13 tahun dan paling rendah pada kelompok umur 6-9 tahun. Kembar
monozigotik memiliki insidensi terkena DT1 rata-rata 30%-50%,
sedangkan kembar dizigotik memiliki rata-rata terkena DT1 sebesar
6%-10%. Sebanyak 18% kasus DT1 terjadi pada individu yang tidak
memiliki riwayat DT1 pada keluarga. Perbedaan resiko yang terjadi
juga dipengaruhi oleh orang tua yang menderita DM. Anak-anak yang
ibunya terkena DT1 hanya beresiko sebesar 2% untuk terjadinya DT1,
sedangkan anak-anak yang bapaknya menderita DT1 memiliki resiko
sebesar 7% (Al-Mutairi, et al, 2007).
1.3 Patofisiologi
DT1
merupakan
tipe
diabetes
yang
paling
berat
karena
adanya
Mekanisme
ke-2
destruksi
sel
menjelaskan
beta
pancreas
bahwa
secara
terdapat
bertahap.
suatu
reaksi
Analisis
ini
menemukan
perubahan
karakteristik
merespon
glutamat
dengan
peningkatan
sekresi
insulin.
1.4 Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk diabetes melitus tipe 1 hampir sama sama dengan diabetes
mellitus tipe 2, yaitu (American Diabetes Association, 2009);
1. Gejala klasik diabetes (poliuria, polidipsi, polifagi, dan penurunan berat badan tanpa
sebab yang jelas) ditambah dengan konsentrasi glukosa darah sewaktu >200 mg/dl
(11,1 mmol/l)
2. Gula darah puasa > 126 mg/dl (7,0 mmol)
3. Gula darah 2 jam post prandial > 200 mg/dl (11,1 mmol/l) selama oral glucose
tolerance test (OGTT). Tes dilakukan sesuai prosedur WHO, yaitu menggunakan
glukosa sebanyak 75 g glukosa anhidrat dilarutkan dalam air.
4. Hb A1C > 6,5%
Oleh karena kriteria yang digunakan sama, penting untuk mengetahui perbedaan
karakteristik diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 , yaitu (Crandall, 2007) :
Karakteristik
DM tipe 1
DM tipe 2
o
Onset usia
Berhubungan dengan obesitas
Kecenderungan terjadi ketoasidosis
Umumnya
<
tahun
Tidak
30
Tidak
Sangat
rendah normal,
mungkin
sampai tergantung
tidak terdeteksi
dapat
atau
rendah,
meningkat,
pada
derajat
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Insulitis,
Patologi sel islet
nefropati,
aterosklerosis,
neuropati,
dan
cardiovascular)
Respon
terhadap
penyakit
obat
antihiperglikemia
oral
Ya
Ya
Tidak
Ya
1.5 Tatalaksana
Manajemen pasien Diabetes Mellitus (DM) tipe 1 ini dilakukan secara multidisipliner,
yaitu pendekatan oleh dokter, perawat, dan ahli gizi (Loghmani,2005).
1) Diet
Langkah pertama untuk mengatur diabetes mellitus tipe 1 adalah kontrol diet.
Menurut ADA (American diabetes association), terapi diet diatur berdasarkan penilaian
status gizi dan tujuan dari terapi itu sendiri. Diet harus dibuat sesuai dengan kebiasaan
makan dan gaya hidup pasien.
Manajemen diet termasuk edukasi tentang waktu, besarnya, banyaknya, serta
komposisi makanan yang dimakan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia atau
hiperglikemia setelah makan. Pasien yang menggunakan insulin harus mendapat diet
yang komprehensif termasuk kebutuhan kalori sehari-hari; kebutuhan karbohidrat, lemak,
dan protein; dan pembagian kalori antara makan dan snack.
a. Conventional therapy : 2 injeksi perhari mixed insulin (insulin cepat atau kerja
pendek dan insulin kerja menengah) sebelum sarapan dan makan malam.
