Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Tujuan Percobaan
Memahami prinsip analisa dengan menggunakan GC
Mampu mengoperasikan alat GC
Mengidentifikasi suatu senyawa dalam sampel

1.2

Dasar Teori
Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk
bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel
diantara suatu fasa gerak yang bisa berupa gas ataupun cairan dan fasa diam
yang juga bisa berupa cairan ataupun suatu padatan. Penemu kromatografi
adalah Tswett yang pada tahun 1903, mencoba memisahkan pigmen -pigmen
dari daun dengan menggunakan suatu kolom yang berisi kapur (CaSO 4).
Istilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk melukiskan daerah -daerah
yang berwarna yang bergerak ke bawah kolom.
Dasar-dasar kromatografi gas pertama kali dikembangkan oleh Erika
Cremer, seorang professor dari Jerman pada tahun 1940. Kromatografi gas
digunakan untuk memisahkan senyawa kimia dalam campuran kimia. Cairan
dan padatan yang dapat diubah menjadi keadaan gas, juga dapat dipisahkan
dengan menggunakan metode ini. Hasil dari penelitian Erika Cremer
dipublikasikan pada tahun 1951.
Dalam kromatografi partisi, fase stasioner yang digunakan berupa
cairan. Fase mobilenya dapat berupa cairan seperti HPLC atau berupa gas,
yaitu pada GLC. Keuntungan pemakaian kromatografi partisi dibanding
kromatografi absorbsi ialah karena day a ulangnya lebih baik, dan dari data
kelarutan hasilnya telah dapat diramalkan. Koefisien distribusinya konstan
dalam jangka konsentrasi agak luas, sehingga dapat menghasilkan puncak
yang simetris dan lebih tajam.

1.2.1

Fase Diam (stasioner) dan Fase Mobile pada GC


Berdasarkan sifat-sifat dari fase diamnya, GC dibagi menjadi dua,
yaitu GSC dan GLC. Pada GLC fase diamnya ad alah zat padat seperti silica,
alumina atau karbon. Proses pemisahannya karena adanya adsorbsi pada
permukaan padatan, GSC sangat terbatas penggunaannya, karena adanya
tailing pada peak yang disebabkan oleh adsorbsi isotherm -linear, karena
penutupan permukaan p adatan oleh gas-gas yang mudah bereaksi, sehingga
permukaan padatan berkurang. Dalam penerapannya, GLC lebih banyak
digunakan dari pada GSC.
Sedangkan fase bergerak (mobile) pada GC adalah berupa gas, yang
disebut juga dengan carrier gas (gas pembawa). Gas pembawa yang umum
digunakan adalah Helium (He), Nitrogen (N 2), dan Argon (Ar). Gas pembawa
yang dipakai harus disesu aikan dengan jenis detektornya. Selain itu, gas
pembawa juga harus mempunyai kemurnian yang tinggi, karena kontaminasi
dalam jumlah yang kecilpun dapat menyebabkan noise pada signal yang
dikirimkan oleh detektor, sehingga dapat memberikan garis dasar (Base line)
yang tidak lurus. Aliran gas pembawa melalui kolom dapat terjadi karena
adanya perbedaan tekanan pada ujung masuk dan ujung keluar d ari kolom
tersebut. Kecepatan aliran gas dapat diukur dengan Flowmeter.

1.2.2

Pelaksanaan Kromatografi Gas -Cair (GLC)


Seluruh bentuk kromatografi terdiri dari fase diam dan fase bergerak.
Dalam GLC, fase geraknya adalah gas, seperti Helium, dan fase diamnya
adalah cairan yang mempunyai titik didih yang tinggi diserap pada padatan,
umumnya cairan Volatil (mudah menguap).

