Anda di halaman 1dari 44

HUBUNGAN ANTARA SIKLUS HAID IBU DENGAN KEJADIAN

INFERTILITAS PRIMER DI RSIA WIDIYANTI


TAHUN 2014

PROPOSAL

NAMA : NOVILASARI
NIM

: 08.12.036

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )


PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
YAYASAN PEMBINA
PALEMBANG
2014

HUBUNGAN ANTARA SIKLUS HAID IBU DENGAN KEJADIAN


INFERTILITAS PRIMER DI RSIA WIDIYANTI
TAHUN 2014
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan Untuk Menyelesaikan Pendidikan Program Studi D-III Kebidanan


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Pembina Palembang

NAMA : NOVILASARI
NIM

: 08.12.036

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ( STIKES )


PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
YAYASAN PEMBINA
PALEMBANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil sesudah 12 bulan atau
enam bulan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun tanpa menggunakan
kontrasepsi dan melakukan hubungan seksual aktif. Sebagian besar kasus
infertilitas wanita di sebabkan oleh masalah dengan ovulasi. Tanpa ovulasi,
tidak ada telur yang bisa dibuahi. Beberapa tanda-tanda bahwa wanita tidak
berovulasi biasanya mencakup tidak teratur atau tidak adanya menstruasi
(Kusmiran, 2013).
Berdasarkan catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada perempuan
di antaranya faktor tuba fallopi 36%, gangguan ovulasi 33%, endometriosis 6%,
dan hal lain yang tidak di ketahui sekitar 40%. Ini berarti sebagian besar
masalah infertilitas pada perempuan di sebabkan oleh gangguan pada alat
reproduksi atau gangguan pada proses ovulasi (Kumalasari, 2012).
Di Indonesia kejadian perempuan infertil 15% pada usia 30-34 tahun,
meningkat 30% pada usia 35-39 tahun, dan 55% pada usia 40-44 tahun. Hasil
survei gagalnya kehamilan pada pasangan yang sudah menikah selama 12
bulan, 40% disebabkan infertilitas pada pria, 40% karena infertilitas pada

wanita, dan 10% dari pria dan wanita, 10% tidak diketahui penyebabnya.
Pasangan usia subur (PUS) yang menderita infertilitas sebanyak 524 (5,1%)
PUS dari 10205 PUS (Samsyiah, 2010).
Berdasarkan data Dinkes Sumatera Selatan tahun 2010, banyaknya
pasangan infertil mencapai 40.000 pasangan per tahun. Sebagian data yang
diperoleh dinkes Sumsel dari beberapa rumah sakit yang menangani khusus
pasangan yang menginginkan anak itu mengatakan bahwa setiap tahunnya
jumlah pasangan infertile semakin meningkat (Yulia, 2010).
Di Palembang jumlah pasangan infertil mencapai sekitar 21.000 pasangan
suami istri yang telah menikah lebih dari satu tahun yang mengalami kegagalan
reproduksi. Dari data yang diperoleh dinas kesehatan kota palembang setiap
tahunnya jumlah pasangan infertil semakin meningkat (Paulina,2011).
Menurut penelitian Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia
(PERSI) di Jakarta, 36% infertilas terjadi pada pria dan 64% terjadi pada
wanita. Penelitian lain menunjukan di angka kejadian infertilitas wanita terjadi
sekitar 15% pada usia produktif (30-34 tahun), meningkat sampai dengan 30%
pada usia 35-39 tahun dan 64% pada usia 40-44 tahun (PERSI, 2001).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infertilitas adalah umur,
stres, merokok, masalah kesehatan yang menyebabkan perubahan hormon,

masalah ovulasi. Beberapa tanda-tanda bahwa wanita tidak berovulasi biasanya


mencakup tidak teratur atau tidak adanya menstruasi yang disebabkan oleh
beberapa hal seperti Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS) yaitu masalah
ketidaksinambungan hormon yang dapat mengganggu ovulasi normal, dan
adanya hambatan pada saluran tuba karena penyakit radang panggul,
endometriosis, atau operasi pengangkatan kehamilan ektopik (Kusmiran, 2013).
Menurut penelitian yang di lakukan oleh Dewi di Rumah Sakit Ibu Dan
Anak Widiyanti Palembang tahun 2012 di dapatkan hasil bahwa ibu yang
berkunjung dan memeriksakan diri di ruang infertil yang (terdiagnosa
infertilitas) sebanyak 175 orang (44,9%) dan yang tidak (tidak terdiagnosa
infertilitas) sebanyak 215 orang (55,1%) Ibu yang usianya beresiko tinggi
sebanyak 170 orang (43,6%) dan beresiko rendah sebanyak 220 orang (56,4%).
Ibu yang mempunyai siklus haidnya tidak normal sebanyak 186 orang (47,7%)
dan yang siklus haidnya normal sebanyak 204 orang (52,3%).
Data di RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014 di dapatkan hasil bahwa
ibu yang berkunjung dan memeriksakan diri di ruang kebidanan sebanyak 5170
orang pengunjung baru, yang terdiagnosa infertil sebanyak 3102 orang dan
yang tidak terdiagnosa 2068 orang, 9569 orang pengunjung lama, 5741 orang
yang terdiagnosa infertil, 3827 orang yang tidak terdiagnosa infertil.

Berdasarkan dari latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk


melakukan penelitian tentang Hubungan Antara Siklus Haid Ibu Dengan
Kejadian Infertilitas Primer di RSIA Widiyanti Palembang Tahun 2014.

1.2

Rumusan Masalah
Adakah hubungan antara siklus haid dengan kejadian infertilitas primer di
RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014 ?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk Mengetahui hubungan antara siklus haid ibu dengan
kejadian infertilitas Primer di RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014.

1.3.2

Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian infertilitas primer di
RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014.
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi siklus haid ibu dengan
kejadian infertilitas primer di RSIA Widiyanti Palembang tahun

2014.
3. Untuk mengetahui hubungan antara siklus haid dengan kejadian
infertilitas primer di RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
bagi peneliti khususnya mengenai infertilitas serta menerapkan ilmu
pengetahuan yang didapat di bangku kuliah khususnya metodelogi
penelitian dan biostatistika.
1.4.2

Bagi Institusi Pendidikan


Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi dan
dapat menjadi bahan bacaan bagi mahasiswi untuk menambah wawasan

dan pengetahuan khususnya mengenai infertil.


