Anda di halaman 1dari 28

ANAK BERBAKAT DAN INDIGO

Kelas B
Semester VI
Dosen Pengampu:
Drs. I Ketut Gading, M.Psi
Oleh:
Kelompok IX

Nama

NIM/No. Absen

I Wayan Gunawan

1211031052/11

I Made Dwita Saraswatha

1211031055/14

I Komang Cahya Trianandika

1211031166/27

Luh Putu Sri Widnyani

1211031318/33

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2015

PRAKATA
Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa adalah Maha
Perahmat. Atas rahmat Beliau, maka makalah yang berjudul Anak Berbakat dan
Indigo dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Dengan demikian, puja dan puji
syukur dipanjatkan ke hadirat-Nya.
Disadari bahwa ditulisnya makalah ini tidak lepas dari bantuan dan
dukungan beberapa pihak. Sehingga, terima kasih disampaikan kepada Drs. I
Ketut Gading, M.Psi selaku dosen pengampu Mata Kuliah Bimbingan Anak
Berkebutuhan Khusus atas penugasan kepada penulis, orang tua yang selalu
memberikan motivasi, dan teman-teman atas motivasi yang tidak dapat disebutkan
sekaligus.
Makalah ini memiliki berbagai kekurangan. Keterbatasan kemampuan
penulis diyakini menjadi faktor utama berbagai kekurangan. Dengan demikian,
kritik berupa saran dan/atau koreksi terhadap isi makalah ini akan diterima dengan
senang hati agar makalah ini menjadi lebih baik. Besar harapan, makalah ini dapat
bermanfaat terhadap semua pihak.
Singaraja, Maret
2015
Penulis,

DAFTAR ISI
PRAKATA...............................................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1

Latar Belakang................................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah...........................................................................................3

1.3

Tujuan Penulisan............................................................................................3

1.4

Manfaat penulisan..........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................4
2.1

Pengertian Bakat dan Keberbakatan, Anak Berbakat, dan Indigo..................4

2.2

Karakteristik Anak Berbakat dan Indigo........................................................7

2.3

Klasifikasi Anak Berbakat dan Indigo..........................................................12

2.4

Masalah Anak Berbakat dan Indigo..............................................................13

2.5

Identifikasi dan Layanan Pendidikan Anak Berbakat dan Indigo................17

BAB III PENUTUP.............................................................................................23


3.1

Simpulan.......................................................................................................23

3.2

Saran..............................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................24

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu proses yang dapat meningkatkan kualitas
sumber daya manusia. Proses tersebut dilakukan melalui pendidikan informal,
pendidikan nonformal, dan pendidikan formal. Melalui pendidikan, martabat
manusia secara holistis dapat ditingkatkan sehingga memungkinkan potensi diri
(afektif, kognitif, dan psikomotor) berkembang secara optimal. Kualitas sumber
daya manusia perlu ditingkatkan karena sumber daya manusia yang berkualitas
merupakan tumpuan suatu negara.
Keadaan peserta didik tidak boleh diabaikan dalam pelaksanaan
pendidikan. Peserta didik merupakan pribadi yang unik. Setiap peserta didik
memiliki potensi yang berbeda-beda antara satu dengan yang lain, karena setiap
orang dilahirkan dengan berbagai bakat yang berbeda-beda. Bakat yang dimiliki
peserta didik haruslah diarahkan agar berkembang.
Peserta didik bukan hanya meliputi anak normal, melainkan pula anak
berkebutuhan khusus. Menurut Suparno (2008:1-1) Anak-anak berkebutuhan
khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan
karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada
umumnya. Perbedaan anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak normal dapat
ditinjau dari perbedaan interindividual dan intraindividual. Salah satu jenis anak
berkebutuhan khusus adalah anak berbakat.
Di Indonesia, kehadiran anak berbakat sudah dikenal sejak dulu dan telah
mendapat perhatian. Berdasar atas Prakiraan Ward (dalam Semiawan, 1997:24)
Di Indonesia terdapat 1,57 % anak yang berbakat tinggi (highly gifted), dan 10%
yang berbakat sedang (moderately gifted). Kedua kelompok anak ini berbakat
akademik (akademic talented) atau keberbakatan intelektual. Perhatian serius dan
formal tersurat dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional pasal 5 ayat 4 yang berbunyi Warga negara yang memiliki
potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
Undang-Undang tersebut mengandung pernyataan bahwa anak berbakat perlu dan
berhak mendapatkan pengalaman belajar sesuai dengan kondisi,

kemampuan

dan

minat

serta

kecepatannya,

untuk

dapat

berkembang seoptimal mungkin.


Berkaitan dengan keberbakatan, terdapat pula anak yang memiliki bakat
unik (identik dengan mata ketiga) yang dikenal sebagai anak Indigo. Pada
beberapa literatur, anak berbakat dibedakan dengan anak indigo karena anak
indigo diidentikkan dengan supranatural (anak indigo memiliki IQ minimal 120).
Hingga kini, Fenomena indigo masih bersifat kontroversial termasuk di Indonesia
karena sulit dijelaskan secara ilmiah dan fenomena ini dapat terjadi di mana saja.
Seperti yang diungkapkan Nordha Wenangsari, Di Indonesia banyak masyarakat
belum mengetahui mengenai apa itu anak indigo dikarenakan kurangnya
informasi mengenai anak indigo (Moelyono, 2011:1 ).
Madyawati (2011:2) menjelaskan,
Berbagai penelitian di dunia menemukan bahwa jumlah anak indigo dari
tahun ke tahun semakin meningkat. Lebih dari 85% anak indigo lahir tahun
1992 atau sesudahnya, 90% lahir tahun 1994, dan 95% atau lebih lahir saat ini
(beberapa orang mengatakan 99%) adalah anak-anak indigo. Namun tidak
ada data yang valid yang mengetahui jumlah anak indigo yang lahir di dunia
karena kurangnya kesadaran masyarakat tentang anak indigo.
Anak berbakat dan indigo adalah anak dengan kemampuan dan kecerdasan
luar biasa. Meski mereka memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa bukan
berarti tidak ada masalah dalam belajar maupun kehidupan sosial. Justru karena
potensinya yang luar biasa, jika tidak diberi kesempatan berkembang secara
optimal akan menjadi problema belajar tersendiri bagi anak bersangkutan.
Anak-anak berbakat termasuk pula anak indigo merupakan aset nasional
yang sangat penting karena mereka memiliki interes intelektual dan perspektif
masa depan yang jauh lebih baik dari anak kebanyakan, baik secara genetis
maupun dalam kecepatan tindakan. Dengan kelebihan ini, diharapkan tenaga dan
pikiran mereka dapat membawa berbagai pembaruan dalam bidang keilmuan,
maupun perubahan ke arah perbaikan kehidupan masyarakat, seperti apa yang
telah dilakukan Edison (sang penemu listrik) yang sangat penting bagi kehidupan
manusia.
Agar anak berbakat yang mempunyai potensi unggul tersebut dapat
mengembangkan potensinya dibutuhkan program dan layanan pendidikan secara
khusus. Mereka lahir dengan membawa potensi luar biasa yang berarti telah
2

membawa kebermaknaan hidup. Oleh karena itu, tugas pendidikan adalah


mengembangkan kebermaknaan tersebut secara optimal sehingga mereka dapat
berkiprah dalam memajukan bangsa dan negara. Bercermin dari perlunya
perhatian khusus terhadap anak berbakat, maka dibuatlah makalah dengan judul
Anak Berbakat dan Indigo.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasar pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
masalah yang dijadikan fokus, yaitu
1) Apakah yang dimaksud dengan anak berbakat dan indigo?
2) Bagaimanakah karakteristik anak berbakat dan indigo?
3) Bagaimanakah klasifikasi anak berbakat dan indigo?
4) Apakah masalah yang dihadapi anak berbakat dan indigo?
5) Bagaimanakah Identifikasi dan layanan pendidikan anak berbakat dan indigo?
1.3 Tujuan Penulisan
1)
2)
3)
4)
5)

Tujuan makalah ini ditulis sebagai berikut.