b. Conventional therapy with a split night-time dose : 1 kali injeksi mixed insulin
sebelum sarapan, 1 kali injeksi insulin kerja cepat atau kerja pendek sebelum makan
malam dan 1 kali injeksi insulin kerja menengah sebelum makanan ringan menjelang
tidur. Regimen ini digunakan untuk menurunkan hiperglikemia puasa yang
berhubungan dengan jangka waktu yang panjang antara sarapan dan makan malam,
serta durasi kerja insulin kerja menengah dan untuk memfasilitasi manajemen
fenomena dawn.
c. Multiple daily injections (MDI) of rapid- or short-acting insulin before every meal
(and sometimes large snacks) with intermediate- or long-acting insulin once or twice
a day. Pemberian insulin kerja cepat atau kerja pendek sebelum makan siang
membantu menurunkan pre-supper hiperglikemia dengan sedikit resiko hipoglikemia
yang berhubungan dengan dosis insulin kerja menengah sebelum sarapan yang terlalu
tinggi. Dengan pengecualian makanan ringan (snek) saat akan tidur untuk mencegah
hipoglikemia saat malam hari, snek biasanya tidak diperlukan dengan MDI- suatu
keuntungan bagi remaja yang sibuk dan bagi remaja yang berharap berat badan
targetnya tetap terjaga. Hal ini dapat disebut sebagai terapi intensif yang bergantung
pada kadar glikemia kontrol yang ditargetkan.
d. Intensive therapy with a continuous subcutaneous insulin infusion (CSII or insulin
pump) insulin kerja capat diberikan secara konstan sesuai kebutuhan basal tubuh
untuk menekan produksi glukosa oleh hati. Dosis insulin bolus diberikan sebelum
makan dan snek berdasarkan jumlah karbohidrat yang dimakan dan kadar gula darah
yang diukur. Regimen ini ditujukan untuk remaja yang berharap melakukan tes secara
frekuen (>4x perhari), memonitor intake karbohidrat secara akurat, penambahan dosis
insulin.
Dosis insulin tergantung pada kebutuhan basal, intake makanan
(terutama
jumlah
total
karbohidrat)
dan
jumlah
aktivitas
fisik.
Perubahan dalam insulin kerja cepat atau kerja pendek dapat dibuat
berdasarkan sliding scale yaitu meningkatkan dosis pada kadar gula
darah yang meningkat dan menurunkan dosis saat gula darah turun. Di
samping itu, rata-rata kadar gula darah pada berbagai macam waktu
1.6 Komplikasi
Komplikasi DM tipe-1 dapat digolongkan sebagai komplikasi akut dan komplikasi
kronik baik reversibel maupun ireversibel. Sebagian besar komplikasi akut bersifat
reversibel sedangkan yang kronik bersifat ireversibel tetapi perjalanan penyakitnya dapat
diperlambat melalui intervensi. Secara umum, komplikasi kronik disebabkan kelainan
mikrovaskular (retinopati, neuropati dan nefropati) dan makrovaskular. Komplikasi
jangka pendek yang sering terjadi adalah hipoglikemia dan ketoasidosis diabetikum.
Komplikasi jangka panjang diabetes mellitus terjadi akibat perubahan-perubahan
mikrovaskuler (retinopati, nefropati, dan neuropati) dan makrovaskular (UKK
endokrinologi anak dan remaja, 2009).
1.7 Prognosis
Gula darah, HbA1c, kolesterol, tekanan darah, dan berat badan yang terkontrol sangat
penting sebagai faktor penentu prognosis dan perkembangan penyakit diabetes sendiri
terutama komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Pasien DM tipe 1 yang dapat
survive dalam waktu 10-20 tahun setelah onset tanpa komplikasi, pasien tersebut
memiliki prognosis yang baik. Factor lain yang berpengaruh terhadap prognosis penyakit
ini adalah edukasi dan motivasi, kesadaran pasien, serta tingkat pendidikan pasien
(University of Cincinnati College of Medicine, 2001).