1.4.3 Bagi Tempat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang
infertilitas sehingga dapat memberikan pelayanan yang efektif dan
efisien kepada pasien infertil yang menginginkan anak.
1.5 Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konseplainnya, atau antara variabel yang satu
dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2012).
Variabel Independen (bebas) merupakan variable resiko atau sebab,
sedangkan variable dependen (terikat) yaitu variabl akibat atau variable
terpengaruh (Notoatmodjo, 2012).
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian infertilitas pada wanita

adalah umur, stres, merokok, gangguan proses ovulasi dan hormonal atau siklus
haid ibu, psikologis dan gangguan hubungan seksual (Kusmiran, 2013).
Karena terbatasnya waktu, biaya dan tenaga dalam penelitian maka
variabel yang diteliti penulis adalah siklus haid ibu sebagai variable independen
dan kejadian infertilitas pada usia subur sebagai variable dependen yang
ditunjukkan pada gambar 1.1 di bawahini:
Variabel Independen

Variabel Dependen

SiklusHai

Infertilitas

Gambar 1.1
Skema Kerangka Konsep Teoritis
1.6 Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara siklus haid ibu dengan kejadian infertilitas primer di
RSIA Widiyanti Palembang tahun 2014.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
1.7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di RSIA Widiyanti Palembang Tahun 2014.
1.7.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 9 sampai 21 februari 2015.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Infertilitas
2.1.1 Definisi Infertilitas
Infertilitas merupakan masalah yang di hadapi oleh pasangan suami
istri yang telah menikah selama minimal satu tahun, melakukan hubungan
senggama teratur, tanpa menggunakan kontrasepsi, tetapi belum berhasil
memperoleh kehamilan (Wiknjosastro, 2011).
Infertilitas atau ketidaksuburan adalah ketidakmampuan Pasangan
Usia Subur (PUS) untuk memperoleh keturunan setelah melakukan

hubungan seksual secara teratur dan benar tanpa usaha pencegahan lebih
dari satu tahun (Kumalasari, 2012)
Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil sesudah 12 bulan
atau enam bulan pada wanita berusia lebih dari 35 tahun tanpa
menggunakan kontrasepsi dan melakukan hubungan seksual aktif
(Kusmiran, 2013).
Infertilitas

adalah

kurangnya

atau

hilangnya

kemampuan

menghasilkan keturunan.Satu dari beberapa jenis infertilitas yang


dipercaya disebabkan adanya antibody di dalam tubuh wanita yang
mengganggu fungsi sperma (Kamus Saku Kedokteran Dorland) .
Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin selama satu tahun,
dengan kehidupan keluarga harmonis serta telah berhubungan seks
selama satu tahun tapi belum dikaruniai keturunan atau hamil (Manuaba,
2009).

2.1.2

Klasifikasi Infertilitas
Infertilitas dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Infertilitas primer adalah suatu keadaan ketika pasangan usia subur (PUS)

yang telah menikah lebih dari satu tahun melakukan hubungan seksual
secara teratur dan benar tanpa usaha pencegahan, tetapi belum juga terjadi
kehamilan, atau belum pernah melahirkan anak hidup.
2. Infertrilitas sekunder adalah suatu keadaan ketika PUS yang sudah
mempunyai anak, sulit untuk memperoleh anak lagi, walaupun sudah
melakukan hubungan seksual secara tertur dan benar tanpa usaha
pencegahan (Kumalasari, 2012).
2.1.3

Penyebab terjadinya infertilitas


Menurut Kumalasari, Andhyantoro (2012), kenyataan menunjukan 40%
masalah yang membuat sulit mempunyai anak terdapat pada perempuan, 40%
pada pria, dan 20% pada keduanya.
Sebagian besar kasus infertilitas wanita disebabkan oleh masalah
dengan ovulasi. Tanpa ovulasi, tidak ada telur yang dapat dibuahi. Beberapa
tanda-tanda bahwa wanita tidak berovulasi biasanya mencakup tidak teratur
atau tidak adanya menstruasi (Kusmiran, 2013). Masalah ovulasi biasanya
disebabkan oleh beberapa hal, sebagai berikut :
1. Polycystic Ovarium Syndrome (PCOS) yaitu masalah ketidakseimbangan
hormon yang dapat mengganggu ovulasi normal. PCOS adalah penyebab
paling umum pada infertilitas wanita.
2. Ketidakcukupan ovarium primer (POI), terjadi ketika ovarium seorang

wanita berhenti bekerja normal sebelum usia 40 tahun. POI tidak sama
dengan menopouse dini.
3. Adanya hambatan pada saluran tuba karena penyakit radang panggul,
endometriosis, atau operasi pengangkatan kehamilan ektopik.
4. Masalah fisik dari rahim.
5. Uterine fibroidyaitu gumpalan jaringan non-kanker dan penebalan otot
pada dinding rahim.
2.1.4 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi infertilitas.
Menurut Kumalasari (2012) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
infertilitas adalah sebagai berikut :
1. Faktor suami dan istri
Gangguan senggama
a. Gangguan kesehatan reproduksi yang dialami suami atau istri.
b. Ketidaktahuan teknik senggama yang benar.
c. Pengaruh psikologis terhadap pasangan.
Ketidaktahuan pasangan suami istri pada siklus masa subur.
Hal ini sering terjadi pada pasangan suami istri yang siklus
menstruasinya tidak teratur, sehingga waktu ovulasi menjdi tidak teratur.
Hubungan intim tidak menghasilkan kehamilan apabila dilakukan pada
waktu yang tidak tepat.

Reaksi imunologis (kekebalan).

1. Reaksi imun yang nonspesifik setelah berhubungan, misalnya timbul


gatal-gatal, bercak merah pada kulit, atau keluar cairan yang berlebihan
dari vagina.
2. Reaksi spesifik, yaitu timbul antibodi terhadap sperma suami, sehingga
sperma tidak bergerak/tak mampu membuahi.
Adanya tumor otak.
Tumor ini mempengaruhi kerja hormon yang berhubungan dengan
proses pematangan sel telur pada indung telur, sedang pada pria dapat
menghambat produksi sel sperma pada testis.
Adanya gangguan fungsi kelenjar tiroid.

