan. Sebagai medan politik, tubuh
perempuan ditundukkan. Tubuh perempuan dipindai dengan tatapan laki-laki dus
patriarki dalam sederet stigma negatif. Ada yang buruk dalam tubuh perempuan
sekaligus ada yang menguntungkan dari tubuh perempuan. Tatapan patriarki ini lalu
dilanggengkan dalam struktur sosial, mengokohkan diri sebagai pemegang
kekuasaan.
Strategi kedua menurut Foucault dari permainan kekuasaan-pengetahuan adalah
pedagogisasi seks anak dengan tujuan anak jangan sampai jatuh dalam aktivitas
seksual, karena mengandung bahaya fisik dan moral serta dampak kolektif maupun
individual. Pedagogisasi ini juga untuk melawan onanisme [Haryatmoko, 2013].
Dalam setiap generasi sejak kecil, diajarkan tentang bahaya seksualitas yang
dilakukan tidak di dalam pernikahan. Institusi agama membingkainya dalam fikih

yang masih normatif, yang mengajarkan hanya ketakutan tanpa didukung oleh
pengetahuan positif yang memadai. Anak tidak diberikan pendidikan seksualitas
sejak dini lantaran anggapan tabu. Sehingga anak telah sejak dini pula dijauhkan
dari pengetahuan yang memadai tentang tubuhnya. Otoritas agama hanya berkutat
di seputar fikih yang lebih banyak mengatur soal thoharoh [tata aturan kebersihan]
dalam kaitannya dengan sembahyang wajib [termasuk di dalamnya batasan
tentang menutup aurat di dalam sholat]. Disusupkan pendidikan moral di dalamnya
semata bahwa lagi-lagi tubuh perempuan adalah sumber dosa, karena itu jangan
dekat-dekat.
Walhasil, tidak mengherankan ketika pedagogisasi ini di lain pihak justru
mengungkung hak anak untuk mengetahui kesehatan reproduksi secara benar. Saat
marak kasus pernikahan dini, pernikahan anak-anak usia remaja ke bawah,
persoalan-persoalan terkait kesehatan reproduksi dan seksual ini menjadi kian rumit
dan blunder. Tidak ada kesiapan mental dan fisik. Anak-anak didorong begitu saja
masuk ke kegelapan dunia seksualitas sehingga rentan dengan bahaya yang sulit
dihindari seperti AKI, anemia, pendarahan, ekslampsia, juga tidak menutup
kemungkinan penyakit menular seksual.
Kasus pernikahan anak ini juga tidak bisa begitu saja dilepaskan dari konstruksi
masyarakat yang digarisbawahi oleh tafsir-tafsir agama. Kerapkali misalnya,
menganggap bahwa pernikahan anak akan menyelamatkan si anak dari pergaulan
buruk yang menggiring pada hubungan seksual diluar pernikahan sebagaimana
dilarang oleh agama, apalagi anak perempuan korban perkosaan [kekerasan
seksual]. Ada pula yang menyandarkan diri pada sejarah Nabi bahwa pernikahannya
dengan Siti Aisyah adalah termasuk pernikahan dini, karenanya dipandang sebagai
sebuah syariat yang harus dipatuhi. Belum ditambah lagi argumen yang dipaksakan
dan direkayasa secara panjang oleh konstruksi sosial stigmatis di masyarakat,
bahwa pernikahan anak lebih baik daripada perempuan yang sudah cukup umur
namun belum menikah. Status single perempuan distigmatisasi oleh patriarki
sebagai kerawanan sosial. Pernikahan anak juga tidak jarang bermotifkan ekonomi
yang lagi-lagi ditopang oleh agama bahwa menghindari kemiskinan itu wajib agar
tak terjerembab ke kekufuran. Tidak bisa tidak menurut tafsir ini, solusinya adalah
menikahkan anak.
Instrumen ini secara terus-menerus melanggengkan relasi kuasa yang timpang
dalam mengatur seksualitas perempuan. Selanjutnya menurut Foucault, adanya
sosialisasi perilaku prokreatif dimaksudkan untuk kesuburan pasangan; sosialisasi
politik dilaksanakan melalui tanggung jawab pasangan terhadap tubuh sosial; dan
sosialisasi medik termasuk praktik kontrol kelahiran atau KB. Pada masa Orde Baru,
tangan otoritas keagamaan bergandeng tangan dengan kekuasaan untuk
melakukan pengontrolan tubuh perempuan melalui program KB. Nilai keagamaan
berlabuh dalam program yang sarat kepentingan politik negara dalam biopolitik
modern. Tubuh perempuan menjadi sasaran utama ragam alat kontrasepsi tanpa
mempertimbangkan kebutuhan kesehatan tubuh perempuan itu sendiri. Perempuan
ditekan untuk tidak memiliki kedaulatan atas tubuhnya sendiri.

Strategi kuasa pengetahuan sebagaimana diungkap Foucault di atas sejatinya


dijadikan instrumen oleh agama melalui pengendalian atas tubuh perempuan.
Subjek yang saling mengait ini memiliki tujuan yang satu yakni kepatuhan dan
ketundukan. Darinya maka sebuah rezim akan langgeng dalam status quo. Seluruh
peristiwa ini dibingkai dari frame patriarki yang mengusung rezim seksualitas dalam
agama.
Kuasa pengetahuan selanjutnya hadir dalam problem modernitas yang melahirkan
anak kandung bernama kapitalisme. Di wilayah ini, tubuh perempuan diperebutkan
kembali untuk dijadikan objek konsumerisme. Tidak terkecuali tubuh perempuan
yang ditarik melalui wilayah keagamaan yang dipromosikan melalui media. Terdapat
rezim kapitalisme di sini yang berhasrat hanya untuk penumpukan kapital.
Standar tubuh perempuan dilabeli oleh patriarki melalui narasi-narasi perempuan
ideal, cantik, langsing, berkulit putih, lembut, berambut panjang, bisa melahirkan
anak, dan sederet panjang ukuran-ukuran subjektif lainnya, kemudian direproduksi
oleh media secara massif dan vandalistik. Tidak terbatas pada media-media yang
hanya dipajang dan dilihat secara dekat melalui media elektronik dan media cetak,
persepsi patriarki atas tubuh perempuan dinarasikan pula secara jauh melalui
sampah visual yang bertebaran di ruang-ruang publik dengan tak terkendali.
Baliho-baliho, spanduk, dan billboard berkibar gemebyar, menyesaki ruang-ruang
publik di jalanan, berjajar-jajar tak karu-karuan dengan tiang-tiang serta kabel-kabel
listrik yang bergelantungan sebagai penanda buruknya sistem tata kota di negara
yang gamang dengan modernitas ini.
Idealitas dalam wilayah tafsir agama yang membungkus perempuan dengan
penertiban moral, turut pula diblow-up media dengan narasi-narasi iklan syariah.
Iklan perempuan berjilbab sebagai contoh, tak ketinggalan memasuki arena publik
dalam promo massal produk-produk tertentu berlabel agama [contoh jilbab zoya
bersertifikat halal]. Tubuh perempuan lagi-lagi direbut otonominya di sini sebagai
pendulang pundi-pundi dalam bingkai kapitalisme. Bahwa perempuan muslim yang
kaffah selain membungkus tubuhnya dengan hijab agar tak mengundang birahi lakilaki, juga harus memastikan bahwa produk yang dipakainya adalah halal [berlisensi
islami]. Begitu ribetnya tubuh perempuan harus didorong melesak ke dalam
kapitalisme berjubah agama. Rezim seksualitas dihasilkan dari koalisi halus antara
kapitalisme dan agama.
Penutup
Tubuh perempuan disorot dan diregulasikan dalam kancah paling esensial dari laku
hidup manusia [agama], melalui penertiban perilaku, pakaian, dan segmen-segmen
hidup yang lain. Tafsir-tafsir agama diwacanakan secara massif tanpa celah kritis
sedikit pun, untuk memberikan satu narasi tunggal tentang stereotype perempuan
melalui presentasi sebagai konstruksi cultural, yakni media. Bahwa media adalah

struktur yang paling berperan dalam mereproduksi cara masyarakat mendudukkan


dan memandang perempuan. Cara pandang ini diadopsi untuk memperlihatkan
kekuatan media dan otoritas mainstream keagamaan dalam membentuk opini yang
mendukung pandangan dominan tentang perempuan.
Tubuh perempuan dikontrol agar menjalani ketundukan dan kepatuhan dengan
frame patriarki, ditopang secara kokoh oleh sebuah rezim seksualitas. Pada
akhirnya, dalam gerusan modernitas yang terus-menerus dipiyuh oleh kapitalisme
ini, tubuh perempuan mulai kehilangan otonomi. Pada setiap laju sejarah, hal ini
akan terus dimainkan sebagai ajang politik, padahal sejatinya justu menunjukkan
sebuah tontonan lemah dari patriarki yang tidak pernah bisa menundukkan ego
pallus-nya.
Daftar Pustaka:
Jeremy R. Carette (ed.), Agama, Seksualitas, Kebudayaan; Esai, Kuliah, dan
Wawancara Terpilih Michel Foucault, Yogyakarta: Jalasutra. 2011.
Mochamad Sodik (ed.), Telaah Ulang Wacana Seksualitas, Yogyakarta: PSW IAIN
Sunan Kalijaga. 2004.
Christina Siwi Handayani, Gadis Arivia, dkk, Subyek yang Dikekang; Pengantar ke
Pemikiran Julia Kristeva, Simone de Beauvoir Michel Foucault, Jacques Lacan,
Jakarta: Komunitas Salihara. 2013.
Michel Foucault, Kuasa/Pengetahuan, Yudi Santosa (penerj.), Yogyakarta: Bentang
Budaya. 2002.
Irwan Abdullah, Nasaruddin Umar, dkk, Islam dan Konstruksi Seksualitas,
Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga. 2001.
Abdul Moqsit Ghozali, Badriyah Fayumi, dkk, Tubuh, Seksualitas, dan Kedaulatan
Perempuan; Bunga Rampai Pemikiran Ulama Muda, Cirebon: Rahima. 2002.
Jurnal Perempuan edisi 15, Wacana Tubuh Perempuan. 2001.
Jurnal Perempuan edisi 71, Perkosaan dan Kekuasaan. 2011.
Jurnal Perempuan edisi 77, Agama dan Seksualitas. 2013.
remotivi.com, Perempuan tanpa Otonomi; Wajah Ideologi Dominan dalam Sinetron
Ramadhan. 2014.

0 Comments
Tragedi Orlando dan Ancaman bagi Kelompok LGBT Indonesia
14/6/2016
0 Comments

Nikodemus Niko
(Mahasiswa Magister Sosiologi Pascasarjana Universitas Padjajaran)
nicoeman7@gmail.com

Dok. Pribadi
Apa yang ada dalam pikiran kita ketika kita menyaksikan pembunuhan masal? Tidak
beradab dan aksi terorisme. Inilah yang terjadi di sebuah klub malam di Orlando,
Florida, US beberapa hari lalu. Portal berita luar negeri, NBC News menyebutkan
terdapat 50 orang meninggal dan 53 orang terluka dalam tragedi itu, dan
disebutkan deadliest mass shooting in U.S. history. Ini berarti aksi terorisme
pertama kalinya yang menelan korban paling banyak di US.
Hal ini merupakan sebuah tragedi kemanusiaan, terlepas dari siapa yang menjadi
korban. Namun tak sedikit diantara kita (orang Indonesia) yang mengamini tragedi
ini, merespons karena LGBT selayaknya, sepantasnya, sepatutnya layak
diperlakukan seperti itu. Saya menilai bahwa respons seperti ini merupakan suatu
ancaman bagi kelompok LGBT di Indonesia. Bolehkah sejenak kita merespons
sebuah kejadian tanpa melihat identitas? Mereka merupakan manusia, yang
seharusnya hidup aman dan damai, terlepas dari orientasi seksualnya. Saya tidak
mengatakan bahwa semua orang Indonesia membenarkan tragedi ini, bahwasanya
terdapat kelompok-kelompok yang mengutuk kejahatan kemanusiaan itu. Termasuk
saya pribadi, sangat mengutuk tragedi ini.
Tragedi ini merupakan sebuah aksi terorisme, dimana terdapat korban berjatuhan.
Teroris sendiri menggunakan kekerasan untuk menarik perhatian akan maksud atau
alasan dibalik tindakan mereka. Ibarat bom waktu, aksi teroris dapat terjadi kapan
pun dan di mana pun, tanpa dapat kita prediksi. Aksi ini merupakan ancaman serius
bagi keamanan internasional dan nasional. Terorisme memang bukan satu-satunya
ancaman terhadap keamanan global dalam konteks human security, tetapi aksi
terorisme juga patut diperhitungkan dalam mengancam keamanan hidup kelompok
tertentu (human security dalam konteks lokal dan nasional).

Terdapat tipologi terorisme menurut Gregory D. Miller yaitu terorisme separatisnasional, terorisme revolusioner, terorisme reaksioner, dan terorisme religius
(Winarno, 2014). Pendapat saya, aksi terorisme di Orlando termasuk di dalam
tipologi terorisme reaksionisme. Kelompok teroris ini memang berjumlah kecil dan
sulit untuk di lacak keberadaannya. Mereka ini reaktif terhadap isu-isu yang
mengemuka, dan ini merupakan reaksi atas keberadaan kelompok LGBT di Orlando,
bisa saja dari kelompok anti-LGBT.
Miller (dalam Winarno, 2014) menegaskan bahwa kelompok teroris ini melakukan
aksi teror dengan cara membunuh orang-orang yang dianggap tidak sesuai dengan
pikiran mereka. Benar adanya, aktor teroris ini membunuh dengan brutal orangorang tanpa alasan. Kelompok anti ini memang tidak terorganisir, tetapi mereka
akan meniru aksi yang sama untuk mencapai tujuan merekayang notabenenya
adalah sama pula. Hal ini menunjukkan bahwa tragedi Orlando ini dapat menjadi
pintu bagi aksi terorisme lainnya di berbagai belahan dunia, terlebih di Indonesia,
dimana terdapat sejumlah besar kelompok anti LGBT (homophobia).
Berarti bahwa terdapat ancaman serius bagi kelompok LGBT di Indonesia, karena
aksi teror serupa bisa saja terjadi oleh kalangan anti ini. Meskipun pelaku teroris
di Orlando tidak terdapat hubungan dengan kelompok homophobia di Indonesia,
tetapi aksi serupa dapat saja dilakukan dengan tujuan serupa pula. Pada dasarnya
terorisme terhadap kelompok LGBT sudah berlangsung sejak lama di Indonesia.
Bagaimana bisa? Menurut Wilkinson (dalam Winarno, 2014) yang
mengkategorisasikan terorisme menjadi empat tipe, yaitu: (1) kriminal, (2) psychi,
(3) perang, (4) political. Dalam hal ini saya cenderung melihat aksi teror yang
terjadi di Indonesia adalah tipe yang pertama dan kedua, dimana tidak sedikit
anggota kelompok LGBT yang dikriminalkan (mengalami kekerasan, dan lain-lain),
dan kerapkali diserang secara psychi (dianggap menyimpang, sakit jiwa, dan lainlain). Hal ini merupakan aksi terorisme yang dilakukan oleh berbagai kalangan
homophobia terhadap kelompok LGBT di Indonesia.
Seperti yang kita ketahui bahwa kelompok anti ini sangat membenci LGBT.
Terlebih lagi, tidak ada payung hukum yang menjamin keberadaan kelompok LGBT
di Indonesia, sehingga tindakan kriminal (teror) itu bisa dari kalangan apa saja.
Karena aksi teroris ini menginginkan perhatian, dan mereka ingin semua orang tahu
apa yang mereka maksud dan mereka mau. Seperti pendapat ahli media dan
terorisme, Brigitte Nacos (dalam Winarno, 2014), Terrorists do not win the hearts
of...the people their target and even not those who look on in the international
realm.
Realitas ini sudah seharusnya menjadi pembuka mata pemerintah Indonesia untuk
membuat suatu regulasi konkret untuk perlindungan bagi kelompok LGBT. Bahwa
tragedi Orlando dapat menciptakan iklim sosial baru, yang mana kekerasan dan

kriminal mengancam anggota kelompok LGBT. Negara tidak seharusnya diam saja
atas ketidakamanan yang dirasakan oleh salah satu kelompok warganya, terlebih
mereka adalah kelompok minoritas. Bahwasannya siapapun korban dan pelakunya,
aksi terorisme merupakan musuh kita bersama.

0 Comments
Meninjau Ulang Hukuman Mati
12/6/2016
0 Comments
Romel Masykuri
(Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Airalngga Surabaya)
romel.masykuri@gmail.com

Judul Buku
Editor
Penerbit
Cetakan
Halaman

: Politik Hukuman Mati di Indonesia


: R. Robet dan Todung Mulya Lubis
: Marjin Kiri, Tanggerang
: I, Maret 2016
: 292 hlm

Hukuman mati di Indonesia masih tetap dipertahankan meski banyak penolakan


dari masyarakat internasional, terutama dari negara yang sudah menghapus
hukuman mati. Data yang dilansir dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menyebutkan bahwa sejak Desember 2014, 160 dari 193 negara anggota PBB telah
menghapus hukuman mati, dan memberlakukan moratorium. Bahkan dalam sebuah
forum terbuka, Sekjen PBB, Ban Ki-Moon mengatakan dengan tegas hukuman mati
tidak memiliki tempat di abad ke-21.

Di tengah menguatnya dukungan dari berbagai negara di dunia untuk menghapus


hukuman mati, Indonesia tetap mempertahankan hukuman mati secara legal.
Peraturan perundang-undangan yang masih memiliki ancaman hukuman mati
diantaranya, KUHP, UU Narkotika, dan UU Anti terorisme.
Alasan utama hukuman mati tetap diberlakukan karena masih kuatnya kepercayaan
pemerintah dan juga masyarakat bahwa hukuman mati akan memberikan efek jera
dan efek penggentar (general deterrence). Dengan sanksi hukuman mati,
diharapkan memberi rasa takut di kalangan pelaku kejahatan agar tidak terulang di
masa depan. Inilah alasan yang seringkali disampaikan oleh Presiden Jokowi untuk
tetap melanjutkan eksekusi terpidana hukuman mati dan menolak permohoan grasi
yang diajukan para tersangka. Sikap tegas Presiden Jokowi mendapat dukungan
luas dari masyarakat dengan minimnya suara protes atas hukuman mati (berkaitan
dengan presentase masyarakat yang pro dan kontra perlu diteliti lebih lanjut).
Namun jika hendak dikaji lebih mendalam, benarkah hukuman mati dapat
meminimalisir tindakan kejahatan? Buku Politik Hukuman Mati di Indonesia yang
ditulis oleh lintas akademisi ini memberikan penjelasan bahwa efek jera yang
dijanjikan dari hukuman mati hanyalah mitos. Hukuman mati tidak lepas dari
konfigurasi politik yang mempengaruhi. Hal ini tampak dari diskursus hukuman mati
yang didominasi oleh elit, baik di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Dalam
artian, belum ada keterbukan pemerintah untuk membahas hukuman mati ini
melibatkan masyarakat luas, terutama pihak-pihak yang menolak hukuman mati.
Buku ini diawali oleh tulisan Wilson yang meninjau hukuman mati persepektif
historis. Artikel yang berjudul "Warisan Sejarah Bernama Hukuman Mati" membahas
praktik hukuman mati dari zaman kerajaan, masa penjajahan, hingga pasca
Indonesia merdeka. Dalam artikel ini, Wilson memaparkan bahwa hukuman mati
yang bersifat kejam sudah ada sejak zaman feodalisme kerajaan yang pernah besar
di Nusantara pada abad ke-16, seperti kerajaan Mataram di Jawa dan kerajaan Islam
Aceh di Sumatera. Pada masa kerajaan, hukuman mati dikenakan bagi mereka yang
memberontak sang raja. Melalui hukuman mati, raja membangun legitimasi
kekuasaannya sehingga rakyat bisa tunduk dan patuh.
Kemudian hukuman mati berlanjut diterapkan oleh Belanda di era VOC dan melalui
sistem tanam paksa (cultuurstelsel). Tujuan hukuman mati sejak dulu sama, yakni
menegakkan supremasi ekonomi-politik dan supremasi moral penguasa untuk
melakukan kontrol atas tertib sosial dan politik (hlm. 4).
Sedangkan Iqrak Sulhin mengulas hasil penelitian yang pernah dilakukan di Amerika
Serikat tentang hukuman mati. Melalui artikel berjudul Mitos Penggentar Hukuman
Mati, Sulhin menemukan bukti empiris berupa hasil riset di Amerika Serikat yang
menunjukkan bahwa ancaman hukuman mati, bahkan pasca eksekusi sekalipun

tidak serta merta menurunkan angka kejahatan. Salah satu riset yang diulas hasil
penelitian Radelet dan Lacock yang dituangkan dalam artikel Do Executions Lower
Homicide Rates? The Views of Leading Criminologists.Temuan menarik penelitian
yang dilakukan tahun 2009 itu menunjukkan hanya 2,6% dari responden yang
setuju dengan pernyataan bahwa eksekusi mati memberikan efek penggentar, dan
86,9% lainnya tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Jadi, mayoritas kriminolog
Amerika Serikat meyakini bahwa hipotesis penggentarjeraan hanyalah mitos dan
tidak memiliki bukti yang akurat (hlm. 95).
Artikel lain yang lebih reflektif ditulis oleh Todung Mulya Lubis. Artikel ini berada di
urutan terakhir, seakan menjadi penanda bahwa sudah waktunya hukuman mati
diakhiri di Indonesia. Dalam artikel berjudul "Hukuman Mati dan Tantangan ke
Depan: Suatu Studi Kasus tentang Indonesia", pengacara dan aktivis HAM ini
memberikan catatan penting kenapa hukuman mati mesti dievalusi dan
direkomendasikan untuk dihapus dalam sistem hukum Indonesia. Beberapa
argumen yang diajukan, diantaranya: Pertama, hukuman mati bertentangan dengan
HAM, padahal konsitutsi Indonesia berupa UUD 1945 mengakui dengan tegas
bahwa HAM tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Kedua, tidak ada bukti
hukuman mati berdampak mencegah kejahatan. Sehingga dalih hukuman mati
dapat membawa efek jera tidak memiliki pondasi yang kuat. Ketiga, risiko salah
menghukum. Dalam kasus ini, Lubis mencontohkan kasus yang menimpa Sengkon
dan Karta yang dihukum karena pembunuhan yang tidak pernah mereka lakukan.
Keempat, korupsi hukum, di kalangan para hakim, pengacara, jaksa dan polisi
masih marak tindakan korupsi. Kultur lembaga peradilan yang koruptif akan
membuat proses hukum cacat dan tidak adil (hlm. 263-365).
Kesembilan artikel yang ada dalam buku ini membangun narasi yang sama, bahwa
hukuman mati di Indonesia selama ini ditopang oleh dasar yang tidak kokoh. Namun
karena ortodoksi dalam pandangan hukum, hukuman mati tetap dipaksa menjadi
bagian dari sanksi hukum yang ada di Indonesia. Buku ini mengajak pemerintah dan
masyarakat untuk mendiskusikan kembali hukuman mati sebagai diskursus terbuka.
Jika memang pemerintah meyakini bahwa hukuman mati dapat membawa efek jera,
sudah semestinya keyakinan itu ditopang dari riset yang kredibilitasnya dapat diuji,
bukan hanya sekadar dari asumsi politik semata.
0 Comments
Melihat Postfeminisme dalam Konteks Indonesia
5/6/2016
0 Comments