Mengetahui yang dimaksud dengan anak berbakat dan indigo;
Mengetahui karakteristik anak berbakat dan indigo;
Mengetahui klasifikasi anak berbakat dan indigo;
Mengetahui masalah yang dihadapi anak berbakat dan indigo;
Mengetahui identifikasi dan layanan pendidikan anak berbakat dan indigo.

1.4 Manfaat penulisan


Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut.
1) Bagi Penulis, dapat menambah wawasan mengenai anak berbakat sehingga
ketika menjadi guru ataupun orang tua penulis dapat mengambil tindakan
yang bijak terhadap anak berbakat.
2) Bagi Pembaca, dapat menambah wawasan pembaca mengenai anak berbakat
dan layanan terhadap anak berbakat.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Bakat dan Keberbakatan, Anak Berbakat, dan Indigo
2.1.1 Pengertian Bakat dan Keberbakatan
Sejak lahir, manusia dikaruniai berbagai macam kemampuan salah satunya
adalah bakat. Bakat (Semiawan, 1997:10) adalah Kemampuan yang merupakan
sesuatu yang inherent dalam diri seseorang, dibawa sejak lahir dan terkait
dengan struktur otak. Manusia sejak lahir tidak ada yang identik satu sama lain.
Manusia berbeda satu sama lain dalam berbagai hal, antara lain dalam intelegensi,
bakat, minat, kepribadian, keadaan jasmani, dan perilaku sosial. Setiap orang
memiliki bakat-bakat tertentu, masing-masing dalam bidang derajat yang berbedabeda.
Menurut Munandar (1995:17), Bakat adalah kemampuan bawaan yang
merupakan potensi yang masih perlu dikembangkan dan dilatih agar terwujud.
Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa bakat merupakan kemampuan
bawaan yang terkait dengan struktur otak yang masih perlu dikembangkan dan
dilatihkan. Bakat memungkinkan seseorang untuk mencapai prestasi dalam bidang
tertentu, akan tetapi diperlukan latihan, pengetahuan, pengalaman, dan dorongan
atau motivasi agar bakat itu dapat terwujud.
Keberbakatan hingga kini masih menjadi wacana yang sangat menarik.
Pengertian keberbakatan dalam pengembangannya telah mengalami berbagai
perubahan, dan kini pengertian keberbakatan selain mencakup kemampuan
intelektual tinggi, juga menunjuk kepada kemampuan kreatif. Bahkan menurut
Semiawan (1994), kreativitas adalah ekspresi tertinggi keberbakatan.
Menurut Wahab (2011), Keberbakatan dapat diartikan sebagai kemampuan
unggul yang memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan dengan
tingkat prestasi dan kreativitas yang sangat tinggi Dari pernyataan tersebut dapat
dipahami bahwa, (1) Keberbakatan merupakan kualitas yang dibawa sejak lahir
(dengan kata lain keberbakatan bersifat alamiah), dan (2) bahwa lingkungan
keberbakatan adalah arena di mana anak berbakat memainkan peran di dalamnya.
Tingkat prestasi dan kreativitas

yang tinggi dihasilkan dari interaksi terus

menerus dan fungsional antara kemampuan dan karakteristik yang dibawa


seseorang dari lahir dan diperoleh selama hidupnya.
4

Semiawan (1997:40) menyatakan,


Keberbakatan dipengaruhi oleh berbagai unsur kebudayaan. Dengan
demikian ada dua petunjuk kunci dalam mengamati dan mengerti
keberbakatan tersebut, yaitu (1) Keberbakatan itu adalah ciri-ciri universal
yang khusus dan luar biasa yang dibawa sejak lahir maupun yang merupakan
hasil interaksi dari pengaruh lingkungannya, dan (2) Keberbakatan itu ikut
ditentukan oleh kebutuhan maupun kecenderungan kebudayaan di mana
seseorang yang berbakat itu hidup.
2.1.2 Anak Berbakat
Anak berbakat adalah anak yang diyakini memiliki kemampuan di atas
anak pada umumnya. Santrock (2010:251) menyatakan, Anak berbakat (gifted)
punya kecerdasan di atas rata-rata ( biasanya punya IQ di atas 130) dan/atau
punya bakat unggul di beberapa bidang seperti seni, musik, atau matematika.
Munandar (1995:41) menyatakan,
Dalam seminar/lokakarya Program Alternatives for the Gifted and Talented
yang diselenggarakan di Jakarta (1982) bahwa yang disebut anak berbakat
adalah mereka yang didefinisikan oleh orang-orang profesional mampu
mencapai prestasi yang tinggi karena memiliki kemampuan-kemampuan luar
biasa. Mereka menonjol secara konsisten dalam salah satu atau beberapa
bidang, meliputi bidang intelektual umum, bidang kreativitas, bidang
seni/kinetik, dan bidang psikososial/ kepemimpinan. Mereka memerlukan
program pendidikan yang berdiferensiasi dan/atau pelayanan di luar
jangkauan program sekolah biasa, agar dapat merealisasikan urunan mereka
terhadap masyarakat maupun terhadap diri sendiri.
Rumusan di atas mengandung implikasi, bahwa (a) bakat merupakan
potensi yang memungkinkan seorang berpartisipasi tinggi, (b) terdapat perbedaan
antara bakat sebagai potensi yang belum terwujud dengan bakat yang sudah
terwujud dan nyata dalam prestasi yang unggul, (c) terdapat keragaman dalam
bakat, (d) ada kecenderungan bahwa bakat hanya akan muncul dalam salah satu
bidang kemampuan, dan (e) perlu layanan pendidikan khusus di luar jangkauan
pendidikan biasa.
Kecerdasan berhubungan dengan perkembangan kemampuan intelektual,
sedangkan kemampuan luar biasa tidak hanya terbatas pada kemampuan
intelektual. Jenis-jenis kemampuan dan kecerdasan luar biasa yang dimaksud
dalam batasan ini meliputi: (a) kemampuan intelektual umum dan akademik
khusus, (b) berpikir kreatif-produktif, (c) psikososial/kepemimpinan, (d)
seni/kinestetik, dan (e) psikomotor.
5

Berdasar dari uraian di atas, maka anak berbakat adalah anak yang oleh
orang-orang profesional diidentifikasi memiliki IQ di atas rata-rata, kreativitas di
atas rata-rata, dan mampu mengaitkan diri terhadap tugas dengan cukup baik
sehingga mampu mencapai prestasi tinggi sehingga membutuhkan pendidikan
khusus.
2.1.3 Anak Indigo
Terdapat banyak istilah untuk menyebut anak indigo. Anak indigo disebut
Children of the sun atau Millennium children oleh para ahli dari Amerika dan
di Rusia di sebut sebagai bocah biru. Istilah indigo berasal dari bahasa Spanyol
yang berarti nila (kombinasi biru ungu, yang diidentifikasi melalui cakra tubuh
yang memiliki spektrum warna pelangi, dari merah sampai ungu (Madyawati,
2011:1).
Madyawati (2011:2) menyatakan,
Jaman indigo children berasal dari sebuah penerbitan buku tahun 1982,
Understanding Your Life Through Color, Nancy Ann Tape, seorang
psikolog yang mengklaim memiliki kemampuan melihat aura orang-orang.
Dia menulis akhir 1970-an dan mulai memperhatikan bahwa banyak anakanak yang lahir dengan indigo auras. Sekarang dia memperkirakan 60%
dari orang-orang umur 14- 25 dan 97% anak-anak di bawah 10 tahun adalah
indigo.
Carrol dan Tober (dalam Apsari. 2009:11) menjelaskan,
Anak indigo adalah anak yang menunjukkan seperangkat atribut psikologis
baru dan luar biasa, serta menunjukkan sebuah pola perilaku yang pada
umumnya tidak didokumentasikan sebelumnya. Pola ini memiliki faktorfaktor unik yang umum, yang mengisyaratkan agar orang-orang yang
berinteraksi dengan mereka (para orangtua khususnya) mengubah perlakuan
dan pengasuhan terhadap mereka guna mencapai keseimbangan. Apabila
mengabaikan pola baru ini, potensial mencapai ketidakseimbangan dan
frustrasi.
Madyawati (2011:23) menyatakan,
Orang-orang indigo adalah generasi supranaturalis yang mampu memadukan
teori-teori sains dan teknologi informatika dengan kemampuan supranatural
mereka. Teori-teori fisika seperti mekanika kuantum, gelombang
elektromagnetik (cahaya dan listrik), medan magnet, dan teori relativitas
dipadu dengan teori biokimia seperti genetika, biologi molekuler, sistem
hormonal tubuh dan diolah dengan kemampuan supranatural mereka seperti
kekuatan pikiran, perasaan dan kehendak.