2. Faktor suami
a. Varikokel yaitu pelebaran pembuluh darah vena di sekitar skrotum
(buah zakar), merupakan penyebab terbanyak infertilitas pria.
b. Sumbatan/obstruksi saluran sperma menyebabkan spermatozoa tidak
dapat disalurkan, walaupun di produksi dengan baik.
c. Faktor lain yang tidak dapat di ketahui yaitu 20-3 persen dari kasus
infertilitas. Keungkinan dipengaruhi faktor genetik, kelainan di
kromosom gangguan hormon, pengaruh obat, gangguan ereksi, radiasi,
keracunan pestisida, gangguan imunologi, operasi di daerah panggul,
dan lain-lain.
3. Faktor istri
Berdasarkan catatan WHO, diketahui penyebab infertilitas pada

perempuan di antaranya faktor tuba fallopi 36%, gangguan ovulasi 33%,


endometriosis 6%, dan hal lain yang tidak di ketahui sekitar 40%. Ini
berarti sebagian besar masalah infertilitas pada perempuan di sebabkan
oleh gangguan pada alat reproduksi atau gangguan pada proses ovulasi.
Deteksi ovulasi merupakan bagian integral pemeriksaan infertilitas
karena kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa ovulasi. Ovulasi yang jarang
terjadipun dapat menyebabkan infertilitas. Siklus haid yang teratur dan
lama haid yang sama biasanya merupakan siklus haid

haid yang

berovulasi. Menurut ogino, haid berikutnya akan terjadi 14 + 2 hari setelah


ovulasi. Siklus haid yang tidak teratur, dengan lama haid yang tidak sama,
sangat mungkin di sebabkan oleh anovulasi (Wiknjosastro, 2009).
Haid dikatakan normal bila di dapatkan siklus haid, tidak kurang dari
24 hari, tetapi tidak melebihi 35 hari, lama haid 3-7 hari, dengan jumlah
darah selama haid berlangsung tidak melebihi 80ml, ganti pembalut 2-6
kali per hari (Wiknjosastro, 2011).

a. Umur
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai saat berulang tahun. Jika dilihat dari sisi biologis, usia 18-25
tahun merupakan saat terbaik untuk hamil dan bersalin. Karena pada

usia ini biasanya organ-organ tubuh sudah berfungsi dengan baik dan
belum ada penyakit-penyakit degenerative seperti darah tinggi,
diabetes, dan lainnya serta daya tahan tubuh masih kuat (Dini Kasdu,
dkk, 2003).
Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35
tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase
reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan
optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai
setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause.
Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak
wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami
menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur.Jadi, wanita
dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35
tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan
keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil
menurun drastis (Kurniawan, 2009).
Semakin bertambahnya umur dapat mempengaruhi kesuburan
seorang wanita. Sekitar sepertiga dari pasangan dimana wanita berusia
di atas 35 tahun memiliki masalah kesuburan. Faktor umur berisiko
menurunkan kesuburan seperti kondisi seperti kondisi ovarium
menurun untuk melepaskan sel telur, ovarium kiri mengeluarkan sedikit
sel telur, dan kualitas sel telur menurun. Selain itu juga berisiko untuk

mengalami masalah kesehatan yang menurunkan kesuburan dan


terjadinya keguguran (Kusmiran, 2013).
b. Berat badan
Perempuan dengan indeks masa tubuh lebih dari 29, yang
termasuk

di

dalam

kelompok

obesitas,

terbukti

mengalami

keterlambatan hamil. Usaha yang paling baik untuk menurunkan berat


badan adalah dengan cara menjalani olahraga teratur serta mengurangi
asupan kalori di dalam makanan (Wiknjosastro, 2011).
c. Masalah kesehatan yang menyebabkan perubahan hormon seperti
sindrome ovarium polikistik dan insufisiensi ovarium primer. Masalah
kesehetan yang memperberat masalah kesuburan wanita adalah
ketidakteraturan periode menstruasi, nyeri yang berat saat menstruasi,
endometriosis, penyakit inplamasi pelviks, dan lebih dari satu kali
riwayat keguguran.
4. Gaya hidup
Gaya hidup ternyata pegang peranan penting dalam menyumbang
angka kejadian infertilitas, yakni sebesar 15-20%. Gaya hidup yang serba
cepat dan kompetitif dewasa ini rentan membuat seseorang terkena stress.
Padahal kondisi jiwa yang penuh gejolak bisa menyebabkan gangguan
ovulasi, gangguan spermatogenesis, spasme tuba fallopii, dan menurunnya
frekuensi hubungan suami istri (Kurniawan, 2008).
5. Alcohol

Pada perempuan tidak terdapat cukup bukti ilmiah yang menyatakan


adanya hubungan antara minuman yang mengandung alcohol dengan
peningkatan resiko kejadian infertilitas. Namun, pada lelaki terdapat
sebuah laporan yang menyatakan adanya hubungan antara minum alcohol
dalam jumlah yang banyak dengan penurunan kualitas sperma.

2.1.5

Pemeriksaan Pasangan Infertilitas


2.1.5.1 Adapun Syarat-syarat Pemeriksaan
Setiap pasangan infertilitas harus diperlakukan sebagai satu
kesatuan.Itu berarti kalau istri saja sedangkan suami tidak mau
diperiksa, maka pasangan itu tidak diperiksa (Wiknjosastro, 2009).
Adapun syarat-syarat pemeriksaan pasangan infertilitas adalah sebagai
berikut:
1. Istri yang berumur antara 20-30 tahun baru akan diperiksa setelah
berusaha untuk mendapat anak selama 12 bulan. Pemeriksaan dapat
dilakukan lebih dini apabila:
a. Pernah mengalami keguguran berulang
b. Diketahui mengidap kelainan endokrin
c. Pernah mengalami peradangan rongga panggul atau rongga perut
d. Pernah mengalami bedah ginekologik
2. Istri yang berumur antara 31-35 tahun dapat diperiksa pada kesempatan

pertama pasangan itu datang ke dokter.


3. Istri pasangan infertil yang berumur 36-40 tahun hanya dilakukan
pemeriksaan infertilitas kalau belum mempunyai anak dari perkawinan
ini.
4. Pemeriksaan infertilitas tidak dilakukan pada pasangan infertil yang
salah satu anggota pasangannya mengidap penyakit yang dapat
membahayakan kesehatan istri atau anaknya.
2.1.5.2 Pemeriksaan Infertilitas
Menurut Aprillia (2010) dalam pemeriksaan infertilitas, kondisi istri
dan suami harus diperiksa secara menyeluruh, untuk mengetahui secara pasti
penyebab infertilitas tersebut dan pengobatan yang tepat. Saat ini ada
beberapa metode yang bisa menjadi pilihan bagi pasangan suami istri yang
mengalami kesulitan fertilisasi dan kehamilan secara alami, yaitu melalui cara
rekayasa reproduksi Assisted Reproduction Techniques (ART) seperti berikut
ini.
1. Intra Uterine Insemination (IUI), atau di Indonesia sering disebut
Artificial Insemination Husband (AIH), donor sperma.
2. InVitro Fertilization (IVF) atau bayi tabung.
3. Cloning
Manuaba (2009) Pemeriksaan pasangan infertil di rancang dengan urutan
seperti dibawah ini :

