Kelas B
Semester VI
Dosen Pengampu:
Drs. I Ketut Gading, M.Psi
Oleh:
Kelompok IX
Nama
NIM/No. Absen
I Wayan Gunawan
1211031052/11
1211031055/14
1211031166/27
1211031318/33
PRAKATA
Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa adalah Maha
Perahmat. Atas rahmat Beliau, maka makalah yang berjudul Anak Berbakat dan
Indigo dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Dengan demikian, puja dan puji
syukur dipanjatkan ke hadirat-Nya.
Disadari bahwa ditulisnya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan beberapa pihak. Sehingga, terima kasih disampaikan kepada Drs. I
Ketut Gading, M.Psi selaku dosen pengampu Mata Kuliah Bimbingan Anak
Berkebutuhan Khusus atas penugasan kepada penulis, orang tua yang selalu
memberikan motivasi, dan teman-teman atas motivasi yang tidak dapat disebutkan
sekaligus.
Makalah ini memiliki berbagai kekurangan. Keterbatasan kemampuan
penulis diyakini menjadi faktor utama berbagai kekurangan. Dengan demikian,
kritik berupa saran dan/atau koreksi terhadap isi makalah ini akan diterima dengan
senang hati agar makalah ini menjadi lebih baik. Besar harapan, makalah ini dapat
bermanfaat terhadap semua pihak.
Singaraja, Maret
2015
Penulis,
DAFTAR ISI
PRAKATA...............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1
Latar Belakang................................................................................................1
1.2
Rumusan Masalah...........................................................................................3
1.3
Tujuan Penulisan............................................................................................3
1.4
Manfaat penulisan..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................4
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
Simpulan.......................................................................................................23
3.2
Saran..............................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu proses yang dapat meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Proses tersebut dilakukan melalui pendidikan informal,
pendidikan nonformal, dan pendidikan formal. Melalui pendidikan, martabat
manusia secara holistis dapat ditingkatkan sehingga memungkinkan potensi diri
(afektif, kognitif, dan psikomotor) berkembang secara optimal. Kualitas sumber
daya manusia perlu ditingkatkan karena sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan tumpuan suatu negara.
Keadaan peserta didik tidak boleh diabaikan dalam pelaksanaan
pendidikan. Peserta didik merupakan pribadi yang unik. Setiap peserta didik
memiliki potensi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, karena setiap
orang dilahirkan dengan berbagai bakat yang berbeda-beda. Bakat yang dimiliki
peserta didik haruslah diarahkan agar berkembang.
Peserta didik bukan hanya meliputi anak normal, melainkan pula anak
berkebutuhan khusus. Menurut Suparno (2008:1-1) Anak-anak berkebutuhan
khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan
karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada
umumnya. Perbedaan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak normal dapat
ditinjau dari perbedaan interindividual dan intraindividual. Salah satu jenis anak
berkebutuhan khusus adalah anak berbakat.
Di Indonesia, kehadiran anak berbakat sudah dikenal sejak dulu dan telah
mendapat perhatian. Berdasar atas Prakiraan Ward (dalam Semiawan, 1997:24)
Di Indonesia terdapat 1,57 % anak yang berbakat tinggi (highly gifted), dan 10%
yang berbakat sedang (moderately gifted). Kedua kelompok anak ini berbakat
akademik (akademic talented) atau keberbakatan intelektual. Perhatian serius dan
formal tersurat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 4 yang berbunyi Warga negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
Undang-Undang tersebut mengandung pernyataan bahwa anak berbakat perlu dan
berhak mendapatkan pengalaman belajar sesuai dengan kondisi,
kemampuan
dan
minat
serta
kecepatannya,
untuk
dapat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bakat dan Keberbakatan, Anak Berbakat, dan Indigo
2.1.1 Pengertian Bakat dan Keberbakatan
Sejak lahir, manusia dikaruniai berbagai macam kemampuan salah satunya
adalah bakat. Bakat (Semiawan, 1997:10) adalah Kemampuan yang merupakan
sesuatu yang inherent dalam diri seseorang, dibawa sejak lahir dan terkait
dengan struktur otak. Manusia sejak lahir tidak ada yang identik satu sama lain.
Manusia berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, antara lain dalam intelegensi,
bakat, minat, kepribadian, keadaan jasmani, dan perilaku sosial. Setiap orang
memiliki bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang derajat yang berbedabeda.
Menurut Munandar (1995:17), Bakat adalah kemampuan bawaan yang
merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar terwujud.
Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa bakat merupakan kemampuan
bawaan yang terkait dengan struktur otak yang masih perlu dikembangkan dan
dilatihkan. Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang
tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan
atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud.
