Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Jenis yang berat memperlhatkan morbiditas dan derjat cacat yang relative tinggi
dibandingkan degan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya cukup tinggi.
Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung,
juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar
karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas,
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga.
Luka bakar berat adalah luka yang kompleks. Sejumlah fungsi organ
tubuh mungkin ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot, tulang,
saraf, dan pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan
adanya penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar
mengenai kulit, maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau
elektrolit normal tubuh, temperatur tubuh, pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi,
dan penampilan fisik. Sebagai tambahan terhadap kerusakan fisik yang
disebabkan oleh luka bakar, pasien juga bisa menderita permasalahan psikologis
dan emosional yang dimulai sejak peristiwa terjadi dan bisa bertahan /
berlangsung untuk jangka waktu yang lama.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI
a. Anatomi Kulit
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,73,6 kg dan luasnya sekitar
1,51,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kuli tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ektoderm sedangkan
lapisan dalam yang berasaldari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.

Anatomi kulit
b. Histologi Kulit
Kulit merupakan organ terbesar tubuh yang terdiri dari lapisan sel di
permukaan (Moore dan Agur, 2003). Kulit terdiri dari dua lapisan yaitu dermis
dan epidermis.
Epidermis merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh selsel
epitel. Sel-sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel

terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan langerhans.


Epidermis terdiri dari lima lapisan, dari yang paling dalam yaitu stratum basale,
stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum corneum.
Dermis merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pemuluh darah,
dan pembuluh darah limfe. Selain itu dermis juga tersusun atas kelenjar keringat,
sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan
papilaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan
retikularis.
c. Fisiologi Kulit
Kulit mempunyai fungsi sebagai berikut:
Perlindungan terhadap cedera dan kehilangan cairan.
Sensasi melalui saraf kulit dan ujung akhirnya yang bersifat sensoris,
misalnya untuk rasa sakit serta pengaturan suhu.
Sebagai barrier dari invasi mikroorganisme patogen ataupun toksin.
B. DEFINISI
Luka bakar merupakan kerusakan jaringan yang disebabkan oleh panas
cairan, api, uap, bahan kimia, listrik, radiasi matahari dan gesekan atau friksi.
Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan kontak
dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame), jilatan api ketubuh
(flash), terkena air panas (scald), tersentuh benda panas (kontak panas), akibat
sengatan listrik, akibat bahan-bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn).

C. ETIOLOGI
Luka bakar banyak disebabkan karena suatu hal, diantaranya adalah:

a. Luka bakar suhu tinggi(Thermal Burn): gas, cairan, bahan padat


Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas (scald)
,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flam), dan akibat
terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya(logam panas, dan
lain-lain.
b. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali yang
biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupu bahan pembersih
yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga.
c. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)
Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api, dan
ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki
resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada pembuluh darah,
khusunya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi ke
distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak
dengan sumber arus maupun grown.
d. Luka bakar radiasi (Radiasi Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radio aktif.
Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio aktif untuk
keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat
terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka
bakar radiasi.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi luka bakar menurut kedalaman
a. Luka bakar derajat I
Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis superfisial, kulit kering
hiperemik, berupa eritema, tidak dijumpai pula nyeri karena ujung ujung
syaraf sensorik teriritasi, penyembuhannya terjadi secara spontan dalam
waktu 5 -10 hari.

Luka Bakar Derajat I


b. Luka bakar derajat II
Kerusakan terjadi pada seluruh
lapisan epidermis dan sebagai
lapisan

dermis,

berupa

reaksi

inflamasi disertai proses eksudasi. Dijumpai pula, pembentukan scar, dan


nyeri karena ujung ujung syaraf sensorik teriritasi. Dasar luka berwarna
merah atau pucat. Sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal

1. Derajat

II

Dangkal

(Superficial)
Kerusakan

mengenai

superficial
Organ-organ

dari dermis.
kulit seperti folikel

rambut,
kelenjar
Bula
terbentuk

kelenjar

bagian

keringat,

sebasea masih utuh.


mungkin
tidak
beberapa

jam setelah cedera, dan luka bakar pada mulanya tampak


seperti luka bakar derajat I dan mungkin terdiagnosa sebagai
derajat II superficial setelah 12-24 jam.
Ketika bula dihilangkan, luka tampak berwarna merah muda
dan basah.
Jarang menyebabkan hypertrophic scar.
Jika infeksi dicegah maka penyembuhan akan terjadi secara
spontan kurang dari 3 minggu.