1. Anamnesa
Pada pengumpulan data dengan anamnesis (Tanya-jawab) akan
diketahui tentang keharmonisan hubungan keluarga, lamanya kawin,
hubungan seksual yang dilakukan (frekuensi dalam seminggu, tingkat
kepuasan yang dicapai, teknik hubungan seksual).
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik umum untuk pasangan infertil meliputi pemeriksaan
tekanan darah, nadi, suhu tubuh, dan pernafasan.Juga dilakukan foto toraks
pada kedua pihak.
3. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan pemeriksaan laboratorium dasar secara rutin (darah, urine
lengkap, fungsi hepar dan ginjal, gula darah).Pemeriksaan laboratorium pada
suami meliputi pemeriksaan dan analisis sperma. Untuk pemeriksaan ini
diperlukan syarat yaitu tidak boleh berhubungan seks selama 3-5 hari, di
tampung dalam gelas, modifikasi dengan bersenggama memakai kondom
yang telah dicuci bersih, dan bahkan yang ditampung harus mencapai
laboratorium dalam waktu sampai 1 jam, pemeriksaan setelah ejakulasi
dalam waktu 2 jam di laboratorium. Jumlah spermatozoa di harapkan minimal
20 juta/ml. pemeriksaan sperma untuk mengetahui jumlah, volume, viskositas,
bau,

rupanya,

fruktosa,

kemampuan

menggumpal

dan

mencair

kembali.Pemeriksaan yang masih perlu dilakukan di antaranya uji kontak


sperma, uji antibody imobilisasi, uji pasca senggama.Bila jumlah dan
kemampuan gerak spermatozoa mengalami gangguan maka konsultasi suami

dilakukan dilakukan pada ahli urologi (ginjal dan perkemihan).Bila


kemampuan melakukan tugasnya mengalami

gangguan maka dapat

berkonsultasi dengan ahli andrologi. Sebelum melanjutkan pemeriksaan pada


istri, factor suami yang menyebabkan infertilitas (sekitar 40%) harus diobati
terlebih dahulu.
4. Pemeriksaan Sperma
Untuk menilai sperma maka dilakukan pemeriksaan atas jumlah
spermatozoa, bentuk dan pergerakannya. Sebaiknya sperma yang diperiksa,
ditampung setelah pasangan tidak melakukan coitus sekurang-kurangnya
selama 3 hari dan sperma tersebut hendaknya diperiksa dalam satu jam setelah
keluar (UNPAD, 1981).
Eyakulat yang normal sifatnya sebagai berikut :
Volume
: 2 5 cc
Jumlah spermatozoa : 100 200 juta per cc
Pergerakan
: 60% dari spermatozoa masih bergerak selama 4 jam
setelah dikeluarkan.
Bentuk abnormal
: 25%.
Pria yang fertile spermatozoanya : 60 juta per ccatau lebih.
Subfertil
: 20 60 juta per cc
Steril
: 20 juta per cc atau kurang
Sebab-sebab kemandulan pada pria : gizi, penyakit-penyakit, kelainan
metabolis, keracunan, dysfungsi
hypofise, kelainan traktus genitalis (vas
deferens, testes pada klinefelter
syndrome).
Untuk penilaian yang lebih lanjut perlu di periksa 17 ketosteroid,
gonadotrofin dalam urine, dan biofsi dari testis (UNPAD, 1981).
Menurut Manuaba, 2009. Jika penyebab pasangan infertil terdapat pada wanita,
rancangan pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan dalam

Dengan pemeriksaan dalam di peroleh gambaran umum tentang alat kelamin


wanita yaitu liang senggama, kelainan mulut rahum (serviks uteri), kelainan pada
rahim, kemungkinan kelainan pada saluran telur (tubafallopi) atau indung telur
(ovarium). Sedangkan dengan pemeriksaan sonde (memasukan alat duga kedalam
rahim) dapat diketahui dalamnya rahim dan kedudukan serta arah rahim, kelainan
fungsi alat kelamin secara kasar, adanya perlekatan dengan organ sekitarnya,
( tumor terutama pada indung telur) atau rah mulut rahim.
2. Pemeriksaan terhadap ovulasi
Dilakukan untuk membuktikan ovulasi (pelepasan telur).Tindakan ini
dilakukan dengan anggapan bahwa pada pemeriksaan dalam tidak dijumpai
kelainan alat kelamin wanita.Untuk membuktikan terjadi ovulasi (pelepasan telur),
dilakukan pemeriksaan suhu basal badan.Progesterone yang dikeluarkan oleh
korpus luteum dapat meningkatkan suhu basal badan yang diukur segera setelah
bangun tidur. Kapan sebenarnya terjadi ovulasi, apakah saat suhu basal badan
rendah atau meningkat masih belum jelas.Dengan terjadinya pelepasan
telur(ovulasi) suhu badan basal menjadi bifasik.
Waktu perubahan tersebut dianggap terjadi ovulasi, sehingga harus
dimanfaatkan untuk melakukan hubungan seksual dengan kemungkinan hamil
yang lebih besar.Rasa nyeri saat pertengahan siklus menstruasi karena ovulasi
disebut mittle schmer. Uji lendir serviks dan sitologi vagina dilakukan untuk
mempelajari pengaruh hormone estrogen dan progesterone pada lender serviks
dan sel vagina. Lender serviks menjelang ovulasi lebih jernih, daya membenang

bertambah, kondisi ini member kesempatan spermatozoa untuk menyerbu masuk


kedalam rahim dan selanjutnya menuju sel telur (tuba).Perubahan lender serviks
dan sitologi vagina, secara langsung dapat diketahui apakah telah terjadi ovulasi
dan spermatozoa), zigot menjadi desidua yang lebih gembur dan siap menerima
nidasi (implantasi) yaitu tertanamnya hasil konsepsi dalam rahim.
3. Pemeriksaan terhadap saluran telur
Saluran telur (tuba fallopi) mempunyai fungsi yang sangat vital dalam proses
kehamilan yaitu tempat saluran spermatozoa dan ovum, tempat terjadinya konsepsi
(pertemuan sel telur dan spermatozoa), tempat tumbuhnya dan berkembangnya
hasil konsepsi, tempat saluran hasil konsepsi menuju rahim, untuk dapat bernidasi
(menanamkan diri).
Saluran telur mempunyai ukuran sangat kecil sehingga sedikit saja terjadi
gangguan karena infeksi atau desakan pertumbuhan keadaan patologi dapat
menghalangi fungsinya.Gangguan fungsi saluran telur menyebabkan infertilitas,
gangguan perjalanan hasil konsepsi menimbulkan kehamilan di luar kandungan
(ektopik) utuh atau terganggu (pecah).Pemeriksaan untuk menentukan potensi tuba
dilakukan dengan partubasi yaitu pemeriksaan dengan memasukan gas CO 2 ke
dalam mulut rahim, rahim, dan selanjutnya kesaluran tuba tanpa tersumbat,
tersumbat sebagian atau tersumbat total.
Gangguan saluran tuba dapat ditandai dengan keluranya cairan tersebut
kembali keliang senggama. Dan pemeriksaan histerosalpingografi, adalah
pemeriksaan dengan memasukan bahan kontras kedalam mulut rahim, rahim, dan
selanjutnya ke saluran tuba dan diikuti dengan foto ronsen. Melalui seri foto ini