Keberbakatan hingga kini masih menjadi wacana yang sangat menarik.
Pengertian keberbakatan dalam pengembangannya telah mengalami berbagai
perubahan, dan kini pengertian keberbakatan selain mencakup kemampuan
intelektual tinggi, juga menunjuk kepada kemampuan kreatif. Bahkan menurut
Semiawan (1994), kreativitas adalah ekspresi tertinggi keberbakatan.
Menurut Wahab (2011), Keberbakatan dapat diartikan sebagai kemampuan
unggul yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan dengan
tingkat prestasi dan kreativitas yang sangat tinggi Dari pernyataan tersebut dapat
dipahami bahwa, (1) Keberbakatan merupakan kualitas yang dibawa sejak lahir
(dengan kata lain keberbakatan bersifat alamiah), dan (2) bahwa lingkungan
keberbakatan adalah arena di mana anak berbakat memainkan peran di dalamnya.
Tingkat prestasi dan kreativitas
Berdasar dari uraian di atas, maka anak berbakat adalah anak yang oleh
orang-orang profesional diidentifikasi memiliki IQ di atas rata-rata, kreativitas di
atas rata-rata, dan mampu mengaitkan diri terhadap tugas dengan cukup baik
sehingga mampu mencapai prestasi tinggi sehingga membutuhkan pendidikan
khusus.
2.1.3 Anak Indigo
Terdapat banyak istilah untuk menyebut anak indigo. Anak indigo disebut
Children of the sun atau Millennium children oleh para ahli dari Amerika dan
di Rusia di sebut sebagai bocah biru. Istilah indigo berasal dari bahasa Spanyol
yang berarti nila (kombinasi biru ungu, yang diidentifikasi melalui cakra tubuh
yang memiliki spektrum warna pelangi, dari merah sampai ungu (Madyawati,
2011:1).
Madyawati (2011:2) menyatakan,
Jaman indigo children berasal dari sebuah penerbitan buku tahun 1982,
Understanding Your Life Through Color, Nancy Ann Tape, seorang
psikolog yang mengklaim memiliki kemampuan melihat aura orang-orang.
Dia menulis akhir 1970-an dan mulai memperhatikan bahwa banyak anakanak yang lahir dengan indigo auras. Sekarang dia memperkirakan 60%
dari orang-orang umur 14- 25 dan 97% anak-anak di bawah 10 tahun adalah
indigo.
Carrol dan Tober (dalam Apsari. 2009:11) menjelaskan,
Anak indigo adalah anak yang menunjukkan seperangkat atribut psikologis
baru dan luar biasa, serta menunjukkan sebuah pola perilaku yang pada
umumnya tidak didokumentasikan sebelumnya. Pola ini memiliki faktorfaktor unik yang umum, yang mengisyaratkan agar orang-orang yang
berinteraksi dengan mereka (para orangtua khususnya) mengubah perlakuan
dan pengasuhan terhadap mereka guna mencapai keseimbangan. Apabila
mengabaikan pola baru ini, potensial mencapai ketidakseimbangan dan
frustrasi.
Madyawati (2011:23) menyatakan,
Orang-orang indigo adalah generasi supranaturalis yang mampu memadukan
teori-teori sains dan teknologi informatika dengan kemampuan supranatural
mereka. Teori-teori fisika seperti mekanika kuantum, gelombang
elektromagnetik (cahaya dan listrik), medan magnet, dan teori relativitas
dipadu dengan teori biokimia seperti genetika, biologi molekuler, sistem
hormonal tubuh dan diolah dengan kemampuan supranatural mereka seperti
kekuatan pikiran, perasaan dan kehendak.
kemampuan fokus yang kuat. Mereka tidak perlu didorong oleh orang tuanya.
Mereka punya motivasi internal yang kuat.
Selain ketiga karakteristik anak berbakat di atas, area keempat di mana
mereka unggul adalah keahlian dalam memproses informasi. Sternberg (Santrock,
2010:252) menyatakan, Para peneliti telah menemukan bahwa anak berbakat
belajar lebih cepat, menggunakan penalaran dengan lebih baik, menggunakan
strategi yang lebih baik, dan memantau pemahaman mereka dengan lebih baik
ketimbang anak yang tidak berbakat .
Semiawan (1997:13) menyatakan,
Karakteristik anak berbakat secara biologis yaitu: (1) produksi sel neuroglial,
yaitu sel khusus yang mengelilingi sel neuron yang merupakan unit dasar
otak, jauh lebih tinggi jumlahnya dari produksi sel otak manusia lain. Hal ini
menambah aktivitas antara sel neuron (synaptic activity) yang memungkinkan
akselerasi proses berpikir; (2) secara biokimia neuron-neuron itu menjadi
lebih kaya dengan memungkinkan berkembangnya pola pikir kompleks. Juga
banyak digunakan berkembangnya aktivitas prefrontal cortex otak, sehingga
terjadi perencanaan masa depan, berpikir berdasarkan pemahaman dan
pengalaman intuitif.
