Tugas Fix

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 102

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Said (2007) menyatakan bahwa diperkirakan 75% pneumonia pada
anak balita di negara berkembang termasuk di Indonesia disebabkan oleh
pneumokokus dan Hib. Di seluruh dunia setiap tahun diperkirakan terjadi
lebih 2 juta kematian balita karena pneumonia. Di Indonesia menurut Survei
Kesehatan Rumah Tangga tahun 2001 kematian balita akibat pneumonia 5 per
1000 balita per tahun. Ini berarti bahwa pneumonia menyebabkan kematian
lebih dari 100.000 balita setiap tahun, atau hampir 300 balita setiap hari, atau
1 balita setiap 5 menit.
Menunjuk angka-angka di atas bisa dimengerti para ahli menyebut
pneumonia sebagai The Forgotten Pandemic atau "wabah raya yang
terlupakan" karena begitu banyak korban yang meninggal karena pneumonia
tetapi sangat sedikit perhatian yang diberikan kepada masalah pneumonia.
Tidak heran bila melihat kontribusinya yang besar terhadap kematian balita
pneumonia dikenal juga sebagai "pembunuh balita nomor satu".
Senada dengan Said, Betz dan Sowden (2002) menyatakan bahwa
insidens dari pneumonia antara lain :
1. Pneumonia virus lebih sering dijumpai daripada pneumonia bacterial
2. Pneumonia streptokokus paling sering terdapat pada 2 tahun pertama
kehidupan. Pada 30 % anak dengan pneumonia yang berusia kurang
dari 3 bulan dan pada 70 % anak dengan pneumonia yang berusia
kurang dari 1 tahun.
3. Pneumonia pneumokokus mencakup 90 % dari semua pneumonia.
4. Mikoplasma jarang menimbulkan pneumonia pada anak yang berusia 5
tahun, mereka berhubungan dengan 20 % kasus pneumonia yang di
diagnosis pada pasien antara umur 16 dan 19 tahun.
5. Pneumonia akan terjadi lebih berat dan lebih sering pada bayi dan anakanak kecil
6. Virus sinsisium respiratori merupakan penyebab terbesar dari kasus
pneumonia virus.
7. Infeksi virus saluran nafas atas adalah penyebab kematian kedua pada
bayi dan anak kecil.

8. Pneumonia mikoplasma mencakup 10 sampai 20 % pneumonia yang


dirawat di rumah sakit.
1.2 Tujuan
1. untuk mengetahui konsep teori pneoumoni
2. untuk mengetahui kosep askep pneoumoni
3. untuk mengetahui konsep teori asma
4. untuk mengetahui konsep askep asma
5. untuk mengetahui konsep teori ISPA
6. untuk mengetahui kensep askep ISPA
7. untuk mengetahui konsep teori TBC
8. untuk mengetahui konsep askep TBC

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT PNEUMONIA
A.
Definisi
2

Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh


bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda
asing yang mengensi jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,
distal

dari

bronkiolus

terminalis

yang

mencakup

bronkiolus

respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru


dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh Dahlan. 2006).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan
terutama oleh bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada anak dan
anak balita (Said 2007).
B.

Etiologi
a) Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut.
Organisme gram posifif seperti : Steptococcus pneumonia, S.
aerous, dan streptococcus pyogenesis. Bakteri gram negatif seperti
Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P. Aeruginosa.
b) Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi
droplet. Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab
utama pneumonia virus.
c) Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar
melalui penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya
ditemukan pada kotoran burung, tanah serta kompos.
d) Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC).
Biasanya menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi.
Menurut (Smeltzer, 2001) etiologi pneumonia, meliputi :
1) Pneumonia bacterial
Penyebab yang paling sering: Streptoccocus pneumonia
Jenis yan lain :
a) staphiloccocus aureus menyebakan pneumonia stapilokokus
b) Klebsiella pnemoniae menyebabkan pneumonia klebsiella
c) Pseudomonas

aerugilnosa

menyebabkan

pneumonia

pseudomonas
3

d) Haemophilus influenzae menyebabkan Haemophilus influenza


2) Pneumonia atipikal
Penyebab paling sering: Mycoplasma penumoniae menyebabkan
pneumonia mikoplasma
Jenis lain :
a) Legionella pneumophila menyebakan penyakit legionnaires
b) Mycoplasma

penumoniae

menyebabkan

pneumonia

mikoplasma
c) Virus influenza tipe A, B, C menyebakan pneumonia virus
d) Penumocyctis carini menyebakan pneumonia pnemosistis
carinii (PCP)
e) Aspergillus fumigates menyebakan pneumonia fungi
f) Cipittaci menyebabkan pneumonia klamidia (pneumonia
TWAR)
g) Mycobacterium tuberculosis menyebabkan tuberculosis
3) Pneumonia juga disebabkan oleh terapi radiasi (terapi radisasi
untuk kanker payudara/paru) biasanya 6 minggu atau lebih setelah
pengobatan selesai ini menyebabkan pneumonia radiasi. Bahan
kimia biasanya karena mencerna kerosin atau inhalasi gas
menyebabkan pneumonitis kimiawi. Karena aspirasi/inhalasi
(kandungan lambung) terjadi ketika refleks jalan nafas protektif
hilang seperti yang terjadi pada pasien yang tidak sadar akibat
obat-obatan, alkohol, stroke, henti jantung atau pada keadaan
selang nasogastrik tidak berfungsi yang menyebabkan kandungan
lambung mengalir di sekitar selang yang menyebabkan aspirasi
tersembunyi.
Sedangkan dari sudut pandang sosial, penyebab pneumonia
menurut Depkes RI (2005) antara lain :
a) Status gizi anak
b) Imunisasi tidak lengkap
c) Lingkungan
d) Kondisi sosial ekonomi orang tua
C.

Patofisiologi
4

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja,


dari anak sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi,
orang-orang dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi
virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.
Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri
pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan merusak organ
paru-paru.

Kerusakan

jaringan

paru

setelah

kolonisasi

suatu

mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan


peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara
langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah. Pneumonia
bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling
mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru,
ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paruparu (tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi
cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke
seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar,
2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen
penyebab mencapai alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan
mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke dalam alveoli. Adanya
eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat
aliran oksigen ke dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang
terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia (Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan
respon yang khas terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 :
711) :
a)

Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama,

eksudat yang kaya protein keluar masuk ke dalam alveolar


melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor, disertai
5

kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna


merah.
b)
Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada
stadium kedua, yang berakhir setelah beberapa hari. Ditemukan
akumulasi yang masif dalam ruang alveolar, bersama-sama
dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi
diselimuti eksudat fibrinosa, paru-paru tampak berwarna
kemerahan, padat tanpa mengandung udara, disertai konsistensi
mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
c)
Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga
menunjukkan

akumulasi

fibrin

yang

berlanjut

disertai

penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru


tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin
mengalami konsolidasi di dalam alveoli yang terserang.
d)
Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat
mengalami lisis dan direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan
kotoran inflamasi, dengan mempertahankan arsitektur dinding
alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali pada
strukturnya semula. (Underwood, 2000 : 392).

D.

Klasifikasi
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi :
1. Klasifikasi klinis
1)Klasifikasi tradisional, meninjau ciri radiologis dan gejala klinis,
dibagi atas:
1)

Pneumonia

tipikal,

bercirikan

tanda-tanda

pneumonia lobaris yg klasik antara lain awitan yg akut dgn


gambaran radiologist berupa opasitas lobus, disebabkan oleh

kuman yang tipikal terutama S. pneumoniae, Klebsiella


pneumoniae, H. influenzae.
2)

Pneumonia atipikal, ditandai dgn gangguan respirasi


yg meningkat lambat dgn gambaran infiltrate paru bilateral
yg difus, disebabkan oleh organisme atipikal dan termasuk
Mycoplasma pneumoniae, virus, Chlamydia psittaci.

2)Klasifikasi berdasarkan factor lingkungan dan penjamu, dibagi


atas:
1) Pneumonia komunitas sporadis atau endemic, muda dan
orang tua
2) Pneumonia nosokomial didahului oleh perawatan di RS
3) Pneumonia rekurens mempunyai dasar penyakit paru
kronik
4) Pneumonia aspirasi alkoholik, usia tua
5) Pneumonia pd gangguan imun pada pasien transplantasi,
onkologi, AIDS
3)Sindrom klinis, dibagi atas :
a. Pneumonia

bacterial,

memberikan

gambaran

klinis

pneumonia yang akut dgn konsolidasi paru, dapat berupa :


a) Pneumonia bacterial atipikal yang terutama mengenai
parenkim paru dalam bentuk bronkopneumonia dan
pneumonia lobar
b) Pneumonia bacterial tipe campuran dengan presentasi
klinis atipikal yaitu perjalanan penyakit lebih ringan
(insidious) dan jarang disertai konsolidasi paru. Biasanya
pada pasien penyakit kronik
b. Pneumonia non bacterial
Dikenal

pneumonia

atipikal

yang

disebabkan

oleh

Mycoplasma, Chlamydia pneumoniae.


4)Area paru-paru yang terkena.
a. Pneumonia lobaris : area yang terkena yang meliputi satu
lobus atau lebih.
b. Bronkopneumonia : proses pneumonia yang dimulai di
bronkus dan menyebar ke jaringan paru sekitar.
7

2. Klasifikasi berdasarkan etiologi, dibagi atas :


1) Bakterial : Streptokokus pneumonia, Streptokokus aureus, H.
influenza, Klebsiella,dll
2) Non bacterial : tuberculosis, virus, fungi, dan parasit
Pneumonia dikelompokkan berdasarkan sejumlah sistem yang
berlainan. Salah satu diantaranya adalah berdasarkan cara
diperolehnya, dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
1. Community-acquired (diperoleh diluar institusi kesehatan)
Pneumonia yang didapat diluar institusi kesehatan paling sering
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae.
2. Hospital-acquired (diperoleh di rumah sakit atau sarana
kesehatan lainnya).
Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih
serius karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem
pertahanan tubuh penderita untuk melawan infeksi seringkali
terganggu. Selain itu, kemungkinannya terjadinya infeksi oleh
bakteri yang resisten terhadap antibiotik adalah lebih besar.
Secara klinis, pneumonia dapat terjadi baik sebagai penyakit
primer maupun sebagai komplikasi dari beberapa penyakit lain. Secara
morfologis pneumonia dikenal sebagai berikut:
1. Pneumonia lobaris, melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari
satu atau lebih lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal
sebagai pneumonia bilateral atau ganda.
2. Bronkopneumonia, terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang
tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak
konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga
pneumonia loburalis.
3. Pneumonia interstisial, proses inflamasi yang terjadi di dalalm
dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta
interlobular.
Pneumonia lebih sering diklasifikasikan berdasarkan agen
penyebabnya, virus, atipikal (mukoplasma), bakteri, atau aspirasi
substansi asing. Pneumonia jarang terjadi yang mingkin terjadi karena
histomikosis, kokidiomikosis, dan jamur lain.
1. Pneumonia virus, lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia
bakterial. Terlihat pada anak dari semua kelompok umur, sering
8

dikaitkan dengan ISPA virus, dan jumlah RSV untuk persentase


terbesar. Dapat akut atau berat. Gejalanya bervariasi, dari ringan
seperti demam ringan, batuk sedikit, dan malaise. Berat dapat
berupa demam tinggi, batuk parah, prostasi. Batuk biasanya
bersifat tidak produktif pada awal penyakit. Sedikit mengi atau
krekels terdengar auskultasi.
2. Pneumonia atipikal, agen etiologinya adalah mikoplasma, terjadi
terutama di musim gugur dan musim dingin, lebih menonjol di
tempat dengan konsidi hidup yang padat penduduk. Mungkin tibatiba atau berat. Gejala sistemik umum seperti demam, mengigil
(pada anak yang lebih besar), sakit kepala, malaise, anoreksia,
mialgia. Yang diikuti dengan rinitis, sakit tenggorokan, batuk
kering, keras. Pada awalnya batuk bersifat tidak produktif,
kemudian bersputum seromukoid, sampai mukopurulen atau
bercak darah. Krekels krepitasi halus di berbagai area paru.
Pneumonia bakterial, meliputi pneumokokus, stafilokokus, dan
pneumonia streptokokus, manifestasi klinis berbeda dari tipe
pneumonia lain, mikro-organisme individual menghasilkan gambaran
klinis yang berbeda. Awitannya tiba-tiba, biasanya didahului dengan
infeksi virus, toksik, tampilan menderita sakit yang akut , demam,
malaise, pernafasan cepat dan dangkal, batuk, nyeri dada sering
diperberat dengan nafas dalam, nyeri dapat menyebar ke abdomen,
menggigil, meningismus.
Berdasarkan usaha terhadap pemberantasan pneumonia melalui
usia, pneumonia dapat diklasifikasikan:
1. Usia 2 bulan 5 tahun
a. Pneumonia berat, ditandai secara klinis oleh sesak nafas yang
dilihat dengan adanya tarikan dinding dada bagian bawah.
b. Pneumonia, ditandai secar aklinis oleh adanya nafas cepat yaitu
pada usia 2 bulan 1 tahun frekuensi nafas 50 x/menit atau
lebih, dan pada usia 1-5 tahun 40 x/menit atau lebih.
c. Bukan pneumonia, ditandai secara klinis oleh batuk pilek biasa
dapat disertai dengan demam, tetapi tanpa terikan dinding dada
bagian bawah dan tanpa adanya nafas cepat.

Berdasarkan

pedoman

MTBS

(2000),

pneumonia

dapat

diklasifikasikan secara sederhana berdasarkan gejala yang ada.


Klasifikasi ini bukanlah merupakan diagnose medis dan hanya
bertujuan untuk membantu para petugas kesehatan yang berada di
lapangan untuk menentukan tindakan yang perlu diambil, sehingga
anak tidak terlambat penanganan. Klasifikasi tersebut adalah:
1.

Pneumonia berat atau penyakit sangat

berat, apabila terdapat gejala:


1) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau
menetek, selalu memuntahkan semuanya, kejang atau anak
letargis/tidak sadar.
2) Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
3) Terdapat stridor ( suara napas bunyi grok-grok saat inspirasi )
2.
Pneumonia, apabila terdapat gejala napas
cepat, batasan nafas cepat adalah :
1) Anak usia 2 12 bulan apabila frekuensi napas 50 x/menit atau
lebih.
2) Anak Usia 1 5 tahun apabila frekuensi napas 40 x/menit atau
lebih.
3.

Batuk bukan Pneumonia, apabila tidak


ada tanda tanda atau penyakit sangat berat.

E.

