Anda di halaman 1dari 29

BAB I

DESKRIPSI KASUS

Nama Peserta

: dr. Yuny Windasarie

Nama Wahana

: RSUD Suradadi Kabupaten Tegal

Topik

: Cedera Kepala Sedang

Tanggal Kasus

: Oktober 2016

Nama Pasien

: Tn.

Usia

: Tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

Pendamping

: dr. Layali

NIP

BAB II
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Waktu datang ke IGD

: Tn. S
: 72 Tahun
: Laki-laki
: Purwahamba
: 26 september 2016

B. Hasil pembelajaran
1. Subyektif
Keluhan utama
: tidak bisa berkemih
Keluhan tambahan
: nyeri perut bawah
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Suradadi jam 12:35 dengan keluhan sulit
BAK. Keluhan dirasakan sejak kemarin sore, setiap mau BAK pasien
harus mengejan tetapi tetap tidak tuntas. Tadi siang pukul 11.30 pasien
ingin berkemih tetapi tidak keluar walaupun dengan cara mengejan,
pasien sangat kesakitan. Sebelumnya pernah mengalami seperti ini 3
bulan yang lalu. Demam (-), mual muntah (-), nyeri supra pubis (+).
BAB Tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat masuk RS (-)
Riwayat keluhan yang sama (+) 3 bulan yang lalu
Riwayat Alergi Makanan (-)
Riwayat Alergi Obat (-)

Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat Keluhan yang sama (-)
Riwayat Kanker atau Keganasan (-)

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien bekerja sebagai petani dan tinggal bersama istri dan 1 orang anak.

Biaya pengobatan menggunakan BPJS


2. Obyektif
Pemeriksaan fisik

Keadaan umum
Kesadaran
TD
Nadi
Pernafasan
Suhu

:Tampak Sakit
: Compos Mentis
: 122/80 mmHg
: 82x/menit, isi cukup, irama teratur
: 18x/menit, irama teratur,
: 36,5C aksila.

Kepala
Mata

: Normocephal
: Mata Cekung (-) conjungtiva anemis (-/-),

sclera ikterik (-/-)


Telinga

: Normal, simetris, liang telinga lapang,

serumen -/-, perdarahan -/-.


Hidung
: Bentuk normal, septum tidak deviasi,

konka tidak hiperemis, sekret -/-, epistaksis -/-,nyeri tekan sinus(-).


Mulut
: Bibir kering (-), sianosis (-),stomatitis

angularis (-) caries dentis (-), lidah kotor(-)


faring
: hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang tidak

hiperemis, hematemesis (-).


Thorax

Paru
- Inspeksi : pergerakan dada simetris dalam
keadaan statis dan

dinamis, tidak

terdapat retraksi intercostae dan suprasternal


- Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada
kelainan
- Perkusi

: sonor pada kedua lapang

paru batas paru- Auskultasi


: suara pernapasan vesikuler
(-), ronkhi -/- , wheezing -/

Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga V
midklavikula kiri
- Perkusi
: redup
- Auskultasi
: BJ I dan II murni, murmur
(-), Gallop (-)

Abdomen

Inspeksi

Auskultasi

: cembung,
: Bising usus (+) normal

Palpasi

: supel, nyeri tekan (-) , defans muscular (-),

Turgor kulit <2detik, Hepar dan Lien dalam batas normal.


Perkusi
: Timpani, shifting dullnes (-), pekak alih(-)
Supra pubis tampak menonjol, teraba keras, nyeri (+)

Ekstremitas

:
Superior

Inferior

Akraldingin

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Oedem

-/-

-/-

Capp. Refill

< 2

< 2

Pemeriksaan rectal toucher

Teraba prostat permukaan halus, kenyal, sulcus lateralis sulit diraba ,


sulcus mediana tidak teraba, Tonus spingter ani cukup, mukosa rectum
licin. Pada sarung tangan tidak ada darah, lendir dan juga feses.

Laboratorium
HEMATOLOGI
Hb
: 12,4 gr%
Ht
: 37,2%
Leukosit
: 6700 /ul
Trombosit
: 306.000 /uL
Eritrosit
: 4,51 juta/mm3
Diff count
MXD (eosinofil/basofil/monosit) : 10,5 %
Netrofil (segmen/stab)

: 56,1 %

Limfosit

: 33,4 %

LED

:-

MCV
MCH
MCHC
Gol Darah: O, Rhesus (+)
Waktu Pembekuan
Waktu Pendarahan
KIMIA DARAH
GDS
Ureum
Kreatinin

: 82,5fL
: 27,5 pg
: 33,3 g/dL
: 7 menit
: 3,1 menit
: 148 mg/dl
: 52,2 mg/dl
: 1,9 mg/dl
4

RAPID TEST
HbsAg
HIV

: Negatif
: Negatif

KESAN : Toleransi Operasi

ASSESSMENT
a. Benigna prostat hiperplasia
Initial Plan Tx :
1. Medikamentosa
- Infus RL 30 tpm
- Levofloxacin 500mg/24jam
- Ranitidin 5 mg/12 jam iv
- Rencana Operasi sectio alta+prostatectomy
Operasi dilakukan tanggal 27 september 2016 siang hari nya.
Nama Operator : dr.Anindya Sp.B
INSTRUKSI POST OP :
-

Sadar penuh boleh minum


Infus tetofusin OPS 30tpm
Sanmol 1gr iv/8 jam
Ranitidin 50mg iv/12 jam
Levofloxacin 500mg/24 jam
Drain dipertahankan sampai produk <50cc/24 jam
Traksi dipertahankan 1x24 jam,pindah inguinal
Irigasi loss clamp
Diit TKTp ekstra susu entran 2x200cc

PROGRESS NOTE
Keluhan

KU
Tanda
Vital

(28/9/2016)
(29/9/2016)
(30/9/2016)
(01/10/2016)
Nyeri
bekas Nyeri
bekas Tidak
ada Tidak
ada
operasi, kentut operasi
keluhan
keluhan
(+)
Sadar,
tampak
sakit
HR = 102 x/mnt
RR = 24 x/mnt
T = 36,5 C
TD : 170/85

Sadar,
tampak
sakit
HR = 89 x/mnt
RR = 22 x/mnt
T = 36,3 C
TD : 160/80

Sadar,
tampak
tenang
HR = 80 x/mnt
RR = 20 x/mnt
T = 36,3 C
TD : 160/80

Sadar,
tampak
tenang
HR = 82x/mnt
RR = 16 x/mnt
T = 36 C
TD : 160/80
5

Px.Fisik

Ass.

