Anda di halaman 1dari 25

PENGEMBANGAN DAN IMPLEMENTASI KTSP

A. Pendahuluan
Pengembangan kurikulum merupakan suatu kegiatan yang memberikan
jawaban atas sejumlah tuntutan kebutuhan yang berkembang pada pendidikan.
Pengembangan kurikulum dilakukan atas sejumlah komponen pada pendidikan, di
antaranya pada pembelajaran yang merupakan implementasi dari kurikulum. Hasil
dari proses ini adalah adanya perubahan pada guru dan siswa, serta komponen
lainnya. Pandangan tentang kurikulum dikenal dalam dimensi kurikulum yang
membedakan peran dan fungsinya. Oleh karena itu perlu dipahami mengenai seluk
beluk kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik.
Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan
penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di
daerah. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun, dikembangkan, dan
dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan dengan memperhatikan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP). Adapun tujuan KTSP secara umum adalah untuk
memandirikan dan memberdayakan satuan pendidikan melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan dan mendorong sekolah untuk
melakukan

pengambilan

keputusan

secara

partisipatif

dalam

pengembangankurikulum.
Salah satu fungsi pendidikan dan kurikulum bagi masyarakat adalah
menyiapkan peserta didik untuk hidup di kemudian hari. Dikatakan bahwa bentuk
paling sederhana dari kurikulum adalah merupakan himpunan pengalaman, sistem
nilai, pengetahuan, keterampilan dan pola sikap yang ingin dihantarkan kepada
peserta didik dengan harapan bahwa keseluruhan yang dihantarkan tersebut

merupakan bekal para peserta didik dalam mengembangkan diri di dalam


masyarakat dikemudian hari
Pengembangan kurikulum pada dasarnya berkisar pada hal-hal yang
berkenaan dengan hal-hal berikut :
1. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang melaju terlalu cepat.
2. Pendidikan merupakan proses transisi
3. Manusia dalam keadaan terbatas kemampuannya untuk menerima,
menyampaikan dan mengolah informasi.
Atas dasar inilah, maka diperlukan suatu proses pengembangan kurikulum
yang merupakan suatu masalah pemilihan kurikulum yang penyelesaiannya dapat
ditinjau dari berbagai pendekatan antara lain pendekatan atas dasar keperluan
pribadi. Untuk merealisasikannya, maka diperlukan suatu model pengembangan
kurikulum dengan pendekatan yang sesuai.
Ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar itu disebut model atau
konstruksi. Pengembangan kurikulum model tersebut merupakan ulasan teoritis
tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula ulasan tentang
salah satu komponen kurikulum. Ulasan teoritis tersebut menetapkan titik berat
ulasan yang berbeda-beda, ada yang menitikberatkan pada organisasi kurikulum,
ada pula yang menitikberatkan pada hubungan antar pribadi dalam pengembangan
kurikulum.
Banyak model dalam pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan
dalam pelaksanaannya. Namun ada hal yang dapat digunakan sebagai pedoman
dalam menetapkan model pengembangan kurikulum yang mungkin dapat
diterapkan. Hal tersebut adalah bahwa penerapan model-model tersebut sebaiknya
didasarkan pada faktor-faktor yang konstan, sehingga ulasan tentang model-model
yang dibahas dapat terungkapkan secara konsisten.

B. Pembahasan
1. Komponen - Komponen Kurikulum

Merujuk pada fungsi kurikulum dalam proses pendidikan, yakni


merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti, sebagai
alat pendidikan kurikulum mempunyai komponen-komponen penunjang yang
saling mendukung satu sama lainnya. Para pemikir pendidikan seperti Subandijah,
Soetopo, soemato dan Nasution mempunyai ragam dalam menentukan jumlah
komponen tersebut, meskipun pada dasarnya pemahaman dan pengertiannya
hampir sama.
Subandijah (1993) membagi komponen kurikulum antara lain: tujuan, Isi
atau materi, Organisasi atau strategi, Media, daan Komponen proses belajar
mengajar. Sedangkan yang dikategorikan komponen penunjang kurikulum
mencakup: Sistem administrasi dan supervisi, Pelayanan bimbingan dan
penyuluhan dan Sistem evaluasi.
Kemudian Soetopo dan Sumato (1993) membagi komponen kurikulum ke
dalam 5 komponen, yaitu:
1) Tujuan,
2) Isi dan struktur program,
3) Organisasi dan strategi,
4) Sarana
5) Evaluasi.
Nasution (1993) membagi komponen kurikulum menjadi tiga, yaitu:
1) Tujuan,
2) Bahan belajar mengajar,
3) Penilaian.
Berikut ini akan diuraikan secara beberapa komponen tersebut:
a. Komponen Tujuan
Tujuan kurikulum mengacu kearah pencapaian tujuan pendidikan nasional,
ditetapkan dalam UU No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk
mengalami proses pendidikan dan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional khususnya dan menciptakan sumber daya manusia yang
berkualitas umumnya.