Apsari (2009) menyebutkan, berkaitan dengan kecerdasan, maka IQ anak


indigo harus 120-an ke atas. Anak indigo dapat dikatakan anak berbakat, namun
anak berbakat belum tentu anak indigo. Perbedaan ini diyakini melambangkan
evolusi manusia karena anak indigo disertai dengan kemampuan supranatural.
Berdasar pendapat di atas, dapat dipahami bahwa anak indigo merupakan
anak berbakat yang menunjukkan seperangkat atribut psikologis baru dan luar
biasa. Anak indigo memiliki spektrum warna cakra nila (biru dan ungu), dan
kemampuan memadukan teori-teori sains dan teknologi informatika dengan
kemampuan supranatural.
2.2 Karakteristik Anak Berbakat dan Indigo
2.2.1 Karakteristik Anak Berbakat
Mengenali anak berbakat dapat diamati dari berbagai segi maupun aspekaspek tertentu seperti potensi, cara menghadapi masalah dan kemampuan atau
prestasi yang dapat dicapai. Ellen Winner (Santrock, 2010:252) seorang ahli di
bidang kreativitas dan anak berbakat, mendeskripsikan tiga kriteria yang menjadi
ciri anak berbakat, yaitu
1) Dewasa lebih dini (precocity). Anak berbakat adalah anak yang dewasa
sebelum waktunya apabila diberi kesempatan untuk menggunakan bakat atau
talenta mereka. Mereka mulai menguasai suatu bidang lebih awal ketimbang
teman-temannya yang tidak berbakat. Dalam banyak kasus, anak berbakat
dewasa lebih dini karena mereka dilahirkan dengan membawa kemampuan di
domain tertentu.
2) Belajar menuruti kemauan mereka sendiri. Anak berbakat belajar secara
berbeda dengan anak lain yang tidak berbakat. Mereka tidak membutuhkan
banyak dukungan atau scaffolding dari orang dewasa. Sering kali mereka tak
mau menerima instruksi yang jelas. Mereka juga kerap membuat penemuan
dan pemecahan masalah sendiri dengan cara yang unik di bidang yang memang
menjadi bakat mereka. Namun, kemampuan mereka di bidang lain boleh
menjadi normal atau dapat juga di atas normal.
3) Semangat untuk menguasai. Anak berbakat tertarik untuk memahami bidang
yang menjadi bakat mereka. Mereka memperlihatkan minat besar, obsesif, dan

kemampuan fokus yang kuat. Mereka tidak perlu didorong oleh orang tuanya.
Mereka punya motivasi internal yang kuat.
Selain ketiga karakteristik anak berbakat di atas, area keempat di mana
mereka unggul adalah keahlian dalam memproses informasi. Sternberg (Santrock,
2010:252) menyatakan, Para peneliti telah menemukan bahwa anak berbakat
belajar lebih cepat, menggunakan penalaran dengan lebih baik, menggunakan
strategi yang lebih baik, dan memantau pemahaman mereka dengan lebih baik
ketimbang anak yang tidak berbakat .
Semiawan (1997:13) menyatakan,
Karakteristik anak berbakat secara biologis yaitu: (1) produksi sel neuroglial,
yaitu sel khusus yang mengelilingi sel neuron yang merupakan unit dasar
otak, jauh lebih tinggi jumlahnya dari produksi sel otak manusia lain. Hal ini
menambah aktivitas antara sel neuron (synaptic activity) yang memungkinkan
akselerasi proses berpikir; (2) secara biokimia neuron-neuron itu menjadi
lebih kaya dengan memungkinkan berkembangnya pola pikir kompleks. Juga
banyak digunakan berkembangnya aktivitas prefrontal cortex otak, sehingga
terjadi perencanaan masa depan, berpikir berdasarkan pemahaman dan
pengalaman intuitif.
Suhamini (2007) meninjau karakter anak berbakat berdasar teori Piaget.
Anak usia 1 tahun umumnya masih dalam taraf perkembangan sensori motorik,
namun anak berbakat perkembangan kognitif kurang lebih 2 tahun lebih cepat dari
anak normal. Anak sudah mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria
yang benar, dapat menyusun benda-benda sesuai dengan urutannya.
Renzuli dan Hartman (dalam Yusuf, 2003) melihat keberbakatan dari segi
karakteristik tingkah laku yang meninjol pada diri yang bersangkutan
dibandingkan dengan kelompok sebayanya, mereka mengembangkan skala
penilaian karakteristik tingkah laku anak berdasarkan 4 kategori, yaitu
karakteristik belajar, karakteristik motivasi, karakteristik kreativitas, dan
karakteristik kepemimpinan. Masing-masing kategori memiliki ciri tingkah laku
yang lebih menonjol dibandingkan dengan anak-anak yang tidak berbakat.
1)

Menonjol dalam belajar, misalnya menguasai jumlah kosakata yang luar


biasa, memiliki pengetahuan yang luas, cepat memahami hubungan sebabakibat, mudah menangkap pelajaran, banyak membaca sendiri dan
sebagainya;

2) Menonjol dalam motivasi, antara lain terlihat serius dalam menghadapi suatu
topik tertentu, mudah bosan dengan tugas-tugas rutin, tekun, ulet, tahan lama
dalam menghadapi tugas, selalu berusaha mencapai prestasi tinggi;
3) Menonjol dalam kepemimpinan, yaitu mudah bekerja sama dengan orang
lain, rasa tanggung jawab yang besar, dapat mempengaruhi teman-temannya,
mudah menyesuaikan diri sehingga dipilih untuk memimpin kegiatan;
4) Menonjol dalam kreativitas, yaitu banyak mengemukakan gagasan, mudah
menyesuaikan gagasan dengan keadaan yang ada, serta sering memunyai
gagasan yang baru dan orisinal.
Terlepas dari keunggulan-keunggulan yang dimiliki anak berbakat, anak
berbakat juga memiliki karakteristik negatif. Menurut Munandar (1999) karakter
negatif anak berbakat di antaranya adalah bersifat tidak kooperatif, menuntut,
egosentris, kurang sopan, acuh tak acuh terhadap peraturan, keras kepala,
emosional, dan menarik diri. Selain karakter negatif di atas, anak berbakat sering
mendominasi diskusi, tidak sabar untuk segera maju ke tingkat berikutnya, suka
ribut, suka melawan aturan, bosan dengan tugas-tugas rutin dan frustrasi yang
disebabkan oleh tidak jalannya aktivitas sehari-hari.
Berdasar dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa anak berbakat
memiliki karakteristik menonjol pada bidang-bidang tertentu berupa karakteristik
positif maupun negatif yang membedakannya dari anak normal maupun anak
berkebutuhan khusus lainnya. Untuk menjadi individu berbakat tidak harus
memiliki semua ciri-ciri tersebut. Setiap anak berbakat memiliki kekuatan dan
kelemahan, yang dipengaruhi oleh lingkungannya yang dapat merangsang dan
mengembangkan potensi tersebut. jika kecenderungan-kecenderungan yang ada
berkembang dalam lingkungan yang baik, maka akan menjadi ciri-ciri positif
sedangkan jika berkembang dalam yang tidak menguntungkan, maka akan
berkembang menjadi ciri-ciri negatif.
2.2.2 Karakteristik Anak Indigo
Anak indigo memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak pada umumnya
sehingga dapat pula disebut anak berbakat. Namun, anak indigo memiliki
kemampuan yang menonjol pada indra keenam sehingga identik dengan anak
supranatural. Anak indigo sering dianggap aneh, suka berbicara sendiri, dapat

