SKRIPSI
NURUL JANNAH
RINGKASAN
NURUL JANNAH. D14080016. 2012. Strategi Pengembangan Sapi Bali (Bos
javanicus) pada Sistem Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif Desa Tawali
Kecamatan Wera Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Sapi bali merupakan salah satu ternak asli Indonesia. Sapi bali banyak
dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia. Nusa Tenggara Barat merupakan
salah satu propinsi yang mengembangkan sapi bali. Nusa Tenggara Barat sebagai
Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS) merupakan program yang dicanangkan oleh Gubernur
NTB untuk mendukung program pemerintah swasembada daging nasional pada
tahun 2014. Daerah-daerah yang berada di NTB diharapkan dapat mendukung
program ini. Salah satunya adalah Desa Tawali di Kabupaten Bima. Sapi bali di Desa
Tawali dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif.
Meningkatnya jumlah penduduk dan kebutuhan akan lahan untuk pemukiman dan
pertanian menjadikan ancaman bagi pengembangan sapi bali di desa ini. Strategi
pengembangan sapi bali dengan pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dibutuhkan
untuk mendukung secara optimal program NTB-BSS.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi pengembangan sapi
bali (Bos javanicus) pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa
Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini
dilakukan di Desa Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat
pada bulan Juli 2011 hingga Agustus 2011 dengan jumlah peternak yang dijadikan
responden sebanyak 42 orang peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem
pemeliharaan ekstensif dan 16 orang peternak yang memelihara sapi bali dengan
sistem pemeliharaan semi intensif. Strategi pengembangan sapi bali dengan sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif disusun menggunakan analisis SWOT
(Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats).
Strategi yang diperoleh dari analisis SWOT untuk pengembangan sapi bali
dengan sistem pemeliharaan ekstensif diantaranya adalah dengan pembelian bibit
sapi bali dari bantuan pinjaman modal dari pemerintah dan pihak swasta,
pembuatan hay, menggunakan lahan tegalan untuk penanaman HMT (Hijauan
Makanan Ternak) yang berkualitas dan membentuk kelompok peternak. strategi
pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif diantaranya
adalah pembuatan gudang penyimpanan pakan, mengadakan pelatihan pengolahan
pakan, pencatatan reproduksi ternak dan kesehatan ternak melalui kerjasama dengan
pemerintah, kerjasama pengadaan pakan antara anggota kelompok dan melakukan
pertemuan rutin untuk bertukar informasi terkait ternak antar anggota kelompok.
Kata-kata kunci: sapi bali, NTB, sistem pemeliharaan, strategi pengembangan
ABSTRACT
Development Strategy of Bali Cattle (Bos javanicus) In Extensive and Semi
Intensive Farming System in Tawali Village Subdistrict Wera
Bima Regency West Nusa Tenggara
Jannah, N, Komariah, D. J. Setyono
West Nusa Tenggara has a program called Bumi Sejuta Sapi (NTB BSS). The
highest population cattle in NTB was bali cattle. Tawali village in NTB was one of
village which developed bali cattle in two farming system. Farming system in Tawali
village were extensive and semi intensive. The aims of this study arranged
development strategy of bali cattle in two diferrent farming system. Primary data
obtained from 42 farmers who farmed with extensive farming systems and 16
farmers who farmed in semi intensive. Secondary data obtained from the village
government and related agencies. The Strategies formula of development bali cattle
with extensive farming system is purchase breed of bali cattle from the government
and the private sector, making hay, using moor for the cultivation of forage with
good quality and forming groups of farmers. The strategies formula of development
bali cattle with semi intensive farming system is making a warehouse for food
storage, organize training about recording of reproduction animal and recording
about animal health with cooperation with the government, cooperation between
members of the group to supply forage and meet regularly to exchange information
between members of the group.
Keywords: cattle bali, NTB, system maintenance, development strategy
NURUL JANNAH
D14080016
Judul
Nama
: Nurul Jannah
NIM
: D14080016
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
Mengetahui
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan
Tanggal Ujian : ..
Tanggal Lulus : ..
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Nurul Jannah dilahirkan di Kefamenanu Nusa
Tenggara Timur pada tanggal 17 September 1990. Penulis merupakan anak pertama
dari pasangan Bapak Ibrahim, S. E. dan Ibu Aminah. Pendidikan dasar diselesaikan
pada tahun 2002 di SDN 06 Bima. Pendidikan tingkat pertama diselesaikan pada
tahun 2005 di MTS Negeri
diselesaikan pada tahun 2008 di SMA Negeri 1 Kota Bima. Penulis melanjutkan
pendidikan pada jenjang perguruan tinggi pada tahun 2008 terdaftar sebagai
mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP) Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008.
Semasa di Perguruan Tinggi IPB, penulis aktif
berorganisasi di
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrahiim
Alhamdulillahi Robbil Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan berkah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul Strategi Pengembangan Sapi Bali (Bos javanicus) pada Sistem
Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif Desa Tawali Kecamatan Wera Kabupaten
Bima Nusa Tenggara Barat. Skripsi ini disusun dibawah bimbingan Ir. Hj.
Komariah, MSi dan Ir. Dwi Joko Setyono, MS. Skripsi ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Desa Tawali merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Wera,
Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat. Peternak yang berada di Desa Tawali
memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif.
Strategi pengembangan sapi bali dengan dua sistem pemeliharaan ini diperlukan agar
pengembangan sapi bali di Desa Tawali ini berjalan optimal sehingga dapat
mendukung program pemerintah Nusa Tenggara Barat yang mencanangkan Nusa
Tenggara Barat sebagai Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS).
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Kritikan dan saran yang membangun untuk perbaikan sripsi ini sangat penulis
harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Agustus 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ....................................................................................................
ABSTRACT
....................................................................................................
ii
iv
vi
vii
xi
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
2
3
5
6
6
7
8
10
10
10
10
10
10
14
14
15
15
15
16
17
17
17
18
21
21
22
22
22
22
23
24
25
26
26
26
27
29
30
32
32
32
35
38
39
41
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
11.
12.
13.
14.
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
13
19
39
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi bali merupakan salah satu ternak asli Indonesia. Sapi bali merupakan
ternak dwiguna yang sering digunakan sebagai ternak pekerja dan ternak sumber
penghasil daging. Sapi bali banyak dikembangkan di beberapa daerah di Indonesia.
Daerah-daerah yang mengembangkan sapi bali diantaranya adalah daerah Sulawesi,
Nusa Tenggara, Bali dan Kalimantan. Sapi bali memiliki beberapa keunggulan
diantaranya adalah memiliki fertilitas yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan
baik pada lingkungan beriklim tropik. Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah
satu propinsi yang mengembangkan dan memelihara sapi bali. Kemampuan adaptasi
yang baik dari sapi bali pada kondisi lingkungan yang kering
(merupakan
karakteristik kondisi alam propinsi NTB) menjadikan sapi bangsa ini tepat untuk
dikembangkan di daerah NTB.
Nusa Tenggara Barat sebagai Bumi Sejuta Sapi (NTB-BSS), merupakan
salah satu program yang dicanangkan oleh Gubernur NTB. Program ini dimaksudkan
untuk mendukung adanya program swasembada daging nasional pada tahun 2014.
Daerah-daerah yang berada di NTB diharapkan dapat mendukung program ini
dengan memaksimalkan potensi lokal. Kota dan kabupaten yang memiliki potensi
dioptimalkan sebagai daerah pengembangan sapi. Salah satu Desa yang
mengembangkan sapi bali di Kabupaten Bima adalah Desa Tawali. Desa Tawali
merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Wera, Kabupaten Bima,
Nusa Tenggara Barat. Desa ini memiliki luas 2900 ha dengan suhu rata-rata desa
27,61 oC dengan suhu terendah 21,3 oC dan suhu tertinggi 36,1 oC dengan
kelembaban
mm/tahun (Badan Pusat Statistik, 2010). Lama bulan kering 8 bulan-9 bulan dan
lama bulan basah 3 bulan-4 bulan (Pemerintah Kabupaten Bima, 2012). Sapi bali
merupakan satu-satunya bangsa sapi yang dipelihara oleh masyarakat di
Desa
Tawali. Pemeliharaan sapi bali di desa ini menggunakan dua sistem pemeliharaan
yakni sistem pemeliharaan secara ekstensif dan sistem pemeliharaan secara semi
intensif.
Meningkatnya kebutuhan akan lahan yang digunakan untuk lahan pertanian
dan pemukiman bagi penduduk, penyakit yang menyerang sapi bali serta kualitas
hijauan yang rendah pada musim kemarau menjadi ancaman bagi pengembangan
sapi bali di Desa Tawali. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan
menyusun strategi pengembangan sapi bali baik yang dipelihara dengan sistem
pemeliharaan ekstensif maupun sistem pemeliharaan semi intensif.