dapat di buktikan dengan jelas tentang kelainan yang terdapat pada mulut rahim,
kelainan pada ruangan rahim (apakah terdapat penyimpangan bentuk normal,
terdapat polip, atau mioma uteri), kelainan pada saluran telur .kebocoran kontras
menunjukan saluran mempunyai potensi yang baik.
4. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus yang dilakukan untuk dapat menetapkan kelainan pada
pasangan infertil meliputi :
a. Histeroskopi
Pemeriksaan histeroskopi adalah pemeriksaan dengan melakukan alat
optic kedalam rahim untuk mendapatkan keterangan tentang mulut saluran
telur dalam rahim (normal, edema, tersumbat oleh kelainan dalam rahim),
lapisan dalam rahim (situasi umum lapisan dalam rahim karena pengaruh
hormone, polip atau mioma dalam rahim), dan keteranangan lain yang
diperlukan.
b. Laparaskopi
Pemeriksaan lapaskopi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan
memasukan alat optic kedalam rahim untuk mendapatkan keterangan tentang
keadaan indung telur yang meliputi ukuran dan situasi permukaannya, adanya
graaf folikel, korpus liteum atau korpus albikantes, abnormalitas bentuk,
keadaan tubafallopi (yang meliputi, kelainan anatomi atau terdapat
perlekatan).
c. Ultrasonografi
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) sangat penting bagi pasangan infertil
terutama ultrasonografi vaginal yang bertujuan mendapatkan gambaran yang

lebih jelas tentang anatomi alat kelamin bagian dalam, mengikuti tumbuh
kembang folikel de Graaf yang matang, sebagai penuntun aspirasi
(pengambilan) telur (ovum) pada folikel de Graff untuk pembiakan bayi
tabung. Ultrasonografi vaginal dilakukan sekitar waktu ovulasi yang di
dahului dengan pemberian pengobatan dengan klimofen sitrat atau obat
perangsang telur lainnya.
d. Uji pasca senggama
Pemeriksaan uji pasca semnggama di maksudkan untuk mengetahui
kemampuan tembus spermatozoa dalam lender serviks. Pasangan dianjurkan
melakukan hubungan seksual di rumah dan setelah dua jam datang ke rumah
sakit untuk pemeriksaan. Lender serviks di ambil dan selanjutnya dilakukan
pemeriksaan jumlah spermatozoa yang di jumpai dalam lendir tersebut.
Pemeriksaan ini dilakukan sekitar perkiraan masa ovulasi yaitu hari ke 12,13
dan 14 dengan perhitungan menstruasi hari pertama di anggap ke-1.
e. Pemeriksaan hormonal
Setelah semua pemeriksaan dilakukan, bila belum dapat dipastikan
penyebab infertilitas, dapat di lakukan pemeriksaan hormonal untuk
mengetahui hubungan aksis hipotalamus, hipofise, dan ovarium.Hormone
yang diperiksa adalah gonadotropin (follicle stimulatiom hormone (FSH),
hormone luteinisasi (LH) dan hormone estrogen, progesterone, dan prolaktin).
Pemeriksaan hormonal ini dapat menetapkan kemungkinan infertilitas
dari kegagalan melepaskan telur (ovulasi).Pemeriksaan harus selesai dalam
waktu 3 siklus menstruasi, sehingga rencana pengobatan dapat dilakukan.

2.1.5.3 Menurut Wiknjosastro (2009), masalah-masalah infertilitas adalah:


1. Masalah air mani
Penampungan air mani
Air mani ditampung dengan jalan masturbasi langsung ke dalam
botol gelas bersih yang bermulut lebar, setelah abstinensi 3-5 hari.
Sebaiknya penampungan air mani itu dilakukan di rumah pasien sendiri,
kemudian dibawa ke laboratorium selama 2 jam setelah dikeluarkan. Air
mani yang dimasukan kedalam kondom dahulu, yang biasanya
mengandung zat spermatizid, akan mengelirukan penilaian mortilitas
spermatozoa.
2. Karakteristik air mani
a. Koagulasi danlikuefaksi. Air mani yang diejakulasikan dalam bentuk
cair akan segera menjadikan agar atau koagulum, untuk kemudian
melikuefaksi lagi dalam 5-20 menit menjadi cairan yang agak pekat
guna memungkinkan spermatozoa bergerak dengan leluasa. Proses
koagulasi dan likuefaksi ini diatur oleh enzim.
b. Viskositas. Setelah berlikuefaksi, ejakulat akan menjadi cairan
homogen yang agak pekat, yang dapat membenang kalau dicolek
dengan sebatang lidi. Daya membenangnya dapat mencapai 3-10 cm.
makin panjang membenangnya, makin tinggi viskositasnya. Pada
umumnya viskositas tinggi tidak menimbulkan masalah infertilitas,
kecuali kalau pada pemeriksaan tampak spermatozoa seperti bergerak
dalam lumpur atau bergerak di tempat.
c. Rupa dan bau. Airmani yang baru diejakulasikan rupanya putih

kelabu, seperti agar-agar. Setelah berlikuefaksi menjadi cairan


kelihatannya

jernih

atau

keruh,

tergantung

dari

konsentrasi

spermatozoa yang dikandungnya. Baunya langu seperti bau bunga


akasia.
d. Volum. Setelah abstinensi selama 3 hari volume air mani berkisar
antara 2,0-5,0 ml. Volum kurang dari 1 ml atau lebih dari 5 ml
biasanya disertai kadar spermatozoa rendah. Pada volum kurang dari
1,5 ml sesungguhnya baik untuk dilakukan inseminasi buatan suami
(IBS) karena volum yang kurang itu tidak cukup untuk menggenangi
lendir yang menjulur ke serviks, sehingga dapat merupakan masalah
infertilitas.
e. Ph. Air mani yang baru diejakulasikan pH-nya berkisar antara 7,3-7,7,
yang bila dibiarkan lebih lama, akan meningkat karena penguapan
CO-nya. Apabila pH lebih dari 8, hal itu mungkin disebabkan oleh
peradangan mendadak klenjar atau saluran genital, sedangkan pH yang
kurang dari 7,2 mungkin disebabkan oleh peradangan menahun
kelenjar tersebut. Sekret kelenjar prostat pH-nya lebih rendah dari 7.
f. Fruktosa. Fruktosa air mani adalah hasil vesikula seminalis yang
menunjukan adanya rangsangan androgen. Fruktosa terdapat pada
semua air mani, kecuali pada:
1) Azoospermia karena tidak terbentuknya kedua vas deferens. Air
maninya tidak berkoagolasi, segera ejakulasi karena vesikula
seminalisnya pun tidak terbentuk.