melihat masa lalu dan masa depan serta cenderung lebih matang dari usianya.
Karena kecerdasannya di atas rata-rata, maka mereka mampu melakukan hal-hal
yang bahkan belum pernah dipelajari sebelumnya. Sebagai contoh , seorang bocah
indigo di Jakarta yang berusia 8 tahun memiliki kemampuan lebih, mampu
menguasai bahasa Inggris, Arab, bahkan Belanda melebihi kemampuannya dalam
berbahasa Indonesia. Dia sanggup menghipnotis ribuan jamaah pengajian yang
mayoritas usianya lebih tua dari dia dengan retorika yang indah dan mengena. Dia
pun mampu membuat arsitektur rumah berlantai empat sehebat arsitektur kelas
dunia.
Madyawati (2011:6) menyatakan,
Karakteristik anak berbakat yang indigo: (1) Memiliki sensitivitas tinggi; (2)
Memiliki energi berlebih untuk mewujudkan rasa ingin tahunya yang
berlebihan; (3) Mudah bosan; (4) Menentang otoritas bila tidak berorientasi
demokratis; (5) Memiliki gaya belajar tertentu; (6) Mudah frustrasi karena
banyak ide namun kurang sumber yang dapat membimbingnya; (7) Suka
bereksplorasi, tidak dapat duduk diam kecuali pada objek yang menjadi
minatnya; (8) Sangat mudah jatuh kasihan pada orang lain; (9) Mudah
menyerah dan terhambat belajar jika di awal kehidupannya mengalami
kegagalan.
Lebih lanjut Trobler (dalam Madyawati, 2011:5) menjelaskan,
Ciri-ciri anak indigo dalam The Care and Feeding of Indigo Children, yaitu
(1) Anak indigo sangat memiliki rasa ingin berbagi serta menghayati hak
keberadaannya di dunia serta heran bila ada yang menolaknya; (2) Sering
menyampaikan siapa dirinya sesungguhnya kepada orang tuanya; (3) Sulit
menerima otoritas mutlak tanpa alasan, sehingga anak indigo ini tidak pernah
mau menunggu giliran; (4) Sangat kecewa bila menghadapi hal-hal tanpa
pemikiran kreatif, sering menemukan caranya sendiri tanpa kompromistik; (5)
Tampak seperti antisosial, amat sulit bersosialisasi; (6) Tidak merespon
terhadap sebuah aturan kaku (misal tunggu sampai ayah datang); (7) Tidak
malu meminta apa yang dibutuhkannya.
Erwin (Apsari, 2009:14) mengatakan bahwa Kriteria utama yang tampak
pada anak indigo adalah rasional, spiritual dan mengalami ESP (Extra Sensory
Perception). Dari ketiga kriteria utama itu, dapat dijabarkan kriteria yang lebih
detail sebagai berikut.
1) Rasional.
Rasional berkaitan dengan kecerdasan. Anak indigo memiliki IQ 120-an ke
atas. Meskipun tergolong cerdas, anak yang IQ-nya 130 ke atas dan belum tentu

10

indigo Karena indigo juga harus memiliki spiritualitas yang tinggi dan memiliki
pengalaman ESP.
2) Spiritual
Menurut Dr. Erwin (Apsari, 2009:16), Anak indigo adalah Anak-anak
yang sangat tertarik dengan Tuhan. Aspek dalam agama ada dua, yaitu ritual dan
spiritual. Mereka tertarik dengan agama dan spiritualitas mereka sendiri, mereka
tidak terpaku hanya pada ritual. Anak indigo memiliki persepsi tersendiri
mengenai Tuhan dan apa yang dilakukan.
3) Pengalaman ESP
Pengalaman ESP (Extra Sensory Perception) Pengalaman ESP termasuk
ke dalam bidang parapsychology. Menurut Henry (dalam Apsari, 2009:16)
Parapsychology adalah Studi mengenai fenomena psychic, yang merupakan
pertukaran informasi atau interaksi antara organisme dan lingkungannya, tanpa
menggunakan kelima panca indera.
Bidang parapsychology menurut Apsari (2009), meliputi ESP (Extra
Sensory Perception), PK (Psikokinesis), Anomalous experience, dan Apparitional
phenomena. ESP (Extra Sensory Perception), yaitu kemampuan mengirim atau
menerima informasi tanpa menggunakan kelima panca indera/Sensory Perception
(SP) meliputi (1) Telepati, merupakan merasakan pikiran atau perasaan orang
lain, (2) Prekognisi, merupakan pengetahuan akan kejadian di masa depan, dan (3)
Retrokognisi, merupakan pengetahuan akan kejadian di masa lalu. PK
(Psikokinesis), yaitu kemampuan pikiran untuk mempengaruhi atau memindahkan
obyek dari jarak tertentu hanya dengan menggunakan pikiran dan intensi tertentu.
Anomalous experience, yaitu pengalaman yang berhubungan dengan kematian,
seperti pengalaman keluar dari tubuh, mendekati kematian, pengalaman
kehidupan yang lalu/ reinkarnasi. Apparitional phenomena, yaitu merupakan
pengalaman perseptual akan penampakan makhluk yang sudah mati. Contohnya
adalah persepsi penglihatan akan penampakan hantu, alien, roh, atau penglihatan
lainnya.
Berdasar pendapat di atas, anak indigo adalah anak berbakat yang
memiliki karakteristik rasional, spiritual, dan pengalaman ESP. Karakteristik
spiritual dan pengalaman ESP yang menonjol membedakan anak indigo dengan
anak berbakat.

11

2.3 Klasifikasi Anak Berbakat dan Indigo


2.3.1 Klasifikasi Anak Berbakat
Anak berbakat dalam konteks ini adalah anak-anak yang mengalami
kelainan intelektual di atas rata-rata. Berkenaan dengan kemampuan intelektual
ini Semiawan (1997:24) menyatakan bahwa, Diperkirakan satu persen dari
populasi total penduduk Indonesia yang rentangan IQ sekitar 137 ke atas,
merupakan manusia berbakat tinggi (highly gifted), sedangkan mereka yang
rentangannya berkisar 120-137 yaitu yang mencakup rentangan 10 persen di
bawah yang satu persen itu disebut moderately gifted. Mereka semua memiliki
talenta akademik (academic talented) atau keberbakatan intelektual.
Suparno (2008:3-19) menyatakan,
Beberapa klasifikasi yang menonjol dari anak-anak berbakat umumnya hanya
dilihat dari tingkat inteligensinya, berdasarkan standar Stanford Binet, yaitu
(1) kategori rata-rata tinggi , dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ): 110119, (2) kategori superior, dengan tingkat kapasitas intelektual (IQ) :120-139,
dan (3) kategori sangat superior, dengan tingkat intelektual (IQ) :140-169).
2.3.2 Klasifikasi Anak Indigo
Terdapat 4 macam anak indigo (dalam Madyawati, 2011:3-4), yaitu
1) Humanis. Tipe ini akan bekerja dengan orang banyak. Kecenderungan karier
di masa datang adalah dokter, pengacara, guru, pengusaha, politikus atau
pramuniaga. Perilaku menonjolnya berupa hiperaktif, sehingga perhatiannya
mudah tersebar. Mereka sangat sosial, ramah, dan kokoh berpendapat.
2) Konseptual. Lebih senang bekerja sendiri dengan proyek-proyek yang ia
ciptakan sendiri. Kariernya di bidang arsitek, perancang, pilot, astronot,
prajurit militer. Dia suka mengontrol perilaku orang lain.
3) Artis. Tipe ini menyukai pekerjaan seni. Perilakunya yang menonjol berupa
sensitif dan kreatif. Mereka mampu menunjukkan minat sekaligus dalam 5
atau 6 bidang seni. Namun banyak remaja minat terfokus hanya pada satu
bidang saja yang dikuasai secara baik.
4) Interdimensional. Anak indigo tipe ini di masa datang akan jadi filsuf atau
pemuka agama. Dalam usia 1 atau 2 tahun, orang tua merasa tidak perlu
mengajarkan apapun karena mereka sudah mengetahuinya.