Strategi diperoleh dari hasil analisis faktor internal dan eksternal dari suatu
usaha yang dilakukan untuk mengantisipasi adanya perubahan lingkungan. Analisis
faktor internal dan faktor eksternal dari usaha pemeliharaan sapi bali di Desa Tawali
dilakukan untuk menyusun strategi pengembangan sapi bali guna mengoptimalkan
Desa Tawali dalam mendukung program NTB sebagai Bumi Sejuta Sapi.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun strategi pengembangan sapi
bali (Bos javanicus) pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa
Tawali, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat.
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Bali
Sapi bali merupakan salah satu ternak asli dari Indonesia. Sapi bali adalah
bangsa sapi yang dominan dikembangkan di bagian Timur Indonesia dan beberapa
provinsi di Indonesia bagian Barat (Talib et al., 2003). Menurut data yang
dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Peternakan (2011) rumpun sapi potong yang
terbanyak dipelihara di Indonesia adalah rumpun sapi bali mencapai 4,8 juta ekor
(32,31%). Pada Negara berkembang beternak sapi bali dapat menjadi salah satu
industri utama yang dapat memperbaiki sektor ekonomi dari negara tersebut (Rouse,
1969).
Sapi bali merupakan bangsa sapi yang memiliki fertilitas tinggi meskipun
berada pada kondisi kekurangan nutrisi pakan dan mampu beradaptasi pada
lingkungan yang kurang baik (Toelihere, 2003). Sapi bali memiliki keistimewaan
dalam hal daya reproduksi, persentase karkas serta kualitas daging, tetapi memiliki
keterbatasan dalam hal kecepatan pertumbuhan dan ukuran bobot badan (Diwyanto
dan Priyanti, 2008).
Karakteristik fisik dari sapi bali diantaranya adalah memiliki ukuran badan
sedang, berdada dalam, seringkali memiliki warna bulu merah, warna keemasan dan
coklat tua namun warna ini tidak umum. Bibir, kaki dan ekor berwarna hitam. Pada
bagian lutut ke bawah berwarna putih dan terdapat warna putih di bawah paha dan
bagian oval putih yang amat jelas pada bagian pantatnya. Ciri fisik lainnya yang
dapat ditemui pada sapi bali adalah terdapatnya suatu garis hitam yang jelas, dari
bahu dan berakhir di atas ekor. Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada
saat mencapai dewasa. Pada waktu lahir anak-anaknya yang jantan atau betina
keduanya memiliki warna bulu keemasan sampai warna coklat kemerah-merahan
dengan bagian warna terang yang khas pada bagian belakang kaki (Williamson dan
Payne, 1993).
Sapi ini merupakan hasil domestikasi dari banteng, dengan rata-rata berat
pejantan 360 kg dan berat betina rata-rata 270 kg. Pada pejantan yang dikastrasi akan
terjadi perubahan warna bulu menjadi lebih gelap setelah 4 bulan dilakukan kastrasi,
sedangkan pada betina yang telah berumur 1 tahun akan memiliki warna bulu
berwarna coklat (Rouse, 1969). Sapi bali mencapai dewasa kelamin pada umur
berkisar antara 12 bulan-24 bulan (Fordyce et al., 2003). Umur kawin pertama pada
sapi bali yang dianjurkan yakni pada umur 14 bulan-22 bulan (Toelihere, 1977).
Aspek reproduksi lainnya pada sapi bali diantaranya adalah tingkat kelahiran
yang merupakan salah satu aspek penting dalam usaha peternakan. Kondisi yang
paling baik adalah seekor induk mampu menghasilkan satu anak setiap tahunnya
(Ball dan Peters, 2004). Bamualim dan Wirdahayati (2003) menyebutkan bahwa sapi
bali di Nusa Tenggara Barat memiliki nilai tingkat kelahiran anak sebesar 75%-90%.
Tingkat kelahiran dihitung dari jumlah anak dibagi jumlah total sapi betina dewasa
dalam satu tahun (Martojoyo, 2003). Kematian anak pada sapi bali dipengaruhi oleh
beberapa faktor di Nusa Tenggara Timur. Penyebab kematian anak sapi bali adalah
kesulitan makanan pada musim kemarau panjang, persediaan yang kurang atau tidak
cukup dan adanya parasit (Mallessy et al, 1990). Persentase kematian anak sapi bali
di daerah Sumbawa adalah sebesar 7%-31% dan di daerah Lombok 2%-14%
(Bamualim dan Wirdahayati, 2003). Umur sapi bali beranak untuk pertama kali
adalah 2 tahun, hal ini bergantung pada pakan yang diberikan (Toelihere, 1981).
Parakkasi (1999) menyebutkan bahwa dalam prakteknya induk beranak pertama kali
pada umur 3 tahun, hal ini tergantung pada bangsa ternak, pemberian pakan pada
ternak dan pengelolaan lainnya.
Sistem Pemeliharaan
Sistem pemeliharaan di Indonesia terdiri dari pemeliharaan secara ekstensif,
intensif dan semi intensif. Pemeliharaan secara ekstensif didefinisikan sebagai sistem
pemeliharaan ternak, dimana ternak dipelihara secara bebas, merumput yang tumbuh
secara alam atau tanaman yang tidak dipakai untuk keperluan pertanian (Williamson
dan Payne, 1993). Sistem pemeliharaan ekstensif ternak dilepas di padang
penggembalaan yang terdiri dari beberapa ternak jantan dan betina (Graser, 2003).
Pada sistem pemeliharaan ini aktivitas perkawinan, pembesaran, pertumbuhan dan
penggemukan dilakukan di padang penggembalaan. Keuntungan dari sistem
pemeliharaan ini adalah biaya produksi yang sangat minim (Parakkasi, 1999). Pada
pemeliharaan ekstensif nutrisi yang berasal dari pakan yang dikonsumsi oleh ternak
digunakan sebesar 65%-85% untuk kebutuhan hidup pokok. Ternak mencapai bobot
potong yang lebih lama yakni 3 tahun-6 tahun (Parakkasi, 1999).
Sistem
pemeliharaan
secara
intensif
didefinisikan
sebagai
sistem
pemeliharaan ternak, dimana ternak dipelihara dengan sistem kandang yang dibuat
secara khusus (Williamson dan Payne, 1993). Pengertian sistem pemeliharaan
intensif lainnya dijelaskan oleh Parakkasi (1999) sebagai pemeliharaan hewan ternak
dengan dikandangkan secara terus menerus dengan sistem pemberian pakan secara
cut and carry. Sistem pemeliharaan lainnya yakni sistem pemeliharaan semi intensif,
seringkali disebut dengan sistem pemeliharaan campuran. Pada sistem pemeliharaan
ini petani biasanya memelihara beberapa ekor ternak sapi dengan maksud
digemukkan dengan bahan makanan yang ada di dalam atau di sekitar usaha
pertanian (Parakkasi, 1999).
Strategi Pengembangan
Strategi didefinisikan sebagai alat untuk mencapai tujuan (Rangkuti, 1997).
Siagian (2008) menjelaskan strategi merupakan cara yang akan digunakan suatu
perusahaan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang ingin dicapai. Suatu strategi
harus merupakan hasil dari analisis kekuatan, kelemahan yang terdapat pada suatu
perusahaan dan berbagai kemungkinan peluang yang akan timbul serta ancaman
yang akan dihadapi. Strategi menentukan keunggulan kompetitif jangka panjang
(David, 2009).
Strategi pada suatu perusahaan dapat dikembangkan untuk mengatasi
ancaman eksternal dan merebut peluang yang ada. Perencanaan strategis merupakan
proses analisis, perumusan dan evaluasi dari strategi-strategi yang telah dibuat dari
suatu perusahaan. Tujuan dari perencanaan strategis ini adalah agar perusahaan dapat
melihat secara obyektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan
dapat mengantisipasi perubahan eksternal. Perencanaan strategis merupakan hal
penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dengan dukungan yang optimal dari
sumber daya yang dimiliki (Rangkuti, 1997).
Analisis Lingkungan Internal
Strategi harus memperhitungkan secara realistik dari kemampuan perusahaan
dalam menyediakan berbagai daya, sarana, prasarana dan dana yang dibutuhkan
untuk menjalankan strategi tersebut (Siagian, 2008). David (2009) menjelaskan
bahwa kekuatan dan kelemahan yang termasuk dalam lingkungan internal
merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi yang mampu dijalankan dengan
sangat baik atau buruk. Penilaian kekuatan dan kelemahan didasarkan pada:
1. Manajemen
Manajemen merupakan suatu sistem yang mengatur suatu organisasi.