2) Kedua duktus ejakulatoriusnya tertutup.


3) Kedaan luar biasa dari ejakulasi retrograd, dimana sebagian kecil
ejakualat yang tidak mengandung spermatozoa sempat keluar.

3. Masalah Vagina
Kemampuan menyampaikan air mani kedalam vagina sekitar
serviks perlu untuk fertilitas. Masalah vagina yang dapat menghambat
penyampaian ini adanya sumbatan atau peradangan.
4. Masalah Serviks
Terdapat berbagai kelainan anatomi serviks yang dapat berperan
dalam infertilitas, yaitu cacat bawaan (atresia),polip serviks, stenosis
akibat trauma, peradangan, sinekia setelah konisasi, dan inseminasi yang
tidak adekuat.
5. Masalah Uterus
Masalah yang dapat mengganggu transportasi spermatozoa melalui
uterus ialah distorsi kavum uteri karena sinekia, mioma, atau polip,
peradangan endometrium dan gangguan kontraksi uterus.
6. Masalah Tuba
Frekuensi faktor tuba dalam infertilitas sangat bergantung pada
populasi yang diselidiki. Peranan factor tuba yang masuk akal ialah 25-

50%. Dengan demikian, dapat dikatakan factor tuba paling sering


ditemukan dalam masalah infertilitas.Oleh karena itulah, penilaian
patensi tuba dianggap sebagai salah satu pemeriksaan terpenting dalam
pengelolaan infertilitas.
7. Masalah Ovarium
Deteksi ovulasi merupakan bagian integral pemeriksaan infertilitas
kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa ovulasi. Ovulasi yang jarang
terjadipun dapat menyebabkan infertilitas. Deteksin tepat ovulasi kini
tidak seberapa penting lagi setelah diketahui spermatozoa dapat hidup
dalam lendir serviks sampai 8 hari. Deteksi tepat ovulasi baru diperlukan
kalau akan dilakukan inseminasi buatan, menentukan saat senggama yang
jarang dilakukan, atau kalau siklus haidnya sangat panjang. Bagi
pasangan infertil yang bersenggama teratur, cukup dianjurkan senggama
2 hari sekali pada minggu dimana ovulasi diharapakan akan terjadi,
dengan demikian nasehat senggama yang terlampau ketat tidak
diperlukan lagi.
8. Masalah Peritoneum
Laparoskopi diagnostik telah menjadi bagian integral terakhir
pengelolaan infertilitas untuk memeriksa masalah peritoneum. Pada
umumnya untuk mendiagnosis kelainan yang samar khususnya pada istri

pasangan infertile yang berumur 30 tahun lebih, atau yang mengalami


infertilitas selama 3 tahun. Esposito belum menganjurkan agar
laparoskopi diagnistik di lakukan 6 8 bulan setelah pemeriksaan
infertilitas dasar seleksi dilakukan.
Lebih terperinci lagi, Menurut Albano, indikasi untuk melakukan
laparoskopi diagnostic adalah:
a. Apalagi selama 1 tahun pengobatan belum juga terjadi kehamilan
b. Kalau siklus haid tidak teratur, atau suhu basal badan monofasik
c. Apabila istri pasangan infertil berumur 28 tahun lebih, atau
mengalami infertilitas selama 3 tahun lebih
d. Kalau terdapat riwayat laparotomi
e. Kalau pernah dilakukan histerosalpingografi dengan media kontras
larut minyak
f. Kalau terdapat riwayat apendisitis
g. Kalau pertubasi berkali-kali abnormal
h. Kalau disangka endometriosis dan kalau akan dilakukan inseminasi
buatan.

2.1.6

Penatalaksanaan infertilitas
Suami sebaiknya di periksa terlebih dahulu dan dinyatakan sehat
rohani dan jasmani. Penyebab infertilitas pada suami sekitar 40% sedangkan
sisanya pada istri. Penyebab infertilitas yaitu pasangan infertil idiopatik

artinya keduanya baik, tetapi belum juga terjadi kehamilan, factor alergi yang
menyebabkan ketidakmampuan pasangan menjadi hamil, atau factor stress
karena tidak hamil. Factor lain adalah factor hormonal yang meliputi
gangguan pelepasan telur (ovulasi), gangguan kesuburan lapisan dalam rahim
yang menyebabkan kurang mampu menerima nidasi, defisiensi fase luteal,
atau hormone prolaktin yang terlalu tinggi sehingga menghalangi proses
ovulasi. Setelah mengetahui factor penyebab pasangan infertil pada pihak
wanita dapat dilakukan pengobatan berdasarkan penyebabnya (Manuaba,
2009).

2.1.7 Pengobatan Infertilitas


Menurut Gunawan (2010) cara mengatasi infertilitas:
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi kemandulan,
diantaranya menggunakan obat penyubur, pembedahan, dan inseminasi (bayi
tabung). Namun, pada situasi tertentu bisa juga dilakukan gabungan dari
semua tindakan yang merupakan gabungan dari tindakan di atas.
Umumnya sepertiga dari pasangan yang mandul biasanya bisa memperoleh
keturunan setelah dilakukan pengobatan yang baik dan tepat.Pada umumnya
sebagian besar dari kasus kemandulan ditangani dengan pemberian obat
penyubur dan pembedahan.
Para dokter biasanya akan melakukan tindakan terhadap pasien yang kurang

subur berdasarkan pada :