12

2.4 Masalah Anak Berbakat dan Indigo


2.4.1 Masalah Anak Berbakat
Anak dengan kemampuan dan kecerdasan luar biasa bukan berarti tidak
ada masalah dalam belajar. Justru karena potensinya yang luar biasa, jika tidak
diberi kesempatan berkembang secara optimum akan menjadi problem belajar
tersendiri bagi anak bersangkutan. Rpselli (Santrock, 2010:253) menyatakan,
Anak berbakat yang merasa tidak tertantang dapat mengganggu, tidak naik kelas,
dan kehilangan semangat untuk berprestasi. Terkadang anak-anak ini suka
membolos, pasif, dan apatis terhadap sekolah. Selain itu, Ellen Winner (Santrock,
2010:253) mengatakan, Sering kali anak-anak berbakat akan terisolasi secara
sosial dan tidak mendapat tantangan yang berarti di kelas. Mereka kerap di ejek
dan dijuluki kutu buku atau orang aneh. Jika seorang murid adalah satusatunya anak berbakat di kelasnya, maka ia tidak punya kesempatan untuk belajar
dengan murid yang setara dengan kemampuannya.
Menurut Semiawan (1997:198-207), masalah-masalah yang sering
dihadapi oleh anak berbakat, yaitu
1) Labeling
Memberikan label pada anak berbakat bahwa ia adalah anak berbakat akan
menimbulkan harapan terlalu besar terhadap kemampuan anak dan hal ini dapat
menjadi beban mental anak, bahkan anak menjadi frustrasi. Selain itu, anak yang
memperoleh label tertentu biasanya dikaitkan dengan label yang diperoleh dalam
sifat dan perilaku anak. Seandainya anak mengalami kesukaran belajar,
kendatipun anak berbakat, maka label itu terkait dengan kesukaran belajar.
Labeling selain berpengaruh terhadap anak juga mempengaruhi sikap
lingkungan (guru, tema sebaya, orang tua, dan saudara) terhadap anak. Sikap
lingkungan (guru dan teman sebaya) terhadap anak berbakat bersifat ambivalen.
Anak berbakat dikagumi, tetapi dicemburui, bahkan sering juga terisolasikan dan
kurang dipercayai. Dalam kehidupan keluarga pun anak-anak ini sering
dicemburui, karena diistimewakan seperti pembagian tugas atau pembagian
barang tertentu.
Cornel (dalam Semiawan, 1997:204) menemukan bahwa Orang tua tidak
terlalu setuju dengan kecermatan label yang dilabelkan kepada anaknya. Jika

13

kedua orang tua setuju dengan label itu maka reaksi terhadap label itu positif.
Sebaliknya, apabila salah satu orang tua atau kedua orang tua tidak setuju, maka
timbul sikap negatif terhadap label itu.
Colangelo dan Brower (dalam Semiawan, 1997:204) memperluas pendapat
Cornel dan menemukan bahwa orang tua sering tidak setuju dengan label
berbakat karena ketidaksamaan pengertian terhadap konseptualisasi keberbakatan.
Kesukaran yang dihadapi orang tua terutama pada saat permulaan anak diberi
label berbakat, kemudian setelah lima tahun tidak terlihat dampak apapun dari
keberbakatan itu.
2) Grading
Grading sudah menjadi sistem yang diintegrasikan dalam sistem
persekolahan, dan merupakan lambang tentang keberhasilan dan kemajuan belajar
anak-anak. Banyak pihak yang mengkritik bahwa pemberian nilai angka tidak
meningkatkan proses belajar bahkan sering menghambat. Pemberian angka
memiliki beberapa keuntungan karena bisa menjadikan komunikasi yang baik
antara guru dan siswa tentang kemajuan belajar siswa dan menghasilkan suatu
pola akademis yang umum tentang siswa, selain juga merupakan dukungan
terhadap penelitian pendidikan. Sisi lain, pemberian angka memiliki keterbatasan,
seperti angka kurang cermat sehingga kurang mencerminkan kemampuan
sebenarnya, bahkan sering tidak memperlihatkan kecermatan. Khusus bagi anakanak berbakat, penilaian bentuk angka turut berbicara, artinya mereka sangat
sensitif karena angka menjadi kepedulian yang besar, kadang-kadang terlalu
berlebihan.
3) Underachievement
Underachievement merupakan masalah yang paling mencocok dari
berbagai masalah yang dihadapi anak berbakat. Keberbakatan tidak selalu
menjamin sukses pendidikan atau produktivitas dan kreativitas. Anak-anak
berinteligensi tinggi cenderung defensif jika menghadapi risiko dan tekanan
sehingga prestasinya menjadi rendah. Tekanan anak-anak berbakat ini antara lain
perasaan harus menjadi manusia sempurna sangat intelijen, keinginan untuk

14

menjadi sangat kreatif dan luar biasa, serta kepedulian untuk dikagumi oleh
temannya karena penampilan dan popularitasnya. Tekanan-tekanan ini berasal dari
keberbakatan anak-anak, yang diinternalisasikan karena orang-orang sekitarnya
telah mengagumi keluarbiasaan kemampuan dan ide-ide cemerlang atau pun
penampilan anak yang berbeda dari anak lain.
4) Konsep diri
Konsep diri adalah kekuatan dari struktur kognitif yang merupakan
interpretasi atau persepsi terhadap kejadian yang melibatkan individu. Masalah
anak berbakat mengenai konsep diri adalah sikap anak berbakat terhadap
keberbakatan itu sendiri. Anak-anak berbakat memiliki sikap ambivalen. Hasil
penelitian Colangelo dan Kelly (dalam Semiawan, 1997:202), menemukan bahwa
Anak berbakat memersepsikan dirinya secara positif, namun menganggap
lingkungannya (teman dan guru) memiliki pandangan negatif tentang dirinya.
Sementara itu Dedi Supriadi (dalam Wahab, 2011:6) menyatakan,
Beberapa masalah khusus yang dihadapi oleh anak berbakat ada empat, yaitu:
pertama, masalah pilihan karier yang tidak realistis, anak-anak berbakat
cenderung mempunyai pilihan karier yang kurang realistis kurang populer
menurut persepsi lingkungannya. Kedua, masalah hubungan dengan guru dan
teman sebaya, masalah ini timbul dari konsekuensi dari sifat anak-anak
berbakat yang kritis dan tidak selalu ingin melekatkan diri pada otoritas yang
menyebabkan mereka mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan
teman-teman dan gurunya. Ketiga, masalah perkembangan yang tidak selaras,
keunggulan potensi yang dimiliki anak-anak berbakat kadang dapat
menimbulkan masalah bagi mereka sendiri dan lingkungannya jika
lingkungan tidak dapat mengakomodasi keunggulan potensi tersebut.
keempat, masalah tidak adanya tokoh ideal, banyak anak berbakat yang
menyukai tokoh-tokoh besar yang menjadi model dalam hidupnya, tokohtokoh tersebut bisa berada dekat di sekitarnya dan bisa jauh.
Berdasar uraian di atas, anak berbakat memiliki masalah yang harus
dihadapi dan ditangani. Masalah tersebut berupa masalah dari dalam diri dan luar
diri (lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat). Masalah yang dihadapi anak
berbakat juga harus mendapatkan perhatian dan penanganan. Penanganan yang
bijak akan membuat anak berbakat mampu mengembangkan potensi yang
dimilikinya. Dengan demikian, orang tua, masyarakat dan guru harus mampu
memberikan layanan yang mampu mengembangkan bakat terhadap anak berbakat.