Mata:
Konjungtiva
Anemis
(-/-),
injeksi
konjungtiva (-/-),
sklera
ikterik
(-/-), edem (-)
Mulut : bibir
kering (-), pucat
(-).
lidah
hiperemis
(-),
lidah kotor (-)
Thoraks
:
Simetris
(+),
SDV (+/+)

Mata:
Konjungtiva
Anemis
(-/-),
injeksi
konjungtiva (-/-),
sklera
ikterik
(-/-), edem (-)
Mulut : bibir
kering (-), pucat
(-).
lidah
hiperemis
(-),
lidah kotor (-)
Thoraks
:
Simetris
(+),
SDV (+/+)

Mata:
Konjungtiva
Anemis
(-/-),
injeksi
konjungtiva (-/-),
sklera
ikterik
(-/-), edem (-)
Mulut : bibir
kering (-), pucat
(-).
lidah
hiperemis
(-),
lidah kotor (-)
Thoraks
:
Simetris
(+),
SDV (+/+)

Mata:
Konjungtiva
Anemis
(-/-),
injeksi
konjungtiva (-/-),
sklera
ikterik
(-/-), edem (-)
Mulut : bibir
kering (-), pucat
(-).
lidah
hiperemis
(-),
lidah kotor (-)
Thoraks
:
Simetris
(+),
SDV (+/+)

Abdomen
:
supel,
nyeri
tekan (-), bising
usus (+) normal

Abdomen
:
supel,
nyeri
tekan (-), bising
usus (+) normal

Abdomen
:
supel,
nyeri
tekan (-), bising
usus (+) normal

Abdomen
:
supel,
nyeri
tekan (-), bising
usus (+) normal

Ekstremitas :
Akral dingin (-),
CRT <2
Luka
tertutup
kasa,bersih,
drain 150cc/24
jam
PH post

Ekstremitas :
Akral dingin (-),
CRT <2
Luka baik, drain
minimal,irigasi
lancar

Ekstremitas :
Akral dingin (-),
CRT <2
Luka baik, drain
Aff,
irigasi
lancar

Ekstremitas :
Akral dingin (-),
CRT <2
Luka
baik
,irigasi lancar

PH

PH

post

TVP

Terapi

post

post PH

TVP Hari

TVP Hari Hari ke 4

ke 2

ke 3

TVP

Mobilisasi
- Aff Drain
- terapi lanjut
- irigasi 40 tpm
rawat
luka
- laxadin
syr
duduk
- asam
- Pindah
3x1 cth
traneksamat
- lain2 lanjut
ruangan.
- Pindah traksi
500 mg /12
di inguinal
jam
- Irigasi 60 tpm - lain
lain
- Diit
TKTP
lanjut
ekstra enteran
2x200
- Lain2 lanjut
Prognosis - Quo ad vitam : - Quo ad vitam : - Quo ad vitam : - Quo ad vitam :
dubia
ad
dubia
ad
dubia
ad
dubia
ad
bonam
bonam
bonam
bonam

- Quo ad sanam: - Quo ad sanam: - Quo ad sanam: - Quo ad sanam:


dubia
ad
dubia
ad
dubia
ad
dubia
ad
bonam
bonam
bonam
bonam
- Quo
ad - Quo
ad - Quo
ad - Quo
ad
fungsional
:
fungsional
:
fungsional
:
fungsional
:
dubia
ad
dubia
ad
dubia
ad
dubia
ad
bonam
bonam
bonam
bonam

PROGNOSIS
Quo Ad Vitam

: ad bonam

Quo Ad Fungtionam

: ad bonam

Quo Ad Sanationam

: ad bonam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1.

2.
3.
4.

5.

Hiperplasia prostat adalah pembesanan prostat yang jinak bervariasi


berupa hiperplasia kelenjar atauhiperplasia fibromuskular. Namun orang
sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secarahistologi yang
dominan adalah hyperplasia.
Hiperplasia prostat jinak adalah pembesaran kelenjar prostat nonkanker .
Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh
penuaan.
Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat
(secara umum pada pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat
obstruksi uretra.
BPH adalah suatu keadaan dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandungkemih dan menyumbat aliran urin dengan
cara menutupi orifisium uretra.

Kesimpulan BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang


disebabkan oleh faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran
memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
cara menutupi orifisium uretra.

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI PROSTAT


Prostat berbentuk seperti piramid terbalik dan merupakan organ kelenjar
fibromuskuler yang mengelilingi uretra pars prostatica. Panjang prostat sekitar 3

cm dan terletak antara collum vesika urinaria (atas) dan diaphragma urogenitalis
(bawah). Prostat dikelilingi oleh kapsula fibrosa. Di luar kapsul terdapat selubung
fibrosa, yang merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis. Prostat
mempunyai basis, apex, permukaan anterior dan posterior, dan dua permukaan
lateral. Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior bulibuli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah
kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar
ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa
daerah atau zona, yaitu : perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan
anterior.
1. Batas-batas prostat
- Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
-

anterior.
Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi

vascia pelvis.
Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah

menuju corpus perinealis.


Lateral : permukaan lateral prostat terselubung oleh serabut anterior m. levator
ani waktu serabut ini berjalan ke posterior dari os pubis.
Ductus ejaculatorius menembus bagisan atas permukaan prostat untuk
bermuara pada uretra pars prostatica pada pinggir lateral orificium utriculus
prostaticus.

