DESKRIPSI KASUS
Nama Peserta
Nama Wahana
Topik
Tanggal Kasus
: Oktober 2016
Nama Pasien
: Tn.
Usia
: Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Alamat
Pendamping
: dr. Layali
NIP
BAB II
KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Usia
Jenis kelamin
Alamat
Waktu datang ke IGD
: Tn. S
: 72 Tahun
: Laki-laki
: Purwahamba
: 26 september 2016
B. Hasil pembelajaran
1. Subyektif
Keluhan utama
: tidak bisa berkemih
Keluhan tambahan
: nyeri perut bawah
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang ke IGD RSUD Suradadi jam 12:35 dengan keluhan sulit
BAK. Keluhan dirasakan sejak kemarin sore, setiap mau BAK pasien
harus mengejan tetapi tetap tidak tuntas. Tadi siang pukul 11.30 pasien
ingin berkemih tetapi tidak keluar walaupun dengan cara mengejan,
pasien sangat kesakitan. Sebelumnya pernah mengalami seperti ini 3
bulan yang lalu. Demam (-), mual muntah (-), nyeri supra pubis (+).
BAB Tidak ada keluhan.
Keadaan umum
Kesadaran
TD
Nadi
Pernafasan
Suhu
:Tampak Sakit
: Compos Mentis
: 122/80 mmHg
: 82x/menit, isi cukup, irama teratur
: 18x/menit, irama teratur,
: 36,5C aksila.
Kepala
Mata
: Normocephal
: Mata Cekung (-) conjungtiva anemis (-/-),
Paru
- Inspeksi : pergerakan dada simetris dalam
keadaan statis dan
dinamis, tidak
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
- Palpasi : iktus kordis teraba di sela iga V
midklavikula kiri
- Perkusi
: redup
- Auskultasi
: BJ I dan II murni, murmur
(-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
: cembung,
: Bising usus (+) normal
Palpasi
Ekstremitas
:
Superior
Inferior
Akraldingin
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Oedem
-/-
-/-
Capp. Refill
< 2
< 2
Laboratorium
HEMATOLOGI
Hb
: 12,4 gr%
Ht
: 37,2%
Leukosit
: 6700 /ul
Trombosit
: 306.000 /uL
Eritrosit
: 4,51 juta/mm3
Diff count
MXD (eosinofil/basofil/monosit) : 10,5 %
Netrofil (segmen/stab)
: 56,1 %
Limfosit
: 33,4 %
LED
:-
MCV
MCH
MCHC
Gol Darah: O, Rhesus (+)
Waktu Pembekuan
Waktu Pendarahan
KIMIA DARAH
GDS
Ureum
Kreatinin
: 82,5fL
: 27,5 pg
: 33,3 g/dL
: 7 menit
: 3,1 menit
: 148 mg/dl
: 52,2 mg/dl
: 1,9 mg/dl
4
RAPID TEST
HbsAg
HIV
: Negatif
: Negatif
ASSESSMENT
a. Benigna prostat hiperplasia
Initial Plan Tx :
1. Medikamentosa
- Infus RL 30 tpm
- Levofloxacin 500mg/24jam
- Ranitidin 5 mg/12 jam iv
- Rencana Operasi sectio alta+prostatectomy
Operasi dilakukan tanggal 27 september 2016 siang hari nya.
Nama Operator : dr.Anindya Sp.B
INSTRUKSI POST OP :
-
PROGRESS NOTE
Keluhan
KU
Tanda
Vital
(28/9/2016)
(29/9/2016)
(30/9/2016)
(01/10/2016)
Nyeri
bekas Nyeri
bekas Tidak
ada Tidak
ada
operasi, kentut operasi
keluhan
keluhan
(+)
Sadar,
tampak
sakit
HR = 102 x/mnt
RR = 24 x/mnt
T = 36,5 C
TD : 170/85
Sadar,
tampak
sakit
HR = 89 x/mnt
RR = 22 x/mnt
T = 36,3 C
TD : 160/80
Sadar,
tampak
tenang
HR = 80 x/mnt
RR = 20 x/mnt
T = 36,3 C
TD : 160/80
Sadar,
tampak
tenang
HR = 82x/mnt
RR = 16 x/mnt
T = 36 C
TD : 160/80
5
Px.Fisik
Ass.