Manajemen ini terdiri dari lima aktivitas pokok diantaranya adalah perencanaan,
pengorganisasian, penempatan staf dan pengkontrolan.
2. Pemasaran
Pemasaran didefinisikan sebagai proses pendefinisian, pengantisipasian,
penciptaan, serta pemenuhan kebutuhan dan keinginan konsumen akan produk
dan jasa. Fungsi dari pemasaran diantaranya adalah analisis konsumen, penjualan
6
produk, perencanaan produk dan jasa, penetapan harga, distribusi, riset pemasaran
dan analisis peluang.
3. Keuangan
Menentukan kekuatan dan kelemahan kondisi keuangan pada suatu organisasi sangat penting, hal ini disebabkan kondisi keuangan digunakan untuk
merumuskan strategi secara efektif. Kondisi keuangan pada suatu organisasi kerap
kali dianggap sebagai ukuran tunggal terbaik posisi kompetitif perusahaan sebagai
daya tarik bagi investor.
4. Produksi
Fungsi dari operasi pada suatu usaha mencakup seluruh aktivitas yang
mengubah input (masukan) menjadi barang atau jasa (output). Manajemen
produksi menangani masukan, transformasi dan keluaran yang beragam dari satu
industri dan pasar ke industri dan pasar yang lain.
5. Penelitian dan pengembangan
Organisasi yang menjalankan strategi pengembangan produk perlu memiliki
orientasi penelitian dan pengembangan yang kuat. Penelitian dan pengembangan
dilakukan untuk mengembangkan produk-produk baru untuk meningkatkan
kualitas produk.
6. Sistem informasi manajemen
Informasi menghubungkan semua fungsi bisnis dan menyediakan landasan
bagi semua keputusan manajerial. Tujuan dari sistem informasi manajemen adalah
untuk meningkatkan kinerja sebuah bisnis dengan cara meningkatkan kualitas
keputusan manajerial. Sistem informasi manajemen yang efektif mengumpulkan,
mengkodekan, menyimpan, mensintesa dan menyajikan informasi.
Analisis Lingkungan Eksternal
Lingkungan
eksternal
merupakan
faktor-faktor
yang
berada
diluar
terdiri dari berbagai kekuatan dan kondisi yang timbul terlepas dari suatu
perusahaan. Kekuatan dan kondisi tersebut dapat bersifat politik, ekonomi, teknologi,
keamanan, hukum, sosial budaya, pendidikan dan kultur dari masyarakat.
Lingkungan industri memiliki dampak pada kegiatan-kegiatan operasional organisasi
seperti situasi persaingan dan situasi pasar yang memberikan pengaruh pada
pemilihan alternatif strategi yang diperkirakan mendukung organisasi mencapai
tujuannya (Siagian, 2008). Lingkungan operasional dipengaruhi oleh daya saing dari
perusahaan. Lingkungan operasional terdiri dari pelanggan, pesaing, pemasok,
kreditor dan tenaga kerja (Pearce dan Robinson, 2009).
Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats)
Pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan yang berbeda di Desa
Tawali dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengidentifikasi usaha sapi bali
sehingga dapat disusun strategi pengembangan yang dapat dilakukan untuk
pengembangan ternak sapi bali di desa ini. Penyusunan strategi dapat dilakukan
dengan analisis SWOT. Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities,
Threats) merupakan suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara
sistematik untuk merumuskan strategi dengan memaksimalkan kekuatan (strengths)
dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats) (Rangkuti, 1997). Analisis SWOT
merupakan salah satu metode yang popular digunakan untuk menghasilkan suatu
strategi, hal ini didasari asumsi bahwa strategi yang efektif diperoleh dari faktorfaktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor eksternal (peluang dan
ancaman) (Pearce dan Robinson, 2009).
Alat yang dapat digunakan untuk menyusun faktor-faktor strategis yakni
matrik SWOT. Matrik ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan
ancaman eksternal yang dihadapi agar dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimiliki. Penggunaan matrik ini dapat menghasilkan empat
kemungkinan alternatif
strategi SO yang dibuat dengan memanfaatkan seluruh kekuatan yang dimiliki untuk
merebut dan memanfaatkan peluang yang ada dengan sebesar-besarnya. (2) Strategi
ST yakni strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman yang ada.
(3) Strategi WO yakni memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada. (4) Strategi WT yakni strategi berusaha meminimalkan
kelemahan yang ada untuk menghindari adanya ancaman (Rangkuti, 1997). David
(2009) menjelaskan terdapat delapan langkah dalam membentuk sebuah matriks
SWOT diantaranya adalah:
1. Membuat daftar peluang-peluang eksternal utama perusahaan
2. Membuat daftar ancaman-ancaman eksternal utama perusahaan
3. Membuat daftar kekuatan-kekuatan internal utama perusahaan
4. Membuat daftar kelemahan-kelemahan internal utama perusahaan
5. Menyesuaikan kekuatan internal dengan peluang eksternal sehingga
diperoleh strategi SO
6. Menyesuaikan kelemahan internal dengan peluang eksternal sehingga
diperoleh strategi WO
7. Menyesuaikan kekuatan internal dengan ancaman eksternal sehingga
diperoleh strategi ST
8. Menyesuaikan kelemahan internal dengan ancaman eksternal sehingga
diperoleh strategi WT
strategi terdapat beberapa tahapan yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan
tahap pengambilan keputusan.
Data diidentifikasi dan diklasifikasikan sebagai faktor internal atau faktor
eksternal pada usaha peternakan sapi bali yang dipelihara dengan sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif. Data yang telah diidentifikasi dan
diklasifikasikan kemudian disusun ke dalam tabel IFAS (Internal Strategic Factor
Analysis Summary) dan tabel EFAS (Eksternal Strategic Factor Analysis Summary)
untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal dan strategis eksternal dari usaha
peternakan sapi bali. Tahapan dari pembuatan tabel IFAS dan EFAS ini adalah
sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan sebagai faktor-faktor dalam
pembuatan tabel IFAS dan peluang dan ancaman sebagai faktor-faktor dalam
pembuatan tabel EFAS dari usaha peternakan
sapi
bali
ditempatkan
pada
kolom pertama.
2. Faktor-faktor tersebut kemudian diberikan bobot masing-masing dengan skala 1
(paling penting) hingga 0 (tidak penting), penentuan bobot ini didasarkan
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap usaha sapi bali. Pembobotan faktorfaktor ini ditempatkan pada kolom kedua.
3. Pada kolom ketiga ditempatkan nilai rating dari faktor-faktor yang diperoleh
dengan memberikan skala mulai dari angka 4 (paling berpengaruh) hingga 1(tidak
berpengaruh) berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap usaha sapi bali di
Desa Tawali.
4. Kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh nilai
pembobotan pada kolom 4. Matriks IFAS dan EFAS dapat dilihat pada Tabel 1
dan Tabel 2.
11
Bobot (B)
Rating (R)
Nilai (BxR)
Kekuatan (Strenght) :
Kelemahan (Weakness) :
Total
Bobot (B)
Rating (R)
Nilai (BxR)
Peluang (Opportunities) :
Ancaman (Threats) :
Total
Faktor-faktor yang berpengaruh pada usaha kemudian disususun kedalam
matrik SWOT untuk menggambarkan peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi
peternak sehingga dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki
peternak dalam menjalankan usaha sapi bali ini. Matrik ini dapat menghasilkan
empat alternatif strategis seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.
Posisi usaha dari sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan
ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali dapat dilihat pada matrik Grand Strategy.
Matrik Grand Strategy diperoleh dari total nilai matriks IFAS dan EFAS. Matrik
Grand Strategy dapat dilihat pada Gambar 3.
