Anda di halaman 1dari 9

PENGANTAR ILMU PERIKANAN

MAKALAH PEMBUDIDAYAAN UDANG WINDU

Disusun Oleh
SATYA
KRISMATAMA
230110150168

PROGRAM STUDI PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJAJARAN
2015

Bab I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki wilayah laut yang luas yang meliputi 5,8 juta
km2 sehingga memiliki sumberdaya laut yang melimpah dan merupakan sumberdaya yang bergizi
tinggi karena kaya akan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat Indonesia serta menjadi
tumpuan kekuatan ekonomi nasional di masa yang akan datang. Udang merupakan salah satu
sumberdaya perikanan yang selain mengandung zat-zat gizi yang tinggi bagi tubuh, juga merupakan
salah satu komoditi yang memiliki nilai jual yang tinggi baik di pasar domestik maupun mancanegara
(Anonim, 2012).
Diketahui berdasarkan Depdag (2009) bahwa realisasi ekspor / devisa yang dihasilkan udang
Indonesia pada tahun 2006 sebesar US$ 943.998.000, pada tahun 2007 sebesar US$ 791.854.000 dan
meningkat menjadi 1.055.805.000 sampai akhir bulan Agustus 2008. Nilai ekspor turun dari US$ 1
miliar pada JanuariAgustus 2008 menjadi hanya US$ 314 juta di 2009. "Harga merosot karena
permintaannya juga melorot akibat AS mengurangi konsumsi udang. Pada tahun 2011 ekspor udang
mencapai 152,053 ton atau mengalami kenaikan dibanding 2010 yang hanya mencapai 145,092 ton.
Namun, jumlah itu turun drastis jika dibandingkan dengan tahun 2007 yang mencapai 169,329 ton
(Murtidjo, 2003)
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau ini memilki fungsi Pelaksanaan riset
strategis perikanan budidaya air payau di bidang biologi, patologi, toksikologi, ekologi, genetika,
reproduksi, dan bioteknologi, serta nutrisi dan teknologi pakan, untuk pengembangan produksi,
lingkungan dan analisis komoditi dan Pengembangan teknologi dan kerja sama riset budidaya
perikanan air payau serta Pemberdayaan prasarana dan sarana riset perikanan budidaya air payau. Di
balai penelitian sudah di lengkapi dengan fasilitas yang cukup memadai seperti LAB, Mess,
Perpustakan dan jaringan internet serta memiliki kerja sama antara BRPBAP dengan Australian
Centre for International Agricultural Research (ACIAR). Proyek kerja sama ini dimulai 1 Juli 2005.
Launching (pengenalan) proyek baru dilaksanakan pada 24 November 2005 di Jakarta untuk tingkat
nasional dan 25 November 2005 di Makassar untuk tingkat lokal (Anonim, 2012).
Tahun 2000 tambak di BRPBAP tercatat seluas 53.423 ha atau 15% dari luas tambak di tanah
air (BPS, 2002). Sementara itu di BRPBAP pusat tambak yang terletak di Kabupaten Takalar dengan
luas tambak masing-masing 38,44% dan 32,17% dari luas tambak Sulawesi Selatan (Dinas Statistik
Propinsi Sulawesi Selatan, 2003). Selama sepuluh tahun terakhir (1990-2003) pertumbuhan luas
tambak maupun produksinya memiliki trend yang positif. Dari tahun 1990-2000 luas tambak tumbuh
2,97% rata-rata per tahun sedangkan pertumbuhan produksi tambak 3,16%. Sementara itu
produktivitas tambak berfluktuasi dari tahun ke tahun tetapi berkisar pada angka 700-800 kg per ha.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat di ambil dari Praktek Kerja Lapangan ini, yakni :
1. Apa persiapan yang dilakukan sebelum pelaksanaan panen?
2.
Bagaimana proses pelaksanaan panen itu?
3.
Bagaimana penanganan pasca panen ?