Gambar 1. Diagram alir kromatografi Gas -Cair


1.2.2.1 Injeksi Sampel
Sejumlah kecil sampel yang akan dianalisis diinjeksikan pada
mesin/alat menggunakan semprit kecil. Jarum semprit menembus lempengan
karet tebal (disebut juga septum) yang mana akan mengubah bentuknya
kembali secara otomatis ketika semprit ditarik dari lempengan karet tersebut.
Sampel harus disuntikkan dalam waktu yang sangat s ingkat dengan volume
yang sekecil mungkin.
Injektor berada dalam oven yang mana temperaturnya dapat dikontrol.
Oven tersebut cukup panas sehingga sampel dapat mendidih dan diangkut ke
kolom oleh gas pembawa misalnya helium atau gas lainnya. Banyaknya
sampel yang digunakan ditentukan oleh 3 faktor utama, yaitu : jumlah yang
tersedia, kapasitas kolom dan kepekaan detektor.
1.2.2.2 Kolom
Ada dua tipe utama dalam kolom kromatografi Gas -Cair, yaitu kolom
dengan isian (packed column) dengan bentuk tube panjang dan tipis berisi
material padatan. Dan tipe kedua adalah kolom pipa kapiler, dimana lebih
tipis dari packed column dan memiliki fase diam yang berikatan dengan
bagian terdalamnya, biasanya berupa silica yang berfungsi sebagai penyangga

fase cairan diam. Kolom kapile r dimanfaatkan untuk pemisahan komponen


dari senyawa-senyawa kompleks. Kolom biasanya dibuat dari baja tak
berkarat dengan panjang antara 1 sampai 4 meter, dengan diameter internal
sampai 4 mm. Kolom digulung sehingga dapat disesuaikan dengan oven yang
terkontrol secara termostatis.
Temperatur kolom dapat ber variasi, antara 50-250C. Temperatur
kolom lebih rendah daripada gerbang injeksi pada oven (injector), sehingga
beberapa komponen campuran dapat berkondensasi pada awal kolom.
Temperatur kolom harus diatur dengan tepat, dengan cara diadakan percobaan
terlebih dahulu sampai dihasilkan pemisahan yang optimal.
Ada tiga hal yang dapat berlangsung pada molekul tertentu dalam
campuran yang diinjeksikan pada kolom:

Molekul dapat berkondensasi pada fase diam.

Molekul dapat larut dalam cairan pada permukaan fase diam

Molekul dapat tetap pada fase gas

Dari ketiga kemungkinan itu, tak satupun yang bersifat permanen.


Senyawa yang mempunyai titik didih yang lebih tinggi dari temperatur
kolom secara jelas cenderung akan berkondensasi pada bagian awal kolom.
Namun, beberapa bagian dari senyawa tersebut akan menguap kembali
dengan dengan jalan yang sama seperti air yang menguap saat udara panas,
meskipun temperatur dibawah 100 oC. Peluangnya akan berkondensasi lebih
sedikit selama berada didalam kolom.
Sama halnya untuk beberapa molekul dapat larut dalam fase diam cair.
Beberapa senyawa akan lebih mudah larut dalam cairan dibanding yang
lainnya. Senyawa yang lebih mudah laru t akan menghabiskan waktunya untuk
diserap pada fase diam: sedangkan senyawa yang suka r larut akan
menghabiskan waktunya lebih banyak dalam fase gas.

Proses dimana zat membagi dirinya menjadi dua pelarut yang tidak
bercampurkan karena perbedaan kelarutan, dimana kelarutan dalam satu
pelarut satu lebih mudah dibanding dengan pelarut lainnya disebut sebagai
partisi.
1.2.2.3 Waktu retensi
Waktu yang digunakan oleh senyawa tertentu untuk bergerak melalui
kolom menuju ke detektor disebut sebag ai waktu retensi. Waktu ini diukur
berdasarkan waktu dari saat sampel diinjeksikan pada titik dimana tampilan
menunujukkan tinggi puncak maksimum untuk senyawa itu. Setiap senyawa
memiliki waktu retensi yang berbeda. Untuk senyawa tertentu, waktu retensi
sangat bervariasi dan bergantung pada:
Titik

didih senyawa. Senyawa yang mendidih pada temperatur yang lebih

tinggi daripada temperatur kolom, akan menghabiskan hampir seluruh


waktunya untuk berkondensasi sebagai cairan pada awal kolom. Dengan
demikian, titik didih yang tinggi akan memiliki waktu retensi yang lama.
Kelarutan

dalam fase cair . Senyawa yang lebih mudah larut dalam fase

cair, akan mempunyai waktu lebih singkat untuk dibawa oleh gas pembawa..
Kelarutan yang tinggi dalam fase cair berarti memiiki waktu retensi yang
lama.
Temperatur