Nadya Karima Melati


(Alumnus Ilmu Sejarah, FIB, Universitas Indonesia)
nadyazurakarima@gmail.com

Dok. Pribadi
Saya pertama kali mendengar kata postfeminisme dalam kelas paradigma feminis
yang diajar oleh Ikhaputri Widianti. Aneh sekali, saya pikir feminisme dengan tiga
gelombang dan dalam masing-masing gelombang berisi banyak lagi variasinya. Itu
tenyata belum cukup. Feminisme sebagai Ilmu dan gerakannya ternyata punya
banyak sekali jenis dan cabang. Feminisme sebagai sebuah gerakan memang
universal, tapi tidak menyatukan. Karena perempuan berbeda-beda, dan patriarki-yang lebih tua dari kitab suci, punya bentuk berbeda-beda pada setiap wilayah. Hal
ini yang membuat feminisme jadi beragam.
Postfeminisme saya ketahui sebagai teori terakhir pada pemetaan teori feminisme.
Teori ini dianggap kelanjutan dan bisa juga dianggap sebagai masa ketika
feminisme dianggap selesai. Postfeminisme juga dilihat sebagai kritik terhadap
feminisme gelombang kedua yang membuat feminisme menjadi sebuah slogan
dengan memasukan kata atau label perempuan dalam sesuatu yang membuat
sesuatu tersebut seakan-akan menyuarakan feminisme. Tulisan ini mencoba melihat
bagaimana postfeminisme dilihat dalam konteks perempuan Indonesia khususnya
kelas menengah perkotaan.
Postfeminisme, Feminisme Masa Kini?
Dalam tulisan Angela McRobbie berjudul Post Feminism and Popular Culture.
Postfeminisme merupakan kritik kultural atas feminisme yang dipopulerkan oleh
media massa seperti televisi dan iklan, membawa perempuan pada belitan ganda
(double entanglement). Belitan ganda antara kapitalisme dan media massa
menjebak perempuan dalam dilema baru, antara nilai-nilai konservatif dan
keberhasilan feminisme yang membuat perempuan menjadi mandiri dan bebas
memilih. Nilai-nilai konservatif seperti menikah, mempunyai anak, berpenampilan
menarik tidak hilang seiring dengan kesadaran perempuan dan kemampuannya
untuk memilih dengan sadar dan bebas. Media meyakini, melalui budaya populer,
ada sebuah permasalahan baru yang merupakan dampak dari feminisme yakni

ketakutan akan kesendirian dan kepedulian pada diri sendiri. Keadaan tersebut yang
dijadikan kesempatan oleh Kapitalisme untuk mengarahkan perempuan-perempuan
muda ini melakukan konsumsi untuk menyenangkan dirinya sendiri dan
menciptakan budaya baru, konsumerisme.
Postfeminisme juga dianggap sebagai kritik terhadap feminis gelombang kedua
dengan slogannya thanks to feminisme yang diproyeksikan bahwa feminisme
yang diangap sudah selesai dengan tercapainya hak-hak perempuan dalam politik,
kepemilikan, dan hukum. Feminisme menjelma menjadi kata-kata yang identik
dengan gerakan feminisme seperti feminis, femininitas, feminin, perempuan dan
gender dilekatkan pada segala hal dan membuat seakan-akan feminisme benarbenar masuk ke segala bidang dan menjadi bukti keberhasilan (atau justru
kegagalan) dari feminisme. Belum lagi pukulan balik dari gerakan feminisme,
kehadiran orang-orang yang menolak, bahkan anti dengan feminisme yang liar
dan identik dengan kelompok Femmen. Beberapa dari kelompok anti feminisme
kadang menyebut dirinya sebagai Menininist[1]. Adanya pukulan balik dari gerakan
feminisme, belitan ganda antara nilai-nilai konservatif yang tidak membebaskan di
satu sisi digiringnya perempuan pada jebakan konsumerisme menghadirkan
gelombang feminisme keempat, yang disebut Gadis Arivia dalam kuliah
Postfeminisme di UGM (2/5/2016) lalu, feminisme masa kini.
Obral Feminisme
Dalam kasus Indonesia, kritik postfeminisme bisa dipakai untuk mengkritik
kebijakan pengarusutamaan gender yang dianggap gagal. Kebijakan
pengarusutamaan gender dilakukan dengan memasukan kata perempuan
kemudian gender sebagai pengganti perempuan. Dan dengan menyematkan kata
tersebut maka mampu menghasilkan sebuah kebijakan yang adil gender.
Kebanyakan kata perempuan atau wanita dalam kebijakan sering digunakan
untuk membuat suatu kebijakan tersebut pro-perempuan. Padahal penggunaa
terminologi perempuan, gender, wanita atau feminis yang dilakukan oleh
kapitalisme seperti mengangkat perempuan untuk dihempaskan kembali.
Contoh yang bisa dilihat akhir-akhir ini adalah diluncurkannya bus khusus wanita
berwarna merah jambu pada perayaan hari Kartini 21 April oleh DKI Jakarta. Alihalih memberikan bus transjakarta khusus wanita[2] (atau ruangan khusus wanita
lainnya) lebih baik pemerintah mendukung peraturan yang menjamin tubuh
perempuan di ruang publik, bukan justru memisahkan jenis kelamin agar terkesan
aman. Pemerintah di sini, mengambil jalan pintas dengan memisahkan ruang
publik antar jenis kelamin bukan menjamin keamanan tubuh perempuan atau
memberikan pemahaman bahwa melecehkan perempuan adalah sebuah tindakan
kriminal (dalam KUHP perkosaan dan pelecehan terhadap perempuan hanya
dikategorikan sebagai tindakan asusila). Menyedihkannya lagi, hal ini dilakukan
untuk merayakan hari Kartini.
Obral kata-kata perempuan banyak juga kita temui apabila mendekati hari-hari

khusus perempuan seperti hari Ibu 22 Desember, Womens International Day, atau
hari Kartini 21 April. Kita akan menemukan banyak iklan bertebaran menyajikan
diskon khusus untuk pembeli perempuan untuk produk make up, tas, ataupun
sepatu. Dan kini kapitalisme mengobral kata perempuan semakin lebih canggih
dengan embel-embel agama. Kata perempuan dan Islam dilekatkan untuk sesuatu
yang dianggap pro-perempuan muslimah dalam produk khusus seperti susu kalsium
khusus perempuan muslimah.
Belitan Ganda Hijabers
Media massa membuat ukuran bahwa feminisme dianggap sudah selesai dengan
menghasilkan perempuan-perempuan yang mandiri, memiliki penghasilan, memiliki
pilihan dan sistem hidupnya tersendiri tetapi masih berkutat dalam pikiran
penampilan, berat badan, gaya hidup sehat, dan membutuhkan lelaki sebagai
pasangan hidup yang cocok. Perempuan Indonesia berterimakasih pada Kartini
yang memperkenalkan emansipasi[3] memberikan model perempuan untuk
meraih pendidikan dan pekerjaan seperti laki-laki. Ideologi gender Orde Baru yang
menjadikan perempuan sebagai tenaga kerja yang bisa diberikan upah murah
(karena bekerja bukanlah peran utama bagi perempuan). Tapi hal ini juga membuka
kesempatan perempuan untuk memiliki pekerjaan walau tetap harus berkarier
sebagai ibu. Pada masa reformasi, mulai tumbuh kembali gerakan-gerakan dan
organisasi perempuan yang membuat perempuan kini sudah memiliki kesadaran
dan bangga akan identitas keperempuanannya. Khususnya pada perempuan
perkotaan, dewasa ini seiring dengan semakin luasnya kelas menengah
Indonesia[4] dan Islamisasi.
Saya mengambil contoh postfeminisme yakni komunitas Hijabers. Hijabers adalah
sebutan yang disematkan pada perempuan muslim Indonesia perkotaan yang
memilih secara sadar untuk menggunakan jilbab sebagai bentuk ibadah dan syarat
untuk menyempurnakan agama Islam dengan negosiasi untuk tetap menjadi
menarik dengan memodifikasi jilbabnya dan menjadikannya selain sebagai ibadah,
juga bagian dari fashion. Dalam pandangan saya, Hijabers adalah contoh dari
postfeminisme. Perempuan muda masa kini yang berada dalam belitan ganda
tersebut. Para hijabers hampir seluruhnya berasal dari perempuan muda kelas
menengah perkotaan yang mengenyam pendidikan tinggi, masuk ruang publik dan
memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri. Kemudian, perempuan hijabers masih
berhadapan dengan nilai konservatif seperti berpenampilan cantik sesuai syariat,
keinginan untuk menikah dengan pasangan yang cocok, menggunakan hijab
sebagai bagian untuk menolak identitas perempuan modern ala Barat. Dan di satu
sisi perempuan hijabers ini ditaklukan oleh konsumerisme. Hijab yang awalnya
sebagai pakaian muslim biasa dijadikan sebuah komoditas dan tidak tanggungtanggung Dolce & Gabbana, merk fashion ala Barat terkenal, kini ikut mengeluarkan
koleksi pakaian muslimahnya.[5]
Keterputusan Feminis

Apakah feminisme benar-benar sudah selesai? Kita tidak memungkiri beda


permasalahan tiap-tiap lokasi yang dialami perempuan yang berbeda. Akan tetapi
kita juga tidak bisa menyangkal kata feminis dan perempuan akan menjadi
jangkar bagi pemikiran dan gerakan feminis untuk kesetaraan. Jikalau saya sebagai
generasi Millenial melihat situs 9gag.com[6], saya menemukan backlash yang
kencang dari para anti feminisme. Bisakah kita berdialog dengan orang-orang yang
sudah alergi terhadap feminisme kalau begitu? Bisakah kita mengambil subtansi
dari feminisme dan mengaplikasikannya pada kehidupan sehari-hari tanpa
menggunakan label feminis dan perempuan? Mengambil substansi dari feminisme
saya rasa tidak menghentikan feminisme itu sendiri.
Catatan Akhir:
[1]Meninist adalah sindiran terhadap Feminist, bergerak pada media populer seperti
Twitter dan LINE lihat berita selengkapnya dalam
https://www.buzzfeed.com/rossalynwarren/men-are-calling-themselves-meninists-totake-a-stand-against diakses 6 mei pukul 9:39 WIB
[2] Tampilan Bus Transjakarta Khusus Wanita dalam
http://megapolitan.kompas.com/read/2016/04/21/14091871/Tampilan.Bus.Transjakar
ta.Pink.Khusus.Wanita diakses 5 mei 2016 pukul 23:22 WIB
[3] Emansipasi dianggap berbeda dengan feminisme yang dianggap ala Barat.
Emansipasi adalah kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dan feminisme
disamakan dengan pseudo-feminisme yang menginginkan perempuan lebih tinggi
drajatnya dari laki-laki. Emansipasi dengan Feminisme dibeda-bedakan melalui
media budaya populer seperti yang saya temukan dalam website populer konsultasi
percintaan http://kelascinta.com/women/feminisme-emansipasi-setara diakses 6
mei 2016 pukul 9:46 WIB
[4] Kelas menengah muncul di desa-desa tetapi khususnya pada perkotaan. Karena
kelas menengah berasal dari pola konsumsi bukan pola pendapatan dan penentuan
klasifikasi tentang kelas menengah di Indonesia diukur berdasarkan kepemilikan
ponsel dan sepeda motor dalam rumah tangga. lihat Gerry van Klinken, 2016,
Demokrasi, Pasar, dan Kelas Menengah yang Asertif dalam In Search of Middle
Indonesia: Kelas Menengah di Kota-Kota Menengah, Jakarta: KITLV dan Yayasan
Pustaka Obor hlm 1-2
[5] 8 Desainer dan Brand Luar Negeri yang Mengeluarkan Koleksi Hijab Baju
Muslim dalam http://kawankumagz.com/Fashion/8-Desainer-Dan-Brand-Luar-NegeriYang-Mengeluarkan-Koleksi-Hijab-Baju-Muslim diakses 6 mei 2016 pukul 1:25 WIB
[6] 9gag.com adalah situs jokes yang berisi meme atau lelucon bergambar yang
ebrsifat internasional, populer sejak tahun 2009. Menurut dugaan saya, 9gag
mempelopori budaya meme yang populer di Indonesia melalui dunia virtual media

sosial. Budaya meme dari 9gag kemudian berkembang emnjadi situ serupa dengan
cita rasa lokal seperti 1cak.com meme comic indonesia sampai dagelan.co

0 Comments
Perempuan Jawa Sebelum Kartini
5/6/2016
0 Comments
M. Fauzi Sukri
(Koordinator Tadarus Buku di Bilik Literasi Solo)
fauzi_sukri@yahoo.co.id

Judul
Penulis
Penerbit
Cetakan I
Halaman
ISBN

: Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX


: Peter Carey dan Vincent Houben
: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
: Maret, 2016
: xiv + 114
: 978-602-6208-16-3

Pada Agustus 1900, RA Kartini (1879-1904) sebagai salah satu pengamat dan
penulis budaya Jawa terpenting menulis, Kami perempuan Jawa terutama sekali
wajib bersifat menurut dan menyerah. Kami harus seperti tanah liat yang dapat
dibentuk sekehendak hati. Kartini menggunakan pronomina kami: sekian banyak
perempuan Jawa yang dia saksikan, perjuangkan, dan sekaligus menjadi
keprihatinan terbesarnya.
Bagi Kartini, juga pejuang hak emansipasi perempuan berikutnya, semua itu
menjadi pertanyaan penting: Apa sebab wanita sampai dapat dijadikan objek
kesenangan laki-laki, seakan mereka tidak mempunyai pikiran dan pendapat atau
perasaan sendiri? Apa sebab kaum laki-laki sampai menganggap wanita sebagai

sebuah golek, sebuah boneka, barang mati yang boleh diperlakukan semaunya,
seolah-olah wanita itu bukan manusia?
Di sinilah buku kecil Perempuan-perempuan Perkasa di Jawa Abad XVIII-XIX, karya
sejarawan Peter Carey dan Vincent Houben, menjadi penting. Karya karier awal dua
sejarawan kawakan ini mencoba menelusuri kuasa dan pengaruh wanita Jawa
dalam arus politik, pergerakan militer, penjaga tradisi budaya, kepenulisan sastra,
penjunjung agama, pembimbing-pendidik anak-anak (penguasa) Jawa, pemelihara
trah pertalian wangsa, sebagai pengusaha, dan pengendali finansial politik. Semua
ruang publik dan domestik ini menjadi arena kajian penting buku dua sejarawan
tersebut.
Abad ke-18 dan ke-19, atau era sebelum Kartini, biasanya disebut sebagai era
pemerintahan kolonial yang sesungguhnya (high colonial period) yang terbentang
antara Perang Jawa/Diponegoro (1825-1830 M) dan awal pendudukan militer Jepang
(1942-1945). Bagi Carey dan Houben pada awal sebelum Perang Jawa dan masamasa sesudahnya adalah masa yang krusial dalam menelusuri perubahan peran
dan kuasa perempuan Jawa, sebelum begitu terpengaruh kuasa kolonialisme Eropa
yang didominasi lelaki patriarkis sekaligus sebelum kuasa Islam-Jawa patriarkis
begitu dominan.
Di pinggir surat seorang residen Jogja, Marsekal Daendels (1808-1811) menulis
catatan yang penuh sentimen male chauvinist (pemujaan kejantanan): perempuan
tidak punya tempat dalam penghormatan umum, dan terhadap perempuan hanya
ada urusan pribadi! Tokoh veteran Perang Revolusi Prancis dan Perang Napoleon
ini, juga penguasa atau birokrat kolonial Belanda berikutnya, menyadari bahwa
perempuan Jawa sering begitu kuat menentukan arus politik dan budaya dan
dengan sendirinya mengancam hasrat kolonialisme Eropa. Dalam catatan Serah
Terima Jabatan (Memorie van Overgave), meski begitu didominasi kaum lelaki,
terkadang ada catatan tokoh perempuan Jawa yang begitu berpengaruh.
Salah satu tokoh perempuan Jawa yang begitu berpengaruh secara politis militer,
politik keraton, pendidikan anak raja, dan sebagainya adalah Ratu Ageng
Tegalrejo/Raden Ayu Serang (ca. 1732-1803). Dia adalah permaisuri pertama raja
pertama Jogja (Sultan Mangkubumi) yang menjadi komandan pertama Korps
Srikandi kesultanan. Dia memiliki keahlian naik kuda, menggunakan senjata, dan
paham strategi perang. Di usia cukup dewasa, bekas prajurit stri ini pindah ke
Tegalrejo, menjadi pengikut tarekat Sharyah, dan terutama mengangkatmengasuh Pangeran Diponegoro sebagai anak-didik terpentingnya sampai dewasa.
Saat terjadi Perang Jawa, perempuan kesatria sakti dan pertapa ini angkat senjata
memimpin pasukan berkekuatan 500 orang melawan Belanda.
Tentu dua sejarawan itu wajib mengisahkan korps prajurit stri yang terkenal
sebagai pasukan elite. Para perempuan ningrat itu terlatih dan piawai

menggunakan aneka senjata seperti tameng, busur, panah beracun, tombak, tulup,
atau bedil, selain dilatih menari, menyanyi, dan memainkan musik. Dalam buku
hariannya, Jan Greeve (Gubernur Pantai Timur Laut Jawa) mencatat hasil
kunjungannya ke Surakarta (Solo) pada 31 Juli 1788: prajurit perempuan
menembakkan salvo dengan teratur dan tepat sehingga membuat kita kagum
sambil menembakkan senjata tangannya [karben kavaleri] sebanyak tiga kali
dengan sangat tepatdiikuti tembakan senjata kecil [artileri].
Jika selama ini sering terdengar pemberontakan dan kudeta oleh kaum lelaki, Carey
dan Houben mengingatkan akan pentingnya kuasa dan peran Ratu Kedaton dan
Ratu Kencono, dua aktor kunci pemberontakan gagal sang anak, Raden Mas
Muhammad (Pangeran Suryngologo) terhadap Sultan Yogya ketujuh pada 1883 di
Kedu.
Tentu saja peran sentral perempuan (ningrat yang tak mesti berdarah biru) Jawa
adalah sebagai ibu dan sekaligus sebagai pendidik-pengajar, yang cukup sering
memicu perseteruan internal keraton dalam perebutan penobatan putra mahkota.
Peran ini memosisikan perempuan sebagai penjaga wali setia adat Jawa. Selain itu,
banyak perempuan Jawa menguasai tradisi tulis-menulis, seperti Raden Ayu
Purboyoso (ca. 1756-1822) yang terkenal mahir aksara pegon (Jawi gundul) dan
memiliki koleksi versi Jawa karya sastra Islam Arab.
Maka, melalui karya kecil dan penting ini, Carey dan Houben hendak mengingatkan:
priyayi dan perempuan Jawa, setidaknya sampai akhir Perang Jawa, memiliki dan
menikmati kebebasan dan kesempatan bertindak dan mengambil inisiatif pribadi
yang lebih luas daripada saudari perempuan mereka pada akhir abad ke-19, seperti
pada zaman Kartini. Dua sejarawan ini juga hendak merevisi citra Raden Ayu di Jawa
sebagai boneka yang tersenyum simpul dan meniadakan diri sendiri...perempuan
elok namun kepalanya kosong, seperti yang tersebar dalam banyak literatur
(sastra) kolonial Belanda.
Memang, kajian yang dilakukan dua sejarawan ini masih tahap pengantar ringkas
tapi cukup luas, sebagaimana diakui keduanya. Setidaknya, mereka berhasil
menyimpulkan bahwa memudarnya kuasa perempuan model matriarki gaya
Polinesia sedikit banyak dipengaruhi oleh Islam dan terutama kolonialisme Eropa
khususnya Belanda yang tak menghendaki kuasa besar perempuan termasuk
ambisi Raden Ayu Sekar Kedaton menjadi raja Jawa. Yang jelas, perempuan Jawa
pra-Kartini, seperti terpapar dalam lembar buku ini, jauh lebih berkuasa dan
perkasa.
0 Comments
Menguak Budaya Patriarki Lewat Novel Perempuan di Titik Nol
26/5/2016

2 Comments
Rini Mardika
(Anggota Aksi Perempuan Indonesia [API] Kartini)
rinimardika@yahoo.com

obor.or.id
Judul buku
Pengarang
Penerbit
Tahun Terbit

: Perempuan di Titik Nol


: Nawal El Sadaawi
: Yayasan Obor Indonesia
: 2002

Betapapun juga suksesnya seorang pelacur, dia tidak pernah dapat mengenal
semua lelaki. Akan tetapi semua lelaki yang saya kenal, tiap orang di antara mereka
telah mengobarkan dalam diri saya hanya satu hasrat saja; untuk mengangkat
tangan saya dan menghantamkannya ke muka mereka. (Nawal El Saadawi 2002, h.
149)
Kutipan diatas merupakan sepenggal dialog yang terdapat pada novel Perempuan
di Titik Nol yang ditulis Nawal El Saadawi. Novel ini mengisahkan sisi gelap yang
dihadapi perempuan-perempuan Mesir di tengah kebudayaan Arab yang kental
dengan nilai-nilai patriarki. Ketika perempuan masih mengalami ketimpangan hak
dan tidak tidak pernah mendapatkan hak yang sama seperti yang didapatkan lakilaki. Seperti halnya bangsa Arab, budaya patriarki menjadi salah satu dasar
perdebatan akan kedudukan perempuan dalam masyarakat dan masih menuai
konflik. Mengenai hak-hak perempuan yang kurang terjamin, kebebasan dalam
dunia politik, serta kungkungan hierarkis suami membuat perempuan terbelakang
dalam segala kesempatan, mengalami diskriminasi, kekerasan, serta kemiskinan.
Negeri Arab yang dikenal dengan kondisi perempuan yang amat terbelakang
menghadirkan sejuta cerita mengenai perempuan korban budaya patriarki. Nawal El
Saadawi seorang doktor berkebangsaan Mesir menghadirkan sebuah novel yang
menunjukkan perjuangan perempuan Mesir untuk merebut kedudukan dan hak-hak
yang sama dan untuk mendapatkan perubahan nilai dan sikap laki-laki Mesir
terhadap perempuan yang sepenuhnya belum tercapai. Lewat tokoh Firdaus, Nawal
menguak sebuah alur cerita yang sangat pedas, keras, dan berani yang
mengandung jeritan pedih, protes terhadap perlakuan tidak adil terhadap
perempuan yang diderita, dirasakan, dan dilihat oleh perempuan itu sendiri.