Manifestasi Klinis
Suriadi dan Rita (2001) menyebutkan manifestasi klinis yang
terdapat pada penderita pneumonia, yaitu :
1. Serangan akut dan membahayakan
2. Demam tinggi (pneumonia virus bagian bawah)
3. Batuk
4. Reles (ronchi)
5. Wheezing
6. Sakit kepala, malaise
7. Nyeri abdomen
Manifestasi klinis :
1. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu
dapat naik secara mendadak (38 40 C), dapat disertai kejang
(karena demam tinggi).
2. Gejala khas:
1) Sianosis pada mulut dan hidung.
2) Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan
cuping hidung.
10

3) Gelisah, cepat lelah.


3. Batuk mula-mula kering produktif.
4. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.
Manifestasi klinis pada anak
1. Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu,
ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih
dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih
suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena
nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan
peningkatan frekuensi nafas, perkusi pekak, fremitrus melemah.
Suara napas melemah, dan ronkhi. (Mansjoer,2000,hal 467 )
2. Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas,
karena paru meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah
frekuensi pernapasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih pada
anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali permenit
atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada
anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia.
Pneumonia berat ditandai dengan adanya batuk juga disertai
kesukaran bernafas, napas sesak atau penarikan dinding dada
sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari
5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat
berat, dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk,
kesukaran bernapas disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat
minum.
3. Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak
produktif, tapi selanjutnya akan berkembang menjadi batuk
produktif

dengan

mucus

purulen

kekuningan,

kehijauan,

kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk. Klien


biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset
mungkin tiba tiba dan berbahaya ). Adanya keluhan nyeri dada
pleuritis, sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan, lemas
dan nyeri kepala.
F.

Pemeriksaan Fisik pada Anak


1. Inspeksi

11

Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral,


pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula
nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu
menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan 5
tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya
tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia
berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus
raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin
mengalami peningkatan atau tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung / mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan
terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara
napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan ronkhi
basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi,
bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).
G.

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan penunjang menurut Betz dan Sowden (2002)
dapat dilakukan antara lain :
1. Kajian foto thorak diagnostic, digunakan untuk melihat adanya
infeksi di paru dan status pulmoner (untuk mengkaji perubahan
pada paru)
2. Nilai analisa gas darah, untuk mengevaluasi status kardiopulmoner
sehubungan dengan oksigenasi
3. Hitung darah lengkap dengan hitung jenis untuk menetapkan
adanya anemia, infeksi dan proses inflamasi
4. Pewarnaan gram (darah) untuk seleksi awal antimikroba
5. Tes kulit untuk tuberkulin mengesampingkan kemungkinan TB
jika anak tidak berespons terhadap pengobatan
6. Jumlah leukosit leukositosis pada pneumonia bakterial
7. Tes fungsi paru, digunakan untuk mengevaluasi fungsi paru,
menetapkan

luas

dan

beratnya

penyakit

dan

membantu

mendiagnosis keadaan
12

8. Spirometri statik, digunakan untuk mengkaji jumlah udara yang


diinspirasi
9. Kultur darah spesimen darah untuk menetapkan agens
penyebabnya seperti virus dan bakteri
10. Kultur cairan pleura spesimen cairan dari rongga pleura untuk
menetapkan agens penyebab seperti bakteri dan virus
11. Bronkoskopi, digunakan untuk melihat dan memanipulasi cabangcabang utama dari pohon trakeobronkhial; jaringan yang diambil
untuk diuji diagnostik, secara terapeutik digunakan untuk
menetapkan dan mengangkat benda asing.
12. Biopsi paru selama torakotomi, jaringan paru dieksisi untuk
melakukan kajian diagnostik.
H.

Penatalaksanaan
Pengobatan umum pasien pasien pneumonia biasanya berupa
pemberian antibiotik yang efektif terhadap organism tertentu, terapi
oksigen untuk menanggulangi hipoksemia dan pengobatan komplikasi
seperti pada efusi pleura yang ringan, obat pilihan untuk penyakit ini
adalah penisilin G. (patofisiologi page 806).
Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi
karena hal itu perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi
secepatnya:
1. Penicillin G: untuk infeksi pneumonia staphylococcus.
2. Amantadine, rimantadine: untuk infeksi pneumonia virus
3. Eritromisin,

tetrasiklin,

derivat

tetrasiklin:

untuk

infeksi

menunjukkan tanda-tanda
4. Pemberian oksigen jika terjadi hipoksemia.
5. Bila terjadi gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori yang
cukup.
Terapi suportif yang bisa dilakukan, antara lain:
1. Berikan oksigen
2. Lakukan fisioterapi dada (lakukan hanya pada daerah yang terdapat
sekret)
Tahapan fisioterapi
1. Inhalasi

13

Inhalasi adalah pengobatan dengan cara memberikan obat


dalam

bentuk

uap

kepada

pasien

langsung

melalui

alat

pernapasannya (hidung ke paru-paru). Alat terapi inhalasi


bermacam-macam. Salah satunya yang efektif bagi anak adalah
alat terapi dengan kompresor (jet nebulizer). Cara penggunaannya
cukup praktis yaitu anak diminta menghirup uap yang dikeluarkan
nebulizer dengan menggunakan masker. Obat-obatan yang
dimasukkan ke dalam nebulizer bertujuan melegakan pernapasan
atau menghancurkan lendir. Semua penggunaan obat harus selalu
dalam pengawasan dokter. Dosis obat pada terapi inhalasi jelas
lebih sedikit tapi lebih efektif ketimbang obat oral/obat minum
seperti tablet atau sirup, karena dengan inhalasi obat langsung
mencapai

sasaran.

Bila

tujuannya

untuk

mengencerkan

lendir/sekret di paru-paru, obat itu akan langsung menuju ke sana.


2. Pengaturan posisi tubuh
Tahapan ini disebut juga dengan postural drainage, yakni
pengaturan posisi tubuh untuk membantu mengalirkan lendir yang
terkumpul di suatu area ke arah cabang bronkhus utama (saluran
napas utama) sehingga lendir bisa dikeluarkan dengan cara
dibatukkan. Untuk itu, orang tua mesti mengetahui di mana letak
lendir berkumpul.
Caranya:
1) Setelah letak lendir berhasil ditemukan (dengan melihat hasil
rontgen atau dengan penjelasan dari dokter mengenai letak dari
sekret di paru-paru), atur posisi anak.
2) Bila lendir berada di paru-paru bawah maka letak kepala harus
lebih rendah dari dada agar lendir mengalir ke arah bronkhus
utama. Posisi anak dalam keadaan tengkurap.
3) Kalau posisi lendir di paru-paru bagian atas maka kepala harus
lebih tinggi agar lendir mengalir ke cabang utama. Posisi anak
dalam keadaan telentang.
4) Kalau lendir di bagian paru-paru samping/lateral, maka
posisikan anak dengan miring ke samping, tangan lurus ke atas
kepala dan kaki seperti memeluk guling.
3. Pemukulan/perkusi
Teknik pemukulan ritmik dilakukan dengan telapak tangan
yang melekuk pada dinding dada atau punggung. Tujuannya
14

melepaskan lendir atau sekret-sekret yang menempel pada dinding


pernapasan dan memudahkannya mengalir ke tenggorok. Hal ini
akan lebih mempermudah anak mengeluarkan lendirnya.
Caranya:
1) Lakukan postural drainage. Bila posisinya telentang, tepuktepuk (dengan posisi tangan melekuk) bagian dada sekitar 3-5
menit. Menepuk anak cukup dilakukan dengan menggunakan 3
jari.
2) Dalam posisi tengkurap, tepuk-tepuk daerah punggungnya
sekitar 3-5 menit.
3) Dalam posisi miring, tepuk-tepuk daerah tubuh bagian
sampingnya. Setelah itu lakukan vibrasi (memberikan getaran)
pada rongga dada dengan menggunakan tangan (gerakannya
seperti mengguncang lembut saat membangunkan anak dari
tidur). Lakukan sekitar 4-5 kali.
4) Observasi tanda vital
5) Kaji dan catat pengetahuan serta partisipasi keluarga dalam
perawatan, misalnya, pemberian obat serta pengenalan tanda
dan gejala inefektivitas pola napas.
6) Ciptakan lingkungan yang nyaman
I.

Komplikasi
1. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
2. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi
3.
4.
5.
6.

karena obstruksi bronkus oleh penumukan sekresi


Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
Delirium terjadi karena hipoksia
Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar.

Ex: penisilin
7. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang
meradang.
8. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
9. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

J.

Kosep dasar asuhan keperawan peneumoni pada anak


A. PENGKAJIAN
15

DS :
a. Pasien mengeluh sesak nafas
b. Ibu pasien mengatakan pasien mengalami diare dan muntah
sebanyak 3x selama dirawat di rumah sakit
c. Ibu pasien mengatakan pasien lahir dengan BB 2300gr, dan
pasien lahir prematur
d. Ibu pasien mengatakan ayah pasien merokok dan pasien
tinggal di pemukiman padat penduduk
e. Ibu pasien mengatakan anaknya mengalami batuk kering
kemudian menjadi batuk berdahak.
f. Ibu pasien mengatakan pasien tidak eksklusif karena dia sibuk
bekerja
DO :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

RR : 55X/ menit
PCH (pernafasan cuping hidung) positif
Pasien tampak rewel
Pasien tampak lesu
Pernafasan pasien tampak dangkal dan cepat
Retraksi intercosta (IC) positif
Tax : 390 C
Pasien tampak tidak menyusu
Tampak sianosis di sekitar area hidung dan mulut pasien
Sekret (+), berwarna kuning kehijauan dan kental
Mukosa bibir pasien tampak kering
Turgor kulit pasien lambat

Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral,
pernapasan cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula
nonproduktif menjadi produktif, serta nyeri dada pada waktu
menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia 12 bulan 5
tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya
tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada
pneumonia berat, tarikan dinding dada kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar,
fremitus raba mungkin meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi
mungkin mengalami peningkatan atau tachycardia.
3. Perkusi
16

Suara redup pada sisi yang sakit.


4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung / mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan
terdengar stridor. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar
suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi yang sakit, dan
ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi,
bronkofoni,

kadang

terdengar

bising

gesek

pleura

(Mansjoer,2000).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a. Gangguan pertukaran gas b.d. perubahan membran aveolarkapiler ditandai dengan Gas Darah Arteri abnormal, PH artery
abnormal,sianosis,nafas cuping hidung,dan gelisah (rewel)
b. Hipertermia b.d. dehidrasi dan penyakit ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas normal, dan kulit terasa hangat.
c. Kekurangan volume cairan b.d. kehilangan cairan keluarga
aktif ditandai dengan penurunan turgor kulit, memebran
mukosa kering, dan peningkatan suhu tubuh.
d. Ketidakefektifan regimen terapeutik keluarga b.d. konflik
keputusan ditandai dengan ketidakefektifan aktifitas kluaraga
untuk memenuhi tujuan kesehatan.
e. Resiko keterlambatan perkembangan b.d nutrisi yang tidak
adekuat, dan prematuritas

17

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN


No Diagnosa

Tujuan dan kreteria

1. Gangguan

hasil
Setelah dilakukan

pertukaran gas

tindakan

b.d. perubahan

keperawatan selama

membran

4x 24 jam

aveolar-kapiler

diharapkan

ditandai dengan

pertukaran gas

Gas Darah

adekuat dengan

Arteri
abnormal, PH
artery
abnormal,sianos
is,nafas cuping
hidung,dan

kreteria hasil :
NOC label
Respiratory status

1. Monitor laju ritme dari


nafas
2. Monitor suara nafas
tambahan seperti snoring

kelelahan
4. Monitor peningatan

5)

kekurangan oksigen
5. Monitor sekresi dari sistem
pernafasan pasien

normal (skala 5)

Kedalaman
nafas normal

Evaluasi
S:-

1. Untuk mengetahui status


pernapasan pasien
2. Untuk mengetahui apabila
adanya kelainan pada saluran
pernapasan

3. Monitor peningkatan

kegelisahan, dan

Ritme

Rasional

NIC label
Respiratory Monitoring

RR normal (skla

respiratory

gelisah (rewel)

Intervensi

3. Utuk memantau keadaan


fisik pasien

O : hasil nilai AGD dalam batas normal :


Ph dalam batas normal (7,35-7,35)
PCO2 dalam batas normal (35-45)
HCO3 dalam batas normal (22-26)
SaO2 dalam batas normal 95 %
PO2 dalam batas normal (80-100 %)
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan intervensi

4. Untuk memantau dan


mengurangi kecemasan dari
pasien
5. Untuk memantau adanya
sekret pada saluran napas
klien

6. Berikan terapi perawatan

6. Untuk mengencerkan dan

nebulizer sesuai kebutuhan


18

(skala 5)

Akumulasi

7. Bersihkan skresi mulut

sputum tidak

hidung dan trakea sesuai

ada (skala 5)

kebutuhan

Respiratory
status :Gas
exchange

Oxigen therapy

oksigen sesuai kebutuhan


9. Monitor aliran oksigen

7. Untuk mempermudah jalan


napas
8. Mengatasi terjadinya defisit
O2
9. memastikan kebutuhan
oksigen yang sesuai untuk

karbondioksida

dari saluran pernapasan

8. Memeberikan terapi

Tekanan parsial
pada darah

mempermudah sekret keluar

10. Monitor kerusakan kulit

arteri normal

dari gesekan dengan

(skala 5)

selang oksigen

klien
10. mencegah terjadinya iritasi
pada kulit

pH arteri
normal (skala 5)

Tidak terjadi
sianosis (skala

5)
2. Hipertermia b.d. Setelah dilakukan
dehidrasi dan

tindakan

NIC : Vital Signs Monitoring


1. Monitor TTV pasien

S : pasien mengatakan tubuhnya tidak terasa


1. Untuk mengetahui kondisi

panas lagi.

19

penyakit

keperawatan selama

(tekanan darah, nadi,

ditandai dengan

4x 24 jam

suhu, dan pernapasan).

peningkatan

diharapkan suhu

suhu tubuh

tubuh pasien dalam

tanda dan gejala

peningkatan suhu tubuh

diatas normal,

batas normal dengan

hipertermi.

pasien.

dan kulit terasa

kriteria hasil :
NOC : Vital Signs

hangat.

Suhu tubuh

2. Monitor dan laporkan

3. Kaji warna kulit, suhu,


kelembapan.

umum pasien.

O : tubuh pasien tidak teraba panas.


A : tujuan tercapai.
P : pertahankan kondisi

2. Untuk memantau adanya

3. Untuk mengetahui adanya


tanda dan gejala hipertermi.

dalam batas
normal (3637,50C) dengan
skala 5.

4. Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan

4. Agar dapat mengontrol


perubahan TTV pasien.

tanda vital.

TTV dalam rentang


normal (tekanan

NIC : Temperatur Regulation

darah, nadi,

5. Anjurkan penggunaan

pernapasan) dengan

selimut hangat untuk

skala 5.

menyesuaikan perubahan
suhu tubuh.
6. Anjurkan asupan nutrisi

5. Untuk membuat tubuh


merasa nyaman.