12
Weakness (W)
Faktor-faktor kelemahan
usaha sapi bali
Faktor
Eksternal
Opportunities (O)
Faktor-faktor peluang usaha
sapi bali
Strategi SO
Strategi yang memanfaatkan
kekuatan untuk
memanfaatkan peluang
Strategi WO
Strategi yang memanfaatkan
peluang dengan
meminimalkan kelemahan
Threats (T)
Faktor-faktor ancaman
usaha sapi bali
Strategi ST
Strategi yang menggunakan
kekuatan untuk menghindari
ancaman
Strategi WT
Strategi yang meminimalkan
kelemahan untuk
menghindari ancaman
Peluang
IV
Turnaround
I
Agresif
Kelemahan
Kekuatan
III
Defensif
II
Diversifikasi
Ancaman
Keterangan :
Kuadran I
turnaround
memanfaatkan
peluang
yakni
yang
strategi
ada
pengembangan
dengan
cara
dengan
mengatasi
13
Keterangan :
X1 : merupakan nilai rata-rata perlakuan 1
X2 : merupakan nilai rata-rata perlakuan 2
n1
: jumlah sampel 1
n2
: jumlah sampel 2
: simpangan baku
14
: Desa Nunggi
Sebelah Timur
: Desa Oitui
Sebelah Utara
: Desa Hidirasa
Sebelah Barat
: Desa Wora
Iklim
merupakan salah satu hal penting untuk diketahui pada suatu daerah. Iklim
merupakan gabungan dari beberapa elemen diantarannya adalah suhu, kelembaban,
curah hujan, pergerakan angin, radiasi, tekanan udara dan ionisasi (Williamson dan
Payne, 1993). Suhu rata-rata desa ini adalah 27,61 oC dengan suhu terendah 21,3 oC
dan suhu tertinggi 36,1 oC dengan kelembaban udara rata-rata 75,58%. Kecepatan
angin rata-rata per tahun sebesar 3,5 m/s. Luas tegalan 1020 ha dan luas perkebunan
101 ha (Badan Pusat Statistik, 2010).
16
Persentase
Jumlah Responden
Ekstensif
Semi Intensif
Ekstensif
Semi Intensif
21
14
7
42
15
1
0
16
50
33,33
16,67
100
93,75
6,25
0
100
17
18
ternak dari perubahan cuaca atau iklim, melindungi ternak dari penyakit, menjaga
ternak dari pencurian, memudahkan pengelolaan ternak dalam proses produksi
seperti pemberian pakan, minum dan perkawinan serta meningkatkan efisiensi
penggunaan tenaga kerja (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara
Barat, 2010). Kandang akan memberikan pengaruh pada kesehatan ternak
(Masudana, 1990). Atap kandang terbuat dari rumbia dan terpal. Dinding terbuat
dari kayu hutan dan bambu, sedangkan lantai kandang masih berupa tanah. Keadaan
kandang terbuka tanpa adanya penghalang bagi angin dan cahaya matahari yang
masuk. Tempat pakan bagi ternak terbuat dari ban bekas yang dibalik di letakkan
dalam naungan kandang. Air minum disediakan dalam beberapa ember yang
ditempatkan dalam naungan kandang. Jenis kandang yang digunakan pada
pemeliharaan semi intensif merupakan jenis kandang kelompok yang terdiri dari
beberapa ekor ternak selain itu beberapa responden menggabungkan ternak lain
berupa kuda ke dalam kandang sapi.
19
yang dilepas pada rentang waktu tertentu. Pemberian dedak padi diharapkan dapat
meningkatkan produktivitas dari sapi bali yang dipelihara. Paat dan Winugroho
(1990) melaporkan bahwa produktivitas sapi bali yang dipelihara di pedesaan dapat
ditingkatkan dengan pemberian dedak padi sebagai pakan tambahan.
Alasan peternak memberikan pakan berupa jerami padi dan jerami kacang
tanah adalah karena ketersediaannya yang berlimpah.
kekurangan sebagai sumber pakan diantaranya adalah kandungan lignin yang tinggi
menyebabkan ikatan lignin-selulosa dan lignin-hemiselulosa sangat kuat, sehingga
hidrolisis enzimatis mikroba didalam rumen sapi sangat rendah derajatnya.
Kandungan lignin yang tinggi ini menyebabkan penurunan daya cerna jerami padi
sebagai pakan sapi (Hargono, 2004). Pakan berupa limbah pertanian diperoleh dari
sawah peternak. Pengangkutan pakan dari tempat pengambilan pakan ke kandang
dilakukan dengan menggunakan kendaraan roda dua. Frekuensi pemberian pakan
dilakukan secara terus menerus sehingga ketersedian pakan di dalam kandang selalu
tersedia. Tempat pemberian pakan terbuat dari ban luar bekas kendaraan roda dua.
Beberapa tempat pakan diletakkan dalam kandang. Hal ini dilakukan untuk
menghindari ternak berebut pakan. Air minum untuk ternak selalu tersedia di dalam
kandang.
Peternak memberikan pengenal berupa sobekan pada telinga dan kalung pada
sapi bali untuk membedakan dengan ternak milik peternak lainnya. Williamson dan
Payne (1993) menjelaskan bahwa peternak sebaiknya memberikan tanda agar
memudahkan dalam mengidentifikasi ternak yang dimilikinya. Bibit sapi bali
berasal dari bantuan pemerintah melalui program SMD. Setiap peternak yang
tergabung dalam kelompok mendapatkan bibit sapi bali berupa satu ekor pejantan
dan dua ekor betina.
Penanganan penyakit merupakan aspek lain pada manajemen pemeliharaan.
Peternak sapi bali yang memelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif tidak
mengalami kesulitan dalam penanganan ternak, hal ini terkait lokasi pemeliharaan
sapi bali yang berada di sekitar rumah peternak. Kemudahan dalam penanganan
kesehatan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif
menjadikan kekuatan bagi sistem pemeliharaan dengan sistem ini.
20
Tawali.
Pengumpul
ternak
terlebih
dahulu
akan
memberitahukan
21
pemeliharaan sapi bali di Desa Tawali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan
semi intensif.
Ekstensif. Modal usaha peternak sapi bali yang menerapkan sistem pemeliharaan
secara ekstensif berasal dari dana pribadi peternak. Peternak tidak mengeluarkan
biaya pakan, biaya pembuatan pakan dan biaya peralatan. Hal ini menjadikan salah
satu kekuatan bagi sistem pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan
ekstensif. Biaya pakan merupakan biaya produksi terbesar dalam suatu usaha
peternakan. Mariyono dan Romjali (2007) menjelaskan bahwa biaya pakan dapat
mencapai 60%-80% dari keseluruhan biaya produksi.
Semi intensif. Pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif
tidak mengeluarkan biaya pembelian bibit. Hal ini disebabkan peternak mendapatan
bantuan bibit dari pemerintah melalui program SMD. Biaya yang dikeluarkan oleh
peternak berupa biaya pengangkutan pakan yang berasal dari limbah pertanian.
Pakan diangkut dari sawah milik peternak. Biaya lainnya adalah biaya perawatan
ternak jika terdapat ternak yang sakit.
Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia dapat dilihat dari karakteristik umur, tingkat
pendidikan dan mata pencaharian. Karakteristik tersebut dijabarkan sebagai berikut:
Umur. Berdasarkan umur peternak yang menerapkan sistem pemeliharaan secara
ekstensif sebagian besar berumur 25 tahun-40 tahun dengan persentase sebesar
59,52% dan diikuti dengan peternak yang berumur lebih dari 40 tahun sebanyak 17
responden dengan persentase 40,48%. Umur peternak yang menerapkan sistem
pemeliharaan semi intensif sebanyak 2 orang responden memiliki umur kurang dari
25 tahun dengan persentase sebesar 12,5%. Sebanyak 7 orang responden yang
berumur berkisar antara 25 tahun-40 tahun dengan persentase 43,75% sedangkan
responden yang berumur diatas 40 tahun yang mererapkan sistem pemeliharaan semi
intensif sebanyak 7 orang responden dengan persentase sebesar 43,75%.
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa peternak yang
memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intesif berada
pada usia produktif. Badan Pusat Statistik (2010) mengelompokkan usia penduduk
22
Persentase
Ekstensif
Semi Intensif
Ekstensif
Semi Intensif
0
25
17
42
2
7
7
16
0
59,52
40,48
100
12,5
43,75
43,75
100
<25
25-40
>40
Jumlah
Sumber : Data yang diolah (2011)
23
Jumlah Responden
Tingkat Pendidikan
Tidak Tamat SD
SD
SLTP
SLTA
Jumlah
Ekstensif
20
21
0
1
42
Semi Intensif
12
1
1
2
16
Ekstensif
47,62
50
0
2,38
100
Semi Intensif
75
6,25
6,25
12,5
100
Mata pencaharian. Mata pencaharian utama masyarakat desa Tawali ini didominasi
oleh petani, kemudian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan pedagang dengan skala kecil.
Penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani mengusahakan lahannya untuk
tanaman padi, kacang tanah, dan bawang merah. Petani yang berada di Desa Tawali
sebagian besar memiliki usaha sambilan yakni beternak. Beternak sebagai usaha
sampingan merupakan karakteristik dari peternak di Nusa Tenggara Barat dan Nusa
Tenggara Timur. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Bamualim dan Wirdahayati
(2003) bahwa peternakan merupakan salah satu sumber penghasilan bagi peternak
namun merupakan usaha sambilan selain bertani. Ternak yang dipelihara oleh
penduduk Desa Tawali diantaranya adalah sapi bali, kerbau, ayam, kambing, kuda
dan itik. Jumlah ternak di daerah ini dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Populasi Ternak Desa Tawali
1.607
Populasi NTB
(ribu ekor)
685.810
566
105.391
30
77.282
Kambing
412
457.735
5.
Domba
135
29.924
6.
Ayam Buras
6.627
4.578.526
No Ternak
1.
Sapi
2.
Kerbau
3.
Kuda
4.
Populasi (ekor)
24
Lama beternak. Lama beternak merupakan faktor lain yang diamati pada penelitian
ini. Peternak yang memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif
memiliki pengalaman beternak yang tinggi yakni rata-rata 8 tahun. Peternak yang
memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif memiliki pengalaman
beternak yang kurang yakni rata-rata kurang dari 4 tahun. Lama beternak ini
menunjukkan keterampilan dari peternak. Febrina dan Liana (2008) menyatakan
bahwa pengalaman beternak yang cukup lama pada peternak dapat menunjukkan
bahwa pengetahuan dan keterampilan peternak terhadap manajemen pemeliharaan
ternak memiliki kemampuan yang lebih baik.
Berdasarkan analisis lingkungan internal diperoleh faktor-faktor internal yang
terdiri dari kekuatan serta kelemahan dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali. Faktor-faktor kekuatan dan
kelemahan pada pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif
diantaranya adalah:
1. Peternak tidak mengeluarkan biaya pakan, kandang dan peralatan
2. Tingkat kelahiran anak tinggi (96,37%)
3. Pengalaman beternak tinggi (8 tahun)
Kelemahan dari sistem pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif
diantaranya adalah :
1. Peternak kesulitan mengontrol ternak
2. Tidak ada pencatatan reproduksi
3. Lahan yang luas dibutuhkan untuk padang penggembalaan
Sedangkan lingkungan internal berupa kekuatan dan kelemahan dari pemeliharaan
sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif diantaranya adalah :
1. Kemudahan dalam penanganan kesehatan ternak
2. Adanya pencatatan reproduksi
3. Tidak membutuhkan lahan yang luas untuk penggembalaan ternak
4. Adanya kelompok peternak
Adapun kelemahan dari sistem pemeliharaan semi intensif di Desa Tawali
diantaranya adalah :
1. Memerlukan biaya transportasi pakan
2. Pengalaman beternak kurang (4 tahun)
25
eksternal
merupakan
faktor-faktor
yang
berada
diluar
26
28
29
1. Program SMD
2. Program pembbukaan kebun hijauan makanan ternak
Adapun ancaman untuk pemeliharaan sapi bali pada sistem pemeliharaan semi
intensif diantaranya adalah :
1. Hambatan pengangkutan pakan limbah pertanian dari sawah ke kandang
2. Kenaikan biaya transportasi
Performa Sifat Reproduksi
Pengamatan sifat reproduksi sapi bali yang dipelihara dengan sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif diantaranya adalah pubertas atau dewasa
kelamin adalah umur atau waktu organ-organ reproduksi mulai berfungsi dan proses
perkembangbiakan terjadi (Salisbury dan VanDemark, 1985). Pada penelitian ini
diperoleh bahwa umur pubertas sapi bali yang dipelihara dengan sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif tidak berbeda nyata yakni pada umur 2
tahun. Umur pubertas yang tidak berbeda nyata ini disebabkan oleh beberapa faktor
diantaranya adalah jenis dan kualitas pakan yang diberikan pada sapi bali yang
dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif relatif sama.
Panjaitan et al. (2003) menjelaskan bahwa sapi bali yang berada di Sumbawa
mengalami dewasa kelamin pada umur 2,5 tahun-3 tahun. Dewasa kelamin pada
ternak dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya adalah bangsa sapi dan nutrisi
pakan (Abeygunawardena dan Dematadewa, 2004). Umur kawin pertama sapi bali
yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata. Nilai yang tidak berbeda nyata ini disebabkan
pada pemeliharaan semi intensif pencatatan tentang reproduksi belum dilakukan
secara optimal sehingga manajemen reproduksi yang dilakukan belum maksimal.
Umur kawin pertama pada sapi bali yang dianjurkan adalah pada umur 14 bulan-22
bulan (Toelihere, 1977). Data sifat reproduksi sapi bali yang dipelihara pada sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dapat dilihat pada Tabel 8.
30
Tabel 8. Sifat Reproduksi Sapi Bali yang Dipelihara pada Sistem Pemeliharaan
Ekstensif dan Semi Intensif
No.
Sifat Reproduksi
Hasil
Ekstensif
Semi Intensif
2 0,42
2 0,25
2,2 0,42
2,1 0,25
1.
2.
3.
96,37
87,5
4.
26,82
14,28
5.
3,2 0,42a
2,9 0,25b
1,4a
1,1b
6.
Keterangan: Superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata
(P<0,05)
(2003) bahwa sapi bali dapat melahirkan pada umur 2,75 tahun jika diberikan pakan
dengan kualitas baik.
Rasio jantan dan betina sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan
ekstensif dan semi intensif memiliki nilai yang berbeda nyata (P<0,05). Situmorang
dan Gede (2005) menyatakan bahwa perbandingan jumlah jantan dan betina sangat
mempengaruhi produktivitas ternak. Penentuan perbandingan jantan dan betina
dipengaruhi
oleh
beberapa
faktor
diantaranya
adalah
topografi
padang
penggembalaan, umur ejantan kondisi pastura, pakan, sumber air yang tersedia dan
lama perkawinan. Topografi yang jelek, keadaan pastura dan pakan yang terbatas
memerlukan jumlah pejantan yang lebih banyak.
Analisis SWOT
Analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunities, threats) dilakukan
untuk mengetahui strategi pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan
ekstensif dan semi intensif di Desa Tawali. Penyusunan strategi dengan mentode ini
dilakukan dengan beberapa tahapan. Tahapan yang pertama kali dilakukan yakni
menentukan dan mengidentifikasi faktor-faktor internal yang berupa kekuatan dan
kelemahan serta faktor-faktor eksternal yang berupa peluang dan ancaman. Faktorfaktor tersebut kemudian dianalisis menggunakan matriks IFAS dan EFAS.
Matriks IFAS dan EFAS
Rangkuti (1997) menjelaskan bahwa membuat matriks faktor strategi internal
dan eksternal dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengetahui faktor strategi
internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS). Penjelasan tentang faktor-faktor
strategi internal dan eksternal pada pemeliharaan sapi bali dengan sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif diantaranya adalah:
Sistem pemeliharaan ekstensif. Kekuatan dalam sistem pemeliharaan ekstensif
adalah peternak tidak mengeluarkan biaya pakan, kandang dan peralatan. Hal ini
disebabkan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan ini dilepas ke
padang penggembalaan di derah perbukitan. Sapi bali yang dipelihara dengan sistem
pemeliharaan ekstensif di Desa Tawali menggantungkan sumber pakan dari
ketersediaan alam, pembuatan kandang tidak dilakukan pada sistem pemeliharaaan
32
ini.
ekstensif yakni tingkat kelahiran anak sapi bali yang tinggi yakni sebesar 96,37%.
Tingkat kelahiran merupakan aspek penting dalam suatu peternakan, hal ini terkait
dengan fungsi anak sebagai ternak pengganti induk dan penghasil daging (Ball dan
Peters, 2004). Pengalaman peternak dalam beternak sapi bali merupakan kekuatan
lainnya dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif.
Kelemahan dari sistem pemeliharaan ekstensif yakni peternak kesulitan
ketika akan mengontrol ternak. Hal ini disebabkan oleh letak padang penggembalaan
yang jauh dari tempat tinggal peternak dan letak padang penggembalaan yang berada
di daerah perbukitan. Tingginya kematian anak pada sistem pemeliharaan ekstensif
merupakan kelemahan lainnya dari sistem pemeliharaan ekstensif. Hal ini diduga
kelahiran anak sapi yang banyak terjadi pada musim kemarau. Bamualim (2011)
menjelaskan bahwa pemeliharaan secara ekstensif di Daerah Nusa Tenggara
memiliki dampak negatif yang mencolok pada musim kemarau yakni tingginya
kematian anak sapi, hal ini disebabkan kelahiran anak yang terkonsentrasi pada
pertengahan musim kemarau dimana terjadi kesulitan pakan. Kelemahan lainnya
dari sistem pemeliharaan ekstensif adalah tidak adanya pencatatan reproduksi yang
dilakukan oleh peternak, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan peternak akan
pentingnya pencatatan ternak terhadap usaha sapi bali di desa ini. Lahan yang luas
dibutuhkan untuk padang penggembalaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan
ekstensif dan hal ini menjadikan kelemahan bagi sistem pemeliharaan ekstensif.
Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan dari pemeliharaan sapi bali
dengan sistem pemeliharaan ekstensif dapat dilihat pada Tabel 9.
33
Tabel 9. Matriks Evaluasi Internal (IFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem
Pemeliharaan Ekstensif
No
Faktor Internal
Bobot
(B)
Rating
(R)
Nilai
(BxR)
Kekuatan (Strenght)
1.
0,19
0,76
2.
0,19
0,76
3.
0,14
0,43
Jumlah
0,52
11
1,95
Kelemahan (Weakness)
1.
0,17
-3,5
-0,58
2.
0,14
-3
-0,43
3.
0,17
-3,5
-0,58
0,48
-10
-1,60
Skor
0,36
Faktor-faktor yang dapat menjadi peluang bagi usaha pemeliharaan sapi bali
di Desa Tawali diantaranya adalah adanya program Pemerintah Provinsi NTB terkait
perluasan padang penggembalaan dan penerbitan sertifikat padang penggembalaan
bagi peternak. Peluang lainnya adalah limbah pertanian yang belum dimanfaatkan
sebagai pakan dan adanya program pengembangan kawasan atau sentra pembibitan
sapi rakyat dengan sistem pemeliharaan ekstensif untuk pulau Sumbawa. Ancaman
yang akan menghambat pengembangan sapi bali adalah adanya perubahan fungsi
lahan untuk pemukiman yang dapat memperkecil padang penggembalaan sapi bali.
Parasit merupakan ancaman lainnya bagi sapi bali yang dipelihara dengan sistem
pemelihaaran ekstensif. Berkurangnya kandungan bahan kering pakan pada musim
kemarau di padang penggembalaan akan membuat sapi bali yang dipelihara dengan
sistem pemeliharaan ini kekurangan nutrisi untuk hidup hal ini sejalan dengan yang
dijelaskan oleh Bamualim (2011) bahwa mutu hijauan pakan dipengaruhi oleh
musim, terutama protein, mineral dan serat kasar. Berkurangnya bahan kering pakan
pada musim kemarau akan menyebabkan bobot badan ternak akan berkurang, hal ini
terjadi karena ternak mengalami defisisensi nutrisi. Kondisi padang penggembalaan
34
yang jauh dari tempat tinggal peternak akan memungkinkan adanya pencurian ternak
yang akan menjadi ancaman bagi pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan
ekstensif ini. Faktor-faktor yang menjadi peluang dan ancaman pengembangan sapi
bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan
Sistem Pemeliharaan Ekstensif
No Faktor Eksternal
Bobot
(B)
Rating
(R)
Nilai
(BxR)
Peluang (Opportunities)
1.
Adanya
program
pemerintah
perluasan padang penggembalaan
terkait
0,16
0,63
2.
0,12
0,35
3.
0,14
0,41
4.
0,08
0,16
0,48
12,5
1,52
Ancaman (Threats)
1.
0,12
-3
-0,41
2.
Parasit
0,12
-3
-0,38
3.
0,16
-4
-0,55
4.
Pencurian ternak
Jumlah
Skor
0,12
0,52
-2
-12,20
-0,24
-1,6
-0,02
Sistem pemeliharaan semi intensif. Faktor-faktor yang menjadi faktor internal dan
faktor eksternal pada sistem pemeliharaan semi intensif diidentifikasi. Faktor-faktor
yang menjadi kekuatan dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ini
diantaranya adalah kemudahan peternak dalam menangani kesehatan ternak.
Kemudahan penanganan kesehatan ternak digolongkan ke dalam kekuatan
disebabkan pentingnya aspek kesehatan ternak pada suatu usaha peternakan.
Masudana (1990) menjelaskan bahwa kesehatan merupakan hal yang sering
35
dikeluhkan oleh peternak. Masalah kesehatan pada ternak ini jika diabaikan oleh
peternak akan menimbulkan beberapa resiko diantaranya adalah terjadinya
penurunan bobot badan ternak, terhambatnya pertumbuhan ternak hingga
menyebabkan pada ternak. Hal ini akan berakibat pada modal peternak tidak
berkembang dengan baik hingga hilangnya modal peternak.
Kandang yang terletak di sekitar rumah peternak memudahkan peternak
dalam mengontrol kesehatan ternak. Jika ditemukan adanya ternak yang memiliki
permasalahan kesehatan, peternak dengan mudah dapat memanggil mantri hewan.
Kekuatan lainnya adalah adanya pencatatan yang dilakukan oleh peternak terkait
reproduksi ternak dan faktor kekuatan lainnya adalah sistem pemeliharaan ini tidak
membutuhkan lahan yang luas untuk menggembalakan ternak jika dibandingkan
dengan sistem pemeliharaan ekstensif yang membutuhkan lahan yang luas untuk
padang penggembalaan.
Faktor-faktor yang menjadi kelemahan dalam pemeliharaan sapi bali dengan
sistem pemeliharaan semi intensif adalah peternak memerlukan biaya transportasi
pakan. Pakan yang diberikan pada sapi bali yang dipelihara oleh peternak diambil
dari sawah-sawah yang berada di sekitar rumah peternak dan peternak sapi bali yang
menerapkan sistem pemeliharaan ini menggunakan alat transportasi untuk membawa
pakan yang berupa rumput dan legum untuk diberikan pada sapi bali yang dipelihara.
Kelemahan lainnya yakni keterbatasan tenaga kerja untuk mengambil pakan berupa
limbah pertanian yang akan diberikan pada ternak setiap harinya pada pemeliharaan
ini. Pengalaman peternak memelihara sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi
intensif yang masih baru menjadikan kelemahan bagi pengembangan sapi bali
dengan sistem pemeliharaan semi intensif di Desa Tawali. Faktor-faktor yang
menjadi kekuatan dan kelemahan dari pengembangan sapi bali dengan sistem
pemeliharaan semi intensif dapat dilihat pada Tabel 11.
36
Tabel 11. Matriks Evaluasi Internal (IFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem
Pemeliharaan Semi Intensif
No Faktor Internal
Bobot
(B)
Rating
(R)
Nilai
(BxR)
Kekuatan (Strenght)
1.
0,16
3,5
0,56
2.
0,14
3,5
0,48
3.
0,16
0,48
4.
0,18
0,73
Jumlah
Kelemahan (Weakness)
0,64
14,00
2,24
1.
0,14
-3
-0,43
2.
0,19
-4
-0,76
3.
0,09
-2
Jumlah
Skor
0,36
1
-9,00
-1,14
1,10
37
Tabel 12. Matriks Evaluasi Eksternal (EFAS) Pengembangan Sapi Bali dengan
Sistem Pemeliharaan Semi Intensif
No Faktor Eksternal
Bobot
(B)
Rating
(R)
Nilai
(BxR)
Peluang (Opportunities)
1.
Program SMD
0,29
1,14
2.
0,25
3,5
0,88
0,54
7,50
2,02
Ancaman (Threats)
1.
0,25
-3,5
-0,9
2.
0,21
-3
-0,6
Jumlah
Skor
0,46
1,00
-6,50
-1,52
0,50
Strategi Pengembangan
Faktor internal dan eksternal dari pemeliharaan sapi bali dengan sistem
pemeliharaan ekstensif dan semi intensif digunakan untuk menentukan posisi usaha
dan strategi yang sesuai untuk pengembangan sapi bali di Desa Tawali. Posisi usaha
pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif di
Desa Tawali dapat dilihat pada Gambar 5. Skor nilai untuk faktor internal dan
eksternal pada usaha pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif
adalah sebesar 0,36 dan -0,02. Nilai ini menunjukkan posisi pemeliharaan sapi bali
dengan sistem pemeliharaan ekstensif di Desa Tawali berada pada posisi
diversifikasi sehingga strategi yang perlu diambil adalah dengan memanfaatkan
peluang yang ada dengan cara mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki.
Skor nilai faktor-faktor internal dan eksternal pada pemeliharaan sapi bali
dengan sistem pemeliharaan semi intensif di Desa Tawali diperoleh sebesar 1,10
untuk faktor internal dan 0,50 untuk faktor eksternal. Skor nilai ini menunjukkan
posisi pemeliharaan sapi bali dengan sistem pemeliharaan semi intensif berada pada
posisi agresif sehingga strategi yang perlu diambil adalah dengan memanfaatkan
kekuatan secara optimal untuk meraih peluang yang ada. Posisi dari pemeliharaan
38
sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif dapat dilihat pada
Gambar 5.