Perempuan di Titik Nol merupakan novel yang menghadirkan figur perempuan yang
mengalami ketidakadilan dalam budaya patriarki. Ia adalah seorang perempuan
yang diciptakan oleh masyarakat yang sangat laki-laki menjadi makhluk kelas
kedua yang berarti inferior.
Firdaus: Identitas Perempuan yang Dinomorduakan
Jika salah satu anak perempuan mati, ayah akan menyantap makan malamnya, Ibu
akan membasuh kakinya, dan kemudian ia akan pergi tidur, seperti itu ia lakukan
setiap malam. Apabila yang mati itu seorang anak laki-laki, ia akan memukul ibu
kemudian makan malam dan merebahkan diri untuk tidur. (Nawal El Saadawi 2002,
h. 26)
Hidup di tengah-tengah keluarga patriarkat sudah dirasakan oleh Firdaus sejak kecil.
Hidup di tengah keluarga miskin, tak jarang Firdaus merasakan dan melihat seorang
ayah diperlakukan seperti seorang raja oleh istri dan anak-anaknya. Seorang lakilaki (ayah) diperlakukan sebagai individu nomor satu di antara individu-individu
lainnya. Relasi ini menunjukkan ketidaksetaraan di dalam sebuah keluarga, bahwa
di posisi inipun perempuan mengalami dampak budaya patriarki. Begitu juga dalam
lingkungan sosial, tokoh Firdaus kerap mengalami ketidakadilan sosial karena ia
seorang perempuan. Saat Firdaus memasuki masa remaja, ia ingin sekali belajar di
Kairo mengikuti jejak pamannya. Namun, ia tidak diperbolehkan belajar di sana
karena dia adalah seorang perempuan.
Apa yang akan kau perbuat di Kairo, Firdaus?
Lalu saya menjawab: saya ingin ke El Azhar dan belajar seperti paman.
Kemudian paman tertawa dan menjelaskan bahwa El Azhar hanya untuk
kaum pria saja.
El Azhar merupakan suatu dunia yang mengagumkan dan hanya dihuni oleh
laki-laki saja, dan paman merupakan
salah seorang dari mereka. Dan dia
adalah seorang laki-laki. (Nawal El Saadawi 2002, h. 22 dan 30)
Dalam budaya patriarki seorang perempuan dianggap sebagai makhluk nomor dua
atau yang disebut liyan oleh Simone De Beauvoir. Konstruksi masyarakat yang
menganggap bahwa wilayah perempuan adalah pada arena domestik menciptakan
suatu hubungan yang terdominasi dan tersubordinasi, hubungan antara perempuan
dan laki-laki bersifat hierarkis, yakni laki-laki berada pada kedudukan yang dominan
sedangkan perempuan subordinat (laki-laki menentukan, perempuan ditentukan).
Akibat adanya ketimpangan relasi ini tak jarang perempuan dibatasi ruang
geraknya antara privat dan publik. Privat bermuara pada wilayah rumah tangga
yang stereotipnya diperuntukan bagi perempuan, kemudian wilayah publik seperti
lapangan pekerjaan dan negara diperuntukkan bagi laki-laki. Budaya patriarki juga
yang membuat perempuan inferior lantaran tubuhnya. Keadaan inilah yang
membuat perempuan mengalami diskriminasi dalam segala hal baik ekonomi,
politik maupun sosial. Dalam esainya yang berjudul Inti Problematika Perempuan

Mesirdalam Pergolakan Pemikiran dan Politik Perempuan (2007), Nawal pernah


mengemukakan bahwa mayoritas kaum laki-laki dari Partai Sosialis Arab
menganggap bahwa menghimpun kekuatan politik kaum perempuan adalah
pemikiran yang salah dan dianggap sebuah usaha untuk memecah belah barisan
persatuan kaum laki-laki dan perempuan. Ini juga dianggap usaha mengalihkan
perjuangan dari tujuan pokoknya, baik dalam bidang politik maupun ekonomi,
sehingga menjadi perseteruan antara kaum laki-laki dan perempuan.
Relasi Patriarki terhadap Tubuh Perempuan
Dalam budaya patriarki, sisi laki-laki yang sangat dominan menciptakan identitas
perempuan menjadi makhluk kelas dua. Akibat budaya patriarki ini sejak kecil
Firdaus kerapa kali mengalami tindak kekerasan dan sewenang-wenang dari lakilaki. Ayah Firdaus adalah sosok yang ditakuti dalam keluarganya. Sebagaimana
dalam budaya patriarki, ayah mempunyai peranan dominan dalam keluarga. Tak
jarang Firdaus mendapatkan kekerasan dari ayahnya yang membiarkannya lapar
dan membasuh kaki ayahnya apabila sedang kedinginan. Ayahnya pula yang
menciptakan identitas Firdaus sebagai pelayan rumah tangga pengganti ibunya.
Pelecehan seksual kerap kali didapatkan oleh Firdaus dari pamannya sejak kecil.
Saya melihat tangan paman saya bergerak-gerak dibalik buku yang sedang Ia baca
menyentuh kaki saya. Saat berikutnya saya merasakan tangan itu menjelajahi paha
saya.(Nawal El Saadawi 2002, h. 20). Perlakuan inilah yang nantinya membentuk
identitas Firdaus menjadi perempuan lacur. Ketika Firdaus memasuki usia remaja, ia
dinikahkan oleh pamannya kepada seorang laki-laki bernama Syekh Mahmoud
seorang laki-laki tua yang berperangai kasar dan kikir. Firdaus ditukar dengan
mahar yang sangat mahal. Dalam rumah tangganya tidak jarang Firdaus
mendapatkan perlakuan kasar dari suaminya karena dia adalah seorang istri dan
seorang perempuan. Pada suatu peristiwa ia memukul badan saya dengan
sepatunya. Muka dan badan saya menjadi bengkak dan memar. Lalu saya pergi dari
rumah dan pergi ke rumah paman.(Nawal El Saadawi 2002, h. 63)
Identitas Firdaus sebagai seorang perempuan yang dianggap sebagai makhluk kelas
dua membuat Firdaus pasrah menerima perlakuan kekerasan dari suaminya. Di
tengah-tengah budaya patriarki kejadian tersebut dianggap lumrah, ketika seorang
suami memukul istri. Bahkan pamannya berkata bahwa ia juga sering memukul
istrinya. Kewajiban seorang istri ialah kepatuhan yang sempurna. Pengalaman demi
pengalaman yang dialami oleh Firdaus sejak kecil memberikan pelajaran kepada
Firdaus bahwa identitasnya sebagai seorang perempuan hanyalah dijadikan sebagai
objek yang dapat ditindas dan diperlakukan sewenang-wenang. perlakuan
sewenang-wenang yang diterima Firdaus mengajarkan bahwa ia juga pantas
menerima sebuah kebebasan, tanpa kontrol dan siksaan dari laki-laki. Dalam
kondisinya yang miskin Firdaus lebih memilih menjalani profesinya sebagai pelacur.
Dalam mencapai kesusksesan menjadi pelacur yang bebas tersebut, Firdaus sampai

pada permenungan bahwa peran laki-laki dalam budaya patriarki mempunyai peran
besar membentuk tubuhnya menjadi pelacur. Saya tahu bahwa profesi saya
diciptakan oleh seorang laki-laki. Karena saya seorang yang cerdas, saya lebih
menyukai menjadi seorang pelacur yang bebas daripada menjadi seorang istri yang
diperbudak. (Nawal El Saadawi 2002, h. 133)
Diskriminasi Perempuan dalam Aspek Sosial, Ekonomi, dan Politik
Masih segar dalam ingatan kita beberapa waktu lalu berbagai negara dibelahan
bumi mengadakan demonstrasi besar-besaran melawan kekerasan terhadap
perempuan atau yang dikenal dengan istilah femicide. Di Indonesia sendiri angka
kekerasan terhadap perempuan meningkat drastis, menurut Catatan Akhir Tahun
2014 Komisi Nasional Anti kekerasan terhadap Perempuan terdapat 293.220 kasus
kekerasan terhadap perempuan sepanjang tahun 2014. Tidak hanya sampai di situ,
berbagai Perda diskriminatif kemudian muncul mengatur tubuh perempuan,
misalnya larangan beraktivitas malam bagi perempuan oleh pemerintah kota Banda
Aceh, Provinsi Aceh.
Berbagai bentuk penindasan pun kerap kali diberitakan dialami oleh perempuan.
Penindasan tersebut dapat dialami dengan berbagai bentuk, mulai dari kekerasan
dalam rumah tangga, pemerkosaan, serta pemecatan di tempat kerja. Tidak jarang
pula kita sering disuguhi dengan berita diskriminasi lainnya, seperti anggapan
tentang baik tidaknya tubuh perempuan, larangan bagi perempuan beraktivitas
malam, larangan bagi perempuan memakai celana, serta peraturan-peraturan
diskriminatif lainnya.
Tindak diskriminatif dalam bidang pekerjaan sangat terlihat. Nilai patriarkal yang
menganggap bahwa tempat perempuan adalah di rumah dimanfaatkan oleh
sejumlah perusahaan dengan menjadikan perempuan sebagai tenaga kerja
tambahan yang dapat digaji dengan murah, tanpa jaminan sosial dan hak-hak kerja
lainnya. Begitu juga dalam bidang politik, budaya patriarkis mengonstruksikan
bahwa yang berhak memerintah adalah seorang laki-laki. Budaya patriarkis
menciptakan suatu mitos bahwa ruang perempuan adalah mengurus rumah tangga
(domestik) sedangkan wilayah publik atau politik dianggap sebagai ruang bagi lakilaki. Tidak heran jika sampai saat ini jumlah perempuan dalam jabatan publik masih
sangat minim.
Dalam budaya patriarki identitas perempuan diidentikkan dengan sifat lemah
lembut dan membutuhkan perlindungan untuk membuatnya semakin lemah dan
mudah didominasi. Mitos yang diciptakan tentang perempuan dalam budaya
patriarki menghalangi perempuan untuk mengembangkan kekuatan serta potensi
yang ada pada tubuhnya dan bukan untuk membuatnya kuat serta mampu
bertahan dan berkreasi dalam menghadapi ketidakpastian hidup. Di dalam budaya
patriarki kelemahan tubuh perempuan dijadikan sebagai kelemahan absolut sebagai
jenis kelamin kedua.

2 Comments
Melucuti Seksualitas Perempuan dalam Betina
20/5/2016
0 Comments
Jonathan Manullang
(Kurator Film)
jona.jive@gmail.com
&
Yulaika Ramadhani
(Bergiat di Community for Interfaith and Intercultural Dialogue Indonesia)
yulaikaramadhani@gmail.com

Ideologi Orde Baru menuntut perempuan Indonesia untuk selalu memberi dukungan
total bagi sang suami dari balik layar, dan seringkali tanpa kebebasan yang cukup
guna mengekspresikan pribadinya sendiri. Lebih lanjut, ideologi tersebut
mengurung perempuan secara harfiahruang geraknya terbatas di area sekitar
rumah yang diwakili slogan populer dapur, sumur, kasur. Keterbatasan
perempuan ini turut tertuang dalam khasanah sinema nasional secara umum pada
masa itu. Setelah OrdeBaru runtuh dan sinema nasional kembali menggeliat,
muncul sebuah fenomena anyar terkait cara bertutur sinematik yang berusaha
melepaskan diri dari konstruksi ideologi tersebut. Salah satu contoh menonjol
fenomena ini adalah keberanian sineas mengeksplorasi tema seksualitas
perempuan. Rhavi Bharwani memaparkan kepasrahan seorang sinden terhadap
tradisi berbau seksualitas di sebuahkampung dalam ImpianKemarau. Nia Dinata
mengamati relasi lesbian di Berbagi Suami. DjenarMaesa Ayu mengisahkan relasi
antara seorang perempuan korban kekerasan seksual dengan laki-laki yang sudah
berkeluarga melalui Mereka Bilang, Saya Monyet. Di ranah film pendek kita
mendapati Edwin yang menampilkan kesadaran naluriah seorang perempuan

tentang kapan dan bagaimana dirinya tengah diperhatikan oleh laki-laki lewat A
Very Boring Conversation. Yang masih segar dalam ingatan tentu saja About A
Woman, film arahan Teddy Soeriaatmadja yang berfokus pada gejolak hasrat
seorang janda paruh baya terhadap anak laki-laki remaja.
Lola Amaria ikut meramaikan keragaman penggarapan tema seksualitas perempuan
melalui debut penyutradaraannya bertajuk Betina.Namun pilihan yang ia ambil
sungguh unik: menghadapkan seksualitas perempuansecara konvensional
disepakati sebagai proses awal kelahirandengan antitesisnya: kematian. Sebuah
kombinasi paradoks yang sejatinya masih jarang dilirik oleh film-film Indonesia. Lola
bermain dengan banyak sekali atribut simbolik dalam debutnya ini. Atribut-atribut
ini dapat kita temukan dalam relasi sosial dan pemaknaan kematian yang
senantiasa berkelindan dengan bahasan seksualitas Betina, sang karakter utama.
Oleh karena itu, cara terbaik untuk menjelaskan kedalaman dimensi Betina adalah
dengan mendedah dan melucuti atribut-atribut simbolik di sepanjang film.
Terdapat dua macam relasi sosial dalam film, yaitu relasi protagonis dengan
keluarga dan protagonis dengan masyarakat. Relasi keluarga tercermin dari
hubungan Betina dengan ibunya yang tidak dekat alias berjarak secara emosional.
Depresi berkepanjangan sang ibu membuat proses tumbuh besar Betina serba
kekurangan kasih sayang. Konsekuensinya, sang anak mencari pemenuhan dari halhal lain, seperti menghabiskan banyak waktu bersama sapi peliharaannya. Pada
bagian klimaks malah terlihat sekali pembuat film meniatkan posisi ibu dan anak
sebagai sebuah antagonisme. Hal ini menyepakati nilai-nilai yang mengarahkan
seorang anak yang ingin melepaskan diri dari otoritas maternal [1]. Keberjarakan
dengan sang ibu tersebut hadir guna menonjolkan identitas sang anak sebagai
subjek yang berhak atas orientasi seksualnya sendiri. Teori tersebut mengamini
pernyataan Chodorow [2] bahwa anak perempuan lantas memasrahkan dirinya
pada hukum yang tunduk pada ayah, pada anak laki-laki, lalu mencari pengganti
ayah seraya sesekali menengok ke belakang demi meyakinkan keterpisahannya
dari ibu.
Di sisi lain, kedua tokoh ini memiliki kesamaan pula, yakni dalam hal keabsenan
figur laki-laki. Seorang perempuan kehilangan suami dan seorang anak perempuan
tumbuh tanpa kasih sayang ayah. Dari sini, Lola menggiring penonton kepada jenis
keabsenan lain: fungsi seksual suami istri. Konsekuensi paling mencolok dari
keabsenan terakhir jelas berupa lahirnya fantasi-fantasi seksual dari kedua belah
pihak. Sembari film berjalan, Lola kemudian tampak berkonsentrasi membawa
penonton menilik seksualitas perempuan secara khusus dalam dimensi psikososial.
Dimensi ini meliputi faktor-faktor psikis (emosi, pandangan, dan kepribadian) yang
berkolaborasi dengan faktor sosial, yakni tentang bagaimana manusia berinteraksi
dengan lingkungannya secara seksual [3]. Dimensi ini hadir secara gamblang
melalui interaksi Betina dengan para tokoh laki-laki di sekelilingnya. Secara khusus,
antusiasme dan kerinduan protagonis kepada sosok pemimpin prosesi pemakaman

menjadi paradoks bagi berbagai gestur penuh hasrat dari hampir seluruh tokoh lakilaki atas tubuhnya.
Betina selalu senang mendengar berita kematian. Ia kerap tampil bersemangat dan
kegirangan menyambut kabar duka apapun. Ia sadar bahwa kematian adalah satusatunya jalan guna bersua dengan pemimpin prosesi pemakaman yang diam-diam
ia sukai. Melalui peristiwa kematian pula kita dapat menyaksikan perwujudan sisi
emosional karakter Betina. Di titik ini, Lola tampak sengaja melawan stigma
perempuan yang sering dinilai pasif dan tidak responsif, meski tetap menempatkan
laki-laki selaku agresor seksual. Bukti penempatan laki-laki selaku agresor
bertebaran sepanjang film. Bandar susu yang melecehkan Betina di bagian
pembuka, pemilik peternakan sapi yang mencoba memerkosanya, serta
kecenderungan seksual Luta terhadap tubuh Betina. Contoh-contoh ini menegaskan
metafora bagi kondisi di dunia nyata: kaum laki-laki masih amat digdaya dalam
konteks penguasaan tubuh lawan jenis. Lebih jauh, adegan-adegan tersebut
agaknya ingin menyindir bahwa seks tidak semata-mata mengemban fungsi
reproduksi, tetapi juga rekreasi. Yang menarik, Lola kemudian memukul balik unsurunsur maskulin tersebut. Tidak tanggung-tanggung, ia membunuh' semua laki-laki
yang berniat menguasai tubuh Betina.
Pembunuhan terhadap semua karakter laki-laki selaku agresor seksual sekaligus
melenyapkan pembahasan tentang relasi kuasa. Konsekuensinya, kita tidak
menemukan satupun laki-laki pemegang kuasa atas tubuh perempuan di lingkup
keluarga bahkan level masyarakat. Sebagian dimatikan sementara sebagian lagi
sempat berusaha menasbihkan kendali atas tubuh Betina walau berakhir dengan
kegagalan. Frederich Engels dalam The Origin of the Family, Private Poperty and
State merumuskan bahwa pembatasan peran perempuan dimulai dari kepemilikan
pribadi. Sejak lahir ia telah disosialisasikan sebagai milik laki-laki, sebelum menikah
ia bergantung dan menjadi milik sang ayah, sedangkan ketika menikah ia menjadi
milik suami [4]. Mengacu pada hal itu, keabsenan sosok suami, ayah, dan pasangan
laki-laki di film ini seakan memberi gambaran yang lebih luas tentang posisi dan
peran perempuan yang bebas dari kuasa laki-laki.
Kelangkaan laki-laki juga menghasilkan suatu kondisi dimana perempuan menjadi
pihak superior, baik secara populasi maupun politis. Di sini pembuat film seakan
ingin menyuguhkan situasi utopis yang bersih dari gangguan libido laki-laki. Namun
di sisi lainkelangkaan laki-laki justru mengganggu proses alami seksualitas seorang
perempuan, sehingga tarik ulur kekuasaanpun masih terjadi, ditandai oleh
kecemburuan Betina terhadap sang ibu pasca berduaan bersama pemimpin prosesi
pemakaman. Kecemburuan tersebut sedemikian kuat memengaruhi pribadi Betina
sampai mampu mendorongnya untuk membunuh ibunya sendiri. Tak pelak,
pembunuhan ini meresmikan Betina sebagai pemegang kuasa mutlak atas
bermacam keadaan yang mungkin terjadi selanjutnya.