Prostat secara tak sempurna dibagi dalam lima lobus. Lobus anterior, atau
isthmus, terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus
medius, adalah kelenjar yang berbentuk baji yang terletak antara uretra dan ductus
ejaculatorius. Permukaan atasnya dibatasi oleh trigonum vesicae. Bagian ini kaya
akan kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang uretra dan di baeah ductus
ejaculatorius dan juga mengandung jaringankelenjar. Lobus lateral kanan dan kiri
terletak di samping uretra dan dipisahkan satu sama lain oleh alur vertikal dangkal
yang terdapat pada permukaan posterior prostat. Lobus lateral mengandung
banyak

kelenjar.
Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti air susu yang

mengandung asam sitrat dan fosfatase asam. Kedua zat ini ditambahkan ke
caioran semen pada saat ejakulasi. Otot polos pada stroma dan kapsula
berkontraksi dan sekret yang berasawl bersama kelenjar diperas masuk ke uretra
pars prostatid. Sekret prostat bersifat alkali yang membantu menetralkan
keasamavagina.
Seperti diketahui fungsi utama dari unit vesikouretra adalah menampung
urin untuk sementara, mencegah urin kembali ke arah ginjal dan pada saat-saat
tertentu melakukan ekspulsi urin. Unit vesikouretra terdiri dari buli-buli dan uretra
posterior. Uretra posterior terdiri dari uretra pars prostatika, yang bagian
proksimalnya disebut sebagai leher buli-buli dan uretra pars diafragma yang tidak
lain adalah spinkter eksterna uretra. Unit vesikouretra ini dipelihara oleh sistem
saraf otonom yaitu parasimpatis dan simpatis untuk buli-buli dan uretra proksimal
dari diafragma serta saraf somatis melalui nervus pudendus untuk spinkter
eksterna. Sistem persyarafan tersebut memungkinkan terjadinya proses miksi
secara bertahap (fase) yaitu :
1. Fase Pengisian (Resting /Filling Phase)
Fase ini terjadi setelah selesai miksi dan buli-buli mulai diisi lagi dengan urin
dari ginjal yang masuk melalui ureter. Pada fase ini tekanan di dalam buli-buli
selalu rendah, kurang dari 20 cm H2O. Sedangkan tekanan di uretra posterior
selalu lebih tinggi antara 60-100 cm H2O.
2. Fase Ekspulsi
Setelah buli-buli terisi urin sebanyak 200-300 ml dan mengembang , mulailah

10

reseptor strecht yang ada pada mukosa buli-buli terangsang dan impuls
dikirimkan ke sistem saraf otonom parasimpatis di medula spinalis segmen 2
sampai 4 dan sistem syaraf ini menjadi aktif dengan akibat meningkatnya
tonus buli-buli (muskulus detrusor). Meningkatnya tonus detrusor ini
dirasakan sebagai perasaan ingin kencing. Pada saat tonus detrusor meningkat
maka secara sinkron leher buli-buli dan uretra pars prostatika membuka,
bentuknya berubah seperti corong dan tekanannya menurun. Pada keadaan ini
inkontinensia hanya dipertahankan oleh spinkter eksterna yang masih tetap
menutup. Bila yang bersangkutan telah mendapatkan tempat yang dianggap
konvivien untuk miksi barulah spinkter eksterna secara sadar dan terjadi
miksi. Pada saat tonus detrusor meningkat sampai terjadinya miksi tekanan
intravesikal mencapai 60-120 m
Perdarahan, penyaliran limfe, dan persyarafan
Arteri yang memperdarahi prostat berasal dari cabang a. vesicalis inferior
dan a. rectalis media. Vena membentuk pleksus venosus prostatiticus yang terletak
antara kapsula prostat dan selubung fibrosa. Plexus prostaticus menerima v.
dorsalis profundus penis dan banyak v. vesicalis , dan mengalirkan darah ke v.
iliaca interna. Pembuluh limfe dari prostat mengalirakn cairan limfe ke nodi
limfatici iliaca interna. Persarafan prostat berasal dari plexus hipogastricus
inferior.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen
dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan
bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen
yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan kurang lebih 25% dari volume
ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker
ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi
saluran

kemih.

ETIOLOGI BPH
Penyebab dari BPH sampai sekarang belum dapat dipahami dengan jelas.
Tidak ada informasi yang jelas tentang faktor resiko terjadinaya BPH. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa BPH banyak terjadi pada orang tua dan tidak

11

berkembang pada pria yang testisnya diambil sebelum usia pubertas. Karena
alasan ini, beberapa peneliti percaya bahwa faktor yang berhubungan dengan usia
dan testis pria sangat berpengaruh dengan perkembangan BPH. Pria memproduksi
hormon terpenting pada sistem reproduksi yaitu testosteron dan sebagian kecil
adalah hormon estrogen. Pada saat pria mulai berumur maka jumlah testosteron
yang aktif di dalam darah menurun dan kadar estrogen lebih tinggi. Penelitian
yang dilakukan pada binatang menunjukkan bahwa BPH disebabkan oleh
tingginya kadar estrogen dalam darah disertai dengan peningkatan aktivitas dari
substansi

yang

mempercepat

pertumbuhan

sel.

Walaupun prostat terus membesar selama lebih dari separuh hidup manusia,
pembesarannya tidak selalu menimbulkan masalah sampai pada usia terakhir
manusia. Dengan bertambahnya usia akan terjadi keseimbangan testosteron
estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi
perubahan mikroskopik pada prostat dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikroskopiuk ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik
anatomik. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia
80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan
tanda
Penelitian

dan
lain

mengatakan

gejala
BPH

lebih

klinik.

banyak

disebabkan

karena

dehidrotestoteron (DHT), yaitu substansi yang merupakan derivat dari testoteron


dalam prostat yang membantu mengatur pertumbuhan kelenjar prostat. Beberapa
binatang kehilangan kemampuannya untuk memproduksi DHT ketika tua. Walau
demikian, beberapa penelitian menyatakan bahwa walaupun kadar testoteron
dalam darah menurun tetapi DHT terkumpul dalam jumlah besar di dalam prostat.
Akumulasi DHT ini mengakibatkan pertumbuhan sel. Jadi para peneliti tersebut
menitikberatkan bahwa pria yang tidak memproduksi DHT tidak terjadi
pembesaran

kelenjar

prostat..