Tujuan pendidikan yang berkaitan dengan perwujudan domain-domain


anak didik diupayakan melalui suatu proses pendidikan, yang kalau dibuat secara
berurutan tujuan pendidikan sebagai berikut:
1) Tujuan Pendidikan Nasional
Tujuan Pendidikan Nasional, merupakan pendidikan yang paling tinggi
dalam hirarkis tujuan-tujuan pendidikan yang ada, yang bersifat ideal dan umum
yang dikaitkan dengan falsafah Pancasila. Di dalam undang-undang No. 20 Tahun
2004, bab II pasal 2 dituangkan, bahwa Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa

yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk


berkembangnya potensi peserta didik
dan bertakwa kepada Tuhan Yang
cakap, kreatif, mandiri, dan

agar menjadi manusia yang beriman


Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,

menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab.
2) Tujuan Institusional
Tujuan instruksional merupakan tindak lanjut dari tujuan pendidikan
nasional. Sistem Pendidikan Indonesia memiliki jenjang yang melembaga pada
suatu tingkatan. Tiap lembaga memiliki suatu tujuan pendidikan yang disebut
dengan

tujuan

institusional,

sehingga

dikenal

bermacam-macam

tujuan

insitusional. Keberadaan tujuan pendidikan mesti menggambarkan kelanjutan dan


memiliki relevansi yang kuat dengan tujuan pendidikan nasional. Agar tidak
terjadi penyimpangan, maka tujuan institusional mesti didahului dengan
pengertian pendidikan, dasar pendidikan, tujuan pendidikan nasional dan tujuan
umum lembaga yang dimaksud.
3) Tujuan Kurikuler
Tujuan kurikuler merupakan tindak lanjut dari tujuan institusional. Dalam
melaksanakan kegiatan pendidikan dari suatu lembaga pendidikan, maka isi
pengajaran yang telah disusun diharapkan dapat menunjang tercapainya tujuan
pendidikan. Suatu lembaga pendidikan memiliki tujuan kurikuler yang biasanya
dapat dilihat dari Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP pada Kurikulum
1994 selanjutnya disebut silabus pada Kurikulum 2006) dari suatu mata pelajaran.
Pada Silabus tersebut terdapat suatu tujuan kurikuler yang perlu dicapai oleh siswa
setelah ia menyelesaikannya. Hal ini yang perlu diperhatikan, bahwa tujuan

kurikuler seharusnya mencerminkan tindak lanjut dari tujuan institusional dan


tujuan pendidikan nasional dan menggambarkan tujuan kurikuler. Sehingga akan
terlihat jelas hubungan hirarkis dari ketiga tujuan pendidikan tersebut.
4) Tujuan Instruksional
Tujuan instruksional merupakan tujuan akhir dari tiga tujuan yang telah dikemukakan terdahulu. Tujuan ini bersifat operasional, yakni diharapkan dapat
tercapai pada saat terjadinya proses belajar mengajar yang bersifat langsung dan
terjadi setiap hari dibahas. Untuk mencapai tujuan-tujuan instruksional ini maka
biasanya seorang guru perlu membuat Satuan Pelajaran (SP) atau pada Kurikulum
2006 dikenal sebagai Rencana Pelaksanaan pembelajaran (RPP). Tujuan
instruksional ini dalam upaya mencapai tujuannya sangat ditentukan oleh kondisi
proses mengajar yang ada, antara lain: kompetensi pendidik, fasilitas belajar, anak
didik, metode, lingkungan dan faktor yang lain.
b. Komponen Materi
Materi

kurikulum

pada

hakekatnya

adalah

isi

kurikulum

yang

dikembangkan dan disusun dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :


1) Materi kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topiktopik pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran.
2) Mengacu pada pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran.
3) Diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
4) Isi / materi kurikulum hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman
yang dikembangkan dan disusun untuk mencapai tujuan pendidikan.
Secara umum isi kurikulum itu dapat dikelompokan menjadi :
1) Logika, yaitu pengetahuan tentang benar salah berdasarkan prosedur
keilmuan.
2) Etika, yaitu pengetahuan tentang baik buruk, nilai dan moral.
3) Estetika, pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seninya.
Pengembangan materi kurikulum harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Mengandung bahan kajian yang dapat dipelajari siswa dalam pembelajaran.
b. Berorientasi pada tujuan, sesuai dengan hirarki tujuan pendidikan.