Windu Jusuf pernah menyebutkan, motif kematian pada film umumnya berperan
sebagai semacam vanishing mediator [5]. Karakter-karakter dalam cerita pasca
kematian dibawa menuju situasi baru. Posisi kematian sebatas menunjukkan
perubahan pola-pola relasi. Melalui Betina, Lola Amaria melampaui premis tersebut.
Ia menasbihkan kematian sebagai agen ganda: pengubah pola-pola relasi sekaligus
juga pintu masuk pembahasan seksualitas. Kematian sebagai pengubah pola relasi
tercermin lewat dua peristiwa: kematian Luta dan kematian ibu Betina. Pemakaman
Luta menjadi ajang pertemuan ibu Betina dengan sang pemimpin prosesi
pemakaman. Bila kita cermat memerhatikan prosesi pemakaman dalam film,
penonton mampu mendeduksi sebuah informasi anyar mengenai tugas lain
pemimpin prosesi pemakaman. Tugas khusus ini ia jalankan di lokasi spesifik yang
tersembunyi serta jauh dari pengamatan publik: rumah pribadinya yang terletak di
tengah-tengah area pemakaman. Di sana, ia menghibur para janda atau kerabat
perempuan yang ditinggal oleh almarhum sanak saudaranya segera setelah prosesi
pemakaman usai.
Di titik ini, fungsi rekreasi seks berkembang sedemikian rupa. Ia menjadi sebentuk
upaya menenangkan gejolak emosional yang muncul akibat duka mendalam.
Semacam terapi bagi jiwa yang tengah kehilangan. Hal menarik berikutnya yang
patut kita telaah adalah ritual 'penghiburan' melalui seks tersebut. Pemimpin
prosesi pemakaman menghidangkan sejenis jamur sembari merapal mantra. Ibu
Betina memakan jamur itu sambil mengulangi mantra yang sama sampai akhirnya
ia jatuh tertidur. Menurut keterangan tekstual di awal film, jamur ini berjenis
Psilocybe atau jamur tahi sapi. Jamur tersebut berpotensi menimbulkan halusinasi
berkelanjutan bahkan sampai mengakibatkan kematian. Berhenti pada fungsi
halusinogen jamur, penonton dibiarkan memeriksa ulang pernyataan awal mereka
perkara penghiburan. Hubungan seks antara pemimpin prosesi pemakaman dan ibu
Betina di layar bisa jadi punya dua kemungkinan. Hubungan seks itu berada pada
alam bawah sadar tapi bisa juga berada pada alam sadar. Kemungkinan pertama
menegaskan fantasi ibu Betina selaku janda yang kehilangan figur laki-laki dalam
kehidupan seksual, sedangkan kemungkinan kedua sungguh menjadi bentuk
kenakalan pembuat film menggambarkan seksualitas perempuan. Sebagaimana
fungsi halusinogen jamur pada umumnya, Psilocybe juga memiliki efek samping
berupa kecenderungan adiktif. Ibu Betinapun kembali ke rumah sebagai seorang
pecandu, dan sialnya, ia harus berhadapan dengan sang putri yang kadung
cemburu.
Adegan makan malam sesaat sebelum pembunuhan terjadi adalah bukti gamblang
betapa akutnya level kecanduan si ibu sehingga ia mulai mengeluarkan responsrespons spontan yang sangat mengganggu. Sementara bagi Betina, responsrespons absurd ini dengan cepat terakumulasi bersama rasa benci yang terlanjur
mengakar dalam hatinya. Akumulasi itu menghasilkan sebuah gagasan brutal yang
kelak mengkhianati sosoknya sebagai anak. Kematian sang ibu memang berhasil
mengantarkan Betina pada 'kedudukanterhormat' dalam prosesi pemakaman. Ia

akhirnya mendapat keistimewaan guna dihibur secara eksklusif oleh sang pemimpin
prosesimeskipun berakhir pada kekecewaan lain: sebuah kematian pamungkas
yang begitu sinis walau sesungguhnya berniat memproteksi seksualitas dan
eksistensi Betina.
Segala pengalaman dan perlakuan seksual yang dialami Betina jelas mencerminkan
realitas sosial kita saat ini. Model patriarki masyarakat kita menunjukkan bahwa
perempuan wajib tunduk pada laki-laki, terkekang ketika hendak menentukan jalan
hidup pribadi, serta tabu mengekspresikan seksualitas di muka publik. Yang lebih
parah, perempuan masih sebatas objek gairah. Ia senantiasa harus waspada
menghadapi penggerayangan tiada henti, seringkali dari berbagai sisi. Dari segi
struktur, Lola terhitung cermat memanfaatkan setiap elemen di filmnya. Pemilihan
jamur tahi sapi sebagai medium fantasi (maupun alat membunuh)selaras dengan
latar belakang karakter utama selaku pemerah susu sapi. Kemudian pada bagian
penutup, setelah Betina sadar bahwa semesta tak pernah berkonspirasi
mewujudkan keinginan terdalamnya, sang sutradara menggambarkan
keputusasaan protagonis lewat satu shot yang amat ciamik berlatar kandang sapi.
Menilik lebih jauh, adegan-adegan erotis di kandang sapi pula yang ia gunakan
untuk menyatakan bahwa dalam hal seksualitas, manusia tak ada bedanya dari
binatang. Seperti judul film saja yang luar biasa sarkas itu: Betina.
Ah, Lola bisa saja!
Referensi
[1] Barbara Creed, The Monstrous Feminine: Films, Feminisme, and Psychoanalysis
(London: Routledge, 1993)
[2] Nancy Chodorow, dalam Rosemary Putnam Tong, Feminist Though: A More
Comprehensive Introduction (St. Leonards NSW: Allen and Unwin, 1998]
[3] Made Oka Negara. 2005. Mengurai Persoalan Kehidupan Seksual dan Reproduksi
Perempuan. Dalam Jurnal Perempuan Vol 41.
[4] Frederich Engels. 1884. The Origin of the Family, Private Poperty and State.
Zurich: Marx/Engels Selected Works. Bisa diunduh di sini
https://www.marxists.org/archive/marx/works/download/pdf/origin_family.pdf
[5] Windu Jusuf. 2011. Enter the Void: Kematian yang semakin Akrab. Diakses di
http://cinemapoetica.com/enter-the-void-kematian-yang-semakin-akrab/pada
tanggal 29 Februari 2016

0 Comments
Gerwani dalam Novel The Crocodile Hole Karya Saskia E. Wieringa
27/4/2016
0 Comments

Unsiyah Siti Marhamah


(Mahasiswa Islam dan Kajian Gender, Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga)
unsiyahsmarhamarh@gmail.com

Dok. Pribadi
Kejadian 65 sepertinya tak lekang oleh waktu untuk dibahas kembali baik dalam
tataran akademis maupun sebagai cerita dalam wacana keseharian, termasuk novel
dengan tema 65. Peristiwa 65 sungguh tragis, memakan jutaan orang, perlu
dicatat mereka mempunyai nama. Sejarah yang menjadikan hitam dan putih bagi
sebagian kalangan namun sangat meninggalkan luka pahit dan kesunyian bagi
korban, keluarga korban dan bagi mereka yang menjunjung tinggi human rights.
Saskia Melalui Novel The Crocodile Hole berusaha mengungkap kebenaran tragedi
1965 yang telah membuat perhatian dunia internasional sehingga muncul
International Peoples Tribunal (IPT) 1965. Dengan berbagai macam usaha akhirnya
IPT 1965 telah mencapai puncaknya setelah setengah abad kejadian messacre ini
berlalu.
Penokohan pada novel ini berangkat dari cerita tentang identitas Tommy yang
datang dari Belanda dan motif keberadaanya di Indonesia. Tommy adalah seorang
narrator, investigator, sekaligus protagonis, meskipun disini ia bukan superior. Di
tahun 1980, Tommy datang ke Indonesia untuk melakukan sebuah penelitian,
tujuannya adalah untuk menulis beberapa artikel terkait sejarah di Indonesia
terkhusus kasus 1965. Dalam perjalanan penelitiannya, ia banyak menemukan
fakta-fakta yang ganjil dimana sejarah yang diketahui khalayak umum pada masa
itu justru sama sekali bertentangan dengan apa yang diperolehnya dalam
penelitian, terlebih menyoal Gerwani.
Tommy adalah seorang peneliti yang mempunyai ambisi kuat untuk mengetahui
bagaimana Gerwani apakah terlibat atau tidak dalam peristiwa 65. Melalui bantuan
beberapa orang Indonesia yang menemaninya saat berada di Indonesia,
diantaranya Tante Sri, dia melakukan investigasi tentang peristiwa genosida
terburuk pada masa itu dan perihal informasi atau stigma terhadap Gerwani. Tante
Sri banyak menceritakan sejarah yang (di)rahasia(kan) di tahun yang disebut
sebagai penindasan ideologi dan fantasi seksual, melalui informasi yang didapat

dari orang-orang yang benar-benar mengalami masa kelam itu, sebut saja Galeng di
penjara pada tahun 1965. Sempat beberapa tahun di penjara laki-laki sebelum
akhirnya dipindahkan ke Pulau Buru. Pulau Buru adalah tentang kelaparan dan
penyiksaan yang tak tertahankan.
Tante Sri sempat ditangkap kemudian selama beberapa tahun ia mendapat pukulan
dan hajaran. Tante Sri dan Galeng, mereka berdua adalah orang-orang yang
membela Soekarno, yang ketika itu Soekarno masih menjadi presiden secara resmi.
Mereka mencetak dan mendistribusikan pamflet yang berisi pembelaan terhadap
orang-orang yang benar, hingga suatu ketika Soekarno direhabilitasi. Komisi Tante
Sri berharap pembunuhan dan penyiksaan akan segera terhenti, dan akan terjadi
gencatan, sehingga kehidupan akan berjalan kembali normal. Bukankah Soekarno
selalu melindungi mereka? sayangnya, bintang itu telah pudar. Kisah-kisah di
penjara-penjara telah diceritakan kepada Tommy. Galeng dan Tante Sri menyatakan
kepadanya fakta-fakta secara singkat dengan kalimat yang ringan (Wieringa, 2015).
Diceritakan juga mengenai kejadian-kejadian di dalam penjara yang horor melebihi
rumah hantu. Mereka telah mencium bau yang sama, yaitu bau busuk yang
mengerikan, mendengar bunyian kunci dan bergaung suara hentakan boots prajurit.
Di tahun 1980, Tommy mencium kekejaman yang terjadi pada 15 tahun yang lalu.
Tommy menghirup bau busuk dari pipa pembuangan air kotor di kamar mandinya.
Lalu, membawanya pada lubang kecil di lantai dimana ia biasa menyelesaikan
urusan-urusannya. Seperti ada aroma besi yang baunya menyengat? Membuat
pingsan? Bekas lumuran darah di lantai? Luka bernanah?
Ada yang menarik dari novel Saskia, ialah fakta yang disampaikan melalui karya
sastra. Hal tersebut bisa dibuktikan melalui beberapa buku diantaranya Plantungan:
Pembuangan Tapol Perempuan. Sumiyarsari menuliskan Suasana penjara yang
berada di Plantungan mengisahkan bagaimana para Tapol mereka telah kehilangan
hak-hak asasinya, kemudian mendapatkan perlakuan yang tidak senonoh, belum
lagi mengalami pelecehan seksual. Apa yang dilakukan oleh para penjaga Tapol
sungguh amoral, namun menutup-nutupinya dengan meningkatkan programprogram keagamaan yang ada di sel tahanan agar terlihat menjunjung tinggi moral
(Sumiyarsi, 2010,:117).
Selanjutnya, isi dari novel The Crocodile Hole menyoal pada masa orde baru, telah
ditemukan organisasi perempuan sudah tidak sekuat organisasi senior mereka yaitu
Gerwani. Seolah, organisasi perempuan yang ada telah dibatasi ruang geraknya,
tidak lagi kritis dengan masalah-masalah politik, mereka cenderung dikotakkan
dalam lingkup domestik semisal mendatangi pesta suami-suami mereka yang kala
itu sebagai pejabat negara, kemudian perkumpulan ibu-ibu PKK dan arisan.
Kesemuanya itu bagi Tommy sangat aneh, karena Gerwani yang dikenal sebagai
organisasi perempuan yang diakui kuat secara internasional mengalami
kemunduran dan kehilangan eksistensinya. Asumsi Tommy atas kejadian ini semua

aialah adanya pengendalian organisasi perempuan oleh kekuasaan orde baru.


Selain tentang Gerwani, novel ini juga menceritakan bagaimana ketidakterlibatan
Gerwani dengan PKI. Meskipun anggota Gerwani adalah keluarga komunis, namun
bukan menjadi alasan yang pasti bahwa anggota Gerwani juga PKI. Memang ada
kecocokan antara ideologi Gerwani dan PKI, yaitu sama-sama memperjuangkan
sosialisme. Artinya, menganggap bahwa perempuan bisa ke luar dari ranah
domestiknya kemudian untuk mengekspresikan keinginan perempuan seperti
misalnya masuk dalam anggota legislatif. Ketika itu beberapa pimpinan Gerwani
menjadi anggota DPR, tujuan mereka adalah untuk menyuarakan hak-hak
perempuan. Dalam perjalanannya Gerwani ikut bagian dalam perjuangan politik PKI.
Pada tahun 1961, hubungan antara Gerwani dan PKI dinyatakan secara terbuka
hingga akhirnya salah seorang tokoh feminis pendiri Gerwis, yaitu S.K. Trimurti
mengundurkan diri, karena diangkatnya tema-tema sosialis dan komunis (Hikmah,
2007:173), Sedangkan dalam novel The Crocodile Hole Tante Sri diceritakan sebagai
salah satu informan Tommy yang selalu memberikan informasi atas apa yang dia
butuhkan terkait Gerwani.
Banyak anggapan bahwa Gerwani dituduh sebagai anggota PKI, namun faktanya
sampai dengan dinyatakan organisasi terlarang, Gerwani masih belum secara resmi
menjadi bagian dari organisasi perempuan PKI yang legal. Meskipun, sudah ada
perencanaan untuk bergabung ketika terselengggara konferensi persiapan kongres
V Desember 1965 (Hikmah, 2007:173). Hal senada juga dituliskan oleh Saskia
bahwa meskipun kedekatan hubungan antara anggota Gerwani dan PKI, kemudian
apa yang diusung oleh PKI sesuai dengan garis ideologi Gerwani, namun secara
resmi Gerwani tidak pernah berafiliasi dengan PKI (Saskia, 1998.:23). Jadi bisa
dikatakan secara ringkas bahwa hubungan Gerwani dan PKI adalah hubungan yang
mendua dan rumit.
Sedangkan keterlibatan Gerwani dalam peristiwa 65, berdasarkan kisah hidup
Sulami, beliau mengatakan Pada bulan September tahun 1965 itu, DPP masih
sempat bersidang tiga kali. Sama sekali tak pernah membicarakan terjadinya G30S.
Dengan demikian, tidak juga ada surat instruksi apapun ke daerah, misalnya
instruksi mengikuti latihan sukawati untuk ikut serta dalam gerakan itu. Jadi,
organisasi kami tak ada sangkut pautnya dengan G30S. Semua kegiatan waktu itu
tertuju pada persiapan kongres. Pada tanggal 1 Oktober 1965 itu pun sepi, tidak
ada orang lain kecuali saya bersama seorang aktivis bagian terjemahan dan dua
orang supir, seorang pegawai Poliklinik Anak Melati milik DPP Gerwani, memang
di hari-hari biasa kesibukan luar biasa karena panitia kongres ada disitu. Kami tahu
kejadian itu pada jam enam, oleh salah seorang wakil DPP yang datang secara
mengejutkan memberitahukan bahwa dini hari tadi telah terjadi penculikan dan
pembunuhan atas beberapa anggota Dewan jenderal di lubang buaya, tempat
latihan para sukawan pertahanan rakyat (Sulami, 1999: 2-3).

Novel ini juga mengangkat tema seksualitas, dimana Tommy yang telah banyak
diceritakan diatas, mempunyai hubungan asmara dengan seorang perempuan
bernama Dede. Hubungan mereka tak banyak diketahui namun bagi orang-orang
yang dekat dengannya mengetahui hal demikian. Mereka cenderung
menyetujuinya. Disinilah terdapat pesan dibalik novel yang banyak menceritakan
mengenai kebenaran sejarah juga mengambil langkah untuk mengangkat hal yang
tabu seperti masalah seksualitas. Namun, itu adalah dahulu, kini para penulis bebas
berekspresi menuliskan apa yang ingin mereka tulis.
Novel The Crocodile Hole berdasarkan riset ilmiah Prof. Saskia E Wieringa di tahun
1980-an mengenai kekerasan yang dialami perempuan-perempuan Gerwani. Hasil
penelitian ini pun sudah dibukukan dalam Penghancuran Gerakan Perempuan di
Indonesia. Sudah selayaknya dibaca sebagai pengetahuan kebenaran sejarah agar
masyarakat mampu mengambil pelajaran dari masa lalu yang sangat kelam. selain
itu sastra digunakan sebagai salah satu medium untuk mencapai kebenaran.
Seperti halnya yang dikatakan bahwa :
Sastra adalah jalan keempat ke kebenaran... setelah jalan agama, jalan filsafat dan
jalan ilmu pengetahuan. (Andries Teeuw)
Tak ayal lagi pembelajaran atas kejadian massacre yang luar biasa, yang tak kalah
penting adalah pelurusan sejarah bahwa fitnah yang ditujukan kepada anggota
Gerwani adalah murni rekayasa kepemimpinan Soeharto kala itu. Gerwani sebelum
65 dikenal sebagai gerakan perempuan yang sangat kuat, pro terhadap perjuangan
perempuan dan politis sehingga dikhawatirkan akan mengganggu ketertiban
negara. Keinginan pemimpin diktator untuk menguasai Indonesia secara
keseluruhan mengundangnya untuk melakukan perbuatan yang melanggar hak
asasi manusia. Untuk itu gerwani telah mencapai kehancuran baik dari segi ideologi
maupun politiknya pasca genosida pada 30 September 1965. Berdasarkan data
forensik terbaru kejadian 65 yang telah menghabiskan nyawa lebih dari tiga juta
orang, kemudian ratusan ribu terluka baik secara psikis maupun fisik. Semoga
sejarah tidak berulang, Allohuma firlahum.

Daftar Pustaka :
Wieringa, Saskia E. 2015. The Crocodile Hole. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , 1998. Kuntilanak Wangi: Organisasi-organisasi Perempuan
Indonesia Sesudah 1950. Jakarta : Kalyana Mitra.
_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ , 2010. Penghancuran Gerakan Wanita di Indonesia.
Yogyakarta : Galang Press.
Sumiyarsi Siwirini C. 2010. Plantungan: Pembuangan Tapol Perempuan. Yogyakarta :
Pusdep Universitas Sanata Dharma.
Hikmah Diniah. 2007. Gerwani bukan PKI: Sebuah Gerakan Feminisme Terbesar di
Indonesia. Yogyakarta : CarasvatiBooks.

Sulami. 1999. Kisah nyata wanita di penjara 20 tahun karena tuduhan makar dan
subversi, perempuan, kebenaran dan penjara. Jakarta : Cipta lestrari.
Majalah BHINNEKA. 2015. Surabaya : Yayasan Bhinneka Nusantara.

0 Comments
Perempuan, Alam dan Kemiskinan: Bukti Konkret Perjuangan Kartini Masa Kini
20/4/2016

feminisme (Mahasiswa Sosiologi Pascasarjana Universitas Padjajaran)


nicoeman7@gmail.com

Dok. pribadi
Isu gender, ekologi dan kemiskinan tidak dapat dilihat secara terpisah di era yang
sudah menjelang posmodern ini. Kompleksitas permasalahan yang terjadi di
Indonesia hari ini tidak dapat memaksa kita untuk menutup mata atas ketidakadilan
terhadap perempuan, atas eksploitasi sumber alam dan situasi kemiskinan yang
melanda wilayah-wilayah, dari pelosok desa hingga perkotaan. Perjuangan Kartini di
masa lalu sudah semestinya dilanjutkan, untuk membebaskan belenggu kebodohan,
untuk keluar dari lingkar kemiskinan, dan untuk keberlangsungan ekologi dan
generasi.
Berbicara tentang isu perempuan, terutama perempuan pedesaan, tidak terlepas
dari isu lingkungan dan isu kemiskinan. Masih hangat dalam ingatan kita tentang
perjuangan sembilan perempuan asal Rembang, Jawa Tengah, yang membekam
kaki mereka dengan semen. Sembilan perempuan tersebut adalah korban
eksploitasi lingkungan yang terjadi di wilayah mereka, pegunungan Kendeng.
Mereka yang hidup miskin (dimiskinkan) dan menjadi penonton atas eksploitasi di

tanah mereka sendiri. Wajar jika mereka ingin lepas dari jerat yang menghancurkan
alam yang menjadi sumber bagi hidup mereka. Apa yang bisa mereka lakukan?
Demo di depan istana, menyemen kaki mereka, pertanda protes, berharap suara
mereka di dengar. Keputusan tetap berasal dari atas.
Perempuan di Indonesia sudah sejak lama ditindas oleh kebijakan-kebijakan yang
tidak memihak. Eksploitasi alam adalah salah satunya, lewat pembangunan
perusahaan-perusahaan secara masif yang kian menggusur kebudayaan asli
notabenenya identik dengan perempuan. Alam memiliki hubungan erat dengan
perempuan, banyak kebudayaan nusantara yang menunjukkan bahwa perempuan
menjaga alam bak menjaga anak mereka sendiri, seperti pada kebudayaan Dayak
di Kalimantan Barat. Perempuan secara kultural dikaitkan dengan alam, ekofeminis
berpendapat ada hubungan kenseptual, simbolik, dan linguistik antara feminis dan
isu ekologi (Tong 1998, h.359).
Sembilan perempuan Rembang menyuarakan pembebasan alam tempat mereka
bernaung, mencari makan dan melahirkan, membangun generasi-generasi penerus
bangsa. Rembang merupakan tempat R.A. Kartini mengembuskan napas terakhir,
tidak ada salahnya sembilan Srikandi dari Rembang itu disebut sebagai Kartini masa
kini. Kegigihan dan keberanian mereka untuk membela kaumnya yang tak berdaya
akibat tangan-tangan penguasa; patriarki. Pergolakan emansipasi era kini tidak
hanya dapat dilakukan dengan berdemo, berjemur di tengah terik matahari;
melainkan melalui tulisan-tulisan bagi kaum tertindas dan tak berdaya. Namun
bagaimana mereka dapat menulis jika pendidikan saja mereka tidak punya. Banyak
kartini-kartini di Kalimantan yang hanya bisa terdiam bisu karena ketidakberdayaan.
Sawah dan ladang mereka dijadikan lahan sawit, hutan mereka dijadikan lahan
sawit dan lahan tambang.
Environmentalis yang berorientasi manusia menekankan bahwa kita akan
membahayakan diri kita sendiri jika kita membahayakan lingkungan. Dalam esainya
yang secara luas dimuat dalam berbagai antologi, The Land Ethic, Aldo Leopold
menulis bahwa kita harus memikirkan alam sebagai mata air energi yang mengalir
melalui siklus tanah, tumbuhan, dan binatang (Tong 1998, h. 363). Leopold
percaya bahwa bumi adalah suatu sistem kehidupan, suatu persimpangan elemen
yang saling berkait dan saling bergantung dengan sangat rumit, yang berfungsi
sebagai keseluruhan organisme, jika terdapat satu elemen saja yang sakit maka
keseluruhan sistem akan sakit juga, dan satu-satunya cara untuk mengobatinya
adalah dengan merawat dan menyembuhkan bagian yang sakit.
Tangan-tangan lembut perempuan merupakan tangan penjaga dan perawat alam
yang paling magis. Oleh karena itu isu ekologi dan isu perempuan tidak dapat
dipandang sebagai suatu masalah yang terpisah. Tangan-tangan ganas penguasa
menjadikan hutan tempat satwa bernaung menjadi lahan produktif perkebunan
sawit di berbagai daerah di Kalimantan dan Sumatra. Lewat campur tangan

penguasa jugalah lahan pertanian Rembang rata menjadi pabrik pengolahan


semen. Lalu dimana lagi perempuan-perempuan miskin mencari makan untuk
menghidupi anak-anak mereka, jika tanah mereka telah di rampas.
Pada waktu aksi-aksi demo, perempuan-perempuan di Molo (NTT) mengeluarkan
payudaranya untuk menunjukkan kalau tanah kami diambil sama dengan air susu
ibu diambil, dan kami tidak akan bisa menyusui lagiAleta Baun.
Pandangan ekofeminisme merupakan varian yang relatif baru dari etika ekologis,
istilah ekofeminisme sendiri muncul pertama kali pada tahun 1974 dalam buku
Franoise dEaubonne yang berjudul Le Fminisme ou la mort. Dalam buku ini
diungkapkan bahwa ada hubungan langsung antara opresi terhadap perempuan
dan opresi terhadap alam (Tong 1998, h. 366). Perusakan alam sama dengan
kekerasan terhadap perempuan, terdapat kaitan erat antara pemenuhan kebutuhan
(ekonomi) dengan rusaknya lingkungan. Lebih dari sebagian penduduk Indonesia
menggantungkan hidup pada alam. Jika alam rusak dan sumber pangan tidak lagi
menjangkau rakyat kecil maka tidak menutup kemungkinan bencana kelaparan
akan mewabah di pelosok-pelosok negeri.
Pada sejarah masa lalu, R.A. Kartini juga mengalami konflik batin dan ketakutan di
awal, hingga akhirnya tumbuh tekad dan keberanian untuk merampas kemerdekaan
kaumnya (perempuanJawa) yang pada waktu itu dikekang dan dibatasi untuk
menimba ilmu, bahwasanya perempuan hanya menunggu dipinang dan dimadu
saja. Perlawanan Kartini melalui surat-suratnya yang dibukukan berjudul Door
Duisternis tot Licht yang arti harfiahnya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya" tahun
1911, Kartini berbicara tentang kondisi perempuan pribumi, dan juga kondisi sosial
yang terjadi saat itu, di mana perempuan benar-benar termarginalkan. Pada tahun
1922, buku itu terbit dalam versi bahasa melayu dengan judul Habis Gelap Terbitlah
Terang: Boeah Pikiran, dan pada tahun 1938 menjadi Habis Gelap Terbitlah Terang
yang ditulis versi Armijn Pane.
Pemikiran Kartini mengubah maindset orang-orang Belanda zaman itu terhadap
perempuan Jawa. Perhatiannya terhadap status perempuan di Indonesia juga
menjadi perhatian bagi negara-negara luar. Sejarah pergerakan Kartini melalui
tulisan ini patut kita lanjutkan dalam generasi sekarang dan generasi ke depan.
Bukti perjuangan Kartini-Kartini dari berbagai daerah patut kita apresiasi dan
dukung, seperti Mama Aleta Baun (Mama=sebutan untuk ibu) dan yang baru-baru
ini sembilan Srikandi Rembang. Jika perempuan dapat melahirkan generasi-generasi
baru, tanah tidak akan dapat melahirkan tanah, lalu ke mana generasi-generasi itu
akan tinggal?
Berbagai eksploitasi terjadi di depan mata kita; mulai dari eksploitasi alam dan
perusakan lingkungan hingga kepada eksploitasi manusia dan berbagai kekerasan

sebagai akibat dari situasi politik. Arus globalisasi sudah merambah dan cukup
mengusik kehidupan tenteram di pedesaan, bahkan mungkin desaku yang indah
dan asri akan menjadi kenangan masa lalu bagi negeri ini, ketika yang berdiri
pabrik-pabrik, yang berkicau burung-burung raksasa dan alam tinggal menangis.
Karena kita tidak bergembira bukan karena memotong padi; kita bergembira
karena memotong padi yang kita tanam sendiriMultatuli.