Beberapa teori telah dikemukakan berdasarkan faktor histologi, hormon, dan


faktor

perubahan

usia,

di

antaranya:

12

1. Teori DHT (dihidrotestosteron): testosteron dengan bantuan enzim 5-a


reduktase dikonversi menjadi DHT yang merangsang pertumbuhan kelenjar
prostat.
2. Teori Reawakening. Teori ini berdasarkan kemampuan stroma untuk
merangsang pertumbuhan epitel. Menurut Mc Neal, seperti pada embrio, lesi
primer BPH adalah penonjolan kelenjar yang kemudian bercabang
menghasilkan kelenjar-kelenjar baru di sekitar prostat. Ia menyimpulkan
bahwa hal ini merupakan reawakening dari induksi stroma yang terjadi pada
usia dewasa.
3. Teori stem cell hypotesis. Isaac dan Coffey mengajukan teori ini berdasarkan
asumsi bahwa pada kelenjar prostat, selain ada hubungannya dengan stroma
dan epitel, juga ada hubungan antara jenis-jenis sel epitel yang ada di dalam
jaringan prostat. Stem sel akan berkembang menjadi sel aplifying. Keduanya
tidak tergantung pada androgen. Sel aplifying akan berkembang menjadi sel
transit yang tergantung secara mutlak pada androgen, sehingga dengan adanya
androgen sel ini akan berproliferasi dan menghasilkan pertumbuhan prostat
yang normal.
4. Teori growth factors. Teori ini berdasarkan adanya hubungan interaksi antara
unsur stroma dan unsur epitel prostat yang berakibat BPH. Faktor
pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah pengaruh androgen.
Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF) dan atau
fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi
transforming growth factor- b (TGF - b, akan menyebabkan terjadinya
ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran
prostat.
Namun demikian, diyakini ada 2 faktor penting untuk terjadinya BPH,
yaitu adanya dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan
kelainan kongenital berupa defisiensi 5-a reduktase, yaitu enzim yang
mengkonversi testosteron ke DHT, kadar serum DHT-nya rendah, sehingga
prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses penuaan, kadar testosteron serum
menurun disertai meningkatnya konversi testosteron menjadi estrogen pada
jaringan periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor androgen. Peran
androgen dan estrogen dalam BPH adalah kompleks dan belum jelas benar.
Tindakan kastrasi sebelum masa pubertas dapat mencegah BPH. Pasien dengan
13

kelainan genetik pada fungsi androgen juga mempunyai gangguan pertumbuhan


prostat. Dalam hal ini, barangkali androgen diperlukan untuk memulai proses PPJ,
tetapi tidak dalam hal proses pemeliharaan. Estrogen berperan dalam proses
hiperplasia

stroma

yang

selanjutnya

merangsang

hiperlpasia

epitel.

PATOGENESIS
Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek
perubahannya juga terjadin secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat,
dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung
kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (bulibuli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat detrusor. Tonjolan
serat yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar dinamakan divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila
keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksin sehingga terjadi retensi
urin.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin dalam kandung kemih, dan timbul
rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut maka pada suatu saat
akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena
produksi urin terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi menampung urin
sehingga tekanan intravesika terus meningkat dan dapat terjadi inkontinensia
paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi penderita terus mengedan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terbentuk sisa urin terbentuk
batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi
dan menimbulkan hematuria. Batu juga dapat menimbulkan sistitis dan bila terjadi
refluks dapat terjadi pielonefritis.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. GejalaKlinis

14

Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH disebut sebagai sindroma


prostatisme. Walaupun begitu sindroma ini tidak patogomonik untuk BPH.
Obstruksi intra vesikal yang lain dapat pula memberikan gejala klinis seperti
sindroma prostatisme ini. Oleh karena itu istilah ini belakangan sering diganti
dengan Lower Urinary Tract Symptom (LUTS). Sindroma prostatisme ini
dibagi menjadi dua, yaitu gejala obstruktif dan gejala iritatif.
2. Gejala obstruksi
Terdiri dari pancaran melemah, akhir buang air kecil belum terasa kosong
(Incomplete emptying), menunggu lama pada permulaan buang air kecil
(hesitancy), harus mengedan saat buang air kecil (straining), buang air kecil
terputus-putus (intermittency), dan waktu buang air kecil memanjang yang
akhirnya menjadi retensi urin dan terjadi inkontinen karena overflow. Kedua,
gejala iritatif terdiri dari sering buang air kecil (frequency), tergesa-gesa
untuk buang air kecil (urgency), buang air kecil malam hari lebih dari satu
kali (nocturia), dan sulit menahan buang air kecil (urge incontinence). Dari
kedua macam gejala tersebut, gejala obstruktif biasanya lebih menonjol. Bila
terjadi gejala iritasi lebihmenonjol harus dipikirkan penyebab lain selain
BPH.
Untuk menentukan derajat beratnya penyakit yang berhubungan dengan
penentuan jenis pengobatan BPH dan untuk menilai keberhasilan pengobatan
BPH, dibuatlah suatu skoring yang valid dan reliable. Terdapat beberapa
sistem skoring, di antaranya skor International Prostate Skoring System
(IPSS) yang diambil berdasarkan skor American Urological Association
(AUA). Sistem skoring yang lain adalah skor Madsen-Iversen dan skor
Boyarski1,2,5. Skor AUA terdiri dari 7 pertanyaan. Pasien diminta untuk
menilai sendiri derajat keluhan obstruksi dan iritatif mereka dengan skala 0-5.
Total skor dapat berkisar antara 0-35. Skor 0-7 ringan, 8-19 sedang, dan 2035 berat1. Skor Madsen-Iversen terdiri dari 6 pertanyaan yang berupa
pertanyaan-pertanyaan untuk menilai derajat obstruksi dan 3 pertanyaan
untuk gejala iritatif. Total skor dapat berkisar antara 0-29. Skor <> 20 berat.
Perbedaannya dengan skor AUA adalah dalam skor Madsen Iversen penderita
tidak menilai sendiri derajat keluhannya.
3. Tanda Klinis