6. Untuk menghindari
terjadinya dehidrasi.

20

dan cairan adekuat.


NIC : Fever Treatment
7. Anjurkan pemberian
3. Kekurangan

Setelah dilakukan
tindakan

b.d. kehilangan

keperawatan selama

(kelembaban membrane

cairan keluarga

4x 24 jam

mukosa, nadi yang

aktif ditandai

diharapkan

adekuat) secara tepat

dengan

kebutuhan volume

penurunan

cairan pasien

turgor kulit,

terpenuhi dengan

mukosa kering,
dan peningkatan

kriteria hasil :
Noc label:
Hydrasi:
-

suhu tubuh.

Turgor kulit
kembali normal
(skala 5)

Membrane

badan.

kompres hangat.
NIC label: Fluid management

volume cairan

memebran

7. Untuk menurunkan panas

1. Monitoring status hidrasi

2. Atur catatan intake dan


output cairan secara akurat
3. Beri cairan yang sesuai

S: ibu mengatakan bahwa anaknya sudah


1. Untuk mengetahui status
hidrasi pasien

tidak rewel lagi, tidak demam lagi, masih


ada diare
O: turgor kulit pasien sudah membaik,

2. Untuk memastikan jumlah


cairan yang masuk dan keluar
3. Untuk memenuhi kebutuhan

intake dan output cairan px seimbang


A: tujuan tercapai sebagian
P: lanjutkan intervensi

cairan pasien
Fluid monitoring:
4. Identifikasi factor risiko

4. Untuk mengetahui factor

ketidakseimbangan cairan

risiko ketidakseimbangan

(hipertermi, infeksi,

cairan dan mencegah secara

muntah dan diare)

dini factor tersebut

5. Monitoring tekanan darah, 5. Komplikasi letal dapat terjadi

mukosa tampak
21

lembab (skala
-

nadi dan RR

5)

pengobatan antimikroba.

Intake cairan

Kurva suhu tubuh

yang adekuat

memberikan indeks respon

(skala 5)

pasien terhadap terapi.

Tidak terdapat

Hipotensi yang terjadi dini

diare (skala 5)

pada perjalanan penyakit


dapat mengindikasikan

Fluid balance:
-

selama awal periode

Nadi normal

hipoksia atau bakterimia.

(skala 5)

Antipiretik diberikan dengan

Intake dan

kewaspadaan, karena

output cairan
seimbang

IV teraphy:
6. Lakukan 5 benar

antipiretik dapat
mengakibatkan penurunan

dalam

pemberian terapi infuse

suhu dan dengan demikian

sehari(skala 5)

(benar obat, dosis, pasien,

mengganggu evalusasi kurva

rute, frekuensi)

suhu

7. Monitoring tetesan dan


tempat IV selama
pemberian

6. Untuk memastikan terapi


diberikan secara benar

22

Diarrhea managemenet:
8. Monitoring tanda dan
gejala diare

7. Untuk memastikan pemberian


terapi diberikan secara tepat

9. Ketahui penyebab diare


10. Evaluasi mengenai
pengobatan terhadap efek
gastrointestinal
11. Instruksikan keluarga
untuk memantau warna,
volume, frekuensi dan

8. Untuk mengetahui tanda dan


gejala diare
9. Untuk mengetahui apa factor
penyebab dari diare
10. Untuk mengetahui efek obat
terhadap gastrointestinal

konsistensi feses
12. Monitoring kulit dan
perianal pasien untuk

11. Untuk mengetahui perubahan


penyakit pasien

mengethui adanya iritasi


dan ulserasi
12. Untuk mengetahui adanya
iritasi dan perlukaan pada

23

kulit pasien
4. Ketidakefektifa

Setelah dilakukan

n regimen

tindakan

terapeutik

keperawatan selama

keluarga b.d.

4x 24 jam

konflik

diharapkan regimen

keputusan

terapeutik keluarga

ditandai dengan

efektif
NOC label :
Family participation

ketidakefektifan
aktifitas
kluaraga untuk
memenuhi

in professtional care

tujuan
kesehatan

S : keluarga mengatakan mau ikut

Promotion
1. Indentifikasi kemampuan
keterlibatan keluarga
dalam perawatan pasien
2.

Identifikasi harapan
keluarga terhadap pasien

berpartisipasi dalam penyediaan


1. untuk mengetahui seberapa

3. Ajak anggota keluarga


dan pasien untuk ikut

rencana

dalam perencanaan

perawatan

perawatan mencakup hasil

(skala 5)

yang diharapkan dan

Partisipasi pada

tindakan dari rencana

penyediaan

keperawatann
4. Identifikasi mekanisme

Evaluasi dari

koping yang digunakan

efektifitas dari

oleh keluarga

keperawatan

jauh tingkat pengetahuan


keluarga klien
2. untuk mengetahui tingkat
kepedulian keluarga terhadap
pasien

Partisipasi pada

perawatan

NIC label :
Family Involvement

O : keluarga tampak mampu mengikuti dan


mendukung proses keperawatan pasien
A : Tujuan tercapai sebagian
P : Lanjutkan intervensi

3. keterlibatan keluarga dalam


perawatan akan menambah
motifasi klien

4. mengetahui mekanisme
koping keluarga berkaitan
dengan pemberian asuhan
keperawatan

24

perawatan
5. pemberian informasi yang
5. berikan informasi krusial

benar kepada keluarga

pada keluarga pasien

bertujuan untuk mengurangi

tentang kondisi pasien

kecemasan keluarga terhadap


pasien

Resiko
keterlambatan
perkembangan
b.d nutrisi yang
tidak adekuat,
dan
prematuritas

Child development :
2 month
- anak tersenyum
(skala 5)
- refleks

NIC Label :
Developmental Care
1. Ciptakan hubungan

S: 1.

terapeutik dan mendukung

terapeutik dan ssaling

dengan keluarga

mendukung dengan keluarga

menggenggam (skala

bertujuan untuk

5)
- menampilkan
ketertarikan dalam

mempermudah perawat dalam

dengan akurat, informasi

(skala 5)
- menampilkan

yang actual berkenaan

rangsangan visual

dengan kondisi,
pengobatan dan

O: terlihat perkembangan anak yang


semakin membaik dan sesuai dengan umur
anak
A: tujuan tercapai
P: pertahankan kondisi pasien

pemberian intervensi

2. Ssediakan keluarga

rangsang suara

ketertarikan dalam

teciptanya hubungan yang

2.

agar keluarga mengetahui


apa saja yang perlu dilakukan
untuk mendukung pemenuhan
kebutuhan dan kelancaran
tumbuh kembang anak
25

(skala 5)
- Berinteraksi
dengan gembira
terutama dengan
tenaga (skala 5)
- Family functioning

kebutuhan anak
3. Iinformasikan keluarga

untuk mencapai
kebutuhan anggota
keluarga selama
transisi
perkembangan
mental)
- Meregulasi
kebiasaan anggota
keluarga (skala 5)

agar keluarga mengetahui

tentang pentingnya

tentang pentingnya menjaga

perkembangan dan

perkembangan anak

persoalan anaknya

(kekuatan dari
system keluarga

3.

4. Monitor stimulus
(contohnya cahaya,
kegaduhan), lingkungan

4. stimulus yang berlebihan


akan dapat mengganggu
perkembangan anak

anak dan kurani


sebagaimana mestinya
5. Sediakan tempat duduk

5. menyediakan tempat yang


nyaman untuk ibu menyusui

yang nyaman di area yang


tenang untuk menyusui
6. Gunakan gerakan yang
lambat, lemah lembut

6. Memberikan sentuhan yang


lembut untuk mnciptakan
kenyaman bagi anak

ketika menggendong,
menyusui dan merawat
anak

7. Partisipasi keluarga penting

26

7. Pertimbangkan partisipasi
keluarga dalam menyusui
8. Dukung keinginan ibu
untuk menyusui

dalam menyusui
8. Pemberian ASI sangan
penting dalam pembentukan
anti body anak
9. Meningkatkan stimulasi

9. Sediakan stimulasi

perkembangan si anak

menggunakan rekaman
music instrumental dan
lain-lainnya sebagaimana
mestinya

27

2.2 KONSEP DASAR ASMA PADA ANAK


A.
Definisi
Asma adalah penyakit paru

obstruktif,

difus

dengan

hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan dan


tingginya tingkat reversibilitas proses obstruktif, yang dapat terjadi
secara spontan atau sebagai akibat pengobatan. Asma juga dikenal
sebagai penyakit jalan napas reaktif. (Ngastiyah, 2005: 82-83).
Asma Bronkial adalah penyakit pernafasan obstruktif yang
ditandai oleh spasme akut otot polos bronkiolus. Hal ini menyebabkan
obsktrusi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus. (Huddak &
Gallo)
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten,
reversibel dimana trakea dan bronchi berspon dalam secara hiperaktif
terhadap stimuli tertentu.(Smeltzer, 2002 : 611)
Asma adalah obstruksi jalan nafas yang bersifat reversibel,
terjadi

ketika

bronkus

mengalami

inflamasi/peradangan

dan

hiperresponsif. (Reeves, 2001 : 48).


B.

Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan
presipitasi timbulnya serangan asma.
1. Faktor predisposisi
a. Genetik
Pada asma, yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun
belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga
dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat
alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma
bronkhial jika terpapar dengan foktor pencetus. Selain itu
hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
2. Faktor presipitasi
a. Alergen
Faktor alergi dianggap mempunyai peranan pada sebagian
besar anak dengan asma. Disamping itu hiperaktivitas saluran
napas juga merupakan factor yang penting. Bila tingkat
hiperaktivitas bronkus tinggi, diperlukan jumlah allergen yang
28

sedikit dan sebaliknya jika hiperaktivitas rendah diperlukan


jumlah antigen yang lebih tinggi untuk menimbulkan serangan
asma. Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan
Contoh: debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur,
bakteri dan polusi
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut
Contoh: makanan dan obat-obatan
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit
Contoh: perhiasan, logam dan jam tangan
b. Infeksi
Biasanya infeksi yang sering terjadi adalah infeksi akibat
virus, terutama pad abayi dan anak. Virus yang menyebabkan
adalah

respiratory

syncytial

virus

(RSV)

dan

virus

parainfluenza. Kadang-kadang karena bakteri misalnya pertusis


dan streptokokus, jamur, misalnya aspergillus dan parasit
seperti askaris.
c. Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi

asma. Atmosfir

yang

mendadak

dingin

merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim
hujan, musim kemarau, musim bunga. Hal ini berhubungan
dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
d. Faktor Psikis
Factor psikis merypakan factor pencetus yang tidak boleh
diabaikan dan sangat kompleks. Tidak adanya perhatian atau
tidak mau mengakui adanya persoalan tentang asma pada anak
sendiri/keluarganya akan menggagalkan usaha pencegahan.
Sebaliknya terlalu takut terhadap adanya serangan atau hari
depan anak juga dapat memperberat serangan asma.
e. Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya
serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.
Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri

29

tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
f. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan
jika melakukan aktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari
cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan
asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
C.

Klasifikasi
Berbagai pembagian asma pada anak, diantaranya adalah:
1. Asma episodik yang jarang
Biasanya terdapat pada anak usia 3-8 tahun. Pencetus
utama dari asma ini yaitu infeksi virus saluran nafas bagian atas,
dengan banyaknya serangan 3-4 kali pertahun. Lamanya serangan
dapat beberapa hari, jarang merupakan serangan yang berat, gejala
lebih berat pada malam hari.
2. Asma episodik sering
Pada golongan ini serangan pertama terjadi pada umur
sebelum 3 tahun. Pada permulaan, serangan berhubungan dengan
infeksi saluran nafas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi
serangan

tanpa

infeksi

yang

jelas.

Biasanya

orang

tua

menghubungkannya dengan perubahan udara, allergen, aktivitas


fisik dan stress. Frekuensi serangan 3-4 kali dalam setahun, tiap
serangan biasanya beberapa hari sampai beberapa minggu.
Frekuensi serangan paling tinggi pada umur 8-13 tahun. Pada
golongan lanjut kadang-kadang sukar dibedakan dengan golongan
asma kronik atau persisten.
3. Asma kronik atau persisten
Pada 25% anak golongan ini serangan pertama terjadi
sebelum umur 6 bulan: 75% sebelum umur 3 tahun. Pada lebih dari
50% anak terdapat wheezing yang lama pada 2 tahun pertama, dan
50% sisanya serangannya episodik. Pada umur 5-6 tahun akan
lebih jelas terjadinya obstruksi saluran nafas yang persisten dan
hampir selalu terdapat wheezing setiap hari, dan pada malam hari
terdapat batuk disertai wheezing. Aktivitas fisik juga sering

30

menyebabkan asma, seringkali memerlukan perawatan di rumah


sakit. Biasanya setelah mendapatkan penanganan anak dan orang
tua baru menyadari mengenai asma pada anak dan masalahnya.
Obstruksi jalan nafas mencapai puncaknya pada umur 8-14 tahun,
baru kemudian terjadi perbaikan. Pada golongan dewasa muda,
50% golongan ini biasanya tetap menderita asma persisten.
D.

Tanda dan Gejala


1. Asma episodik yang jarang:
1) gejala muncul pada malam hari;
2) timbul wheezing kurang dari 3-4 hari;
3) batuk-batuk berlangsung sampai 10-14 hari;
4) tumbuh kembang anak biasanya tidak terganggu.
2. Asma episodik sering:
1) gejala muncul pada malam hari disertai batuk, disertai
wheezing;
2) sering terbangun pada malam hari akibat sesak dan batuk;
3) waktu serangan lebih dari 1-2 minggu.
c. Asma kronik atau persisten:
1) sesak saat beraktifitas;
2) perubahan bentuk toraks (pigeon chest, barrel chest);
3) terdapat sulkus horizon;
4) gangguan pertumbuhan (tubuh kecil);
5) kemampuan aktivitas menurun;
6) sering tidak masuk sekolah sehingga prestasi belajar terganggu;
7) sebagian kecil mengalami gangguan psikososial.

E.

Patofisiologi
Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos
bronkhiolus yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum
adalah hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di
udara. Reaksi yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan
cara sebagai berikut : seorang yang alergi mempunyai kecenderungan
untuk membentuk sejumlah antibody Ig E abnormal dalam jumlah
besar dan antibodi ini menyebabkan reaksi alergi bila reaksi dengan
antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody ini terutama melekat pada
sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang berhubungan erat
dengan brokhiolus dan bronkhus kecil. Bila seseorang menghirup
alergen maka antibody Ig E orang tersebut meningkat, alergen bereaksi
dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast dan menyebabkan sel
31

ini akan mengeluarkan berbagai macam zat, diantaranya histamin, zat


anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan leukotrient), faktor
kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari semua
faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding
bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen
bronkhioulus

dan

spasme

otot

polos

bronkhiolus

sehingga

menyebabkan tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat.