0 Comments
<<PreviousArimbi Heroepoetri dan R. Valentina,
Percakapan..., 10.
5
Wardah Hafid, Feminisme sebagai Budaya Tandingan, dalam
Membincankan
Feminisme,

ed

.
Dadang S. Anshori, dkk
(Bandung: Pustaka Hidayah, 1997),
37.

5
Prolog
Jurnal Perempuan 48
5

pada ilmu sosial tentang pola keterkaitan antar sebab dan akibat dari
pertanyaan-pertanyaan yang belum terlihat oleh peneliti yang tidak
feminis.
Karenanya, dalam metodologi feminis pendekatan empati,
participatory
dan
in-depth interview
kerap diperlukan. Bagi peneliti yang tidak feminis,
derai air mata dan isak tangis responden perempuan yang dianggap
minor
justru sangat bernilai dan jadi fokus yang terus digali oleh peneliti
feminis.
Sebab penindasan memiliki aspek lintas gender, dan hanya yang pernah
mengalaminyalah yang bisa mengkomunikasikannya.
Kerap juga metode penelitian yang diberlakukan selama ini sangat
rigid
,
scientific
, dan tidak peduli akan pengalaman perempuan, lebihlebih karena secara kultur perempuan kerap dididik untuk menerima
bahwa laki-lakilah pemilik kebenaran. Ini lalu membuat perempuan
hilang rasa percaya diri dan langsung menyerahkan pendapatnya
kepada pihak laki-laki. Metodologi feminis justru sebaliknya, yang
dipentingkan adalah memecah kebekuan itu. Perempuan sebagai
informan penelitian harus dibuat menjadi merasa sangat nyaman dan

percaya bahwa mereka adalah individu-individu yang sangat relevan


dalam riset ini.
Peneliti feminis harus bisa menjadi sahabat, dan bukan orang asing
bagi informan perempuan. Apabila ia tidak mampu menempatkan diri,
bisa dipastikan ia akan gagal membuat analisa yang mendalam dalam
penelitian tentang kasus-kasus yang sangat sensitif bagi hidup
perempuan, misalnya: aborsi, lesbianitas, trafiking, pelecehan seksual,
ketidaksuburan, perkosaan, dan sebagainya.
Akhirnya, justru karena metodologi feminis belum populer di
Indonesia, kini sangatlah perlu untuk segera diimplementasikan
mengingat persoalan perempuan di Indonesia sudah sedemikian
mendesak untuk segera dipecahkan. Metodologi feminis kini wajib
dipahami oleh generasi muda, mahasiswa, pelajar dan seterusnya,
sebagai bekal mereka untuk menganalisa permasalahan gender dalam
pembangunan di masa depan. Jurnal Perempuan kali ini akan menjadi
literatur yang demikian penting bagi berbagai pihak: birokrat, akademisi,
politisi, dan seluruh komponen masyarakat serta para pengambil
keputusan untuk mengakomodir suara, pengalaman serta kebutuhan
perempuansebagai alat yang bisa memecahkan berbagai persoalan
sosial yang membelenggu bangsa.
(Adriana Venny)
www.poptel.org.uk

Topik Empu
7

Jurnal Perempuan 48

Ilmu Pengetahuan +
Perempuan = ...
Elli Nur Hayati
It is a subject on which nothing final can be known, as long as
those who alone can really know it, women themselves, have
given but little testimony, and that little, mostly suborned.
Tak akan pernah ada yang tahu jawabannya apa, selama
mereka yang benar-benar tahu, perempuan itu sendiri,
hampir tak pernah angkat suara, dan yang mau pun segera
dibungkam.
1

Beberapa Konsep Dasar


Jika kita ditanya, Apa sih ilmu pengetahuan itu?, Apakah
kebenaran?, Bagaimana ilmu pengetahuan dirumuskan atau
diciptakan?, Siapakah yang menciptakan?, Apakah ilmu pengetahuan itu benar adanya?, Bagaimana kita tahu kebenarannya?, apa
jawaban kita? Sebagian dari kita mungkin menjawab, ya tentu ilmu
pengetahuan diciptakan oleh para ilmuwan, melalui proses ilmiah, dan,
setelah melalui berbagai uji kesahihan dan keandalan, maka baru dapat
Elli Nur Hayati
Ilmu Pengetahuan + Perempuan = ...

8
Jurnal Perempuan 48

ditetapkan sebagai sebuah kerangka teoritik tertentu. Sebagian yang lain


mungkin akan mengatakan ilmu pengetahuan dapat diperoleh dari
mana pun dan oleh siapa pun sebab kehidupan ini sendiri adalah sumber
ilmu pengetahuan. Jagad ilmu pengetahuan sedemikian luas, tak
terbatas,
sama luas dan tak terbatasnya dengan alam semesta itu sendiri.
Dalam konteks ilmiah, kebenaran kita peroleh jika data empiris yang
dikumpulkan dari lapangan telah diolah menggunakan paradigma yang
quantifiable.
2

Protokol pengambilan data yang


rigid
(sesuai rancangan
pengumpulan data), rumusan, dan kaidah-kaidah pengolahan data yang
akurat menjadi alat-alat kita untuk menemukan kebenaran yang
kemudian kita bangun menjadi sebuah ilmu pengetahuan.
Pertanyaannya, bagaimanakah dengan pengetahuan yang dibangun
dari data yang
unquantifiable
? Data berupa narasi tertulis atau narasi
hasil wawancara, misalnya? Apakah data semacam itu dapat dipercayai
kebenarannya? Apakah bangunan pengetahuan yang kita buat juga
dapat diklaim kebenarannya? Apakah ia juga benar dalam konteks
yang berbeda? Semua pertanyaan itu hanya dapat terjawab bila kita
memahami, setidaknya, tiga serangkai terminologi popular dalam

pembentukan ilmu pengetahuan: metode, metodologi, dan epistemologi.


Metode adalah teknis pelaksanaan pengambilan data di lapangan,
3

sedang metodologi lebih merupakan teori dan analisis tentang


bagaimana seharusnya riset akan dilakukan,
4

atau ilmu tentang metodemetode yang berisi standar dan prinsip-prinsip dasar yang digunakan
sebagai pedoman penelitian.
5

Sementara itu, epistemologi adalah teori


tentang ilmu pengetahuan, yang menjawab berbagai hal seputar
siapakah orang yang tahu tentang fenomena yang kita teliti? (apakah
laki-laki atau perempuan, atau keduanya?), apa sajakah yang dapat
dijadikan sebagai bahan untuk diteliti? (apakah hanya data empiris
yang dapat diangkakan? Atau pengalaman subjektif juga dapat dijadikan
bahan penelitian?), dan seterusnya.
6

Tiga serangkai konsep dasar di atas akan diterjemahkan secara


berbeda, setiap kali dirunut ke atas mereka akan berujung pada induk
paradigma yang berbeda. Paradigma di sini adalah serangkaian
pandangan, keyakinan tentang dunia, termasuk metode yang diyakini
dapat membantu menciptakan dan menguatkan keyakinan tersebut.
7

Setidaknya ada tiga paradigma yang menjadi wacana umum dalam


dunia ilmu pengetahuan, yaitu paradigma: 1) positivistik, 2) naturalistik,

Elli Nur Hayati


Ilmu Pengetahuan + Perempuan = ...

9
Jurnal Perempuan 48
dan 3) kritikal. Ketiganya memiliki cara pandang yang berbeda tentang
realitas dunia dan manusia (
ontology
), asumsi dasar tentang bagaimana
ilmu pengetahuan dibangun (
epistemology
), peran nilai-nilai dalam
pembangunan ilmu pengetahuan (
axiology
), tentang hukum sebabakibat, dan tentang generalisasi
8

.
Androsentrisme dan Krisis Representasi Perempuan
Representasi: dari mana kita bergerak dan untuk siapa. Dalam
wacana ilmu sosial, sejarah pembangunan ilmu pengetahuan adalah
ajang pergulatan wacana, mereka dikumpulkan, dianalisis, dan
disimpulkan berdasarkan kacamata rezim ilmuwan yang androsentris,
berpusat pada laki-laki.
9

Produk pengetahuan yang dihasilkannya pun

menjadi sangat maskulin, karena memang berangkat dari pemikiran,


gagasan, dan pengalaman hidup laki-laki.
10

Ketika rumusan pengetahuan tersebut kemudian dipergunakan sebagai acuan untuk membaca
gejala-gejala yang tampak dalam hidup sehari-hari, tampaklah
kesenjangan menyolok antara kelompok laki-laki dan perempuan.
Pembacaan yang salah fatal ini terjadi berkali-kali dalam bidang
psikologi, misalnya di studi Lawrence Kohlberg tentang
moral judgmen
t,
studi Erik Erikson tentang delapan tahapan perkembangan manusia
(
eight stages of man
),
11

dan teori inferioritas perempuan dari laki-laki yang


digagas oleh Sigmund Freud.
12

Baik Kohlberg maupun Erikson


membangun teori perkembangan manusia berdasarkan riset mereka,
yang subjeknya semua laki-laki. Ketika temuan penelitian ini diterapkan
dan digeneralisasikan untuk menjadi acuan perkembangan anak-anak
pada umumnya, maka tampaklah kesenjangan itu: anak perempuan jadi
tampak lebih lambat berkembang dibanding anak laki-laki.

Selama berabad-abad wacana ilmu pengetahuan sosial telah


dibangun berdasarkan pengalaman, ekspresi pemikiran, dan persepsi
laki-laki tentang dunia, bahkan riset tentang masalah perempuan pun
seringkali dirancang, diinterpretasi, dan dianalisis berdasarkan cara
pandang yang maskulin, tidak berakar pada pengalaman hidup
perempuan itu sendiri.
13

Pengalaman hidup, ide, pemikiran, serta


kebutuhan perempuan selama ini relatif absen dari riset ilmu sosial
karena kita hidup dalam dunia yang mengutamakan nilai-nilai,
perspektif, dan pengetahuan yang maskulin sebagai kebenaran yang
objektif. Itulah memang yang terjadi, seperti kata Protagoras (485-410
Elli Nur Hayati
Ilmu Pengetahuan + Perempuan = ...

10
Jurnal Perempuan 48
SM),
man is the measure of all things
, semuanya tergantung laki-laki.
14

Akibatnya, banyak sekali konsep-konsep kemanusiaan dalam ilmu sosial


yang
inadequately measured
, menggantung, karena standar
pengukurannya adalah sampel homogen, yang isinya laki-laki saja. Ini

adalah contoh saja dari kefatalan metodologis yang riil dari kecenderungan androsentisme dalam pembangunan ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan seolah-olah hanya dikembangkan oleh laki-laki
saja: kebanyakan buku-buku teks ilmiah ditulis oleh laki-laki, teori-teori
baru digagas dan dikembangkan oleh laki-laki, hadiah nobel
dimenangkan oleh tokoh-tokoh negarawan dan ilmuwan terkemuka lakilaki. Perempuan seolah tenggelam, tak terdengar suaranya, tak terlihat
kiprahnya, tak teridentifikasi hasil karyanya. Pernahkah perempuan
menyumbangkan ilmu pengetahuan baru untuk masyarakat dan
negerinya?
Carol Gilligan, dalam tulisannya yang fenomenal
Womens Place in
Mens Life Cycle
, terbit tahun 1979, menyatakan bahwa perempuan telah
hilang dalam ranah ilmu pengetahuan, bahkan sebagai subjek penelitian
sekalipun. Mary Belenky dan kawan-kawannya psikolog feminis
Amerika Serikat tahun 70-an melakukan studi dengan mewawancarai
sekitar 135 orang perempuan dari berbagai macam latar belakang sosial,
ekonomi, pendidikan, dan profesi. Mereka melakukannya karena gelisah
Foto: Dok. YJP

Elli Nur Hayati


Ilmu Pengetahuan + Perempuan = ...

11
Jurnal Perempuan 48
11

melihat betapa banyak mahasiswi yang mereka bimbing mengeluh


merasa tidak kompeten dalam bidang akademik, tidak sekompeten para
mahasiswa. Itu sebabnya prestasi akademik mahasiswi-mahasiswi ini
tidak menonjol. Mereka sering mengutarakan bahwa hal yang lebih
berarti bagi hidup mereka bukanlah kehidupan akademik, namun
kehidupan nyata yang penuh dengan dinamika, persahabatan dengan
orang-orang di sekitarnya, juga krisis kehidupan.
Hasil wawancara Belenky dan koleganya menunjukkan ada sistem
yang salah dalam dunia akademik, yang memudahkan murid laki-laki
mengekspresikan kompetensi dan otoritasnya, dan menyulitkan murid
perempuan berlaku serupa. Murid perempuan lebih tidak percaya diri
dalam mengungkapkan pendapatnya karena merasa takut bila
diremehkan dan tidak didengarkan gagasan-gagasannya.
15

Mereka
cenderung diam karena takut, khawatir tidak diterima, dihujat, dan
diremehkan. Menurut Mary Wollstonecraft,
16

perempuan telah terlanjur


dididik menjadi makhluk emosi daripada rasio. Sekarang pendidikan
seharusnya mampu menjadikan perempuan berdaya, tidak lagi di bawah
otoritas laki-laki.
Feminisme Sebagai Alat Utama
Setelah berabad-abad mengabaikan eksistensi perempuan dalam
membangun ilmu pengetahuan, menambahkan perempuan (

adding
women
) meminjam istilah Sandra Harding dalam kajian dan analisis
ilmu pengetahuan menjadi agenda utama kita. Persoalannya, ilmu
pengetahuan yang selama ini dibangun atas dasar pengalaman hidup
dan pemikiran laki-laki telah menjadi tradisi metodologi yang baku,
diakui kebenarannya secara epistemologis sebagai alat untuk
membangun ilmu pengetahuan, dianggap sebagai sebuah metodologi
yang universal. Jika perempuan ditambahkan dalam khazanah itu,
apakah mungkin metodologi yang telah ada digunakan untuk
menganalisis dan membangun pengetahuan yang baru? Sebab, secara
empiris kita tahu bahwa secara biopsikososial laki-laki dan perempuan
berbeda. Perbedaan itu tentu efek pengalaman hidup, karena keduanya
dibesarkan dan dibentuk secara kontekstual oleh masyarakat di
sekitarnya sesuai dengan aturan, norma, dan harapan-harapan yang
didasarkan pada jenis kelamin mereka. Ini semua membuat laki-laki dan
perempuan memiliki pola pikir, perasaan, dan perilaku yang berbeda.
Elli Nur Hayati
Ilmu Pengetahuan + Perempuan = ...

12
Jurnal Perempuan 48
Jadi, bagaimana cara
adding women
dalam khazanah pembangunan

ilmu pengetahuan? Perspektif feminis tampaknya alat yang tepat.


Patricia Maguire
17

menyebutkan bahwa feminisme adalah terminologi


yang mencakup tiga komponen: a) keyakinan bahwa secara universal
perempuan ditindas dan dimanfaatkan, b) komitmen untuk memahami
dan mencari akar masalah yang menyebabkan hal itu, dan c) komitmen
untuk bekerja, secara individual maupun kelompok, untuk memperbaiki
situasi itu. Menurutnya, gagasan metodologi feminis merupakan
gabungan dari: 1) teori dan konsep tentang bagaimana suatu penelitian
(pengumpulan data) seharusnya dilakukan, dan 2) cara pandang yang
bisa melihat perempuan selama ini ditindas dan harus segera
dibebaskan. Untuk itu Shulamit Reinharz mengingatkan, kunci utama
untuk mengembangkan metodologi feminis sebetulnya adalah
bagaimana perspektif feminisnya nanti mewarnai penggunaan metodemetode penelitian yang telah ada.
Metodologi Feminis
Metodologi feminis diharapkan dapat mengatasi persoalan
androsentrisme dan representasi perempuan, mengakui perbedaan cara
berpikir dan berpengetahuan perempuan dan laki-laki, dan mempertimbangkan pengalaman hidup perempuan beserta keseluruhan subjektivitasnya mengartikan dunia dalam membangun pengetahuan. Kita telah
menyaksikan bagaimana selama ini perempuan tidak terepresentasikan,
tidak terdengar suaranya, dan terkooptasi oleh interpretasi universal
yang berstandar laki-laki dalam pembangunan ilmu pengetahuan.

Pengalaman itu menuntun kita untuk menggagas metodologi yang lebih


adil dan mampu menjawab keberbedaan yang tak terelakkan antara lakilaki dan perempuan.
Paradigma Metodologi Feminis
Ada enam unsurnya. Yang pertama,
agenda
. Membangun ilmu
pengetahuan tidak untuk keuntungan diri sendiri tetapi untuk
membangkitkan kesadaran publik yang lebih luas. Sandra Harding
menyebutkan hal ini sebagai penelitian
untuk
perempuan, penelitian
yang dilakukan untuk menguatkan kapasitasnya. Sulamit Reinharz
menggarisbawahi tujuan yang lebih luas dari penelitian untuk
perempuan ini, yaitu perubahan sosial (yang lebih baik) bagi kaum
Elli Nur Hayati
Ilmu Pengetahuan + Perempuan = ...

13
Jurnal Perempuan 48
perempuan. Penelitian yang mengandung asas manfaat bagi perempuan
ini disebut Handayani dan Sugiarti
18

sebagai penelitian emansipatoris,


karena hasil riset benar-benar dapat dijadikan sebagai landasan aksi
bagi pemberdayaan pe-

rempuan.
Dua,
etika
. Protokolprotokol memastikan keetisan penelitian adalah
doing no harm
(tidak menyakiti/melukai),
autonomy
(kebebasan memilih
bersedia atau tidak bersedia terlibat dalam penelitian),
beneficence
(manfaat), dan
justice
(keadilan). Dahlgren
19

menambahkan beberapa etika lain: (1) Kerahasiaan.

Perempuan yang terlibat dalam penelitian untuk membangun


pengetahuan, berhak sepenuhnya menyimpan pengalaman hidupnya.
Kesediaannya berbagi ilmu harus dibayar dengan jaminan dari peneliti
bahwa kerahasiaannya terjaga sepenuhnya. (2) Konsekuensi. Misalnya,
perempuan, sumber pengetahuan kita, mungkin butuh konseling atau
perawatan khusus lainnya karena mereka harus memberi keterangan
tentang masalah yang sedang kita pelajari. Kita juga harus dengan jujur
menyampaikan rencana ke depan dari penelitian yang akan kita lakukan
tersebut pada awal penelitian, seperti misalnya akan membukukan hasil
penelitian, mempublikasikan hasil penelitian, dll. (3)
Authorship
(hak
kepemilikan hasil penelitian). Hasil penelitian diakui sebagai milik
bersama antara peneliti dan informan. Jadi, peneliti bukanlah pemilik
100% dari hasil penelitiannya, karena ilmu yang diperoleh dari penelitian
tersebut didapatkan dari kebesaran hati informan/subjek yang kita teliti
untuk membagi ilmu pengalaman hidupnya kepada kita.
Unsur ketiga paradigma metodologi feminis adalah
epistemologi
. Kita
harus memakai pengalaman hidup, pemikiran, refleksi, interpretasi, dan
formulasi pengalaman perempuan sebagai titik tolak pijakan riset kita.
Intersubjektivitas, bersama-sama menggunakan pengetahuan dan
www.calpatriot.org

Elli Nur Hayati

Ilmu Pengetahuan + Perempuan = ...

14
Jurnal Perempuan 48
pengalaman sangat mungkin disarankan untuk peneliti dan informan.
20

Selain itu, kesejajaran antara peneliti dan informan juga sangat penting,
karena informanlah
expert
sebenarnya dalam bidang yang diteliti.
Unsur keempat, ontologi, adalah bagaimana kita memandang realitas
kehidupan. Penelitian feminis mengakui subjektivitas,
21

memprioritaskan
womens ways of knowing
, dan menggunakan berbagai macam
metode untuk mengakses isu yang sensitif bagi perempuan dan mengkini-kan pengalaman perempuan.
22

Selain itu keberagaman di muka bumi


ini diakui, tidak ada kebenaran tunggal yang universal.
Sedangkan aksiologi, unsur kelima, adalah bagaimana nilai-nilai
yang kita miliki mempengaruhi penelitian kita. Dalam metodologi
feminis, ilmu pengetahuan dipandang sebagai aktivitas yang tertanam
dalam konteks sosiohistoris dan dibentuk oleh kepedulian dan komitmen

personal, sehingga bias peneliti tidak dapat dihindari.