Bab II. PEMBAHASAN


2.1. Deskripsi Udang Windu
Udang windu masih merupakan komoditas utama dalam usaha budidaya tambak. Terlepas
dari berbagai permasalahan dalam usaha budidaya yaitu adanya kegagalan dalam pembesaran di
tambak , hingga saat ini komoditas udang windu masih merupakan pilihan utama untuk di
budidayakan oleh petambak terutama petambak sederhana. Hal in i dikarenakan udang windu
mempunyai harga pasar yang baik dan relatif stabil. Secara ekonomis keberhasilan panen udang
windu ukuran konsumsi memberikan keuntugan yang tertnggi per satuan waktu di bandingkan
komoditas ikan lainya. Sehingga banyak petambak sederhana walaupun dengan kemampuan teknis
budidaya udang windu sangat terbatas namun terus melakukan penebaran benih udang.
Areal tambak dengan panjang garis pantai yang lebih dari 81.000 KM menyimpan potensi besar bagi
usaha budidaya tambak udang. Sebagian besar areal tambak tersebut lebih dari 80 % masih dikelola
secara tradisional dengan teknologi secara turun-temurun. Hal ini berkaitan dengan permodalan
petambak dan keengganan mengendalikan beberapa faktor penyebab kegagalan budidaya udang
sekaligus. Munculnya permasalahn lingkungan budidaya,serta penerapan teknologi yang sudah tidak
sesuai, menyebabkan tingginya peluang kegagalan.
2.1.1. Aspek Produksi
Berdasarkan identifikasi permasalan budidaya udang windu , terdapat
sedikitnya tiga faktor penyebab gagal berproduksi antara lain : kualitas benih yang
rendah dan terinfeksi virus white spot (WSSV); lingkungan tempat budidaya yang
terkontaminasi dan fluktuasi lingkungan dalam tambak yang ekstrim akibat
eutrifikasi. Permasalahan ini terjadi pada semua tingkatan teknologi pembesaran
mulai dari teknologi tradisional hingga intensif. Permasalahn lain yang dapat
memperparah kegagalan adalah sistem tata guna air yang buruk antar petambak
sehingga memudahkan terkontaminasi dan infeksi pada petakan tambak dalam satu
kawasan.
Permintaan negara konsumen udang saat ini sangat menekankan keamanan
pangan (food safety), sehingga mengharuskan produksi udang bebas dari bahanbahan yang berbahaya seperti antibiotik, pestisida dan bahan berbahaya lainya. Oleh
karena itu perlu disusun petunjuk petunjuk teknis budidaya udang yang mampu
memperkecil resiko kegagalan,ramah lingkungan dan keamanan pangan dari hasil
produksi.
Faktor penghambat dan pendukug tercapainya sasaran produksi perikanan
produksi beberapa aspek yang menyebabkan hasil budidaya tambak tidak maksimal,
salah satu isu strategis adalah terbatasnya pengetahuan dan teknologi budidaya yang
dimiliki bagi para petani tambak itu sendiri. Keterbatasan pengetahuan dan teknologi
ini berakibat pada kesulitan mereka untuk dapat meningkatkan hasil produksi tambak
persatuan luas. Hal ini menjadi cermin bagi petugas perikanan dalam penyebarluasan
atau penyuluhan bagi petani tambak. Beberapa kemungkinan penyebab keterbatasan
pengetahuan dan teknologi petani tambak adalah :
a.
Terbatasnya jumlah dan kapasitas pengetahuan tenaga pendamping
yang dimilii oleh dinas terkait (dinas perikanan dan kelautan badan
diklat dll) dalam melakukan penyuluhan budidaya di lapangan.
b.
Kurangnya atau terputusnya koordinasi dari instansi terkait dalam
melakukan sosialisasi setiap teknologi baru yang dihasilkan.
c.
Secara umum petani tambak mempunyai keengganan untuk menerima
teknologi baru , yang belum dipraktekan atau dilihat secara langsung
oleh petani di daerah tempat usahanya. Hal ini disebabkan karena

