Anda di halaman 1dari 90

PRODUK OBAT UNTUK SISTEM SARAF PUSAT DAN ANASTESI

1.
2.
3.
4.

Hipnosis dan Ansietas


Psikosis dan Gangguan Sejenis
Depresi
Gangguan Pemusatan Perhatian

4.1 Hipnosis dan Ansietas

4.1.1 Hipnosis
Benzodiazepin adalah ansiolitik dan hipnotik yang paling umum digunakan; obat ini bekerja
pada reseptor benzodiazepin yang berhubungan dengan reseptor asam gammaaminobutirat (GABA).
Obat terdahulu seperti meprobamat dan barbiturat (bab 4.1.3) tidak direkomendasikan lagi, karena
lebih banyak menimbulkan efek samping dan interaksi obat dibandingkan dengan benzodiazepin dan
lebih berbahaya jika terjadi dosis berlebih.

Efek Samping
1.

Efek Paradoksikal
Paradoksikal meningkat pada keadaan terancam/ ada ancaman dan sifat agresi dilaporkan
terjadi pada pasien yang mengkonsumsi benzodiazepin. efeknya bervariasi mulai dari meracau dan rasa
gembira sampai sifat agresif dan melakukan tindakan anti sosial. Penyesuaian dosis (meningkat
ataupun menurun) biasanya melemahkan impuls. Peningkatan ansietas dan gangguan persepsi
merupakan efek paradoksikal lainnya. Meningkatnya rasa bermusuhan dan agresi setelah
mengkonsumsi barbiturat dan alkohol biasanya mengindikasikan adanya intoksikasi.

2.

Mengemudi
Hipnotik dan ansiolitik dapat mempengaruhi kemampuan pengambilan keputusan dan
memperlambat reaksi, sehingga berefek pada kemampuan mengemudi dan mengoperasikan mesin.
Obat ini meningkatkan efek alkohol. Lebih lanjut, efek hangover pada dosis malam dapat
mempengaruhi kemampuan mengemudi pada hari berikutnya. Lihat juga pada Obat dan Mengemudi
pada Pedoman Umum.

3.

Ketergantungan dan Penghentian Obat


Penghentian penggunaan benzodiazepin sebaiknya secara bertahap karena penghentian yang
tiba-tiba dapat mengakibatkan kebingungan, gangguan psikosis, kejang atau kondisi mirip delirium
tremens. Penghentian barbiturat yang tiba-tiba (bab 4.1.3) bahkan dapat mengakibatkan efek yang lebih

serius. Sindroma gejala putus obat dapat timbul kapan saja hingga 3 minggu setelah penghentian
benzodiazepin jangka panjang; dan dapat timbul dalam waktu beberapa jam pada penggunaan
benzodiazepin jangka pendek. Hal ini ditunjukkan dengan terjadinya insomnia, ansietas, hilangnya
nafsu makan dan turunnya berat badan, tremor, berkeringat, tinnitus, dan gangguan persepsi. Gejalagejala ini mungkin sama dengan gejala umum penyakitnya sehingga penggunaan obat tetap
dilanjutkan, beberapa gejala dapat berlanjut selama beberapa minggu atau beberapa bulan setelah
penghentian benzodiazepin.
Dosis benzodiazepin dapat dihentikan secara bertahap, sekitar 1/8 (dalam interval 1/10 hingga
1/4 ) dari dosis sehari, dilakukan setiap malam ke 4. Saran untuk protokol penghentian obat pada
pasien yang memiliki kesulitan adalah sbb:
1.

Pada pasien yang ganti dengan obat setara dengan dosis diazepam per hari, sebaiknya dikonsumsi

2.

malam hari.
Turunkan dosis diazepam bertahap setiap 23 minggu sebanyak 2 atau 2,5 mg; jika gejala putus obat

3.

muncul, pertahankan dosis obat ini hingga gejala membaik.


Turunkan dosis lebih lanjut, jika perlu bertahap dengan dosis lebih kecil. Lebih baik penurunan dosis

4.

dilakukan dengan lebih lambat daripada dilakukan terlalu cepat.


Penghentian total. Waktu yang dibutuhkan untuk penghentian total dapat bervariasi dari sekitar 4

5.

minggu hingga 1 tahun atau lebih.


Konseling dapat membantu. beta bloker dicoba hanya jika pengobatan lainnya gagal. Antidepresan
hanya digunakan dalam keadaan depresi klinik atau untuk gangguan panik; hindari antipsikosis (yang
dapat memperburuk gejala putus obat).

Saran:
1.

Benzodiazepin diindikasikan untuk terapi jangka pendek ansietas berat (hanya digunakan selama 2 atau
4 minggu), kondisi stres yang sangat mengganggu, kondisi ansietas saja atau yang terkait insomnia atau

2.
3.

psikosomatik jangka pendek, penyakit psikotik atau penyakit yang dialami organ tubuh.
Benzodiazepin tidak cocok untuk terapi jangka pendek ansietas ringan
Benzodiazepin hanya digunakan untuk terapi insomnia berat, atau kondisi stres yang sangat
mengganggu.

4.1.1 Hipnosis

Suatu hipnotik dapat memberikan manfaat tetapi tidak boleh digunakan selama lebih dari 3
minggu (sebaiknya hanya diberikan selama 1 minggu). Penggunaan secara berselang lebih disukai
dengan dosis yang obat dikurangi. Obat yang tereliminasi cepat lebih cocok digunakan. Pemberian
hipnotik jarang bermanfaat pada insomnia kronis dan biasanya lebih sering disebabkan ketergantungan
ringan karena pemberian obat yang tidak benar. Gangguan psikiatrik seperti ansietas, depresi, dan
penyalahgunaan obat serta alkohol merupakan penyebab yang paling umum. Gangguan tidur sangat
umum pada depresi dan bangun pagi yang lebih awal dapat menjadi penanda yang berguna. Gangguan

psikiatrik yang utama sebaiknya diatasi, sesuaikan rejimen obat untuk meringankan insomnia. Sebagai
contoh, klomipramin atau mirtazapin yang digunakan untuk depresi dapat juga membantu
memudahkan tidur jika dikonsumsi pada malam hari. Penyebab lain dari insomnia meliputi nyeri,
gatal-gatal, pruritus, dan dispnea.
Hipnotik tidak boleh diresepkan secara sembarangan dan peresepan rutin juga tidak
dianjurkan. Obat-obat ini hanya boleh diberikan untuk pengobatan jangka pendek pada stres akut.
Toleransi terhadap efek meningkat dalam 3 hingga hari ke 14 pada penggunaan yang berkelanjutan,
serta manfaat penggunaan jangka panjang belum dapat dipastikan. Kekurangan penggunaan jangka
panjang adalah pada penghentian obat; menimbulkan insomnia dan memperburuk sindroma gejala
putus obat.

1.

Peresepan hipnotik pada anak tidak dibenarkan kecuali untuk penggunaan sesekali seperti untuk
mengatasi rasa takut pada malam hari dan somnabulisme (berjalan dalam tidur). Pada penggunaan
jangka panjang ada risiko habituasi (pemberian obat dapat menjadi kebiasaan) padahal untuk

2.

menenangkan anak pada malam hari, sebaiknya dilakukan pengobatan secara psikologis.
Penggunaan hipnotik sebaiknya dihindari pada lansia karena memiliki risiko terjadinya ataksia,

3.

bingung, mudah jatuh, dan melukai diri sendiri.


Hipnotik dapat bermanfaat pada beberapa pasien yang cemas sewaktu akan menghadapi perawatan,
digunakan pada waktu 13 malam sebelumnya. Hipnotik tidak mengurangi rasa sakit dan jika rasa
nyeri menganggu tidur, maka analgesik dapat diberikan. Diazepam, nitrazepam, atau temazepam
digunakan pada malam hari untuk pasien yang mengalami sakit gigi. Temazepam disarankan diberikan
jika diperlukan untuk meminimalkan efek residual pada hari berikutnya.

A. Benzodiazepin
Benzodiazepin termasuk nitrazepam dan flurazepam digunakan sebagai hipnotik yang
memiliki masa kerja panjang serta dapat memberikan efek residual di hari berikutnya, dosis berulang
cenderung bersifat kumulatif.
B. Loprazolam, lormetazepam dan temazepam
Memiliki masa kerja lebih pendek dengan efek hangover yang sedikit bahkan tidak ada sama
sekali. Fenomena penghentian obat lebih sering terjadi pada penggunaan benzodiazepin dengan masa
kerja pendek. Jika insomnia yang terjadi disebabkan oleh dengan ansietas pada siang hari maka
penggunaan benzodiazepin ansiolitik kerja panjang seperti diazepam yang diberikan sebagai dosis
tunggal pada malam hari, dapat efektif mengatasi gejala tersebut. Untuk pedoman umum peresepan
benzodiazepin lihat pada Bab 4.1.2 dan untuk penghentian obat dapat dilihat pada Bab 4.1.

Monografi Obat

1.

FLURAZEPAM
Indikasi:
insomnia (penggunaan jangka pendek).
Peringatan:
lihat nitrazepam.
Kontraindikasi:
lihat nitrazepam.
Efek Samping:
lihat nitrazepam.
Dosis:
15-30 mg menjelang tidur malam hari; Lansia (atau debilitated patients) 15 mg; Anak, tidak dianjurkan.

2.

NITRAZEPAM
Indikasi:
insomnia, gangguan tidur dengan berbagai sebab (penggunaan jangka pendek).
Peringatan:
hamil, menyusui, penyakit pernapasan, kelemahan otot, riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol,
kelainan kepribadian yang jelas, gangguan faal hati dan ginjal, kurangi dosis pada lansia dan debil.
Gangguan kemampuan mengemudi dan menjalankan mesin.
Interaksi:
lihat Lampiran 1 (hipnotik dan ansiolitik).
Kontraindikasi:
depresi pernapasan, miastenia gravis, kondisi fobi atau obsesi, psikosis kronik, gangguan hati berat.
Efek Samping:
ataksia dan bingung terutama pada pasien lansia, vertigo, amnesia, ketergantungan.
Dosis:
5-10 mg sebelum tidur; LANSIA (atau debil) 2,5-5 mg; ANAK tidak dianjurkan.
Kloral dan Derivatnya
Kloral dan derivatnya

Kloral dan derivat kloral dahulu biasa digunakan sebagai hipnotik pada anak (tetapi penggunaan
hipnotik pada anak umumnya tidak dibenarkan). Tidak ada bukti ilmiah yang meyakinkan bahwa obat
ini bermanfaat pada pasien lansia dan pemanfaatannya sebagai hipnotik saat ini sangat sedikit.
Triklofos lebih sedikit menyebabkan gangguan saluran pencernaan dibanding kloralhidrat.
Kloralhidrat dan triklofos saat ini terutama digunakan untuk sedasi selama prosedur diagnostik dan
pada unit perawatan intensif. Obat ini terakumulasi pada penggunaan jangka panjang dan harus
dihindari pada pasien gagal ginjal atau kerusakan hati.
Monografi:
ESTAZOLAM
Indikasi:
semua bentuk gangguan tidur disebabkan oleh gugup, ansietas, tegang, psikosis & kelainan organik seperti nyeri
pasca bedah, trauma.

Peringatan:
depresi pernapasan, lansia, gangguan jantung, ginjal dan hati.

Interaksi:
alkohol, depresan SSP, penghambat MAO.

Kontraindikasi:
miastenia gravis.

Efek Samping:
mengantuk, ketergantungan, ruam kulit, hipotoni, palpitasi.

Dosis:
neurosis, kelainan internal 12 mg sebelum tidur. Psikosis, skizofrenia 24 mg sebelum tidur. Malam sebelum
operasi 12 mg sebelum tidur.

MIDAZOLAM
Indikasi:
premedikasi, induksi anestesi dan penunjang anestesi umum; sedasi untuk tindakan diagnostik & anestesi lokal.

Peringatan:
insomnia pada psikosis, depresi berat, kerusakan otak organik, insufisiensi pernapasan, mengemudi atau
mengoperasikan mesin yang berbahaya pada jam pertama sampai keenam setelah mendapat obat, orang dewasa
lebih dari 60 tahun, hamil, menyusui, gangguan hati, ketergantungan, pemutusan obat mendadak, pengurangan
bertahap setelah pemakaian lama, penggunaan intravena apabila fasilitas resusitasi tersedia.

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (midazolam).

Kontraindikasi:
bayi prematur, miastenia gravis.

Efek Samping:
jarang terjadi efek samping pada kardiorespirasi, mual, muntah, nyeri kepala, cegukan, laringospamus, dispnea,
halusinasi, mengantuk berlebihan, ataksia, ruam kulit, reaksi paradoksikal, episode amnesia.

Dosis:
injeksi intramuskular premedikasi sebelum operasi: DEWASA 0,07-0,1 mg/kg bb: ANAK 0,15-0,2 mg/kg bb.
Injeksi intravena premedikasi sebelum diagnostik/intervensi bedah 2,5-5 mg, selanjutnya 1 mg bila diperlukan.
Induksi anestesi dewasa 10-15 mg intravena dalam kombinasi dengan narkotik 0,03-0,3 mg/kg bb/jam. ANAK
0,15-0,2 mg/kg bb intramuskular dalam kombinasi dengan ketamin. Sedasi dalam unit perawatan intensif (ICU)
dosis muatan (loading dose) 0,03-0,3 mg/kg bb; dosis penunjang 0,03-0,2 mg/kg bb/jam.

KLORALHIDRAT

Indikasi:
insomnia (penggunaan jangka pendek).

Peringatan:
dapat menimbulkan ketergantungan, penyakit pernapasan, riwayat penyalahgunaan obat dan alkohol, gangguan
kepribadian yang jelas, hamil, menyusui, pada kasus lansia dan debil dosis dikurangi, hindari pemakaian lama
dan pemutusan obat mendadak, hindari kontak dengan kulit dan selaput lendir.

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (hipnotik dan ansiolitik).

Kontraindikasi:
penyakit jantung berat, gangguan faal hati dan ginjal yang jelas, gastritis, hamil dan menyusui.

Efek Samping:
iritasi lambung, distensi abdominal dan flatulensi, ruam kulit, kemudian nyeri kepala, ketonuria, eksitasi,
delirium (terutama lansia), ketergantungan pada pemakaian jangka lama, gangguan ginjal dan hati, hipotensi.

Dosis:
insomnia 0,5-1 g (maksimal 2 g) dengan minum banyak air pada waktu sebelum tidur. ANAK 30-50 mg/kg bb
sampai maksimal dosis tunggal 1 g.

RAMELTEON
Indikasi:
insomnia, yang ditandai dengan kesulitan tidur.