Suhamini (2007) meninjau karakter anak berbakat berdasar teori Piaget.
Anak usia 1 tahun umumnya masih dalam taraf perkembangan sensori motorik,
namun anak berbakat perkembangan kognitif kurang lebih 2 tahun lebih cepat dari
anak normal. Anak sudah mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria
yang benar, dapat menyusun benda-benda sesuai dengan urutannya.
Renzuli dan Hartman (dalam Yusuf, 2003) melihat keberbakatan dari segi
karakteristik tingkah laku yang meninjol pada diri yang bersangkutan
dibandingkan dengan kelompok sebayanya, mereka mengembangkan skala
penilaian karakteristik tingkah laku anak berdasarkan 4 kategori, yaitu
karakteristik belajar, karakteristik motivasi, karakteristik kreativitas, dan
karakteristik kepemimpinan. Masing-masing kategori memiliki ciri tingkah laku
yang lebih menonjol dibandingkan dengan anak-anak yang tidak berbakat.
1)
2) Menonjol dalam motivasi, antara lain terlihat serius dalam menghadapi suatu
topik tertentu, mudah bosan dengan tugas-tugas rutin, tekun, ulet, tahan lama
dalam menghadapi tugas, selalu berusaha mencapai prestasi tinggi;
3) Menonjol dalam kepemimpinan, yaitu mudah bekerja sama dengan orang
lain, rasa tanggung jawab yang besar, dapat mempengaruhi teman-temannya,
mudah menyesuaikan diri sehingga dipilih untuk memimpin kegiatan;
4) Menonjol dalam kreativitas, yaitu banyak mengemukakan gagasan, mudah
menyesuaikan gagasan dengan keadaan yang ada, serta sering memunyai
gagasan yang baru dan orisinal.
Terlepas dari keunggulan-keunggulan yang dimiliki anak berbakat, anak
berbakat juga memiliki karakteristik negatif. Menurut Munandar (1999) karakter
negatif anak berbakat di antaranya adalah bersifat tidak kooperatif, menuntut,
egosentris, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap peraturan, keras kepala,
emosional, dan menarik diri. Selain karakter negatif di atas, anak berbakat sering
mendominasi diskusi, tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya, suka
ribut, suka melawan aturan, bosan dengan tugas-tugas rutin dan frustrasi yang
disebabkan oleh tidak jalannya aktivitas sehari-hari.
Berdasar dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa anak berbakat
memiliki karakteristik menonjol pada bidang-bidang tertentu berupa karakteristik
positif maupun negatif yang membedakannya dari anak normal maupun anak
berkebutuhan khusus lainnya. Untuk menjadi individu berbakat tidak harus
memiliki semua ciri-ciri tersebut. Setiap anak berbakat memiliki kekuatan dan
kelemahan, yang dipengaruhi oleh lingkungannya yang dapat merangsang dan
mengembangkan potensi tersebut. jika kecenderungan-kecenderungan yang ada
berkembang dalam lingkungan yang baik, maka akan menjadi ciri-ciri positif
sedangkan jika berkembang dalam yang tidak menguntungkan, maka akan
berkembang menjadi ciri-ciri negatif.
2.2.2 Karakteristik Anak Indigo
Anak indigo memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak pada umumnya
sehingga dapat pula disebut anak berbakat. Namun, anak indigo memiliki
kemampuan yang menonjol pada indra keenam sehingga identik dengan anak
supranatural. Anak indigo sering dianggap aneh, suka berbicara sendiri, dapat
melihat masa lalu dan masa depan serta cenderung lebih matang dari usianya.
Karena kecerdasannya di atas rata-rata, maka mereka mampu melakukan hal-hal
yang bahkan belum pernah dipelajari sebelumnya. Sebagai contoh , seorang bocah
indigo di Jakarta yang berusia 8 tahun memiliki kemampuan lebih, mampu
menguasai bahasa Inggris, Arab, bahkan Belanda melebihi kemampuannya dalam
berbahasa Indonesia. Dia sanggup menghipnotis ribuan jamaah pengajian yang
mayoritas usianya lebih tua dari dia dengan retorika yang indah dan mengena. Dia
pun mampu membuat arsitektur rumah berlantai empat sehebat arsitektur kelas
dunia.