15

Tanda klinis terpenting dalam BPH adalah ditemukannya pembesaran pada


pemeriksaan colok dubur/digital rectal examination (DRE). Ukuran dan
konsistensi prostat perlu diketahui, walaupun ukuran prostat yang ditentukan
melalui DRE tidak berhubungan dengan derajat obstruksi. Pada BPH, prostat
teraba membesar dengan konsistensi kenyal. Apabila teraba indurasi atau
terdapat bagian yang teraba keras, perlu dipikirkan kemungkinan keganasan.
PEMERIKSAAN FISIK
BPH biasanya mengenai pria usia lanjut oleh karena itu pada pemeriksaan
fisik kita menghadapi pria dengan tanda-tanda usia lanjut seperti rambut telah
beruban, pada kulit muka terdapat keriput dsb. Tanda-tanda vital seperti tensi,
nadi, respirasi biasanya cukup baik kecuali bila BPH nya telah disertai berbagai
penyulit. Karena usia penderita yang cukup lanjut, pemeriksaan keadaan umum
penderita harus dikerjakan dengan teliti, tidak jarang terdapat penyakit-penyakit
lain seperti hipertensi, obstruksi jalan nafas kronis, penyakit parkinson, diabetes
melitus, bekas stroke dan lain-lain. Pemeriksaan abdomen juga harus diteliti.
Daerah pinggang kanan dan kiri harus diperiksa dengan teknik palpasi bimanual.
Bila ginjal teraba, patut dicurigai adanya hidronefrosis karena stasis urin. Bila
penderita merasakan nyeri pada saat ditekan agak kuat, mungkin terdapat
pyelonefritis.
Pada inspeksi daerah suprasimfisis, bila penderita dalam keadaan retensio
urine, akan kelihatan menonjol. Penonjolan ini bila dipalpasi akan terasa adanya
balottement dan penderita akan tersa ingin kencing. Kemudian dengan cara
perkusi dapat diperkirakan ada tidaknya residual urine Penting juga memeriksa
penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan penyebab yang lain dari
keluhannya misalnya adanya stenosis meatus, striktur uretra, batu uretra,
karsinoma ataupun fimosis. Scrotum bisa juga diperiksa untuk menentukan ada
tidaknya

hernia,

Pemeriksaan

Colok

orchitis
Dubur

maupun
(Rectal

Toucher

epidiymitis
=

RT)

Sebelum dilakukan RT, penderita harus diminta miksi lebih dulu dan bila
penderita dalam keadaan retentio urin, RT dikerjakan setelah buli-buli
dikosongkan dengan kateter. Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan

16

keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, keadaan lain seperti benjolan di
dalam

rectum

dan

prostat.

Tujuan dari RT adalah :


1. Menentukan konsistensi dari prostat
Konsistensi prostat benigna seperti kalau kita menekan ujung hidung kita dan
permukaan seluruh kelenjar biasanya rata (halus). Bila konsistensi prostat
berdungkul atau terdapat bagian yang lebih keras, seperti kalau menekan
daerah tulang hidung atau sendi jari maka harus dipikirkan adanya
karsinoma, prostatitis kalkulosa, tbc prostat atau prostatitis granulomatosa.
2. Menentukan besarnya prostat
Secara RT besarnya prostat normal tersebut ditandai dengan batas batas yang
jelas, yaitu sulcus lateralis mudah diraba, batas atas juga mudah diraba. Dan
ditengahnya terdapat sulkus mediana yang juga mudah diraba.
Menentukan besarnya prostat secara RT keakuratannya rendah karena
memang banyak kendalanya, yaitu:
Memerlukan banyak pengalaman
Faktor subyektifitasnya besar, antara satu pemeriksa dengan pemeriksa lain
sangat bervariasi.
Sering prostat membesar intra vesika.
Secara RT besarnya prostat dibedakan :
- grade (derajat ) I : perkiraan beratnya sampai dengan 20 gram.
- grade (derajat) II : perkiraan beratnya antara 20-40 gram.
- grade (derajat) III : perkiraan beratnya lebih dari 40 gram
3. Menentukan sistem persyarafan unit vesiko urtetra.
Tonus sphinter yang normal, tidak longgar waktu jari telunjuk dimasukkan
dan refleks bulbo kaverosa (BCR) yang positif menandakan bahwa
persyarafan unit vesiko uretra tidak intake. Bila dengan mendadak glans
penis ditekan dengan tangan kiri dan pada jari telunjuk yang di rektum terasa
kontarksi dari sphinter ani maka dikatakan bahwa BCR positif.

17

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaa darah lengkap, faal ginjal, elektrolit serum, perlu dikerjakan
sebagai dasar keadaan umum penderita. Pemeriksaan kadar gula juga perlu
dikerjakan terutama untuk megetahui kemungkinan adanya neuropati diabetes
yang dapat menyebabkan keluhan miksi. Pemeriksaan urinalisa juga harus
dikerjakan, termasuk pemeriksaan bakteriologiknya. Adanya hematuria berarti
perlu evaluasi lenjut secara lengkap. Pemeriksaan petanda tumor (Prostate
Spesific Antigen = PSA) sudah banyak digunakan, juga merupakan salah satu
sarana untukmenyingkirkan dugaan keganasan.
Harap diingat bahwa masa prostat yang besar dapat menaikkan kadar PSA dalam
darah dalam batas-batas tertentu. Hasil PSA yang normal merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi sebelum memulai terapi medikamentosa BPH. Sebagai
pegangan penilaian PSA diintrepetasikan sebagai berikut :
Nilai PSA
Interpretasi
0,5-4,0 ng/ml
Normal
4,0-10 ng/ml
Kemingkinan Ca 20 % (perlu TRUS & biopsi)
> 10 ng/ml
Kemingkinan Ca 50 % (Perlu TRUS & biopsi)
Kenaikan > 20%/th
Segera rujuk untuk TRUS &biopsy
2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin ini dapat diperiksa dengan Uroflowmeter. Jumlah urine yang cukup
untuk mendapatkan flowmetrogram yang representatif palaling sedkit 150 ml dan
maksimal 400 ml, yang ideal antara 200-300 ml.
Penilaian hasil :
Flow rate maksimal : 15 ml/detik : non obstuktif