kolom. Temperatur tinggi menyeba bkan pergerakan molekul-

molekul dalam fase gas; baik karena molekul -molekul lebih mudah
menguap, atau karena energi atraksi yang tinggi cairan dan oleh karena itu
tidak lama tertambatkan. Temperatur kol om yang tinggi mempersingkat
waktu retensi untuk segala sesuatunya di dalam kolom.
Semakin rendah temperatur kolom semakin baik pemisahan yang akan
anda dapatkan, tetapi akan memakan waktu yang lama untuk mendapatkan
senyawa karena kondensasi ya ng lama pada bagian awal kolom.

Dengan kata lain, menggunakan temperatur tinggi, segala sesuatunya


akan melalui kolom lebih cepat, tetapi pemis ahannya kurang baik. Jika segala
sesuatunya melalui kolom dalam waktu yang sangat singkat, tidak akan
terdapat jarak antara puncak-puncak dalam kromatogram. Jawabannya
dimulai dengan kolom dengan suhu yang rendah kemudian perlahan -lahan
secara teratur temperaturnya dinaikkan.
1.2.2.4 Detektor
Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen sampel
di dalam kolom (anali sa kualitatif) dan menghitung kadarnya (analisa
kuantitatif). Detektor yang tidak memiliki sensitivitas yang tinggi, gangguan
(noise) yang rendah, kisar respon linear yang luas, dan member i respons untuk
semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terha dap aliran dan
fluktuasi temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh.
Tabel berikut menunjukkan berat minimal dari masing -masing
komponen yang masih dapat dideteksi oleh beberapa jenis detektor :
Thermal

Flame

Electron

Conductivity

Ionization

Capture

Jumlah minimal yang dideteksi

2-5 g

10-5 g

10-7 g

Kepekaan terhadap suhu

Tinggi

Tidak peka

Sedang

Gas pembawa

He

He atau N 2

N2 atau Ar

Batas suhu

450C

400 C

225 C

Respon

Semua

Kecuali H 20

Tidak untuk

senyawa

dan CS 2

hidrokarbon,

Sifat Detektor

alkohol, keton,
dan asam
a.

Termal Conductivity Detector (TCD)


Detektor ini mendasarkan pada suatu kenyataan, bahwa banyaknya
panas yang dipindahkan dari suatu benda oleh aliran gas tergantung komposisi
gas tersebut. Gas yang molekulnya kecil dapat bergerak lebih cepat, sehingga
dapat memindahkan panas yang lebih disukai untu k digunakan sebagai

pembawa karena dapat mempunyai efek pendingin yang besar. TCD tersusun
dari empat filament, diatur sedemikian rupa sehingga dapat merupakan
jaringan listrik seperti jembatan wheatstone. Masing -masing filament yang
mendapatkan panas dari aliran listrik, ditempatkan dalam lubang tertentu dari
suatu tumpuan logam untuk pembuangan gas. Dari dua filament akan
mendapatkan aliran gas dari pembawa, sedangkan dua yang lainnya dari
campuran gas pembawa dan gas komponen zat yang dianalisis.
Konduktivitas listrik
Konduktivitas listrik adalah ukur an dari kemampuan suatu bahan
untuk menghantarkan arus listrik. Jika suatu beda potensial listrik ditempatkan
pada ujung-ujung sebuah konduktor, muatan -muatan bergeraknya akan
berpindah menghasilkan arus list rik.
b.

Electron Capture Detector (ECD)


Dasar dari ECD adalah terjadinya absorbs i elektron oleh senyawa yang
mempunyai afinitas terhadap elektron bebas, yaitu senyawa yang mempunyai
gugus elektronegatif. Dalam detektor ini gas yang berasal dari kolom akan
terionisasi oleh partikel yang dihasilkan zat radioaktif misalnya 3H atau

63

Ni.