c. Materi kurikulum mengandung aspek tertentu sesuai dengan tingkat tujuan


kurikulum, yang meliputi :
1) Teori
2) Konsep
3) Generalisasi
4) Prinsip
5) Prosedur
6) Fakta
7) Contoh atau Ilustrasi
8) Istilah
9) Definisi
10) Preposisi
Menurut Hilda Taba (1962) kriteria untuk memilih isi materi kurikulum yaitu :
a. Materi harus sahih dan signifikan, artinya menggambarkan pengetahuan
mutakir.
b. Relevan dengan kenyataan social dan kultur agar anak lebih memahaminya.
c. Materi harus seimbang antara keluasan dan kedalaman.
d. Materi harus mencakup berbagai ragam tujuan.
e. Sesuai dengan kemampuan dan pengalaman peserta didik.
f. Materi harus sesuai kebutuhan dan minat peserta didik.
c. Komponen Proses
Komponen ini tentunya sangatlah penting dalam suatu proses pengajaran
atau pendidikan. Tujuan akhir dari proses belajar mengajar adalah diharapkan
terjadinya perubahan dalam tingkah laku anak. Komponen ini juga mempunyai
keterkaitan erat dengan suasana belajar kreativitas dalam belajar baik di dalam
kelas maupun individual (di luar kelas) merupakan suatu langkah yang tepat.
Dalam kaitannya dalam kemampuan guru dalam menciptakan suasana
pengajaran yang kondusif agar aktivitas tercipta dalam peroses pengajaran.
Subandijah (1993) mengemukakan, bahwa guru perlu memusatkan pada
kepribadian dalam mengajar, menerapkan metode mengajarnya, memusatkan pada

proses yang produknya dan memusatkan pada manager dan fasilitator merupakan
suatu tuntunan dalam memperlancar proses belajar mengajar ini.
Semakin maju dunia pendidikan suatu negara maka peran-peran di atas
tentunya semakin digunakan oleh seorang pendidik suatu negara maka peranperan di atas tentunya semakin digunakan oleh seorang pendidik dalam
menggeluti profesinya, bagi kita mungkin masih terlalu ideal. Dan hal yang
disampaikan Subandijah tersebut dapat dicapai bila guru dapat:
1) Memusatkan pada kepribadiannya dalam mengajar.
2) metode mengajarnya
3) Memusatkan pada proses dan produknya
4) Memusatkan pada kompetensi yang relevan
d. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi ditujukan untuk menilai pencapaian tujuan kurikulum
dan menilai proses implementasi kurikulum secara keseluruhan. Hasil evaluasi
sebagai umpan balik guna perbaikan dan penyempurnaan kurikulum, sebagai
masukan dalam penentuan kebijakan pengambilan keputusan tentang kurikulum
pendidikan dapat dilihat dari komponen program, pelaksanaan dan hasil yang
dicapai.
Evaluasi dan kurikulum merupakan dua disiplin ilmu yang berdiri sendiri,
ada pihak yang berpendapat antara keduanya tidak ada hubungan, tetapi ada pihak
lain yang menyatakan keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat.
Hubungan tersebut merpakan hubungan sebab akibat, perubahan dalam kurikulum
berpengaruh pada evaluasi kurikulum, sebaliknya perubahan evaluasi perubahan
evaluasi akan memberi warna pada pelaksanaan kurikulum, hubungan antara
evaluasi dengan kurikulum bersifat organis dan prosesnya berlangsung secara
evolusioner.
Evaluasi kurikulum sukar di rumuskan secara tegas hal itu disebabkan
beberapa faktor :
1) Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus
berubah
2) Objek evaluasi kurikulum adalah sesuatu yang berubah-ubah sesuai dengan
konsep yang digunakan

3) Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan oleh manusia yang
sifatnya juga berubah
Konsep-konsep evaluasi kurikulum dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Deskriptif
2) Preskriptif
Luas atau sempitnya suatu program evaluasi kurikulum sebenarnya
ditentukan oleh tujuannya. Doll (1976) mengemukakan syarat-syarat suatu
program evaluasi kurikulum yaitu suatu evaluasi kurikulum harus nilai dan
penilaian. Punya tujuan atau sasaran yang jelas, bersifat menyeluruh dan terus
menerus berfungsi diagnostik dan tevintegrasi.
Evaluasi kurikulum juga bervariasi, bergantung pada dimensi-dimensi
yang menjadi fokus evaluasi, salah satu dimensi yang sering mendapat sorotan
adalah kuantitas dan kualitas.
2. Konsep dan Teori Kurikulum
Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan
makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya
penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk
perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Konsep terpenting yang perlu mendapat penjelasan dalam teori kurikulum adalah
konsep kurikulum.

a. Konsep kurikulum
Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori
kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum,
kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem, dan sebagai bidang studi.
1) Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi:
Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar
bagi murid-murid di sekolah, atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin
dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang
berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal,
dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen
tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum

dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu


kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu
kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.
2) Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem:
Yaitu sistem kurikulum. Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem
persekolahan, sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat. Suatu sistem
kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara
menyusun

suatu

kurikulum,

melaksanakan,

mengevaluasi,

dan

menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem kurikulum adalah tersusunnya


suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana
memelihara kurikulum agar tetap dinamis.
3) Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang studi:
Yaitu bidang studi kurikulum. Ini merupakan bidang kajian para ahli
kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai
bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem
kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsepkonsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai
kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang
dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum.
b. Perkembangan Teori Kurikulum
Perkembangan teori kurikulum tidak dapat dilepaskan dari sejarah
perkembangannya. Perkembangan kurikulum telah dimulai pada tahun 1890
dengan tulisan Charles dan McMurry, tetapi secara definitif berawal pada hasil
karya Franklin Babbit tahun 1918. Bobbit Bering dipandang sebagai ahli
kurikulum yang pertama, is perintis pengembangan praktik kurikulum. Bobbit
adalah orang pertama yang mengadakan analisis kecakapan atau pekerjaan sebagai
cara penentuan keputusan dalam penyusunan kurikulum. Dia jugalah yang
menggunakan pendekatan ilmiah dalam mengidentifikasi kecakapan pekerjaan
dan kehidupan orang dewasa sebagai dasar pengembangan kurikulum.
Menurut Bobbit, inti teori kurikulum itu sederhana, yaitu kehidupan
manusia. Kehidupan manusia meskipun berbeda-beda pada dasarnya sama,

terbentuk

oleh

sejumah

kecakapan

pekerjaan.

pendidikan

berupaya

mempersiapkan kecakapan-kecakapan tersebut dengan teliti dan sempurna.


Kecakapan-kecakapan yang harus dikuasai untuk dapat terjun dalam kehidupan
sangat

bermacam-macam,

bergantung

pada

tingkatannya

maupun

jenis

lingkungan. Setiap tingkatan dan lingkungan kehidupan menuntut penguasaan


pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi tertentu. Hal-hal itu
merupakan tujuan kurikulum. Untuk mencapai hal-hal itu ada serentetan
pengalaman yang harus dikuasai anak. Seluruh tujuan beserta pengalamanpengalaman tersebut itulah yang menjadi bahan kajian teori kurikulum.
Werrett W. Charlters (1923) setuju dengan konsep Bobbit tentang analisis
kecakapan/pekerjaan sebagai dasar penyusunan kurikulum. Charters lebih
menekankan pada pendidikan vokasional.
Ada dua hal yang sama dari teori kurikulum, teori Bobbit dan Charters:
1) Keduanya setuju atas penggunaan teknik ilmiah dalam memecahkan masalahmasalah kurikulum. Dalam hal ini mereka dipengaruhi oleh gerakan ilmiah
dalam pendidikan yang dipelopori oleh E.L. Thorndike, Charles Judd, dan
lain-lain.
2) Keduanya bertolak pada asumsi bahwa sekolah berfungsi mempersiapkan
anak bagi kehidupan sebagai orang dewasa. Untuk mencapai hal tersebut,
perlu analisis tentang tugas-tugas dan tuntutan dalam kurikulum disusun
keterampilan, pengetahuan, sikap, nilai, dan lain-lain yang diperlukan untuk
dapat berpartisipasi dalam kehidupan orang dewasa. Bertolak pada hal-hal
tersebut mereka menyusun kurikulum secara lengkap dalam bentuk yang
sistematis.
Perkembangan teori kurikulum selanjutnya dibawakan oleh Hollis
Caswell. Dalam peranannya sebagai ketua divisi pengembang kurikulum di
beberapa negara bagian di Amerika Serikat (Tennessee, Alabama, Florida,
Virginia), itu mengembangkan konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakat
atau pekerjaan (society centered) maka Caswell mengembangkan kurikulum yang
bersifat interaktif. Dalam pengembangan kurikulumnya, Caswell menekankan
pada partisipasi guru-guru, berpartisipasi dalam menentukan kurikulum,
menentukan struktur organisasi dari penyusunan kurikulum, dalam merumuskan