18

10-15 ml/detik : border line


10 ml/detik : obstruktif
Walaupun ada beberapa prosedur untuk mendiagnosis BPH, Uroflowmetri
merupakan cara terbaik dan paling tidak invasif dalam mendeteksi adanya
obstruksi traktus urinarius bagian bawah.
3. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
Perkembangan teknik pemeriksaan ultrasonogarfi (USG) membawa
manfaat yang besar bagi evaluasi penderita BPH. Selain itu dengan USG ini dapat
pula diperiksa buli-buli, misalnya ada batu buli-buli, tumor buli-buli, divertikel.
Juga dapat diperiksa jumla residual urine. Terdapat beberapa macam tranducer
untuk pemeriksaan prostat yaitu suprapubic (abdominal), transrektal dan
transuretral.
Pemeriksaan Rontgenologik yaitu pyelografi intravena (IVP) sekarang tidak lagi
merupakan pemeriksaan rutin untuk evaluasi penderita BPH tetapi hanya
dikerjakan secara selektif.
4. Pemeriksaan Panendoskopi
Dengan pemeriksaan panendoskopi dapat ditentukan secara review :
Keadaan uretra anterior, misalnya adanya striktur uretra
Keadaan uretra prostatika, bagian prostat mana yang membesar, panjangnya uretra
yang obstruktif karena pembesaran prostat
Keadaan didalam buli-buli yaitu ada tidaknya tumor, batu, hipertropi dari detrusor,
ada tidaknya selulae atau divertikel dan keadaan muara ureter dan mengetahui
kapasitas buli-buli.
DIAGNOSA BANDING
Sindroma prostatisme tidak hanya disebabkan oleh BPH, tetapi dapat pula
disebabkan beberapa penyakit lain. Beberapa penyakit lain serta pedoman
membedakannya seperti dibawah ini :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

striktur uretra
Stenosis leher buli-buli
Batu buli-buli atau batu yang menyumbat uretra posterior
Karsinoma prostat
prostatitis/prostatodinia
Buli-buli neuropati.
Pengaruh obat-obatan (Simpatolitik, Psikotropik, Alfa Adrenergik)

19

TERAPI
Tidak semua penderita BPH memerlukan terapi, untuk menentukan apakah
penderita BPH perlu mendapatkan terapi serta modalitas terapi mana yang akan
dipilih tergantung dari berat ringannya keluhan serta tanda-tanda klinis dari
penderita. Keluhan ringan, sedang atau bert dinilaindengan menggunakan sistem
skoring. Bebereapa modalitas terapi untuk BPH antara lain :
1) Watchful Waiting (Observasi)
Watchful atau observasi adalah hanya mengawasi saja secara berkala dan tidak
memberikan pengobatan. Pengawasan berkala maksudnya adalah memeriksa
ulang setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan penderita.
Pada pemeriksaan ulang ini dinilai skor dari simtomnya, fisik, laboratorium
dan flow urinnya. Indikasi dari sikap watchful adalah BPH yang
diketemukan secara kebetulan, penderita dengan keluhan yang ringan
(berdasarkan nilai skoring) serta tidak dijumpai penyulit.
2) Medikamentosa
Indikasi dari terapi medikamentosa adalah BPH dengan keluhan ringan,
sedang, berat tanpa disertai penyulit dan BPH dengan indikasi terapi
pembedahan tetapi masih terdapat indikasi kontra atau belum well motivied.
Macam obat yang digunakan adalah :
a. Supresi Androgen
Asumsi yang mendasari terapi dengan supresi androgen pada BPH adalah
kontrasi atau supresi androgen menurunkan volume dan gejala prostat pada
penderita BPH, dan pria dengan kelainan bawaan berupa defisiensi enzim 5
reduktase, ternyata kelenjar prostat tidak berkembang. Supresi androgen
dapat terjadi dengan memberikan :
1) Penghambat enzim 5 reduktase
2) Anti androgen
3) Analog Luteinizing hormone relasting hormone (LHRH).
Anti androgen dan analog LHRH tidak dipakai untuk pengobatan BPH
karena efek sampingnya sangat merugikan. Efek samping tersebut ialah
hilangnya libido, impotensi, hilangnya habitus pria, ginekomastia dan rasa
panas di wajah. Keuntungan dari inhibitor 5 reduktase adalah tidak

20

menurunkan kadar testoteron di dalam darah, sehingga efek samping


seperti disebutkan diatas jarang terjadi. Prinsip kerja dari obat ini
menghambat metabolisme testoteron menjadi dehidrotestoteron (DHT)
yang mrupakan zat aktif perangsang terjadinya hiperplasi prostat. Obat 5
reduktase yng tersedia di pasar adalah golongan Finasterida dengan nama
dagang di Indonesia PROSCAR. Obat ini diberikan per oral, sekali sehari/
tablet. Secara berkala penderita diperiksa lagi dan dievaluasi parameter pra
terapi. Bila menunjukkan perbaikan terapi diteruskan dan bila tidak,
dipertimbangkan terapi pembedahan.
b. Golongan Alpha Blocker
Tegangan otot polos prostat dikontrol dominan oleh reseptor alpha-1.
Kontraksi otot polos prostat, yang merupakan bagian dari sindroma
obstruktif BPH, dapat dihambat oleh obat-obat alpha blocker, misalnya :
phenoxybenzamin, alfuzosin, doxazin, indoramin dan terazosin. Tetapi
harus dimulai dengan dosis rendah dan dengan hati-hati dinaikkan,
tergantung respons individual. Penelitian kontrol plasebo, menunjukkan
bahwa alpha blocker dapat memperbaiki flow urin dan gejala-gajala BPH.
Obat ini harus diberikan dengan cara titrasi (dosis dinaikkan bertahap),
biasanya perbaikan tampak 2-3 minggu setelah pemberian dan bila tidak
ada efek setelah 3-4 bulan pemberian secara titrasi, maka alternatif terapi
lain harus dipertimbangkan.
Pada tiga studi menggunakan alpha blocker menghasilkan hasil yang sama.
Skor keluhan menurun dengan mean 16,85-17,9% dibanding 14,5% pada
plasebo. Flow urin membaik kurang lebih 3 ml/ detik.Efektifitas jangka
panjang belum diketahui. Efek samping yang dapat terjadi meliputi
takikardi, palpitasi, kelemahan, lelah dan hipertensi postural yang dapat
menimbulkan masalah pada pasien-pasien pasca penyakit serebrovaskuler
atau riwayat sinkop. Pusing atau vertigo dan sefalgia terjadi pada 10-15%
pasien, dan hipertensi postural pada 2-5% pasien.
3) Intervensi Invasif
1) Open prostatektomi
Dikenal 2 cara :
a. Freyer