Elektron terbentuk oleh tabrakan dengan nitrogen, karena nitrogen pemeran


energi eksitasi yang rendah, sehingga mudah untuk menghilangkan elektron
dari molekul nitrogen. Elektron kemudian tertarik bermuatan positif anoda,
yang menghasilkan sebuah keadaan stabil. Oleh karena itu, selalu mempunya i
latar belakang menunjukkan sinyal dalam kromatogram. Sebagian sampel
dibawa ke dalam detektor oleh aliran gas nitrogen atau 5% metan, 95% organ
campuran, molekul analit sebanding dengan tingkat menangkap elektron.
ECD merupakan detektor yang selektif dan peka terhadap senyawa yang
mengandung halogen, fosfor, timbal, gugus nitro dan senyawa aromatik yang
berinti ganda. Detektor ini juga sangat ideal untuk mendeteksi residu
insektisida kandungan yang kecil.

c.

Flame Ionization Detector (FID)


Merupakan detektor yang sangat populer karena kepekaan dan
reabilitasnya yang tinggi. Dalam mekanisme reaksi, pembakaran senyawa
organik merupakan hal yang sangat kompleks. Selama proses, sejumlah ion ion dan elektron-elektron dihasilkan dalam nyala. Kehadiran ion dan elekt ron
dapat dideteksi. Seluruh detektor ditutup dalam oven yang lebih panas
dibanding dengan temperatur kolom. Hal itu menghentikan kondensasi dalam
detektor.

Gambar 2. Detektor Ionisasi Nyala (FID)

Pada dasarnya detektor ini terdiri dari nyala gas hydro gen dengan
pengaliran O 2 dalam keadaan berlebih. Senyawa organic akan mengalami
pirolisis dalam api hydrogen tersebut dan menghasilkan ion. Ion -ion yang
terbentuk dapat dikumpulkan pada suatu elektroda, sehingga menghasilkan
arus listrik yang dapat diukur dengan suatu electrometer.
Kekurangan utama dari detektor ini adalah pengrusakan setiap hasil yang
keluar sebagaimana yang terdeteksi. Jika dikirimkan hasil ke spectrometer
massa, misalnya untuk analisa lanjut, maka detektor ini tidak dapat digunakan.
Energi Ionisasi
Energi ionisasi merupakan energi yang diperlukan untuk melepaskan elektron
terluar (paling mudah lepas) dari 1 mol atom dalam wujud agas untuk

menghasilkan 1 mol ion gas dengan muatan +1, hal ini lebih mudah dipahami
dalam bentuk symbol :
X X+ + eEnergi ionisasi yang tinggi menunjukkan tarikan antar elektron dan inti yang
kuat. Besarnya tarikan dipengaruhi oleh :
Muatan inti ; makin banyak proton, muatan ini makin positif dan makin
kuat tarikannya terhadap elektron.
Jumlah elektron dari inti ; jarak dapat mengurangi tarikan inti dengan
cepat. Elektron yang dekat inti akan ditarik lebih kuat daripada yang lebih
jauh.
Jumlah elektron yang berada diantara elektron terluar dari inti. Namun
demikian, energi ionisasi unsur merupakan faktor utama yang berperan
dalam energi aktivitas suatu reaksi.
Energi aktivitas merupakan energi minimum yang diperlukan sebelum
reaksi berlangsung. Dan energi aktivitas yang paling rendah, reaksinya akan
lebih cepat tanpa mengabaikan seluruh energi yang beruba h pada reaksi
tersebut. Penurunan energi ionisasi dari atas ke bawah satu golongan
menyebabkan energi aktivasi rendah dan reaksi menjadi lebih rendah.
1.2.2.5 Polaritas
Dalam ilmu kromatografi, polaritas sering diartikan sebagai adanya
pemisahan kutub muatan posit if dan negatif dari suatu molekul sebagai akibat
terbentuknya konfigurasi tertentu dari atom yang menyusunnya. Dengan
demikian, molekul tersebut dapat tertarik oleh molekul lain yang memiliki
polaritas. Tingkat pemisahan molekul-molekul tersebut juga menen tukan
derajat polaritasnya, begitu juga daya tariknya.
Adsorben dapat bersifat polar atau non polar, silica gel dan alumina,
adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi, keduanya
bersifat polar, keduanya akan mengabsorbsi solut yang bersifat lebih polar
daripada solut yang kurang polar.