pengertian kurikulum, merumuskan tujuan, memilih isi, menentukan kegiatan


belajar, desain kurikulum, menilai hasil, dan sebagainya.
3. Langkah - Langkah Pengembangan Kurikulum
a. Sumber Pengembangan Kurikulum
Dari kajian sejarah kurikulum, kita mengetahui beberapa hal yang menjadi
sumber atau landasan inti penyusunan kurikulum. Pengembangan kurikulum
pertama bertolak dari kehidupan dan pekerjaan orang dewasa. Karena sekolah
mempersiapkan anak bag! kehidupan orang dewasa, kurikulum terutama isi
kurikulum diambil dari kehidupan orang dewasa. Para pengembang kurikulum
mendasarkan kurikulumnya atas hasil analisis pekerjaan dan kehidupan orang
dewasa.
Dalam pengembangan selanjutnya, sumber in! menjadi lugs meliputi
semua unsur kebudayaan. Manusia adalah makhluk yang berbudaya, hidup dalam
lingkungan budaya, dan turut menciptakan budaya. Untuk dapat hidup dalam
lingkungan budaya, ia harus mempelajari budaya, maka budaya menjadi sumber
utama isi kurikulum. Budaya ini mencakup semua disiplin ilmu yang telah
ditemukan dan dikembangkan para pakar, nilai-nilai adat-istiadat, perilaku, bendabenda, dan lain-lain.
Sumber lain penyusunan kurikulum adalah anak. Dalam pendidikan atau
pengajaran, yang belajar adalah anak. Pendidikan atau pengajaran bukan
memberikan sesuatu pada anak, melainkan menumbuhkan potensipotensi yang
telah ada pada anak. Anak menjadi sumber kegiatan pengajaran, ia menjadi
sumber kurikulum. Ada tiga pendekatan terhadap anak sebagai sumber kurikulum,
yaitu kebutuhan siswa, perkembangan siswa, serta minat siswa. Jadi, ada
pengembangan kurikulum bertolak dari kebutuhan-kebutuhan siswa, tingkattingkat perkembangan siswa, serta hal-hal yang diminati siswa.
Beberapa pengembang kurikulum mendasarkan penentuan kurikulum
kepada pengalaman-pengalaman penyusunan kurikulum yang lalu. Pengalaman
pengembangan kurikulum yang lalu menjadi sumber penyusunan kurikulum
kemudian. Hal lain yang menjadi sumber penyusunan kurikulum adalah nilai-

nilai. Beauchamp menegaskan bahwa nilai dapat merupakan sumber penentuan


keputusan yang dinamis.
Terakhir yang menjadi sumber penentuan kurikulum adalah kekuasaan
sosial-politik. Di Amerika Serikat pemegang kekuasaan sosial-politik yang
menentukan kebijaksanaan dalam kurikulum adalah board of education lokal yang
mewakill negara bagian. Di Indonesia, pemegang kekuasaan sosialpolitik dalam
penentuan kurikulum adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang dalam
pelaksanaannya dilimpahkan kepada Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah serta
Dirjen Pendidikan Tinggi bekerja sama dengan Balitbangdikbud. pada pendidikan
dasar dan menengah, kekuasaan penyusunan kurikulum sepenuhnya ada pada
pusat, sedangkan pada perguruan tinggi rektor diberi kekuasaan untuk
menentukan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penyusunan kurikulum.
b. Langkah - Langkah Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum meliputi empat langkah, yaitu merumuskan
tujuan

pembelajaran

pengalaman

(instructional

belajar (selection

of

objective),
learning

menyeleksi

pengalaman-

experiences), mengorganisasi

pengalaman-pegalaman belajar (organization of learning experiences), dan


mengevaluasi (evaluating).
1. Merumuskan Tujuan Pembelajaran (instructional objective)
Terdapat tiga tahap dalam merumuskan tujuan pembelajaran.
a) Tahap yang pertama yang harus diperhatikan dalam merumuskan tujuan
adalah memahami tiga sumber, yaitu siswa (source of student),
masyarakat (source of society), dan konten (source of content).
b) Tahap kedua adalah merumuskan tentative general objective atau standar
kompetensi (SK) dengan memperhatikan landasan sosiologi (sociology),
kemudian di-screen melalui dua landasan lain dalam pengembangan
kurikulum yaitu landasan filsofi pendidikan (philosophy of learning) dan
psikologi belajar (psychology of learning).
c) Tahap ketiga adalah merumuskan precise education atau kompetensi dasar
(KD).