adanya ketakutan dan keraguan mengenai tepat tidaknya teknologi


tersebut dalam meningkatkan produktivitas usahanya.
Adapun faktor-faktor yang mendukung produktivitas perikanan budidaya antara lain :
a.
Potensi sumber daya perikanan budidaya cukup besar dengan aneka
jenis ikan dan biota air laut maupun air tawar bernilai ekonomis
(udang,ikan kerapu,rumput laut,ikan patin dll) yang memungkinkan
untuk dibudidayakan.
b.
Lahan untuk usaha budidaya yang terbentang luas di wilayah indonesia.
c.
Sumber daya manusia serta tenaga kerja yang relatif banyak dan murah.
2.1.2.

Aspek Pasar
Dalam menjalankan bisnis ini memang cukup menguntungkan
dipasaran,tetapi juga banyak mengambil resiko Permintaan negara konsumen saat
ini sangat menekankan keamanan pangan (food safety), sehingga mengharuskan
produksi udang bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.
Setelah udang mencapai ukuran konsumsi dengan harga pasar yang
baik,harga jual udang tergantung size ukuran dan tiap waktu harga bisa berubah
sesuai ukuran atau size yang dibutuhkan pasar , sehingga petambak harus
mengikuti perubahan harga pasar udang berdasar size atau ukuran waktu akan
melakukan panen untuk mendapatkan nilai jual yang tinggi. Selain itu mutu
udangpun harus dijaga agar kualitas udang tetap terjaga sehingga tidak
menurunkan harga pada saat dijual.
Pemasaran udang windu akhir-akhir ini agak kurang berjalan dengan
lancar,salah satu penyebabnya adalah kegagalan budidaya tambak udang di
berbagai daerah sehingga para pengusaha udang banyak mengurangi kegiatannya.
Di samping itu informasi yang kurang terjalin dengan baik antara produsen udang
dengan pengusaha tambak juga mengakibatkan pemasaran udang kurang lancar
juga. Kondisi mutu udang menjadi issue utama sekarang ini sehingga pengusaha
tambak akan memilih udang yang bermutu baik. banyak faktor teknis yang harus
dipertimbangkan pasar dan harus diperhitungkan dalam pelaksanaan panen.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Mengangkut udang dari tambak secepatnya untuk dibersihkan.


Membilas udang dengan air tawar dan bersih.
Mematikan udang dengan air es.
Memilih udang berdasarkan ukuran dan kualitas
Sesegera mungkin menimbang udang
Memberi es pada udang yang telah dipilah dengan berselang masingmasing setebal 10cm.

Dengan cara diatas, penurunan kualitas dan rasa udang hampir sama tidak
terjadi,dan pembeli dari dalam atau luar negeripun akan menghargainya dengan
memberi harga yang tinggi.
2.1.3. Aspek Operasional
Aspek operasional merupakan prosedur baku yang menjadi pegangan bagi
pembudidaya untuk dapat menerapkan tata cara / aturan yang ada dengan semestinya.
Standart operasional prosedur adalah tuntunan yang telah teruji dan menjadi kebutuhan
yang seharusnya dalam menjalankan proses produksi yang di terapkan. Pernyataan
dengan benar dan tepat waktu adalah berupaya maksimal untuk tidak melakukan
penggeseran atau mengalihkan ketentuan yang ada dalam SOP tersebut. Sebagai
konsekuensi yang menjadi tanggung jawab adalah melaksanakan secara konsisten
seluruh kaedah yang telah tertulis dalam SOP dan menyempurnakan / memperbaiki