Pre-understanding
tidak mungkin dihindari, tetapi harus diminimalisir.
Unsur keenam dan terakhir adalah
metodologi.
Kerangka konseptual
dan teoretis yang dipergunakan dalam meninjau tema penelitian adalah
konsep-konsep subordinasi, penindasan, hubungan kekuasaan, dan
sebagainya yang terkait dengan situasi perempuan sehari-hari.
Metodologi feminis juga terbuka setiap saat untuk berubah jika hal
tersebut diperlukan saat peneliti berada di lapangan. Fleksibilitas
perubahan berdasarkan kebutuhan di lapangan ini disebut
emergent
design.
23

Penutup
Rasanya kita sudah seharusnya terbuka dengan semua gagasangagasan di atas Kita hanya perlu merenung dan berendah hati untuk
mengakui bahwa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang terus bergerak
dan berkembang. Walaupun terlambat, ia harus menerima perempuan.
Mencari kebenaran, mencari ilmu, memang sebuah proses yang tiada
henti. Jangan pernah berhenti!
Catatan Belakang
1

John Stuart Mill,

On The Subjection of Women


, Chicago dan London, University of
2

Contoh Artikel Pendidikan Pentingnya Semangat Belajar


January 05, 2016 by Albert | Keuangan
Untuk menambah wawasan bagi yang bekerja di sektor pendidikan, membaca
beberapa contoh artikel pendidikan menjadi pilihannya. Apalagi dengan kemajuan
teknologi saat ini telah membawa kemudahan untuk kita mencari informasi
termasuk juga masalah di dunia pendidikan. Tidak hanya para pendidik, orang tua
murid pun kini juga membutuhkan pengetahuan tersebut. Pesatnya perkembangan
di bidang pendidikan sering kali membuat orang tua siswa bingung dengan
perubahan drastis itu. Karena kebanyakan dari mereka merasa pendidikan saat ini
sangat berbeda dengan pendidikan di zaman mereka.

Banyak topik yang dibahas di beberapa contoh artikel pendidikan. dari banyaknya
topik yang dibahas, pembaca paling suka untuk menikmati ulasan artikel
pendidikan yang berkaitan dengan pendidikan anak, masalah pendidikan di
Indonesia, model pembelajaran inovatif, strategi belajar mengajar, serta teori-teori
terbaru di bidang pendidikan.

Jika saat ini Anda sedang mencari contoh artikel pendidikan yang berkaitan dengan
aktivitas anak didik, berikut ini contoh yang tepat untuk Anda jadikan bacaan di
waktu senggang. Semoga dengan bacaan ini dapat membuka wawasan Anda
mengenai semangat belajar anak dan hal-hal lainnya.

Contoh Artikel Pendidikan Tips Menumbuhkan Semangat Belajar Anak


Pada dasarnya manusia merupakan makhluk pembelajar. Sebagai contoh, bayi di
masa petumbuhannya akan mengalami proses miring, tengkurap, merangkak,
berjalan dan akhirnya berlari. Hal ini semua bisa mereka lalui karena mereka belajar
untuk bisa melakukannya. Tidak ada orang yang memberikan pelajaran bagaimana
cara merangkak, atau cara berdiri. Ketika waktunya sudah tiba, maka anak akan
belajar sendiri untuk melakukannya.

Pada masa-masa pertumbuhannya, orang tua atau orang-orang terdekat, sering


melarang bayi ketika memegang sesuatu. Seperti contoh ketika bayi di usia satu
tahun, mereka sering memasukkan barang ke mulutnya. Atau ketika mereka
melihat sebuah benda, dan mereka ingin memegangnya, orang tua sering melarang
anak melakukannya. Sayangnya banyak yang tidak menyadari cara mereka
melarang anak keliru, seperti membentak dan memberikan alasan yang tidak jelas.
Akibat dari perilaku keliru ini bisa saja membuat anak malas untuk belajar ke
depannya. Ketika anak memasuki usia sekolah, anak sangat susah untuk diajak
belajar mengenal huruf dan angka atau belajar hal-hal lainnya.

Anehnya ketika anak ditanya masalah apa yang mereka senangi, mereka akan
menjawab dengan antusias. Sebagai contoh jika dia suka dengan permainan
sepakbola dan menyukai salah satu klub, mereka akan menjawab dengan lantang.
Bahkan mereka sangat hafal dengan apa yang berkaitan dengan klub tersebut baik
nama pemain, nomor punggung, bahkan pelatihnya.
Dengan bukti tersebut, bisa disimpulkan bahwa anak tidaklah bodoh. Anak
dilahirkan dengan kemampuan otak yang sama sehingga tidak ada kata anak bodoh
dan pintar. Hanya saja perlakuan yang keliru ketika anak dalam masa pertumbuhan
seperti yang digambarkan di ataslah yang membuat anak menjadi malas belajar.
Lalu bagaimana menumbuhkan semangat belajar pada anak dengan kondisi seperti
ini? Ada beberapa tips yang dapat Anda lakukan untuk membuat anak menjadi
pribadi yang rajin dalam belajar.

Dimulai dari Orang Tua


Tidak dipungkiri bahwa waktu seorang anak banyak dihabiskan dengan orang
tuanya terutama sang ibu. Jadi Anda sebagai orang tua harus memulai mengubah
hal-hal buruk yang mungkin bisa menjadi contoh yang kurang baik untuk anak.
Contohnya, Anda meminta mereka untuk belajar tapi Anda malah asyik melihat
sinetron. Tidak mungkin anak akan memiliki semangat belajar karena Anda sudah
memberi contoh yang kurang baik. Hindari juga memerintah dengan kata yang

kasar atau kekerasan fisik seperti mencubit. Hal itu bukan memberikan efek baik
tapi anak malah trauma dan membuatnya menjadi pribadi yang pendiam dan tidak
percaya diri.
Ajaklah anak untuk belajar dengan cara yang baik. Lebih baik lagi jika Anda
mendampinginya dan mengajarkan dengan cara yang menyenangkan. Di usia ini,
anak masih dengan dunia permainan. Cobalah untuk mengajak mereka belajar tapi
dibalut dengan permainan. Sehingga mereka tidak menyadari bahwa mereka
sedang belajar melainkan sedang bermain.

Tanya Aktivitasnya di Sekolah


Ketika anak pulang dari sekolah, cobalah tanyakan apa aktivitas yang membuat dia
senang ketika di sekolah. Otomatis anak akan bercerita mengenai kegiatan apa saja
yang membuatnya senang hari itu. Dengan mengajak anak bercerita hal-hal positif
ini, akan menanamkan ke jiwa anak bahwa sekolah merupakan tempat yang
menyenangkan.
Selain itu, mengajak mereka bercerita juga membuat daya ingat mereka cukup
bagus. Bisa jadi dengan aktivitas bertanya yang cukup simpel ini, membuat anak
memiliki hobi bercerita. Tidak hanya bercerita kepada Anda dan keluarga, mereka
bisa bercerita di hadapan banyak orang. Hal ini bisa menumbuhkan bakat anak
yang dapat membuat mereka menjadi anak yang percaya diri dan tidak minder.

Sugesti Positif
Sugesti positif yang diberikan kepada anak, saat mereka tidur adalah waktu yang
tepat. Ketika anak akan tidur, biasanya ibu akan membacakan cerita terlebih
dahulu. Ketika anak sudah terlelap di alam mimpi, bisikkan di telinga mereka bahwa
belajar merupakan kegiatan yang menyenangkan, tidak kalah menyenangkan
dengan aktivitas bermain. Sugesti ini memang diberikan kepada anak dalam posisi
tidur. Tapi kata-kata yang dibisikkan ini dapat direkam oleh otak dan masuk ke
dalam lubuk hati yang paling dalam. Apalagi mengucapkannya dengan penuh kasih
sayang, maka tanpa mereka sadari sugesti itu masuk ke dalam alam bawah
sadarnya.

Sugesti ini juga bisa diberikan ketika anak dalam keadaan sadar. Ketika anak
membuat sesuatu, berilah mereka pujian. Misalnya ketika dia menggambar, katakan
dengan antusias bahwa gambar mereka bagus. Meskipun gambarnya hanya
sekumpulan garis tak berbentuk, dengan memberikan pujian itu anak akan merasa
dihargai apa yang mereka lakukan. Penghargaan itu akan membuat anak memiliki
rasa percaya diri. Jika anak memberikan hasil gambarnya dan Anda mengatakan
dengan sedikit kasar gambar apa ini, bisa jadi mereka akan menjadi pribadi yang
pemalu dan minder untuk tampil di depan orang.

Pelajaran dan Kegunaannya


Ketika mereka belajar sesuatu, jelaskan bahwa ilmu yang mereka pelajari memiliki
kegunaan untuk hidupnya. Seperti belajar menghitung, bisa membuat anak
menghitung jumlah mainan yang mereka miliki. Ketika belajar bahasa Inggris,
mereka tidak perlu kebingungan mengerti apa maksud sebuah percakapan ketika
melihat film kartun kesukaan mereka. Dengan memberikan gambaran kegunaan
dari sebuah pelajaran, maka semangat sang anak dalam belajar dapat mengalami
peningkatan hari demi hari.

Baca Juga pinjaman KTA untuk biaya pendidikan anak, simak di : KTA
Beri Penghargaan
Poin ini hampir sama dengan pemberian sugesti ketika anak dalam kondisi sadar.
Ketika anak melakukan apapun, berikanlah penghargaan. Misalnya kalimat kamu
hebat dengan nada bangga. Jika mereka melakukan kesalahan seperti nilai yang
buruk, hindari untuk langsung memarahinya. Berikan pengertian bagaimana kalau
nilai mereka terus buruk. Pembicaraan dari hati ke hati, akan membuat anak

merasa dihargai dan merasa nyaman untuk berbicara kepada orang tua. Karena
banyak anak yang tidak mau bercerita kepada orang tuanya disebabkan oleh orang
tua tidak memberikan rasa nyaman untuk mereka.
Demikian contoh artikel pendidikan yang membahas tentang semangat balajar
pada anak. Semoga dapat memberikan manfaat untuk semuanya.

Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri(pribadi) seseorang, yang di tandai dengan timbulnya
perasaandan reaksi untuk mencapai suatu tujuan.Tugas seorang guru bukan hanya menyelenggarakan
kegiatan mengajar, meneliti, mengembangkan, dan mengelola suatu lembaga pendidikan khususnya
peserta didik. Guru pun bertanggung jawab dalam membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
sebelum proses belajar mengajar berlangsung. Seorang guru bertanggung jawab agar pembelajaran
berhasil dengan baik, keberhasilan dalam proses belajar mengajar bergantung pada upanya guru dalam
membangkitkan motivasi belajar peserta didik. Motivasi sangat penting dalam kegiatan berajar mengajar,
sebabadanya motivasi mendorong semangat belajar dan sebalaiknya kurang adanya motivasi akan
melemahkan semangat belajar. seorang siswa yang belajar tanpa motivasi atau kurang motivasi, tidak
akan berhasil dengan maksimal. Disaat proses belajar mengajar berlangsung,gurutidak hanya terpaku
pada materi pembelajaran saja.guru harus menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik,guru pun
menjelaskan mengenain tujuan yang akan dicapai sisiwa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga
bisa memberikan penjelasan tentang pentingnyailmu yang akan sangat berguna bagi masa depan peserta
didik itu sendiri. Makin jelas tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar. Guru harus
memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi peserta didik yang secara prestasinya
tertinggal oleh peserta didik lainnya. guru di tuntut untuk bisa lebih jeli terhadap kondisi pesertadidiknya.
Tetapi masih ada guru yang melalaikan motivasi, guru tidak memikirkan maanfaat motivasi bagi para
peserta didik. Masih banyak guru yang dalam proses belajar mengajarnya hanya terpaku dalam
penyampain materi saja, Seharusnya guru harus memberikan motivasi dan menjelaskan
tujuanpembelajaran, supaya siswa lebih termotivasi dalm mengikuti kegiatan belajar mengajar agar apa
yang di inginkan bisa tercapai secara maksimal. Dengan demikian motivasi belajar, terhadap peserta didik
sangat berperan penting dalam menunjang semangat belajar dan tujuan yang di inginkan oleh peserta
didik dapat tercapai sesuai dengan tujuan pendidikan.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/ekafuji/pentingnya-motivasi-bagisiswa_54f7fc94a33311ea638b4788

Tips, cara meningkatkan semangat belajar


Tips meningkatkan semangat belajar.
Menurut pengalaman dan pengamatan kami, tidak semua orang punya semangat
belajar. Dan yang punya semangat pun belum tentu selalu bersemangat,
terkadang mereka juga bisa bosan dan jenuh. Nah, bagaimana cara supaya selalu
semangat belajar ? inilah beberapa tips meningkatkan semangat belajar yang
kami rangkum untuk anda.
1. Bergaul dengan orang yang bersemangat
Adakalanya yang membuat kita malas belajar dan tidak semangat adalah karena
salah dalam berteman. Teman yang malas dapat memberikan dampak negatif bagi
kita, yaitu kita juga akan ikut malas. Begitu juga sebaliknya jika kita sering bergaul
dengan orang yang bersemangat, jiwa kita akan terinspirasi untuk menirunya.
Bukankah Baginda Nabi SAW,bersabda Sesungguhnya kawan duduk dalam rupa
orang yang shalih dan kawan duduk dalam rupa orang yang suka maksiat adalah
seumpama tukang minyak wangi dan pandai besi. Tukang minyak wangi boleh jadi
akan mencipratkan minyak wangi ke badanmu, atau engkau membeli minyak wangi

dari dia, atau engkau mendapatkan bau harum dari dirinya. Adapun pandai besi
boleh jadi memercikkan api ke bajumu atau engkau mendapati bau busuk dari
dirinya. (Mutaffaq alaih).
Itu adalah kinayah terhadap pengaruh pergaulan seseorang.

Dalam hadits yang lain Abu Daud meriwayatkan : Al-Maru ala dini khalilihi,
falyanzhur ahadukum man yukhalilu (Seseorang itu bergantung pada agama
sahabatnya. Karena itu, hendaklah salah seorang di antara kalian memperhatikan
dengan siapa ia bersahabat).
Maksudnya, keadaan seseorang itu tidak akan jauh berbeda dengan kawan dan
temannya. Nabi menyebutkan ini karena berdasarkan istiqra juzi sangat sedikit
orang yang tidak akan terpengaruh dengan orang terdekatnya. Bahkan Nabi pernah
menyebutkan bahwa untuk mengenal seseorang cukup mengenal sahabatnya, tidak
perlu kita melihat dirinya langsung.
2. Buatlah target yang ingin dicapai
Buatlah target anda, baik itu target jangkan panjang, jangka mengengah maupun
jangka pendek. Sebaiknya target ini anda tulis di tempat yang sering anda lihat.
Misalnya di pintu kamar, atau di buku harian yang sering anda pegang, atau bisa
juga di pintu lemari. Yang penting anda harus menulisnya, tidak cukup dengan
mengingatnya saja. Berdasarkan pengalaman dan kata para master, menulis
mempunyai kekuatan luar biasa untuk mencapai kemajuan. Kalau menurut Mario
Teguh, motivator ulung indonesia, buatlah anda seolah-olah dikejar anjing gila.
Karena seseorang kalau sudah dikejar anjing gila dia tidak akan memperdulikan
segala apa, yang dia tahu hanya lari sekencang-kencangnya untuk terlepas dari
bahaya. Anjing gila di sini maksudnya target anda tadi. Misalnya target harian anda
adalah menguasai kata bahasa inggris sebanyak 50 kata. Nah, ketika kita mau

santai dan malas maka kita akan ingat target kita tadi itu. Namun jika kita tidak
punya target apa-apa, maka tidak ada yang perlu kita kejar, kita bisa santai dan
bemalas-malasan. So, buatlah target anda dan berusahalah mencapainya. Saya
yakin anda pasti akan menikmatinya. Jika anda sudah terbiasa dengan tanggung
jawab pasti anda akan rindu ketika tanggung jawab itu tidak ada.
Jika setelah menulis target ternyata tetap sama bagaimana ?. Agar tips ke dua ini
berjalan efektif anda harus memberikan sedikit punishment atau hukuman terhadap
diri anda sendiri. Pernahkah anda dengar kisah para shahabat nabi yang
menghukum diri mereka sendiri kala mereka alpa melakukan tugas dan ibadah.
Salah satunya umar ra yang memukul badannya sendiri dengan rotan jika
mendapati sesuatu kekurangan pada dirinya sendiri. Sebaliknya, jika anda berhasil
mencapai target maka berilah sedikit reward atau hadiah bagi diri anda sendiri,
misalnya relaks ke rumah nenek atau terserah anda deh.
3. Menunda kesenangan
Apakah anda kenal dengan pemain sepak bola terbaik sepanjang sejarah, lionel
messi ?. walau anda tidak kenal minimal pasti pernah mendengar kehebatannya.
Menurut yang saya baca, messi itu punya jadwal yang sangat ketat dari klubnya
bermain sepakbola, yaitu barcelona. Mulai jadwal makan, menu yang boleh
dikonsumsi, jadwal tidur bahkan sampai game pun punya ketentuan tertentu, tidak
boleh main seenaknya sendiri. Dan ini bukan hanya berlaku satu hari dua hari, tapi
selama dia bermain sepakbola dia harus melakukan demikian. Bagaimana dia bisa
menjalani peraturan yang begitu ketat, itulah karena dia punya motto menunda
kesenangan. Umumnya pemain sepakbola itu beranggapan mereka akan
bersenang-senang nanti setelah pensiun.
Seharusnya dalam belajar kita juga demikian, tunda lah bermain-main dan
bermalas-malasan. Setelah anda berhasil nanti baru ongkang-ongkang. Setuju ?
4. Buktikan pada orang-orang bahwa anda pintar
Pernah dengar cerita obrein, tokoh yang menyabet gelar dunia test memory
selama 9 kali berturut-turut ?. pada mulanya ketika dia masih sekolah tidak ada
orang yang mau percaya dia bisa mencapai predikat luar biasa itu, bahkan semua
orang cenderung mencemoohkan dia, sampai gurunya sekalipun demikian. Namun
karena dia ingin membuktikan bahwa dia juga bisa maka pada akhirnya dia benarbenar bisa. Kisahnya hampir mirip dengan adam khoo, tokoh fenomenal singapura.
Ketika sekolah, dia juga demikian, bahkan ini lebih parah karena tidak ada sekolah
yang mau menerimanya karena dia bodoh luar biasa, namun akhirnya dia menjadi
10 orang paling jenius se singapura. Luar biasa kan ?. begitu dahsyatnya kekuatan
pembuktian. Maka buktikanlah mulai dari sekarang. Jika anda punya semangat ini,
saya yakin kemalasan anda akan lenyap bagai tersapu angin.

Memang secara agama ini kurang baik, karena tidak ada keikhlasan di dalamnya.
Tetapi ini hanya sementara saja, sebagai pemompa semangat. Bukankah pada
awalnya anak-anak dipaksa shalat dan diberikan hukuman ketika melanggarnya ?.
ini dilakukan semata-mata untuk melatih, agar dia mau shalat. Ketika sudah
terbiasa, keikhlasan dan ketulusan akan datang sendiri. Ini begitu juga, setelah
anda belajar secara terpaksa pada mulanya, maka pada akhirnya anda akan
terbiasa sehingga tumbuh menjadi karakter. Jika ini sudah terjadi, disuruh malas
pun anda enggan.
Itulah cara dan tips meningkatkan semangat belajar, semoga anda terus
semangat dan sukses. amin.

Cara Jitu Menumbuhkan Semangat Belajar Pada Anak


Cara Memotivasi Agar Semangat Belajar
Oleh Rose Diana Daniswara
Monday, 17 November 2014
Bagikan :
Tweet
Apa manfaat belajar ? Untuk apa kalian belajar ? Untuk mendapat nilai ? Untuk
mendapat ilmu ? Ketahuilah belajar untuk mendapat ilmu itu lebih baik dari pada
hanya untuk menambah nilai . Namun, tidak saya pungkiri, nilai juga penting
adanya, untuk mendaftar sekolah selanjutnya maupun untuk mendaftar pekerjaan .

Jika kita belajar untuk mendapatkan ilmu, pelajaran tersebut tidak akan
mudah kita lupakan. Belajar untuk memahami, bukan menghafal. Akan tetapi
menghafal juga di perlukan, menghafal untuk hal-hal tertentu saja yang perlu
untuk di hafal.
Sekarang poin-poin yang kita perlukan untuk mendapatkan semangat belajar
yakni :
1. Motivasi
Motivasi belajar mempengaruhi kemauan individu untuk meningkatkan
semangat belajar. Orang yang berhasil adalah orang yang mampu

mempertahankan semangatnya dikala orang lain kehilang semangatnya . Motivasi


utama yang kita butuhkan adalah motivasi yang berasal dari dalam diri kita sendiri.
Positif thinking untuk membaca buku, tanamkan pada diri sendiri bahwa kita yakin
bisa memahami materi .
2. Konsentrasi
Konsentrasi penuh ketika guru / dosen sedang menerangkan .
Dengarkan dengan baik, bertanyalah hal-hal yang kita belum mengerti, catatlah
hal-hal penting, karena dengan mencatat akan lebih mudah diigat daripada yang
tidak mencatat.
Selain konsentrasi di tempat belajar, kita juga perlu konsentrasi di
rumah . Buatlah suasana nyaman untuk belajar, dengan hawa yang tenang, cobalah
membuka buku dan baca lah , coba untuk "fokus" , jika kalian merasa jenuh,
istirahat lah sebentar dengan makan / mendengarkan musik, kemudian ulangi lagi
yang kalian pelajari dengan santai , jika kalian tidak paham materi lagi, matikan
musik dan jauhkan dari barang-barang yang sekiranya mengganggu, kemudian
melajar lagi.
3. Bergaul dengan orang yang rajin belajar
Nabi Muhammad SAW,bersabda Sesungguhnya kawan duduk dalam
rupa orang yang shalih dan kawan duduk dalam rupa orang yang suka maksiat
adalah seumpama tukang minyak wangi dan pandai besi. Tukang minyak wangi
boleh jadi akan mencipratkan minyak wangi ke badanmu, atau engkau membeli
minyak wangi dari dia, atau engkau mendapatkan bau harum dari dirinya. Adapun
pandai besi boleh jadi memercikkan api ke bajumu atau engkau mendapati bau
busuk dari dirinya. (Mutaffaq alaih).
Jika kita bergaul dengan orang yang rajin belajar, inshaa Alloh
semangat belajar kita akan naik . Melihat dia belajar, masa kita tidak ? , hal
tersebut akan memacu kita untuk lebih dan lebih rajin lagi untuk belajar .
4. Jangan biarkan dinding kamar anda bersih
Tempel kata-kata motivasi dan juga buat target jangaka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang. Yakinlah bahwa kata-kata motivasi dan
tulisan target kita tersebut akan selalu menumbuhkan niat dan tekat kita untuk
belajar . Tulislah yang besar dengan hiaslah sesuai dengan selera kalian . Tempel di
tempat yang sekiranya sering di lihat.
5. Hargai waktu
Time Lost can't be found again "Waktu yang hilang tak dapat
ditemukan kembali" . Pernahkah anda mendengar/membaca kata-kata tersebut ?