1. Hasil tes kesuburan
2. Usia dari pasangan mandul
3. Kondisi kesehatan pasangan secara umum
4. Keinginan pasien
Pada pria yang mandul, dokter akan melakukan langkah sebagai berikut :
1. Masalah seksual
Jika pria mengalami ejakulasi dini, tahap awal yang biasanya
dilakukan seorang dokter adalah berusaha mengatasinya sendiri terlebih
dahulu. Jika sudah tidak bisa diatasi, selanjutnya akan diambil tindakan
lebih lanjut.
2. Sel sperma yang terlalu sedikit
Jika seorang pria memiliki jumlah sel sperma yang terlalu sedikit,
maka perlu dilakukan pemeriksaan penyebabnya. Beberapa kasus
memerlukan operasi. Kasus lain menggunakan antibiotik untuk mengatasi
infeksi yang menyebabkan terganggunya produksi sperma.
Pada wanita yang mandul, biasanya dokter akan melakukan tindakan sebagai
berikut :
1. Memberi obat-obatan untuk mengatasi masalah ovulasi. Namun, perlu
berhati-hati terhadap obat yang dijual bebas dipasaran. Sebagian dari
obat-obat tersebut dapat menimbulkan efek samping. Kerena itu, perlu
melakukan konsultasi dengan dokter agar tidak menjadi korban.
2. Selain dengan obat, dokter juga bisa melakukan tindakan pembedahan
untuk mengatasi penyebab kemandulan pada wanita yang berhubungan
dengan ovarium, tuba pallofi, dan rahim.
3. Inseminasi intra uterin merupakan alternatif lain yang dilakukan oleh

dokter dalam menangani kasus infertil. Caranya dengan menyuntikkan


sperma pilihan ke dalam rahim. Sebelum dilakukan tindakan inseminasi
intra uterin, terlebih dahulu diberikan obat perangsang ovulasi pada
wanita. Inseminasi ini akan dilakukan jika ditemukan masalah sebagai
berikut :
a. Ada masalah kemandulan ringan pada pria.
b. Ada permasalahan lendir serviks pada wanita.
c. Kemandulan yang tidak diketahui penyebabnya.

Nutrisi yang dapat membantu mengatasi masalah kemandulan pada wanita


( Vita Health, 2010):
1. Vitamin E membantu menormalkan produksi hormon dengan
mempernaiki sistem endokrin.
2. Vitamin A meningkatkan kadar progesteron.
3. Vitamin C membantu meningkatkan sekresi progesteron, pertumbuhan
folikel, korpus luteum.
4. Asam Folat (kelompok vitamin B) membantu proses pembuahan dan
kehamilan.
5. Selenium dibutuhkan dalam produksi progesteron. Sangat penting
menghambat infertilitas, abortus, dan retensio plasenta.
6. Seng (Zinc) dibutuhkan dalam produksi progesteron.
Difisiensi seng menyebabkan gangguan sintesa dan sekresi
hormon FSH dan LH, perkembangan ovarium yang normal, gangguan
siklus haid, abortus, waktu kehamilan(gestation) yang lama, kelainan
janin, janin lahir mati, kesulitan saat persalinan, pre-eklamsi, toksemia,

dan bayi lahir dengan berat badan rendah.


7. Tembaga
Sangat penting untuk mendukung

kerja

enzim

yang

menghasilkan jaringan elastin dan jaringan ikat yang membentuk arteri


dan

jaringan

stuktural

tubuh

lainnya.

Difisiensinya

dapat

menyebabkan abortus spontan.


8. Kalsium dan Magnesium dapat mengatasi keluhan haid.
2.2

Faktor-faktor yang diteliti dapat mempengaruhi infertilitas


2.2.1 Siklus Haid
Pada pengertian klinik, haid di nilai berdasarkan tiga hal. Pertama
siklus haid yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid
berikutnya. Kedua, lama haid yaitu jarak dari hari pertama haid sampai
perdarahan haid berhenti, dan ketiga jumlah darah yang keluar selama satu
kali haid.
Haid dikatakan normal bila di dapatkan siklus haid, tidak kurang dari
21 hari, tetapi tidak melebihi 35 hari, lama haid 3-7 hari, dengan jumlah
darah selama haid berlangsung tidak melebihi 80ml, ganti pembalut 2-6
kali per hari (Wiknjosastro, 2011).
Deteksi ovulasi merupakan bagian integral pemeriksaan infertilitas
karena kehamilan tidak mungkin terjadi tanpa ovulasi. Ovulasi yang jarang
terjadipun dapat menyebabkan infertilitas. Siklus haid yang teratur dan

lama haid yang sama biasanya merupakan siklus haid

haid yang

berovulasi. Menurut ogino, haid berikutnya akan terjadi 14 + 2 hari setelah


ovulasi. Siklus haid yang tidak teratur, dengan lama haid yang tidak sama,
sangat mungkin di sebabkan oleh anovulasi (Wiknjosastro, 2009).

2.3

Faktor-faktor yang tidak diteliti dapat mempengaruhi infertilitas


2.3.1 Psikologis
Faktor psokologis infertilitas, sekalipun tidak jelas tetapi dapat
menghambat kehamilan. Perasaan tertekan karena masalah sosial
ekonomi belum stabil, masih dalam pendidikan. Emosi karena didahului
orang lain hamil (Manuaba, 2009).
2.3.2 Gangguan Hubungan Seks
Hubungan seks yang normal akan menghasilkan timbunan semen di
vagina. Gangguan seksual yang menyebabkan infertilitas meliputi
(Manuaba, 2009):
1. Kesalahan teknik senggama (penetrasi tidak sempurna ke vagina)
2. Gangguan psikososial (impotensi, ejakulasi prekoks, vaginismus)
3. Ejakulasi abnormal (kegagalan ejakulasi akibat pengaruh obat,
ejakulasi retrograd kedalam vesika urinaria pasca-prostatektomi)
4. Kelainan anatomi (hipospadia, epispadia, dan penyakit peyronie).
2.3.3 Usia Menikah
Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan
masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa madya
adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut >60 tahun, umur adalah

lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan (Dini Kasdu,
dkk, 2003).
Umur adalah usia individu yang terhitung mulai saat dilahirkan
sampai saat berulang tahun.Jika dilihat dari sisi biologis, usia 18-25 tahun
merupakan saat terbaik untuk hamil dan bersalin. Karena pada usia ini
biasanya organ-organ tubuh sudah berfungsi dengan baik dan belum ada
penyakit-penyakit degenerative seperti darah tinggi, diabetes, dan lainnya
serta daya tahan tubuh masih kuat (Dini Kasdu, dkk, 2003).
Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35
tahun.Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit.Fase
reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal
sehingga wanita berkemampuan untuk hamil.Fase ini dimulai setelah fase
pubertas sampai sebelum fase menopause.
Fase pubertas wanita adalah fase di saat wanita mulai dapat
bereproduksi, yang ditandai dengan haid untuk pertama kalinya (disebut
menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder, yaitu
membesarnya payudara, tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin, dan
timbunan lemak dipinggul. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13
tahun. Adapun fase menopause adalah fase disaat haid berhenti.Fase
menopause terjadi pada umur 45-55 tahun.
Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita
mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi
secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur.Jadi, wanita dapat

mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun


simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan
hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis.
Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun sehingga tingkat
keguguran meningkat.
Sampai pada akhirnya kira-kira umur 45 tahun sel telur habis
sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi.
Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan
darah atau USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-3 (Kurniawan, 2009).