2. Merumuskan dan Menyeleksi Pengalaman-Pengalaman Belajar (selection of


learning experiences)
Dalam merumuskan dan menyeleksi pengalaman-pengalaman belajar dalam
pengembangan kurikulum harus memahami definisi pengalaman belajar dan
landasan psikologi belajar (psychology of learning). Pengalaman belajar
merupakan bentuk interaksi yang dialami atau dilakukan oleh siswa yang
dirancang oleh guru untuk memperoleh pengetahuan dan ketrampilan.
Pengalaman belajar yang harus dialami siswa sebagai learning activity
menggambarkan interaksi siswa dengan objek belajar. Belajar berlangsung
melalui perilaku aktif siswa; apa yang ia kerjakan adalah apa yang ia pelajari,
bukan apa yang dilakukan oleh guru. Dalam merancang dan menyeleksi
pengalaman-pengalaman belajar juga memperhatikan psikologi belajar.
3. Mengorganisasi Pengalaman Pengalaman Belajar (organization of learning
experiences)
Pengorganisasi atau disain kurikulum diperlukan untuk memudahkan anak
didik untuk belajar. Dalam pengorganisasian kurikulum tidak lepas dari
beberapa hal penting yang mendukung, yakni: tentang teori, konsep,
pandangan tentang pendidikan, perkembangan anak didik, dan kebutuhan
masyarakat. Pengorganisasian kurikulum bertalian erat dengan tujuan
pendidikan yang ingin dicapai. Oleh karena itu kurikulum menentukan apa
yang akan dipelajari, kapan waktu yang tepat untuk mempelajari,
keseimbangan bahan pelajaran, dan keseimbangan antara aspek-aspek
pendidikan yang akan disampaikan.
4. Mengevaluasi (evaluating) Kurikulum
Langkah terakhir dalam pengembangan kurikulum adalah evaluasi.
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan di mana data yang terkumpul dan
dibuat pertimbangan untuk tujuan memperbaiki sistem. Evaluasi yang seksama
adalah sangat esensial dalam pengembangan kurikulum. Evaluasi dirasa sebagai
suatu proses membuat keputusan , sedangkan riset sebagai proses pengumpulan
data sebagai dasar pengambilan keputusan.

Perencana kurikulum menggunakan berbagai tipe evaluasi dan riset. Tipetipe evaluasi adalah konteks, input, proses, dan produk. Sedagkan tipe-tipe riset
adalah aksi, deskripsi, historikal, dan eksperimental. Di sisi lain perencana
kurikulum menggunakan evaluasi formatif (proses atau progres) dan evaluasi
sumatif (outcome atau produk).
Terdapat dua model evaluasi kurikulum yaitu model Saylor, Alexander,
dan Lewis, dan model CIPP yang didesain oleh Phi Delta Kappa National Study
Committee on Evaluation yang diketuai Daniel L. Stufflebeam.
Menurut model Saylor, Alexander, dan Lewis terdapat lima komponen
kurikulum yang dievaluasi, yaitu tujuan (goals, subgoals, dan objectives),
program pendidikan secara keseluruhan (the program of education as a totality),
segmen khusus dari program pendidikan ( the specific segments of the education
program, pembelajaran (instructional), dan program evaluasi (evaluation
program). Komponen pertama, ketiga, dan keempat mempunyai kontribusi pada
komponen kedua (program pendidikan secara keseluruhan). Pada komponen
kelima, program evaluasi, disarankan sangat perlu untuk mengevaluasi evaluasi
program itu sendiri, sebab hal ini suatu operasi idependen yang mempunyai
implikasi pada proses evaluasi.
5. Konsep Dasar KTSP
Dalam Standar Nasonal Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat 15)
dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah
kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan
memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi serta kompetensi dasar yang
dikembangkan

oleh

Badan

Standar

Nasional

Pendidikan

(BSNP).

KTSP disusun dan dikembangkan berdasarkan Undang-undagn No. 20 Tahun


2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 36 ayat 1), dan 2) sebagai
berikut :
a. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Standar nasional
pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga

kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian


pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu
Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan
utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum.
b.

Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan


prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan
peserta didik. Beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
1) KTSP dikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan
karakteristik daerah, serta social budaya masyarakat setempat dan peserta
didik.
2) Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan
standar

kompetensi

lulusan,

dibawah

supervise

dinas

pendidikan

kabupaten/kota, dan departemen agama yang bertanggungjawab di bidang


pendidikan.
3) Kurikulum tingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di
perguruan tinggi dikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing
perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.
KTSP merupakan strategi pengembangan kurikulum untuk mewujudkan
sekolah yang efektif, produktif, dan berprestasi. KTSP merupakan
paradigma baru pengembangan kurikulum, yang otonomi luas pada setiap
satuan pendidikan, dan pelibatan pendidikan masyarakat dalam rangka
mengefektifkan proses belajar-mengajar di sekolah. Otonomi diberikan
agar setiap satuan pendidikan dan sekolah meiliki keleluasaan dalam
megelola

sumber

daya,

sumber

dana,

sumber

belajar

dan

mengalokasikannya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap


terhadap kebutuhan setempat.
KTSP adalah suatu ide tentang pengembangan kurikulum yang diletakan
pada posisi yang paling dekat dengan pembelajaran, yakni sekolah dan satuan
pendidikan. Pemberdayaan sekolah dan satauan pendidikan dengan memberikan

otonomi yang lebih besar, di samping menunjukan sikap tanggap pemerintah


terhadap tuntunan masyarakat juga merupakan sarana peningkatan kualitas,
efisisen, dan pemerataan pendidikan.
KTSP merupakan salah satu wujud reformasi pendidikan yang
memberikan

otonomi

kepada

sekolah

dan

satuan

pendidikan

untuk

mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntunan, dan kebutuhan


masing-masing. Otonomi dalam pengembangan kurikulum dan pembelajaran
merupakan potensi bagi sekolah untuk meningkatkan kinerja guru dan staf
sekolah, menawarkan partisipasi langsung kelompok-kelompok terkait, dan
meningkatkan

pemahaman

masyarakat

terhadap

pendidikan,

khususnya

kurikulum. Pada sistem KTSP sekolah memiliki full authority and responsibility
dalam menetapkan kurikulum dan pembelajaran sesuai dengan visi, misi, dan
tujuan tersebut, sekolah dituntut untuk mengembangkan strategi, menentukan
prioritas, megendalikan pemberdayaan berbagai potensi seklah dan lingkungan
sekitar, serta mempertanggunng jawabkannya kepada masyarakat dan pemerintah.
Dalam KTSP pengembangan kurikulm dilakukan oleh guru, kepala sekolah, serta
Komite Sekolah dan Dewan Pendidikan. Badan ini merupkan lembaga yang
ditetapkan berdasarkan musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi
pendidikan pada dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD), pejabat pendidikan
daerah, kepala sekolah, tenaga pendidikan, perwakilan orang tua peserta didik,
dan tokoh masyarakat. Lembaga inilah yang menetapkan kebijakan sekolah
berdasarkan ketentuan-ketentuan tentang pendidikna yang berlaku. Selanjutnya
komite sekolah perlu menetapkan visi, misi, dan tujuan sekolah dengan berbagai
implikasinya terhadap program-program kegiatan opersional untuk mencapai
tujuan sekolah.
6. Landasan KTSP
a) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP,
adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1),

(2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1),
(2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).
b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang
mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1),
(2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8
ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4);
Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1),
(2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20
c) Standar Isi
SI mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai
kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk
dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar
Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada
setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan
menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.
d) Standar Kompetensi Lulusan
SKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap,
pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kep
mendiknas No. 23 Tahun 2006.
7. CiriCiri KTSP
a) KTSP

memberi

kebebasan

kepada

tiap-tiap

sekolah

untuk

menyelenggarakan program pendidikan sesuai dengan kondisi lingkungan


sekolah, kemampuan peserta didik, sumber daya yang tersedia dan
kekhasan daerah.
b) Orang tua dan masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam proses
pembelajaran.
c) Guru harus mandiri dan kreatif.
d) Guru

diberi

pembelajaran.