Saya membacanya di Sekolah SMA saya setiap saya berangkat sekolah , lebih
tepatnya letaknya berada di atas koridor .
Waktu itu penting, jangan pernah sia-siakan waktumu untuk
bermalas-malasan . Gunakan waktumu semaksimal mungkin. Kalaupun anda sering
insomnia, ikuti kata-kata bang Rhoma Irama "Begadang jangan begadang , kalau
tak ada artinya . Begadang boleh saja kalau ada perlunya" . Jadi, dari pada begadan
yang tidak ada manfaatnya lebih baik istirahatkan badan . Jikalau anda begadanga,
cobalah untuk membaca buku, saya tahu ini sulit , tapi apa salahnya mencoba,
tidak ada yang sia-sia di dunia ini .
Maka barangsiapa mengerjakan kebaikan sebesar zarah, niscaya dia akan melihat
(balasan)nya. Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat zarah, niscaya dia
akan melihat (balasan)nya.
(QS. Al-Zalzalah 7-8)
Semoga bermanfaat ^_^
cara belajar semangat semangat untuk belajar kata kata semangat kata semangat
belajar motivasi belajar motivasi semangat belajar kata-kata semangat belajar
semangat dalam belajar kata-kata semangat agar semangat belaja

Nah, ini adalah tema yang sering ditunggu-tunggu oleh orangtua dan juga sering
banyak dikeluhkan orangtua. Kenapa anak saya tidak senang belajar, bermain saja
seharian, keluh seorang Ibu yang hadir di seminar saya.
Para pembaca, percayakah anda bahwa kehidupan sejati kita manusia adalah
seorang pembelajar? Tetapi kita sering memberikan perlakuan yang tidak
menyenangkan saat anak belajar (secara tidak sadar) bahkan dulu kita pun
mungkin diberikan stimulasi yang salah sehingga belajar itu tidak menyenangkan.
Misalnya, saat anak kita bayi dan berumur 1 tahun. Dia ingin memasukan semua
barang yang dapat ia pegang ke dalam mulutnya, benar? Nah, yang kebanyakan
orang lakukan saat itu adalah berkata eh.. itu kotor, tidak boleh sambil menarik
barang tersebut. Sebenarnya ini adalah perilaku dasar pada saat seorang anak
belajar.
Kemudian saat dia mulai bisa berjalan, mulai ingin tahu lebih banyak tentang
lingkungan sekitar, semakin banyak larangan yang dikeluarkan oleh orangtua
ataupun pengasuh. Mungkin karena lelah menjaga anak seharian, sehingga banyak
larangan yang dikeluarkan. Padahal ini adalah keinginan mereka untuk tahu
(belajar) lebih banyak, mengisi database di otaknya yang masih kosong dan perlu di
isi.

Latar Belakang
Pengetahuan tentang psikologi sangat di perlukan oleh pihak guru sebagai pendidik, pengajar, pelatih, dan
pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik secara integral.
Pengetahuan tentang psikologi juga diperlukan dalam dunia pendidikan karena dunia pendidikan
menghadapi peserta didik yang unik di lihat dari segi perilaku, kepribadian, perhatian, motivasi dan
berbagai aspek psikologi lainya yang berbeda antara individu satu dengan individu lain. Pada diri peserta
didik terdapat kekuatan psikologi yang menjadi penggerak untuk belajar. Kekuatan penggerak tersebut
berasal dari berbagai sumber. Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental
itu berupa keinginan, perhatian, motivasi atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah
atau tinggi.
Di dalam kelas peserta didik terdiri dari kelompok yang memiliki kemampuan yang sama namun berbeda
keperibadian dan minat. Di dalam kelas mungkin kita akan menemui beberapa orang pelajar yang mampu
memotivasi dirinya sendiri. Pelajar-pelajar seperti ini tidak banyak memerlukan pertolongan dari guru
untuk merangsang minat mereka dalam belajar, kerena mereka mampu mendorong diri mereka sendiri.
Kebanyakan pelajar akan mempunyai motivasi belajar jika kita menggunakan berbagai teknik untuk
memotivasi mereka, namun ada pula sejumlah pelajar yang baru akan termotivasi jika kita melakukan
usaha-usaha khusus bagi mereka. Oleh karena itu kita sebagai guru hendaklah memahami hal tersebut
sehingga dapat memakai berbagai pendekatan dalam merangsang minat belajar dalam belajar, serta
mampu menerapkan berbagai prinsip dan teknik yang berbeda sesuai dengan keperluan masing-masing
pelajar .
Yang menjadi persoalan sekarang ialah bagaimana caranya kita melakukan berbagai usaha untuk
membangun dan mengembangkan motivasi pelajar semasa belajar. Pelajar akan termotivasi semasa
belajar jika lingkungan sekitar dapat memberikan rangsangan sehingga pelajar tertarik untuk belajar. Guru
harus mengatur suasana belajar secara bijaksana sehingga pelajar termotivasi untuk belajar. Hal inilah
yang melatar belakangi kami dalam membuat makalah dengan judul pentingnya motivasi dalam belajar.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Motivasi
Faktor motivasi secara umum dan motivasi belajar secara khusus merupakan gejala aktivitas jiwa manusia
yang sangat di perlukan oleh manusia dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan persaingan.
Seseorang yang memiliki motivasi rendah akan memiliki kinerja, produktivitas, dan inovasi yang rendah.
Akibatnya mereka akan tertinggal jauh dari manusia lainnya yang memiliki motivasi tinggi dalam
menjalani hidupnya.
Menurut mc. Donald ( dalam Syaiful, 2002 ) Motivasi adalah suatu perubahan energi dalam diri
seseorang yang ditandai dengan munculnya "feeling" dan di dahului dengan tanggapan terhadap adanya
tujuan. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen/ciri pokok

dalam motivasi itu, yakni motivasi itu mengawalinya terjadinya perubahan energi, ditandai dengan
adanya feeling, dan dirangsang karena adanya tujuan. ( Oemar hamalik, 1992 ) perubahan dalam diri
seseorang itu terbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang mempunyai tujuan
tertentu dari aktivitasnya, maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan
segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya.
Ada tiga komponen utama dalam motivasi yaitu kebutuhan, dorongan dan tujuan. Kebutuhan terjadi
apabila individu merasa ada ketidakseimbangan antara apa yang ia miliki dan ia harapkan. Sedangkan
dorongan merupakan kekuatan mental untuk melakukan kegiatan dalam rangka memenuhi harapan.
Dorongan merupakan kekuatan mental yang berorientasi pada pemenuhan harapan atau pencapaian tujuan
dan tujuan merupakan hal ingin di capai oleh seorang individu. Tujuan tersebut akan mengarahkan
perilaku dalam hal ini yaitu perilaku unutk belajar.
Selanjutnya pembahasan akan di lanjutkan kepada hal yang berkaitan dengan kebutuhan. Dalam belajar
motivasi sangat di perlukan. Sebab seseorang yang tidak mempunyai motivasi dalam belajar tak akan
mungkin melakukan aktivitas belajar. Hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan di kerjakan
itu tidak menyentuh kebutuhannya. Maslow ( dalam Syaiful, 2002) sangat mempercayai bahwa tingkah
laku manusia di bangkitkan dan di arahkan oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu seperti kebutuhan
fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan, aktualisasi diri, mengetahui dan mengerti, dan kebutuhan
estetik. Kebutuhan-kebutuhan inilah menurut maslow yang mampu memotivasi tingkahlaku individu.
Oleh karena itu, apa yang seseorang lihat sudah tentu akan membengkitkan minatnya sejauh apa yang ia
lihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri.

B. Jenis Dan sifat Motivasi


Para ahli umumnya sependapat bahwa motivasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu motivasi primer
dan motivasi sekunder ( Dimyati, 2006: 86 ) sebagai berikut :
1.

Motivasi primer

Motivasi primer adalah motivasi yang didasarkan pada motif-motif dasar atau motif bawaan. Motif-motif
dasar tersebut umumnya berasal dari segi biologis atau jasmani manusia yang timbul akibat proses
kimiawi fisiologik yang terdapat pada setiap orang. Manusia adalah makhluk jasmani, sehingga
perilakunya terpengaruh oleh insting atau kebutuhan jasmaninya. Di antara insting yang penting bagi
manusia adalah memelihara, mencari makan, melarikan diri, berkelompok, mempertahankan diri, rasa
ingin tau, membangun dan kawin ( koeswara 198; jalaluddin 1991 )
2.

Motivasi sekunder

Motivasi sekunder adalah motivasi yang diperoleh dari belajar melalui pengalaman. Motivasi sekunder
ini, oleh beberapa ahli disebut juga motivasi sosial. Menurut thomas dan znaniecki menggolongkan
motivasi sekunder menjadi keinginan-keinginan : memperoleh pengalaman baru, untuk mendapat respon,
memperoleh pengakuan dan memperoleh rasa aman.
Sifat motivasi

Berdasarkan sifatnya motivasi dapat dibagi menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.
Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah motivasi yang timbul dari diri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh sesuatu di luar
dirinya karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Orang yang
tingkah lakunya digerakkan oleh motivasi intrinsik, baru akan puas kalau tingkah lakunya telah mencapai
hasil tingkah laku itu sendiri. Misalnya seorang siswa menyelesaikan pekerjaan rumah tentang soal-soal
matematika, bertujuan untuk memahami konsep-konsep matematika melalui penyelesaian soal-soal itu,
bukan karena takut kepada guru atau ingin mendapat pujian dari guru.
Motivasi ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang timbul dalam diri seseorang karena pengaruh dari rangsangan di
luar perbuatan yang dilakukannya. Tujuan yang diinginkan dari tingkah laku yang digerakkan oleh
motivasi ekstrinsik terletak di luar tingkah laku itu. Misalnya siswa yang sedang menyelesaikan pekerjaan
rumah, sekedar mematuhi perintah guru, kalau tidak dipatuhi guru akan memarahinya.

C. Pengertian Belajar
Pengertian belajar menurut para tokoh :
Slameto ( dalam Abdul, 2002 ) belajar adalah suatu proses usaha yang di lakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman
individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungannya.
Cronbach ( Syaiful, 2002 ) berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang di tunjukkan oleh
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.
Dari pendapat para tokoh di atas dapat di simpulkan bahwa belajar adalah perubahan perilaku yang di
peroleh peserta didik dari pengalamannya melelui interaksi dengan lingkungan.

BAB III
PEMBAHASAN

A. Pentingnya Motivasi Dalam Belajar Bagi Guru Dan Siswa


Perilaku yang penting bagi manusia adalah belajar dan bekerja. Belajar menimbulkan perubahan mental
pada diri siswa. Bekerja menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi diri pelaku dan orang lain. Motivasi
belajar dan bekerja merupakan penggerak kemajuan masyarakat.

Motivasi belajar sangat penting bagi siswa dan guru. Pentingnya motivasi belajar bagi siswa ( Dimyati,
2006: 85 ) adalah sebagai berikut :
1. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses dan hasil akhir. Contohnya : setelah siswa
membaca suatu bab buku bacaan, di bandingkan dengan temannya sekelas yang juga bab tersebut, ia
kurang berhasil menangkap isi, maka ia terdorong membaca lagi.
2. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar, yang di bandingkan dengan teman sebaya.
Sebagai ilustrasi jika terbukti usaha belajar seorang siswa belum memadai maka ia berusaha maka ia
berusaha setekun temannya yang belajar dan berhasil.
3. Mengarahkan kegiatan belajar, sebagai ilustrasi setelah ia ketahui bahwa bahwa dirinya belum
belajar secara serius, seperti bersenda gurau di dalam kelas maka ia akan merubah perilaku belajarnya.
4. Membesarkan semangat belajar. Contoh seorang anak yang telah menghabiskan banyak dana untuk
sekolahnya dan masih ada adik yang di biayai orang tua maka ia akan berusaha agar cepat lulus.
5. Menyadarkan bahwa adanya perjalan belajar dan kemudian bekerja ( di sela-selanya ada istirahat
atau bermain ) yang berkesinambungan. Individu di latih untuk menggunakan kekuatannya sedemikian
rupa hingga dapat berhasil. Sebagai ilustrasi, setiap hari siswa di harapkan untuk belajar di rumah,
membantu orang tua dan bermain dengan temannya. Apa yang di lakukan di harapkan dapat berhasil
memuaskan.
Beberapa hal di atas menunjukkan betapa pentingnya motivasi tersebut di sadari oleh pelakunya sendiri .
bila motivasi di sadari oleh pelaku, maka sesuatu pekerjaan dalam hal ini yaitu tugas belajar akan
terselesaikan dengan baik.
Motivasi belajar juga penting diketahui oleh seorang guru. Pengetahuan dan pemahaman tentang motivasi
belajar pada siswa bemanfaat bagi guru, manfaat itu sebagai berikut:
1) Membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara semangat siswa. Dalam hal ini pujian, hadiah,
dorongan atau pemicu semangat dapat di gunakan untuk mengobarkan semangat belajar.
2) Mengetahui dan memahami motivasi belajar siswa di kelas yang bermacam-macam sehinnga dengan
bermacamnya motivasi tersebut di harapkan guru dapat menggunakan bermacam-macam strategi belajar
mangajar.
3) Meningkatkan dan menyadarkan guru untuk memilih satu diantara bermacam-macam peran seperti
sebagai penasihat, fasilitator, instruktur, teman diskusi, dan penyemangat.
4) Memberi peluang guru untuk mengubah siswa yang tak berminat menjadi bersemangat belajar.
B. Prinsip-Prinsip Motivasi Belajar
Motivasi mempunyai peranan yang strategis dalam aktivitas belajar seseorang. Tidak ada seorang pun
yang belajar tanpa motivasi. Tidak ada motivasi berarti tidak ada kegiatan belajar. Agar peranan motivasi
lebih optimal, maka prinsip-prinsip motivasi dalam belajar tidak hanya sekedar diketahui, tetapi harus

diterangkan dalam aktivitas belajar-mengajar. Ada beberapa prinsip motivasi dalam belajar seperti dalam
uraian berikut:
Motivasi sebagai Dasar Penggerak yang Mendorong Aktivitas Belajar.
Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya. Motivasilah sebagai dasar
penggeraknya yang mendorong seseorang untuk belajar. Minat merupakan kecenderungan psikologis
yang menyenangi suatu objek, belum sampai melakukan kegiatan. Namun minat adalah motivasi dalam
belajar. Minat merupakan potensi psikologi yang dapat dimanfaatkan untuk menggali motivasi. Bila
seseorang sudah termotivasi untuk belajar, maka dia akan melakukan aktivitas belajar dalam rentang
waktu tertentu. Oleh karena itulah, motivasi diakui sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas
belajar seseorang.
Motivasi Intrinsik Lebih Utama daripada Motivasi Ekstrinsik dalam Belajar.
Dari seluruh kebijakan pengajaran, guru lebih banyak memutuskan memberikan motivasi ekstrinsik
kepada setiap anak didik. Anak didik yang malas belajar sangat berpotensi untuk diberikan motivasi
ekstrinsik oleh guru supaya dia rajin belajar. Efek yang tidak diharapkan dari pemberian motivasi
ekstrinsik adalah kecenderungan ketergantungan anak didik terhadap segala sesuatu di luar dirinya. Selain
kurang percaya diri, anak didik juga bermental pengharapan dan mudah terpengaruh. Oleh karena itu
motivasi intrinsik lebih utama dalam belajar.
Motivasi Berupa Pujian Lebih Baik daripada hukuman.
Meski hukuman tetap diberlakukan dalam memicu semangat belajar anak didik, tetapi masih lebih baik
penghargaan berupa pujian. Setiap orang senang dihargai dan tidak suka dihukum dalam bentuk apa pun
juga. Memuji orang lain berarti memberikan penghargaan atas prestasi kerja orang lain. Hal ini akan
memberikan semangat kepada seseorang untuk lebih meningkatkan prestasi kerjanya. Tetapi pujian yang
diucap itu tidak asal ucap, harus pada tempat dan kondisi yang tepat. Kesalahan pujian bisa bermakna
mengejek.
Motivasi Berhubungan Erat dengan Kebutuhan Belajar.
Dalam kehidupan anak didik. Membutuhkan penghargaan. Perhatian, ketenaran, status, martabat, dan
sebagainya merupakan kebutuhan yang wajar bagi anak didik. Semuanya dapat memberikan motivasi
bagi anak didik dalam belajar. Guru yang berpengalaman harus dapat memanfaatkan kebutuhan anak
didik, sehingga dapat memancing semangat belajar anak didik agar menjadi anak yang gemar belajar.
Anak didik pun giat belajar untuk memenuhi kebutuhannya demi memuaskan rasa ingin tahunya terhadap
sesuatu.
Motivasi dapat Memupuk Optimisme dalam Belajar.
Siswa yang mempunyai motivasi dalam belajar selalu yakin dapat menyelesaikan setiap pekerjaan. Dia
yakin bahwa belajar bukan kegiatan yang sia-sia. Hasilnya akan berguna tidak hanya kini, tetapi juga di
hari mendatang.
Motivasi Melahirkan Prestasi dalam Belajar.

Dari berbagai hasil penilitian selalu menyimpulkan bahwa motivasi mempengaruhi prestasi belajar.
Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indikator baik buruknya prestasi belajar seorang anak didik.
Anak didik menyenangi mata pelajaran tertentu dengan senang hati mempelajari mata pelajaran itu.
Selain memiliki bukunya, ringkasannya juga rapi dan lengkap. Setiap ada kesempatan selalu mata
pelajaran yang disenangi itu yang dibaca. Ulangan pun dilewati dengan mulus dengan prestasi yang
gemilang.
Bentuk-Bentuk Motivasi Dalam Belajar
Ada beberapa motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan peserta didik di kelas
(Dimyati : 2002) sebagai berikut :
Memberi angka
Angka merupakan alat motivasi yang cukup memberikan rangsangan kepada anak didik untuk
mempertahankan atau bahkan lebih meningkatkan prestasi mereka di masa mendatang. Namun guru harus
menyadari bahwa angka bukanlah hasil dari hasil belajar yang sejati. Untuk itu guru perlu memberikan
angka atau nilai yang menyentuh afektif- afektif dan ketrampilan yang diperlihatkan anak didik dalam
pergaulan atau kehidupan sehari-hari.
Hadiah
Hadiah dapat di berikan kepada anak yang berprestasi tinggi. Dalam pendidikan modern , anak didik
yang berprestasi tinggi memperoleh predikat sebagai anak didik teladan. Hadiah di berikan kepada siswa
untuk momotivasi anak agar senantiasa mempertahankan prestasinya selama berstudi dan tidak menutup
kemungkinan akan mendorong anak didik lainnya untuk ikut berkompetisi dalam belajar. Hal ini
merupakan gejala yang baik dan harus di sediakan lingkungan yang kreatif bagi anak didik.
Kompetisi
Kompetisi bisa di manfaatkan untuk menjadikan proses interaksi belajar mengjar yang kondusif. Untuk
menciptakan kondisi yang demikian, metode mengajar memegang peranan. Guru bisa membentuk anak
didik ke dalam kelompok belajar di kelas, ketika pelajaran sedang berlangsung. Semua anak didik di
libatkan ke dalam suasana belajar atau lebih di kenal cara belajar siswa aktif (CBSA).
Ego-Involvement
Menumbuhkan kesadaran kepada anak didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai
suatu tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.
Memberi Ulangan
Anak didik biasanya mempersiapkan diri dengan belajar jauh-jauh hari untuk menghadapi ulangan.
Berbagai usaha dan teknik bagaimana agar dapat menguasai semua bahan pelajaran anak didik lakukan
sedini mungkin sehingga memudahkan mereka untuk menjawab setiap item soal yang diajukan ketika
pelaksanaan ulangan berlangsung, sesuai dengan interval waktu yang diberikan.
Pujian

Pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Pujian
diberikan sesuai dengan hasil kerja, bukan dibuat-buat atau bertentangan sama sekali dengan hasil kerja
anak didik. Dengan pujian yang diberikan akan membesarkan jiwa seseorang. Dia akan lebih bergairah
mengerjakannya.
Unsur-Unsur Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar
Cita- cita atau aspirasi
Dengan adanya kemauan mencapai cita-cita anak akan mempunyai semangat belajar untuk mencapainya.
Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar intrinsik maupun ekstrinsik. Sebab tercapainya suatu cita-cita
akan mewujudkan aktualisasi diri. Contoh seorang siswa ingin menjadi pemain bulu tangkis dunia akan
memperkuat semangat belajar dan mengarahkan perilaku belajar. Misal siswa tersebut akan rajin
olahraga, melatih nafas, berlari di sampin tekun berlatih bulu tangkis.
Kemampuan siswa
Keinginan seorang anak perlu di barengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Dapat di
katakan bahwa kemampuan memperkuat motivasi anak untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan.
Contoh keinginan membaca perlu di barengi dengan kemampuan mengenal dan mengucapkan bunyi
huruf-huruf.
Kondisi siswa
Kondisi siswa yang meliputi jasmani dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Seorang yang marah
atau lapar akan mengganggu perhatian belajar sedangkan seorang yang sehat, gembira akan mudah
memusatkan perhatian.
Kondisi lingkungan siswa
Lingkungan siswa dapat barupa lingkungan alam, lingkungan tempat tinggal, pergaulan sebaya, dan
kehidupan kemasyarakatan. Bencana alam, lingkungan yang kumuh, ancaman rekan yang nakal akan
mengganggu kesungguhan belajar.
Upaya guru dalam membelajarkan siswa
Upaya pembelajaran di sekolah meliputi hal-hal berikut :
Menyelenggarakan tertib belajar di kelas.
Membina disiplin belajar dalam setiap kesempatan, seperti pemanfaatan waktu dan pemeliharaan fasilitas
sekolah.
Membina belajar tertib pergaulan.
Membina belajar tertib lingkungan sekolah.
Pemahaman tentang diri siswa.
Pemanfaatan penguatan berupa hadiah, kritik, hukuman secara tepat guna.

