Chapter II 13
Chapter II 13
LANDASAN TEORI
2.1
Motivasi
Motivasi merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam menentukan perilaku
seseorang, termasuk perilaku kerja. Untuk dapat memotivasi seseorang diperlukan
pemahaman tentang bagaimana proses terbentuknya motivasi. Motivasi dapat
diartikan sebagai faktor-faktor yang mengarahkan dan mendorong perilaku atau
keinginan seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk
usaha yang keras atau lemah (Marihot, 2002, hal : 320). Motivasi mempersoalkan
bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerjasama
secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan
mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil
yang optimal (Malayu, 2000, hal : 140). Dari pendapat-pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan/semangat kerja yang timbul demi
mencapai keinginan diri dan tujuan dari suatu organisasi.
Teori Alderfer dikenal dengan akronim ERG yang merupakan huruf-huruf pertama
dari tiga istilah, yaitu :
Apabila teori Alderfer disimak lebih lanjut lagi, maka akan terlihat bahwa :
a. Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin besar pula
keinginan untuk memuaskannya.
b. Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi semakin besar,
apabila kebutuhan yang lebih rendah telah dipuaskan.
c. Sebaliknya, semkin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi,
semakin besar keinginan untuk memuaskan kebutuhan yang lebih mendasar.
Teori yang dikembangkan oleh Herzberg dikenal dengan Model dua faktor dari
motivasi, yaitu faktor motivasional dan faktor higiene atau pemeliharaan.
2.2
Disiplin Kerja
menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan)
yang dibebankan kepada karyawan harus sesuai dengan kemampuan karyawan
bersangkutan,
agar
dia
bekerja
sungguh-sungguh
dan
disiplin
dalam
mengerjakannya.
2. Teladan pimpinan
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan
karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan
harus memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil, serta sesuai kata
dengan perbuatannya. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan
pun akan ikut baik. Jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), para
bawahan pun akan kurang disiplin.
3. Balas jasa
Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan,
karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap
perusahaan/pekerjaannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap
pekerjaan, kedisiplinan mereka akan semakin baik pula.
4. Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan karyawan, karena ego dan
sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakuakan sama
dengan manusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam
pemberian balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptanya
kedisiplinan karyawan yang baik.
5. Waskat
Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif untuk
mencegah/mengetahui
kesalahan,
membetulkan
kesalahan,
memelihara
6. Sanksi hukuman
Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan.
Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, karyawan akan semakin takut
melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku indisipliner
karyawan akan berkurang. Sanksi hukuman seharusnya tidak terlalu ringan atau
terlalu berat supaya hukuman itu tetap mendidik karyawan untuk mengubah
perilakunya.
7. Ketegasan
Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan dengan menegur dan menghukum
setiap karyawan yang indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada
perusahaan tersebut.
8. Hubungan kemanusiaan
Hubungan kemaanusiaan yang harmonis diantara sesama karyawan ikut
menciptakan kedisiplinan yang baik pada suatu perusahaan. Hubungan-hubungan
baik bersifat vertikal maupun horizontal yang terdiri dari direct single
1. Self Dicipline
Disiplin ini timbul karena seseorang merasa terpenuhi kebutuhannya dan telah
menjadi bagian dari organisasi, sehingga orang akan tergugah hatinya untuk sadar
dan secara sukarela mematuhi segala peraturan yang berlaku.
2. Command Dicipline
Disiplin ini tumbuh bukan dari perasaan ikhlas, akan tetapi timbul karena adanya
paksaan/ancaman orang lain.
Dalam setiap organisasi, yang diinginkan pastilah jenis disiplin yang pertama,
yaitu datang karena kesadaran dan keinsyafan. Akan tetapi kenyataan selalu
menunjukkan bahwa disiplin itu lebih banyak disebabkan oleh adanya semacam
paksaan dari luar.
2.3
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan salah satu elemen yang cukup penting dalam suatu
organisasi. Menurut mutiara (2004, hal : 128) orang yang paling merasa tidak puas
adalah mereka yang mempunyai keinginan paling banyak, namun dapat yang paling
sedikit. Sedangkan yang paling merasa puas adalah orang yang menginginkan banyak
dan mendapatkan semua keinginannya.
Menurut Malayu (2000, hal : 199) menyatakan bahwa: kepuasan kerja (job
satisfaction) karyawan harus diciptakan sebaik-baiknya supaya moral kerja, dedikasi,
kecintaan, dan kedisiplinan karyawan meningkat. Kepuasan kerja adalah sikap
Bagi
bawahan,
atasan
bisa
dianggap
sebagai
figur
Telah dikemukakan bahwa sikap kerja, termasuk kepuasan kerja dapat mempengaruhi
perilaku karyawan. Namun, konsep-konsep dari sikap itu sendiri juga saling
berhubungan. Seperti misalnya, antara kepuasan kerja dan komitmen organisasi
(Vandenberg dan Lance, 1992), kepuasan kerja dengan turnover (Mobley, 1982), dan
kepuasan kerja dengan keinginan untuk pindah kerja (Dailey dan Kiirk, 1992).
Selanjutnya Kreitner dan Kinicki (1998) mendiskusikan hubungannya dengan
ketentuan bekerja, komitmen organisasi, ketidakhadiran, keterlambatan, perputaran
tenaga kerja, dan prestasi kerja.