15

2.4.2 Masalah Anak Indigo


Layaknya anak berbakat, anak indigo juga memiliki berbagai masalah
yang harus dihadapi. Masalah tersebut dapat disebabkan dari dalam diri dan luar
diri. Masalah dari dalam diri berkaitan dengan konsep diri. Masalah luar diri anak
adalah pandangan kontroversial mengenai anak-anak indigo. Pandangan
kontroversial mengakibatkan adanya labeling terhadap anak indigo.
Labeling dapat diakibatkan karena kekeliruan diagosa. Menurut Apsari
(2009)Terdapat kekeliruan mendiagnosa anak indigo sebagai anak yang
mengalami ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) atau ADD (Attention
Deficit Disorder). Padahal, anak indigo bukanlah penderita ADD/ADHD, dan
anak yang didiagnosis mengalami gangguan ini belum tentu indigo. Anak indigo
sering mengganggu temannya karena ia sudah mengerjakan tugas lebih cepat dari
anak yang normal, hal ini sering kali salah diartikan dengan hiperaktif. Anak yang
menderita ADHD tidak menyelesaikan pekerjaannya. Kasus lain adalah ketika
anak indigo bisa melihat makhluk halus di kelas, tentu saja menjadi tidak bisa
konsentrasi pada pekerjaannya, karena ia merasa terganggu dan melihat ke arah
makhluk tersebut terus menerus, akibatnya pekerjaan tidak selesai. Namun itu
bukan karena ia tidak bisa mengerjakan. Hal ini sering salah diartikan sebagai
ADD, padahal ada hal lain yang membuat ia terganggu dan orang lain tidak bisa
melihatnya.
Di samping adanya perasaan senang karena mereka unik dengan tujuan
hidup dan bakat spiritual mereka, anak indigo juga merasa malu akan
perbedaannya dengan anak lain.
Carrol dan Trober (Apsari, 2009:20) menyatakan,
Ketika anak indigo dilabel sebagai ADD/ADHD, mereka akan merasakan
perasaan bahwa mereka berbeda dan labeling ADD/ADHD tersebut semakin
menguatkan bahwa mereka berbeda. Memberi label pada diri sendiri sebagai
ADHD atau ADD bisa menjadi perbuatan yang merugikan bagi individu
ketimbang gejalanya itu sendiri. Itu semua bisa dengan mudah membuat
orang menyangkal mereka dan meremehkan kemampuan mereka. Ini
menimbulkan kehilangan semangat, depresi serta lingkaran setan dari
perilaku dan suasana hati negatif, yang merampok potensi dan bakat dari diri
mereka.

16

Sekolah juga merupakan perjuangan berat karena bukan hanya dijauhi dan
dianggap berbeda, tetapi karena mereka tahu bahwa sebagian besar pelajaran
benar-benar tidak berguna dan tidak ada hubungannya dengan dunia nyata atau
bahkan karena merasa tidak ada gunanya karena tanpa belajar berjam-jam di
sekolah pun mereka sudah mengerti.
Menurut Erwin (Apsari, 2009:22),
Anak indigo sering kali mengalami school refusal atau tidak mau pergi ke
sekolah. Mereka juga sering kali melawan lingkungannya, misalnya guru dan
sekolah, sehingga mereka sering kali dipersepsikan sebagai anak
pemberontak atau anak bermasalah oleh gurunya. Hal ini bisa disebabkan
karena merasa lingkungan atau gurunya tidak bisa mengerti dia. Guru sebagai
pihak yang punya otoritas lebih tinggi terkadang tidak mau terima ketika anak
indigo punya cara lain untuk menyelesaikan suatu masalah pelajaran, padahal
hasil yang diterima sama dengan cara sang guru.
2.5 Identifikasi dan Layanan Pendidikan Anak Berbakat dan Indigo
2.5.1 Identifikasi dan Layanan Pendidikan Anak Berbakat
Prosedur identifikasi anak berbakat bersifat nondiskriminatif dikaitkan
dengan ras, latar belakang ekonomi, suku, dan kondisi kecacatan. Suparno
(2008:5-16) menyebutkan, Identifikasi layanan pendidikan bagi anak berbakat di
sekolah dasar dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap penjaringan (sreening) dan
tahap seleksi. Menurut Wahab (2011) Penjaringan dapat dilakukan melalui
nominasi guru, nominasi orangtua, nominasi teman sebaya, prestasi akademik
anak, portofolio, prosedur kerja atau kinerja yang bagus sekali, observasi,
mereview catatan siswa, dan tes kelompok. Langkah selanjutnya adalah kerja
sama dengan psikolog dan konselor untuk menentukan IQ dan bakat anak.
Identifikasi yang umum digunakan adalah menggunakan tes inteligensi (tes IQ),
namun tak memungkiri pula digunakan tes lainnya. Setelah teridentifikasi
keberbakatan anak, langkah selanjutnya adalah menentukan layanan pendidikan
bagi mereka.
Anak berbakat perlu mendapatkan layanan yang berbeda dari anak-anak
normal maupun berkebutuhan khusus lainnya. Terdapat beberapa asumsi yang
mendasari alasan kenapa anak berbakat perlu mendapatkan pendidikan yang
berbeda dengan anak-anak lainnya.

17

Dantes (2007:11) menyebutkan,


(a) anak berbakat secara kualitatif berbeda dengan anak lainnya, (b)
pendidikan khusus bagi mereka sangat menguntungkan, karena sesuai dengan
kemampuan mereka, (c) suatu program harus dilaksanakan berdasarkan
model instruksional yang terarah, (d) program anak berbakat harus lebih
menekankan perkembangan kreativitas dan proses berpikir tingkat tinggi, dan
(e) metode pembelajaran bagi anak berbakat lebih berorientasi pada
pendekatan induktif.
Sesuai dengan tujuan pendidikan untuk memberikan kesempatan
pendidikan yang sebaik-baiknya bagi mereka, maka anak berbakat perlu
mendapatkan pendidikan yang dapat mengakomodasi kelebihan mereka.
Pendekatan layanan khusus bagi anak berbakat dan berkesulitan belajar spesifik
lebih

bersifat

pendekatan

individual.

Pendekatan

individual

ini

lebih

memperhatikan potensi yang dimiliki oleh anak.


Di Negara-negara maju, terdapat berbagai jenis program pendidikan untuk
siswa yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Menurut Hallahann
dan Kaufman (dalam Yusuf:2002, 48), yaitu (1) Pendidikan dasar tidak
berjenjang, (2) Diterima lebih awal di perguruan tinggi, (3) Pelajaran-pelajaran
perguruan tinggi bagi siswa setingkat sekolah menengah, (4) Pengayaan di kelaskelas biasa, (5) Percepatan, (6) Program pemberian penghargaan, dan (7)
Kurikulum khusus.
Suparno (2008:5-16) menyatakan,
Ada berbagai macam layanan pendidikan bagai anak berbakat yaitu: (1)
Layanan akselerasi, yaitu layanan tambahan untuk mempercepat penguasaan
kompetensi dalam merealisasi bakat anak; (2) Layanan kelas khusus, yaitu
anak yang berbakat unggul dikelompokkan dalam satu kelas dan diberikan
layanan tersendiri sesuai dengan bakat mereka; (3) Layanan kelas unggulan,
sama dengan layanan kelas khusus hanya berbeda dalam model
pengayaannya; (4) Layanan bimbingan sosial dan kepribadian.
Layanan pendidikan terhadap anak berbakat dapat melalui pengayaan,
percepatan, dan segregasi. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Philip E. Veron
(Wahab, 2011:14), Acceleration, segregation, and enrichment.
1) Pengayaan (enrichment)
Santrock (2010:253) menjelaskan,
Program pengayaan adalah memberi murid kesempatan untuk mendapatkan
pembelajaran yang tidak didapatkan di kurikulum umum. Kesempatan
pengayaan dapat disediakan di kelas regular, melalui jam tambahan khusus;
18