Peringatan:

Seperti obat hipnotik yang lain, penggunaan obat ini dapat mengakibatkan eksaserbasi insomnia, gangguan
kognitif dan abnormalitas tingkah laku serta perburukan depresi (termasuk keinginan bunuh diri) pada pasien
depresi primer; hati-hati penggunaan pada penderita dengan gangguan hati sedang; tidak boleh digunakan pada
penderita dengan gangguan hati yang parah. Hati-hati penggunaan pada pengguna alkohol; penderita yang
mendapat obat penghambat CYP1A2; mengendarai kendaraan bermotor dan menjalankan mesin. Tidak
dianjurkan pada penderita Severe Sleep Apnea atau penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK); Tidak
diperlukan penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal ringan sampai berat termasuk pasien hemodialisis.
Tidak dianjurkan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui. Keamanan dan efektifitas penggunaan pada anakanak belum ditetapkan.

Interaksi:
Tidak boleh digunakan bersama fluvoksamin (inhibitor kuat CYP1A2 ). Efikasi dapat menurun jika diberikan
bersamaan dengan enzim penginduksi kuat CYP seperti rifampisin. Hati-hati penggunaan pada penderita yang
juga mendapat obat inhbitor CYP3A4 seperti ketokonazol dan inhibitor kuat CYP2C9 seperti flukonazol.

Kontraindikasi:
penderita hipersensitif, penyakit hati berat, pemberian bersama fluvoksamin.

Efek Samping:
mengantuk, pusing, mual, lelah, sakit kepala dan insomnia.

Dosis:
8 mg diberikan 30 menit sebelum tidur. Tidak dianjurkan diberikan sewaktu makan atau segera setelah makan
makanan dengan kadar lemak tinggi.

TRIAZOLAM
Indikasi:
insomnia dan terutama bila sulit tertidur: sering terbangun malam hari dan atau bangun terlalu pagi.

Peringatan:

individu yang mudah kecanduan, depresi laten, kecenderungan bunuh diri, gangguan fungsi ginjal dan hati,
apneu waktu tidur, gangguan fungsi paru berat. Hindari menjalankan mesin atau mengemudi.

Interaksi:
simetidin, eritromisin. Efek ditingkatkan oleh alkohol dan depresan SSP lain.

Efek Samping:
mengantuk, gangguan koordinasi. Kadang-kadang amnesia anterograd, bingung, agitasi.

Dosis:
pasien geriatri 0,125 mg (naikkan bertahap sampai 0,25 mg bila diperlukan). Insomnia yang belum diobati
sebelumnya 0,125 mg (naikkan sampai 0,25 mg bila diperlukan). DEWASA 0,125-0,25 mg.
Zolpidem dan zopiklon

Zolpidem dan zopiklon termasuk hipnotik non-benzodiazepin tetapi bekerja pada reseptor benzodiazepin.
Zolpidem dan zopiklon memiliki durasi kerja yang pendek. Kedua obat tersebut tidak diperbolehkan digunakan
untuk jangka waktu yang panjang. Dilaporkan terjadi ketergantungan pada sejumlah kecil pasien.

Monografi:
ZOLPIDEM TARTRAT
Indikasi:
pengobatan insomnia jangka pendek (hingga 4 minggu).

Peringatan:
Pengobatan gejala insomnia sebaiknya diawali dengan evaluasi terlebih dahulu terhadap pasien karena dapat
menyebabkan gangguan tingkah laku dan berpikir; depresi SSP; tidak dianjurkan mengemudi atau menjalankan
mesin selama pemakaian riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol, gangguan fungsi hati (hindari jika parah),
gangguan fungsi ginjal, lansia, hindari penggunaan jangka panjang (dan pemutusan obat secara mendadak).

Interaksi:
lihat lampiran 1.

Kontraindikasi:
obstructive sleep apnoea, depresi pernapasan akut atau parah, miastenia gravis, gangguan fungsi hati yang
parah, sakit psikosis, kehamilan (lampiran 4), menyusui (lampiran 5).

Efek Samping:
Diare, nausea, muntah, vertigo, pusing, sakit kepala, mengantuk, astenia, amnesia, ketergantungan, gangguan
ingatan, mimpi buruk, noctural restlessness, depresi, bingung, gangguan persepsi atau diplopia, tremor, ataksia,
reaksi kulit, mudah terjatuh, perubahan libido, efek paradoksikal- lihat Bab 4.1.

Dosis:
Dosis zolpidem bersifat individual. Dosis yang direkomendasikan untuk dewasa: 10 mg segera sebelum tidur.
Pada orang tua atau debilitated patients lebih sensitif terhadap efek zolpidem tartrat. Pada pasien dengan
insufisiensi hepatik, bersihan obat tidak secepat pada orang normal. Dosis awal 5 mg dianjurkan untuk pasien
tersebut. Dosis total zolpidem tidak melebihi 10 mg; penggunaan pada anak-anak tidak direkomendasikan.
Penyesuaian dosis mungkin diperlukan ketika zolpidem tartrat diberikan dengan obat yang memiliki efek
antidepresan karena efek additifnya yang kuat.
Antihistamin

Antihistamin seperti difenhidramin diindikasikan untuk mengatasi insomnia yang terjadi sesekali. Durasi kerja
yang panjang dapat menyebabkan kantuk di hari berikutnya. Efek sedatif antihistamin dapat berkurang setelah
pengobatan berturut-turut selama beberapa hari. Antihistamin dapat menyebabkan sakit kepala, gangguan
psikomotor dan efek antimuskarinik. Penggunaan antihistamin sebagai hipnotik pada anak biasanya tidak
dibenarkan.
Alkohol

Alkohol merupakan hipnotik lemah karena efek diuretiknya mengganggu pada perioda akhir tidur. Pada
penggunaan kronik, alkohol mengganggu pola tidur dan menyebabkan insomnia.
4.1.2 Ansietas

Ansiolitik benzodiazepin efektif dalam meredakan keadaan ansietas. Walaupun obat ini sering diresepkan pada
hampir semua orang dengan gejala terkait stres, ketidakbahagiaan (unhappiness), atau penyakit fisik minor
(minor physical disease), penggunaannya dalam berbagai kondisi tidak dapat dibenarkan. Pada umumnya, obat
ini tidak tepat untuk mengatasi depresi atau psikosis kronik. Penyesuaian psikologis dapat dihambat oleh
benzodiazepin. Pada anak, obat ansiolitik hanya digunakan untuk mengatasi ansietas akut (dan insomnia yang
terkait) yang disebabkan oleh rasa takut (contoh: sebelum operasi).
Pengobatan ansiolitik sebaiknya dibatasi dengan pemberian dosis terkecil dengan masa pengobatan yang
sesingkat mungkin. Ketergantungan pada umumnya terjadi pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan alkohol
atau penyalahgunaan obat dan pada pasien dengan gangguan kepribadian. Ansiolitik, khususnya benzodiazepin
telah dikelompokkan menjadi transquiliser minor. Istilah ini menyesatkan karena ansiolitik jelas berbeda
dengan obat antipsikotik (transquiliser major), selain itu manfaatnya juga tidak minor. Antipsikosis, pada dosis
rendah, terkadang digunakan pada ansietas berat sebagai pemberi efek sedatifnya tetapi penggunaan jangka
panjang sebaiknya dihindari dengan mengingat kemungkinan risiko tardive dyskinesia yang dapat timbul.
Beberapa antidepresan (bab 4.3) disetujui untuk digunakan pada ansietas dan kelainan terkait; lihat bab 4.3
untuk penggunaan pada ansietas kronik, gangguan ansietas umum, dan panic disorder. Penggunaan antihistamin
(contoh hidroksizin, bab 3.4.1) untuk efek sedatifnya pada ansietas tidak dianjurkan digunakan.
Benzodiazepin

Benzodiazepin diindikasikan untuk pengobatan jangka pendek pada ansietas berat tetapi penggunaan jangka
panjang sebaiknya dihindari. Diazepam, alprazolam, klordiazepoksid dan klobazam memiliki aksi kerja lambat.
Golongan yang memiliki masa kerja yang lebih pendek seperti lorazepam dan oksazepam dapat digunakan pada
pasien dengan gangguan fungsi hati, tetapi memiliki risiko yang besar terhadap munculnya gejala putus obat.
Pada panic disorder (dengan atau tanpa agoraphobia) yang resisten terhadap pengobatan dengan antidepresan,
benzodiazepin dapat digunakan sebagai terapi tambahan jangka pendek pada awal pengobatan dengan
antidepresan untuk mencegah memburuknya gejala.
Diazepam atau lorazepam sangat jarang digunakan secara intravena untuk mengontrol serangan panik. Cara
pemberian ini memang tercepat tetapi bukan tanpa risiko dan hanya boleh digunakan jika alternatif lain telah
gagal. Pemberian secara intramuskular tidak memberikan efek yang lebih baik dibandingkan dengan pemberian
secara oral.

Monografi:
ALPRAZOLAM
Indikasi:
Ansietas, campuran ansietas-depresi, dan gangguan panik (pemakaian jangka pendek).

Peringatan:
Lihat pada Diazepam. Belum ada bukti manfaat untuk depresi karena psikosis, gangguan bipolar, atau depresi
endogen. Dapat terjadi ketergantungan. Harus hati-hati meresepkan obat ini pada pasien yang mempunyai
kecenderungan penyalahgunaan obat.

Interaksi:
Lihat pada Diazepam.

Kontraindikasi:
Lihat pada Diazepam.

Efek Samping:
Lihat pada Diazepam.

Dosis:
Untuk ansietas: dosis dimulai dengan 0,75-1,5 mg sehari, diberikan dalam dosis terbagi. Untuk gangguan panik:
0,5-1 mg diberikan menjelang tidur atau 0,5 mg 3x sehari. Pada pasien usia lanjut: 0,5 sampai 0,75 mg sehari
diberikan dalam dosis terbagi. Anak tidak direkomendasikan.

BROMAZEPAM
Indikasi:
ansietas (penggunaan jangka pendek).

Peringatan:
lihat Diazepam.

Kontraindikasi:
lihat Diazepam.

Efek Samping:
lihat Diazepam.

Dosis:
3-18 mg/hari, dosis terbagi. LANSIA atau debil dosis setengah dosis dewasa, Maksimal 60 mg/hari dosis terbagi
(kecuali pada pasien rawat inap).

DIAZEPAM
Indikasi:
Pemakaian jangka pendek pada ansietas atau insomnia, tambahan pada putus alkohol akut, status epileptikus,
kejang demam, spasme otot.

Peringatan:
Dapat mengganggu kemampuan mengemudi atau mengoperasikan mesin, hamil, menyusui, bayi, lansia,
penyakit hati dan ginjal, penyakit pernapasan, kelemahan otot, riwayat penyalahgunaan obat atau alkohol,
kelainan kepribadian yang nyata, kurangi dosis pada lansia dan debil, hindari pemakaian jangka panjang,
peringatan khusus untuk injeksi intravena, porfiria.

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (hipnotik dan ansiolitik).

Kontraindikasi:
depresi pernapasan, gangguan hati berat, miastenia gravis, insufisiensi pulmoner akut, kondisi fobia dan obsesi,
psikosis kronik, glaukoma sudut sempit akut, serangan asma akut, trimester pertama kehamilan, bayi prematur;
tidak boleh digunakan sendirian pada depresi atau ansietas dengan depresi.

Efek Samping:
mengantuk, kelemahan otot, ataksia, reaksi paradoksikal dalam agresi, gangguan mental, amnesia,
ketergantungan, depresi pernapasan, kepala terasa ringan hari berikutnya, bingung. Kadang-kadang terjadi: nyeri
kepala, vertigo, hipotensi, perubahan salivasi, gangguan saluran cerna, ruam, gangguan penglihatan, perubahan
libido, retensi urin, dilaporkan juga kelainan darah dan sakit kuning, pada injeksi intravena terjadi: nyeri,
tromboflebitis dan jarang apneu atau hipotensi.

Dosis:
oral: ansietas 2 mg 3 kali/hari, dinaikkan bila perlu sampai 15-30 mg/hari dalam dosis terbagi. Untuk LANSIA
atau debil dosis setengahnya. Insomnia yang disertai ansietas 5-15 mg sebelum tidur. Injeksi intramuskular atau
injeksi intravena lambat (kedalam vena yang besar dengan kecepatan tidak lebih dari 5 mg/menit) untuk ansietas
akut berat, pengendalian serangan panik akut, dan putus alkohol akut: 10 mg diulangi bila perlu setelah tidak
kurang dari 4 jam. Infus intravena lihat 4.8.1. Dengan melalui Rektal sebagai larutan untuk ansietas akut dan
agitasi: 10 mg (lansia 5 mg) diulang setelah lima menit bila perlu. Untuk ansietas apabila pemberian oral tidak
dapat dilakukan obat diberikan melalui rektum sebagai supositoria: 10-30 mg (dosis lebih tinggi terbagi).

KALIUM KLORAZEPAT
Indikasi:
ansietas (penggunaan jangka pendek).

Peringatan:
lihat Diazepam.

Kontraindikasi:
lihat Diazepam.

Efek Samping:
lihat Diazepam.

Dosis:
7,5-22,5 mg/hari dalam dosis terbagi 2-3 kali atau dosis tunggal 15 mg sebelum tidur. LANSIA atau debil
setengah dosis dewasa. ANAK tidak dianjurkan.

KLOBAZAM
Indikasi:
Ansietas (penggunaan jangka pendek).

Peringatan:
Lihat Diazepam.

Kontraindikasi:
Lihat Diazepam.

Efek Samping:
Lihat Diazepam.

Dosis:
Ansietas: 20-30 mg/hari dalam dosis terbagi atau dosis tunggal sebelum tidur, dinaikkan pada ansietas yang
berat (pasien rawat inap) sampai dosis maksimal 60 mg/ hari dalam dosis terbagi. LANSIA atau debil 10-15
mg/hari. ANAK: di atas 3 tahun, tidak lebih dari setengah dosis dewasa.

KLORDIAZEPOKSID

Indikasi:
ansietas (penggunaan jangka pendek), tambahan pada putus obat alkohol akut.

Peringatan:
lihat Diazepam.

Kontraindikasi:
lihat Diazepam.

Efek Samping:
lihat Diazepam.

Dosis:
ansietas: 10 mg 3 kali sehari dinaikkan bila perlu sampai 60-100 mg/hari dosis terbagi. LANSIA atau debil
setengah dosis dewasa. ANAK: tidak dianjurkan.

LORAZEPAM
Indikasi:
penggunaan jangka pendek pada ansietas atau insomnia, status epileptikus (4.8.2), prabedah (15.1.4.1).

Peringatan:
lihat Diazepam.

Kontraindikasi:
lihat Diazepam.

Efek Samping:
lihat Diazepam.