Madyawati (2011:6) menyatakan,
Karakteristik anak berbakat yang indigo: (1) Memiliki sensitivitas tinggi; (2)
Memiliki energi berlebih untuk mewujudkan rasa ingin tahunya yang
berlebihan; (3) Mudah bosan; (4) Menentang otoritas bila tidak berorientasi
demokratis; (5) Memiliki gaya belajar tertentu; (6) Mudah frustrasi karena
banyak ide namun kurang sumber yang dapat membimbingnya; (7) Suka
bereksplorasi, tidak dapat duduk diam kecuali pada objek yang menjadi
minatnya; (8) Sangat mudah jatuh kasihan pada orang lain; (9) Mudah
menyerah dan terhambat belajar jika di awal kehidupannya mengalami
kegagalan.
Lebih lanjut Trobler (dalam Madyawati, 2011:5) menjelaskan,
Ciri-ciri anak indigo dalam The Care and Feeding of Indigo Children, yaitu
(1) Anak indigo sangat memiliki rasa ingin berbagi serta menghayati hak
keberadaannya di dunia serta heran bila ada yang menolaknya; (2) Sering
menyampaikan siapa dirinya sesungguhnya kepada orang tuanya; (3) Sulit
menerima otoritas mutlak tanpa alasan, sehingga anak indigo ini tidak pernah
mau menunggu giliran; (4) Sangat kecewa bila menghadapi hal-hal tanpa
pemikiran kreatif, sering menemukan caranya sendiri tanpa kompromistik; (5)
Tampak seperti antisosial, amat sulit bersosialisasi; (6) Tidak merespon
terhadap sebuah aturan kaku (misal tunggu sampai ayah datang); (7) Tidak
malu meminta apa yang dibutuhkannya.
Erwin (Apsari, 2009:14) mengatakan bahwa Kriteria utama yang tampak
pada anak indigo adalah rasional, spiritual dan mengalami ESP (Extra Sensory
Perception). Dari ketiga kriteria utama itu, dapat dijabarkan kriteria yang lebih
detail sebagai berikut.
1) Rasional.
Rasional berkaitan dengan kecerdasan. Anak indigo memiliki IQ 120-an ke
atas. Meskipun tergolong cerdas, anak yang IQ-nya 130 ke atas dan belum tentu
10
indigo Karena indigo juga harus memiliki spiritualitas yang tinggi dan memiliki
pengalaman ESP.
2) Spiritual
Menurut Dr. Erwin (Apsari, 2009:16), Anak indigo adalah Anak-anak
yang sangat tertarik dengan Tuhan. Aspek dalam agama ada dua, yaitu ritual dan
spiritual. Mereka tertarik dengan agama dan spiritualitas mereka sendiri, mereka
tidak terpaku hanya pada ritual. Anak indigo memiliki persepsi tersendiri
mengenai Tuhan dan apa yang dilakukan.
3) Pengalaman ESP
Pengalaman ESP (Extra Sensory Perception) Pengalaman ESP termasuk
ke dalam bidang parapsychology. Menurut Henry (dalam Apsari, 2009:16)
Parapsychology adalah Studi mengenai fenomena psychic, yang merupakan
pertukaran informasi atau interaksi antara organisme dan lingkungannya, tanpa
menggunakan kelima panca indera.
Bidang parapsychology menurut Apsari (2009), meliputi ESP (Extra
Sensory Perception), PK (Psikokinesis), Anomalous experience, dan Apparitional
phenomena. ESP (Extra Sensory Perception), yaitu kemampuan mengirim atau
menerima informasi tanpa menggunakan kelima panca indera/Sensory Perception
(SP) meliputi (1) Telepati, merupakan merasakan pikiran atau perasaan orang
lain, (2) Prekognisi, merupakan pengetahuan akan kejadian di masa depan, dan (3)
Retrokognisi, merupakan pengetahuan akan kejadian di masa lalu. PK
(Psikokinesis), yaitu kemampuan pikiran untuk mempengaruhi atau memindahkan
obyek dari jarak tertentu hanya dengan menggunakan pikiran dan intensi tertentu.
Anomalous experience, yaitu pengalaman yang berhubungan dengan kematian,
seperti pengalaman keluar dari tubuh, mendekati kematian, pengalaman
kehidupan yang lalu/ reinkarnasi. Apparitional phenomena, yaitu merupakan
pengalaman perseptual akan penampakan makhluk yang sudah mati. Contohnya
adalah persepsi penglihatan akan penampakan hantu, alien, roh, atau penglihatan
lainnya.
Berdasar pendapat di atas, anak indigo adalah anak berbakat yang
memiliki karakteristik rasional, spiritual, dan pengalaman ESP. Karakteristik
spiritual dan pengalaman ESP yang menonjol membedakan anak indigo dengan
anak berbakat.
