Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah sebuah negara yang penduduknya majemuk dari segi
suku bangsa, budaya dan agama. Realitas kemajemukan tersebut, disadari
oleh para pemimpin bangsa, yang memperjuangkan kemerdekaan negeri ini,
dari penjajahan asing. Mereka memandang bahwa kemajemukan tersebut
bukanlah halangan untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan, serta untuk
mewujudkan cita-cita nasional dalam wadah negara kesatuan Republik
Indonesia.
Kemajemukan tersebut termasuk kekayaan bangsa Indonesia.
Masalah Indonesia adalah bangsa yang majemuk yang sarat dengan
keberagaman, baik dalam segi etnik, budaya, agama, maupun suku.
Keberagaman ini telah menjadi landasan dalam berkehidupan dan
berkebangsaan yang membuat bangsa ini menjadi bangsa yang besar. Namun,
keberagaman yang merupakan kekayaan bangsa jika tidak dikelola dengan
baik dalam kehidupan dapat menjadi sumber konflik. Kemajemukan yang ada
pada bangsa Indonesia, di satu pihak bila disikapi secara arif dan bijaksana
merupakan modal dasar sumber daya manusia. Di lain pihak dapat pula
menimbulkan kerawanan sosial. Kerusuhan-kerusuhan yang berbau SARA
yang terjadi akhir-akhir ini merupakan suatu tragedi yang timbul karena
adanya kemajemukan yang tidak disikapi secara arif, sehingga menimbulkan
jarak sosial yang menjadi potensi konflik serta dapat menimbulkan
disintegrasi sosial.
Faktor-faktor yang menjadi akar timbulnya konflik harus diangkat dengan
benar-benar jelas sampai kepermukaan publik, sebab dengan cara ini kita bisa
mencari solusinya. Etnik atau suku bangsa, biasanya memiliki berbagai
kebudayan yang berbeda satu dengan lainnya. Sesuatu yang dianggap baik
atau sakral dari suku tertentu mungkin tidak demikian halnya bagi suku lain.
Perbedaan etnis tersebut dapat menimbulkan terjadinya konflik antar etnis.
1

Konflik antar etnis ini terjadi karena benturan budaya, kepentingan, ekonomi
politik, dan lain lain. Dan demi menciptakan Negara yang aman dan tentram,
pemerintah harus menyelesaikan masalah konflik antar etnis. Cara yang lebih
demokratik demi tercegahnya perpecahan, dan penindasan atas yang lemah
oleh yang lebih kuat, adalah cara penyelesaian yang berangkat dari niat dan
didasari itikat baik untuk berkompromi dan bermusyawarah.
Pancasila yang merupakan dasar Negara di harapkan dapat menjadi penengah
konflik yang ada. Semboyan bhineka tunggal ika seharusnya dapat
menetralisir segala persoalan perbedaan yang ada. Namun rendahnya
kesadaran masyarakat membuat hal tersebut menjadi masalah yang lebih rumit
lagi.
B. Tinjauan Pustaka
Menurut Ralf Dahrendorf konflik merupakan fenomena yang selalu hadir
(Inherent omni-presence) dalam setiap masyarakat manusia. Menurutnya,
perbedaan pandangan dan kepentingan diantara keompok-kelompok masyarakat
tersebut merupakan hal yang cenderung alamiah dan tidak terhindarkan. Namun
pihak yang menolak sudut pandang itu mengatakan bahwa akan menjadi persolan
besar tatkala cara untuk mengekspresikan perbedaan kepentingan diwujudkan
dalam ekspresi yang tidak demokratis dan merusak melalui penggunaan cara
kekerasan fisik.
Kuntowijoyo menilai fenomena seperti itu sebagai suatu bentuk politisasi
negaraatas masyarakat. Ideologi nasional hanya mengenal asas tunggal Pancasila
dan menafikaneksistensi golongan-golongan dalam masyarakat dengan segala
keragamannya.Nasionalisme horizontal diukur dengan kesetiaan vertikal pada
Pemerintah. UU No.5/ 1974 memberikan kuasa pada gubernur, bupati, camat, dan
lurah yang merupakan kepanjangantangan dari Pemerintah Pusat.
Desain sistem politik Orde Baru ini justru mempunyaiandil besar dalam memicu
pertentangan SARA yang semetinya justru dianggap sebagaiproses interaksi sosial
dan dikelola agar melahirkan hubungan kooperatif dan integratif dalam situasi
masyarakat yang pluralistis.Dari perspektif sosio-politis, Nazaruddin Sjamsuddin
menilai bahwa pemerintahOrde Baru begitu berambisi menciptakan suatu
2