Pada asma, diameter bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi
daripada selama inspirasi karena peningkatan tekanan dalam paru
selama ekspirasi paksa menekan bagian luar bronkiolus. Karena
bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan selanjutnya
adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi berat
terutama selama ekspirasi. Pada penderita asma biasanya dapat
melakukan inspirasi dengan baik dan adekuat, tetapi sekali-kali
melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan dispnea. Kapasitas residu
fungsional dan volume residu paru menjadi sangat meningkat selama
serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara ekspirasi dari
paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest.
F.

Pengobatan
Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah membebaskan
penderita dari serangan penyakit asma. Hal ini dapat dicapai dengan
jalan mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi atau
mencegah serangan penyakit asma jangan sampai terjadi.
1) Agonis Reseptor Beta-2 Adrenergik
Merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan
penyakit asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah
serangan yang mungkin dipicu oleh olahraga. Bronkodilator ini
merangsang pelebaran saluran udara oleh reseptor beta-adrenergik.
2) Kortikosteroid
Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat
efektif dalam mengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan
dalam jangka panjang, secara bertahap kortikosteroid akan
menyebabkan berkurangnya kecenderungan terjadinya serangan
32

penyakit asma dengan mengurangi kepekaan saluran udara


terhadap sejumlah rangsangan.
3) Cromolin dan Nedocromil
Kedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan
peradangan dari sel mast dan menyebabkan berkurangnya
kemungkinan pengkerutan saluran udara. Obat ini digunakan untuk
mencegah terjadinya serangan, bukan untuk mengobati serangan.
Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk penyakit asma
karena olah raga. Obat ini sangat aman, tetapi relatif mahal dan
harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.
4) Obat Antikolinergik
Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos
dan pembentukan lendir yang berlebihan di dalam bronkus oleh
asetilkolin. Lebih jauh lagi, obat ini akan menyebabkan pelebaran
saluran

udara

pada

penderita

yang

sebelumnya

telah

mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Contoh obat ini


yaitu atropin dan ipratropium bromida.
5) Pengubah Leukotrien
Merupakan obat terbaru untuk membantu mengendalikan
penyakit asma. Obat ini mencegah aksi atau pembentukan
leukotrien (bahan kimia yang dibuat oleh tubuh yang menyebabkan
terjadinya gejala-gejala penyakit asma). Contohnya montelucas,
zafirlucas dan zileuton.
G.

Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1) Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang
kemudian menjadi berat dan tidak memberikan respon (refrakter)
adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat digolongkan pada
status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang
intensif.

33

2) Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru


akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus)
atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3) Hipoksemia adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat kekurangan
oksigen secara sistemik akibat inadekuatnya intake oksigen ke
paru oleh serangan asma.
4) Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru.
5) Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah
penyempitan (obstruksi) saluran nafas karena kantung udara di
paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan
yang luas.
H.

Pencegahan
Semua serangan penyakit asma harus dicegah. Serangan
penyakit asma dapat dicegah jika faktor pemicunya diketahui dan bisa
dihindari. Serangan yang dipicu oleh olah raga bisa dihindari dengan
meminum obat sebelum melakukan olah raga. Ada usaha-usaha
pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah datangnya serangan
penyakit asma, antara lain :
1. Menjaga Kesehatan
Menjaga

kesehatan

merupakan

usaha

yang

tidak

terpisahkan dari pengobatan penyakit asma. Bila penderita lemah


dan kurang gizi, tidak saja mudah terserang penyakit tetapi juga
berarti mudah untuk mendapat serangan penyakit asma beserta
komplikasinya. Usaha menjaga kesehatan ini antara lain berupa
makan makanan yang bernilai gizi baik, minum banyak, istirahat
yang cukup, rekreasi dan olahraga yang sesuai.
2. Menjaga kebersihan lingkungan
Lingkungan dimana penderita hidup sehari-hari sangat
mempengaruhi timbulnya serangan penyakit asma. Keadaan rumah
misalnya sangat penting diperhatikan. Rumah sebaiknya tidak
lembab, cukup ventilasi dan cahaya matahari. Saluran pembuangan
air harus lancar. Kamar tidur merupakan tempat yang perlu

34

mendapat perhatian khusus. Sebaiknya kamar tidur sesedikit


mungkin berisi barang-barang untuk menghindari debu rumah.
Hewan peliharaan, asap rokok, semprotan nyamuk, atau semprotan
rambut dan lain-lain mencetuskan penyakit asma. Lingkungan
pekerjaan juga perlu mendapat perhatian apalagi kalau jelas-jelas
ada hubungan antara lingkungan kerja dengan serangan penyakit
asmanya.
3. Menghindari Faktor Pencetus
Alergen yang tersering menimbulkan penyakit asma
adalah tungau debu sehingga cara-cara menghindari debu rumah
harus dipahami. Alergen lain seperti kucing, anjing, burung, perlu
mendapat perhatian dan juga perlu diketahui bahwa binatang yang
tidak diduga seperti kecoak dan tikus dapat menimbulkan penyakit
asma. Infeksi virus saluran pernapasan sering mencetuskan
penyakit asma. Sebaiknya penderita penyakit asma menjauhi
orang-orang yang sedang terserang influenza. Juga dianjurkan
menghindari tempat-tempat ramai atau penuh sesak. Hindari
kelelahan yang berlebihan, kehujanan, penggantian suhu udara
yang ekstrim, berlari-lari mengejar kendaraan umum atau olahraga
yang melelahkan. Jika akan berolahraga, lakukan latihan
pemanasan terlebih dahulu dan dianjurkan memakai obat pencegah
serangan penyakit asma. Zat-zat yang merangsang saluran napas
seperi asap rokok, asap mobil, uap bensin, uap cat atau uap zat-zat
kimia dan udara kotor lainnya harus dihindari.
4. Menggunakan obat-obat antipenyakit asma
Pada serangan penyakit asma yang ringan apalagi
frekuensinya jarang, penderita boleh memakai obat bronkodilator,
baik bentuk tablet, kapsul maupun sirup. Tetapi bila ingin agar
gejala penyakit asmanya cepat hilang, jelas aerosol lebih baik.
Pada serangan yang lebih berat, bila masih mungkin dapat
menambah dosis obat, sering lebih baik mengkombinasikan dua
atau tiga macam obat. Misalnya mula-mula dengan aerosol atau

35

tablet/sirup simpatomimetik (menghilangkan gejala) kemudian


dikombinasi dengan teofilin dan kalau tidak juga menghilang baru
ditambahkan kortikosteroid. Pada penyakit asma kronis bila
keadaannya sudah terkendali dapat dicoba obat-obat pencegah
penyakit asma.
I.

Pathway

36

J.

Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1) Pemeriksaan Fisik:
a. Data Demografi:
Nama, usia, tempat tinggal, pekerjaan orang tua.
b. Riwayat kesehatan yang lalu:
a) Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru
sebelumnya.
b) Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/
faktor lingkungan.
c) Kaji riwayat pekerjaan pasien.
c. Aktivitas
a) Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit
bernapas.
b) Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehari-hari.
c) Tidur dalam posisi duduk tinggi.
d. Pernapasan
a) Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas
atau latihan.
b) Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang
ditempat tidur.
c) Menggunakan

obat

bantu

pernapasan,

misalnya:

meninggikan bahu, melebarkan hidung.


d) Adanya bunyi napas mengi.
e) Adanya batuk berulang.
e. Sirkulasi
a) Adanya peningkatan tekanan darah.
b) Adanya peningkatan frekuensi jantung.
c) Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/
sianosis.
d) Kemerahan atau berkeringat.
f. Integritas ego/psikologis
a) Ansietas
b) Ketakutan
c) Peka rangsangan
d) Gelisah
g. Asupan nutrisi
a) Ketidakmampuan untuk makan

karena

distress

pernapasan.
37

b) Penurunan berat badan karena anoreksia.


h. Hubungan sosial
a) Keterbatasan mobilitas fisik.
b) Susah bicara atau bicara terbata-bata.
c) Adanya ketergantungan pada orang lain.
2) Pemeriksaan penunjang:
a. Foto toraks normal diluar serangan, hiperinflasi saat
serangan.
b. Faal paru (spirometri/ PEFR) menilai berat obstruksi,
reversibilitas, variabilitas
c. Uji provokasi bronkus membantu diagnosa
d. Status alergi skin prick test, Ig E, eosinofil count
2. Diagnosa
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan
obstruksi saluran nafas (bronchospasme)
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
suplai oksigen (alveoli tertutup mukus)
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan asupan oral akibat anoreksia
5. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan gangguan
pernafasan/asma
7. Keletihan berhubungan dengan infeksi akut/asma
8. Ketidakefektifan pemilihan kesehatan berhubungan dengan
kurang pendidikan/kurang informasi
3. Perencanaan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi
saluran nafasbronkospasme
Tujuan:
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil:
Sesak berkurang, batuk

berkurang,

klien

dapat

mengeluarkan sputum, wheezing berkurang/hilang, vital dalam


batas normal keadaan umum baik.
Intervensi:
a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya :
wheezing, ronkhi.
Rasional: Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi
mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma berat).
38

b. Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan


ekspirasi.
Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan
dapat ditemukan pada penerimaan selama strest/adanya
proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan frekuensi
ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian
kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional:Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi
pernafasan dengan menggunakan gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah.
Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional: Batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya
pada klien lansia, sakit akut/kelemahan.
e. Berikan air hangat.
Rasional :Penggunaan cairan hangat dapat menurunkan
spasme bronkus.
f. Libatkan keluarga dalam perawatan anak
Rasional: Memberikan pendidikan pada keluarga untuk
perawatan dirumah
g. Kolaborasi obat sesuai indikasi.
Bronkodilator spiriva 11 (inhalasi).
Rasional :Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan
produksi mukosa.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Tujuan:
Pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil:
Pola nafas efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam
batas normal, batuk berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi:
a. Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Catat upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu
pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional: kecepatan biasanya

mencapai

kedalaman

pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi


dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau
nyeri dada

39

b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti


krekels, wheezing.
Rasional: ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas
/ kegagalan pernafasan.
c. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional: duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan pernafasan.
d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional: Kongesti alveolar mengakibatkan

batuk

sering/iritasi.
e. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional: dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana
gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya
bernafas.
f. Pantau dan kaji pasien tiap 2 jam sekali
Rasional: mengetahui keadaan pasien setelah diberikan
penanganan untuk mengetahui mengkaji kekambuhan asma
g. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit yang dapat
kambuh kapan saja
Rasional: memberikan pencegahan lebih parah terhadap
pasien ketika kambuh
h. Kolaborasi
a) Berikan oksigen tambahan
b) Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional: memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran sekret.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen (alveoli tertutup mucus)
Tujuan:
Klien akan memperlihatkan kemampuan pertukaran gas yang
kembali normal
Kriteria Hasil:
Hasil AGD normal
1)

PH (7,35 7,45)

2)

PO2 (80 100 mmHg)

3)

PCO2 ( 35 45 mmHg)

4)

BE ( -2 - +2)

Tidak ada sianosis


40

Intervensi:
a. Mandiri
1. Kaji dan awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
Rasional: Sianosis mungkin perifer atau sentral keabuabuan dan sianosis sentral mengindikasikan beratnya
hipoksemia.
2. Palpasi fremitus
Rasional:Penurunan

getaran

vibrasi

diduga

adanya

pengumplan cairan/udara.
3. Awasi tanda vital dan irama jantung
Rasional: Tachicardi, disritmia, dan perubahan tekanan
darah dapat menunjukan efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
4. Tingkatkan aktivitas secara bertahap
Rasional: menjelaskan bahwa fungsi pernafasan akan
meningkat dan dispnea akan menurun dengan melakukan
latihan
5. Ajarkan individu untuk latihan nafas dalam dan latihan
batuk yang terkontrol lima kali setiap jam
Rasional: dapat mengatasi jika penyakit kambuh sewaktuwaktu
6. Bantu untuk reposisi, mengubah posisi tubuh dengan
sering
Rasional:

untuk

membantu

mempermudah

fungsi

pernafasan dengan menggunakan gravitasi.


b. Kolaborasi
1. Berikan oksigen tambahan sesuai dengan indikasi hasil
AGDA dan toleransi pasien.
Rasional:
Dapat
memperbaiki

atau

mencegah

memburuknya hipoksia.
2. Berikan sedatif
Rasional : memberikan ketenangan pada pasien setelah
proses penyakit
4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan asupan oral akibat anoreksia
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria hasil:

41

Keadaan umum baik, mukosa bibir lembab, nafsu makan baik,


tekstur kulit baik, klien menghabiskan porsi makan yang
disediakan, berat badan dalam batas normal.
Intervensi:
a. Mandiri
1) Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat
kerusakan makanan.
Rasional: Pasien distress pernafasan akut sering anoreksia
karena dipsnea
2) Sering lakukan perawatan oral,buang sekret, berikan wadah
khusus untuk sekali pakai.
Rasional: Rasa tak enak, bau menurunkan nafsu makan dan
dapat

menyebabkan

mual/muntah

dengan

peningkatan

kesulitan nafas.
3) Tentukan kebutuhan kalori harian yang realistis dan adekuat
Rasional: untuk mengontrol kebutuhan kalori agar seimbang
4) Timbang berat badan
Rasional: penurunan berat badan merupakan indikasi asupan
yang tidak seimbang
5) Ajarkan individu untuk istirahat sebelum makan
Rasional: istirahat dapat membuat pasien lebih tenang
6) Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
Rasional: asupan nutrisi yang adekuat dapat menjaga
keseimbangan nutrisi
7) Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional: menentukan asupan gizi yang seimbang
b. Kolaborasi
1) Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi
untuk makan, meningkatkan masukan.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan:
Pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit menjadi
bertambah.
Kriteria hasil:
Mencari tentang proses penyakit:
1. Klien dan keluarga mengerti tentang definisi asma
2. Klien dan keluarga
mengerti tentang penyebab dan
pencegahan dari asma
3. Klien dan keluarga mengerti komplikasi dari asma
Intervensi:
a. Jelaskan tentang penyakit individu

42

Rasional: Menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan


perbaikan partisipasi pada rencana pengobatan.
b. Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang
tidak diinginkan.
Rasional: Penting bagi pasien memahami perbedaan antara
efek samping mengganggu dan merugikan.
c. Tunjukkan tehnik penggunaan inhaler.
Rasional: Pemberian obat yang tepat

meningkatkan

keefektifannya.
d. Ajarkan perawatan pasien dirumah jika kambuh sewaktuwaktu
Rasional: mencegah terjadi resiko yang lebih parah tentang
penyakit
e. Berikan informasi tentang pengobatan yang tepat dan efektif
Rasional: pengobatan yang tepat dapat mengurangi proses
penyakit
4. Implementasi
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan oleh perawat
sesuai dengan intervensi atau rencana yang telah dibuat
sebelumnya.
5. Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Pola nafas kembali efektif.
c. Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
d. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien tentang proses penyakit menjadi bertambah
2.3 KONSEP DASAR PENYAKIT ISPA
A.
Definisi
ISPA adalah suatu penyakit pernafasan akut yang ditandai dengan
gejala batuk, pilek, serak, demam dan mengeluarkan ingus atau lendir
yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Depkes RI, 2000).
ISPA adalah penyakit infeksi yang menyerang salah satu dan atau
lebih bagian dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran pernapasan
atas) hingga alveoli (saluran pernapasan bawah) termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura yang
disebabkan oleh masuknya kuman (bakteri, virus atau riketsia) ke dalam
organ saluran pernapasan yang berlangsung selama 14 hari. Batas 14 hari

43

diambil untuk menunjukkan proses akut dari suatu penyakit, meskipun


untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini
dapat berlangsung lebih dari 14 hari.
Menurut derajat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu ISPA ringan, ISPA sedang, dan ISPA berat. Pembagian
menurut deajat keparahan tersebut didasarkan pada gejala-gejala dan
tanda-tandanya. ISPA ringan dapat berkembang menjadi ISPA sedang atau
ISPA berat jika keadaan memungkinkan, misalnya penderita kurang
mendapat perawatan atau saat penderita dalam keadaan lemah hingga daya
tahan tubuhnya rendah. Gejala ISPA ringan dapat dengan mudah diketahui
oleh orang awam, sedangkan gejala ISPA sedang dan berat memerlukan
beberapa pengamatan sederhana.4
B.