11
12
13
kedua orang tua setuju dengan label itu maka reaksi terhadap label itu positif.
Sebaliknya, apabila salah satu orang tua atau kedua orang tua tidak setuju, maka
timbul sikap negatif terhadap label itu.
Colangelo dan Brower (dalam Semiawan, 1997:204) memperluas pendapat
Cornel dan menemukan bahwa orang tua sering tidak setuju dengan label
berbakat karena ketidaksamaan pengertian terhadap konseptualisasi keberbakatan.
Kesukaran yang dihadapi orang tua terutama pada saat permulaan anak diberi
label berbakat, kemudian setelah lima tahun tidak terlihat dampak apapun dari
keberbakatan itu.
2) Grading
Grading sudah menjadi sistem yang diintegrasikan dalam sistem
persekolahan, dan merupakan lambang tentang keberhasilan dan kemajuan belajar
anak-anak. Banyak pihak yang mengkritik bahwa pemberian nilai angka tidak
meningkatkan proses belajar bahkan sering menghambat. Pemberian angka
memiliki beberapa keuntungan karena bisa menjadikan komunikasi yang baik
antara guru dan siswa tentang kemajuan belajar siswa dan menghasilkan suatu
pola akademis yang umum tentang siswa, selain juga merupakan dukungan
terhadap penelitian pendidikan. Sisi lain, pemberian angka memiliki keterbatasan,
seperti angka kurang cermat sehingga kurang mencerminkan kemampuan
sebenarnya, bahkan sering tidak memperlihatkan kecermatan. Khusus bagi anakanak berbakat, penilaian bentuk angka turut berbicara, artinya mereka sangat
sensitif karena angka menjadi kepedulian yang besar, kadang-kadang terlalu
berlebihan.
3) Underachievement
Underachievement merupakan masalah yang paling mencocok dari
berbagai masalah yang dihadapi anak berbakat. Keberbakatan tidak selalu
menjamin sukses pendidikan atau produktivitas dan kreativitas. Anak-anak
berinteligensi tinggi cenderung defensif jika menghadapi risiko dan tekanan
sehingga prestasinya menjadi rendah. Tekanan anak-anak berbakat ini antara lain
perasaan harus menjadi manusia sempurna sangat intelijen, keinginan untuk
14
menjadi sangat kreatif dan luar biasa, serta kepedulian untuk dikagumi oleh
temannya karena penampilan dan popularitasnya. Tekanan-tekanan ini berasal dari
keberbakatan anak-anak, yang diinternalisasikan karena orang-orang sekitarnya
telah mengagumi keluarbiasaan kemampuan dan ide-ide cemerlang atau pun
penampilan anak yang berbeda dari anak lain.
4) Konsep diri
Konsep diri adalah kekuatan dari struktur kognitif yang merupakan
interpretasi atau persepsi terhadap kejadian yang melibatkan individu. Masalah
anak berbakat mengenai konsep diri adalah sikap anak berbakat terhadap
keberbakatan itu sendiri. Anak-anak berbakat memiliki sikap ambivalen. Hasil
penelitian Colangelo dan Kelly (dalam Semiawan, 1997:202), menemukan bahwa
Anak berbakat memersepsikan dirinya secara positif, namun menganggap
lingkungannya (teman dan guru) memiliki pandangan negatif tentang dirinya.
Sementara itu Dedi Supriadi (dalam Wahab, 2011:6) menyatakan,
Beberapa masalah khusus yang dihadapi oleh anak berbakat ada empat, yaitu:
pertama, masalah pilihan karier yang tidak realistis, anak-anak berbakat
cenderung mempunyai pilihan karier yang kurang realistis kurang populer
menurut persepsi lingkungannya. Kedua, masalah hubungan dengan guru dan
teman sebaya, masalah ini timbul dari konsekuensi dari sifat anak-anak
berbakat yang kritis dan tidak selalu ingin melekatkan diri pada otoritas yang
menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan
teman-teman dan gurunya. Ketiga, masalah perkembangan yang tidak selaras,
keunggulan potensi yang dimiliki anak-anak berbakat kadang dapat
menimbulkan masalah bagi mereka sendiri dan lingkungannya jika
lingkungan tidak dapat mengakomodasi keunggulan potensi tersebut.
keempat, masalah tidak adanya tokoh ideal, banyak anak berbakat yang
menyukai tokoh-tokoh besar yang menjadi model dalam hidupnya, tokohtokoh tersebut bisa berada dekat di sekitarnya dan bisa jauh.