Mata:
Konjungtiva
Anemis
(-/-),
injeksi
konjungtiva (-/-),
sklera
ikterik
(-/-), edem (-)
Mulut : bibir
kering (-), pucat
(-).
lidah
hiperemis
(-),
lidah kotor (-)
Thoraks
:
Simetris
(+),
SDV (+/+)
Mata:
Konjungtiva
Anemis
(-/-),
injeksi
konjungtiva (-/-),
sklera
ikterik
(-/-), edem (-)
Mulut : bibir
kering (-), pucat
(-).
lidah
hiperemis
(-),
lidah kotor (-)
Thoraks
:
Simetris
(+),
SDV (+/+)
Mata:
Konjungtiva
Anemis
(-/-),
injeksi
konjungtiva (-/-),
sklera
ikterik
(-/-), edem (-)
Mulut : bibir
kering (-), pucat
(-).
lidah
hiperemis
(-),
lidah kotor (-)
Thoraks
:
Simetris
(+),
SDV (+/+)
Mata:
Konjungtiva
Anemis
(-/-),
injeksi
konjungtiva (-/-),
sklera
ikterik
(-/-), edem (-)
Mulut : bibir
kering (-), pucat
(-).
lidah
hiperemis
(-),
lidah kotor (-)
Thoraks
:
Simetris
(+),
SDV (+/+)
Abdomen
:
supel,
nyeri
tekan (-), bising
usus (+) normal
Abdomen
:
supel,
nyeri
tekan (-), bising
usus (+) normal
Abdomen
:
supel,
nyeri
tekan (-), bising
usus (+) normal
Abdomen
:
supel,
nyeri
tekan (-), bising
usus (+) normal
Ekstremitas :
Akral dingin (-),
CRT <2
Luka
tertutup
kasa,bersih,
drain 150cc/24
jam
PH post
Ekstremitas :
Akral dingin (-),
CRT <2
Luka baik, drain
minimal,irigasi
lancar
Ekstremitas :
Akral dingin (-),
CRT <2
Luka baik, drain
Aff,
irigasi
lancar
Ekstremitas :
Akral dingin (-),
CRT <2
Luka
baik
,irigasi lancar
PH
PH
post
TVP
Terapi
post
post PH
TVP Hari
ke 2
ke 3
TVP
Mobilisasi
- Aff Drain
- terapi lanjut
- irigasi 40 tpm
rawat
luka
- laxadin
syr
duduk
- asam
- Pindah
3x1 cth
traneksamat
- lain2 lanjut
ruangan.
- Pindah traksi
500 mg /12
di inguinal
jam
- Irigasi 60 tpm - lain
lain
- Diit
TKTP
lanjut
ekstra enteran
2x200
- Lain2 lanjut
Prognosis - Quo ad vitam : - Quo ad vitam : - Quo ad vitam : - Quo ad vitam :
dubia
ad
dubia
ad
dubia
ad
dubia
ad
bonam
bonam
bonam
bonam
PROGNOSIS
Quo Ad Vitam
: ad bonam
Quo Ad Fungtionam
: ad bonam
Quo Ad Sanationam
: ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1.
2.
3.
4.
5.
cm dan terletak antara collum vesika urinaria (atas) dan diaphragma urogenitalis
(bawah). Prostat dikelilingi oleh kapsula fibrosa. Di luar kapsul terdapat selubung
fibrosa, yang merupakan bagian dari lapisan visceral fascia pelvis. Prostat
mempunyai basis, apex, permukaan anterior dan posterior, dan dua permukaan
lateral. Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior bulibuli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah
kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar
ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa
daerah atau zona, yaitu : perifer, sentral, transisional, preprostatik sfingter dan
anterior.
1. Batas-batas prostat
- Batas superior : basis prostat melanjutkan diri sebagai collum vesica urinaria,
otot polos berjalan tanpa terputus dari satu organ ke organ yang lain.
Batas inferior : apex prostat terletak pada permukaan atas diafragma
urogenitalis. Uretra meninggalkan prostat tepat diatas apex permukaan
-
anterior.
Anterior : permukaan anterior prostat berbatasan dengan simphisis pubis,
dipisahkan dari simphisis oleh lemak ekstraperitoneal yang terdapat pada
cavum retropubica(cavum retziuz). Selubung fibrosa prostat dihubungkan
dengan permukaan posterior os pubis dan ligamentum puboprostatica.