Dosis:
oral: ansietas 14 mg/hari dosis terbagi. Lansia atau debil setengah dosis dewasa. Insomnia yang berkaitan
dengan ansietas, 12 mg sebelum tidur.ANAK tidak dianjurkan. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena
lambat (ke dalam vena yang besar); serangan panik akut 25-30 mcg/kg bb, diulangi setiap 6 jam bila perlu.
ANAK tidak dianjurkan.
Buspiron

Buspiron bekerja pada reseptor spesifik serotonin (5HT1A). Respon terhadap obat ini dapat memerlukan waktu
hingga 2 minggu. Obat ini tidak meredakan gejala putus obat benzodiazepin. Sehingga pasien yang
mengkonsumsi benzodiazepin, penurunan dosis obatnya tetap sebaiknya dilakukan secara bertahap. Hal ini
disarankan dilakukan sebelum memulai menggunakan buspiron. Tingkat ketergantungan dan kemungkinan
penyalahgunaan buspiron rendah. Tetapi hanya diijinkan untuk penggunaan jangka pendek (dokter spesialis
kadang menggunakan untuk jangka waktu beberapa bulan). Keamanan dan khasiat pada anak belum diketahui
dengan pasti.

Monografi:
BUSPIRON HIDROKLORIDA
Indikasi:
ansietas (penggunaan jangka pendek).

Peringatan:
tidak memperingan gejala putus obat benzodiazepin; riwayat gangguan hati dan ginjal.

Interaksi:
Lampiran 1 (hipnotik dan ansiolitik).

Kontraindikasi:
epilepsi, gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat, hamil dan menyusui.

Efek Samping:
pusing, sakit kepala, gugup, kepala terasa ringan, eksitasi. Jarang: takikardia, palpitasi, nyeri dada, mengantuk,
bingung, mulut kering, fatig dan berkeringat.

Dosis:
awal: 5 mg 2-3 kali sehari dinaikkan bila perlu setiap 2-3 hari; dosis lazim 15-30 mg/hari dalam dosis terbagi
maksimal 45 mg/hari (LANSIA 30 mg); ANAK tidak dianjurkan.
Meprobamat

Meprobamat lebih kecil efektivitasnya dibanding benzodiazepin, lebih berbahaya pada kasus overdosis dan
menimbulkan ketergantungan. Obat ini tidak direkomendasikan lagi.

Monografi:
MEPROBAMAT
Indikasi:
penggunaan jangka pendek pada ansietas. Trankuiliser dan terapi suportif pada penyakit psikosomatik.

Peringatan:
penyakit pernapasan, kelemahan otot, epilepsi (dapat menyebabkan bangkitan), riwayat penyalahgunaan obat
atau alkohol, kelainan kepribadian yang jelas, hamil, lansia dan debil, gangguan hati dan ginjal, hindari
pemakaian jangka panjang, pemutusan obat mendadak dapat menimbulkan kejang.

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (meprobamat).

Kontraindikasi:
insufisiensi pulmoner akut, depresi pernapasan, porfiria, menyusui.

Efek Samping:
lihat diazepam, akan tetapi insidensinya lebih besar; mengantuk merupakan efek samping yang paling banyak
terjadi.

Dosis:
400 mg, 3-4 kali sehari, LANSIA setengah dosis dewasa atau kurang. ANAK: tidak dianjurkan.
4.1.3 Barbiturat

Barbiturat masa kerja menengah hanya digunakan pada penanganan insomnia yang sulit diobati dan berat dan
pada pasien yang sudah menggunakan barbiturat. Penggunaan barbiturat kerja menengah sebaiknya dihindari
pada pasien lansia. Barbiturat masa kerja panjang, fenobarbital kadang bermanfaat pada epilepsi (lihat bab
4.8.1) tetapi penggunaannya sebagai sedatif tidak dibenarkan. Barbiturat masa kerja singkat, tiopental digunakan
sebagai anestesi (bab 15.1.1).
4.1.4 Golongan lain

Monografi:
DEXMEDETOMIDIN
Indikasi:
sedasi awal pada pasien yang mendapat intubasi dan ventilasi secara mekanik selama dirawat di ruang rawat
intensif. Harus diberikan melalui infus tidak lebih dari 24 jam.

Peringatan:
Harus diberikan oleh tenaga kesehatan yang terlatih di ruang rawat intensif. Dilakukan monitor secara terusmenerus. Hati-hati pada kehamilan, menyusui, riwayat penyakit jantung, penyakit hati.

Interaksi:
Pemberian bersamaan dengan anestesi, sedatif lain, hipnotik dan opioid dapat meningkatkan efek sedatif.
Diperlukan penyesuaian dosis.

Efek Samping:
hipotensi, mual, bradikardi, fibrilasi atrial, hipoksia, anemia, nyeri, efusi pleural, infeksi, leukositosis, oligurian,
edema paru, rasa haus.

Dosis:
Harus diberikan menggunakan alat infus yang terukur. Harus diencerkan dengan larutan natrium klorida 0,9%
sebelum diberikan. Dosis individual dan dititrasi sesuai respons klinik. Dosis dewasa. Infus, loading dose, 1
mcg/kg bb selama 10 menit, diikuti dengan infus rumatan, 0,2 - 0,7 mcg/kg bb/jam. Kecepatan pemberian infus
disesuaikan dengan respon. Tidak boleh diberikan lebih dari 24 jam. Dapat diberikan sebelum, selama dan
sesudah proses ekstubasi selama tidak melebihi 24 jam. Dilakukan penyesuaian dosis pada pasien gangguan
fungsi ginjal atau hati. Anak, tidak dianjurkan.
4.2 Psikosis dan Gangguan Sejenis

4.2.1 Antipsikosis

4.2.1 Antipsikosis

Obat antipsikosis juga dikenal sebagai `neuroleptik` dan secara salah diartikan sebagai trankuiliser mayor. Obat
antipsikosis pada umumnya membuat tenang tanpa mempengaruhi kesadaran dan tanpa menyebabkan efek
kegembiraan paradoksikal (paradoxical excitement) namun tidak dapat dianggap hanya sebagai trankuiliser saja.
Untuk kondisi seperti skizofrenia, efek penenangnya merupakan hal penting nomor dua.

Pada penggunaan jangka pendek, digunakan untuk menenangkan pasien yang mengganggu apapun
psikopatologi yang mendasarinya, bisa karena skizofrenia, kerusakan otak, mania, delirium toksik, atau depresi
teragitasi. Obat antipsikotik digunakan untuk meredakan ansietas berat tetapi ini juga hanya untuk penggunaan

jangka pendek. Hanya ada sedikit informasi tentang khasiat dan keamanan obatobat antipsikotik pada anak
anak dan remaja, dan kebanyakan informasi yang tersedia merupakan ekstrapolasi data orang dewasa. Tidak
mungkin membuat rekomendasi pengobatan untuk mengatasi gangguan psikosis, sindrom Gilles de Tourette dan
autisme. Pengobatan pada kondisi seperti itu harus dilakukan hanya oleh dokter spesialis yang tepat.

Skizofrenia
Obat antipsikotik meringankan gejala psikotik florid (florid psychotic symptoms) seperti gangguan berpikir,
halusinasi, dan delusi serta mencegah kekambuhan. Walaupun seringkali efektifitasnya lebih kecil pada pasien
putus obat yang apatis, tetapi terkadang bermanfaat dalam memicu efeknya. Pasien dengan skizofrenia akut
memberikan respon yang lebih baik daripada pasien dengan gejala kronik.

Pasien dengan diagnosis pasti skizofrenia, mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang dengan tujuan
untuk mencegah perubahan manifestasi penyakit menjadi kronik setelah episode pertama penyakit. Penghentian
pengobatan membutuhkan pengawasan karena pasien yang menampakkan hasil yang baik terhadap pengobatan
dapat mengalami kekambuhan yang lebih parah jika pengobatan dihentikan dengan tidak tepat. Kebutuhan
untuk melanjutkan terapi tidak dapat terlihat dengan segera karena seringkali kekambuhan tertunda selama
beberapa minggu setelah penghentian pengobatan.

Obat antipsikotik bekerja dengan menginterferensi transmisi dopaminergik pada otak dengan menghambat
reseptor dopamin D2, yang dapat meningkatkan efek ekstrapiramidal seperti dijelaskan di bawah, serta efek
hiperprolaktinemia. Obat antipsikosis dapat mempengaruhi reseptor kolinergik, alfa adrenergik, histaminergik,
serta serotonergik. Pemilihan obat dipengaruhi oleh potensi efek samping dan sering dipandu berdasarkan
kondisi perseorangan misalnya efek psikologis dari potensi penambahan berat badan. Obat yang sering
digunakan pada anak adalah haloperidol, risperidon dan olanzapin.

Peringatan dan Kontraindikasi


Antipsikosis sebaiknya digunakan dengan hatihati pada pasien dengan gangguan hati (lampiran 2), gangguan
ginjal (lampiran 3), penyakit kardiovaskular, penyakit parkinson (dapat diperburuk oleh antipsikotik), epilepsi
(dan kondisi yang mengarah ke epilepsi), depresi, miastenia gravis, hipertrofi prostat, atau riwayat keluarga atau
individu glaukoma sudut sempit (hindari klorpromazin, perisiazin, dan proklorperazin pada kondisi ini).
Perhatian juga diperlukan pada penyakit saluran napas yang berat dan pada pasien dengan riwayat jaundice atau
yang memiliki riwayat diskrasia darah (Lakukan hitung darah jika timbul infeksi atau demam yang tidak
diketahui penyebabnya).

Antipsikotik sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien lansia, terutama yang rentan terhadap hipotensi
postural serta hipertermi atau hipotermi pada kondisi cuaca yang sangat panas atau dingin. Pertimbangan serius
sebaiknya diberikan sebelum meresepkan obat ini pada pasien lansia. Fotosensitisasi dapat timbul pada dosis
yang lebih tinggi, pasien sebaiknya menghindari paparan sinar matahari langsung.

Obat antipsikotik mungkin dikontraindikasikan pada keadaan tidak sadar (koma), depresi susunan saraf pusat,
dan paeokromositoma. Sebagian besar antipsikotik lebih baik dihindari selama kehamilan, kecualli jika sangat
diperlukan dan disarankan untuk berhenti menyusui selama menjalani pengobatan (lampiran 5) dan interaksi
(lampiran 1).

Mengemudi
Mengantuk dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengoperasikan sesuatu (misal mengemudi atau
menjalankan mesin), terutama pada awal terapi, dapat meningkatkan efek alkohol.

Penghentian Obat
Penghentian obat antipsikotik setelah terapi jangka panjang sebaiknya dilakukan secara bertahap dan diawasi
secara ketat untuk menghindari risiko sindroma putus obat yang akut atau kekambuhan yang cepat.

Efek samping
Gejala ekstrapiramidal adalah masalah yang paling mengganggu. Gejala ini paling sering muncul pada
penggunaan piperazin, fenotiazin (flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan trifluoperazin), butiropenon
(benperidol dan haloperidol) serta sediaan bentuk depot. Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak dapat
diperkirakan secara akurat karena bergantung pada dosis, jenis obat, dan kondisi individual pasien. Gejala
ekstrapiramidal termasuk di antaranya:
- Gejala parkinson (termasuk tremor) yang akan timbul lebih sering pada orang dewasa atau lansia dan dapat
muncul secara bertahap.
- Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) dan diskinesia, yang lebih sering terjadi pada anak
atau dewasa muda dan muncul setelah pemberian hanya beberapa dosis.
- Akatisia (restlessness) yang secara karakteristik muncul setelah pemberian dosis awal yang besar dan mungkin
memperburuk kondisi yang sedang diobati.
- Tardive dyskinesia (ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang tidak disadari [invuntary movements of
tongue, face and jaw]) yang biasanya terjadi pada terapi jangka panjang atau dengan pemberian dosis yang

tinggi, tetapi dapat juga terjadi pada terapi jangka pendek dengan dosis rendah. Tardive dyskinesia sementara
dapat timbul setelah pemutusan obat.

Gejala parkinson tidak akan muncul jika obat dihentikan dan kemunculannya juga dapat ditekan dengan
pemberian obat antimuskarinik (bab 4.9.2). Bagaimanapun, pemberian secara rutin dari obat tersebut tidak
dibenarkan karena tidak semua pasien memberikan efek dan karena obatobat tersebut dapat memperburuk
tardive dyskinesia.

Tardivedyskinesia sebaiknya menjadi perhatian utama karena mungkin dapat bersifat permanen walau obat
sudah dihentikan dan upaya pengobatan seringkali tidak efektif. Namun demikian, penghentian obat pada tanda
tanda awal terjadinya tardive dyskinesia (gerakan motorik otot lidah yang halus [fine vermicular movements of
the tongue]) dapat menghentikan terjadinya tardive dyskinesia secara penuh. Tardive dyskinesia muncul hampir
sering, terutama pada lansia, dan pengobatan harus hatihati dan ditinjau ulang secara rutin.

Hipotensi dan gangguan pada pengaturan temperatur adalah efek samping terkait dosis dan dapat menyebabkan
jatuh yang berbahaya (dangerous falls) dan hipotermia atau hipertermia pada lansia.

Sindrom keganasan neuroleptik (hipertermia, fluktuasi tingkat kesadaran, kekauan otot, disfungsi otonom
dengan palort, takikardi, tekanan darah yang labil, berkeringat dan inkontinensia urin) jarang terjadi tetapi
merupakan efek samping dengan potensi yang fatal dari beberapa obat. Penghentian pemberian antipsikotik
merupakan hal yang penting karena tidak ada pengobatan yang terbukti efektif, tetapi pendinginan/cooling,
bromokriptin, dan dantrolen telah digunakan. Sindrom ini yang biasanya terjadi selama 57 hari setelah
penghentian pengobatan, mungkin terjadi setelah penggunaan sediaan depot. Efek samping lainnya termasuk:
mengantuk, agitasi, insomnia dan kegembiraan, konvulsi, pusing, sakit kepala, bingung, gangguan gastrointestinal, kongesti nasal, gejala anti muskarinik (seperti mulut kering, konstipasi, micturition difficulty, dan
pandangan kabur); gejala kardiovaskular (seperti hipotensi, takikardi, dan aritmia); perubahan EKG (kasus
kematian mendadak pernah terjadi); efek endrokin seperti gangguan menstruasi, galaktorea, ginekomastia,
impotensi, dan peningkatan berat badan; diskrasia darah (seperti agranulositosis dan lekopenia), fotosensitisasi,
sensitisasi kontak, dan ruam kulit serta jaundice (termasuk kolestatik); kekeruhan kornea dan lensa mata, dan
pigmentasi keunguan pada kulit, kornea konjungtiva dan retina.

Dosis berlebihan: untuk keracunan fenotiazin dan senyawa sejenis lihat pada Penanganan Darurat pada
Keracunan.

KLASIFIKASI ANTIPSIKOSIS
Derivat fenotiazin dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar.
Kelompok 1: klorpromazin, levopromazin (metotrimeprazin), dan promazin, secara umum ditandai dengan efek
sedatif yang kuat, dan efek samping antimuskarinik sedang serta efek samping ekstrapiramidal.
Kelompok 2: perisiazin dan pipotiazin, secara umum ditandai dengan sifat sedatif yang sedang, tetapi efek
samping efek esktrapiramidal yang lebih kecil dibanding kelompok 1 dan 3.
Kelompok 3: flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan trifluoperazin, ditandai secara umum oleh efek sedatif
yang lebih sedikit, efek antimuskarinik yang kecil, tetapi efek ekstrapiramidal yang lebih besar dibanding
kelompok 1 dan 2.