21

Teknik : suprapubik transvesikacal prostatektomi


Balfied tahun 1887 pertama kali melakukan pembedahan cara ini,
kemudian oleh Sir Peter Freyer dari London dilaporkan pada kongres SIU
di Paris tahun 1900.
b. Millin
Teknik : Retropubik transkapsular prostatektomi.
Tahun 1945 dikenalkan oleh Terence Millin dari Inggris
Keuntungan : Sumber perdarahan jelas dan apeks prostat lebih mudah
dicapai.
Operasi terbuka ini dianjurkan pada BPH dengan berat lebih dari 50 gram
atau yang diperkirakan tidak dapat reseksi dengan sempurna dalam waktu
satu jam. BPH yang disertai penyulit, misalnya batu buli-buli yang
diameternya lebih dari 2,5 cm atau multipel dan bila tidak tersedia fasilitas
untuk melakukan TUR Prostat baik sarana maupun tenaga ahlinya.
2) Transuretra Reseksi Prostat (TURP)
Pada tahun 1900 diperkenalkan konsep tabung berjendela oleh Hugh
Hampton Young dan tahun 1913 Reseksi prostat secara Sistoskopik
dikerjakan pertama kali, alat tersebut dimasukkan ke dalam jaringan dan
secara blind memotong jaringan tersebut dengan pisau yang terdapat
dalam tabung tersebut.. Tahun 1924 Reinholdt Wapper dan George Wyeth
menemukan electrical Cutting, kemudian Bowie dari Harvard berhasil
mengembangkan suatu generator yang berfungsi sebagai cutting dan
coagulating. Mc Carthey pada tahun 1932 memperkenalkan alat
resektoskop penerawangan langsung dengan lensa for oblique dan kawat
lengkung yang berfungsi sebagai pemotong dan koagulasi jaringan prostat.
Sejak saat itu sampai sekarang reseksi prostat transuretra menjadi gold
standard dari pembedahan prostat dan merupakan tindakan endo Urologik
terbanyak (90-95%) untuk mengatasi obstruksi intravesikal yang
disebabkan oleh BPH.
3) Transuretra Insisi Prostat (TUIP)
Pada TUIP tidak dikerjakan reseksi prostat tetapi hanya melakukan insisi
pada posisi jam 5 dan jam 7 dari kelenjar prostat dengan menggunakan
pisau dari Collin. TUIP pertama kali dilaporkan oleh ORANDI pada tahun

22

1973. TUIP hanya dikerjakan untuk BPH obstruktif yang ukurannya kecil,
besar RT derajat I atau kurang dari 20 gram. Keuntungan dari TUIP adalah
waktu operasi dan waktu rawat inap yang lebih singkat, penyulit yang jauh
lebih sedikit tetapi insiden prostat kambuh tentu lebih sering yang masih
berbeda pendapat adalah permasalahan tentang panjangnya serta dalamnya
insisi.
4) Transuretra Laser Insisi Prostat (TULIP)
Sinar laser sudah lama berperanan dalam pembedahan dan terbukti
manfaatnya. Jenis laser yang digunakan pada terapi BPH adalah Nd YAG
laser. Pada tahun 1985 SHANBERG melaporkan penggunaan laser pada
prostatektomi. Kendala utamanya adalah belum bisa mengarahkan sinar
laser secara akurat. Juga karena yang digunakan saat itu kontak laser maka
terjadi pengarangan pada ujung probe sehingga kekuatan laser berkurang.
Saat ini telah berhasil dibuat peralatan untuk membelokkan sinar laser
sehingga tepat mengenai lobus lateral dari prostat. Juga jenis probenya
adalah non kontak probe.

Intervensi Invasif MinimalMeliputi:


1) Transuretral Ballon Dilatasi (TUBD)
Dengan menggunakan balon kateter yang berkapasitas antara 75F-110F
dengan tekanan antara 3-5 atmosfir, uretra prostatika di dilatasi selama 1030 menit. Terapi ini dikerjakan untuk BPH yang kecil dan tanpa pembesaran
dari lobus medius. Terdapat perbaikan keluhan dan flowmetrik sampai 3-6
bulan sesudah tindakan walaupun secara sitoskopik ternyata tidak ada
perbedaan di daerah uretra prostatika pra dan pasca tindakan.
2) Prostat Stent
Stent dibuat dari bahan kawat yang dianyam hingga berbentuk tabung. Stent
dipasang di uretra prostatika untuk mencegah berdempetnya prostat.
3) Terapi Termal , dibagi menjadi tiga macam antara lain :
a. Hipertermi

23

Kelenjar prostat dipanasi 41-45 C, dan pemanasannya dikerjakan dengan


menggunakan probe baik transrektal ataupun transuretral. Pemanasan
dilakukan beberapa kali dengan frekwensi 1-2 kali/ minggu. Setiap kali
pemanasan berlangsung kurang lebih satu jam.
b. Transuretral Mikrowave Termoterapi (TUMT)
Termoterapi adalah penyempurnaan dari terapi hipertermia. Dengan
menggunakan kateter 22F yang dihubungkan dengan sumber panas
mikrowave 1296 MHZ, prostat dipanaskan 45-60 C, sementara itu secara
terus-menerus uretra didinginkan sehingga mukosanya tidak rusak.
Temperatur juga dipantau terus menerus. Dengan pemanasan yang cukup
tinggi tadi akan terjadi destruksi, koagulasi dan akhirnya nekrosis. Pada
termoterapi pemanasan dilakukan satu kali. Keuntungannya adalah tidak
memerlukan anestesi umum maupun regional, tetapi peralatannyarelatif
mahal
c. Transuretral Needle Ablasi (TUNA)
Dengan menggunakan alat khusus yang dimasukkan ke kelenjar prostat,
kemudian dengan microwave prostat dipanaskan sampai 120 C. Hasil yang
pernah dilakukan menunjukkan perbaikan flow maksimal dari 9 ml/ deti
menjadi 17 ml/ detik. Penelitian multi senter terus dikerjakan agar mendapat
kasus yang cukup banyak untuk dapat diambilk kesimpulan guna
generalisasi.
PEMBAHASAN KASUS
Pada kasus ini pasien didiagnosis Benigna Prostat Hiperplasia dengan dasar
sebagai berikut:
Identitas pasien :
Pasien adalah laki-laki berusia 72 tahun. Secara etiologi Berdasarkan angka
autopsi perubahan mikroskopik pada prostat dapat ditemukan pada usia 30-40