Ligamentum ini terletak pada pinggir garis tengah dan merupakan kondensasi
vascia pelvis.
Posterior : permukaan posterior prostat berhubungan erat dengan permukaan
anterior ampula recti dan dipisahkan darinya oleh septum retovesicalis (vascia
Denonvillier). Septum ini dibentuk pada masa janin oleh fusi dinding ujung
bawah excavatio rectovesicalis peritonealis, yang semula menyebar ke bawah
Prostat secara tak sempurna dibagi dalam lima lobus. Lobus anterior, atau
isthmus, terletak di depan uretra dan tidak mempunyai jaringan kelenjar. Lobus
medius, adalah kelenjar yang berbentuk baji yang terletak antara uretra dan ductus
ejaculatorius. Permukaan atasnya dibatasi oleh trigonum vesicae. Bagian ini kaya
akan kelenjar. Lobus posterior terletak di belakang uretra dan di baeah ductus
ejaculatorius dan juga mengandung jaringankelenjar. Lobus lateral kanan dan kiri
terletak di samping uretra dan dipisahkan satu sama lain oleh alur vertikal dangkal
yang terdapat pada permukaan posterior prostat. Lobus lateral mengandung
banyak
kelenjar.
Fungsi prostat adalah menghasilkan cairan tipis seperti air susu yang
mengandung asam sitrat dan fosfatase asam. Kedua zat ini ditambahkan ke
caioran semen pada saat ejakulasi. Otot polos pada stroma dan kapsula
berkontraksi dan sekret yang berasawl bersama kelenjar diperas masuk ke uretra
pars prostatid. Sekret prostat bersifat alkali yang membantu menetralkan
keasamavagina.
Seperti diketahui fungsi utama dari unit vesikouretra adalah menampung
urin untuk sementara, mencegah urin kembali ke arah ginjal dan pada saat-saat
tertentu melakukan ekspulsi urin. Unit vesikouretra terdiri dari buli-buli dan uretra
posterior. Uretra posterior terdiri dari uretra pars prostatika, yang bagian
proksimalnya disebut sebagai leher buli-buli dan uretra pars diafragma yang tidak
lain adalah spinkter eksterna uretra. Unit vesikouretra ini dipelihara oleh sistem
saraf otonom yaitu parasimpatis dan simpatis untuk buli-buli dan uretra proksimal
dari diafragma serta saraf somatis melalui nervus pudendus untuk spinkter
eksterna. Sistem persyarafan tersebut memungkinkan terjadinya proses miksi
secara bertahap (fase) yaitu :
1. Fase Pengisian (Resting /Filling Phase)
Fase ini terjadi setelah selesai miksi dan buli-buli mulai diisi lagi dengan urin
dari ginjal yang masuk melalui ureter. Pada fase ini tekanan di dalam buli-buli
selalu rendah, kurang dari 20 cm H2O. Sedangkan tekanan di uretra posterior
selalu lebih tinggi antara 60-100 cm H2O.
2. Fase Ekspulsi
Setelah buli-buli terisi urin sebanyak 200-300 ml dan mengembang , mulailah
10
reseptor strecht yang ada pada mukosa buli-buli terangsang dan impuls
dikirimkan ke sistem saraf otonom parasimpatis di medula spinalis segmen 2
sampai 4 dan sistem syaraf ini menjadi aktif dengan akibat meningkatnya
tonus buli-buli (muskulus detrusor). Meningkatnya tonus detrusor ini
dirasakan sebagai perasaan ingin kencing. Pada saat tonus detrusor meningkat
maka secara sinkron leher buli-buli dan uretra pars prostatika membuka,
bentuknya berubah seperti corong dan tekanannya menurun. Pada keadaan ini
inkontinensia hanya dipertahankan oleh spinkter eksterna yang masih tetap
menutup. Bila yang bersangkutan telah mendapatkan tempat yang dianggap
konvivien untuk miksi barulah spinkter eksterna secara sadar dan terjadi
miksi. Pada saat tonus detrusor meningkat sampai terjadinya miksi tekanan
intravesikal mencapai 60-120 m
Perdarahan, penyaliran limfe, dan persyarafan
Arteri yang memperdarahi prostat berasal dari cabang a. vesicalis inferior
dan a. rectalis media. Vena membentuk pleksus venosus prostatiticus yang terletak
antara kapsula prostat dan selubung fibrosa. Plexus prostaticus menerima v.
dorsalis profundus penis dan banyak v. vesicalis , dan mengalirkan darah ke v.
iliaca interna. Pembuluh limfe dari prostat mengalirakn cairan limfe ke nodi
limfatici iliaca interna. Persarafan prostat berasal dari plexus hipogastricus
inferior.
Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen
dari cairan ejakulat. Cairan kelenjar ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan
bermuara di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen
yang lain pada saat ejakulasi. Cairan ini merupakan kurang lebih 25% dari volume
ejakulat. Jika kelenjar ini mengalami hiperplasi jinak atau berubah menjadi kanker
ganas dapat membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi
saluran
kemih.
ETIOLOGI BPH
Penyebab dari BPH sampai sekarang belum dapat dipahami dengan jelas.
Tidak ada informasi yang jelas tentang faktor resiko terjadinaya BPH. Beberapa
penelitian menunjukan bahwa BPH banyak terjadi pada orang tua dan tidak
11
berkembang pada pria yang testisnya diambil sebelum usia pubertas. Karena
alasan ini, beberapa peneliti percaya bahwa faktor yang berhubungan dengan usia
dan testis pria sangat berpengaruh dengan perkembangan BPH. Pria memproduksi
hormon terpenting pada sistem reproduksi yaitu testosteron dan sebagian kecil
adalah hormon estrogen. Pada saat pria mulai berumur maka jumlah testosteron
yang aktif di dalam darah menurun dan kadar estrogen lebih tinggi. Penelitian
yang dilakukan pada binatang menunjukkan bahwa BPH disebabkan oleh
tingginya kadar estrogen dalam darah disertai dengan peningkatan aktivitas dari
substansi
yang
mempercepat
pertumbuhan
sel.
Walaupun prostat terus membesar selama lebih dari separuh hidup manusia,
pembesarannya tidak selalu menimbulkan masalah sampai pada usia terakhir
manusia. Dengan bertambahnya usia akan terjadi keseimbangan testosteron
estrogen, karena produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Berdasarkan angka autopsi
perubahan mikroskopik pada prostat dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikroskopiuk ini terus berkembang akan terjadi perubahan patologik
anatomik. Pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, dan pada usia
80 tahun sekitar 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut diatas akan menyebabkan
tanda
Penelitian
dan
lain
mengatakan
gejala
BPH
lebih
klinik.
banyak
disebabkan
karena
kelenjar
prostat..
perubahan
usia,
di
antaranya:
12
stroma
yang
selanjutnya
merangsang
hiperlpasia
epitel.
PATOGENESIS
Karena proses pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan maka efek
perubahannya juga terjadin secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah terjadi
pembesaran prostat, resistensi pada leher vesika dan daerah prostat meningkat,
dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam kandung
kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut trabekulasi (bulibuli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara serat detrusor. Tonjolan
serat yang kecil dinamakan sakula, sedangkan yang besar dinamakan divertikel.
Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi otot dinding. Apabila
keadaan berlanjut maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk berkontraksin sehingga terjadi retensi
urin.
Apabila vesika menjadi dekompensasi, akan terjadi retensi urin sehingga
pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin dalam kandung kemih, dan timbul
rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut maka pada suatu saat
akan terjadi kemacetan total sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena
produksi urin terus terjadi maka vesika tidak mampu lagi menampung urin
sehingga tekanan intravesika terus meningkat dan dapat terjadi inkontinensia
paradoks. Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi
infeksi. Pada waktu miksi penderita terus mengedan sehingga lama kelamaan
menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terbentuk sisa urin terbentuk
batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi
dan menimbulkan hematuria. Batu juga dapat menimbulkan sistitis dan bila terjadi
refluks dapat terjadi pielonefritis.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
1. GejalaKlinis
14
15
hernia,
Pemeriksaan
Colok
orchitis
Dubur
maupun
(Rectal
Toucher
epidiymitis
=
RT)
Sebelum dilakukan RT, penderita harus diminta miksi lebih dulu dan bila
penderita dalam keadaan retentio urin, RT dikerjakan setelah buli-buli
dikosongkan dengan kateter. Pemeriksaan colok dubur dapat memberi kesan
16
keadaan tonus sfingter anus, mukosa rektum, keadaan lain seperti benjolan di
dalam
rectum
dan
prostat.