2.4

Penelitian Terkait
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Dewi (2012) tentang
hubungan antara usia menikah dan siklus haid ibu dengan kejadian infertilitas di
RSIA Widiyanti Palembang, dari hasil penelitian di dapatkan hasil bahwa ibu
yang berkunjung dan memeriksakan diri di ruang infertil yang ya (terdiagnosa
infertilitas) sebanyak 175 orang (44,9%) dan yang tidak (tidak terdiagnosa
infertilitas) sebanyak 215 orang (55,1%). Ibu yang mempunyai siklus haidnya
tidak normal sebanyak 186 orang (47,7%) dan yang siklus haidnya normal
sebanyak 204 orang (52,3%). Dari hasil pengolahan data menggunakan uji ChiSquare, didapatkan hasil bahwa ada hubungan antara siklus haid dengan
infertilitas pada ibu dengan p value = 0,000. Ini menunjukan

bahwa

ada

hubungan yang bermakna antara siklus haid dengan kejadian infertilitas pada
ibu.
Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Roma Uly
(2005),

yang dilakukan di SMP SANDIKA SUKAJADI. Dari 43 responden

didapat responden yang siklus haidnya normal sebanyak 41 responden (95,3 %)


dan yang siklus haidnya tidak normal sebanyak 2 responden (4,7 %). Siklus
haid yang normal atau dianggap sebagai siklus haid yang

klasik

hari. Hal ini berarti sebagian besar masalah infertilitas pada

ialah 28
perempuan

disebabkan oleh gangguan siklus haid atau proses ovulasi.


Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh Kusuma Andriana, I Wayan
Arsana W selama 3 tahun (2001 2003) tentang Profil Penderita Endometriosis
Rs Dr. Saiful Anwar Malang Jawa Timur, Didapatkan 34 sampel yang
memenuhi kriteria penelitian dengan usia rerata 34,4 tahun. Sampel infertil
sebanyak 35.29 %, dengan keluhan terbanyak yang dijumpai adalah nyeri yang
berhubungan dengan haid sebesar 70.59 % (52.94 % nyeri selama haid, 29.38 %
sebelum haid). 88.26 % kasus terdiagnosa bukan sebagai endometriosis, dan
ditemukan durante laparatomi dan atau pemeriksaan patologi anatomi.
Berdasarkan hasil patologi anatomi lokasi terbanyak adalah ovarium (67.65 %).
Terapi yang diberikan 82.36 % adalah DMPA. 91.18 % sampel tidak dilakukan
evaluasi pasca terapi.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode survey analitik menggunakan
pendekatan cross sectional dimana variable independen ( siklus haid ibu) dan
variable dependen (Infertilitas primer pada ibu usia subur) di kumpulkan secara
bersamaan. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara siklus haid ibu

pada usia subur dengan kejadian Infertilitas primer di RSIA Widiyanti


Palembang.
3.2 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
di teliti (Notoatmodjo, 2012).
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memeriksakan diri
di RSIA Widiyanti Palembang dari bulan Januari sampai September tahun 2014
yaitu sebanyak 14739 orang ibu.

3.3

Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian yang diambil dari seluruh objek yang diteliti, dan
dianggap mewakili seluruh populasi agar sampel yang diambil dapat mewakili
data penelitian (Notoatmodjo, 2012).
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian dari populasi penelitian yang
jumlah besarnya sampel dengan menggunakan rumus.
Riduwan, 2005. Rumus Sampel:

n
=

N
1+ N (d)2

Keterangan:
N = Besar populasi
n = Besar sampel
d = Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang di inginkan (0,05)
dik:

N = 5170

5170

d = 0,05

1 + 5170 (0,0025)

5170
13,92

=
371

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah


tehnik simple random sampling, yaitu secara acak sederhana.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Tehnik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan :
Data Sekunder

Data yang diperoleh melalui observasi data dari catatan rekam medis di
RSIA Widiyanti Tahun 2014.
3.5 Teknik Pengelolahan dan Analisa Data
Teknik pengolahan dan analisa data dilakukan secara komputerisasi
dengan program SPSS.

3.5.1 Teknik Pengelolahan Data


Menurut Notoatmodjo (2012), pengolahan data dalam penelitian dengan
menggunakan peranan computer melalui tahap-tahap berikut:
1. Editing
Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus
dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing
adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir
atau kuesioner.
2. Coding
Setelah semua kuesioner di edit atau disunting, selanjutnya dilakukan
peng kodean atau coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau
huruf menjadi data angka atau bilangan. Koding atau pemberian kode ini
sangat berguna dalam memasukkan data (data entry).
3. Memasukkan data (Data Entry) atau processing

Data, yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang


dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program
atau software komputer. Salah satupaket program yang paling sering
digunakan untuk entri data penelitian adalah paket program SPSS for
window.
4. Pembersihan data (Cleaning)
Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu di cek kembali untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya kemudian
dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data
(data cleaning).
3.5.2 Tekhnik Analisis Data
Analisa data dilakukan dalam dua tahap yaitu :
1. Analisa Univariat
Analisa unvariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variable penelitian (Notoatmodjo, 2012).
Analisa yang dilakukan dengan melihat distribusi frekuensi dari
masing-masing kategori variable dependen (infertilitas primer pada ibu usia
subur) dan variable independen (siklus haid ibu).

2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat yaitu pengolahan yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkolerasi. Apabila telah
dilakukan analisis univariat tersebut diatas, hasilnya akan diketahui
karakteristik atau distribusi setiap variabel, dan dapat dilanjutkan analisis
bivariat, analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang di
duga berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2012).
Analisa ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variable
dengan menggunakan uji Chi Square, bentuk uji hubungan digunakan
tingkat kepercayaan 95% pada 0,05, dimana :
- Bahwa dimana ada hubungan antara variable independen dan variable
dependen.

3.6 Definisi Operasional


Variabel Dependen
Infertilitas primer
Pengertian

: Pasangan yang telah menikah selama satu tahun, telah


berhubungan seks tapi belum dikaruniai keturunan atau hamil
(Manuaba, 2009).

Cara ukur

: Mencatat data rekam medik

Alat ukur

: Check list

Hasil ukur

: 1. Infertil primer
2. Tidak infertil

Skala ukur

: jika di diagnosa infertil


: jika tidak terdiagnosa infertil

: Ordinal

Variabel Independen
Siklus haid
Pengertian
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur

: Jarak haid sekarang dengan haid yang akan datang


(Winkjosastro, 2011)
: Mencatat rekam medik
: Check list
: 1. Tidak Normal, jika <21 hari atau >35 hari
2. Normal, jika 21 - 35 hari
(Winkjosastro, 2011)

Skala ukur

: Ordinal

Anda mungkin juga menyukai