Klasifikasi
WHO (1986) telah merekomendasikan pembagian ISPA menurut

derajat keparahannya. Pembagian ini dibuat berdasarkan gejala-gejala


klinis yang timbul dan telah ditetapkan dalam lokakarya Nasional II ISPA
tahun 1988. Adapun pembagiannya sebagai berikut:
Secara anatomis yang termasuk Infeksi saluran pernapasan akut:
1. ISPA ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu
atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
a) Batuk
b) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara
(misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung
d) Panas atau demam, suhu tubuh lebih dari 37 0C atau jika dahi anak
diraba dengan penggung tangan terasa panas.
2. ISPA sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai
gejala-gejala ISPA ringan disertai gejala-gejala berikut :
a) Pernapasan >50 kali per menit pada anak yang berumur >1 tahun
atau > 40kali per menit pada anak yang berumur 1 tahun atau
lebih.
b) Suhu tubuh lebih dari 390C.

44

c) Tenggorokan berwarna merah.


d) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak.
e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
f) Pernapasan berbunyi seperti mendengkur atau mencuit-cuit. Dari
gejala-gejala ISPA sedang, perlu berhati-hati jika anak menderita
ISPA ringan sedangkan suhu tubuhnya lebih dari 39 0C atau
gizinya kurang baik,atau umurnya 4 bulan, maka anak tersebut
menderita ISPA sedang dan harus mendapat pertolongan dari
petugas kesehatan.
3. ISPA berat
Seorang anak dinyatakan menderita ispa berat jika dijumpai gejalagejala ISPAringan atau ISPA sedang disertai gejala berikut :
a) Bibir atau kulit membiru.
b) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada
waktu bernapas.
c) Kesadaran menurun.
d) Pernapasan berbunyi berciut-ciut dan anak tampak gelisah.
e) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas.
f) Nadi cepat, lebih dari 160 kali per menit atau tidak teraba.
g) Tenggorokan berwarna merah.
Penderita ini harus dirawat di puskesmas atau rumah sakit, karena
perlu mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen
dan atau cairan infus.
Menurut Depkes RI (1991), Pembagian ISPA berdasarkan atas
umur dan tanda-tanda klinis yang didapat yaitu :
1. Untuk anak umur 2 bulan-5 tahun
Untuk

anak

dalam

berbagai

golongan

umur

ini

ISPA

diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :


a) Pneumonia berat
Tanda utama :
1) Adanya tanda bahaya yaitu tidak bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, serta gizi buruk.

45

2) Adanya tarikan dinding dada kebelakang. Hal ini terjadi


bila paru-paru menjadi kaku dan mengakibatkan perlunya
tenaga untuk menarik nafas.
3) Tanda lain yang mungkin ada :
a. Nafas cuping hidung.
b. Suara rintihan.
c. Sianosis (pucat).
b) Pneumonia tidak berat
Tanda Utama :
1) Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
2) Di sertai nafas cepat :
a. Lebih dari 50 kali/menit untuk usia 2 bulan 1 tahun.
b. Lebih dari 40 kali/menit untuk usia 1 tahun 5 tahun.
c) Bukan pneumonia
Tanda utama :
1) Tidak ada tarikan dinding dada kedalam.
2) Tidak ada nafas cepat :
a. Kurang dari 50 kali/menit untuk anak usia 2 bulan 1
tahun.
b. Kurang dari 40 kali/menit untuka anak usia 1 tahun 5
tahun.
2. Anak umur kurang dari 2 bulan
Untuk anak dalam golongan umur ini, di klasifikasikan menjadi 2
yaitu :
a) Pneumonia berat
Tanda utama :
1) Adanya tanda bahaya yaitu kurang bisa minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, wheezing, demm atau dingin.
2) Nafas cepat dengan frekuensi 60 kali/menit atau lebih.
3) Tarikan dinding dada ke dalam yang kuat.
b) Bukan pneumonia
Tanda utama :

46

1) Tidak ada nafas cepat.


2) Tidak ada tarikan dinding dada ke dalam.
C.

Epidemiologi
Penyakit ISPA sering terjadi pada anak-anak. Episode penyakit batuk
pilek pada balita di Indonesia perkirakan 3-6 kali per tahun (rata-rata 4 kali
per tahun), artinya seorang balita rata-rata mendapatkan serangan batuk
pilek sebanyak 3-6 kali setahun. Dari hasil pengamatan epidemiologi dapat
diketahui bahwa angka kesakitan dikota cenderung lebih besar dari pada di
desa. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat kepadatan tempat tinggal
dan pencemaran lingkungan di kota yang lebih tinggi daripada di desa.
ISPA merupakan penyakit yang sering kali dilaporkan sebagai 10
penyakit utama di Negara berkembang. Di Negara berkembang, penyakit
pneumonia merupakan 25% penyumbang kematian pada anak, terutama
pada bayi berusia kurang dari 2 bulan. Dari Survey Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 1986 diketahui bahwa morbiditas pada bayi akibat
pneumonia sebesar 42,2% dan pada balita 40,6%, sedangkan angka
mortalitas 36%.
Di Indonesia angka ini dilaporkan sekitar 3-6 kali per tahun per
anak, sekitar 40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30%
kunjungan berobat jalan dan rawat inap di rumah sakit juga disebabkan
oleh ISPA. Hasil SKRT tahun 1992 menunjukkan bahwa angka mortalitas
pada bayi akibat penyakit ISPA menduduki urutan pertama (36%), dan
angka mortalitas pada balita menduduki urutan kedua (13%). Di jawa
Tengah pada tahun 1999 penyakit ISPA selalu menduduki rangking 1 pada
10 besar penyakit pasien rawat jalan di puskesmas

D.

Etiologi Dan Faktor Resiko


Etiologi ISPA terdiri dari:
1) Bakteri: Diplococcus pneumonia, Pneumococcus,
Streptococcus pyogenes, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenza, dan lain-lain.
2) Virus: Rinovirus, coronavirus, adenovirus, enterovirus, (ISPA atas virus
utama), Parainfluenza, 123 coronavirus, adenovirus.
47

Jamur: Aspergillus sp, Candida albicans, Histoplama, dan lain-lain.


3) Aspirasi:Makanan, asap kendaraan bermotor, BBM (bahan bakar miny)
biasanya minyak tanah, cairan amnion pada saat lahir, benda asin. (bijibijian, mainan plastic kecil, dan lain-lain).
Disamping penyebab, perlu juga diperhatikan faktor resiko, yaitu
faktor yang mempengaruhi atau mempermudah terjadinya ISPA. Secara
umum ada 3 faktor yaitu:
1. Keadaan social ekonomi dan cara mengasuh atau mengurus anak.
2. Keadaan gizi dan cara pemberian makan.
3. Kebiasaan merokok dan pencemaran udara
Faktor yang meningkatkan morbiditas adalah anak usia 2 bulan, gizi
kurang, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), pemberian Air Susu Ibu
(ASI) tidak memadai, polusi udara, kepadatan dalam rumah, imunisasi
tidak lengkap dan menyelimuti anak berlebihan.
Faktor yang meningkatkan mortalitas adalah umur kurang dari 2
bulan, tingkat social ekonomi rendah, gizi kurang, Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR), tingkat pengetahuan ibu rendah, kepadatan dalam
rumah, imunisasi tidak lengkap dan menderita penyakit kronis.
E.

Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya
virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak
ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan
refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan.
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya
batuk kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan
menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat
pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa
yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut
menimbulkan gejala batuk. Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang
paling menonjol adalah batuk.

48

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi


sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan
mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada
saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteribakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus
menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk
yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor
seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan
bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas
dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak.
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempattempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang,
demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi
sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga
bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan
atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri.
Penanganan penyakit saluran pernafasan

pada

anak

harus

diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa


sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak
sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran
nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah
bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG
pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA)
sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas.
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi
menjadi empat tahap, yaitu:
a. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum
menunjukkan reaksi apa-apa.

49

b. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa.


Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan
sebelumnya memang sudah rendah.
c. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul
gejala demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh
sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat
meninggal akibat pneumonia.
F.

Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Tanda dan gejala penyakit ISPA antara lain:
a) Batuk terjadi karena produksi mukus meningkat, sehingga
terakumulasi pada trakea yang kemudian menimbulkan batuk.
Batuk juga bisa terjadi karena iritasi pada bronkus. Sifat batuk
dimulai dari batuk kering (nonproduktif) kemudian setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
b) Kesulitan bernafas
Akumulasimukus di trakea akan mengakibatkan saluran nafas
tersumbat sehingga mengalami kesulitan dalam bernafas.
c) Sakit tenggorokan
Terjadi iritasi jalan nafas akibat pembengkakan akan merangsang
ujung

dendrit oleh

nervus, untuk

menstimulasi

pelepasan kemoreseptor yaitu bradikinin dan serotonin sehingga


terjadi perangsangan nyeri pada tenggorokan.
d) Demam
Infeksi jalan nafas juga mengakibatkan munculnya demam, ini
sebagai

mekanisme

pertahanan

tubuh

dalam

melawan

mikroorganisme yang masuk.


Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis,
nyeri tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri
retrosternal dan konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari
disertai malaise, mialgia, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan
insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung lama biasanya menunjukkan
adanya penyulit. Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan
50

dengan pemeriksaan laboratorium terhadap jasadrenik itu sendiri.


Pemeriksaan yang dilakukan adalah biakan virus, serologis, diagnostik
virus secara langsung. Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri
dilakukan dengan pemeriksaan sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.
Tanda-tanda bahaya
Pada umumnya suatu penyakit saluran pernapasan dimulai dengan
keluhan-keluhan dan gejala-gejala yang ringan. Dalam perjalanan penyakit
mungkin gejala-gejala menjadi lebih berat dan bila semakin berat dapat
jatuh dalam keadaan kegagalan pernapasan dan mungkin meninggal. Bila
sudah dalam kegagalan pernapasan maka dibutuhkan penatalaksanaan
yang lebih rumit, meskipun demikian mortalitas masih tinggi, maka perlu
diusahakan agar yang ringan tidak menjadi lebih berat dan yang sudah
berat cepat-cepat ditolong dengan tepat agar tidak jatuh dalam kegagalan
pernapasan.
Tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan tanda-tanda klinis dan
tanda-tanda laboratoris.
Tanda-tanda klinis
1. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur (apnea),
retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis, suara napas
lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
2. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
3. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
4. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak.
Tanda-tanda laboratoris
a. hypoxemia,
b. hypercapnia dan
c. acydosis (metabolik dan atau respiratorik)
Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun adalah: tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan
gizi buruk, sedangkan tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari
51

2 bulan adalah: kurang bisa minum (kemampuan minumnya menurun


ampai kurang dari setengah volume yang biasa diminumnya), kejang,
kesadaran menurun, stridor, Wheezing, demam dan dingin.
G.

Diagnosis Banding
Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa
diagnosis

banding

yaitu

difteri,

mononukleosis

infeksiosa

dan

agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis


nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing
dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test
Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi
lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan
muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).
H.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan
kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman
(+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential
count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis
dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan
foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).

I.

Penatalaksanaan
Pengobatan antara lain:
1. Simptomatik:
a.Analgesik-antipiretik untuk mengobati gejala demam seperti
parasetamol danaspirin.
b.

Kombinasi dekongestan dan anti alergi untuk pilek dan flu.


Contoh:

dekongestan

antara

lain

pseudoefedrin,

fenil

propanolamin. Contoh antialergiadalah dipenhidramin.


c.Ekspektoran untuk batuk berdahak. Contoh: ammonium klorida.
d.

Mukolitik untuk batuk berdahak. Contoh: ambroksol,


bromheksin, gliserilgualakolat.

52

e.Antitusif untuk meringankan gejala batuk kering. Contoh:


dekstrometorfan.
2. Suportif:
meningkatkan

daya

tahan

tubuh

berupa

Nutrisi

yang

adekuat,pemberian multivitamin dll.


3. Antibiotik:
a. Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
b. Utama ditujukan pada S.pneumonia,H.Influensa dan S.Aureus
c. Antibiotik. Antibiotik tidak disarankan untuk ISPA yang
disebabkan oleh virus karena antibiotik tidak dapat membunuh
virus. Antibiotik diberikan jika gejala memburuk, terjadi
komplikasi atau radang yang disebabkan oleh bakteri.
d. Menurut WHO: Pneumonia rawat jalan yaitu kotrimoksasol,
Amoksisillin, Ampisillin, Penisillin Prokain, Pnemonia berat:
Benzil penicillin, klorampenikol, kloksasilin, gentamisin.
e. Antibiotik baru lain: Sefalosforin,quinolon dll.
Tanda bahaya setiap bayi atau anak dengan tanda bahaya harus
diberikan perawatan khusus untuk pemeriksaan selanjutnya. Petunjuk
dosis dapat dilihat pada lampiran.
J.

Perawatan dirumah
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA.
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi dengan
memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2
bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4
kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet
dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan
pada air (tidak perlu air es).
b. Mengatasi batuk

53

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan


tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap
atau madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulangulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.
d. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya)
lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan
dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang
diderita.
e. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek,
bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan
dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan
lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup
dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan
anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau
petugas kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik,
selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut
diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita
yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak
dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang.4,5
K.