segala bentuk ketidak sesuaian yang tidak terjadi selama dalam pelaksanaan proses
produksi.
Tersedianya sarana dan prasarana yang cukup dengan jangkauan yang mudah.
Ketersediaan sarana budidaya yang cukup dan lengkap serta tidak banyak mengalami
kesulitan untuk mendapatkanya adalah menjadi salah satu syarat yang tidak dapat lagi
di tunda dalam proses produksi. Demikian pula halnya bangunan (baik permanen
maupun tidak). Serta prasarana lainya yang mendukung dalam kelancaran proses
produksi dan pemasaran hasil.
Peningkatan etos kerja,penerapan biosekurirti dan kerjasama mutualistis antar
pembudidaya. Kegigian petambak sebagai pelaku budidaya tentu tidak di sangsikan
lagi akan keuletan dan kerja kerasnya karena rasa memiliki dan rasa tanggung jawab
sudah harus melekat dalam kehidupanya guna mempertahankan dan ingin meraih
sukses atas upaya yang dilakukanya unutk mencapai kesejahteraan yang lebih baik.
Penerapan biosekurirti merupakan salah satu unsur kegiatan untuk melindungi segala
upaya yang dilakukan selama dalam proses produksi maupun pada masa tidak
berproduksi. Salah satu yang dimaksud dalam kerjasama yang menguntungkan antar
pembudidaya ini adalah seberapa besar upaya yang dilakukan untuk mempertahankan
agar kondisi kualitas lingkungan yang menjadi milik bersama (open access) seperti
saluran utama dan saluran sekunder pada kondisi yang baik.
2.2. Gambaran Umum Udang Windu
2.1.1. Klasifikasi
Adapun klsifikasi dari udang windu (Penaeus monodon), sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Subfilum : Crustacea
Kelas : Malacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Penaeus
Spesies : Penaeus monodon (Anonim, 2012)
2.1.2. Morfologi
Apabila kita hanya mempelajari bentuk-bentuk luarnya saja. Dilihat dari luar,
tubuh udang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian depan dan bagian belakang. Bagian
depan disebut bagian kepala, yang sebenarnya terdiri dari bagian kepala dan dada
yang menyatu itu dinamakan kepala-dada (cepholothorax) serta bagian perut
(abdomen) terdapat ekor dibagian belakangnya.
Semua bagian badan beserta anggota-anggotanya terdiri dari ruas-ruas
(segmen). Kepala dada terdiri dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan
dadanya 8 ruas. Sedangkan bagian perut terdiri dari 6 ruas. Tiap ruas badan
mempunyai sepasang anggota badan yang beruas-ruas pula.
Seluruh tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang
terbuat dari bahan chitin. Kerangka tersebut mengeras, kecuali pada sambungansambungannya antara dua ruas tubuh yang berdekatan. Hal ini memudahkan mereka
untuk bergerak (Mujiman dan Suyanto, 2005)
Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala dan
bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut cephalothorax
yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8 ruas di bagian dada.
Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-tiap ruas (segmen) mempunyai

sepasang anggota badan (kaki renang) yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas
keenam terdapat ekor kipas 4 lembar dan satu telson yang berbentuk runcing.
Bagian kepala dilindungi oleh cangkang kepala atau Carapace. Bagian depan
meruncing dan melengkung membentuk huruf S yang disebut cucuk kepala atau
rostrum. Pada bagian atas rostrum terdapat 7 gerigi dan bagian bawahnya 3 gerigi
untuk P. monodon. Bagian kepala lainnya adalah :

Sepasang mata majemuk (mata facet) bertangkai dan dapat digerakkan.

Mulut terletak pada bagian bawah kepala dengan rahang (mandibula)


yang kuat.

Sepasang sungut besar atau antena.

Dua pasang sungut kecil atau antennula.

Sepasang sirip kepala (Scophocerit).

Sepasang alat pembantu rahang (Maxilliped).