17
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaa darah lengkap, faal ginjal, elektrolit serum, perlu dikerjakan
sebagai dasar keadaan umum penderita. Pemeriksaan kadar gula juga perlu
dikerjakan terutama untuk megetahui kemungkinan adanya neuropati diabetes
yang dapat menyebabkan keluhan miksi. Pemeriksaan urinalisa juga harus
dikerjakan, termasuk pemeriksaan bakteriologiknya. Adanya hematuria berarti
perlu evaluasi lenjut secara lengkap. Pemeriksaan petanda tumor (Prostate
Spesific Antigen = PSA) sudah banyak digunakan, juga merupakan salah satu
sarana untukmenyingkirkan dugaan keganasan.
Harap diingat bahwa masa prostat yang besar dapat menaikkan kadar PSA dalam
darah dalam batas-batas tertentu. Hasil PSA yang normal merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi sebelum memulai terapi medikamentosa BPH. Sebagai
pegangan penilaian PSA diintrepetasikan sebagai berikut :
Nilai PSA
Interpretasi
0,5-4,0 ng/ml
Normal
4,0-10 ng/ml
Kemingkinan Ca 20 % (perlu TRUS & biopsi)
> 10 ng/ml
Kemingkinan Ca 50 % (Perlu TRUS & biopsi)
Kenaikan > 20%/th
Segera rujuk untuk TRUS &biopsy
2. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin ini dapat diperiksa dengan Uroflowmeter. Jumlah urine yang cukup
untuk mendapatkan flowmetrogram yang representatif palaling sedkit 150 ml dan
maksimal 400 ml, yang ideal antara 200-300 ml.
Penilaian hasil :
Flow rate maksimal : 15 ml/detik : non obstuktif
18
striktur uretra
Stenosis leher buli-buli
Batu buli-buli atau batu yang menyumbat uretra posterior
Karsinoma prostat
prostatitis/prostatodinia
Buli-buli neuropati.
Pengaruh obat-obatan (Simpatolitik, Psikotropik, Alfa Adrenergik)
19
TERAPI
Tidak semua penderita BPH memerlukan terapi, untuk menentukan apakah
penderita BPH perlu mendapatkan terapi serta modalitas terapi mana yang akan
dipilih tergantung dari berat ringannya keluhan serta tanda-tanda klinis dari
penderita. Keluhan ringan, sedang atau bert dinilaindengan menggunakan sistem
skoring. Bebereapa modalitas terapi untuk BPH antara lain :
1) Watchful Waiting (Observasi)
Watchful atau observasi adalah hanya mengawasi saja secara berkala dan tidak
memberikan pengobatan. Pengawasan berkala maksudnya adalah memeriksa
ulang setiap 3-6 bulan kemudian setiap tahun tergantung keadaan penderita.
Pada pemeriksaan ulang ini dinilai skor dari simtomnya, fisik, laboratorium
dan flow urinnya. Indikasi dari sikap watchful adalah BPH yang
diketemukan secara kebetulan, penderita dengan keluhan yang ringan
(berdasarkan nilai skoring) serta tidak dijumpai penyulit.
2) Medikamentosa
Indikasi dari terapi medikamentosa adalah BPH dengan keluhan ringan,
sedang, berat tanpa disertai penyulit dan BPH dengan indikasi terapi
pembedahan tetapi masih terdapat indikasi kontra atau belum well motivied.
Macam obat yang digunakan adalah :
a. Supresi Androgen
Asumsi yang mendasari terapi dengan supresi androgen pada BPH adalah
kontrasi atau supresi androgen menurunkan volume dan gejala prostat pada
penderita BPH, dan pria dengan kelainan bawaan berupa defisiensi enzim 5
reduktase, ternyata kelenjar prostat tidak berkembang. Supresi androgen
dapat terjadi dengan memberikan :
1) Penghambat enzim 5 reduktase
2) Anti androgen
3) Analog Luteinizing hormone relasting hormone (LHRH).
Anti androgen dan analog LHRH tidak dipakai untuk pengobatan BPH
karena efek sampingnya sangat merugikan. Efek samping tersebut ialah
hilangnya libido, impotensi, hilangnya habitus pria, ginekomastia dan rasa
panas di wajah. Keuntungan dari inhibitor 5 reduktase adalah tidak
20
21
22
1973. TUIP hanya dikerjakan untuk BPH obstruktif yang ukurannya kecil,
besar RT derajat I atau kurang dari 20 gram. Keuntungan dari TUIP adalah
waktu operasi dan waktu rawat inap yang lebih singkat, penyulit yang jauh
lebih sedikit tetapi insiden prostat kambuh tentu lebih sering yang masih
berbeda pendapat adalah permasalahan tentang panjangnya serta dalamnya
insisi.