Peluang
IV
Turnaround
I
Agresif
Kelemahan
III
Defensif
II
Diversifikasi
Ancaman
Gambar 5. Matrik Grand Strategy Pengembangan Sapi Bali dengan sistem
Pemeliharaan Ekstensif dan Semi Intensif di Desa Tawali
Strategi Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Ekstensif
1. Pembelian bibit sapi bali dari bantuan pinjaman modal dari pemerintah dan
pihak swasta. Pembelian bibit ini bertujuan untuk menambah jumlah kepemilikan
sapi bali dari peternak sapi bali di Desa Tawali yang memelihara sapi bali dengan
sistem pemeliharaan ekstensif. Dana yang digunakan untuk pembelian bibit sapi
bali ini diperoleh dari kredit usaha yang berasal dari pemerintah dan pihak swasta
(pinjaman bank).
2. Pembuatan hay. Teknologi pengolahan pakan ini dilakukan karena peternak sapi
bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif belum memanfaatkan limbah pertanian
sebagai pakan.
3. Menggunakan lahan tegalan untuk penanaman HMT yang berkualitas.
Pencegahan
adanya
ancaman
berkurangnya
bahan
kering
di
padang
39
tersebut Hijauan Makanan Ternak (HMT) yang berupa rumput dan leguminosa
yang berkualitas.
4. Membentuk kelompok peternak. Pembentukan kelompok ini bertujuan untuk
mengatasi kesulitan peternak dalam mengontrol ternak. Anggota kelompok yang
tergabung didalamnya dapat membuat jadwal untuk mengontrol ternak secara
rutin dan bergantian antar peternak lainnya yang tergabung didalam kelompok.
Selain itu adanya kontrol pada ternak secara rutin peternak lebih mudah dalam
mengontrol adanya ternak yang mengalami masalah kesehatan. Direktorat Jendral
Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) menyatakan bahwa jumlah anggota
kelompok minimal sebanyak 10 orang. Kelompok harus memiliki struktur
organisasi yang jelas dan kelengkapan administrasi.
Strategi Pengembangan Sapi Bali dengan Sistem Pemeliharaan Semi Intensif
1. Pembuatan gudang penyimpanan pakan. Pembuatan gudang penyimpanan pakan
ini dilakukan untuk memanfaatkan kekuatan yang dimiliki yakni pada sistem
pemeliharaan ini
padang
40
menyediaan pakan dapat dilakukan untuk menghindari ancaman yang akan timbul
dari sistem pemeliharaan ini.
4. Melakukan pertemuan rutin untuk bertukar informasi terkait ternak antar anggota
kelompok. Pertemuan rutin antar anggota ini diharapkan dapat menjadi wadah
bagi peternak untuk bertukar informasi yang berhubungan dengan ternak sapi bali
yang dipelihara.
41
Tabel 13. Matriks SWOT Pemeliharaan Sapi Bali Dengan Sistem Pemeliharaan
Ekstensif
Strengths (S):
Faktor
Internal
1. Peternak tidak
mengeluarkan biaya
pakan, kandang dan
peralatan
2. Tingkat kelahiran
anak tinggi sebesar
96,37%
3. Pengalaman beternak
tinggi (8 tahun)
Weakness (W):
1. Kesulitan mengontrol
ternak
2. Tidak ada pencatatan
reproduksi
3. Lahan yang luas
dibutuhkan untuk
padang penggembalaan
Faktor
Eksternal
Opportunities (O):
1. Adanya program
pemerintah terkait
perluasan padang
penggembalaan
2. Penerbitkan sertifikat
padang
penggembalaan oleh
pemerintah
3. Limbah pertanian
yang belum
dimanfaatkan sebagai
pakan
4. Program
pengembangan
kawasan atau sentra
pembibitan sapi
rakyat
Threats (T):
1. Perubahan fungsi
lahan untuk
pemukiman
2. Parasit
3. Berkurangnya bahan
kering di padang
penggembalaan pada
musim kemarau
4. Pencurian ternak
Strategi SO:
1. Pembelian bibit sapi
bali dari bantuan
pinjaman modal dari
pemerintah dan pihak
swasta (S1, S3, O1)
Strategi ST:
1. Menggunakan lahan
tegalan untuk
penanaman HMT
yang berkualitas (S1,
T1, T3)
Strategi WO:
1. Pembuatan hay
(W3,O3)
Strategi WT:
1. Membentuk kelompok
peternak (W1, W3, T2,
T3)
42
Tabel 14. Matriks SWOT Pemeliharaan Sapi Bali Dengan Sistem Pemeliharaan
Semi Intensif
Strengths (S):
Faktor
Internal
1. Kemudahan dalam
penanganan kesehatan
ternak
2. Adanya pencatatan
reproduksi
3. Tidak membutuhkan
lahan yang luas untuk
penggembalaan ternak
4. Adanya kelompok
peternak
Weakness (W):
1. Memerlukan biaya
transportasi pakan
2. Pengalaman beternak
kurang (4 tahun)
Faktor
Eksternal
Opportunities (O):
1. Program SMD
2. Program pembukaan
kebun hijauan
makanan ternak
Threats (T):
1. Hambatan
pengangkutan pakan
limbah pertanian dari
sawah ke kandang
2. Kenaikan biaya
transportasi
3. Keterbatasan tenaga
kerja
Strategi SO:
1. Pembuatan gudang
penyimpanan pakan
(S3,O2)
Strategi ST:
1. Kerjasama antara
anggota kelompok
untuk pengadaan
pakan (S4, T1, T3)
Strategi WO:
1. Mengadakan pelatihan
pengolahan pakan,
pencatatan reproduksi
ternak dan kesehatan
ternak melalui
kerjasama dengan
pemerintah (W2,O1)
Strategi WT:
1. Melakukan pertemuan
rutin untuk bertukar
informasi terkait ternak
antar anggota kelompok
(W2,T1)
43
pengembangan sapi bali yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan semi intensif
diantaranya adalah pembuatan gudang penyimpanan pakan, mengadakan pelatihan
pengolahan pakan, pencatatan reproduksi ternak dan kesehatan ternak melalui
kerjasama dengan pemerintah. Melakukan kerjasama antara anggota kelompok untuk
pengadaan pakan dan melakukan pertemuan rutin untuk bertukar informasi terkait
ternak antar anggota kelompok.
Saran
Perlu dilakukan sosialisasi yang intensif dalam penerapan teknologi
Inseminasi Buatan (IB) untuk memaksimalkan produktivitas sapi bali yang
dipelihara. Pengolahan pakan berupa hay dan silase dapat dilakukan untuk
menanggulangi penurunan kualitas pakan pada musim kemarau. Penyuluhan dan
pelatihan dari pemerintah atau pihak swasta bagi peternak diperlukan untuk
memaksimalkan pengembangan sapi bali dengan sistem pemeliharaan ekstensif
dan semi intensif.
Penulis
45
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, A. 2008. Peranan penyuluhan dan kelompok tani ternak untuk
meningkatkan adopsi teknologi dalam peternakan sapi potong. Prosiding
Seminar Nasional Sapi Potong, Fakultas Peternakan, Universitas Tadulako,
Palu, 24 November 2008.
Abeygunawardena, H. & C. M. B. Dematawewa. 2004. Pre pubertal and postpartum
anestrus in tropical zebu cattle. J. Anim. Sci. 82: 373-387.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bima. 2010. Bima dalam Angka 2010. Badan Pusat
Statistik, Bima.
Badan Pusat Statistik. 2010. Sensus penduduk 2010. http://sp2010.bps.go.id/. [4
Agustus 2012].
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB. 2010. Petunjuk Praktis Perkandangaan
Sapi. Agro Inovasi, Mataram.
Ball, P. J. H. & A. R. Peters. 2004. Reproduction In Cattle 3th Edition. Blackwell
Publishing, Iowa.
Bamualim, A. 2011. Pengembangan teknologi pakan sapi potong di daerah semi-arid
Nusa Tenggara. Litbang Pertanian Vol. 4. No. 3: 175-188.
Bamualim, A. & B. Tiesnamurti. 2009. Konsepsi sistem integrasi antara tanaman
padi, sawit dan kakao dengan ternak sapi di Indonesia dalam Sistem Integrasi
Ternak Tanaman: Padi-Sawit-Kakao Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. LIPI Press,
Jakarta.