Lima pasang kaki jalan (pereopoda), kaki jalan pertama, kedua dan
ketiga bercapit yang dinamakan chela.
Bagian badan tertutup oleh 6 ruas, yang satu sama lainnya dihubungkan oleh
selaput tipis. Ada lima pasang kaki renang (pleopoda) yang melekat pada ruas
pertama sampai dengan ruas kelima, sedangkan pada ruas keenam, kaki renang
mengalami perubahan bentuk menjadi ekor kipas (uropoda). Di antara ekor kipas
terdapat ekor yang meruncing pada bagian ujungnya yang disebut telson. Organ
dalam yang bisa diamati adalah usus (intestine) yang bermuara pada anus yang
terletak pada ujung ruas keenam (Anonim, 2012)
Udang jantan dan udang betina dapat dibedakan dengan melihat alat kelamin
luarnya. Alat luar jantan disebut petasma, yang terdapat pada kak renang pertama.
Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak diantara pangkal kaki jalan ke-4 dan
ke-5. Sedangkan lubang saluran kelaminnya terletak diantara pangkal kaki jalan ke-3.
Alat kelamin primer yang disebut gonad terdapat didalam bagian kepala
dada. Pada udang jantan yang dewasa, gonad akan menjadi testes yang berfungsi
sebagai penghasil mani (sperma). Sedangkan pada udang betina, gonad akan menjadi
ovarium (indung telur), yang berfungsi untuk menghasilkan telur dan Ovarium yang
telah matang akan meluas sampai ke ekor.
Sperma yang dihasilkan oleh udang jantan pada waktu kawin akan
dikeluarkan dalam kantung seperti lender yang dinamakan spermatophora (kantung
sperma). Dengan bantuan petasma, spermatophora dilekatkan pada thelicum udang
betina bertelur, spermatophora akan pecah dan sel-sel spermanya akan membuahi
telur di luar badan induknya (Mujiman dan Suyanto, 2005).
2.3.

Sifat dan Perilaku

Berikut beberapa sifat dan perilaku udang windu yang perlu diketahui oleh pembudidaya udang agar
pelaksanaan pemeliharaan udang berhasil secara optimal.
2.3.1.

Aktivitas
Udang mempunyai sifat nocturnal. Artinya, udang aktif bergerak dan mencari
makan pada suasana yang gelap atau redup. Bila sinar terlalu cerah, udang akan diam
berlindung di dasar perairan. Oleh karena itu, udang perlu diberi pakan lebih banyak
pada sore hari dan malam hari. Sedangkan saat siang nan cerah, hanya sedikit pakan
yang dibutuhkan. Udang windu lebih suka tinggal di dasar perairan (bentik) atau
menempel pada sesuatu benda di dalam air. Jenis ini pun peka terhadap kondisi dasar
tambak yang kotor dan busuk yang menyebabkan udang lekas stress.

2.3.2.

Kanibalisme

Umumnya, udang dan semua bangsa krustasea bersifat kanibal, yaitu


memangsa sesame jenis yang lebih lemah kondisinya. Misalnya, udang yang sedang
dalam proses ganti kulit seringkali dimakan oleh udang lain. Udang berukuran lebih
kecil dimakan oleh udang besar, terutama bila dalam keadaan kurang makan.
2.3.3.

Ganti Kulit
Udang berganti kulit secara periodik. Pada proses ganti kulit, badan udang
berkesempatan untuk bertumbuh besar secara nyata. Udang muda lebih sering ganti
kulit ketimbang udang tua sehingga udang muda lebih cepat tumbuh ketimbang yang
tua.

2.3.4.

Daya Tahan
Pada waktu masih benih, udang bersifat euryhaline yang sangat tahan
terhadap fluktuasi kadar garam. Oleh sebab itu, udang windu dapat dipelihara di
tambak dengan kadar garam bervariasi. Dari kisaran salinitan 3 5 promil di tambak
yang jauh dari laut hingga dalam tambak dekat laut berkadar salinitas 20 30 promil.
Di tambak yang berair dangkal, daya tahan terhadap goncangan suhu juga cukup
besar. Di malam hari, suhu dapat mencapai 22 o C atau dibawah 25 o C. Namun di
siang hari, terutama musim kemarau mungkins suhu sering mencapai 31 o C.
meskipun demikian, udang windu tetap dapat tumbuh dengan cukup baik (Suyanto
dan Takarina, 2009).