BAB II
METODOLOGI
2.1

Alat dan Bahan

2.1.1

Bahan yang digunakan


Methanol 100%
Ethanol 100%
Aquadest

2.1.2

Alat yang digunakan


Satu set alat Varian 450 GC
Buret 25 ml
Corong
Botol semprot
Pipet ukur 1 ml
Gelas kimia 100 ml
Statif
Bulp

2.2

Prosedur Percobaan

2.2.1

Pembuatan larutan sampel (methanol dan ethanol).

1) Memipet 1 ml larutan methanol dan ethanol masing -masing ke dalam 2 buah


vial yang berbeda untuk mendapatkan methanol dan ethanol dengan
konsentrasi 100% (murni).
2) Mengalirkan dari buret methanol 100% sebanyak 5 ml, kemudian
menambahkan 5 ml larutan ethanol 100% ke dalam gelas kimia untuk
menghasilkan konsentrasi methanol -ethanol 50%-50%.
3) Dengan cara yang sama seperti prosedur no. 2, mengalirkan methanol 100% ethanol 100% sebanyak 8 dan 2 ml. untuk konsentrasi methanol -ethanol 80%20%. Serta 2 ml methanol dan 8 ml ethanol untuk konsentrasi methanol ethanol 20%-80%.
4) Memasukkan larutan sampel tadi ke dalam vial.

2.2.2

2.2.3

Kondisi operasi GC ( kebutuhan Gas )


Nitrogen (carrier/make up)

: 80 Psi

Hydrogen

: 40 Psi

Udara

: 60 Psi

Prosedur menjalankan instrument

1) Membuka gas He dan udara tekan dan memastikan tekanan masing -masing
sesuai.
2) Menyalakan PC hingga tampil star t up windows.
3) Menyalakan GC dengan mengatur power switch pada posisi ON ( 1).
4) Mendouble klik icon galaxie sehingga tampil dialog galaxie workstation
connection.
5) Memasukkan user identification = analisis kemudian memilih project dan
memasukkan password = GC kemudian mengklik OK sehingga tampil
windows galaxie.
6) Pada menu file memilih open kemudian open method. Memilih / membuka
method ON ( kita membuat metode baru).
7) Pada bagian control mengklik button Over View kemudian mengkilk button
untuk mengaktifkan method, menunggu sampai status ready.
8) Mengulangi langkah 6 dan 7 untuk mengaktifkan operasi. Menunggu hingga
status ready.
2.2.4

Membuat method

1) Pada menu file memilih new dan New Method.


2) Memastikan bahwa sistem Varian 450-GC terpilih kemudian mengklik next.
3) Memasukkan nama method kemudian mengklik OK sesuai nama method
yang dibuat.
4) Mengklik pada bagian control sehingga tampil panel control.
5) Mengklik pada bagian injector dan melakukan pengaturan terhadap heather,
temperatur (220C) dan split state/ratio pada front injector.
6) Mengklik pada bagian column oven dan melakukan pengatu ran pada
temperatur (300C), time dan stabilization time.

Temperatur di set point

Mode OFF

: 30

Mode ON

: 80

Time

: 6 menit

Stabilization time

: 2 menit

7) Mengklik pada bagian column pneumatics dan melakukan pengaturan :


Front (EFC) : checklist constant flow, lalu mengatur flow yang diinginkan (1 2 mL/min).
8) Mengklik pada bagian Detector Front (FID) dan melakukan pengaturan :
Heather

: ON (untuk mengaktifkan oven detektor)

Setpoint

: temperatur detektor (300C)

Electronic

: ON (jika ingin mengaktifkan detektor)

Range

: sensitivity detektor (12)

Autozero

: fungsi autozero

N2 make up

: 28 mL/min

H2

: 30 mL/min

Air

: 300 m/min

9) Pada kolom method mengklik pada bagian Acquisition dan mengatur injection
volume dan Acquisition Length.
10) Pada menu file memilih Save dan Save As.
2.2.5

Melakukan monitoring Baseline

1) Memilih pada menu Bar sistem kemudian member check() pada sistem yang
sedang running sehingga tampil windows monitoring.
2) Pada menu Acquisition memilih monitoring baseline.
3) Memilih method operasi kemudian mengklik OK sehingga monitoring
baseline akan dimulai (ready).
4) Untuk mengakhiri monitoring baseline dapat dilakukan dengan mengklik
button