Obat dari kelompok kimia yang lain cenderung menyerupai fenotiazin pada kelompok 3. Termasuk di dalamnya
butirofenon (benperidol dan haloperidol); difenilbutilpiperidin (pimozid), tioksantin (flupentiksol dan
zuklopentiksol) serta benzamid tersubtitusi (suliprid) Untuk rincian dari obat antipsikotik terbaru amisulprid,
klozapin, olanzapin, kuetiapin, risperidon, sertindol, dan zotepin, lihat pada Antipsikosis atiptikal.

PEMILIHAN
Seperti diindikasikan di atas, berbagai obat berbeda pada efek utama dan efek sampingnya. Pemilihan obat
dipengaruhi oleh tingkat sedasi yang diinginkan, dan kerentanan pasien terhadap efek samping ekstrapiramidal.
Bagaimanapun, perbedaan antara obat antispikotik merupakan hal yang tidak begitu penting dibanding variasi
respon pasien terhadap obat; lebih lagi, toleransi terhadap efek sekunder seperti sedasi biasa terjadi. Antipsikosis
atipikal mungkin tepat jika efek samping ekstrapiramidal menjadi pertimbangan utama yang diperhatikan (lihat
pada Antipsikosis di bawah). Klozapin digunakan pada skizofrenia jika antipiskosis lain tidak efektif atau tidak
dapat ditoleransi. Peresepan lebih dari satu antipsikosis pada waktu yang bersamaan tidak direkomendasikan;
karena dapat menimbulkan bahaya dan tidak ada bukti nyata yang menyatakan efek samping dapat
diminimalkan. Klorpromazin masih digunakan secara luas meskipun efek samping yang luas terkait dengan
penggunaan obat ini. Obat ini memiliki efek sedasi dan berguna untuk mengendalikan pasien beringas (violent)
tanpa menyebabkan pasien kehilangan kesadaran. Keadaan agitasi pada lansia dapat dikendalikan tanpa
menimbulkan kebingungan, satu dosis 10 hingga 25 mg sekali atau dua kali sehari biasanya sudah memadai.
Flupentiksol dan pimozid efek sedatifnya lebih sedikit dibanding klorpromazin. Sulpirid pada dosis tinggi dapat
mengendalikan gejala positip florid, tetapi pada dosis yang lebih rendah memiliki efek jaga pada pasien
skizofrenia putus obat yang apatis. Flufenazin, haloperidol, dan trifluoperazin juga bermanfaat namun
penggunaannya dibatasi oleh tingginya kejadian gejala ekstrapiramidal. Haloperidol lebih disukai karena
mengendalikan psikosis hiperaktif dengan cepat. Obat ini menyebabkan hipotensi yang lebih kecil dibanding

klorpromazin dan oleh karena itu obat ini umum digunakan untuk agitasi dan kegelisahan pada lansia, walaupun
risiko terjadinya efek samping ekstrapiramidal tinggi.
Promazin tidak cukup aktif melalui oral untuk digunakan sebagai obat antipsikotik; obat ini telah digunakan
untuk mengatasi agitasi dan kegelisahan pada lansia (lihat kegunaan lainnya di bawah ini).

KEGUNAAN LAIN
Mual dan muntah (bab 4.6), khorea, tiks (bab 4.9.3), dan cegukan yang sulit diatasi (lihat pada Klorpromazin
HCl dan Haloperidol). Benperidol digunakan pada orang yang memiliki perilaku seksual yang menyimpang
tetapi efeknya ini belum diketahui dengan pasti; lihat juga pada bab 6.4.2 untuk penggunaan siproteron asetat.
Agitasi psikomotor, agitasi dan kegelisahan pada lansia, sebaiknya diselidiki penyebab utamanya; keadaan ini
dapat diatasi dengan dosis rendah klorpromazin atau haloperidol jangka pendek. Penggunaan promazin untuk
agitasi dan kegelisahan pada lansia telah jarang dilakukan. Olanzapin dapat efektif untuk agitasi dan kegelisahan
pada lansia.

Kesetaraan dosis antipsikosis oral


Kesetaraan ini hanya dimaksudkan sebagai panduan umum; instruksi dosis individual juga sebaiknya diperiksa;
pasien sebaiknya dimonitor secara hatihati terhadap setiap perubahan selama pengobatan.

Antipsikosis

Dosis per hari

Klorpromazin

100 mg

Klozapin

50 mg

Haloperidol

23 mg

Pimozid

2 mg

Risperidon

0.51 mg

Sulpirid

200 mg

Trifluoperazin

5 mg

Penting. Kesetaraan ini tidak boleh diekstrapolasikan melebihi dosis maksimum obat. Dosis yang lebih tinggi
membutuhkan titrasi yang sangat hati-hati oleh dokter spesialis dan kesetaraan dosis di atas ini mungkin saja
tidaklah sesuai

Dosis. Setelah periode awal stabilisasi, padakebanyakan pasien, dosis oral total selama satu hari diberikan
sebagai dosis tunggal.

Monografi:
ASENAPIN MALEAT
Indikasi:
pengobatan episode manik pada gangguan bipolar I.

Peringatan:
lansia dengan psikosis terkait demensia, neuroleptic malignant syndrome, kejang, pikiran atau tindakan untuk
bunuh diri, hipotensi ortostatik, tardive dyskinesia, hiperprolaktinemia, penyakit kardiovaskular atau riwayat
perpanjangan interval QT, hiperglikemia dan diabetes melitus, disfagia, gangguan pengaturan suhu badan,
demensia dengan Lewy Bodies, hati-hati pada gangguan fungsi hati sedang, hati-hati pada gangguan fungsi
ginjal dengan eGFR kurang dari 15 mL/min/1,73 m2, kehamilan, disarankan tidak menyusui ketika meminum
obat ini.

Interaksi:
hati-hati penggunaan bersama obat lainnya yang bekerja pada SSP, hindari konsumsi alkohol. Dapat
meningkatkan efek antihipertensi tertentu, dapat memberikan efek antagonis terhadap levodopa dan
memberikan efek agonis terhadap dopamin. Jika kombinasi ini diperlukan, gunakan dosis efektif terendah dari
masing-masing obat.

Kontraindikasi:
hipersensitivitas, anak di bawah 18 tahun, gangguan fungsi hati berat.

Efek Samping:
ansietas, mengantuk, peningkatan berat badan, peningkatan nafsu makan, distonia, akatisia, diskinesia,
parkinsonisme, sedasi, pusing, disgeusia, peningkatan alanin aminotransferase, kaku otot, kelelahan.

Dosis:
monoterapi, dewasa di atas 18 tahun, dosis awal 10 mg dua kali sehari, dosis dapat dikurangi hingga 5 mg dua
kali sehari, sesuai respons klinis; terapi kombinasi, dewasa di atas 18 tahun, dosis awal 5 mg dua kali sehari.
Jika diperlukan dosis dapat ditingkatkan hingga 10 mg dua kali sehari, tergantung respons klinis dan toleransi
masing-masing pasien. Penggunaan tidak boleh ditelan langsung, namun diletakkan di bawah lidah.

FLUFENAZIN HIDROKLORIDA
Indikasi:
lihat pada dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin Hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin Hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin Hidroklorida, akan tetapi kurang sedatif dan efek antimuskarinik atau hipotensif lebih
ringan. Efek ekstrapiramidal terutama distonia dan akatisia lebih sering. Hindari pada depresi.

Dosis:
skizofrenia dan psikosis lain, mania, dosis awal 2,5-10 mg/hari dalam 23 dosis bagi. Sesuaikan dengan respons,
sampai 20 mg/hari. Dosis di atas 20 mg/hari (LANSIA 10 mg) dengan perhatian khusus. ANAK: tidak

dianjurkan.Terapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat, agitasi psikomotor, eksitasi, dan perilaku
kekerasan atau impulsif yang berbahaya: dosis awal 1 mg, 2 kali sehari, naikkan bila perlu sampai 2 mg, 2 kali
sehari. ANAK: tidak dianjurkan.

HALOPERIDOL
Indikasi:
lihat pada dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin hidroklorida; hindari pada penyakit ganglia basalis.

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin hidroklorida. Kurang sedatif, gejala antimuskarinik dan hipotensif lebih ringan. Jarang
terjadi fotosensitisasi dan pigmentasi. Gejala ekstrapiramidal terutama distonia dan akatisia lebih sering,
terutama pada pasien tirotoksik.

Dosis:
oral: Skizofrenia dan psikosis lain, mania, terapi tambahan jangka pendek untuk agitasi psikomotor, eksitasi,
perilaku kekerasan atau impulsif yang berbahaya: dosis awal 1,5-3 mg, 2-3 kali sehari atau 3-5 mg, 2-3 kali
sehari pada kasus berat atau resisten. Pada skizofrenia resisten sampai 100 mg (jarang sampai 120 mg) per hari
mungkin diperlukan. Sesuaikan dengan respons, dosis pemeliharaan efektif serendah mungkin (sampai serendah
5-10 mg/hari). LANSIA (atau debil) dosis awal setengah dosis dewasa. ANAK: dosis awal 25-50 mcg/kg
bb/hari dalam 2 dosis terbagi, maksimal 10 mg. Remaja sampai 30 mg/sehari. Terapi tambahan jangka pendek
pada ansietas berat, DEWASA: 500 mcg, 2 kali sehari. ANAK: tidak dianjurkan. Pada kasus cegukan yang sulit
diobati: 1,5 mg, 3 kali sehari. Sesuaikan dengan respons. ANAK tidak dianjurkan.Injeksi intramuskular 2-10 mg
diberi tiap 4-8 jam sesuai respons (bila perlu tiap jam) sampai total maksimum 60 mg. Kasus yang berat
mungkin memerlukan dosis awal sampai 30 mg. ANAK: tidak dianjurkan. Mual dan muntah: 0,5-2 mg.

KLORPROMAZIN HIDROKLORIDA
Indikasi:
lihat pada dosis; antiemetik, penggunaan prabedah.

Peringatan:
penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, penyakit pernapasan, parkinsonisme, epilepsi, infeksi akut, hamil,
menyusui, gangguan ginjal dan hati, riwayat sakit kuning, leukopenia, hipotiroidisme, miastenia gravis,
hipertrofi prostat, glaukoma sudut sempit, hati-hati pada lansia, hindari pemutusan obat tiba-tiba, setelah injeksi
intra muskular pasien sebaiknya tetap tiduran selama 30 menit. (Catatan: obat ini dapat menyebabkan sensitisasi
kontak. Hindari kontak langsung).

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (antipsikotik).

Kontraindikasi:
koma karena depresan SSP, depresi sumsum tulang, hindari pada feokromositoma, gangguan hati dan ginjal
berat.

Efek Samping:
gejala ekstra piramidal, tardive dyskinesia, hipotermia (kadang-kadang panas), mengantuk, apatis, pucat, mimpi
buruk, insomnia, depresi, agitasi, perubahan pola EEG, kejang, gejala anti muskarinik yang terdiri atas: mulut
kering, hidung tersumbat, konstipasi, kesulitan buang air kecil, dan pandangan kabur; gejala kardiovaskular
meliputi: hipotensi, takikardi dan aritmia. Terjadi perubahan EKG, pengaruh endokrin seperti: gangguan
menstruasi, galaktore, ginekomastia, impotensia, dan perubahan berat badan. Terjadi reaksi sensitivitas seperti:
agranulositosis, leukopenia, leukositosis dan anemia hemolitik, fotosensitisasi, sensitisasi kontak dan ruam, sakit
kuning dan perubahan fungsi hati, sindrom neuroleptik maligna; sindrom menyerupai lupus eritematosus juga
dilaporkan. Perubahan pada lensa dan kornea, pigmentasi kulit, kornea, konjungtiva dan retina. Pigmentasi
keunguan pada kulit, kornea, konjungtiva dan retina. Injeksi intramuskular mungkin nyeri, menyebabkan
hipotensi dan takikardi.

Dosis:
oral: skizofrenia dan psikosis lain, mania, tetapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat, agitasi
psikomotor, eksitasi dan perilaku kekerasan dan impulsif yang berbahaya, dosis awal 25 mg 3 kali sehari atau 75
mg malam hari yang disesuaikan dengan responsnya. Dosis penunjang biasanya 75-300 mg/hari (akan tetapi
sampai dosis 1 g/hari mungkin diperlukan pada kasus psikosis). LANSIA atau debil sepertiga sampai setengah
dosis dewasa. ANAK (skizoprenia dan autisme) 15 tahun 500 mcg/kg bb setiap 4-6 jam (maksimal 40 mg/hari;
6-12 tahun sepertiga sampai setengah dosis dewasa (maksimal 75 mg/hari). Cegukan yang sulit diobati: 25-50
mg 3-4 kali sehariInjeksi intramuskular yang dalam (untuk pengobatan gejala akut) 25-50 mg setiap 6-8 jam.
ANAK: 15 tahun 500 mcg/kg bb tiap 6-8 jam (maksimal 40 mg sehari; 6-12 tahun 500 mcg/kg bb tiap 6-8 jam
(maksimal 75 mg/hari).Rektal sebagai supositoria: 100 mg tiap 6-8 jam.

LEVOMEPROMAZIN (METOTRIMEPRAZIN)
Indikasi:
lihat keterangan pada dosis.

Peringatan:
lihat keterangan di atas; pasien yang mendapatkan dosis besar, sebaiknya dalam kondisi berbaring. Lansia,
risiko hipotensi postural, tidak direkomendasikan untuk pasien rawat jalan dengan usia di atas 50 tahun kecuali
risiko hipotensi dapat diatasi.

Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; jarang, peningkatan laju endap darah.

Dosis:
Skizofrenia, oral, dosis awal 25-50 mg per hari dalam dosis terbagi yang dapat ditingkatkan jika perlu; pasien
rawat inap, dosis awal, 100-200 mg per hari dalam tiga dosis terbagi, dapat ditingkatkan hingga 1 gram,jika
diperlukan; LANSIA, lihat peringatan.Terapi tambahan pada terapi paliatif (termasuk penanganan nyeri dan rasa

gelisah yang diakibatkannya, atau muntah), oral, 12,5-50 mg setiap 4-8 jam. Lihat keterangan pada Terapi
Paliatif. Injeksi intramuskular atau injeksi intravena (injeksi intravena setelah diencerkan dengan volume yang
sama menggunakan larutan natrium klorida 0,9%) 12,5-25 mg (agitasi berat hingga 50 mg) setiap 6-8 jam jika
diperlukan. Melalui infus subkutan (menggunakan jarum suntik khusus), diencerkan dengan volume yang sama
menggunakan natrium klorida 0,9%. Lihat keterangan pada Terapi paliatif; Anak, 0,35 - 3 mg/kg bb/hari.
(penggunaan masih jarang).