2.4.

Deskripsi Panen dan Pasca Panen


2.4.1.

Pengertian Panen
Panen adalah tahap akhir dari rangkaian proses budidaya udang diarea
pertambakan udang. Yaitu dengan cara pengambilan udang dari tambak yang dijaga
kesegarannya untuk kemudian dikirim ke proses selanjutnya untuk diolah lebih lanjut.
Dari tahap satu ketahap yang lainnya pada proses panen harus mempunyai persiapan
yang matang dan terencana dengan baik dari prosedur pelaksanaan panen, agar semua
berjalan sesuai dengan yang diinginkan oleh semua pihak, terutama bagi petambak
dan perusahaan.
Kegiatan panen udang meskipun sebagai tahap akhir dari suatu proses
budidaya udang dalam satu siklus budidaya (terutama untuk panen normal)
merupakan tahapan yang sangat penting juga untuk dipahami. Kualitas udang dan
sifat/tingkah laku udang merupakan pengetahuan dasar yang perlu dipahami pada saat
melakukan pemanenan udang. Pada kondisi tertentu (sering dijumpai di lapangan)
udang mengalami penurunan kualitas yang sangat nyata pada saat dilakukan
pemanenan, sehingga secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap harga jual dan
tingkat keuntungan yang diperoleh menjadi tidak optimal (Anonim 2012)

2.4.2.

Persiapan Sebelum Pelaksanaan Panen


Sebelum melaksanakan panen ada beberapa pertimbangan yang perlu
diperhatikan dalam rangka menghasilkan udang yang bermutu baik. Pada saat
perlakuaan pra-panen. Hal itu meliputi membersihkan tambak dari kotoran dan
sampah seperti tritip pada saat melakukan penangkapan atau penjaringan. Cacat pada
udang akan menurunkan mutu dan harga udang, membesihkan tambak dari lumpur,
sampah dan lumut. Untuk itu dapat dilakukan siphon satu minggu sebelum panen,

usahakan udang tidak dalam keadaan soft sheel, karena akan mempengaruhi harga
udang tersebut.
2.4.3.

Pengertian Pasca Panen


Definisi pascapanen menurut pasal 31 UU No.12/1992, adalah suatu
kegiatan yang meliputi pembersihan, pengupasan, sortasi, pengawetan, pengemasan,
penyimpanan, standarisasi mutu, dan transportasi hasil budidaya pertanian.

Bab III. PENUTUP


3.1. Kesimpulan
1.

Persiapan awal panen yakni meliputi persiapan sarana dan prasarana seperti kantong panen,
waring panen, box, bak fiber, gerobak, timbangan, keranjang panen dan es batu dan
dilakukan pergantian air tambak sebanyak 50 % volume air yang dilakukan beberapa hari
sebelum pelaksanaan panen serta harus dilakukan proses sampling untuk melihat keadaan
udang tersebut.

2.

Pemanenan yang kami lakukan dilapangan adalah sebanyak 2 kali, yang pertama sebanyak
536, 98 kg dan kedua sebanyak 438,34 kg. panen dilakukan pada waktu subuh dan panen
yang dilakukan adalah panen total. proses panen ini meliputi persiapan, proses
penangkapan, pembongkaran serta pelelesan udang.

3.

Tahapan pasca panen yang dilakukan meliputi : pengangkatan, pencucian, penimbangan,


pengemasan dan pengankutan udang. Untuk pengemasan udang dalam box, perbandingan
es dan udang dalam box adalah 1 : 1.

3.2.Saran
Dalam melakukan kegiatan panen dan pasca panen ini harus benar-benar dipahami
dengan baik tata caranya agar hasil yang didapatkan akan baik pula mulai dari proses awal
sebelum pelaksanaan panen, pelaksanan panen serta penanganan pasca panen ini. Dan penulis
mengharapkan saran yang sifatnya membangun agar kesempurnaan dan keberlanjutan laporan
berikutnya.

Anda mungkin juga menyukai