Komplikasi
1) Asma
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten yang
disebabkan oleh suatu kondisi alergi non infeksi dengan gejala
sesak nafas, nafas berbunyi wheezing, dada terasa tertekan, batuk
biasanya pada malam hari atau dini hari.
2) Kejang demam
54

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada


kenaikan suhu tubuh (suhu rentan lebih dari 38Oc) dengan geiala
berupa serangan kejang klonik atau tonikklonik bilateral. Tanda
lainnya seperti mata terbalik keatas dengan disertai kejang
kekakuan atau kelemahan, gerakan sentakan berulang tanpa
didahului kekakuan atau hanya sentakan kekauan fokal.
3) Tuli
Tuli adalah gangguan system pendengaran yang terjadi karena
adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus dengan
gejala awal nyeri pada telinga yang mendadak, persisten dan
adanya cairan pada rongga telinga.
4) Syok
Syok merupakan kondisi dimana seseorang mengalami
penurunan f'ungsi dari system tubuh yang disebabkan oleh
berbagai faktor antara lain : faktor obstruksi contohnya hambatan
pada

system

pernafasan

yang

mengakibatkan

seseorang

kekurangan oksigen sehingga seseorang tersebut kekurang suplay


oksigen ke otak dan mengakibatkan syok.
5) Demam

Reumatik,

Penyakit

Jantung

Reumatik

dan

Glomerulonefritis, yang disebabkan oleh radang tenggorokan karena


infeksi Streptococcus beta hemolitikus grup A (Strep Throat)
a. Sinusitis
b. Meningitis
c. Abses Peritonsiler
d. Abses Retrofaring
L.

Prognosis
Pada dasarnya, prognosis ISPA adalah baik apabila tidak terjadi
komplikasi yang berat. Hal ini juga didukung oleh sifat penyakit ini
sendiri, yaitu self limiting disease sehingga tidak memerlukan tindakan
pengobatan yang rumit. Penyakit yang tanpa komplikasi berlangsung 1-7
hari. Kematian terbanyak oleh karena infeksi bakteri sekunder. Bila panas

55

menetap lebih dari 4 hari dan leukosit > 10.000/ul,biasanya didapatkan


infeksi bakteri sekunder.
M.

Pencegahan
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit
ISPA pada anak antara lain:
1. Menjaga keadaan gizi anda dan keluarga agar tetap baik.
Memberikan ASI eksklusif pada bayi anda.
2. Menjaga pola hidup bersih dan sehat, istirahat/tidur yang cukup dan
olah raga teratur.
3. Membiasakan cuci tangan teratur menggunakan air dan sabun atau
hand sanitizer terutama setelah kontak dengan penderita ISPA.
Ajarkan pada anak untuk rajin cuci tangan untuk mencegah ISPA
dan penyakit infeksi lainnya.
4. Melakukan imunisasi pada anak anda. Imunisasi yang dapat
mencegah ISPA diantaranya imunisasi influenza, imunisasi DPTHib /DaPT-Hib, dan imunisasi PCV.
5. Hindari kontak yang terlalu dekat dengan penderita ISPA.
6. Hindari menyentuh mulut atau hidung anda setelah kontak dengan
flu. Segera cuci tangan dengan air dan sabun atau hand sanitizer
setelah kontak dengan penderita ISPA.
7. Apabila anda sakit, gunakanlah masker dan rajin cuci tangan agar
tidak menulari anak anda atau anggota keluarga lainnya.
8. Mencegah anak berhubungan terlalu dekat dengan saudaranya atau
anggota keluarga lainnya yang sedang sakit ISPA. Tindakan semi
isolasi mungkin dapat dilakukan seperti anak yang sehat tidur
terpisah dengan anggota keluarga lain yang sedang sakit ISPA.
9. Upayakan ventilasi yang cukup dalam ruangan / rumah.

N.

Pathway

56

O.

Konsep Asuhan Keperawatan


1. PENGKAJIAN
Riwayat kesehatan pasien yang lengkap yang menunjukkan
1) Tanda dan gejala :
a Sakit kepala.
b Sakit tenggorok.
c Nyeri sekitar mata serta pada kedua sisi hidung.
d Kesulitan menelan.
e Batuk.
f Suara serak.
g Demam.

57

2) Menetapkan kapan gejala mulai timbul.


3) Apa yang menjadi faktor pencetusnya.
4)

Apa yang dapat menghilangkan atau meringankan gejala


tersebut dan apa yang memperburuk gejala.

5)

Identifikasi setiap riwayat alergi atau adanya penyakit yang


timbul bersama.

6)

Pembengkakan lesi atau asimetris hidung yang menunjukkan


adanya Infeksi.

7)

Mukosa

hidung

menunjukkan

warna

kemerahan,

pembengkakan, eksudat dan polip hidung yang mungkin terjadi


dalam rinithis kronis.
8)

Nyeri tekan yang menunjukkan inflamasi pada sinus frontal


dan maksilaris.

9)

Inspeksi tonsil dan faring terhadap temuan abnormal seperti


warna kemerahan, asimetris, drainage, ulserasi dan pembesaran.

10) Palpasi trakhea terhadap posisi garis tengah dalam leher,


identifikasi adanya massa atau deformitas.
11) Palpasi nodus limfe terhadap pembesaran dan nyeri tekan.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan
dengan penurunan ekspansi paru.
2) Hipertermi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan ketidak mampuan dalam memasukan dan mencerna
makanan
4) Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan ISPA
berhubungan dengan kurang informasi

58

3.

NO
1

RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSE
KEPERAWAT NOC
AN
Bersihan jalan
nafas napas
tidak
efektif b/d
penurunan
ekspansi paru.

NOC :
1. Respiratory status : Ventilation
2. Respiratory status : Airway
patency
3. Vital sign Status
Kriteria Hasil :
1. Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu
bernafas dengan mudah, tidak
ada pursed lips)
2. Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam rentang

NIC
Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila
perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan status O2

Terapi oksigen

59

normal, tidak ada suara nafas


abnormal)
3. Tanda Tanda vital dalam
rentang normal (tekanan darah,
nadi, pernafasan)

Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea


Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi

Vital sign Monitoring


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.

Monitor TD, nadi, suhu, dan RR


Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,

peningkatan sistolik)
m. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

60

Hipertermi
b/d invasi
mikroorganis
me

NOC : Thermoregulation

Fever treatment

Kriteria Hasil :

1.Monitor suhu sesering mungkin


2.Monitor IWL
1. Suhu tubuh dalam rentang normal 3.Monitor warna dan suhu kulit
2. Nadi dan RR dalam rentang normal 4.Monitor tekanan darah, nadi dan RR
3. Tidak ada perubahan warna kulit 5.Monitor penurunan tingkat kesadaran
6.Monitor WBC, Hb, dan Hct
dan tidak ada pusing
7.Monitor intake dan output
8.Berikan anti piretik
9.Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam
10. Selimuti pasien
11. Lakukan tapid sponge
12. Kolaborasipemberian cairan intravena
13. Kompres pasien pada lipat paha dan aksila
14. Tingkatkan sirkulasi udara
15. Berikan pengobatan untuk mencegah terjadinya menggigil

Temperature regulation
b. Monitor suhu minimal tiap 2 jam
c. Rencanakan monitoring suhu secara kontinyu
d. Monitor TD, nadi, dan RR
e. Monitor warna dan suhu kulit
f. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
g. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi

61

h. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh


i. Ajarkan pada pasien cara mencegah keletihan akibat panas
j. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan
efek negatif dari kedinginan
k. Beritahukan tentang indikasi terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
l. Ajarkan indikasi dari hipotermi dan penanganan yang diperlukan
m. Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


a.Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
b.catat adanya fluktuasi tekanan darah
c.Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
d.Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
e.Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah aktivitas
f. Monitor kualitas dari nadi
g.Monitor frekuensi dan irama pernapasan
h.Monitor suara paru
i. Monitor pola pernapasan abnormal
j. Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
k.Monitor sianosis perifer
l. Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)

62

m. Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign


3

Ketidakseimb
angan nutrisi
kurang dari
kebutuhan b/d
ketidak
mampuan
dalam
memasukan
dan mencerna
makanan

NOC :
1. Nutritional Status : food and Fluid
Intake
2. Nutritional Status : nutrient Intake
3. Weight control
Kriteria Hasil :
1.

Adanya peningkatan berat badan

sesuai dengan tujuan


2. Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan
3. Mampumengidentifikasi kebutuhan
nutrisi
4. Tidak ada tanda tanda malnutrisi
5. Menunjukkan peningkatan fungsi
pengecajpan dari menelan
6. Tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti

Nutrition Management
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
3.
4.
5.
6.

nutrisi yang dibutuhkan pasien.


Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula
Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah

konstipasi
7. Berikan makanan yang terpilih ( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

Nutrition Monitoring
1.BB pasien dalam batas normal
2.Monitor adanya penurunan berat badan
3.Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan

63

4.Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan


5.Monitoring lingkungan selama makan
6.Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
7.Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
8.Monitor turgor kulit
9.Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
17. Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet

Kurang
NOC :
pengetahuan
1. Kowlwdge : disease process
tentang
2. Kowledge : health Behavior
penatalaksana
an ISPA b/d
Kriteria Hasil :
kurang
informasi.
1. Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit,
kondisi, prognosis dan program

Teaching : disease Process


1.Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses
penyakit yang spesifik
2.Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan
dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
3.Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan
cara yang tepat
4.Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
5.Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat

64

2.

pengobatan
Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang

dijelaskan secara benar


3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya.

6.Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat
7.Hindari jaminan yang kosong
8.Sediakan bagi keluarga atau SO informasi tentang kemajuan pasien
dengan cara yang tepat
9.Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses
pengontrolan penyakit
10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau diindikasikan
12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat
13. Rujuk pasien pada grup atau agensi di komunitas lokal, dengan cara
yang tepat
14. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada
pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat

65

2.4 KONSEP DASAR TBC PADA ANAK


A. Definisi
1. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit akibat kuman Mycobakterium
tuberkculosis sistemis sehingga dapat mengenai semu organ tubuh
dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Arif Mansjoer, 2000).
2. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh
lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne
dan Brenda, 2001).
3. Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer, 2001).
4. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah
TBC) adalah suatu penyaki yang disebabkan oleh infeksi kompleks
Mycobacterium tuberculosis.
Berdasarkan beberapa definisi mengenai tuberkulosis diatas, maka
dapat dirumuskan bahwa tuberculosis (TB) paru adalah suatu penyakit
infeksius yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis yang
menyerang parenkim paru, bersifat sistemis sehingga dapat mengenai
organ tubuh lain, terutama meningen, tulang, dan nodus limfe.
B. Etiologi
Agens infeksius utama, mycobakterium tuberkulosis adalah batang
aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat dan sensitif terhadap
panas dan sinar ultra violet, dengan ukuran panjang 1-4 /um dan tebal 0,3
0,6/um. Yang tergolong kuman mycobakterium tuberkulosis kompleks
adalah:
a. Mycobakterium tuberculosis
b. Varian asian
c. Varian african I
d. Varian asfrican II
e. Mycobakterium bovis
Kelompok kuman mycobakterium tuberkulosis dan mycobakterial
othetan Tb (mott, atipyeal) adalah :
a. Mycobacterium cansasli
b. Mycobacterium avium
c. Mycobacterium intra celulase

66

d. Mycobacterium scrofulaceum
e. Mycobacterium malma cerse
f. Mycobacterium xenopi
1)

C. Klasifikasi
Pembagian secara patologis :
1) Tuberkulosis primer ( Child hood tuberculosis ).
2) Tuberkulosis post primer ( Adult tuberculosis ).
2)

Berdasarkan pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2 yaitu :


1) Tuberkulosis Paru BTA positif.
2) Tuberkulosis Paru BTA negative

3)

Pembagian secara aktifitas radiologis :


1) Tuberkulosis paru ( Koch pulmonal ) aktif.
2) Tuberkulosis non aktif .
3) Tuberkulosis quiesent ( batuk aktif yang mulai sembuh ).

4)

Pembagian secara radiologis ( Luas lesi )


1) Tuberculosis minimal, yaitu terdapatnya sebagian kecil infiltrat
non kapitas pada satu paru maupun kedua paru, tapi jumlahnya
tidak melebihi satu lobus paru.
2) Moderateli advanced tuberculosis, yaitu, adanya kapitas dengan
diameter tidak lebih dari 4 cm, jumlah infiltrat bayangan halus
tidak lebih dari satu bagian paru. Bila bayangannya kasar tidak
lebih dari satu pertiga bagian satu paru.
3) For advanced tuberculosis, yaitu terdapatnya infiltrat dan kapitas
yang melebihi keadaan pada moderateli advanced tuberculosis.

5)

Berdasarkan aspek kesehatan masyarakat pada tahun 1974


American Thorasic Society memberikan klasifikasi baru:
1) Karegori O, yaitu tidak pernah terpajan dan tidak terinfeksi,
riwayat kontak tidak pernah, tes tuberculin negatif.
2) Kategori I, yaitu terpajan tuberculosis tetapi tidak tebukti adanya
infeksi, disini riwayat kontak positif, tes tuberkulin negatif.
3) Kategori II, yaitu terinfeksi tuberculosis tapi tidak sakit.
4) Kategori III, yaitu terinfeksi tuberculosis dan sakit.

67

6)

Berdasarkan terapi WHO membagi tuberculosis menjadi 4 kategori


:
1) Kategori I : ditujukan terhadap kasus baru dengan sputum positif
dan kasus baru dengan batuk TB berat.
2) Kategori II : ditujukan terhadap kasus kamb uh dan kasus gagal
dengan sputum BTA positf.
3) Kategori III : ditujukan terhadap kasus BTA negatif dengan
kelainan paru yang tidak luas dan kasus TB ekstra paru selain dari
yang disebut dalam kategori I.
4) Kategori IV : ditujukan terhadap TB kronik.

D. Patofisiologi
Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman dibersinkan atau
dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara. Partikel infeksi ini
dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama berhari-hari sampai
berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat akan
menempel pada jalan nafas atau paru-paru. Partikel dapat masuk ke
alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan
limfosit ( biasanya sel T ) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas
seperti ini basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat
infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi
hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya
diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang
besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit ( Dannenberg 1981 ). Setelah berada diruang
alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas paru-paru atau dibagian atas
lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan.
Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari
68

pertama leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang


akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala

pneumonia akut.

Pneumonia seluler akan sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada


sisa atau proses akan berjalan terus dan bakteri akan terus difagosit atau
berkembang biak didalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening
menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag yang mengadakan
infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi
ini butuh waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju
yang biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid
dan fibroblast menimbulkan respon yang berbeda.Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks
ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan
dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas.
Materi tuberkel yang dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalan
percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat terulang lagi kebagian
paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen
brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapt
dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat
mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung
sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan
lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam
waktu lama atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge
menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh
darah. Organisme yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai
aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada
69

oragan lain. Jenis penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya


sembuh sendiri. Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena
akut yang dapat menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila
fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
yang masuk kedalam sistem vaskuler dan tersebar keorgan-organ lainnya.