PALIPERIDON
Indikasi:
Skizofrenia.

Peringatan:
penggunaan dihentikan jika terjadi sindrom neuroleptik malignan (hipertermia, otot kaku, instabilitas otonomik,
kesadaran yang berkurang, dan kenaikan kadar fosfokinase kreatin serum, rabdomiolisis, dan gagal ginjal akut),
jika terjadi tardive dyskinesia (gerakan tanpa sadar dan ritmik, terutama pada lidah dan/atau wajah), risiko
meningkat pada pasien dengan riwayat penyakit parkinson dan demensia dengan Lewy Bodies (DLB), gejala
yang dapat dialami umumnya rasa bingung, obtundation, sering jatuh karena ketidakstabilan postur fisik selain
gejala ekstrapiramidal, menyebabkan hiperglikemia, monitor kadar gula darah, menyebabkan hipotensi
ortostatik, hati-hati penggunaan pada pasien dengan riwayat penyakit kardiovaskular (misal: gagal jantung,
infark miokard atau iskemia, abnormalitas konduksi), penyakit serebrovaskular, atau kondisi yang menyebabkan
pasien mengalami hipotensi (misal: dehidrasi, hipovolemia dan pengobatan dengan obat antihipertensi), hati-hati
penggunaan pada pasien dengan riwayat kejang atau kondisi lain yang berpotensi menurunkan ambang kejang,
pada lansia dengan demensia, penggunaan paliperidon oral dapat menyebabkan priapism, hati-hati pada kondisi
yang menyebabkan peningkatan suhu tubuh, seperti menjalani aktivitas atau mengalami panas berlebih,
penggunaan bersamaan dengan antikolinergik, atau mengalami dehidrasi, menyebabkan efek antiemesis,
sehingga dapat menutupi gejala muntah pada kondisi overdosis akibat obat tertentu atau dari kondisi seperti
obstruksi intestinal, sindrom Reye, dan tumor otak, riwayat penyakit kardiovaskular atau riwayat keluarga
dengan perpanjangan QT, dan jika diberikan bersamaan dengan obat lain yang dapat memperpanjang interval
QT, gangguan fungsi ginjal diperlukan penyesuaian dosis, palperidon palmitat tidak boleh diberikan untuk
mengendalikan gelisah atau psikotik parah, peningkatan resiko pada serebrovaskular 3 kali lipat pada penderita
demensia yang diberikan antipsikotik, risiko tromboemboli vena, kehamilan, menyusui.
Interaksi:
memberikan efek antagonis pada efek levodopa dan agonis dopamin lain, kombinasi dengan obat yang bekerja
secara sentral dan alkohol dapat meningkatkan efek paliperidon pada sistem saraf pusat, meningkatkan efek

hipotensi ortostatik pada penggunaan bersamaan dengan obat lain yang memiliki potensi tersebut, paliperidon
merupakan metabolit aktif risperidon, hati-hati pada penggunaan bersamaan keduanya.

Kontraindikasi:
Hipersensitif.

Efek Samping:
umum: infeksi saluran pernapasan atas, agitasi, insomnia, mimpi buruk, akatisia, pusing, gangguan
ekstrapiramidal, sakit kepala, somnolens/sedasi, hipertensi, nyeri abdomen atas, konstipasi, diare, mulut kering,
mual, muntah, sakit gigi, nyeri, astenia, letih, nyeri pada tempat injeksi, peningkatan berat badan,
hiperprolaktinemia, penurunan/peningkatan nafsu makan, gelisah, bingung, dizzines postural, drooling, disartria,
diskinesia, distonia, sindrom malignan neuroleptik, letargi, hipertonia, distoniaoromandibular, parkinson,
hiperaktif psikomotor, pingsan, oculogyric crisis, mata berputar, penglihatan kabur, vertigo, bradikardi, bundle
branch block, postural orthostatic tachycardia syndrome, takikardi, hipotensi ortostatik, rasa tidak nyaman pada
perut, hipersekresi saliva, pruritus, ruam, amenore, disfungsi ereksi, galaktorea, ginekomastia, menstruasi tidak
teratur, disfungsi seksual, peningkatan kolesterol, peningkatan gula darah; telah dilaporkan: reaksi anafilaktik,
konvulsi grand mal, tremor, atrioventricular block first degree, palpitasi, aritmia sinus, takikardi sinus, hipotensi,
iskemia, muscle rigidity, priapism, breast discharge, edema, EKG abnormal.
Dosis:
injeksi intramuskular deltoid: dosis awal 150 mg hari pertama dan 100 mg dosis kedua pada hari ke-8, dosis
dapat ditingkatkan atau diturunkan dengan rentang 25 sampai 150 mg tergantung tolerabilitas individu, dosis
pemeliharaan yang direkomendasikan 75 mg, setelah dosis kedua, obat dapat diberikan melalui otot deltoid
maupun gluteal. Jika dosis terlewat (1 bulan 6 minggu) dosis sebelumnya harus diberikan sesegera mungkin,
dilanjutkan dengan injeksi tiap bulan. Jika dosis terlewat (> 6 minggu 6 bulan) lanjutkan dengan dosis
yangsama dimana pasien stabil dengan aturan 1) injeksi intramuskular deltoid, dilanjutkan dengan 2) dosis yang
sama intramuskular deltoid satu minggu setelahnya, dan 3) dilanjutkan dengan dosis bulanan melalui deltoid
maupun gluteal, jika dosis terlewat (> 6 bulan) pemberian dimulai kembali dengan dosis awal, lanjut usia
dengan fungsi ginjal normal ( 80 mL/menit) sama dengan dosis orang dewasa dengan fungsi ginjal normal
(lihat diatas), khasiat dan keamanan pada anak dan remaja (< 18 tahun) belum diketahui pasti.
Gangguan fungsi ginjal: gangguan fungsi ginjal ringan (bersihan kreatinin 50 hingga < 80mL/menit): dosis
awal 100 mg pada hari pertama dan 75 mg seminggu setelahnya melalui intramuskular deltoid, dilanjutkan
dengan dosis 50 mg tiap bulan dapat melalui intramuskular deltoid maupun gluteal, paliperidon palmitat tidak
dianjurkan untuk pasien gangguan fungsi ginjal sedang hingga parah (bersihan kreatinin < 50mL/menit).

PERFENAZIN
Indikasi:
lihat pada dosis; antiemetik.

Peringatan:
lihat pada Klorpromazin; Tidak dianjurkan pada agitasi dan gelisah pada lansia.

Kontraindikasi:
lihat pada Klorpromazin.

Efek Samping:
lihat pada Klorpromazin. Koma, diskrasia darah, depresi sumsum tulang, kerusakan hati berat. Dibanding
dengan klorpromazin, efek sedasi kurang, gejala ekstrapiramidal terutama distonia lebih sering, terutama pada
dosis tinggi.

Dosis:
Skizofrenia dan psikosis lain, mania, penggunaan jangka pendek sebagai terapi tambahan untuk ansietas berat,
agitasi psikomotor, eksitasi dan perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya, dosis awal 4 mg, 3 kali sehari, dosis
sesuaikan dengan respons. Maksimal 24 mg/hari. LANSIA seperempat sampai setengah dosis dewasa. ANAK di
bawah 14 tahun tidak dianjurkan.

PIMOZID
Indikasi:
lihat pada Dosis.

Peringatan:
lihat keterangan di atas. Dianjurkan untuk pemeriksaan EKG sebelum pengobatan. Direkomendasikan pula,
pasien yang menggunakan obat ini sebaiknya memiliki EKG tahunan (jika interval QT mengalami

perpanjangan, pengobatan harus ditinjau kembali dan pemutusan atau pengurangan dosis di bawah pengawasan
ketat). Pimozid tidak boleh diberikan dengan antipsikotik lainnya (termasuk sediaan depot), antidepresan
trisiklik atau obat lain yang memperpanjang interval QT, seperti anti malaria tertentu, obat anti aritmia dan
antihistamin tertentu dan jangan diberikan dengan obat yang menyebabkan gangguan elektrolit (terutama
diuretik); hati-hati penggunaannya pada pasien dengan gangguan fungsi hati ; penghentian obat secara bertahap;
kehamilan (lihat Lampiran 4); pada pasien yang mengendarai motor atau menjalankan mesin.

Interaksi:
Pimozid dapat mengganggu efek anti parkinson pada levodopa. Pimozid dimetabolisme terutama melalui sistem
enzim sitokrom P450 sub tipe 3A4 (CYP 3A4) dan lebih melalui sub tipe CYP 2D6. In vitro data menunjukkan
bahwa khususnya sistem enzim penghambat CYP3A4 yang kuat seperti antimikotik azole, antiviral penghambat
protease, antibiotik makrolid dan nefazodon dapat menghambat metabolisme pimozid. Data in vitro
menunjukkan bahwa kuinidin mengurangi ketergantungan CYP2D6 pada metabolisme pimozid. Penyimpangan
kadar pimozid dapat meningkatkan resiko perpanjangan QT. Obat-obat yang diketahui memperpanjang interval
QT juga dikontraindikasikan. Contoh yang termasuk anti aritmia tertentu; kelas I-A (kuinidin, disopiramid dan
prokainamid) dan kelas III (amitriptilin), tetrasiklik tertentu antidepresan (maprotilin), obat antipsikotik tertentu
lainnya (fenotiazin dan sertindol), antihistamin tertentu (astemizol dan terfenadin), cisaprid, bepridil, halofantrin
dan sparfloksasin. Minuman jus buah anggur dengan pimozid juga dihindari.

Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas; riwayat menderita aritmia atau perpanjangan QT bawaan.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; mengantuk; dilaporkan aritmia serius; glikosuria dan hiponatremia (jarang).

Dosis:
skizofrenia, dosis awal 2 mg per hari, dinaikkan sesuai dengan respons, bertahap 2-4 mg dengan interval tidak
kurang dari 1 minggu; dosis lazim 2-20 mg sehari; LANSIA: setengah dosis lazim awal. ANAK: tidak
dianjurkan.Psikosis hipokondria monosimtomatik, psikosis paranoid, dosis awal 4 mg per hari, dinaikkan sesuai
dengan respons, bertahap 2-4 mg dengan interval tidak kurang dari 1 minggu. Maksimal 16 mg per hari.
LANSIA: setengah dosis awal lazim. ANAK: tidak dianjurkan Mania, hipomania, terapi tambahan jangka
pendek untuk eksitasi dan agitasi psikomotor, dosis awal 10 mg/hari sesuaikan dosis dengan respons, dinaikan

24 mg dengan interval tidak kurang dari 1 minggu, maksimal 20 mg/hari. LANSIA : setengah dosis awal
dewasa. ANAK: tidak dianjurkan.

PROKLORPERAZIN
Indikasi:
psikosis, psikoneurosis, tegang, agitasi. Lihat pada Dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin; hindari pada anak (lihat antiemetik).

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin, kurang sedatif, efek ekstrapiramidal terutama distonia lebih sering.

Dosis:
oral: skizofrenia dan psikosis lain, mania, proklorperazin maleat atau mesilat 12,5 mg, 2 kali sehari untuk 7 hari,
sesuaikan dosis dengan interval mingguan sampai dosis lazim 75-100 mg/hari sesuai respons. ANAK: tidak
dianjurkan. Terapi tambahan jangka pendek untuk ansietas berat, 15-20 mg/hari dosis terbagi, maksimal 40
mg/hari. ANAK: tidak dianjurkan.

SULPIRID
Indikasi:
skizofrenia.

Peringatan:

lihat Klorpromazin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin hidroklorida, tapi kurang sedatif, tidak terkait dengan sakit kuning atau reaksi kulit; porfiria,
hindari pada menyusui, kurangi dosis (lebih baik hindari) pada gangguan faal ginjal.

Dosis:
skizofrenia: 200-400 mg, 2 kali sehari, maksimal 800 mg/hari pada pasien dengan predominan simtom negatif,
2,4 g/hari pada pasien dengan predominan simtom positif. LANSIA dosis awal seperempat sampai setengah
dosis dewasa. ANAK di bawah 14 tahun tidak dianjurkan.

TIORIDAZIN
Indikasi:
lihat pada dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin hidroklorida, kurang sedatif. Gejala ekstrapiramidal dan hipotermi jarang terjadi, lebih
sering menyebabkan hipotensi dan mungkin meningkatkan risiko kardiotoksisitas dan perpanjangan interval QT.

Retinopati dengan pigmentasi jarang terjadi pada dosis tinggi. Dapat terjadi disfungsi seksual, terutama ejakulasi
retrograd; porfiria.

Dosis:
skizofrenia dan psikosis lain, mania: 150-600 mg/hari (dosis awal dalam dosis terbagi) maksimal 800 mg/hari
(hanya pasien rawat inap) sampai 4 minggu. Terapi tambahan jangka pendek pada kasus agitasi psikomotor,
eksitasi, perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya, 75-200 mg/hari. Terapi tambahan jangka pendek pada
ansietas berat, agitasi dan gelisah pada LANSIA : 30-100 mg/hari. ANAK (hanya pada problem perilaku dan
mental berat) 1-5 tahun: 1 mg/kg bb/hari, 5-12 tahun : 75-150 mg/hari (pada kasus berat sampai 300 mg/hari).

TRIFLUOPERAZIN
Indikasi:
lihat pada dosis; antiemetik.

Peringatan:
lihat Klorpromazin hidroklorida; Hati-hati pada anak.

Interaksi:
Lampiran 1 (trifluoperazin).

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin hidroklorida, kurang sedatif. Lebih jarang terjadi hipotensi, hipotermia, dan efek
antimuskarinik. Gejala ekstrapiramidal, terutama reaksi distonia dan akatisia lebih sering terjadi.

Dosis:

Oral: kurangi dosis awal pada LANSIA sampai setengahnya. Skizofrenia dan psikosis lain, terapi tambahan
jangka pendek pada agitasi psikomotor, eksitasi, perilaku kekerasan atau impulsif berbahaya, dosis awal 5 mg 2
kali sehari, naikkan 5 mg setelah 1 minggu, kemudian pada interval 3 hari, sesuai respons. ANAK sampai 12
tahun, dosis awal sampai 5 mg/hari, dalam dosis terbagi, sesuaikan dengan respons, umur dan berat badan.
Terapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat 2-4 mg/hari, dalam dosis terbagi, naikkan bila perlu sampai
6 mg/hari. ANAK 3-5 tahun sampai 1mg/hari, 6-12 tahun sampai 4 mg/hari.

ZIPRASIDON
Indikasi:
Untuk pengobatan skizofrenia, terkait psikosis, pencegahan kambuhan (relaps) dan untuk perawatan
(maintenance) peningkatan efek klinik selama terapi (continuation therapy).