4) Transuretra Laser Insisi Prostat (TULIP)
Sinar laser sudah lama berperanan dalam pembedahan dan terbukti
manfaatnya. Jenis laser yang digunakan pada terapi BPH adalah Nd YAG
laser. Pada tahun 1985 SHANBERG melaporkan penggunaan laser pada
prostatektomi. Kendala utamanya adalah belum bisa mengarahkan sinar
laser secara akurat. Juga karena yang digunakan saat itu kontak laser maka
terjadi pengarangan pada ujung probe sehingga kekuatan laser berkurang.
Saat ini telah berhasil dibuat peralatan untuk membelokkan sinar laser
sehingga tepat mengenai lobus lateral dari prostat. Juga jenis probenya
adalah non kontak probe.
23
24
tahun. Bila perubahan mikroskopiuk ini terus berkembang akan terjadi perubahan
patologik anatomic.
Dari anamnesis :
Dikeluhkan pasien tidak dapat berkemih. Saat berkemih pasien selalu
mengedan, air seni keluar dengan menetes,tidak mersa puas setelah berkemih. Hal
ini sesuai dengan teori yang sudah dikemukakan diatas.
Dari pemeriksaan fisik :
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Supra pubis tampak menonjol, teraba
keras, nyeri (+)
Pemeriksaan rectal toucher
Dasar Penatalaksanaan :
Prosedur terapi pada benigna prostat hiperplasia adalah sectio alta dan
prostatectomy kemudian jaringan tersebut diperiksa histopatologinya ke patologi
anatomi. Operasi yang dijalani merupakan operasi kecil yang menggunakan
regional anestesisetelah itu pasien tidur terlentang,isi buli 400cc. Insisi fanenstel
perdalam sampai dengan cavitas buli, urin jernih, indental prostat (+),inflamasi
(+),sacula (+). Insisi pada indental prostat,avakuasi untuk di PA. Pasang DC, Jahit
prostat, jahit buli, pasang 1 buah drain pada cavitas retz, setelah itu jahit lapis
demi lapis.
25
PENUTUP
Kesimpulan
1 Objektif
Pasien datang ke IGD RSUD Suradadi jam 12:35 dengan keluhan sulit BAK.
Keluhan dirasakan sejak kemarin sore, setiap mau BAK pasien harus mengejan
tetapi tetap tidak tuntas. Tadi siang pukul 11.30 pasien ingin berkemih tetapi tidak
keluar walaupun dengan cara mengejan, pasien sangat kesakitan. Sebelumnya
26
pernah mengalami seperti ini 3 bulan yang lalu. Demam (-), mual muntah (-),
nyeri supra pubis (+). BAB Tidak ada keluhan.
2 Dari anamnesis ini, didapatkan diagnosis bahwapasien menderita Benigna Prostat
hiperplasia.
Objektif
UGD 26 september 2016, 12.37 WIB
1. OBYEKTIF
Pemeriksaanfisik
Keadaan umum
Kesadaran
TD
Nadi
Pernafasan
Suhu
Kepala
Mata
:Tampak Sakit
: Compos Mentis
: 122/80 mmHg
: 82x/menit, isi cukup, irama teratur
: 18x/menit, irama teratur,
: 36,5C aksila.
: Normocephal
: Mata Cekung (-) conjungtiva anemis (-/-),
scleraikterik (-/-)
Telinga
Bentuk
normal, septum
tidak deviasi,
Paru
Inspeksi
: pergerakan dada simetris dalam keadaan
statis dan
suprasternal
Palpasi
: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan
Perkusi
: sonor pada kedua lapang paru batas paruAuskultasi : suara pernapasan vesikuler (-), ronkhi -/- ,
wheezing -/Jantung
Inspeksi
27
Palpasi
kiri
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Ekstremitas
:
Superior
Inferior
Akraldingin
-/-
-/-
Sianosis
-/-
-/-
Oedem
-/-
-/-
Capp. Refill
< 2
< 2
28
29