24

tahun. Bila perubahan mikroskopiuk ini terus berkembang akan terjadi perubahan
patologik anatomic.
Dari anamnesis :
Dikeluhkan pasien tidak dapat berkemih. Saat berkemih pasien selalu
mengedan, air seni keluar dengan menetes,tidak mersa puas setelah berkemih. Hal
ini sesuai dengan teori yang sudah dikemukakan diatas.
Dari pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Supra pubis tampak menonjol, teraba
keras, nyeri (+)
Pemeriksaan rectal toucher

Teraba prostat permukaan halus, kenyal, sulcus lateralis sulit diraba ,


sulcus tidak teraba, Tonus spingter ani cukup, mukosa rectum licin. Pada
sarung tangan tidak ada darah, lendir dan juga feses.

Dasar Penatalaksanaan :
Prosedur terapi pada benigna prostat hiperplasia adalah sectio alta dan
prostatectomy kemudian jaringan tersebut diperiksa histopatologinya ke patologi
anatomi. Operasi yang dijalani merupakan operasi kecil yang menggunakan
regional anestesisetelah itu pasien tidur terlentang,isi buli 400cc. Insisi fanenstel
perdalam sampai dengan cavitas buli, urin jernih, indental prostat (+),inflamasi
(+),sacula (+). Insisi pada indental prostat,avakuasi untuk di PA. Pasang DC, Jahit
prostat, jahit buli, pasang 1 buah drain pada cavitas retz, setelah itu jahit lapis
demi lapis.

25

PENUTUP
Kesimpulan
1 Objektif
Pasien datang ke IGD RSUD Suradadi jam 12:35 dengan keluhan sulit BAK.
Keluhan dirasakan sejak kemarin sore, setiap mau BAK pasien harus mengejan
tetapi tetap tidak tuntas. Tadi siang pukul 11.30 pasien ingin berkemih tetapi tidak
keluar walaupun dengan cara mengejan, pasien sangat kesakitan. Sebelumnya
26

pernah mengalami seperti ini 3 bulan yang lalu. Demam (-), mual muntah (-),
nyeri supra pubis (+). BAB Tidak ada keluhan.
2 Dari anamnesis ini, didapatkan diagnosis bahwapasien menderita Benigna Prostat
hiperplasia.
Objektif
UGD 26 september 2016, 12.37 WIB
1. OBYEKTIF
Pemeriksaanfisik

Keadaan umum
Kesadaran
TD
Nadi
Pernafasan
Suhu
Kepala
Mata

:Tampak Sakit
: Compos Mentis
: 122/80 mmHg
: 82x/menit, isi cukup, irama teratur
: 18x/menit, irama teratur,
: 36,5C aksila.
: Normocephal
: Mata Cekung (-) conjungtiva anemis (-/-),

scleraikterik (-/-)
Telinga

: Normal, simetris, liang telinga lapang,

serumen -/-, perdarahan -/-.


Hidung
:

konka tidak hiperemis, sekret -/-, epistaksis -/-,nyeri tekan sinus(-).


Mulut
: Bibir kering (-), sianosis (-),stomatitis

angularis (-) caries dentis (-), lidah kotor(-)


faring
: hiperemis (-), tonsil T1-T1 tenang tidak

Bentuk

normal, septum

tidak deviasi,

hiperemis, hematemesis (-).


Thorax

Paru
Inspeksi
: pergerakan dada simetris dalam keadaan
statis dan

dinamis, tidak terdapat retraksi intercostae dan

suprasternal
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru batas paruAuskultasi : suara pernapasan vesikuler (-), ronkhi -/- ,

wheezing -/Jantung
Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

27

Palpasi

kiri
Perkusi
Auskultasi
Abdomen

Inspeksi

Auskultasi

Palpasi

: iktus kordis teraba di sela iga V midklavikula


: redup
: BJ I dan II murni, murmur (-), Gallop (-)
: cembung,
: Bising usus (+) normal
: supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-),

Turgor kulit <2detik, Hepar dan Lien dalam batas normal.


Perkusi
: Timpani, shifting dullnes (-), pekak alih(-)
Supra pubis tampak menonjol, teraba keras, nyeri (+)

Ekstremitas

:
Superior

Inferior

Akraldingin

-/-

-/-

Sianosis

-/-

-/-

Oedem

-/-

-/-

Capp. Refill

< 2

< 2

Pemeriksaan rectal toucher

Teraba prostat permukaan halus, kenyal, sulcus lateralis sulit diraba ,


sulcus mediana tidak teraba, Tonus spingter ani cukup, mukosa rectum
licin. Pada sarung tangan tidak ada darah, lendir dan juga feses.
HEMATOLOGI
Tanggal 26 september 2016 pukul 12:30
Pemeriksaa 29/1/2016 Nilai Normal
n
Hemoglobin 12,4
14-16 g/dl
Hematokrit
37,2%
40-48%
Trombosit
306000
150000-450000
Leukosit
6700
4000-11000
Eritrosit
4,51 juta
4-5 juta/mm3
Netrofil
56,1 %
37-74 %
Limfosit
33,4%
20-40 %
MCV
82,5 fl
76-96 fl
MCH
27,5 pg
27-32 pg
MCHC
33,3 g/dl
32-36 g/dl
Dari hasil pemeriksaan fisik dan laboratorium, ditegakkan diagnosis :
- Benigna prostat hiperplasia

28

Diagnosis ditegakkan berdasarkan: anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan laboratorium
Prognosis benigna prostat hiperplasia : dubia ad bonam

29

Anda mungkin juga menyukai