melalui guru khusus pendidikan anak berbakat; melalui studi independen,


sepulang sekolah, pada hari sabtu atau pada musim panas, dan melalui
pelatihan/ magang, atau melalui program kerja/ studi lainnya.
Pengayaan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu (1) Secara vertikal:
cara ini untuk memperdalam salah satu atau sekelompok mata pelajaran tertentu.
Anak diberi kesempatan untuk aktif memperdalam ilmu Pengetahuan yang
disenangi, sehingga menguasai materi pelajaran secara luas dan mendalam, dan
(2) Secara horizontal: Anak diberi kesempatan untuk memperluas pengetahuan
dengan tambahan atau pengayaan yang berhubungan dengan pelajaran yang
sedang dipelajari.
2) Percepatan (scceleration)
Secara konvensional bagi anak yang memiliki kemampuan superior
dipromosikan untuk naik kelas lebih awal dari biasanya. Menurut Wahab (2011),
percepatan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu
a. Masuk sekolah lebih awal/sebelum waktunya (early admission). Misal,
sebelum usia 6 tahun, dengan catatan bahwa anak sudah matang untuk masuk
Sekolah Dasar.
b. Loncat kelas (grade

skipping)

atau

skipping

class,

misal,

karena

kemampuannya luar biasa pada salah satu kelas, maka langsung dinaikkan ke
kelas yang lebih tinggi satu tingkat (dari kelas satu langsung ke kelas tiga).
c. Penambahan pelajaran dari tingkatan di atasnya, sehingga dapat menyelesaikan
materi pelajaran lebih awal.
d. Maju berkelanjutan tanpa adanya tingkatan kelas. Dalam hal ini sekolah tidak
mengenal tingkatan, tetapi menggunakan sistem kredit. Ini berarti anak
berbakat dapat maju terus sesuai dengan kemampuannya tanpa menunggu
teman-teman yang lainnya.
3) Segregasi
Anak-anak berbakat dikelompokkan ke dalam satu kelompok yang disebut
ability grouping dan diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman belajar
yang sesuai dengan potensinya.
Pendidikan anak berbakat harus diwarnai oleh penekanan pada aktivitas
intelektual, kecepatan dan tingkat kompleksitas sesuai dengan kemampuan yang

19

tinggi. Sehubungan dengan itu, jika anak-anak berbakat ditangani dengan program
akselerasi, maka ada dua hal penting yang harus diperhitungkan, yaitu (a) dalam
program akselerasi, beban belajar yang oleh anak-anak biasa dapat diselesaikan
dalam tiga tahun, maka oleh anak-anak berbakat ini hanya dibutuhkan waktu dua
tahun. Ini berarti terjadi proses percepatan dalam belajar, dan (b) percepatan ini
juga harus mengandung arti kualitatif, yaitu bahwa aktivitas belajar mereka
ditekankan pada aktivitas intelektual tinggi. Hal ini terkait dengan kenyataan
bahwa, dalam perilaku intelektual, aspek teoretis dan tingkat abstraksi anak-anak
berbakat menunjukkan karakteristik mental yang baik dalam melihat hubungan
yang bermakna, tanggap mengaitkan asosiasi logis, mudah mengadaptasikan
prinsip abstrak ke situasi konkret, serta mampu menggeneralisasikan.
Metode belajar yang relevan adalah metode penemuan (discovery
learning) seperti yang dikembangkan oleh Piaget dan Bruner, dan metode
induktif. Dalam discovery learning aspek kognitif berkembang melalui penemuan
dan pengembangan hipotesis, bukan dengan cara duduk, diam, dengar, dan catat.
Discovery learning memberikan tantangan bagi kemampuan berpikir abstrak yang
tinggi, dan pelibatan secara aktif dalam menemukan jawaban dan tantangan
tersebut. Dengan cara ini, terjadilah penanjakan dinamis dari kehidupan mental
yang disebut eskalasi (Semiawan,1997).
Dantes (2007:13) menjelaskan,
Pembelajaran kognitif induktif dideskripsikan melalui empat istilah, yaitu: (a)
inquiry, (b) problem solving, (c) discovery learning, dan (d) scientific
method. Pembelajaran induktif memiliki rasional yang kuat untuk
meningkatkan: (a) penggunaan inteligensia secara optimal dengan
memanfaatkan fungsi kedua belahan otak secara penuh, (b) kemampuan
peserta didik untuk mengarahkan diri dan tanggung jawab untuk memperoleh
kemajuan dalam mencapai sasaran jangka panjang dan jangka pendek, (c)
kemampuan untuk mensintesiskan informasi, konsep, dan membuat
generalisasi, dan (d) kemampuan mentransper belajar dalam situasi berbeda.
Sistem manapun yang dipilih, penyelenggara harus tetap berpegang pada
prinsip bahwa pendidikan itu tidak boleh mengorbankan fungsi sosialisasi nilainilai budaya (toleransi, solidaritas, dan kerja sama) kepada anak. Program
pendidikan untuk anak-anak berbakat tidak identik dengan perlakuan yang
eksklusif dan elitis, melainkan semata-mata supaya untuk memberikan peluang
kepada anak didik untuk berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
20

2.5.2 Identifikasi dan Layanan Pendidikan Anak Indigo


Tidak jarang anak indigo salah diidentifikasi. Mereka sering dianggap
sebagai LD (Learning Disability) ataupun anak. ADD/ HD (Attention Deficit
Disorder/

Hyperactivity

Disorder).

Perbedaannya

adalah

ketidakajegan

munculnya perilaku yang dikeluhkan. Misal, pada anak indigo, mereka


menunjukkan keunggulan pemahaman terhadap aturan-aturan sosial dan penalaran
abstrak, tapi tak tampak dalam kesehariannya baik di sekolah maupun di rumah.
Dengan demikian, pengidentifikasian anak indigo harus dilakukan oleh para ahli
seperti psikiater dan psikolog.
Terdapat beberapa tahap identifikasi anak indigo. Menurut Apsari
(2009:12), Tahapan yang dilakukan biasanya adalah: (1) wawancara dengan
psikiater anak, (2) evaluasi psikolog klinik anak, dan (3) foto aura. Alat yang
banyak digunakan untuk melihat warna aura adalah Kirlian elektro-fotografi,
Aura-2000, dan Aura Video Station (AVS). Hasil foto aura menggambarkan
lingkaran aura berwarna-warni yang mengelilingi tubuh. Hasil yang diperoleh dari
wawancara, evaluasi psikolog, dan foto aura kemudian dibandingkan untuk
mengetahui indigo atau tidak. Setelah teridentifikasi dilakukan pengkajian untuk
menentukan langkah selanjutnya berupa pemberian layanan pendidikan.
Fenomena anak indigo diyakini banyak terjadi di dunia, termasuk
Indonesia. Menurut Kusuma (dalam Apsari, 2009:12),
Fenomena anak indigo seperti gunung es, hanya sepersepuluh bagian saja
yang tampak di permukaan. Perbandingan jumlah populasi antara pria dan
wanita pun masih belum diketahui secara pasti. Selain itu, belum ada bukti
ilmiah mengenai adanya faktor keturunan pada anak indigo, namun dalam
satu keluarga bisa saja terdapat lebih dari satu anak indigo.
Jumlah anak indigo di Indonesia yang diidentifikasi mungkin belum
mencapai ratusan tetapi dari yang sedikit itu, jika mendapat bimbingan atau
layanan yang yang baik diharapkan mereka kelak menjadi pemimpin masa depan
yang arif bijaksana, humanis, dan cinta damai. Anak indigo sudah memiliki modal
yang besar untuk menjadi pemimpin masa depan seperti indera keenam, IQ di atas
rata-rata, dan bijaksana. Keseluruhan kemampuan tersebut perlu dikembangkan
dan diarahkan agar dapat dimanfaatkan. Dengan demikian, perlu adanya