2. Ketoasidosis Diabetikum (KAD)
2.1 Definisi
Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut diabetes melitus yang
serius, suatu keadaan darurat yang harus segera diatasi. Merupakan komplikasi metabolik
yang paling serius dari Diabetes Mellitus Tipe 1. KAD memerlukan pengelolaan yang
cepat dan tepat, mengingat angka kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan
upaya penting untuk menghindari terjadinya KAD.
Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan komplikasi akut
diabetes melitus (DM) yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat darurat. Akibat
diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai
menyebabkan syok.
2.2 Epidemiologi
Di negara maju dengan sarana yang lengkap, angka kematian KAD berkisar 9-10%,
sedangkan di klinik dengan sarana sederhana dan pasien usia lanjut angka kematian dapat
mencapai 25-50%. Angka kematian menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan yang
menyertai KAD seperti sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas, pasien
usia lanjut, kadar glukosa darah awal yang tinggi, uremia dan kadar keasaman darah yang
rendah. Kematian pada pasien KAD usia muda, umumnya dapat dihindari dengan
diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar
patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering
dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Jumlah pasien KAD dari tahun ke tahun relatif tetap/tidak berkurang dan angka
kematiannya juga belum menggembirakan. Mengingat 80% pasien KAD telah diketahui
menderita DM sebelumnya, upaya pencegahan sangat berperan dalam mencegah KAD
dan diagnosis dini KAD.
Tahun
1983-1984 (9 bulan)
1984-1988 (48 bulan)
1995 (12 bulan)
1997 (6 bulan)
1998-1999 (12 bulan)
Jumlah Kasus
14
55
17
23
37
2.3 Klasifikasi
Ketoasidosis Diabetikum (KAD) diklasifikasikan menjadi empat yang masing-masing
menunjukkan tingkatan atau stadiumnya.
H
Stadium
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Sangat Berat
Macam, KAD
KAD ringan
Perkoma Diabetik
Koma Diabetik (KD)
KD Berat
pH Darah
7,30-7,35
7,20-7,30
6,90-7,20
<6,90
Bikarbonat Darah
15-20 mEq/l
12-15 mEq/l
8-12 mEq/l
< 8 mEq/l
Akibat hiperglikemia
Akibat ketosis
Walaupun sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa, sistem homeostasis tubuh
terus teraktivasi untuk memproduksi glukosa dalam jumlah banyak sehingga terjadi
hiperglikemia. Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan kadar hormon kontra
regulator terutama epinefrin, mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak.
Akibat lipolisis meningkat, sehingga terjadi peningkatan produksi benda keton dan asam
lemak bebas secara berlebihan. Akumulasi produksi benda keton oleh sel hati dapat
menyebabkan metabolik asidosis. Benda keton utama adalah asam asetoasetat (AcAc) dan
3 beta hidroksi butirat (3HB); dalam keadaan normal kadar 3HB meliputi 75-85% dan
aseton darah merupakan benda keton yang tidak begitu penting. Meskipun sudah tersedia
bahan bakar tersebut sel-sel tubuh masih tetap lapar dan terus memproduksi glukosa.
Hanya insulin yang dapat menginduksi transpor glukosa ke dalam sel, memberi
signal untuk proses perubahan glukosa menjadi glikogen , menghambat lipolisis pada sel
lemak (menekan pembentukan asam lemak bebas), menghambat glukoneogenesis pada sel
hati serta mendorong proses oksidasi melalui siklus Krebs dalam mitokondria sel. Melalui
proses oksidasi tersebut akan dihasilkan adenin trifosfat (ATP) yang merupakan sumber
energi utama sel.
Resistensi insulin juga berperan dalam memperberat keadaan defisiensi insulin
relatif. Meningkatnya hormon kontra regulator insulin, meningkatnya asam lemak bebas,
hiperglikemia, gangguan keseimbangan elektrolit dan asam-basa dapat mengganggu
sensitivitas insulin.