Bamualim, A. & A. Wirdahayati. 2003. Nutrition and management strategies to
improve bali cattle productivity in Nusa Tenggara. Prosiding seminar
strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for
International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002.
Darmadja, D. 1990. Potensi sapi bali sebagai kebanggaan Nasional. Prosiding
Seminar Nasional Sapi Bali. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Denpasar, 20-22 September 1990.
Daryanto, A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Press, Bogor.
David, F. 2009. Strategic Management. Edisi ke-12. Salemba Empat, Jakarta.
Dinas Desa Tawali. 2011. Profil Desa Tawali. Kabupaten Bima.
Dinas Kabupaten Bima. 2012. Karakteristik wilayah Kabupaten Bima. http://bima
kab.go.id/pages-karakteristik-umum-wilayah.html. [27 Juli 2012].
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2012. Pengembangan
Lumbung
Pakan Ruminansia Tahun 2012. Kementrian Pertanian
Republik Indonesia, Jakarta.
Direktorat
Jenderal
Peternakan.
2012.
Sapi
bali
betina.
http://ditjennak.deptan.go.id/-imggaleri/74615Bali%20Btn.jpg. [26 April
2012].
47
Mariyono & E. Romjali. 2007. Petunjuk Teknis Teknologi Inovasi Pakan Murah
untuk Usaha Pembibitan Sapi Potong. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen
Pertanian, Grati.
Martojoyo, H. 2003. A simple selection program for smallholder bali cattle farmers.
Prosiding seminar strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia.
Australian Centre for International Agricultural Research. Denpasar, 4-7
Februari 2002.
Masudana, I. W. 1990. Perkembangan sapi bali di Bali dalam sepuluh tahun terakhir
(1980-1990). Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar, 20-22
September 1990.
Oka, L. 2003. Performance of bali cattle heifers and calves prior to weaning in a
feedlot system. Prosiding seminar strategies to improve bali cattle in Eastren
Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research.
Denpasar, 4-7 Februari 2002.
Paat, C. P. & M. Winugroho. 1990. Peningkatan produktivitas sapi bali pada kondisi
pedesaan dengan memanfaatkan dedak padi sebagai pakan tambahan.
Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar, 20-22 September 1990.
Panjaitan, T., T. Fordyce & D. Poppi. 2003. Bali performance in the dry tropics of
Sumbawa. JITV 8(3): 183-188.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan.Penerbit Universitas
Indonesia, Jakarta.
Pasaribu, F. 2007. Hubungan karakteristik pegawai dengan produktivitas kerja.
Jurnal Ichsan Gorontalo Vol. 2. No. 1: 627-637.
Pearce, J. A. & Robinson. R. B. 2009. Competitive Strategy. McGraw-Hill, New
York.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 2010. Blue print NTB Bumi Sejuta Sapi.
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat. Nusa Tenggara Barat.
Rangkuti, F. 1997. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi
Konsep, Strategi Untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Rouse, E. J. 1969. Cattle of Africa and Asia. University of Oklahoma Press,
Publishing Division of University. USA.
Salisbury G. W. & N. L. VanDemark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi
Buatan pada Sapi. Terjemahan R. Djanuar. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Siagian, P. S. 2008. Manajemen Stratejik. PT Bumi Aksara, Jakarta.
Situmorang, P. & I. P. Gede. 2005. Peningkatan efisisensi reproduksi melalui
perkawinan alam dan pemanfaatan inseminasi buatan (IB) untuk mendukung
program pemuliaan.
http:// peternakan. litbang.deptan. go.id/fullteks/
lokakarya/probklu03-10.pdf. [27 Juli 2012].
48
Sudrajat, S. & R. Pambudi. 2003. Menjelang Dua Abad Sejarah Peternakan dan
Kesehatan Hewan di Indonesia: Peduli Peternakan Rakyat. Yayasan Agrindo
Mandiri, Jakarta.
Sukardono, Sutaryono, Y. A., Ali, Taqiudin, M., & Wirapribadi, L. 2009.
Pengembangan industri sapi potong. Badan Lingkungan Hidup dan
Penelitian, NTB. http://www.blhp.litbangyasa.ntbprov.go.id. [6 Agustus
2012].
Sukria, H. A. & R. Krisnan. 2009. Sumber dan Ketersediaan bahan Baku Pakan di
Indonesia. IPB Press, Bogor.
Suryana. 2009. Pengembangan usaha sapi potong berorientasi agribisnis dengan pola
kemitraan. Jurnal Litbang Pertanian Vol. 28. No. 1: 29-37.
Talib, C., K. Entwistle, A. Siregar, S. B. Turner, & D. Lindsay. 2003. Performance of
bali cattle heifers and calves prior to weaning in a feedlot system. Prosiding
seminar strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian
Centre for International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002.
Toelihere, M. 2003. Increasing the success rate and adoption of artificial
insemination for genetic improvement of bali cattle. Prosiding seminar
strategies to improve bali cattle in Eastren Indonesia. Australian Centre for
International Agricultural Research. Denpasar, 4-7 Februari 2002.
Toelihere, M. 1981. Ilmu Kemajiran pada Ternak Sapi. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Toelihere, M. 1977. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa Bandung,
Bandung.
Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika. edisi ke-3. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Terjemahan SGN Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
49
LAMPIRAN
Identitas Responden
1.
Nama
2.
Umur
:tahun.
3.
Alamat
4.
Telp.
5.
Pendidikan terakhir :
6.
7.
8.
9.
Anak
:orang (<16tahun)
Usaha utama
b.
Usaha sambilan
petani
e. pedagang
b.
buruh
f. tukang/pengrajin
c.
pegawai negeri
g. wirausaha
d.
pegawai swasta
h. lainnya
Kerbau
b.
Ayam/itik/angsa/puyuh
c.
Kambing/domba
d.
Kuda
e.
Lainnya.
II.
2.
Jumlah
Jantan
Betina
0 2 tahun
3 tahun 4 tahun
>4 tahun
3.
b.
Gaduhan/bagi hasil :
a). ekor untuk peternak
b). ekor untuk pemilik
III.
2.
Sistem perkandangan/pemeliharaan
a.
b.
Digembalakan (ekstensif)
c.
b.
3.
Kepemilikan kandang :
4.
Bentuk kandang..
a.
Sendiri-sendiri
b.
Kelompok kecil
c.
Kelompok besar/digembalakan
5.
Luas kandang :
6.
7.
8.
9.
a.
b.
c.
d.
pemerintah
Ya..Bentuknya :
b.
Tidak
Manajemen
perkawinan/reproduksi
(tanggal
kawin,
tanggal
dll)
beranak,
b.
Performa
anak
yang
dilahirkan
dll)
kelamin,
c.
Kesehatan sapi
(bobot
lahir,
jenis
52
d.
e.
Lainnya..
f.
IV.
2.
3.
Terus-menerus
b.
3 kali/hari
c.
2 kali/hari
d.
1 kali/hari
e. Lainnya
4. Sumber pakan rumput yang digunakan
a). tumbuh sendiri
b). ditanam
5.
6.
7.
8.
Rumput gajah
b.
Jerami padi
c.
Rumput raja
d.
Rumput lapang
e.
Lainnya..
Ya
b.
Tidak
Jika jawaban no.6 adalah ya, jenis konsentrat yang diberikan adalah.
a.
Ampas tahu
b.
Dedak padi
c.
Lainnya..
Terus-menerus
b.
3 kali/hari
c.
2 kali/hari
d.
1 kali/hari
53
e.
9.
Tidak teratur
V.
a.
Diberikan langsung
b.
c.
Lainnya
Reproduksi
1.
Berahi pertama :
b.
Kawin pertama :
c.
Beranak pertama :
2.
3.
Lama berahi :.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
b.
b.
b.
Tidak
b.
Tidak
VI.
1.
a.
Ya, karena
b.
Tidak
Penanganan Kesehatan
Pemberian obat/vitamin
a.
Pernah
54
b.
2.
Tidak pernah
3.
4.
Ditangani sendiri
b.
c.
Apakah jika terdapat penyakit serius, langsung dikonsultasikan dengan dokter/mantri hewan?
a.
Ya
b.
Tidak,karena
VII.
1.
2.
3.
a.
b.
Kebutuhan sehari-hari
c.
d.
e.
f.
g.
Lainnya
Sumber daging
b.
Hewan penghela
c.
Acara pernikahan
d.
Upacara khitanan
e.
Lainnya.
4.
5.
6.
a.
Ya, karena..
b.
Tidak, karena.
b.
Melalui pengumpul
c.
d.
Lainnya..
7.
8.
9.
55
a.
Ya
b.
Tidak, karena
Tempat pemotongan..
b.
c.
d.
56