21

identifikasi terhadap anak indigo dan pemberian layanan pendidikan yang mampu
mengembangkan kemampuan anak indigo.
Jika ditinjau dari kemampuan intelektualnya, maka anak indigo sebagai
anak berbakat berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan seperti anak
berbakat. Namun, menurut Madyawati (2011) akan lebih baik jika anak indigo
disekolahkan pada sekolah khusus indigo. Di indonesia sudah terdapat sekolah
khusus untuk anak indigo yang dikelola oleh organisasi Indigo Indonesia.
Menurut Soewardi (dalam Madyawati, 2011:3), Anak-anak indigo mesti
disikapi secara hati-hati terutama oleh lingkungan sosial dan keluarganya, karena
gejala tersebut adalah gejala ketidakwajaran. Keajaiban anak indigo itu terjadi
karena ada kesalahan dalam kinerja otaknya; dengan kata lain sistem kerja otak
(neurotransmitter dalam sistem limbik otak) terganggu. Menurut Erwin (dalam
Madyawati, 2009:7), Di usia anak-anak mereka kerap berontak. Tetapi ketika
dewasa, karena sudah dapat menyesuaikan diri, sikap pemberontaknya
berkurang. Dengan demikian, pendampingan terhadap anak indigo sangat
diutamakan, agar mereka dapat tumbuh secara wajar. Orangtua, guru, dan
masyarakat harus memberi perhatian terhadap anak indigo berkaitan dengan
keberbakatannya.
Menurut Madyawati (2011:8),
Tips mengasuh anak berciri indigo, yaitu (1) Hargai keunikan anak, (2)
Hindari kritikan negatif, (3) Jangan pernah mengecilkan anak, (4) Berikan
rasa aman, nyaman, dan dukungan, (5) Membantu anak untuk berdisiplin, (6)
Memberikan mereka kebebasan memilih tentang apapun, (7) Membebaskan
anak untuk memilih bidang kegiatan yang menjadi minatnya, karena pada
umumnya mereka tidak ingin menjadi pengekor, (8) Menjelaskan sejelasjelasnya mengapa suatu instruksi diberikan, karena mereka tidak suka patuh
pada hal-hal yang dianggapnya mengada-ada, dan (9) Menjadikan diri
sebagai mitra dalam membesarkan mereka.
Lebih lanjut, menurut Madyawati (2011:10),
Hal-hal yang harus dilakukan guru: (1) Jadilah pendengar yang baik; (2)
Gunakan pernyataan positif; (3) Sediakan waktu untuk berdiskusi dengan
anak indigo; (4) Saling berbagi perasaan antara guru dengan anak indigo; (5)
Ciptakan suasana kekeluargaan dalam kelas dengan aturan kelas yang dibuat
bersama; (6) Menetapkan konsekuensi berdasarkan penyebab masalah.
Kerjasama orangtua, guru, teman sebaya, dan masyarakat dalam
pemberikan layanan pendidikan sangat dibutuhkan agar anak indigo dapat
22

mengaktualisasikan dirinya. Anak indigo sangat membutuhkan positive regard


yang berupa kehangatan, penerimaan, penghargaan, simpati, kasih sayang, dan
cinta kasih dari orang lain tanpa mendiskriminasi keunikan yang mereka miliki.
Anak indigo harus diarahkan agar mensyukuri apa yang dimilikinya sehingga
dapat dimanfaatkan untuk membantu masyarakat.

23

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Uraian pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.
1) Anak berbakat adalah anak yang oleh orang-orang profesional diidentifikasi
memiliki IQ di atas rata-rata, kreativitas di atas rata-rata, dan mampu
mengaitkan diri terhadap tugas dengan cukup baik sehingga mampu mencapai
prestasi tinggi sehingga membutuhkan pendidikan khusus. Sementara, anak
indigo adalah anak berbakat yang menunjukkan seperangkat atribut psikologis
baru dan luar biasa.
2) Anak berbakat memiliki karakteristik positif dan negatif bergantung
penanganannya. Anak indigo menonjol dalam spiritual dan pengalaman ESP.
3) Anak berbakat dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu kategori rata-rata
tinggi, superior, dan sangat superior. Anak indigo diklasifikasikan menjadi
empat, yaitu humanis, konseptual, artis, dan interdimensional.
4) Masalah yang dihadapi anak berbakat meliputi: (1) Labeling, (2) Grading, (3)
Underachievement, dan (4) Konsep diri. Masalah anak indigo meliputi masalah
anak berbakat, namun sering kali diakibatkan karena kekeliruan dalam
identifikasi dan pandangan kontroversial mengenai anak indigo.
5) Identifikasi anak berbakat di sekolah dasar dilakukan melalui dua tahap, yaitu
tahap penjaringan (sreening) dan tahap seleksi (identifikasi). Layanan yang
diberikan berupa pengayaan, percepatan, dan segregasi. Identifikasi anak
indigo melalui (1) wawancara dengan psikiater anak, (2) evaluasi psikolog
klinik anak, dan (3) foto aura. Anak indigo dapat disekolahkan pada sekolah
khusus.
3.2 Saran
1) Anak berkebutuhan khusus, khususnya Anak berbakat dan indigo harus diberi
perhatian dan layanan pendidikan yang memadai agar bakat mereka dapat
dikembangkan.
2) Identifikasi anak berbakat perlu dikedepankan di sekolah-sekolah agar
masalah-masalah anak berbakat dapat diminimalkan.
3) Identifikasi anak indigo harus dilakukan secara intensif agar tidak terdapat
kekeliruan diagnosa.

24

DAFTAR PUSTAKA
Apsari, Indri. 2009. Gambaran Konsep Diri Anak Indigo. Tersedia pada
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125230-155.2%20IND%20g%20%20Gam
baran%20konsep%20-%20Pendahuluan.pdf (diakses tanggal 28 Maret 2015)
Dantes, Nyoman. 2007. Persepektif dan Kebijakan Pendidikan Menghadapi
Tantangan Global (Suatu Keharusan Peningkatan Profesionalisme Guru).
Makalah disajikan dalam Seminar Peningkatan Mutu dan Profesionalisme
Guru SMK Negeri 1 Denpasar. Denpasar. 22 September 2007.
Madyawati,
Lilis.
2011.
Generasi
Indigo.
Tersedia
pada
http://jurnal.ummgl.ac.id/index.php/fkip/article/view/91 (diakses tanggal 28
Maret 2015).
Munandar, S.C.U. 1999. Kreativitas dan Keberbakatan: Strategi Mewujudkan
Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: PT Gramedia.
Santrock, John W. 2010. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Terjemahan Tri
Wibowo B.S. Educational Psychologi, 2nd Edition. 2004. Cetakan Ke-3.
Jakarta: Prenada Media Group.
Semiawan, Conny. 1997. Persepektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: PT
Grasindo.
Suhamini, Tin. 2007. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat
Ketenagaan.
Suparno. 2008. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi. Departemen Pendidikan Nasional.
Wahab, Rochman. 2011. Mengenal Anak Berbakat Akademik dan Upaya
Mengidentifikasinya.
Tersedia
pada
http://staff.uny.ac.id/sites/
default/files/lain-lain/rochmat-wahab-mpd-ma-dr-prof/mengenal-anakberbakat-akademik-dan-mengidentifikasikannya.pdf. (diakses tanggal 28
Maret 2015).
Yusuf, Munawir, dkk. 2002. Pendidikan Kompensatoris Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK). Makassar: Universitas Negeri Makassar.
-------. 2003. Pendidikan bagi Anak dengan Problema Belajar. Solo: PT Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri.

25

Anda mungkin juga menyukai