Berdasar uraian di atas, anak berbakat memiliki masalah yang harus
dihadapi dan ditangani. Masalah tersebut berupa masalah dari dalam diri dan luar
diri (lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat). Masalah yang dihadapi anak
berbakat juga harus mendapatkan perhatian dan penanganan. Penanganan yang
bijak akan membuat anak berbakat mampu mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Dengan demikian, orang tua, masyarakat dan guru harus mampu
memberikan layanan yang mampu mengembangkan bakat terhadap anak berbakat.
15
16
Sekolah juga merupakan perjuangan berat karena bukan hanya dijauhi dan
dianggap berbeda, tetapi karena mereka tahu bahwa sebagian besar pelajaran
benar-benar tidak berguna dan tidak ada hubungannya dengan dunia nyata atau
bahkan karena merasa tidak ada gunanya karena tanpa belajar berjam-jam di
sekolah pun mereka sudah mengerti.
Menurut Erwin (Apsari, 2009:22),
Anak indigo sering kali mengalami school refusal atau tidak mau pergi ke
sekolah. Mereka juga sering kali melawan lingkungannya, misalnya guru dan
sekolah, sehingga mereka sering kali dipersepsikan sebagai anak
pemberontak atau anak bermasalah oleh gurunya. Hal ini bisa disebabkan
karena merasa lingkungan atau gurunya tidak bisa mengerti dia. Guru sebagai
pihak yang punya otoritas lebih tinggi terkadang tidak mau terima ketika anak
indigo punya cara lain untuk menyelesaikan suatu masalah pelajaran, padahal
hasil yang diterima sama dengan cara sang guru.
2.5 Identifikasi dan Layanan Pendidikan Anak Berbakat dan Indigo
2.5.1 Identifikasi dan Layanan Pendidikan Anak Berbakat
Prosedur identifikasi anak berbakat bersifat nondiskriminatif dikaitkan
dengan ras, latar belakang ekonomi, suku, dan kondisi kecacatan. Suparno
(2008:5-16) menyebutkan, Identifikasi layanan pendidikan bagi anak berbakat di
sekolah dasar dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penjaringan (sreening) dan
tahap seleksi. Menurut Wahab (2011) Penjaringan dapat dilakukan melalui
nominasi guru, nominasi orangtua, nominasi teman sebaya, prestasi akademik
anak, portofolio, prosedur kerja atau kinerja yang bagus sekali, observasi,
mereview catatan siswa, dan tes kelompok. Langkah selanjutnya adalah kerja
sama dengan psikolog dan konselor untuk menentukan IQ dan bakat anak.
Identifikasi yang umum digunakan adalah menggunakan tes inteligensi (tes IQ),
namun tak memungkiri pula digunakan tes lainnya. Setelah teridentifikasi
keberbakatan anak, langkah selanjutnya adalah menentukan layanan pendidikan
bagi mereka.
Anak berbakat perlu mendapatkan layanan yang berbeda dari anak-anak
normal maupun berkebutuhan khusus lainnya. Terdapat beberapa asumsi yang
mendasari alasan kenapa anak berbakat perlu mendapatkan pendidikan yang
berbeda dengan anak-anak lainnya.
17
bersifat
pendekatan
individual.
Pendekatan
individual
ini
lebih
skipping)
atau
skipping
class,
misal,
karena
kemampuannya luar biasa pada salah satu kelas, maka langsung dinaikkan ke
kelas yang lebih tinggi satu tingkat (dari kelas satu langsung ke kelas tiga).
c. Penambahan pelajaran dari tingkatan di atasnya, sehingga dapat menyelesaikan
materi pelajaran lebih awal.
d. Maju berkelanjutan tanpa adanya tingkatan kelas. Dalam hal ini sekolah tidak
mengenal tingkatan, tetapi menggunakan sistem kredit. Ini berarti anak
berbakat dapat maju terus sesuai dengan kemampuannya tanpa menunggu
teman-teman yang lainnya.
3) Segregasi
Anak-anak berbakat dikelompokkan ke dalam satu kelompok yang disebut
ability grouping dan diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman belajar
yang sesuai dengan potensinya.
Pendidikan anak berbakat harus diwarnai oleh penekanan pada aktivitas
intelektual, kecepatan dan tingkat kompleksitas sesuai dengan kemampuan yang
19
tinggi. Sehubungan dengan itu, jika anak-anak berbakat ditangani dengan program
akselerasi, maka ada dua hal penting yang harus diperhitungkan, yaitu (a) dalam
program akselerasi, beban belajar yang oleh anak-anak biasa dapat diselesaikan
dalam tiga tahun, maka oleh anak-anak berbakat ini hanya dibutuhkan waktu dua
tahun. Ini berarti terjadi proses percepatan dalam belajar, dan (b) percepatan ini
juga harus mengandung arti kualitatif, yaitu bahwa aktivitas belajar mereka
ditekankan pada aktivitas intelektual tinggi. Hal ini terkait dengan kenyataan
bahwa, dalam perilaku intelektual, aspek teoretis dan tingkat abstraksi anak-anak
berbakat menunjukkan karakteristik mental yang baik dalam melihat hubungan
yang bermakna, tanggap mengaitkan asosiasi logis, mudah mengadaptasikan
prinsip abstrak ke situasi konkret, serta mampu menggeneralisasikan.