ekuilibrium semu. Hal ini tampak, antaralain, dengan menyeimbangkan kekuatan


politik minoritas non-Islam dengan kekuatanIslam, yaitu menekan posisi umat
Islam yang mayoritas. Selama berpuluh tahun itu pulaumat Islam memendam
dendam terhadap kekuatan politik non-Islam. Ketika kemudianpendulum bergerak
ke arah yang berlawanan pada awal 1990-an, dan pemerintah Orde Baru mulai
menganakemaskan kekuatan Islam tertentu, maka kekecewaan yang menyelimuti
kalangan lainnya juga tak terhindarkan. Politik devide et impera semacam ini
memupuk dendam dari masing-masing pihak.
Hal seperti ini yang oleh Ahmad SyafiiMaarif disebut sebagai politik belah
bambu
Orde Baru. Pemerintah mengangkat dan mengistimewakan suatu golongan
sembari menginjak golongan yang lain. Kondisi seperti ini yang antara lain turut
membuka peluang tumbuh suburnya konflik SARA di Indonesia.
C. Permasalahan
1. Apa yang dimaksud dengan SARA?
2. Contoh konflik SARA di Indonesia
3. Bagaimana Pancasila meredam konflik SARA yang ada di
Indonesia

BAB II
3

PEMBAHASAN
1. Pengertian SARA
Yang dimaksud dengan SARA (Suku, Ras, Agama) adalah berbagai
pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang
menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan dan golongan. Setiap
tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi dan pelecehan yang didasarkan
pada identitas diri dan golongan dapat dikatakan sebagai tidakan SARA. Tindakan
ini mengebiri dan melecehkan kemerdekaan dan segala hak-hak dasar yang
melekat pada manusia.
SARA Dapat Digolongkan Dalam Tiga Kategori ;
Kategori pertama yaitu Individual : merupakan tindakan Sara yang
dilakukan oleh individu maupun kelompok. Termasuk di dalam katagori ini adalah
tindakan maupun pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi,
melecehkan dan menghina identitas diri maupun golongan.
Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan tindakan Sara yang
dilakukan oleh suatu institusi, termasuk negara, baik secara langsung maupun
tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif
dalam struktur organisasi maupun kebijakannya.
Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos, tradisi
dan ide-ide diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.Dalam pengertian
lain SARA dapat di sebut Diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yang
tidak adil terhadap individu tertentu, di mana layanan ini dibuat berdasarkan
karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
2. Contoh SARA
Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam
masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusian untuk
membeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil
karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan,

aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari
tindakan
SARA akhir-akhir ini muncul sebagai masalah yang dianggap menjadi
salah satu sebab terjadinya berbagai gejolak sosial di negara kita. Perkelahian
antara suku Madura dan suku Dayak di Kalimantan Barat, perkelahian antara suku
Makasar dan penduduk asli Timor yang kemudian berkembang menjadi
pergesekan antaragama Katolik dan Islam, dan yang terbaru kasus yang
melibatkan dua mahzab (aliran) agama di Sampang, Madura merupakan contoh
peristiwa SARA di negara kita saat ini.
Kerukunan antar umat beragama kembali terusik. Hal ini terjadi menyusul
aksi bentrok antarwarga Desa Karang Gayam Kecamatan Omben, dan Desa
Bluuran Kecamatan Karang Penang, Kabupaten Sampang, Madura, Jawa Timur.
Akibat bentrokan tersebut dua orang tewas serta sejumlah rumah terbakar. Kasus
bentrokan antarwarga di Sampang ini telah berkembang menjadi isu SARA.
Konflik berkepanjangan ini ternyata bukan 100% dipicu masalah perbedaan aliran
agama Islam. Kasus ini berawal dari permasalahan keluarga sejak 2004 hingga
sekarang, yaitu antara Tajul Muluk (pemimpin muslim Syiah) dan Rois (pimpinan
Sunni Sampang yang juga adik kandung Tajul Muluk).
Ambon manise kembali membara pada hari Minggu 11 September 2011
lalu. Kota yang tenang itu tiba-tiba bergolak. Dua kelompok massa bentrok dan
mengamuk, menyebabkan kerusakan di berbagai sudut kota. Ibukota provinsi
Maluku itu memanas dan mencekam.
Sebab kerusuhan itu dipicu oleh hal yang sepele, yakni kecelakaan seorang tukang
ojeg. Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam
menjelaskan, kematian tukang ojek bernama Darmin Saiman ditunggangi isu
pembunuhan yang beredar via pesan pendek (SMS). Emosi warga pun memuncak,
sehingga terjadi amuk massa.
Jika ditelisik lebih jauh, kerusuhan di Ambon yang sudah terjadi beberapa
kali, semua akibat hasutan informasi berantai. Isu yang tidak berdasar fakta
sengaja dihembuskan untuk menyulut emosi kelompok-kelompok yang kerap

bertikai. Akibatnya, emosi tak terkendali membuat kekacauan di kota Ambon.