E. Pathway

70

F. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit
untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
a. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
1) Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
2) Penurunan nafsu makan dan berat badan.
3) Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
4) Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:

71

1) Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi


sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara mengi, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
2) Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
3) Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi
tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan
bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan
nanah.
4) Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak)
dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya
adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejangkejang.
G. Komplikasi
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat
terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
2) Atelektasis (parumengembang kurang sempurna) atau kolaps dari
lobus akibat retraksi bronchial.
3) Bronkiektasis

(pelebaran

broncus

setempat)

dan

fibrosis

(pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada


paru.
4) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan
ginjal.
H. Pemeriksaan penunjang
1) Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir
penyakit.
2) Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
72

3) Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area


durasi 10 mm) terjadi 48 72 jam setelah injeksi intra dermal.
Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi
tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada
pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat
diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
4) Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
5) Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas,
simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan
menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
6) Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien
dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium
tubrerkulosis.
7) Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya
sel raksasa menunjukan nekrosis.
8) Elektrolit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ;
ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB
paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan
kerusakan sisa pada paru.
9) Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital,
peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas
paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi
parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural
(TB paru kronis luas).

I. Penatalaksanaan
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1. Jangka pendek. Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan
jangka waktu 1 3 bulan.
a. Streptomisin inj 750 mg.
b. Pas 10 mg.
c. Ethambutol 1000 mg.
d. Isoniazid 400 mg.
Kemudian dilanjutkan dengan jangka panjang, tata cara
pengobatannya adalah setiap 2 x seminggu, selama 13 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Therapi

73

TB paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang


diberikan dengan jenis :
a. INH.
b. Rifampicin.
c. Ethambutol
Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan
kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
2. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila
ditemukan dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi
obat :
a. Rifampicin.
b. Isoniazid (INH).
c. Ethambutol.
d. Pyridoxin (B6).
J. Pencegahan
1. Imunisasi BCG pada anak balita, Vaksin BCG sebaiknya diberikan
sejak anak masih kecil agar terhindar dari penyakit tersebut.
2. Bila ada yang dicurigai sebagai penderita TBC maka harus segera
diobati sampai tuntas agar tidak menjadi penyakit yang lebih berat dan
terjadi penularan.
3. Jangan minum susu sapi mentah dan harus dimasak.
4. Bagi penderita untuk tidak membuang ludah sembarangan.
5. Pencegahan terhadap penyakit TBC dapat dilakukan dengan tidak
melakukan kontak udara dengan penderita, minum obat pencegah
dengan dosis tinggi dan hidup secara sehat. Terutama rumah harus baik
ventilasi udaranya dimana sinar matahari pagi masuk ke dalam rumah.
6. Tutup mulut dengan sapu tangan bila batuk serta tidak
meludah/mengeluarkan

dahak

di

sembarangan

tempat

dan

menyediakan tempat ludah yang diberi lisol atau bahan lain yang
dianjurkan dokter dan untuk mengurangi aktivitas kerja serta
menenangkan pikiran.
K. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar pengkajian pasien ( Doengoes, Marilynn E : 2000 )
adalah sebagai berikut:
1) Pola aktivitas dan istirahat
a. Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak
(nafas pendek), demam, menggigil.

74

b. Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak


(tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam
subfebris (40 -410C) hilang timbul.
2) Pola nutrisi
a. Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat
badan.
b. Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan
lemak sub kutan.
3) Respirasi
a. Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit
dada.
b. Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum
hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan
kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah
apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru
dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak
simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus
(cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).
4) Rasa nyaman/nyeri
a. Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
b. Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi,
gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura
sehingga timbul pleuritis.
5) Integritas ego
a. Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak
berdaya/tak ada harapan.
b. Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan,
mudah tersinggung.
6) Keamanan
a. Subyektif: adanya kondisi penekanan imun, contoh AIDS,
kanker.
b. Obyektif: demam rendah atau sakit panas akut.
7) Interaksi Sosial
1. Subyektif: Perasaan isolasi/ penolakan karena penyakit menular,
perubahan pola biasa dalam tanggung jawab/ perubahan
kapasitas fisik untuk melaksanakan peran.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan
sekret.
75

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran


alveolar.
3. Gangguan keseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan reaksi
inflamasi.
5. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi.
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
7. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak
adekuat

76

3. Intervensi
Diagnosa Keperawatan
Bersihan jalan napas

Tujuan
Setelah

tidak

efektif

tindakan

keperawatan 1. Kaji ulang fungsi pernapasan: bunyi

berhubungan

dengan

kebersihan

jalan

penumpukan sekret.

efektif,

Intervensi
diberikan Mandiri :

dengan

napas

napas, kecepatan, irama, kedalaman dan

criteria

penggunaan otot aksesori.


2. Catat kemampuan untuk mengeluarkan

hasil:
a.

Mempertahankan jalan

napas pasien.
b.
Mengeluarkan

sekret

tanpa bantuan.
c.
Menunjukkan prilaku
untuk

memperbaiki

secret atau batuk efektif, catat karakter,


jumlah sputum, adanya hemoptisis.
3. Berikan pasien posisi semi atau Fowler,
Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan
napas dalam.
4. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea,

Rasional
Mandiri :
1. Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki
indikasi

akumulasi

secret/ketidakmampuan

membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori


digunakan dan kerja pernapasan meningkat.
2. Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum
berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial
yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut
3. Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal
membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan
sekret agar mudah dikeluarkan.
4. Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan

suction bila perlu.


bersihan jalan napas.
5. Pertahankan intake cairan minimal 2500
d.
Berpartisipasi dalam
bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.
ml/hari kecuali kontraindikasi.
5. Membantu mengencerkan secret sehingga mudah
program
pengobatan
6. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
dikeluarkan.
sesuai kondisi.
Kolaborasi:
6. Mencegah pengeringan membran mukosa.
e.
Mengidentifikasi
1. Berikan
obat:
agen
mukolitik, Kolaborasi :
potensial komplikasi dan
bronkodilator, kortikosteroid sesuai8. Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen
melakukan tindakan tepat.
indikasi.
trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada
77

kavitas yang luas.

Gangguan
gas
dengan

pertukaran
berhubungan
kerusakan

membran alveolar

Setelah
tindakan

diberikan

Mandiri :

Mandiri :

keperawatan 1. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan1.

Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya

pertukaran gas efektif,

abnormal. Peningkatan upaya respirasi,

jangkauan

dengan kriteria hasil:

keterbatasan

bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi,

a. Melaporkan

tidak

terjadi dispnea.
b. Menunjukkan
perbaikan

ekspansi

kelemahan.
2. Evaluasi perubahan-tingkat

dada

dan

dalam

paru-pani

yang

berasal

dari

nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis


kesadaran,

catat tanda-tanda sianosis dan perubahan2.

dengan gejala-gejala respirasi distress.


Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di

ventilasi

warna kulit, membran mukosa, dan warna organ vital dan jaringan.
3.
Meningkatnya resistensi aliran udara untuk
dan
oksigenasi
kuku.
3. Demonstrasikan/anjurkan
untuk mencegah kolapsnya jalan napas.
jaringan
adekuat
4.
Mengurangi konsumsi oksigen pada periode
mengeluarkan napas dengan bibir
dengan GDA dalam
respirasi.
disiutkan, terutama pada pasien dengan
rentang normal.
5.
Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau
c. Bebas dari gejala
fibrosis atau kerusakan parenkim.
meningkatnya
PaC02
menunjukkan
perlunya
4. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu
distress pernapasan.
penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.
aktivitas sesuai kebutuhan.
5. Monitor GDA.
Kolaborasi :
2. Membantu

mengoreksi

hipoksemia

yang

Kolaborasi:
78

terjadi

1. Berikan oksigen sesuai indikasi.

sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan


alveolar paru.

Gangguan

Setelah

keseimbangan

nutrisi

kurang dari kebutuhan


tubuh

berhubungan

dengan anoreksia.

tindakan
diharapkan

diberikan

Mandiri :

Mandiri :

keperawatan 1. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit,1. Berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan
kebutuhan

timbang berat badan, integritas mukosa intervensi yang tepat.


2. Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik,
nutrisi adekuat, dengan
mulut, kemampuan menelan, adanya
meningkatkan intake diet pasien.
kriteria hasil:
bising usus, riwayat mual/rnuntah atau
3. Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.
a. Menunjukkan berat
diare.
4. Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi
2. Kaji ulang pola diet pasien yang
badan
meningkat
pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.
disukai/tidak disukai.
5. Membantu menghemat energi khusus saat demam
mencapai
tujuan
3. Monitor intake dan output secara periodik.
terjadi peningkatan metabolik.
dengan
nilai 4. Catat adanya anoreksia, mual, muntah,
6. Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat
laboratoriurn
dan tetapkan jika ada hubungannya
yang digunakan yang dapat merangsang muntah.
normal dan bebas
dengan
medikasi.Awasi
frekuensi,7. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi
tanda malnutrisi.
b. Melakukan
perubahan
hidup

volume, konsistensi Buang Air Besar

gaster.

(BAB).
pola 5. Anjurkan bedrest.
6. Lakukan perawatan mulut sebelum dan Kolaborasi :
untuk
sesudah tindakan pernapasan.
1.
Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet
79

meningkatkan

dan 7. Anjurkan

mempertahankan
berat badan yang
tepat.

makan

sedikit

dan

sering

dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan

dengan makanan tinggi protein dan diet.


2.
Nilai rendah menunjukkan
karbohidrat.
perubahan program terapi.
Kolaborasi:

malnutrisi

dan

1. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan


komposisi diet.
2. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN,
Gangguan rasa nyaman

Setelah

: nyeri berhubungan

tindakan

dengan
inflamasi

reaksi

diberikan

protein serum, dan albumin).


Mandiri :

Mandiri :

keperawatan 1. Observasi karakteristik nyeri, mis tajam,1. Nyeri merupakan respon subjekstif yang dapat diukur.
2. Perubahan frekuensi jantung TD menunjukan bahwa
rasa
nyeridapat
konstan , ditusuk. Selidiki perubahan
pasien mengalami nyeri, khususnya bila alasan untuk
berkurang
atau
karakter /lokasi/intensitas nyeri.
2. Pantau TTV
perubahan tanda vital telah terlihat.
terkontrol, dengan KH:
3. Berikan tindakan nyaman mis, pijatan3. Tindakan non analgesik diberikan dengan sentuhan
a. Menyatakan
nyeri
punggung, perubahan posisi, musik lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan
berkurang
tenang, relaksasi/latihan nafas.
memperbesar efek terapi analgesik.
atauterkontrol
4. Tawarkan pembersihan mulut dengan4. Pernafasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi
b. Pasien tampak rileks
sering.
dan mengeringkan membran mukosa, potensial
5. Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik
ketidaknyamanan umum.
menekan dada selama episode batukikasi. 5. Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada
Kolaborasi :

sementara meningkatkan keefektifan upaya batuk.


80

1. Kolaborasi dalam pemberian analgesik Kolaborasi :


sesuai indikasi
Hipertermi
berhubungan

Setelah
dengan

reaksi inflamasi.

diberikan

1. Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non

Mandiri :

produktif, meningkatkan kenyamanan


Mandiri :

tindakan

keperawatan 1. Kaji suhu tubuh pasien.


1.
Mengetahui peningkatan suhu tubuh, memudahkan
2. Beri kompres air hangat.
diharapkan suhu tubuh
intervensib.
3. Berikan/anjurkan pasien untuk banyak
2.
Mengurangi panas dengan pemindahan panas
kembali normal dengan
minum 1500-2000 cc/hari (sesuai
secara konduksi. Air hangat mengontrol pemindahan
KH :
toleransi).
panas secara perlahan tanpa menyebabkan hipotermi
a.Suhu tubuh 36C-37C 4. Anjurkan pasien untuk menggunakan
atau menggigil.
pakaian yang tipis dan mudah menyerap
3.
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
keringat.
evaporasi.
5. Observasi intake dan output, tanda vital
4.
Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis
(suhu, nadi, tekanan darah) tiap 3 jam
mudah menyerap keringat dan tidak merangsang
sekali atau sesuai indikasi.
peningkatan suhu tubuh.
5.
Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
Kolaborasi :
1. Pemberian cairan intravena dan nutrisi
lewat infus.

tubuh. Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui


keadaan umum pasien.
Kolaborasi :

81

1. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan


suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnya untuk
Intoleransi

aktivitas

Setelah

dengan

tindakan

berhubungan

ketidakseimbangan
antara

suplai

kebutuhan oksigen.

pasien
dan

diberikan

menurunkan panas tubuh pasien.


Mandiri :

Mandiri :

keperawatan 1. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.1. Menetapkan


diharapkan

Catat

laporan

dispnea,

kemampuan

atau

kebutuhan

peningkatan memudahkan pemilihan intervensi.


2. Menurunkan stress dan rangsanagn

pasien

berlebihan,
kelemahan atau kelelahan.
2. Berikan lingkungan tenang dan batasi meningkatkan istirahat.
aktivitas dalam batas
3. Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
pengunjung selama fase akut sesuai
yang ditoleransi dengan
menurunkan kebutuhan metabolic, menghemat energy
indikasi.
kriteria hasil:
3. Jelaskan pentingnya istirahat dalam untuk penyembuhan.
a.Melaporkan
atau
4. Pasien mungkin nyaman dengan kepala tinggi, tidur di
rencana
pengobatandan
perlunya
menunjukan
kursi atau menunduk ke depan meja atau bantal.
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
5. Meminimalkan
kelelahan
dan
membantu
peningkatan toleransi 4. Bantu pasien memilih posisi nyaman
keseimbanagnsuplai dan kebutuhan oksigen.
terhadap aktivitas yang
untuk istirahat.
5. Bantu aktivitas perawatan diri yang
dapat diukur dengan
diperlukan.
Berikan
kemajuan
adanya
dispnea,
peningkatan aktivitas selama fase
kelemahan berlebihan,
penyembuhan.
dan tanda vital dalam
mampu

melakukan

rentan normal.

82

Risiko tinggi infeksi

Setelah

diberikan

berhubungan

dengan

tindakan

keperawatan 1.

pertahanan

primer

tidak terjadi penyebaran/

tidak adekuat.

Mandiri :
Review
aktif/tidak

Mandiri :
patologi
aktif,

penyakit

fase1. Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima

penyebaran

infeksi terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.


2. Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat
aktivitas ulang infeksi,
melalui bronkus pada jaringan sekitarnya
untuk mencegah penyebaran infeksi.
dengan kriteria hasil:
atau aliran darah atau sistem limfe dan
3. Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan
a. Mengidentifikasi
resiko infeksi melalui batuk, bersin,
infeksi.
intervensi
untuk
meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.4. Mengurangi risilio penyebaran infeksi.
2.
Identifikasi
orang-orang
yang5. Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.
mencegah/menurun
6. Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien
beresiko terkena infeksi seperti anggota
kan
resiko
untuk
mengubah
gaya
hidup
dan
keluarga, teman, orang dalam satu
penyebaran infeksi.
menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.
b. Menunjukkan/mela
perkumpulan.
7. Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah
3.
Anjurkan pasien menutup mulut dan
kukan
perubahan
permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko,
membuang dahak di tempat penampungan
pola hidup untuk
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.
yang tertutup jika batuk.
meningkatkan
4.
Gunakan masker setiap melakukan Kolaborasi :
lingkungan yang.
tindakan.
1.
INH adalah obat pilihan bagi penyakit
aman.
5.
Monitor temperatur.
Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat
6.
Identifikasi individu yang berisiko
lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan
tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis
Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2
paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi,
bulan pertama.

83

operasi bypass intestinal, menggunakan2.


obat

penekan

Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat

imun/

kortikosteroid, primer sudah resisten.


3.
Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya
adanya diabetes melitus, kanker.
7.
Tekankan untuk tidak menghentikan serta respon pasien terhadap terapi
terapi yang dijalani
Kolaborasi:
1. Pemberian
Rifampisin.
2. Pemberian

terapi

INH,

terapi

(PZA)/Aldinamide,

etambutol,
Pyrazinamid

para-amino

salisik

(PAS), sikloserin, streptomisin.


3. Monitor sputum BTA.

84

4. Evaluasi
1. Dx 1:Kebersihan jalan napas efektif, dengan kriteria evaluasi:
a. Mempertahankan jalan napas pasien.
b. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
c. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas.
d. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi.
e. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan
tepat.
2. Dx 2: Pertukaran gas efektif, dengan kriteria evaluasi:
a. Melaporkan tidak terjadi dispnea.
b. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
c. Bebas dari gejala distress pernapasan.
3. Dx 3: Kebutuhan nutrisi adekuat, dengan kriteria evaluasi:
a. Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan
nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi.
b. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan
mempertahankan berat badan yang tepat.
4. Dx 4: Nyeridapat berkurang atau terkontrol, dengan kriteria
evaluasi:
a. Menyatakan nyeri berkurang atauterkontrol
b. Pasien tampak rileks
5. DX 5 : Suhu tubuh kembali normal dengan kriteria evaluasi :
a. Suhu tubuh 36C-37C.
6. DX 6 : Pasien mampu melakukan aktivitas dalam batas yang
ditoleransi dengan kriteria evaluasi :
a. Melaporkan atau menunjukan peningkatan toleransi terhadap
aktivitas yang dapat diukur dengan adanya dispnea, kelemahan
berlebihan, dan tanda vital dalam rentan normal.
7. DX 7 :Tidak terjadi penyebaran/ aktivitas ulang infeksi, dengan
kriteria evaluasi:
a. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/ menurunkan
resiko penyebaran infeksi.
85

b. Menunjukkan/

melakukan

perubahan

pola

hidup

untuk

meningkatkan lingkungan yang. aman.

BAB 3
KASUS

86

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM


RESPIRASI
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Pasien
Nama

: An. R,

Umur

: 4 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

TTL

: Bandung, 04-04-2009

Agama

: Islam

Pendidikan

: Belum sekolah

Suku/Bangsa

: Sunda/ indonesia

No R.M

: 0001316175

Ruang/Kelas

: PICU/Jamkesmas

Tanggal Pengkajian

: 16 Oktober 2013

Alamat

: Kp. Cikarang jati, Rt. 01, Rw. 03, Cibitung

Bekasi
Diagnosa medis

: Respiratory failure

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Sesak nafas
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien sesak nafas,
keluhan didahului panas, hilang timbul. Sejak 4 minggu sebelum
masuk Rumah Sakit keluhan anak lebih banyak tidur dan kejang
pada 3 minggu sebelumnya. Pasien saat ini diekstubasi KU:
tampak sakit berat terpasang CTT, terpasang ventilator, terpasang
NGT, GCS: 15 (E: 4, M:6, V: 5)
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien sebelumnya dirawat di RS Sentra medika selama 12 hari
mendapat obat IVEP dirawat dipicu dilakukan CT scan dengan
hasil tidak ada kelainan dan hasil EEG penderita dikatakan radang
otak kemudian keluarga membawa klien pulang paksa dan kemudia
dirawat di PICU RSHS bandung.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak terkaji
e. Riwayat kesehatan lingkungan
87

Tidak terkaji
f. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan.
Tidak terkaji
g. Riwayat nutrisi
Tidak terkaji
3. Pola Kebutuhan Dasar (Data Bio-Psiko-Sosio-Kultural-Spiritual)
a. Pola Bernafas: irama cepat, kecepatan 58x/ menit, kedalaman
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.

pernafasan tampak jelas


Pola makan-minum:
Terpasang NGT
Pola eliminasi: tidak terkaji
Pola aktivitas dan latihan:
Dibantu alat, perawat dan keluarga
Pola istirahat dan tidur:
Sering tidur
Pola berpakaian:
Tidak terkaji
Pola rasa nyaman:
Tidak terkaji
Pola aman:
Tidak terkaji
Pola kebersihan diri:
Tidak terkaji
Pola komunikasi:
Tidak terkaji
Beribadah:
Tidak terkaji
Pola produktifitas:
Tidak terkaji
Pola rekreasi:
Tidak terkaji
Pola kebutuhan belajar:
Tidak terkaji

4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
tampak sakit berat terpasang CTT, terpasang ventilator, terpasang
NGT, GCS: 15 (E: 4, M:6, V: 5)
b. Tanda-tanda vital:
S: 39,5 C
RR: 58x/ menit
c. Pemeriksaan persistem
1) B1 (Breathing)
Inspeksi : terdapat tarikan pada dinding dada

88

2)

3)
4)
5)

Palpasi
: fremitus raba meningkat pada sisi yang sakit
Perkusi : terdapas suara redup pada sisi yang sakit
Auskultasi : terdengar stridor
B2 (Bleeding)
Inspeksi
Palpasi
Auskultasi
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
Inspeksi
Palpali
Auskultasi
Perkusi

6) B6 (Bone)

B. Analisa Data
N

Data

Symptom

Problem

o
1.

DS: pasien mengeluh sesak

Bakteri,virus,protozoa

Ketidak efektifan

, jamur

Infeksi saluran

pola nafas

nafas
DO: terpasang ventilator
Inspeksi: terdapat tarikan pada
dinding dada
Palpasi : fremitus raba
meningkat pada sisi

pernafasan

Tersumbatnya alveoli

Sesak nafas

yang sakit
Perkusi: terdapas suara redup

89

pada sisi yang sakit


Auskultasi: terdengar stridor

2.

DS: ibu pasien mengatakan


anaknya panas hilang timbul
DO: S: 39,5 C

Bakteri,virus,protozoa

Resiko ketidak

, jamur

Infeksi saluran

seimbangan suhu
tubuh

pernafasan

Tersumbatnya alveoli

Sesak nafas

Suhu tubuh

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefetifan pola nafas berhubungan dengan tersumbatnya
alveoli ditandai dengan pasien mengekuh sesak nafas, terpasang
ventilatoe
2. Resiko ketidak seimbangan suhu tubuh berhubungan dengan
hipertermi yang ditandai dengan suhu tubuh meningkat S: 39,5C,
RR: 58x/menit

90

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
N
O
1.

DX

NOC

Ketidakefetifan
nafas

pola setelah dilakukan tindakan keperawatan

berhubungan selama 3x 24 jam diharapkan pola nafas

dengan tersumbatnya efektif kembali dengan kriteria hasil:


NOC:
alveoli
ditandai
1. menunjukan pola pernafasan
dengan
pasien
efektif
mengekuh
sesak
2. Menunjukkan status pernafasan:
nafas,

terpasang

ventilatoe
2.

NIC
NIC:
1. pantau adanya pucat dan sianosis
2. Pantau efek obat pada status pernafasan
3. Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernafasan
4. Perhatikan pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan
otot-otot bantu, serta retraksi otot supraklavikular dan
interkosta

ventilasi tidak terganggu


3. Meneunjukkan tidak ada

Resiko ketidak

gangguan status pernafasan


setelah dilakukan tindakan keperawatan

seimbangan suhu tubuh

selama 3x 24 jam diharapkan suhu

berhubungan dengan

tubuh pasien dalam batas normal

2. Dorong anak untuk mengungkapkan perasaan mereka

hipertermi yang

dengan kriteria hasil :

3. Dorong keluarga untung tetap mendampingi pasien

ditandai dengan suhu

NOC : Vital Signs

NIC : Vital Signs Monitoring

tubuh meningkat S:

1. Suhu tubuh dalam batas normal (36- 4. Monitor TTV pasien (tekanan darah, nadi, suhu, dan

39,5C, RR: 58x/menit

37,50C) dengan skala 5.

1. Bantu orang tua untuk tidak memperlihatkan kecemasan


mereka dihadapan anak

pernapasan).
5. Monitor dan laporkan tanda dan gejala hipertermi.

91

TTV dalam rentang normal (tekanan

6. Kaji warna kulit, suhu, kelembapan.

darah, nadi, pernapasan) dengan skala

7. Identifikasi kemungkinan penyebab perubahan tanda vital.

5.

NIC : Temperatur Regulation


8. Anjurkan penggunaan selimut hangat untuk menyesuaikan
perubahan suhu tubuh.

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
NO HARI/TANG

TINDAKAN KEPERAWATAN

RESPON HASIL

PARAF

GAL

92

1.

17 oktober
2013

1. memantau adanya pucat dan sianosis


2. memantau efek obat pada status
pernafasan
3. memantau kecepatan, irama, kedalaman

1.
2.
3.
4.

tidak terdapat pucat dan sianosis


tidak terdapat alergi obat
kecepatan pernafasan: 55x/ menit, irama tidak teratur
penarikan otot supraklavikular dan interkosta berkurang

dan upaya pernafasan


4. memperhatikan pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu,
serta retraksi otot supraklavikular dan
2.

17 oktober
2013

interkosta
1. Membantu

orang

memperlihatkan

tua

untuk

kecemasan

tidak
mereka

dihadapan anak
2. Mendorong anak untuk mengungkapkan
perasaan mereka
3. Mendorong keluarga

untuk

tetap

mendampingi pasien

1. Orang tua mengerti dan tidak memperlihatkan


kecemasannya
2. Anak mengungkapkan perasaanya
3. Ibu selalu menemani anaknya
4.
5.
6.
7.
8.

S: 38,5 C, RR: 55x/ menit


Masih dalam keadaan hipertermi
S: 38,5 C
Tidak terdapat penyebab perubahan tanda vital
Pasien melakukan

Vital Signs Monitoring


4. Memoonitor TTV pasien (tekanan darah,
nadi, suhu, dan pernapasan).
5. Memonitor dan laporkan tanda dan
gejala hipertermi.
93

6. mengkaji warna kulit, suhu, kelembapan.


7. mengidentifikasi kemungkinan penyebab
perubahan tanda vital.
8. menganjurkan
penggunaan

selimut

hangat untuk menyesuaikan perubahan


suhu tubuh.

E. EVALUASI
N

HARI/TANGGAL

CATATAN PERKEMBANGAN

O
1.

18 oktober 2013

S: ibu pasien mengatakan sesak nafasnya berkurang


O: kecepatan RR : 55x/mnt, kedalaman pernapasan berkurang, irama tidak teratur
A: Masalah teratasi sebagian
P : intervensi dilanjutkan

94

2.

18 oktober 2013

S : ibu pasien mengatakan demamnya turun, pasien tampak lebih tenang


O : T : 38,5 C
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

95

BAB 4
PENUTUP
4.1.

Simpulan
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing
yang mengensi jaringan paru (alveoli). (DEPKES. 2006).
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan
terutama oleh bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) yang paling sering menyebabkan kematian pada anak dan
anak balita (Said 2007).
Klasifikasi Pneumonia dapat dibagi menjadi:
1. Klasifikasi klinis
2. Klasifikasi berdasarkan etiologi
Berdasarkan pedoman MTBS (2000),

pneumonia

dapat

diklasifikasikan secara sederhana berdasarkan gejala yang ada.


Klasifikasi ini bukanlah merupakan diagnose medis dan hanya bertujuan
untuk membantu para petugas kesehatan yang berada di lapangan untuk
menentukan tindakan yang perlu diambil, sehingga anak tidak terlambat
penanganan. Klasifikasi tersebut adalah:
1. Pneumonia berat atau penyakit sangat berat, apabila terdapat gejala :
1) Ada tanda bahaya umum, seperti anak tidak bisa minum atau
menetek, selalu memuntahkan semuanya, kejang atau anak
letargis/tidak sadar.
2) Terdapat tarikan dinding dada ke dalam.
3) Terdapat stridor ( suara napas bunyi grok-grok saat inspirasi )
2. Pneumonia, apabila terdapat gejala napas cepat, batasan nafas cepat
adalah :
1) Anak usia 2 12 bulan apabila frekuensi napas 50 x/menit atau
lebih.
2) Anak Usia 1 5 tahun apabila frekuensi napas 40 x/menit atau
lebih.
3. Batuk bukan Pneumonia, apabila tidak ada tanda tanda atau
penyakit sangat berat.
Saran
Diharapkan bagi mahasiswa untuk menguasai dan memahami baik

4.2.

itu konsep teori ataupun konsep asuhan keperawatan.

96

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Moyet. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC.
Wong, Donna, L. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Volume 1. Jakarta:
EGC.
Departemen Kesehatan RI, 2002.Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita:
Jakarta.
Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia. Emerg Med Clin N
Am 2003; 21 : 437-51.
Sectish TC, Prober CG. Pnemonia. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson
HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia
: WB Saunders, 2003 : 1432-5.
Smeltzer,Suzanne C.2001.Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
&Suddarth volume 1.Jakarta:EGC
Nanda. 2011. Diagnostik keperawatan. Jakarta: penerbit buku kedokteran EGC
Dochterman, Joanne McCloskey et al.2004.Nursing Interventions Classification
(NIC).Missouri : Mosby
Moorhead, Sue et al. 2008.Nursing Outcome Classification (NOC).Missouri :
Mosby
Nastiti N Rahajoe, dkk. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. 2005. Jakarta :
UKK Pulmonologi PP IDAI : 33-50

97

Nastiti N Rahajoe, Darfioes Basir, Makmuri MS, Cissy B Kartasasmita: Pedoman


Nasional Tuberkulosis Anak 2005, Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi
IDAI.
Nastiti N Rahardjo, Bambang, Darmawan, Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi ke2. Jakarta: Badan Penerbit IDAI 2011.

98

99

100

101

102

Anda mungkin juga menyukai