Metode belajar yang relevan adalah metode penemuan (discovery
learning) seperti yang dikembangkan oleh Piaget dan Bruner, dan metode
induktif. Dalam discovery learning aspek kognitif berkembang melalui penemuan
dan pengembangan hipotesis, bukan dengan cara duduk, diam, dengar, dan catat.
Discovery learning memberikan tantangan bagi kemampuan berpikir abstrak yang
tinggi, dan pelibatan secara aktif dalam menemukan jawaban dan tantangan
tersebut. Dengan cara ini, terjadilah penanjakan dinamis dari kehidupan mental
yang disebut eskalasi (Semiawan,1997).
Dantes (2007:13) menjelaskan,
Pembelajaran kognitif induktif dideskripsikan melalui empat istilah, yaitu: (a)
inquiry, (b) problem solving, (c) discovery learning, dan (d) scientific
method. Pembelajaran induktif memiliki rasional yang kuat untuk
meningkatkan: (a) penggunaan inteligensia secara optimal dengan
memanfaatkan fungsi kedua belahan otak secara penuh, (b) kemampuan
peserta didik untuk mengarahkan diri dan tanggung jawab untuk memperoleh
kemajuan dalam mencapai sasaran jangka panjang dan jangka pendek, (c)
kemampuan untuk mensintesiskan informasi, konsep, dan membuat
generalisasi, dan (d) kemampuan mentransper belajar dalam situasi berbeda.
Sistem manapun yang dipilih, penyelenggara harus tetap berpegang pada
prinsip bahwa pendidikan itu tidak boleh mengorbankan fungsi sosialisasi nilainilai budaya (toleransi, solidaritas, dan kerja sama) kepada anak. Program
pendidikan untuk anak-anak berbakat tidak identik dengan perlakuan yang
eksklusif dan elitis, melainkan semata-mata supaya untuk memberikan peluang
kepada anak didik untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
20
Hyperactivity
Disorder).
Perbedaannya
adalah
ketidakajegan
21
identifikasi terhadap anak indigo dan pemberian layanan pendidikan yang mampu
mengembangkan kemampuan anak indigo.
Jika ditinjau dari kemampuan intelektualnya, maka anak indigo sebagai
anak berbakat berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan seperti anak
berbakat. Namun, menurut Madyawati (2011) akan lebih baik jika anak indigo
disekolahkan pada sekolah khusus indigo. Di indonesia sudah terdapat sekolah
khusus untuk anak indigo yang dikelola oleh organisasi Indigo Indonesia.
Menurut Soewardi (dalam Madyawati, 2011:3), Anak-anak indigo mesti
disikapi secara hati-hati terutama oleh lingkungan sosial dan keluarganya, karena
gejala tersebut adalah gejala ketidakwajaran. Keajaiban anak indigo itu terjadi
karena ada kesalahan dalam kinerja otaknya; dengan kata lain sistem kerja otak
(neurotransmitter dalam sistem limbik otak) terganggu. Menurut Erwin (dalam
Madyawati, 2009:7), Di usia anak-anak mereka kerap berontak. Tetapi ketika
dewasa, karena sudah dapat menyesuaikan diri, sikap pemberontaknya
berkurang. Dengan demikian, pendampingan terhadap anak indigo sangat
diutamakan, agar mereka dapat tumbuh secara wajar. Orangtua, guru, dan
masyarakat harus memberi perhatian terhadap anak indigo berkaitan dengan
keberbakatannya.
Menurut Madyawati (2011:8),
Tips mengasuh anak berciri indigo, yaitu (1) Hargai keunikan anak, (2)
Hindari kritikan negatif, (3) Jangan pernah mengecilkan anak, (4) Berikan
rasa aman, nyaman, dan dukungan, (5) Membantu anak untuk berdisiplin, (6)
Memberikan mereka kebebasan memilih tentang apapun, (7) Membebaskan
anak untuk memilih bidang kegiatan yang menjadi minatnya, karena pada
umumnya mereka tidak ingin menjadi pengekor, (8) Menjelaskan sejelasjelasnya mengapa suatu instruksi diberikan, karena mereka tidak suka patuh
pada hal-hal yang dianggapnya mengada-ada, dan (9) Menjadikan diri
sebagai mitra dalam membesarkan mereka.