Parahnya, persoalan kemudian dibelokkan ke masalah berbau SARA.
Kerusuhan Ambon pertama dan kedua juga diawali dengan persoalan sepele yang
berujung ke konflik etnis. Pada kerusuhan 15 Juli 1999 yang diawali dengan
bentrok di pulau Saparua, misalnya, menurut hasil investigasi pemerintah,
diakibatkan oleh dendam pribadi yang memicu amuk massa lantaran rekayasa
pihak-pihak tertentu.
Lantaran mudah tersulut kerusuhan, Ambon dan Maluku pada umumnya,
kemudian menjadi ajang adu domba oleh pihak-pihak yang menginginkan
Indonesia tercerai berai. Hingga saat ini tercatat sudah 3 kali Ambon dilanda
kerusuhan hebat. Dan semuanya berawal dari persoalan sepele: bentrok individu
yang sudah jamak terjadi.
3. Bagaimana Pancasila meredam konflik SARA yang ada di Indonesia
Isu-isu SARA yang saat ini sedang menjadi perbincangan di kalangan
publik tentang maraknya paham-paham sesat yang sangat meresahkan bahkan
sampai kasus penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu ormas agama
tertentu tehadap agama lain sangat mengganggu ketentraman kehidupan
berbangsa dan bernegara kita. Bila kita bertolak dari dasar Negara kita yaitu
Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa Indonesia khususnya sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa telah dijelaskan bahwa setiap warganegara
Indonesia diwajibkan memeluk agama yang telah ada untukdiyakini. Dalam
pengertian inilah maka Negara menegaskan dalam Pokok Pikiran ke IV UUD
1945 bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa atas dasar
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Pada proses reformasi dewasa ini di
beberapa wilayah Negara Indonesia terjadi konflik sosial yang bersumber pada
masalah SARA khususnya masalah agama. Hal ini menunjukkan kemunduran
bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang tidak berkemanusiaan dan
betapa melemahnya toleransi kehidupan beragama yang
berdasarkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Bila kita mengerti dan
memahami apa yang telah dijabarkan dalam butir-butir Pancasila tentunya kasuskasus konflik social yang menjurus pada SARA tentunya dapat kita hindari. Yaitu
6

dengan semangat saling menghormati perbedaan keyakinan, toleransi beragama


dan tenggang rasa tentu kita bisa mewujudkan suasana kehidupan yang harmonis
dan penuh kerukunan menuju Indonesia yang Merdeka seutuh-utuhnya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kondisi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia dewasa ini serta
penyimpangan implementasi Pancasila pada masa Orde Lama dan Orde Baru
yang menimbulkan gerakan reformasi di Indonesia sehingga terjadilah suatu
perubahan yang cukup besar dalam berbagai bidang terutama bidang kenegaraan,
hukum maupun politik.
Beragamnya suku, agama, ras, dan golongan membuat Indonesia sebagai
bangsa yang rawan konflik. Dari ujung timur sampai ujung barat bangsa ini sering
kali terdengar jerit tangis bahkan tetesan darah menyelimuti Tanah Air. Kalau
konflik etnis itu terjadi terus terusan dalam sebuah Negara, maka Negara tersebut
dapat dikatakan tidak bisa menciptakan ketentraman dan keamanan dalam
negerinya. Maka dari itu masalah konflik etnis perlu diselesaikan secara cepat
oleh pemerintah. Karena selain Negara yang mengalami kerugian, masyarakat
sekitar daerah konflik tersebut pun akan mengalami kerugian pula.
B. Saran
Sampai saat ini masyarakat kurang mendapatkan pemahaman dari tokohtokoh bangsa mengenai arti dari sebuah perbedaan. Oleh karenanya tidak perlu
heran jika ada sebagian masyarakat yang menjadi eksekutor yang tak dihendaki
dengan cara menyikapi perbedaan yang jauh dari kearifan. Mari kita akhiri
kerusuhan yang bernuansa SARA tersebut dengan cara belajar memahami dengan
benar apa yang dimkasud dengan perbedaan agar keutuhan dalam ber-Pancasila
betul-betul harmonis.

DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi 1. PT RINEKA CIPTA, Jakarta.
H.A.R. Tilaar. 2007. Mengindonesia Etnisitas dan Indentitas Bangsa Indonesia.PT
RINEKA CIPTA, Jakarta.
Rozi Syafua,dkk. 2006. Kekerasan komunal: Anatomi dan Resolusi Konflik di
Indonesia. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Rudi Hartoyo. 2011. Pengertian SARA.
(http://rudybyo.blogspot.com/2011/04/pengertian-sara-suku-ras-agama-dan.html)
diakses tanggal 4 November 2011.
Anonim. 2009. Pengaruh Keragaman Suku Bangsa Terhadap Integritas Bangsa
Indonesia. (http://mbah.byethost9.com/?page_id=18). Diakes tanggal 4 November
2011.
Ahmad Arif. 2011. Konflik SARA Ambon Rekonsiliasi yang Belum Tuntas.
(http://www.detiknews.com/read/2011/09/16/132101/1723993/471/rekonsiliasiyang-belum-tuntas) diakses tanggal 3 November 2011
Azra, Azyumardi, 2002, Konflik Baru Antar Peradaban: Globalisasi, Radikalisme,
dan Pluaritas. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
Liliweri, Alo, 1997, Sosiologi Organisasi. Bandung: Citra Aditya Bakti,

Anda mungkin juga menyukai