kebebasan

untuk

memanfaatkan

berbagai

metode

8. Pengembangan KTSP
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan
pendidikan nasional.
Dasar Hukum tentang Penyusunan KTSP adalah Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005
(PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum
pada jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan
dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang
disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu,
penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut
kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005
9. Prinsip-Prinsip Pengembangan KTSP
a) Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip
bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan
kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan,
kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.
Memiliki posisi sentral berarti kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta
didik.
b) Beragam dan Terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik
peserta didik, kondisi daerah, jenjang dan jenis pendidikan, serta
menghargai dan tidak diskriminatif terhadap perbedaan agama, suku,

budaya, adat istiadat, status sosial ekonomi, dan jender. Kurikulum meliputi
substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan
pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan
kesinambungan yang bermakna dan tepat antar substansi.
c) Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni yang berkembang secara dinamis. Oleh karena itu,
semangat dan isi kurikulum memberikan pengalaman belajar peserta didik
untuk mengikuti dan memanfaatkan perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
d) Relevan dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku
kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan
kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan,
dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan
pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik,
dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e) Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang
kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan anta rsemua jenjang pendidikan.
f) Belajar sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan,
danpemberda-yaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.
Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan
formal, nonformal, dan informal dengan memperhatikan kondisi dan
tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan
manusia seutuhnya.
g) Seimbang antara kepentingan Nasional dan kepentingan Daerah
Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional
dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah


harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka
Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).

C. Penutup
Pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sehingga pemerintah
menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Setelah itu adanya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Peraturan pemerintah ini memberikan arahan
tentang perlunya disusun dan dilaksanakan delapan standar nasional
pendidikan, salah satunya memuat standar isi yang didalamnya mengatur
tentang

pengembangan

kurikulum.

Kurikulum adalah suatu rencana yang disusun untuk melancarkan proses


berlajar mengajar di bawah bimbingan dan tanggunga jawab sekolah atau lembaga
pendidikan beserta staf pengajarnya. Kurikulum merupakan peristiwa-peristiwa
yang terjadi di bawah pengawasan sekolah, jadi selain kegiatan kulikuler yang
formal juga kegiatan yang tak formal. (Nasution, 2008:5)
Fungsi kurikulum dalam proses apendidikan, yakni merupakan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan, maka hal ini berarti, sebagai alat pendidikan

kurikulum mempunyai komponen-komponen penunjang yang saling mendukung


1.
2.
3.
4.
5.

satu sama lainnya. Lima komponen kurikulum yaitu:


Tujuan,
Isi dan struktur program,
Organisasi dan strategi,
Sarana
Evaluasi.
Teori kurikulum adalah suatu perangkat pernyataan yang memberikan
makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya
penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk
perkembangan/penggunaan dan evaluasi kurikulum.
Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem,
dan sebagai bidang studi.
Ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar itu disebut model atau
konstruksi. Pengembangan kurikulum model tersebut merupakan ulasan teoritis
tentang suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula ulasan tentang

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
a.
b.
c.

salah satu komponen kurikulum.


Model-model pengembangan kurikulum tersebut diantaranya adalah :
The Administrative Model
The Grass-Roots Model
The Demonstration Model
Beauchamps Model
Tabas Inverted Model
Rogers Interpersonal Relations Model
The Systematic Action-Research Model
Emerging Technical Models
The Behavioral Analysis Model
The System Analysis Model
The Computer-Based Model
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan
di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat
satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu
dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi

kompetensi

dasar,

materi

pokok/pembelajaran,

kegiatan

pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar.

DAFTAR PUSTAKA
Alwasilah, Chaedar. 2007. Perspektif Pendidikan Bahasa Inggris Di Indonesia
Dalam Konteks Persaingan Global. Bandung: CV. Andira.
Budimansyah, Dasim. 2007. Model Pembelajaran Berbasis Portofolio. Bandung:
PT. Genesindo.
Danim, Sudarwan. 2002Inovasi Pendidikan. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Fathurrohman, Pupuh dan Sutikno, Sobry. (2007). Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: PT. Refika Aditama.

Ibrahim. 1988. Inovasi Pendidikan. Jakarta: Proyek Pengembangan Lembaga


Pendidikan Tenaga Kependidikan, Ditjen Dikti Depdikbud.
Mukhtar dan Yamin, Martinis. 2007. 10 Kiat Sukses Mengajar Di Kelas. Jakarta:
PT. Nimas Multima.
Rogers, M Everett. 1983. Diffusion of Innovation. New York: The Free Press.
Saud, S Udin dan Suherman, Ayi. 2006. Bahan Belajar Mandiri Inovasi
Pendidikan. Bandung: UPI Press.
Wahyudin, Dinn et.al. 2007. Materi Pokok Pengantar Pendidikan: Modul
Universitas Terbuka. Jakarta: Universitas Terbuka.

Anda mungkin juga menyukai