Peringatan:
Kehamilan, gangguan fertilitas, hati?ati digunakan pada pasien dengan tumor pituitari, menyusui (lampiran 5),
tidak direkomendasikan untuk anak-anak di bawah 18 tahun.

Interaksi:
Ketokonazol, meningkatkan kadar ziprasidon sebesar 35-40%. Karbamazepin, menurunkan Cmax dari
ziprasidon. Hati-hati penggunaan bersamaan dengan obat yang bekerja secara sentral.

Efek Samping:
mengantuk (somnolence), waspada dalam mengendarai dan mengoperasikan mesin.

Dosis:
Dosis yang direkomendasikan adalah 40 mg, dua kali sehari dikonsumsi bersamaan dengan makanan. Dosis
total sehari dapat disesuaikan berdasarkan status klinik individu, hingga maksimum 80 mg, dua kali sehari.
Penyesuaian dosis jika dibutuhkan, tidak boleh kurang dari dari 2 hari. Dosis maksimum yang
direkomendasikan 80 mg, dua kali sehari, respons dapat diperoleh paling cepat pada hari ke-3 pengobatan.
Antipsikotik Atipikal

Antipsikotik atipikal seperti amisulprid, aripiprazol, klozapin, olanzapin, kuetiapin, risperidon dan zotepin dapat
ditoleransi lebih baik dan frekuensi gejala ekstrapiramidal lebih sedikit dibandingkan antipsikotik generasi
sebelumnya.

Aripiprazol, klozapin, kuetiapin, dan sertindol tidak menyebabkan peningkatan kadar prolaktin atau hanya
sedikit; jika menggantikan antipsikotik lain, pengurangan kadar prolaktin dapat meningkatkan fertilitas.
Klozapin digunakan untuk pengobatan skizofrenia hanya pada pasien yang tidak memberi respon, atau
intoleransi pada obat antipsikotik konvensional. Obat ini dapat menyebabkan agranulositosis sehingga
penggunaannya terbatas hanya pada pasien yang dipantau khusus (lihat keterangan pada sediaan klozapin).

Sertindol digunakan kembali setelah terkait kejadian aritmia; obat ini digunakan terbatas pada pasien dalam
studi klinik dan pasien yang intoleransi minimal pada satu macam antipsikotik lain.

Rekomendasi untuk antipsikotik atipikal pada pasien skizofrenia:

Penggunaan antipsikotik atipikal (amisulprid, olanzapin, kuetiapin, risperidon, dan zotepin) dapat
dipertimbangkan sebagai obat lini pertama untuk pasien yang baru didiagnosa skizofrenia.
Antipsikotik atipikal dipertimbangkan sebagai terapi pilihan untuk mana- ngani episoda skizofrenia akut bila
pasien tidak memungkinkan untuk diajak berdiskusi.
Antipsikotik atipikal dapat dipertimbangkan untuk pasien yang tidak tahan pada efek samping antipsikotik
konvensional.
Antipsikotik atipikal dapat dipertimbangkan untuk pasien kambuhan di mana gejala-gejala sebelumnya tidak
cukup terkontrol.
Penggunaan antipsikotik atipikal tidak diperlukan jika antipsikotik konvensional dapat mengontrol gejala dan
pasien dapat mentoleransi efek samping yang tidak diinginkan.
Klozapin dapat diberikan jika skizofrenia tidak cukup terkontrol. Walau sudah digunakan dua atau lebih
antipsikotik secara berselang (dimana salah satunya adalah antipsikotik atipik) masing-masing digunakan paling
tidak selama 6-8 minggu.
Peringatan dan Kontraindikasi.
Bila antipsikotik atipikal secara umum tidak menyebabkan pada perpanjangan interval QT, obat ini tetap
sebaiknya digunakan secara hati-hati bila diresepkan bersama obat lain yang dapat meningkatkan interval QT.

Antipsikotik atipikal sebaiknya digunakan secara hati-hati pada pasien penyakit kardiovaskular atau pasien
dengan riwayat epilepsi, serta pada pasien lansia; interaksi Lampiran 1 (antipsikotik).

Antipsikotik atipikal dan stroke


Olanzapin dan risperidon dikaitkan dengan peningkatan risiko stroke pada pasien lansia yang menderita
demensia. Disarankan:

Risperidon dan olanzapin tidak boleh digunakan untuk mengatasi gangguan tingkah laku pada demensia;
Digunakan pada pasien lansia yang menderita demensia dengan kondisi psikotik akut; risperidon hanya
diberikan untuk penggunaan jangka pendek dan di bawah pengawasan dokter spesialis; olanzapin tidak
digunakan pada psikosis akut;
Sebelum memberikan pengobatan pada pasien dengan riwayat stroke atau transient ischaemic attack sebaiknya
dipertimbangkan

dengan

hati-hati

kemungkinan

mengalami

serangan

serebrovaskular;sebaiknya

dipertimbangkan juga faktor risiko penyakit serebrovaskular (misal hipertensi, diabetes melitus, merokok dan
atrial fibrillation)
Mengemudi
Antipsikotik atipikal dapat mempengaruhi kemampuan melakukan tugas yang membutuhkan keahlian dan
konsentrasi (misal mengemudi); alkohol dapat meningkatkan pengaruh antipsikotik atipikal.

Penghentian obat
Penghentian penggunaan obat antipsikotik setelah pengobatan jangka panjang sebaiknya dilakukan secara
bertahap dengan pemantauan yang ketat untuk mencegah risiko sindrom putus obat akut atau gejala kambuh
yang terjadi secara cepat.

Efek samping
Efek samping antipsikotik atipikal adalah bertambahnya berat badan, pusing, hipotensi postural (terutama
selama titrasi dosis awal) yang dapat menyebabkan syncope atau refleks takikardi pada beberapa pasien, gejala
ekstrapiramidal (biasanya ringan, dan dapat diatasi dengan pengurangan dosis atau obat antimuskarinik), dan
kadang-kadang tardive dyskinesia pada pemberian jangka panjang (hentikan pemakaian obat bila terlihat gejala
awal). Dapat terjadi hiperglikemia dan kadang-kadang diabetes melitus, terutama pada penggunaan klozapin dan
olanzapin; pemantauan berat badan dan kadar glukosa dalam plasma dapat mengidentifikasi perkembangan
hiperglikemia. Kadang- kadang dilaporkan terjadi sindrom keganasan neuroleptik.

Monografi:
AMISULPRID
Indikasi:
skizofrenia akut dan kronis (dengan gejala positif dan/atau negatif).

Peringatan:
penyesuaian dosis pada insufisiensi ginjal, riwayat kejang, lansia; pada pasien penyakit parkinson, hanya
diberikan jika sangat diperlukan.

Interaksi:
tidak boleh dikombinasi dengan obat agonis dopaminergik (amantadin, apomorfin, bromokriptin, kabergolin,
entakapon, lisurid, pergolid, priribedil, pramipeksol, kuinagolid, ropinirol) kecuali pada pasien penyakit
Parkinson. Pada kondisi harus mengatasi gejala ekstrapiramidal akibat neuroleptik, jangan diatasi dengan agonis
dopaminergik tapi gunakan antikolinergik. Kombinasi dengan sultoprid, meningkatkan risiko aritmia ventrikel,
terutama torsades de pointes.

Kontraindikasi:
hipersensitif pada amilsuprid atau komponen obat, feokromositoma yang sedang menggunakan obat
antidopaminergik; kehamilan, menyusui; anak usia di bawah 15 tahun.

Efek Samping:
peningkatan kadar prolaktin serum sehingga menyebabkan galaktorea, amenorea, ginekomastia, payudara
membengkak, impotensi, frigiditas; berat badan meningkat, gejala ekstrapiramidal (tremor, hipertonia,

hipersalivasi, akatisia, hipokinesia); mengantuk, gangguan saluran cerna seperti konstipasi, mual, muntah, mulut
kering.

Dosis:
Oral, 50-300 mg/hari, Dosis disesuaikan dengan kebutuhan individual, dosis optimum 100 mg/hari. Untuk
gejala campuran (gejala positif dan negatif), awal terapi 400-800 mg/hari. Dosis maksimal 1200 mg. Jika dosis
harian kurang dari 400 mg, diberikan sebagai dosis tunggal. Dan dosis dua kali sehari jika lebih dari 400 mg.

ARIPIPRAZOL
Indikasi:
skizofrenia, gangguan bipolar (terapi tunggal atau terapi tambahan terhadap litium atau valproat untuk episode
mania akut akibat gangguan bipolar), terapi tambahan pada gangguan depresi mayor, iritabilitas akibat
gangguan autisme, agitasi akibat skizofrenia atau gangguan bipolar.

Peringatan:
lihat catatan di atas, riwayat kejang, geriatri (kurangi dosis awal), gangguan fungsi hati, kehamilan.

Interaksi:
Hati-hati jika diberikan dalam kombinasi dengan obat yang bekerja sentral dan alkohol. Dapat meningkatkan
efek antihipertensi tertentu karena sifatnya sebagai antagonis reseptor adrenergik alfa 1.

Kontraindikasi:
lihat catatan di atas, menyusui.

Efek Samping:
umum pada pasien dewasa: mual, muntah, konstipasi, sakit kepala, pusing, akatisia, ansietas, insomnia, gelisah,
penglihatan kabur, dispepsia, mulut kering, sakit gigi, rasa tidak nyampan pada perut, letih, nyeri, kekakuan
pada muskuloskeletal, nyeri ekstremitas, mialgia, spasme otot, sedasi, gangguan ekstrapiramidal, tremor,
somnolens, agitasi, insomnia, ansietas, gelisah, nyeri faringolaringeal, batuk; umum pada anak dan remaja:

somnolen, sakit kepala, muntah, gangguan ekstrapiramidal, letih, peningkatan nafsu makan, insomnia, mual,
nasofaringitis dan peningkatan berat badan; jarang: takikardia, kejang; sangat jarang: salivasi meningkat,
pankreatitis, nyeri dada, agitasi, gangguan bicara, kekakuan, rhabdomiolisis.

Dosis:
skizofrenia: dewasa, oral 10 atau 15 mg/hari, peningkatan dosis tidak boleh dilakukan sebelum 2 minggu, dosis
lebih tinggi tidak lebih efektif, remaja: 10 mg/hari, gangguan bipolar: dewasa 30 mg/hari, anak dan remaja 10
mg/hari, gangguan depresi mayor: dewasa 2-15 mg/hari, pada anak dan remaja belum ada data, agitasi terkait
skizofrenia atau mania bipolar: injeksi intramuskular 9,75 mg.

KLOZAPIN
Indikasi:
skizofrenia (termasuk psikosis pada penyakit Parkinson) pada pasien yang tidak respon atau intoleran dengan
obat antipsikotik konvensional.

Peringatan:
lihat catatan di atas; monitor jumlah leukosit dan hitung jenis (lihat agranulositosis, di bawah); hentikan
bertahap neuroleptik konvensional sebelum memulai terapi; kelainan hati; kelainan ginjal; hipertrofi prostat,
glaukoma sudut tertutup.
PENGHENTIAN. Penghentian yang direncanakan kurangi dosis dalam 1-2 minggu untuk menghindari risiko
psikosis rebound. Jika penghentian tiba-tiba dibutuhkan, observasi pasien dengan seksama.
AGRANULOSITOSIS. Dilaporkan neutropenia dan agranulositosis berpotensi fatal. Jumlah leukosit dan hitung
jenis harus normal sebelum memulai terapi, monitor leukosit dan hitung jenis selama 18 minggu setelah itu
minimal tiap 2 minggu, dan jika klozapin tetap diberikan dan hasil hitung darah stabil selama 1 tahun maka
pemeriksaan minimal tiap 4 minggu (dan 4 minggu setelah dihentikan); jika jumlah leukosit <3000/mm3 atau
jika hitung neutrofil absolute <1500/ mm3 hentikan sementara dan rujuk ke hematolog. Hindari pemberian obatobatan yang menekan leukopoesis; pasien harus segera melaporkan gejala infeksi, terutama penyakit mirip
influenza.
MIOKARDITIS DAN KARDIOMIOPATI
Dilaporkan miokarditis fatal (sering pada 2 bulan pertama) dan kardiomiopati. Disarankan:

Pemeriksaan fisik dan riwayat medis sebelum mulai menggunakan klozapin.


Jika dari pemeriksaan oleh spesialis ditemukan adanya abnormalitas jantung atau riwayat penyakit jantungpemberian klozapin hanya bila tidak ada penyakit jantung berat dan bila manfaat yang diperoleh lebih besar
daripada risikonya.
Takikardi menetap terutama 2 bulan pertama membutuhkan observasi seksama untuk miokarditis atau
kardiomiopati lainnya.
Jika dicurigai ada miokarditis atau kardiomiopati, pemberian klozapin harus dihentikan dan pasien segera
dievaluasi oleh dokter ahli jantung.
Penghentian menetap bila terjadi miokarditis atau kardiomiopati yang diinduksi oleh pemberian klozapin.
OBSTRUKSI GASTROINTESTINAL. Dilaporkan reaksi yang menggambarkan obstruksi gastrointestinal.
Hati-hati bila memberikan klozapin bersamaan dengan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi (contoh: obat
antimuskarinik) atau riwayat penyakit kolon atau operasi usus besar. Monitor untuk konstipasi dan berikan
laksan bila perlu.

Kontraindikasi:
kelainan jantung berat (contoh: miokarditis; lihat Miokarditis dan Kardiomiopati, di atas); penyakit hati aktif,
kerusakan ginjal berat,; riwayat neutropenia atau agranulositosis; kelainan sumsum tulang; ileus paralitik (lihat
obstruksi gastrointestinal, di atas); psikosis alkoholik dan psikosis toksik; riwayat kolaps sirkulasi; keracunan
obat; koma atau depresi SSP berat; epilepsi tidak terkontrol; kehamilan dan menyusui.

Efek Samping:
lihat catatan di atas; konstipasi (lihat obstruksi gastrointestinal, di atas), hipersalivasi, mual, muntah; takikardia,
perubahan pada EKG, hipertensi; mengantuk, pandangan kabur, sakit kepala, tremor, rigiditas, gejala
ekstrapiramidal, kejang, fatigue, gangguan pengaturan suhu, demam; hepatitis, jaundice kolestatik, pankreatitis;
inkontinensia urin dan retensi urin; agranulositosis (penting: lihat Agranulositosis, di atas), leukopenia,
eosinofilia, leukositosis; jarang: disfagia, kopars sirkulasi, aritmia, miokarditis (penting: lihat Miokarditis dan
Kardiomiopati, di atas), perikarditis, tromboemboli, bingung, delirium, gelisah, agitasi, diabetes melitus; juga
dilaporkan, obstruksi usus halus, ileus paralitik (lihat obstruksi gastrointestinal, di atas), pembesaran kelenjar
parotis, nekrosis heptatis fulminan, trombositopenia, trombositemia hipertrigliseridemia, hiperkolesterolemia,
kardiomiopati, henti jantung, henti nafas, nefritis interstisial, priapismus, reaksi kulit.

