PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Jenis yang berat memperlhatkan morbiditas dan derjat cacat yang relative tinggi
dibandingkan degan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya cukup tinggi.
Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung,
juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar
karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas,
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Luka bakar berat adalah luka yang kompleks. Sejumlah fungsi organ
tubuh mungkin ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan
adanya penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar
mengenai kulit, maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau
elektrolit normal tubuh, temperatur tubuh, pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi,
dan penampilan fisik. Sebagai tambahan terhadap kerusakan fisik yang
disebabkan oleh luka bakar, pasien juga bisa menderita permasalahan psikologis
dan emosional yang dimulai sejak peristiwa terjadi dan bisa bertahan /
berlangsung untuk jangka waktu yang lama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
a. Anatomi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,73,6 kg dan luasnya sekitar
1,51,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kuli tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasaldari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Anatomi kulit
b. Histologi Kulit
Kulit merupakan organ terbesar tubuh yang terdiri dari lapisan sel di
permukaan (Moore dan Agur, 2003). Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu dermis
dan epidermis.
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh selsel
epitel. Sel-sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel
C. ETIOLOGI
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:
dermis,
berupa
reaksi
1. Derajat
II
Dangkal
(Superficial)
Kerusakan
mengenai
superficial
Organ-organ
dari dermis.
kulit seperti folikel
rambut,
kelenjar
Bula
terbentuk
kelenjar
bagian
keringat,
syaraf
sensorik
mengalami
kerusakan
atau
kematian.
E. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, rusak dan permeabilitasnya
meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan
bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula
yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil
dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari
60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi.
Infeksi ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh
kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem
pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain
berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya
sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai macam antibiotik. Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3
akibat infeksi, dapat dicegah dengan mencegah infeksi.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gream negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif
dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat dilihat dari warna
hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk
nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di
tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar
yang mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman menimbulkan
vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan
trombosis sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman
dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar
demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif,
seperti Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran
kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.
Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyumbat di
darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam
mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara
estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau
hilang.
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,
peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling. Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan
yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang
rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada
fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena
itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun.
Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut
penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka
bakar mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin menderita beban
kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka
bakar.
F. BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR
Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya
trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak.
Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan
suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan
cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan
mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka
bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan
mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks.
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada
beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.
Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas
luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan
adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks;
dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok
hipovolemia.
Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response
jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti
parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat
kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang
hebat dan berlangsung lama.
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1
Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah,
tangan, kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko
signifikan untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah :
1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya
Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
2
J. PENTALAKSANAAN
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien
yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau
luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi
edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak.
Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih
daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi
awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia
sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas
tersembunyi. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas
berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma
tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas
inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi
juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai.
Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak
dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi.
Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum
dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika
diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.
Bilasan bronkoalveolar
respons
inflamasi
dan
hipermetabolik
dengan
Cara Evans
1
Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya
dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat
membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS
Terapi pembedahan pada luka bakar
1
Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya
hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a
mediator inflamasi.
Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan
operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko
kolonisasi mikro organisme patogen yang akan menghambat
pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan
eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan
Kasus
luka
bakar
dalam
yang
diperkirakan
mengalami
yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang
tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang
terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan
darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacammacam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka
bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson
maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom)
digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan
tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan
tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu
Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
a
b
waktu
Melindungi jaringan yang terbuka
kulit
donor
tersebut,
kulit
donor
tersebut
dapat
tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben
o
K. PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada
dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga
penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan
kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.
Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul
pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan
sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.
L. KOMPLIKASI
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS),dan Sepsis.
BAB III
KESIMPULAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi.
Luka bakar dibagi 4 derajat. Cara menentukan derajat luka bakar
yaitu, Wallace rule of nine dan Lund and Bowder chart.
Tingginya angka kejadian luka bakar didaerah Asia Tenggara
disebabkan juga karena factor resiko lainnya. Untuk itu perlu pencegahan
dan penanganan luka bakar untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Penanganan luka bakar perlu diketahui luas luka bakar, derajat luka
bakar, fase luka bakar. Penanganan luka bakar mencakup, pertolongan