Luka Bakar Derajat II Dangkal (Superficial)


2. Derajat II dalam (Deep)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis
Organ-organ kulit seperti folikel-folikel rambut, kelenjar
keringat,kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
Penyembuhan terjadi lebih lama tergantung biji epitel yang
tersisa.
Juga dijumpai bula, akan tetapi permukaan luka biasanya
tanpak berwarna merah muda dan putih segera setelah terjadi
cedera karena variasi suplay darah dermis (daerah yang
berwarna putih mengindikasikan aliran darah yang sedikit atau
tidak ada sama sekali, daerah yg berwarna merah muda
mengindikasikan masih ada beberapa aliran darah.
Jika infeksi dicegah, luka bakar akan sembuh dalam 3 -9
minggu.

Luka bakar derajat II dalam (deep)

c. Luka bakar derajat III (Full Thickness burn)


Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dermis dan lapisan lebih dalam,
tidak dijumpai bula, apendises kulit rusak, kulit yang terbakar berwarna
putih dan pucat. Karena kering, letak nya lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar. Terjadi koagulasi protein pada epidermis yang dikenal sebagai
scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung
ujung

syaraf

sensorik

mengalami

kerusakan

atau

kematian.

Penyembuhanterjadi lama karena tidak ada proses epitelisasi spontan dari


dasar luka.

Luka bakar derajat III

d. Luka bakar derajat IV


Luka full thickness yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan ltulang

dengan adanya kerusakan yang luas. Kerusakan meliputi seluruh dermis,


organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat mengalami kerusakan, tidak dijumpai bula, kulit yang terbakar
berwarna abu-abu dan pucat, terletak lebih rendah dibandingkan kulit
sekitar, terjadi koagulasi protein pada epidemis dan dermis yang dikenal
scar, tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensori karena ujung-ujung
syaraf sensorik mengalami kerusakan dan kematian. penyembuhannya
terjadi lebih lama karena ada proses epitelisasi spontan dan rasa luka.

Luka Bakar Derajat IV

E. PATOFISIOLOGI
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, rusak dan permeabilitasnya
meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan
bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya
volume cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan
kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula
yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan dari
keropeng luka bakar derajat tiga.
Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih
bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik
dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil
dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang
terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan
nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak
berwarna gelap akibat jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon
monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak
mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,
pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari
60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Setelah 12 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini
ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan
medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi.
Infeksi ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh
kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa sistem
pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar selain
berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya
sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap
berbagai macam antibiotik. Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3
akibat infeksi, dapat dicegah dengan mencegah infeksi.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gream negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif
dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat dilihat dari warna
hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur
keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk
nanah.
Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng yang
mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di
tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka bakar
yang mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman menimbulkan
vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan
trombosis sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.
Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman
dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar

demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif,
seperti Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran
kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.
Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyumbat di
darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam
mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara
estetik sangat jelek.
Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau
hilang.
Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik
usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,
peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling. Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan
yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena
eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang
rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada
fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena
itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun.
Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut
penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka
bakar mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin menderita beban
kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka
bakar.
F. BERAT DAN LUAS LUKA BAKAR

Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia dan
kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis. Adanya
trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas 46oC.
Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak.
Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan
suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan
cairan, dan viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan
mikrotrombus. Hilangnya cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok,
tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka
bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan
mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin kompleks.
Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Ada
beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien.
Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan tubuh. Luas
luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat luka II atau III.

Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa


Pada dewasa digunakan rumus 9, yaitu luas kepala dan leher, dada,
punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas
kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki
kiri masing-masing 9%. Sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini
membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang
dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil.
Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal rumus 10 untuk bayi, dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa
tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi
besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak tersedia tabel
tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan Rumus 9 dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai
14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk
tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1%

hingga tercapai nilai dewasa.