Dosis:

skizofrenia, DEWASA > 16 tahun (pengawasan medis ketat saat inisiasi/awal-risiko kolaps sehubungan dengan
hipotensi) 12,5 mg 1 atau 2 kali pada hari pertama lalu 25-50 mg pada hari ke 2 dan dinaikkan bertahap (jika
ditoleransi dengan baik) pada 25-50 mg sehari selama 14-21 hari hingga 300 mg sehari dengan dosis terbagi
(dosis malam lebih besar, hingga 200 mg sehari dapat dikonsumsi sebagai dosis tunggal menjelang tidur); jika
perlu dapat ditingkatkan hingga 50-100 mg sekali (dianjurkan)-dua kali seminggu; dosis lazim 200-450 mg
sehari (maksimal 900 mg sehari). CATATAN: memulai setelah interval lebih dari 2 hari, 12,5 mg 1-2 kali sehari
pada hari pertama (namun dosis dapat ditingkatkan lebih cepat daripada saat inisasi)- perhatian ekstrim jika
sebelumnya terjadi henti nafas atau henti jantung dengan pemberian dosis awal. GERIATRI DAN KELOMPOK
RISIKO KHUSUS. Pada geriatri, 12,5 mg sekali pada hari pertama- penyesuaian berikutnya terbatas hingga 25
mg sehari.Psikosis pada penyakit Parkinson, dewasa >16 tahun, 12,5 mg sebelum tidur malam ditingkatkan
menjadi 12,5 mg hingga 2 kali seminggu hingga 50 mg sebelum tidur malam; rentang dosis lazim 25-37,5 mg
sebelum tidur malam; pengecualian, dosis mungkin ditingkatkan hingga 12,5 mg tiap minggu sampai maksimal
100 mg sehari dalam 1-2 dosis terbagi.

OLANZAPIN
Indikasi:
lihat pada Dosis.

Peringatan:
Lihat keterangan di atas (termasuk anjuran pada antipsikotik atipik dan stroke); hipertrofi prostat, ileus paralitik,
diabetes melitus (risiko eksaserbasi atau ketoasidosis), angka leukosit dan neutrofil rendah, depresi sumsum
tulang, kelainan hipereosinofil, myeloproliferatif, penyakit parkinson, gangguan fungsi hati; gangguan fungsi
ginjal (Lampiran 3); kehamilan (Lampiran 4).

Interaksi:
Lampiran 1 ( Antipsikotik). Depresi pernapasan dan sistem saraf pusat. Tekanan darah, kecepatan pernapasan
dan denyut nadi harus dimonitor selama paling tidak 4 jam setelah injeksi intramuskular, terutama yang juga
mendapat antipsikotik lain atau benzodiazepin.

Kontraindikasi:
glaukoma sudut sempit; wanita menyusui (Lampiran 5); untuk infeksi, infark miokardiak akut, angina tak stabil;
hipotensi atau bradikardi berat; sick sinus syndrome; pasca bedah jantung.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; efek antimuskarinik ringan dan sementara; mengantuk, kesulitan bicara; memburuknya
penyakit parkinson; gaya berjalan abnormal, halusinasi, akathisia, asthenia, nafsu makan meningkat, sutu tubuh
meningkat, konsentrasi trigleserida meningkat, udem, hiperprolaktin (tetapi manifestasi klinik jarang);
inkontinensia urin; eosinofilia; hipotensi, bradikardi, fotosensitif; kadang tromboembolisme, kejang, retensi
urin, priapismus, leukopenia, neutropenia, trombositoenia, rhabdomiolisis, ruam kulit, hepatitis, pankreatitis;
dengan injeksi, reaksi lokasi injeksi: sinus pause, hipoventilasi.

Dosis:
skizofrenia, kombinasi terapi mania, mencegah kambuhnya kelainan bipolar, oral, DEWASA : lebih dari 18
tahun, 10 mg sehari disesuaikan dengan dosis umumnya 5-20 mg per hari; dosis lebih dari 10 mg sehari hanya
setelah penilaian kembali; maksimal 20 mg sehari.Monoterapi untuk mania, oral, DEWASA: lebih dari 18
tahun, 15 mg sehari disesuaikan dengan dosis umumnya 5-20 mg sehari; dosis lebih besar dari 15 mg hanya
setelah penilaian kembali; maksimal 20 mg sehari. Kontrol agitasi dan gangguan perilaku pada skizofrenia atau
mania, dengan injeksi intramuskular, DEWASA : lebih dari 18 tahun, dosis awal 5-10 mg (dosis biasa 10 mg)
sebagai dosis tunggal diikuti 5-10 mg setelah 2 jam apabila diperlukan; LANSIA: dosis awal 2,5 -5 mg sebagai
dosis tunggal diikuti 2,5-5 mg setelah 2 jam apabila diperlukan; maksimal 3 kali pemberian injeksi setiap hari
untuk 3 hari; dosis maksimal kombinasi sediaan oral dan parenteral 20 mg Catatan: Jika ada satu atau lebih
faktor yang dapat memperlambat metabolisme (seperti jenis kelamin wanita, lansia dan bukan perokok)
pertimbangkan dosis awal yang lebih rendah dan peningkatan dosis sedikit demi sedikit.

QUETIAPIN
Indikasi:
skizofrenia; pengobatan episode mania yang disertai gangguan bipolar.

Peringatan:
lihat keterangan di atas; kehamilan (lihat Lampiran 4), gangguan hati, gangguan ginjal (lihat Lampiran 3),
penyakit serebrovaskuler, kardiovaskuler dan yang mengarah pada hipotensi, obat-obatan yang diketahui dapat
memperpanjang interval QT, terutama pada lansia.

Interaksi:

penggunaan quetiapin dengan kombinasi obat yang mempengaruhi sistem saraf pusat dan alkohol harus hatihati.; farmakokinetik litium tidak berubah apabila digunakan bersama quetiapin; farmakokinetik quetiapin tidak
diubah secara signifikan jika diberikan bersama anti depresan impiramin (inhibitor CYP2D6) atau fluoksetin
(inhibitor CYP3A4 dan CYP2D6); Penggunaan bersama dengan inhibitor CYP3A4 seperti antijamur azol dan
antibiotik golongan makrolid harus hati-hati.

Kontraindikasi:
menyusui (lihat Lampiran 5).

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; mengantuk, dispepsia, konstipasi, mulut kering, asthenia ringan, rhinitis, takikardi;
leukopenia, neutropenia dan kadang-kadang dilaporkan eosinofilia; peningkatan plasma trigliserida; dan kadar
kolesterol, penurunan kadar plasma hormon tiroid; kemungkinan perpanjangan interval QT; udem (jarang);
priapismus (sangat jarang).

Dosis:
skizoprenia 25 mg 2 kali sehari pada hari ke-1, 50 mg 2 kali sehari pada hari ke-2, 100 mg 2 kali sehari pada
hari ke-3, 150 mg 2 kali sehari pada hari ke-4, kemudian disesuaikan dengan respon, dosis lazim 300-450 mg
per hari dalam dosis terbagi 2; maksimal 750 mg sehari; LANSIA: dosis awal 25 mg per hari sebagai dosis
tunggal, dinaikkan 25-50 mg per hari dalam dosis terbagi 2; ANAK dan REMAJA : tidak dianjurkanMania, 50
mg 2 kali sehari pada hari ke-1, 100 mg 2 kali sehari pada hari ke-2, 150 mg 2 kali sehari pada hari ke-3, 200
mg 2 kali sehari pada hari ke-4, kemudian disesuaikan dengan respons, secara bertahap hingga 200 mg per hari
sampai maksimal 800 mg per hari; dosis lazim 400-800 mg per hari dalam dosis terbagi 2; LANSIA: dosis awal
25 mg per hari sebagai dosis tunggal, dinaikkan bertahap 25-50 mg per hari dalam dosis terbagi 2; ANAK dan
REMAJA tidak dianjurkanUntuk pasien yang menderita gangguan hati dan ginjal, dosis awal 25 mg sehari.
Dosis dapat ditingkatkan perhari dengan kenaikan 25-50 mg sampai dosis efektif.

RISPERIDON
Indikasi:
psikosis akut dan kronik, mania.

Peringatan:

Lihat keterangan di atas (termasuk saran pada antipsikotik atipikal, dan stroke); penyakit parkinson, kehamilan
(lampiran 4), gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal (lampiran 3).

Interaksi:
lihat lampiran 1.

Kontraindikasi:
Menyusui (Lampiran 5).

Efek Samping:
Lihat keterangan di atas; insomnia, agitasi, ansietas, sakit kepala. Kurang umum terjadi: Mengantuk, gangguan
konsentrasi, lelah, pandangan kabur, konstipasi, mual dan muntah, dispepsia, nyeri abdominal,
hiperprolaktinemia (dengan galaktorea, gangguan menstruasi, ginekomastia), disfungsi seksual, priapisme,
inkontinensia urin, takikardi, hipertensi, udem, ruam kulit, rhinitis, trauma serebrovaskular, dilaporkan juga
terjadinya neutropenia dan trombositopenia. Jarang terjadi: kejang, hiponatremia, pengaturan temperatur yang
abnormal, serta epitaksis.

Dosis:
Psikosis, 2 mg dalam 1-2 dosis terbagi pada hari pertama, kemudian 4 mg dalam 1-2 dosis terbagi pada hari
kedua (titrasi dosis yang lebih lambat dibutuhkan dibutuhkan pada beberapa pasien). Dosis lazim 4-6 mg per
hari. Dosis di atas 10 mg per hari hanya jika manfaatnya lebih besar daripada risikonya (maksimum 16 mg per
hari). Lansia (atau pada gangguan fungsi hati atau ginjal) dosis awal 500 mcg dua kali sehari dan naikkan
bertahap sebesar 500 mcg hingga mencapai 1-2 mg, dua kali sehari. Anak-anak di bawah 15 tahun tidak
direkomendasikan. Mania, Dosis awal 2 mg, satu kali sehari, naikkan dosis jika perlu secara bertahap sebanyak
1 mg per hari. Dosis lazim 1-6 mg per hari; lansia (atau pada gangguan fungsi hati atau ginjal) dosis awal 50
mcg dua kali sehari, naikkan dosis bertahap sebesar 500 mcg dua kali sehari hingga mencapai 1-2 mg dua kali
sehari.

ZOTEPIN
Indikasi:
Skizofrenia.

Peringatan:
Lihat keterangan di atas; riwayat epilepsi pada pasien atau keluarganya; penghentian obat depresan SSP yang
diberikan secara bersamaan, QT interval prolongation- diperlukan pemeriksaan EKG (pada awal terapi dan
setiap peningkatan dosis) pada pasien memiliki risiko aritmia; monitor kadar elektrolit, terutama pada awal
terapi dan setiap peningkatan dosis; gangguan fungsi hati (lampiran 2); gangguan fungsi ginjal (lampiran 3);
hipertrofi prostat, retensi urin, cenderung untuk mengalami glaukoma sudut sempit, ileus paralisis, kehamilan
(lampiran 4).

Kontraindikasi:
Intoksikasi akut dengan depresan SSP, penggunaan bersamaan antipsikosis dosis tinggi; gout akut (hindari
selama 3 minggu setelah serangan membaik); riwayat nefrolitiasis; menyusui (lampiran 5).

Efek Samping:
lihat keterangan di atas, konstipasi, dispepsia, mulut kering, takikardia, QT interval prolongation, rinitis, agitasi,
ansietas, depresi, astenia, sakit kepala, abnormalitas EEG, insomnia, mengantuk, hipertermia atau hipotermia,
salivasi meningkat, diskrasia darah (termasuk leukositosis, leukopenia), peningkatan laju endap darah,
penglihatan kabur, berkeringat; kurang sering, anoreksia, diare, mual dan muntah, nyeri abdomen, hipertensi,
sindrom mirip influenza, batuk, dispnea, rasa bingung, kejang, penurunan libido, gangguan berbicara, vertigo,
hiperprolaktinemia, anemia, trombositemia, edema, rasa haus, impotensi, inkontinensia urin, artralgia, mialgia,
konjungtivitis, akne, kulit kering, ruam kulit; jarang, bradikardi, epistaksis, pembesaran abdomen, amnesia,
ataksia, koma, delirium, hipaestesia, mioklonik, trombositopenia, ejakulasi abnormal, retensi urin, menstruasi
yang tidak teratur, miastenia, alopesia, fotosensitivitas; sangat jarang, glaukoma sudut sempit.

Dosis:
Awal, 25 mg, tiga kali sehari, dapat ditingkatkan berdasarkan respons, dengan interval waktu 4 hari hingga
maksimal 100 mg tiga kali sehari; LANSIA, dosis awal 25 mg dua kali sehari ditingkatkan berdasarkan respons,
hingga maksimal 75 mg dua kali sehari; ANAK dan REMAJA di bawah 18 tahun, tidak direkomendasikan.
Injeksi Depo Antipsikosis

Injeksi depo kerja panjang digunakan untuk terapi pemeliharaan terutama ketika kepatuhan pengobatan melalui
oral tidak tercapai. Bagaimanapun, injeksi depo dari antipsikosis konvensional dapat meningkatkan risiko

terjadinya reaksi ekstrapiramidal dibandingkan dengan sediaan oral. Reaksi ekstrapiramidal lebih jarang terjadi
pada antipsikosis atipikal seperti risperidon. Informasi penggunaan injeksi depo antipsikotik pada anak masih
terbatas dan penggunaannya hanya boleh dilaksanakan di unit-unit khusus

Cara pemberian. Pemberian depo antipsikosis dilakukan melalui injeksi intramuskular dalam dengan interval 1
hingga 4 minggu. Jika memulai terapi dengan sediaan lepas lambat dari antipsikosis konvensional, pasien mula
mula sebaiknya diberi dosis uji yang kecil (small test-dose) karena timbulnya efek samping yang tidak
diinginkan dapat diperpanjang.
Umumnya, tidak lebih dari 23 ml dari injeksi berbasis minyak sebaiknya diberikan pada satu tempat
penyuntikan. Teknik injeksi yang benar (termasuk teknik penggunaan z-track) dan rotasi tempat penyuntikan
merupakan hal penting. Jika dosis perlu diturunkan untuk meringankan efek samping, penting untuk mengetahui
bahwa kadar obat dalam plasma tidak boleh turun selama beberapa waktu setelah penurunan dosis. Oleh karena
itu mungkin butuh waktu sebulan atau lebih sebelum efek samping hilang.

Dosis. Respon individual terhadap obat neuroleptik sangat bervariasi dan untuk mendapatkan efek optimum,
dosis dan interval dosis harus dititrasi tergantung respon pasien.

Dosis ekuivalen dari depot antipsikosis Kesetaraan ini dimaksudkan hanya sebagai panduan umum; instruksi
dosis individual juga sebaiknya diperhatikan; pasien sebaiknya berhatihati dan dimonitor terhadap setiap
perubahan selama pengobatan.