Peranan Hormon :
Peranan Insulin
Pada KAD terjadi defisiensi insulin absolut atau relatif terhadap hormon kontra regulasi
yang berlebihan (glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan). Defisiensi insulin
dapat disebabkan oleh resistensi insulin atau suplai insulin endogen atau eksogen yang
berkurang. Defisiensi aktivitas insulin tersebut, menyebabkan 3 proses patofisiologi yang
nyata pada 3 organ, yaitu sel-sel lemak, hati dan otot. Perubahan yang terjadi terutama
melibatkan metabolisme lemak dan karbohidrat.
Peranan Glukagon
Diantara hormon-hormon kontraregulator, glukagon yang paling berperan dalam
ketogenesis KAD. Glukagon mengahambat proses glikolisis dan menghambat pembentukan
malonyl CoA adalah suatu penghambat cartnitine acyl transferase (CPT 1 dan 2) yang
bekerja pada transfer asam lemak bebas ke dalam mitokondria. Dengan demikian
peningkatan glukagon akan merangsang oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis.
Pada pasien DM tipe 1, kadar glukagon darah tidak teregulasi dengan baik, bila kadar
insulin rendah maka kadar glukagon darah sangat meningkat serta mengakibatkan reaksi
kebalikan respons insulin pada sel-sel lemak dan hati.
Keadaan stres sendiri meningkatkan hormon kontra regulasi yang pada akhirnya akan
menstimulasi pembentukan benda-benda keton, glukonoegenesis serta potensial sebagai
pencetus KAD. Sekali proses KAD terjadi maka akan terjadi stress berkepanjangan.
2.6 Gejala Klinis
Gejala-gejala dari KAD berupa: (1) dehidrasi: kekeringan di mulut dan hilangnya
elastisitas kulit, (2) napas berbau kecut/asam, (3) mual-mual, muntah-muntah, dan rasa sakit
di perut, (4) napas berat, (5) tarikan napas meningkat, (6) merasa sangat lemah dan
mengantuk.
Areataeus menjelaskan gambaran klinis KAD sebagai berikut keluhan poliuri, dan
polidipsi sering kali mendahului KAD serta didapatkan riwayat berhenti menyuntik insulin,
demam, atau infeksi. Muntah-muntah merupakan gejala yang sering dijumpai terutama pada
KAD anak. Dapat pula dijumpai nyeri perut yang menonjol dan hal itu berhubungan dengan
gastroparesis-dilatasi lambung.
Derajat kesadaran pasien dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium, atau depresi
sampai dengan koma. Bila dijumpai kesadaran koma perlu dipikirkan penyebab penurunan
kesadaran lain (misalnya uremia, trauma, infeksi, minum alcohol).
Infeksi merupakan faktor pencetus yang paling sering. Walaupun faktor pencetusnya
adalah infeksi, kebanyakan pasien tidak mengalami demam.bila dijumpai nyeri abdomen
perlu dipikirkan kemungkinan kolesistisis, iskemia usus, apendisitis, divertikulitis, atau
perforasi usus. Bila pasien tidak menunjukkan respons yang baik terhadap pengobatan KAD
maka perlu dicari kemungkinan infeksi tersembunyi (sinusitis, abses gigi, abses perirektal).
2.7 Diagnosis
Ketoasidosis diabetik perlu dibedakan dengan ketosis diabetik ataupun hiperglikemia
hiperosmolar nenketotik. Langkah pertama yang harus diambil pada pasien dengan KAD
terdiri dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cepat dan teliti dengan terutama
memperhatikan patensi jalan napas, status mental, status ginjal dan kardiovaskular, dan
status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukan jenis pemeriksaan laboratorium
yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya
penundaan.
Pemeriksaan laboratorium yang penting dan mudah untuk segera dilakukan setelah
dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan kadar glukosa darah
dengan glucose sticks dan pemeriksaan urin dengan mengunakan urine strip untuk melihat
secara kualitatif jumlah glukosa, keton, nitrat, dan leukosit dalam urin. Pemeriksaan
laboratorium lengkap untuk dapat menilai karakteristik dan tingkat keparahan KAD meliputi
kadar HCO3, anion gap, pH darah dan juga idealnya dilakukan pemeriksan kadar AcAc dan
laktat serta 3HB.