G. FASE PADA LUKA BAKAR

Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada


luka bakar, yaitu:
1

Fase awal, fase akut, fase syok

Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada
saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan
adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel di rongga toraks;
dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan cairan elektrolit, syok
hipovolemia.
Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response

Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome


(MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau perkembangan
masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah yang bermula dari
kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)
Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi

jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti
parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat
kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses inflamasi yang
hebat dan berlangsung lama.
Pembagian zona kerusakan jaringan:
1

Zona koagulasi, zona nekrosis


Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi
protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan
jaringan ini mengalami nekrosis beberapa saat setelah kontak. Oleh

karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.


Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona
koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel pembuluh darah
disertai kerusakan trombosit dan leukosit, sehingga terjadi gangguam
perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas kapilar
dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam

pasca cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.


Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa
vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung
keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona ketiga dapat

mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua


bahkan zona pertama.
H. INDIKASI RAWAT INAP PASIEN LUKA BAKAR
Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk
dirawat inap bila:
1 Luka bakar derajat III > 5%
2

Luka bakar derajat II > 10%

Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah,
tangan, kaki, genitalia, perineum, kulit di atas sendi utama) risiko
signifikan untuk masalah kosmetik dan kecacatan fungsi

Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas

Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya


trauma mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan yang
telah ada sebelumnya

Adanya trauma inhalasi

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Doenges M.E (2000) pemeriksaan penunjang yang diperlukan
adalah :
1. Hitung darah lengkap : Peningkatan Hematokrit menunjukkan
hemokonsentrasi sehubungan dengan perpindahan cairan. Menurutnya
Hematokrit dan sel darah merah terjadi sehubungan dengan kerusakan
oleh panas terhadap pembuluh darah.
2

Leukosit akan meningkat sebagai respon inflamasi

Analisa Gas Darah (AGD) : Untuk kecurigaan cidera inhalasi

Elektrolit Serum. Kalium meningkat sehubungan dengan cidera


jaringan, hipokalemia terjadi bila diuresis.

Albumin serum meningkat akibat kehilangan protein pada edema


jaringan

Kreatinin meningkat menunjukkan perfusi jaringan

EKG : Tanda iskemik miokardial dapat terjadi pada luka bakar

Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan luka


bakar.

J. PENTALAKSANAAN
Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama
adalah mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan
mendukung sirkulasi sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien
yang menderita luka bakar berat atau kecurigaan adanya jejas inhalasi atau
luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak dilakukan bila telah terjadi
edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau banyak.
Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih
daripada trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi
awal yang tidak dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia
sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas
tersembunyi. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas
berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma
tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas
inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi
juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai.
Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak
dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi.
Terlepas dari luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum
dilakukan transfer pasien adalah mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika
diindikasikan, melepas dari eskar yang mengkonstriksi.

Tatalaksana resusitasi luka bakar


a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1 Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan
manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan
sebagai fasilitas pemelliharaan jalan nafas.
2 Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif
dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi.
Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar tidal volume,
lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat
berbicara jika dibanding dengan intubasi.
3 Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat
patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati
dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan
stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang bersifat
vasodilator dan modulator sepsis.
4 Perawatan jalan nafas
5 Penghisapan sekret (secara berkala)
6

Pemberian terapi inhalasi


Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam
lumen jalan nafas dan mencairkan sekret kental sehingga mudah
dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya menggunakan cairan dasar
natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila perlu.
Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti
atropin sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat
(mengatasi asidosis seluler) dan steroid (masih kontroversial)

Bilasan bronkoalveolar

Perawatan rehabilitatif untuk respirasi

Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki


kompliansi paru

b. Tatalaksana resusitasi cairan


Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang
adekuat dan seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional,
sehingga iskemia jaringan tidak terjadi pada setiap organ sistemik. Selain
itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi dan eliminasi cairan bebas
yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan komposisi
intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta
meminimalisasi

respons

inflamasi

dan

hipermetabolik

dengan

menggunakan kelebihan dan keuntungan dari berbagai macam cairan


seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang
tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi
fisiologik dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal
mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti.
Ada beberapa cara untuk menghitung kebutuhan cairan ini:

Cara Evans
1

Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam

Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam

2.000 cc glukosa 5% per 24 jam

Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya


diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.

Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL

Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya


diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan
setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari ketiga diberikan
setengah jumlah cairan hari kedua.
c.

Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya

dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak
sadar, maka pemberian nutrisi dapat melalui naso-gastric tube (NGT).
Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15% protein, 50-60%
karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili
usus. Dengan demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat
membantu mencegah terjadinya SIRS dan MODS
Terapi pembedahan pada luka bakar
1

Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris
(debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya
hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a

Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat.


Dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses
inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan
proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi
edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat
mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun
menghambat proses penyembuhan dari luka tersebut. Dengan
semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu

yang diperlukan untuk penyembuhan.


Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi
komplikasi komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini
didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan burn toxic

(lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediatorc

mediator inflamasi.
Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses
angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini
mengakibatkan banyaknya darah keluar saat dilakukan tindakan
operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko
kolonisasi mikro organisme patogen yang akan menghambat
pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan
eksisi semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan

pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi


kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III. Tindakan ini diikuti
tindakan hemostasis dan juga skin grafting (dianjurkan split thickness
skin grafting). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada
pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
-

Kasus

penyembuhan lebih dari 3 minggu.


Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka

luka

bakar

dalam

yang

diperkirakan

mengalami

yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang
tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang
terluka lapis demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan
darah (endpoint). Adapun alat-alat yang digunakan dapat bermacammacam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang digunakan pada luka
bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau Watson
maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom)
digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan
tindakan ini tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan
tubuh. Untuk memperkecil perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu

dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi atau pemberian larutan


epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah dilakukan halhal tersebut, baru dilakukan skin graft. Keuntungan dari teknik ini
adalah didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi
kosmetik. Kerugian dari teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang
banyak dan endpoint bedah yang sulit ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka
sampai lapisan fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar
dengan ketebalan penuh (full thickness) yang sangat luas atau luka bakar
yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada teknik ini adalah pisau
scalpel, mesin pemotong electrocautery. Adapun keuntungan dan
kerugian dari teknik ini adalah:
-

Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak

banyak, endpoint yang lebih mudah ditentukan


Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera
pada saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian
distal dari eksisi

Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari
metode ini adalah:
a
b

Menghentikan evaporate heat loss


Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan

waktu
Melindungi jaringan yang terbuka

Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi


pada luka bakar pasien. Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk
sintesis, kulit manusia yang berasal dari tubuh manusia lain yang telah
diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari pasien
(autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor
autograft adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit
pasien secara autograft dapat dilakukan secara split thickness skin graft
atau full thickness skin graft. Bedanya dari teknik teknik tersebut adalah

lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk memaksimalkan


penggunaan

kulit

donor

tersebut,

kulit

donor

tersebut

dapat

direnggangkan dan dibuat lubang lubang pada kulit donor (seperti


jaring-jaring dengan perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6)
dengan mesin. Metode ini disebut mess grafting. Ketebalan dari kulit
donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan grafting, usia
pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor
sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin
dermatome ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian.
Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor
(larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang
dihasilkan dari eksisi luka bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan
hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga pelekatan kulit donor juga
terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat diperlukan.
Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan
kulit donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
-

Kulit donor setipis mungkin


Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang
dilakukan grafting), hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut

tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben
o
K. PROGNOSIS
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada
dalam dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga
penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan
kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.
Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien. Penyulit yang timbul
pada luka bakar antara lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan
sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.

L. KOMPLIKASI
Sistemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS), Multi-system Organ
Dysfunction Syndrome (MODS),dan Sepsis.

BAB III
KESIMPULAN
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber api, air panas, bahan kimia, listrik
dan radiasi.
Luka bakar dibagi 4 derajat. Cara menentukan derajat luka bakar
yaitu, Wallace rule of nine dan Lund and Bowder chart.
Tingginya angka kejadian luka bakar didaerah Asia Tenggara
disebabkan juga karena factor resiko lainnya. Untuk itu perlu pencegahan
dan penanganan luka bakar untuk menghindari terjadinya komplikasi.
Penanganan luka bakar perlu diketahui luas luka bakar, derajat luka
bakar, fase luka bakar. Penanganan luka bakar mencakup, pertolongan

pertama, resusitasi cairan, pencegahan infeksi, perawatan luka bakar dan


pencegahan terhadap komplikasi.
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam
dan luasnya permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga
penyembuhan. Selain itu faktor letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan
kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan penyembuhan.

Anda mungkin juga menyukai