STOP

2.2.6

Memulai injeksi tunggal

1) Pada menu Acquisition memilih Quict start sehingga tampil dialog Quickstart.
2) Memilih method analisa kemudian mengklik OK.
3) Pada area sampel information memasukkan identitas injeksi/sampel pada field
file prefix, identifier, Vial #, injection volum.
4) Menempatkan sampel sesuai dengan posisi vial yang dipilih kemudian
mengklik button inject memulai proses injeksi.
2.2.7

Prosedur mematikan instrument

1) Membuka method OFF dan mengklik button

, menunggu sampai status

ready dan memastikan bahwa column oven = 30 C dan seluruh injector dan
detektor lebih kecil dari 100C.
2) Menutup aplikasi software galaxie workstation dengan memilih quit pada
menu file.
3) Mematikan GC dengan mengatur power Switch pada posisi OFF (0).
4) Menutup semua tabung gas.
5) Melakukan prosedur Shut Down PC.

BAB III
PENGOLAHAN DATA DAN PEMBAHASAN
3.1

Data Pengamatan
Konsentrasi Larutan

No

Methanol

Retention

Luas Area

Persentase

(.V.Min)

Area (%)

0,37

265086,9

63,584

0,43

151823,9

36,416

0,39

399124,4

17,266

0,42

1912475,8

82,734

0,39

11044,3

4,164

0,43

127543,1

48,087

0,46

126647,9

47,794

0,12

767,2

0,475

0,43

160769,4

99,525

0,42

203980,3

41,925

0,42

282559,3

58,075

Time

Ethanol

(Menit)
1

100%

100%

50%

50%

80%

20%

20%

80%

Dari data pengamatan di atas, diperoleh hasil pengolahan data sebagai berikut :
Untuk 100 % larutan methanol
Retention

Luas Area

Persentase

Time (Min)

(.V.Min)

Area (%)

Methanol

0,37

265086,9

63,584

Ethanol

0,43

151823,9

36,416

Index

Dugaan Larutan

1
2

Untuk larutan 100% Ethanol


Dugaan

Retention

Luas Area

Persentase

Larutan

Time (Min)

(.V.Min)

Area (%)

Methanol

0,39

399124,4

17,266

Ethanol

0,42

1912475,8

82,734

Retention

Luas Area

Persentase

Time (Min)

(.V.Min)

Area (%)

Index

Untuk larutan 50%methanol + 50%ethanol


Index

Dugaan Larutan

Methanol

0,39

11044,3

4,164

Ethanol

0,43

127543,1

48,087

Sedangkan untuk larutan 20%methanol + 80%ethanol dan 80%methanol +


20%ethanol tidak dapat ditentukan mana senyawa methanol dan ethanolnya.
Hal ini akan di bahas dipembahasan
3.2

Pembahasan
Pada praktikum ini yaitu analisa suatu senyawa dengan menggu nakan
GC (Gas Cromatography) bertuju an untuk mengidentifikasi suatu senyawa
dalam suatu larutan atau biasa disebut juga dengan analisa secar a kualitatif.
Pada dasarnya, alat GC berprinsipkan pada pemis ahan suatu senyawa
berdasarkan perbedaan kepolaran gas. Dalam praktikum ini larutan yang
digunakan adalah methanol dan ethanol yang dibuat dengan berbagai
konsentrasi yang berbeda.
Saat penginjeksian sampel ke dalam injector, yang perlu diperhatikan
adalah kecepatan injeksinya yang harus konstan, dengan waktu yang singkat
dan volume yang sesedikit mungkin. Hal ini dimaksudkan agar sampel yang
berupa cairan akan langsung menguap dalam injector yang memiliki suhu
yang tinggi, sehingga sampel yang menguap dapa t berkontak langsung dengan
gas pembawa menuju kolom.