Mendidik cinta belajar.

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang dapat memotivasi siswa atau individu untuk belajar. Ada dua
motivasi dalam belajar, yaitu motivasi Ekstrinsik dan motivasi intrinsik. motivasi ekstrinsik adalah
melakukan sesuatu untuk mendapatkan sesuatu yang lain (cara untuk mencapai tujuan) motivasi
ekstrinsik sering dipengaruhi oleh insentif eksternal seperti imbalan dan hukuman. Sedangkan motivasi
instrinsik adalah motivasi internal untuk melakukan sesuatu demi sesuatu itu sendiri (tujuan itu sendiri).
Peran orang tua dan pendidik sangat penting dalam peningkatan motivasi siswa. Pembentukan lingkungan
yang kondusif dan nyaman untuk belajar sangat di butuhkan oleh siswa. Dengan mengetahui perbedaan
motivasi siswa di harapkan guru dapat berperan sesuai kebutuhan siswa.

PENTINGNYA SEMANGAT BELAJAR DAN BERJIWA BESAR

Saat kita merasakan hidup adalah sebuah cerita hikayat para manusia yang
bermacam ragam, tentunya pikiran kita yang terdalam tidaklah hanya diam

untuk menghiasi hikayat cerita didalamnya, siapapun itu orangnya. Berbagai


macam perihal berkabung bagaimana cerita hikayat manusia itu terhias
dengan indah. Itulah hikayat hidup para manusia yang berfikir. Namun hidup
ini
bukanlah cerita dongeng menunggu titisan yang berkabur, yaitu dongeng para
manusia yang berfikir ia akan menunggu seikat rumpun padi, berton-ton
gandum, sebuah peti emas jatuh dari langit seakan-akan dewa isapan jempol
melemparnya dari atas langit yang luar biasa. Dengan makna cerita hikayat itu
sendiri ialah cerita yang sulit sekali bagi kita untuk mengilustrasikannya, tapi
sangat indah terkadang untuk merasakan tipikal pembahasaannya. Namun
cerita dongeng, dengan bahasanya yang biasa dan turut menjadi biasa saja
dari zaman kezaman.
Untuk merasakan maknanya lebih dalam atas topik pembicaraan yang begitu
indah ini, kita membutuhkan obat ramuan terbaik dalam hati untuk
merasakan makna Tuhan(Allah) menciptakan tugas kita sebagai khalifah di
muka bumi. Kita telah diajak membaca oleh Tuhan kita sendiri, dalam surah
Al-alaq (iqra = bacalah), maka bacalah kita sekalian atas sesuatu yang
memberikan investasi pendalaman paradigma terhadap sesuatu. Membaca
merupakan cikal bakal terpenting dalam belajar. Membaca meluaskan
samudera wawasan dan menunjukkan langkah suatu penunjuk jalan. Dia
buku saja yang tak pernah melupakan lembarannya tidak pernah memilih
manusia apa yang akan membuka cakrawala kehidupan si para buku.

Namun seiring dengan membaca terbentuknya sebuah konsep belajar,


meskipun masih banyak konsep belajar yang lain seperti menulis, mendengar
dan berbicara. Belajar banyak yang berasumsi sulit. Maka dari itu cerita
hikayat yang baru saja terlalui dalam tulisan ini merupakan perumpamaan
dari cerita hikayat, sulit untuk dibuat oleh kita tapi hasil tipikal ceritanya yang
manis dan elegan. Namun tidak ada yang tidak mungkin untuk membuat
cerita hikayat tersebut bukan? Maka belajarlah, jika kita memperoleh hasil
belajar yang baik maka keindahan yang didapatkan adalah sebuah manisnya
kesuksesan. Alangkah sebaiknya kita menggunakan akal bahwa janganlah
berfikir sulit tapi berfikir bagaimana sulitnya jika tidak berfikir sama sekali.
Saatnya bukalah mata hati, kemudian ketahuilah bahwa perumpamaan
seorang manusia adalah melebihi dari bagan-bagan dari jutaan elektronik di
dunia ini. Terbukti sudah anda adalah orang bijak jika anda mengedepankan
belajar sebagai tempat sarana melihat masa depan yang baik. Tuhan selalu
mengetahui betapa beratnya anda menggunakan air bersikeras untuk
melubangi sebuah batu dengan tetesannya yang bertahun-tahun lamanya dan
belum juga mendapat jawaban. Tapi tetaplah terus berkarya dan berusaha
mematahkan apa yang membuat jawaban itu belum terkabulkan. Mengeluh
akan membuat kita lebih beruban dua kali lipat karena jiwanya yang selalu

cemas serta melelahkan hati dan ruhi terhadap akan janji tuhan yang akan
menolongnya belum sempurna.
Wahai pembaca yang yang hatinya terbuka, tutuplah pikiran anda tidak dapat
melakukan sesuatu karena anda mempunyai keterbatasan. Berjiwa besarlah
baik berumur muda belia, dan kaum usia lanjut.
Bersyukurlah dan jangan bersedih selama Anda masih memiliki sepotong roti, segelas air dan kain yang
menutupi tubuh.(La tahzan)

Tiada batas umur untuk belajar atau berusaha sesuatu untuk mendapatkan
sesuatu, dan jadilah anda setegar pohon oak dalam menempuh badai untuk
apapun yang anda inginkan. Isi lah kekosongan dengan hal terpuji, karena
membiarkan anda bergabung dengan orang yang kosong jiwanya dan kepada
orang yang belum memiliki arah untuk berjalan akan memudahkan anda
menjadi orang yang lebih buruk pula.
Jika anda ragu untuk mendapatkan kesempatan untuk membawa anda
kedunia pendidikan yang sulit itu, maka bersiaplah anda menjemput anda
kepada kebodohan.
Mungkin anda kurang paham apa yang dimaksudkan berjiwa besar yaitu:
1. Orang yang menetapkan tujuannya setinggi mungkin dan kemudian
melebihinya dengan tanpa menganggap ada pembatas yang menghalanginya
2. Anda pandai menemukan rahasia tindakan pikiran atau hal yang mengatur
anda sesuai yang anda inginkan Meluncurkan diri menuju keberhasilan dan
keyakinan akan apapun yang akan anda lakukan tanpa rasa takut dan goyah
4. Berdiri tegak dan menonjol di antara yang lain dengan kekuatan
Tuhan(Allah).

PENTINGNYA MOTIVASI DALAM BELAJAR


Dalam dunia pendidikan, terutama dalam kegiatan belajar, bahwa kelangsungan
dan keberhasilan proses belajar mengajar bukan hanya dipengaruhi oleh faktor
intelektual saja, melainkan juga oleh faktor-faktor nonintelektual lain yang tidak
kalah penting dalam menentukan hasil belajar seseorang, salah satunya adalah
kemampuan seseorang siswa untuk memotivasi dirinya. Mengutip pendapat Daniel
Goleman (2004: 44), kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi
kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain,
diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni
kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati,
mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.
Motivasi sangat penting artinya dalam kegiatan belajar, sebab adanya motivasi
mendorong semangat belajar dan sebaliknya kurang adanya motivasi akan
melemahkan semangat belajar. Motivasi merupakan syarat mutlak dalam belajar;
seorang siswa yang belajar tanpa motivasi (atau kurang motivasi) tidak akan
berhasil dengan maksimal.
Motivasi memegang peranan yang amat penting dalam belajar, Maslow (1945)
dengan teori kebutuhannya, menggambarkan hubungan hirarkhis dan berbagai
kebutuhan, di ranah kebutuhan pertama merupakan dasar untuk timbul kebutuhan
berikutnya. Jika kebutuhan pertama telah terpuaskan, barulah manusia mulai ada
keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang selanjutnya. Pada kondisi tertentu
akan timbul kebutuhan yang tumpang tindih, contohnya adalah orang ingin makan
bukan karena lapar tetapi karena ada kebutuhan lain yang mendorongnya. Jika
suatu kebutuhan telah terpenuhi atau perpuaskan, itu tidak berarti bahwa
kebutuhan tesebut tidak akan muncul lagi untuk selamanya, tetapi kepuasan itu
hanya untuk sementara waktu saja. Manusia yang dikuasai oleh kebutuhan yang
tidak terpuaskan akan termotivasi untuk melakukan kegiatan guna memuaskan
kebutuhan tersebut (Maslow, 1954).
Dalam implikasinya pada dunia belajar, siswa atau pelajar yang lapar tidak akan
termotivasi secara penuh dalam belajar. Setelah kebutuhan yang bersifat fisik
terpenuhi, maka meningkat pada kebutuhan tingkat berikutnya adalah rasa aman.
Sebagai contoh adalah seorang siswa yang merasa terancam atau dikucilkan baik
oleh siswa lain mapun gurunya, maka ia tidak akan termotivasi dengan baik dalam
belajar. Ada kebutuhan yang disebut harga diri, yaitu kebutuhan untuk merasa
dipentingkan dan dihargai. Seseorang siswa yang telah terpenuhi kebutuhan harga
dirinya, maka dia akan percaya diri, merasa berharga, marasa kuat, merasa
mampu/bisa, merasa berguna dalam didupnya. Kebutuhan yang paling utama atau
tertinggi yaitu jika seluruh kebutuhan secara individu terpenuhi maka akan merasa
bebas untuk menampilkan seluruh potensinya secara penuh. Dasarnya untuk
mengaktualisasikan sendiri meliputi kebutuhan menjadi tahu, mengerti untuk
memuaskan aspek-aspek kognitif yang paling mendasar.

Guru sebagai seorang pendidik harus tahu apa yang diinginkan oleh para sisiwanya.
Seperti kebutuhan untuk berprestasi, karena setiap siswa memiliki kebutuhan untuk
berprestasi yang berbeda satu sama lainnya. Tidak sedikit siswa yang memiliki
motivasi berprestasi yang rendah, mereka cenderung takut gagal dan tidak mau
menanggung resiko dalam mencapai prestasi belajar yang tinggi. Meskipun banyak
juga siswa yang memiliki motivasi untuk berprestasi yang tinggi. Siswa memiliki
motivasi berprestasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-benar berasal dari
dalam diri sendiri. Siswa akan bekerja keras baik dalam diri sendiri maupun dalam
bersaing dengan siswa lain.
Siswa yang datang ke sekolah memiliki berbagai pemahaman tentang dirinya
sendiri secara keseluruhan dan pemahaman tentang kemampuan mereka sendiri
khususnya. Mereka mempunyai gambaran tertentu tentang dirinya sebagai
manusia dan tentang kemampuan dalam menghadapi lingkungan. Ini merupakan
cap atau label yang dimiliki siswa tentang dirinya dan kemungkinannya tidak dapat
dilihat oleh guru namun sangat mempengaruhi kegiatan belajar siswa. Gambaran
itu mulai terbentuk melalui interaksi dengan orang lain, yaitu keluarga dan teman
sebaya maupun orang dewasa lainnya, dan hal ini mempengaruhi prestasi
belajarnya di sekolah.
Berdasarkan pandangan di atas dapat diambil pengertian bahwa siswa datang ke
sekolah dengan gambaran tentang dirinya yang sudah terbentuk. Meskipun
demikian adanya, guru tetap dapat mempengaruhi mapun membentuk gambarang
siswa tentang dirinya itu, dengan tujuan agar tercapai gambarang tentang masingmasing siswa yang lebih positif. Apabila seorang guru suka mengkritik, mencela,
atau bahkan merendahkan kemampuan siswa, maka siswa akn cenderung menilai
diri mereka sebagai seorang yang tidak mampu berprestasi dalam belajar. Hal ini
berlaku terutama bagi anak-anak TK atau SD yang masih sangat muda. Akibatnya
minat belajar menjadi turun. Sebaliknya jika guru memberikan penhargaan,
bersikap mendukung dalam menilai prestasi siswa, maka lebih besar kemungkinan
siswa-siswa akan menilai dirinya sebagai orang yang mampu berprestasi.
Penghargaan untuk berprestasi merupakan dorongan untuk memotivasi siswa untuk
belajar. Dorongan intelektual adalah keinginan untuk mencapai suatu prestasi yang
hebat, sedangkan dorongan untuk mencapai kesuksesan termasuk kebutuhan
emosional, yaitu kebutuhan untuk berprestasi.
Mengutip pendapat Mc. Donald (Tabrani, 1992: 100), motivation is energy change
within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction.
Motivasi adalah sesuatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai
dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari perumusan yang
dikemukakan Mc. Donald ini mengandung tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu: 1)
motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi, 2) motivasi ditandai
dengan timbulnya perasaan (affective arousal), 3) motivasi ditandai oleh reaksireaksi untuk mencapai tujuan.

Dari uraian di atas jelas kiranya bahwa motivasi bertalian erat dengan suatu tujuan.
Makin berharga tujuan itu bagi yang bersangkutan, makin kuat pula motivasinya.
Jadi motivasi itu sangat berguna bagi tindakan atau perbuatan seseorang.
Penjelasan mengenai fungsi-fungsi motivasi adalah:
1. Mendorong manusia untuk bertindak/berbuat. Motivasi berfungsi sebagai
pengerak atau motor yang memberikan energi/kekuatan kepada seseorang untuk
melakukan sesuatu.
2. Menentukan arah perbuatan. Yakni ke arah perwujudan tujuan atau cita-cita.
Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai
tujuan. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula jalan yang harus ditempuh.
3. Menyeleksi perbuatan. Artinya menentukan perbuatan-perbuatan mana yang
harus dilakukan, yang serasi, guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan
perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan. (Ngalim Purwanto, 2002: 71)
Jenis-jenis motivasi
1. Motivasi intrinsik, yang timbul dari dalam diri individu, misalnya keinginan untuk
mendapat keterampilan tertentu, memperolah informasi dan pengertian,
mengembangkan sikap untuk berhasil, menyenangi kehidupan, keinginan diterima
oleh orang lain.
2. Motivasi ekstrinsik, yang timbul akibat adanya pengaruh dari luar individu. Sperti
hadiah, pujian, ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan
keadaan demikian orang mau melakukan sesuatu. (Tabrani, 1992: 120)
Lalu bagaimanakan cara untuk meningkatkan motivasi siswa agar mereka memiliki
motivasi berprestasi yang tinggi, khususnya bagi mereka yang memiliki motivasi
rendah dalam berprestasi. Ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru
untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. Pada permulaan belajar mengajar
hendaknya seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
yang akan dicapai siswa. Tidak cukup sampai di situ saja, tapi guru juga bisa
memberikan penjelasan tentang pentingnya ilmu yang akan sangat berguna bagi
masa depan seseorang, baik dengan norma agama maupun sosial. Makin jelas
tujuan, maka makin besar pula motivasi dalam belajar.
2. Hadiah. Berikan hadian untuk siswa-siwa yang berprestasi. Hal ini akan sangat
memacu siswa untuk lebih giat dalam berprestasi, dan bagi siswa yang belum
berprestasi akan termotivasi untuk mengejar atau bahkan mengungguli siswa yang
telah berprestasi. Hadiah di sini tidak perlu harus yang besar dan mahal, tapi bisa
menimbulkan rasa senag pada murid, sebab merasa dihargai karena prestasinya.
Kecuali pada setiap akhir semester, guru bisa memberikan hadiah yang lebih
istimewa (seperti buku bacaan) bagi siswa ranking 1-3.

3. Saingan/kompetisi. Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya


untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang
telah dicapai sebelumnya.
4. Pujian. Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan
atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun. Bisa dimulai dari hal yang
paling kecil seperti, beri tepuk tangan bagi si Budi, kerja yang bagus, wah
itu kamu bisa.
5. Hukuman. Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses
belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau
merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya. Hukuman di sini
hendaknya yang mendidik, seperti menghafal, mengerjakan soal, ataupun
membuat rangkuaman. Hendaknya jangan yang bersifat fisik, seperti menyapu
kelas, berdiri di depan kelas, atau lari memutari halaman sekolah. Karena ini jelas
akan menganggu psikis siswa.
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar. Strateginya adalah
dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik, khususnya bagi mereka
yang secara prestasi tertinggal oleh siswa lainnya. Di sini guru dituntut untuk bisa
lebih jeli terhadap kondisi anak didiknya. Ingat ini bukan hanya tugas guru
bimbingan konseling (BK) saja, tapi merupakan kewajiban setiap guru, sebagai
orang yang telah dipercaya orang tua siswa untuk mendidik anak mereka.
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik. Ajarkan kepada siswa cara belajar yang
baik, entah itu ketika siswa belajar sendiri maupun secara kelompok. Dengan cara
ini siswa diharapkan untuk lebih termotivasi dalam mengulan-ulang pelajaran
ataupun menambah pemahaman dengan buku-buku yang mendukung.
8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok. Ini
bisa dilakukan seperti pada nomor 6.
9. Menggunakan metode yang bervariasi. Guru hendaknya memilih metode belajar
yang tepat dan berfariasi, yang bisa membangkitkan semangat siswa, yang tidak
membuat siswa merasa jenuh, dan yang tak kalah penting adalah bisa menampung
semua kepentingan siswa. Sperti Cooperative Learning, Contectual Teaching &
Learning (CTL), Quantum Teaching, PAKEM, mapun yang lainnya. Karena siswa
memiliki tingkat intelegensi yang berbeda-beda satu sama lainnya. Ada siswa yang
hanya butuh 5 menit untuk memahami suatu materi, tapi ada siswa yang
membutuhkan 25 menit baru ia bisa mencerna materi. Itu contoh mudahnya.
Semakin banyak metode mengajar yang dikuasai oleh seorang guru, maka ia akan
semakin berhasil meningkatkan motivasi belajar siswa.
10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran. Baik
itu media visual maupun audio visual.

Lihat Terjemahan

Berita memiliki beberapa sifat, yang diantaranya:


1. Baru atau aktual.
Peristiwa yang baru memiliki nilai lebih untuk dijadikan berita jika dibandingkan
dengan peristiwa yang sudah lama terjadi.
2. Penting.
Suatu berita akan dianggap penting jika peristiwa atau hal-hal tersebut
berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Jadi initinya suatu berita itu harus yang
dianggap penting oleh masyarakat.
3. Akibat.
Suatu peristiwa menjadi berita karena dapat berakibat atau memiliki dampak.

4. Jarak.
Masyarakat atau pembaca akan lebih tertarik dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi di sekitar mereka untuk dijadikan berita daripada peristiwa yang terjadi
ditempat jauh.
5. Emosi.
Sesuatu akan menjadi berita jika saat dikabarkan akan membuat emosi seperti
marah,kecewa, sedih dll.
Sifat yang lain misalnya seperti pertentangan, ketegangan, kemajuan atau inovasi
dalamsegala bidang, humor dan lain sebagainya.
Baca juga:Pengertian pengumuman dan jenisnya secara ringkas.
E. Unsur-Unsur berita
Unsur-unsur dari berita yaitu 5W + 1H (What, Who, Why, When, Where dan How),
maksudnya:
a. What (apa).
Apa yang sedang terjadi?
b. Who (Siapa).
Siapa yang terlibat di dalam peristiwa tersebut?
c. Why (Mengapa).
Mengapa peristiwa atau hal tersebut dapat terjadi?
d. When (Kapan).
Kapan peristiwa tersebut terjadi?
e. Where (Dimana).
Dimana peristiwa tersebut terjadi?
f. How (Bagaimanakah).
Bagaimana peristiwa tersebut dapat terjadi ?
F. Syarat- Syarat Berita
Dalam membuat berita haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut dibawah
ini:
a. Berdasarkan fakta atau kenyataan.

Berita atau informasi yang disampaikan harus berdasarkan fakta atau kejadian yang
sebenarnya.
b. Aktual.
Maksudnya berita yang disampaikan harus yang terkini atau terbaru, jarak maupun
waktu kejadian harus berdekatan dengan waktu penyampaian berita tersebut.
c. Berimbang.
Dalam menyampaikan berita kepada masyarakat haruslah seimbang, sehingga
pendengar atau pembaca dapat mengerti dengan baik. Berita harus benar-benar
asli dan tidak berat sebelah atau tidak boleh memihak pada satu pihak (misalnya
seperti saat pemilu), sehingga nantinya tidak menimbulkan kesan yang negatif.
d. Lengkap.
Berita harus disusun secara lengkap, supaya jelas saat disampaikan dan dapat
dimengerti serta dapat memenuhi unsur-unsur dari berita.
e. Akurat.
Berita haruslah akurat, dalam menyusun berita harus bertanya kepada pihak-pihak
yang bersangkutan dengan berita yang akan disampaikan.
f. Sistematis.
Dalam menyusun berita haruslah tersusun secara terurut maupun saat
menyampaikan berita tersebut. Berita yang sangat penting sebaiknya diletakan di
awal.
g. Menarik.
Berita harus menarik supaya disukai oleh para pembaca ataupun pendengar.
Tentunya berita tersebut harus bermanfaat dan penting untuk di sampaikan kepada
masyarakat.
h. Mudah.
Dalam menyusun berita kata-kata yang digunakan harus mudah dipahami atau
dimengerti oleh para pembaca dan pendengar.
G. Ciri-Ciri berita yang baik.
Beberapa ciri dari berita yang baik, diantaranya seperti:
a. Menarik perhatian.

Berita harus dapat menarik perhatian, salah satu tujuannya supaya dapat menarik
perhatian masyarakat sehingga masyarakat ingin segera mengetahui isi berita
tersebut.
b. Terkini atau aktual.
Jadi berita harus berisi informasi atau peristiwa terbaru atau yang masih hangat di
perbincangkan.
c. Dipercaya.
Isi berita harus dapat dipercaya, itulah mengapa berita harus sesuai fakta jadi
jangan mengada-ngada.
d. Jelas dan menggunakan kalimat yang sederhana.
Isi Berita yang baik yaitu harus jelas jangan berbelit-belit dan kalimat yang
digunakannya harus yang sderhana supaya mudah dimengerti.
Cukup sekian tulisan mengenai pengertian berita yang dapat kami sampaikan,
semoga dapat bermanfaat dan mohon maaf jika memang ada kesalahan.

Anda mungkin juga menyukai