Kriteria diagnosis untuk Ketoasidosis Diabetikum adalah sebagai berikut:
1) Klinis : poliuria, polidipsia, mual dan atau muntah, pernapasan Kussmaul (dalam dan
frekuens), lemah, dehidrasi, hipotensi sampai syok, kesadaran terganggu sampai koma
2) Darah : hiperglikemia lebih dari 300 mg/dl (biasanya melebihi 500 mg/dl). Bikarbonat
kurang dari 20 mEq/l (dan pH < 7,35)
3) Urine : glukosuria dan ketonuria
Kriteria Diagnosis KAD
Kadar glukosa darah > 250 mg%
pH < 7,35
Anion Gap yang tinggi
Keton serum positif
2.8 Penatalaksanaan
Prinsip-prinsip pengelolaan KAD ialah :
1) Penggantian cairan dan garam yang hilang
2) Menekan lipolisis sel lemak dan menekan glukoeogenesis sel hati dengan pemberian
insulin
3) Mengatasi stres sebagai pencetus KAD
4) Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan
serta penyesuaian pengobatan.
Pengobatan KAD ada 6 hal yang perlu diperhatikan: 5 diantaranya ialah: cairan,
garam ,insulin, kalium dan glukosa.
1) Cairan
4) Glukosa
Setelah rehidrasi awal 2 jam pertama, biasanya kadar glukosa darah
akan
turun.
Selanjutnya
dengan
pemberian
insulin
diharapkan
terjadi
penurunan kadar glukosa sekitar 60 mg%/ jam. Bila kadar glukosa mencapai
kurang dari 200 mg% maka dapat dimulai infus yang mengandung glukosa.
Perlu ditekankan tujuan terapi KAD bukan untuk menormalkan kadar glukosa
tapi untuk menekan ketogenesis.
5) Bikarbonat
Terapi bikarbonat pada KAD menjadi topik perdebatan selama
beberapa tahun. Pemberian bikarbonat hanya dianjurkan pada KAD yang
berat. Hal ini disebabkan karena pemberian bikarbonat dapat :
o
Pencegahan
Faktor pencetus utama KAD ialah pemberian dosis insulin yang kurang memadai
dan kejadian infeksi. Pada beberapa kasus, kejadian tersebut dapat dicegah dengan akses
pada system pelayanan kesehatan lebih baik (termasuk edukasi DM) dan komunikasi efektif
terutama pada saat penyandang DM mengalami sakit akut (misalnya batuk pilek, diare,
demam, luka).
Pasien DM harus didorong untuk perawatan mandiri terutama saat mengalami masamasa sakit, dengan melakukan pemantauan kadar glukosa darah dan keton urin sendiri. Di
sinilah pentingnya edukator diabetes yang dapat membantu pasien dan keluarga, terutama
pada keadaan sulit.
2.11 Prognosis
Prognosis baik selama terapi adekuat dan selama tidak ada penyakit lain yang fatal
(sepsis, syok septik, infark miokard akut, thrombosis serebral, dll).
DAFTAR PUSTAKA
ke Lernmark. 1999. Type 1 Diabetes. Clinical Chemistry 45, No. 8(B), 1999
Al-Mutairi Hanan F, Ameer M Mohsen1, Zaidan M Al-Mazidi.2007. Genetics of Type 1
Diabetes Mellitus. Kuwait : Kuwait Medical Journal 2007, 39 (2):107-115
2010.
Diabetes
Mellitus,
Type
1:
Treatment
&
Medication,.
for
Adolescent
Nutrition
Services
(2005).
http://www.epi.umn.edu/let/pubs/adol_book.shtm
Misnadiarly,
2006,
Diabetes
Mellitus:
Gangren,
Ulcer,
Infeksi.
Mengenal
Gejala,