Dalam kolom, sampel akan mengalami pemisahan dimana pemisahan


ini terjadi berdasarkan perbedaan kepolarannya. Kolom yang digunakan pada
alat GC ini adalah kolom kapiler yang di dalamnya terdapat fase diam
(biasanya berupa silica) yang berikatan kuat dengan bagian dalamnya, dan
bersifat polar. Hal ini menyebabkan senyawa dalam sampel yang
kepolarannya lebih besar akan tertahan di dalam kolom untuk sementara
waktu, sedangkan yang kepolarannya lebih rendah akan lebih dulu bergerak
melewati kolom menuju detektor. Semakin panjang kolom kapiler maka
pemisahan yang terjadi akan semakin baik, sehingga hasil analisa yang
diperoleh juga baik dan akurat. Dan dalam pengoperasian alat, perlu
diperhatikan temperaturnya, dimana temperatur pada kolom harus lebih
rendah daripada temperatur pada injector dan detektor.
Dari hasil pembacaan pada kromatogram oleh detektor, akan diperoleh
beberapa data, diantaranya : retention time, height (tinggi puncak), luas
puncak beserta persentase areanya dari senyawa-senyawa yang terkandung
dalam sampel, sehingga dari data -data tersebut, maka senyawa dalam sampel
akan dapat diidentifikasi (analisa kualitatif). Untuk menentukan senyawa
dalam sampel dilakukan dengan melihat pada luas areanya, dalam hal ini
diambil perbandingan dari 2 data kromatogram, yaitu pada data sampel 100%
methanol dan 100% ethanol. Pada methanol 100% sebenarnya tidak
seluruhnya itu methanol murni, hal ini dapat dilihat pada kromatogram
dimana terdapat 2 puncak area. Akan tetapi, luas a rea methanol pasti lebih
banyak daripada ethanol, sehingga diperoleh luas area methanol 100% sebesar
265086,9 .V.Min dengan retention time 0,37 min. dan sebaliknya, pada
ethanol 100% luas areanya akan lebih besar daripada methanol, dan diperoleh
luas areanya sebesar 1912475,8 .V.Min dengan retention time 0,42 min. luas
area untuk methanol 50% sebesar 11044,3 .V.Min dengan retention time
0,39 min dan ethanol 50% memiliki luas area sebesar 127543,1 .V.Min
dengan retention time 0,43 min. sedangkan untuk ethanol 20% + methanol
80% data yang diperoleh kurang valid, sebab retention timenya berbeda jauh

(0,12 dengan 0,43) .V.Min, begitu pula pada ethanol 80% + methanol 20%
didapatkan data yang salah dikarenakan ke -2 puncak memiliki retention time
yang sama (0,42 min) sehingga senyawa sulit diidentifikasi/dibedakan. Hal ini
terjadi mungkin dikarenakan kesalahan dalam pembuatan larutan atau saat
penginjeksian kecepatannya tidak konstan. Jadi, dari data -data yang diperoleh
dalam praktikum ini, waktu retensi untu k methanol sekitar 0,37-0,39 min,
sedangkan waktu yang diperlukan ethanol melalui kolom menuju detektor
dalam praktikum adalah sekitar 0,42 -0,43 min, sehingga dapat disimpulkan
bahwa ethanol lebih polar dibandingkan dengan methanol karena waktu
retensinya lebih lama.

BAB IV
PENUTUP
4.1

Kesimpulan
Dari hasil pembacaan kromatogram dan pengolahan data, diperoleh
beberapa kesimpulan, antara lain :
Luas area methanol 100% sebesar 265086,9 .V.Min dengan retention time
0,37 min.
Luas area ethanol 100% sebesar 1912475,8 .V.Min dengan retention time
0,42 min.
Luas area methanol 50% sebesar 11044,3 .V.Min dengan retention time
0,39 min.
Luas area ethanol 50% sebesar 127543,1 .V.Min dengan retention time
0,43 min.
Dari data retention time di atas, maka diperoleh kesimpulan bahwa ethanol
lebih polar dibandingkan methanol karena memiliki waktu retensi yang
lebih lama.

4.2

Saran
Praktikan dapat mempersiapkan sampel dengan cermat.
Penginjeksian harus dilakukan dengan kecepatan yang konstan dan w aktu
yang singkat serta volume yang sesedikit mungkin.

DAFTAR PUSTAKA
Tim Penyusun. 2008. Penuntun Praktikum Kimia Instrument . Samarinda:Politeknik
Negeri Samarinda
Http\\. Kromatografi Gas-Cair_Chem-Is-Try. Org_situs kimia indonesia

Anda mungkin juga menyukai