Anda di halaman 1dari 2

SOFT COMPETENCY SEBAGAI SARANA MEMBANGUN SDM HANDAL

Oleh: Ir. Rinaldo, MM Widyaiswara Madya Pusdiklat BPS RI


Peran Sumber Daya Manusia (SDM) dalam organisasi atau perusahaan mempunyai arti
yang sama pentingnya dengan pekerjaan itu sendiri, mengingat pentingnya sumber daya manusia
dalam organisasi atau perusahaan. SDM sebagai faktor penentu organisasi atau perusahaan harus
memiliki kompetensi-kompetensi tertentu yang menjadi aspek penting dalam menentukan
keberhasilan organisasi atau perusahaan tersebut.
Kompetensi merupakan salah satu unsur penentu upaya peningkatan kinerja perusahaan
dan penyediaan tenaga kerja yang memberikan pandangan yang lebih spesifik terhadap pekerja
dan pekerjaannya. Dengan berbagai manfaat yang diberikan kepada berbagai pihak, aplikasi
kompetensi dapat dilakukan pada berbagai kegiatan kerja di perusahaan. Penentuan target kinerja,
penetapan job requirement dan job qualification harus lebih jelas dan terinci baik tugas, tingkat
kualifikasi, maupun tingkat kompetensinya.
Kompetensi sendiri dapat dipahami sebagai sebuah kombinasi antara keterampilan (skill),
atribut personal, dan pengetahuan (knowledge) yang tercermin melalui perilaku kinerja (job
behavior) yang dapat diamati, diukur dan dievaluasi. Dengan demikian, kompetensi tidak
berhubungan secara langsung dengan kemampuan Intelektual (IQ) tetapi lebih banyak terkait
dengan perilaku (behavior), pekerja bisa saja memiliki keterampilan dan pengetahuan yang
memadai untuk melakukan suatu pekerjaan. Tetapi itu bukan jaminan bahwa ia akan bekerja sesuai
dengan kemampuannya itu. Pendekatan kompetensi menggali lebih jauh mengenai motif, watak dan
konsep diri yang mendasari seseorang untuk dapat mempergunakan pengetahuan dan
keterampilannya secara maksimal dalam bekerja.
Sejumlah literatur sering membagi kompetensi menjadi dua tipe, yakni soft competency dan
hard competency. Soft competency merupakan kompetensi yang berkaitan erat dengan
kemampuan untuk mengelola proses pekerjaan, hubungan antar manusia serta membangun
interaksi dengan orang lain. Contohnya adalah kepemimpinan, komunikasi, hubungan interpersonal,
dan lain-lain. Sedangkan hard competency merupakan jenis kompetensi yang berkaitan dengan
kemampuan fungsional atau teknis suatu pekerjaan. Contohnya adalah riset pemasaran, analisis
keuangan, perencanaan tenaga kerja, dan lain-lain.
Pada umumnya, setiap tenaga kerja yang baru masuk diberikan pendidikan yang bertujuan
untuk meningkatkan skill dan pengetahuan agar sesuai dengan kebutuhan organisasi atau
perusahaan. Namun kedepannya disadari, peningkatan dari sisi skill dan pengetahuan saja tidak
cukup, karena banyak tenaga kerja yang pandai tapi perilakunya kurang. Oleh karena itu diperlukan
tambahan berupa soft competency.
Pada dasarnya soft competency merupakan bagian yang mempengaruhi perkembangan
hard competency seseorang dan kinerjanya. Motif, faktor bawaan dan konsep diri menghasilkan
perilaku keahlian dan kemudian menghasilkan hasil kerja (performance) dan pengalaman.
[Destrison, 2003; II-2 dalam Antoni, 2007 hal 11].

Terdapat beragam metode untuk mengukur soft competency, dari mulai yang bersifat
sederhana dan praktis hingga yang kompleks. Metode yang praktis adalah meminta atasan, rekan
kerja dan mungkin juga bawahan untuk menilai level kompetensi karyawan tertentu, dengan
menggunakan semacam kuesioner kompetensi.
Metode lain yang lebih kompleks adalah dengan menggunakan teknik yang disebut sebagai
competency assesment center. Dalam metode ini, karyawan diminta untuk melakukan bermacammacam tugas seperti melakukan simulasi peran, memecahkan suatu kasus atau juga menyusun
skala prioritas pekerjaan. Hasil kegiatan ini kemudian dievaluasi oleh para penilai yang biasanya
terdiri lebih dari satu orang. Meskipun obyektivitas dan validitasnya relatif tinggi, metode ini
membutuhkan biaya yang relatif besar serta waktu yang cukup panjang tergantung jumlah dan
tingkat kesulitan tugas yang diberikan.
Metode uji kompetensi lain yang kini juga banyak dilakukan adalah dengan menerapkan
sertifikasi kompetensi yang dikeluarkan oleh suatu badan yang independen dan kredibel. Di Amerika
Serikat misalnya, telah terdapat sertifikasi kompetensi untuk beragam profesi/posisi seperti untuk
posisi marketing, HR, keuangan, engineering, dan lain-lain. Dengan sertifikasi ini, maka seorang
karyawan benar-benar telah teruji level kompetensinya. Melalui metode-metode inilah, pihak
manajemen mampu mengetahui dengan cukup akurat potret kompetensi karyawannya. Dan
kemudian dapat disusun suatu employee development plan yang relevan.
Selain itu dalam upaya peningkatan soft competency karyawan dikenal juga istilah Soft
Competency Training. Soft Competency Training dalam hal ini merupakan sebuah training yang
didasarkan atas kompetensi yang telah ditetapkan yaitu soft competency yang harusnya dimiliki oleh
seorang karyawan, yang meliputi kepemimpinan, komunikasi, hubungan interpersonal, dan lain-lain.
Selain mempelajari konsep secara teoretis yang masuk dalam ranah kognitif berupa
pengetahuan, peserta training diharapkan juga untuk bisa mendapatkan perubahan sikap dan
keterampilan yang dimilikinya. Perubahan-perubahan perilaku tersebut mungkin terjadi, karena
dalam training setiap peserta diberi kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dari
simulasi-simulasi yang disiapkan. Dari simulasi praktek ini, peserta training diminta untuk
merumuskan pengalamannya ke dalam konsep pengetahuan, sikap dan ketrampilan. Pada awal
sesi, peserta diberikan pretest untuk melihat kemampuan awal mengenai dasar-dasar soft
competency. Di akhir sesi peserta diberikan posttest yang berisi hal yang sama dengan pretest.
Gambaran efektifitas training akan didapatkan dari pembandingan hasil pretest dan posttest yang
telah di kerjakan para peserta. Baik dalam pretest maupun posttest akan dilakukan pengambilan
data mengenai ketrampilan apa saja yang telah dikuasai peserta.
Diharapkan kedepannya dengan adanya pengukuran serta peningkatan soft competency,
akan tercipta pula karyawan-karyawan yang handal di bidangnya.
Referensi:
Edwin Antoni, 2007. Merumuskan profil kompetensi lunak (soft competence) jabatan dan karyawannya untuk
menentukan kesenjangan sebagai masukkan untuk program pengembangan karyawan di Departemen SCM Bisnis
chevron. Bandung. ITB.
Rulita Hendrayani, 2011. Mengembangkan Kompetensi Personal Mahasiswa Pendidikan Ekonomi sebagai Calon
Guru melalui Soft Competency Training. Seamarang. UNNES.

Anda mungkin juga menyukai