Lebih lanjut, menurut Madyawati (2011:10),
Hal-hal yang harus dilakukan guru: (1) Jadilah pendengar yang baik; (2)
Gunakan pernyataan positif; (3) Sediakan waktu untuk berdiskusi dengan
anak indigo; (4) Saling berbagi perasaan antara guru dengan anak indigo; (5)
Ciptakan suasana kekeluargaan dalam kelas dengan aturan kelas yang dibuat
bersama; (6) Menetapkan konsekuensi berdasarkan penyebab masalah.
Kerjasama orangtua, guru, teman sebaya, dan masyarakat dalam
pemberikan layanan pendidikan sangat dibutuhkan agar anak indigo dapat
22
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1) Anak berbakat adalah anak yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi
memiliki IQ di atas rata-rata, kreativitas di atas rata-rata, dan mampu
mengaitkan diri terhadap tugas dengan cukup baik sehingga mampu mencapai
prestasi tinggi sehingga membutuhkan pendidikan khusus. Sementara, anak
indigo adalah anak berbakat yang menunjukkan seperangkat atribut psikologis
baru dan luar biasa.
2) Anak berbakat memiliki karakteristik positif dan negatif bergantung
penanganannya. Anak indigo menonjol dalam spiritual dan pengalaman ESP.
3) Anak berbakat dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kategori rata-rata
tinggi, superior, dan sangat superior. Anak indigo diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu humanis, konseptual, artis, dan interdimensional.
4) Masalah yang dihadapi anak berbakat meliputi: (1) Labeling, (2) Grading, (3)
Underachievement, dan (4) Konsep diri. Masalah anak indigo meliputi masalah
anak berbakat, namun sering kali diakibatkan karena kekeliruan dalam
identifikasi dan pandangan kontroversial mengenai anak indigo.
5) Identifikasi anak berbakat di sekolah dasar dilakukan melalui dua tahap, yaitu
tahap penjaringan (sreening) dan tahap seleksi (identifikasi). Layanan yang
diberikan berupa pengayaan, percepatan, dan segregasi. Identifikasi anak
indigo melalui (1) wawancara dengan psikiater anak, (2) evaluasi psikolog
klinik anak, dan (3) foto aura. Anak indigo dapat disekolahkan pada sekolah
khusus.
3.2 Saran
1) Anak berkebutuhan khusus, khususnya Anak berbakat dan indigo harus diberi
perhatian dan layanan pendidikan yang memadai agar bakat mereka dapat
dikembangkan.
2) Identifikasi anak berbakat perlu dikedepankan di sekolah-sekolah agar
masalah-masalah anak berbakat dapat diminimalkan.
3) Identifikasi anak indigo harus dilakukan secara intensif agar tidak terdapat
kekeliruan diagnosa.
24
DAFTAR PUSTAKA
Apsari, Indri. 2009. Gambaran Konsep Diri Anak Indigo. Tersedia pada
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125230-155.2%20IND%20g%20%20Gam
baran%20konsep%20-%20Pendahuluan.pdf (diakses tanggal 28 Maret 2015)
Dantes, Nyoman. 2007. Persepektif dan Kebijakan Pendidikan Menghadapi
Tantangan Global (Suatu Keharusan Peningkatan Profesionalisme Guru).
Makalah disajikan dalam Seminar Peningkatan Mutu dan Profesionalisme
Guru SMK Negeri 1 Denpasar. Denpasar. 22 September 2007.
Madyawati,
Lilis.
2011.
Generasi
Indigo.
Tersedia
pada
http://jurnal.ummgl.ac.id/index.php/fkip/article/view/91 (diakses tanggal 28
Maret 2015).
Munandar, S.C.U. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan
Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT Gramedia.
Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Terjemahan Tri
Wibowo B.S. Educational Psychologi, 2nd Edition. 2004. Cetakan Ke-3.
Jakarta: Prenada Media Group.
Semiawan, Conny. 1997. Persepektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT
Grasindo.
Suhamini, Tin. 2007. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat
Ketenagaan.
Suparno. 2008. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Wahab, Rochman. 2011. Mengenal Anak Berbakat Akademik dan Upaya
Mengidentifikasinya.
Tersedia
pada
http://staff.uny.ac.id/sites/
default/files/lain-lain/rochmat-wahab-mpd-ma-dr-prof/mengenal-anakberbakat-akademik-dan-mengidentifikasikannya.pdf. (diakses tanggal 28
Maret 2015).
Yusuf, Munawir, dkk. 2002. Pendidikan Kompensatoris Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK). Makassar: Universitas Negeri Makassar.
-------. 2003. Pendidikan bagi Anak dengan Problema Belajar. Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.
25