Antipsikosis

Dosis (mg)

Interval

Flupentiksol dekanoat

40

2 minggu

Flufenazin dekanoat

25

2 minggu

Haloperidol

(sebagai dekanoat)

100

4 minggu

Pipotiazin palmitat

50

4 minggu

Zuklopentiksol dekanoat

200

2 minggu

Penting. Kesetaraan ini tidak boleh diekstrapolasikan melebihi dosis maksimum obat. Dosis yang lebih tinggi
membutuhkan titrasi yang sangat hati-hati oleh dokter spesialis dan kesetaraan dosis di atas ini mungkin saja
tidak sesuai.

Pemilihan. Tidak ada batas yang jelas pada penggunaan antipsikosis konvensional, tetapi zuklopentiksol
mungkin dapat digunakan untuk pengobatan agitasi atau pasien yang agresif di mana flupentiksol dapat menjadi
penyebab dari kegembiraan yang berlebihan pada pasien ini. Kejadian reaksi ekstrapiramidal hampir sama
dengan antipsikosis konvensional.

Perhatian. Lihat bab 4.2.1. Pengobatan membutuhkan pengawasan yang hatihati untuk efek yang optimum.
Ketika melakukan perubahan dari terapi oral ke terapi depo, dosis oral sebaiknya dikurangi secara bertahap.

Kontraindikasi. Lihat bab 4.2.1 Jangan digunakan pada anakanak.

Efek samping. Lihat bab 4.2.1 Nyeri dapat timbul pada tempat penyuntikan dan terkadang muncul eritema,
pembengkakan dan nodul. Untuk efek samping antipsikosis spesifik lihat pada monografi masing-masing obat.

Monografi:
FLUFENAZIN DEKANOAT
Indikasi:
terapi pemeliharaan pada skizofrenia dan psikosis lain.

Peringatan:

lihat klorpromazin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat klorpromazin hidroklorida; pada kasus depresi berat.

Efek Samping:
lihat klorpromazin hidroklorida.

Dosis:
injeksi intramuskular dalam, pada otot gluteus. Dosis uji 12,5 mg (LANSIA 6,25 mg), kemudian setelah 4-7 hari
12,5-100 mg diulang dengan interval 14-35 hari, disesuaikan dengan respons. ANAK: tidak dianjurkan.

HALOPERIDOL DEKANOAT
Indikasi:
terapi pemeliharaan pada skizofrenia dan psikosis lain.

Peringatan:
lihat haloperidol dengan keterangan di atas.

Kontraindikasi:
lihat haloperidol dengan keterangan di atas.

Efek Samping:
lihat haloperidol dengan keterangan di atas.

Dosis:

injeksi intramuskular, pada otot gluteus: dosis awal 50 mg tiap 4 minggu, bila perlu dinaikkan tiap 2 minggu 50
mg, sampai 300 mg tiap 4 minggu. Dosis yang lebih tinggi mungkin diperlukan pada sejumlah pasien. LANSIA:
dosis awal 12,5-25 mg tiap 4 minggu. ANAK: tidak dianjurkan.

PIPOTIAZIN
Indikasi:
terapi pemeliharaan pada skizofrenia dan penyakit jiwa lainnya.

Peringatan:
lihat keterangan di atas dan 4.2.1.

Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas dan 4.2.1.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas dan 4.2.1.

Dosis:
Injeksi intramuskular secara dalam hingga ke otot gluteal, dosis uji 25 mg, dilanjutkan 25-50 mg setelah 4-7
hari, kemudian disesuaikan menurut respons, setiap 4 minggu; dosis lazim pada interval 50-100 mg (maksimal
200 mg) setiap 4 minggu; LANSIA, dosis awal 5-10 mg; ANAK. Tidak direkomendasikan.
4.2.2 Antimanik

Obat yang digunakan pada mania untuk mengontrol serangan akut dan untuk mencegah kekambuhan.

Obat antipsikosis
Pada serangan mania akut, biasanya dibutuhkan pengobatan dengan antipsikosis (bab 4.2.1), karena diperlukan
waktu beberapa hari hingga litium memberikan efek antimanik. Litium dapat diberikan secara bersamaan

dengan obat antipsikosis dan antipsikosis dihentikan secara bertahap bersamaan dengan meningkatnya efek
litium. Sebagai alternatif, terapi dengan litium dimulai setelah kondisi pasien distabilkan dengan menggunakan
antipsikosis. Penggunaan antipsikosis tambahan yaitu antipsikosis atiptikal seperti olanzapin (bab 4.2.1) dengan
dengan litium atau asam valproat mungkin dapat bermanfaat.
Dosis tinggi dari haloperidol, flufenazin, atau flupentiksol dapat membahayakan jika digunakan dengan litium.
Telah dilaporkan terjadi ensefalopati toksik yang menetap.

Litium
Garam litium digunakan pada pencegahan dan pengobatan mania, pada pencegahan gangguan bipolar
(gangguan manikdepresif) dan pada pencegahan depresi kekambuhan (penyakit unipolar atau depresi
unipolar). Penggunaan litium pada anak-anak hanya diperbolehkan atas anjuran dokter spesialis.
Keputusan untuk memberikan litium sebagai terapi pencegahan biasanya membutuhkan saran dari dokter
spesialis, dan harus berdasarkan pertimbangan yang hati-hati terhadap kemungkinan kambuhan pada pasien
individual, serta menimbang rasio manfaat dan risiko pemberian obat. Penggunaan litium jangka panjang,
dikaitkan dengan gangguan tiroid dan kognitif ringan serta gangguan ingatan. Oleh karena itu pengobatan
jangka panjang hanya boleh dilakukan melalui pertimbangan yang hati-hati terhadap risiko dan manfaat, dan
dengan pemantauan fungsi tiroid secara teratur.

Kebutuhan untuk terapi selanjutnya sebaiknya dinilai secara teratur dan setelah 35 tahun pasien hanya boleh
terus diberikan litium jika manfaat pemberian tetap.

Kadar dalam serum. Garam litium memiliki rasio terapetik/toksik yang sempit dan oleh karena itu tidak boleh
diresepkan kecuali tersedia fasilitas monitoring kadar serum litium. Dosis disesuaikan hingga mencapai kadar
litium dalam serum 0,41 mmol/liter (interval yang lebih kecil untuk dosis pemeliharaan dan pasien lansia)
menggunakan sampel yang diambil 12 jam setelah dosis sebelumnya. Penting untuk menentukan interval
optimum untuk setiap pasien individual.

Dosis berlebih, biasanya terjadi pada kadar litium dalam serum lebih dari 1,5 mmol/ liter, dapat menjadi fatal
dan berefek toksik termasuk tremor, ataksia, disartria, nistagmus, gangguan fungsi ginjal, dan konvulsi. Jika
tandatanda keracunan seperti ini muncul, pengobatan sebaiknya dihentikan, ukur kembali kadar litium dalam
serum, dan langkah lebih lanjut untuk mengembalikan kondisi akibat toksisitas litium. Pada kasus ringan
penghentian litium dan pemberian sejumlah garam natrium serta cairan akan menetralkan toksisitas. Kadar
litium dalam serum yang lebih dari 2 mmol/liter membutuhkan perawatan segera sebagaimana diuraikan dalam
Penanganan Darurat pada Keracunan.

Interaksi. Toksisitas litium dapat diperparah dengan kurangnya kadar natrium, oleh karena itu penggunaan
bersama dengan diuretik (terutama tiazid) berbahaya dan sebaiknya dihindari. Untuk interaksi litium lainnya,
lihat Lampiran 1.

Penghentian obat. Karena tidak ada bukti yang jelas terhadap gejala putus obat dan rebound psikosis,
penghentian yang tiba-tiba dari litium meningkatkan risiko kekambuhan. Jika litium sebaiknya dihentikan, dosis
sebaik-nya diturunkan secara bertahap selama periode beberapa minggu dan pasien sebaiknya diperingatkan
akan kemungkinan timbulnya kekambuhan jika obat dihentikan secara mendadak.

Monografi:
LITIUM KARBONAT
Indikasi:
terapi dan profilaksis kasus mania, depresimania dan depresi kambuhan (lhat keterangan di atas); agresif atau
sifat yang merugikan/merusak diri sendiri.

Peringatan:
ukur kadar plasma secara teratur (setiap 3 bulan pada regimen yang distabilkan), monitor fungsi tiroid;
pertahankan asupan cairan dan natrium yang memadai; hindari gangguan pada ginjal, penyakit jantung, dan
gangguan lain karena ketidak seimbangan natrium seperti penyakit Addison; lakukan pengurangan dosis atau
hentikan bila perlu jika terjadi diare, muntah dan infeksi antara (khususnya pada keadaan keringat yang
berlebihan). Hati-hati penggunaan pada kehamilan (lihat Lampiran 4), menyusui, LANSIA (dosis dikurangi),
terapi diuretik, miastenia gravis; operasi; jika mungkin hindari penghentian obat secara mendadak.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (litium).

Efek Samping:
gangguan saluran cerna, tremor halus, poliuria dan polidipsia; bobot badan meningkat dan edema (dapat
memberikan respons pada pengurangan dosis). Tanda-tanda terjadinya keracunan litium adalah penglihatan

kabur, meningkatnya gangguan cerna (anoreksia, muntah, diare), lemah otot, meningkatnya ganguan pada SSP
(rasa kantuk dan ?luggishness?ringan yang kemudian meningkat menjadi pusing/gamang dengan disertai
ataksia, tremor kasar, tidak ada koordinasi, disartria). Pada keadaan tersebut pengobatan harus dihentikan. Bila
terjadi overdosis berat (kadar plasmalitium di atas 2 mmol/liter), hiperrefleksia dan hiperekstensi dari lengan
dan paha, konvulsi, psikosis toksik, sinkop, oliguria, kegagalan sirkulasi, koma dan kadangkadang kematian.
Goitre, peningkatan kadar hormon antidiuretik, hipotiroid, hipokalemia, perubahan EKG, psoriasis semakin
buruk, dan mungkin terjadi perubahan pada ginjal. Lihat Penanganan Darurat Pada Keracunan. Dosis: pantau
kadar plasma lihat keterangan di atas. Dosis disesuaikan untuk mencapai kadar plasma litium 0,4-1,0 mmol/liter
12 jam setelah penggunan satu dosis pada hari keempat dan ketujuh, kemudian setiap minggu pada dosis
konstan selama 4 minggu, selanjutnya setiap 3 bulan; pada awalnya dosis terbagi sepanjang hari, tetapi
penggunaan perhari lebih disukai yaitu saat kadar plasmalitium distabilkanTerapi dan propilaktik dosis awal 0,41,2 gr hari dalam dosis tunggal atau dalam dua dosis bagi (LANSIA dan pasien dengan berat badan kurang dari
50 kg, 400 mg/hari). ANAK: tidak dianjurkan.
Karbamazepin

Karbamazepin (bab 4.8.1) dapat digunakan untuk pencegahan kelainan bipolar (kelainan manikdepresif) pada
pasien yang tidak responsif terhadap litium. Obat ini tampaknya efektif pada pasien dengan penyakit manik
depresif siklus cepat (empat atau lebih episode yang berpengaruh setiap tahun).

Monografi:
KARBAMAZEPIN
Indikasi:
profilaksis penyakit manik depresif yang tidak responsif pada litium. Lihat juga bab antiepilepsi.

Peringatan:
lihat antiepilepsi (4.8).

Interaksi:
lihat antiepilepsi (4.8).

Kontraindikasi:

lihat antiepilepsi (4.8).

Efek Samping:
lihat antiepilepsi (4.8).

Dosis:
dosis awal 400 mg/hari, dosis terbagi, dinaikkan sampai gejala terkendali. Dosis lazim: 400-600 mg/hari.
Maksimal: 1,6 g/hari.

Keterangan:
Sediaan: Lihat 4.8.1.
Asam Valproat

Asam valproat (sebagai garam seminatrium) digunakan untuk pengobatan episode manik yang menyertai
kelainan bipolar pada orang dewasa. Obat ini dapat bermanfaat pada anak- anak yang tidak responsif terhadap
litium.

Monografi:
ASAM VALPROAT
Indikasi:
Pengobatan episode manik terkait kelainan bipolar.

Peringatan:
Lihat natrium valproat (4.8.1). Pemantauan ketat jika dosis lebih besar dari 45 mg/kg bb per hari.

Kontraindikasi:
Lihat natrium valproat (4.8.1).

Efek Samping:
Lihat natrium valproat (4.8.1).

Dosis:
Dosis awal 750 mg per hari dalam 2-3 dosis terbagi, naikkan dosis berdasarkan respon, dosis lazim 1-2 g per
hari; anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun tidak direkomendasikan.
Benzodiazepin

Penggunaan benzodiazepin (bab 4.1.1) mungkin dapat membantu pada fase awal pengobatan sampai litium
mencapai efek secara penuh. Obat ini tidak boleh digunakan untuk jangka panjang karena risiko ketergantungan.
4.3 Depresi

4.3.1 Antidepresan trisiklik dan sejenisnya


4.3.2 SSRI dan sejenisnya
4.3.3 Penghambat Monoamin Oksidase (MAO)
4.3.4 Antidepresan lain

Antidepresan efektif pada pengobatan depresi major derajat sedang sampai berat yang meliputi depresi major
yang terkait penyakit fisik dan setelah melahirkan. Obat kelompok ini juga efektif untuk dysthymia (depresi
kronik derajat rendah). Obat antidepresan tidak seluruhnya efektif untuk depresi akut yang ringan namun
percobaan dapat dipertimbangkan pada kasus yang refrakter (tidak dapat diatasi) dengan pengobatan/ terapi
psikologis.
Keamanan dan khasiat obat antidepresi dalam mengobati depresi pada anak belum diketahui dengan pasti.
Informasi keamanan penggunaan jangka panjang obat pada anak juga masih sedikit.

Pemilihan Kelas utama obat antidepresan adalah antidepresan trisiklik dan sejenisnya, SSRI, dan penghambat
MAO. Beberapa antidepresan yang tidak dapat diakomodasi dalam kategori di atas dimasukkan kedalam bab
4.3.4.

Pemilihan antidepresan sebaiknya berdasarkan kebutuhan pasien secara individual, termasuk didalamnya
kemungkinan penyakit yang diderita pada saat yang bersamaan, pengobatan yang sedang dijalankan, risiko
bunuh diri, dan respon terhadap terapi obat antidepresan sebelumnya.
Antidepresan trisiklik lainnya dan sejenisnya dan SSRI umumnya lebih disukai karena penghambat MAO
kurang efektif dan menunjukkan interaksi yang membahayakan dengan beberapa jenis obat dan makanan.
Antidepresan trisiklik mungkin sesuai untuk kebanyakan pasien depresi. Jika efek samping yang potensial dari
antidepresan trisiklik generasi sebelumnya merupakan masalah, maka akan lebih cocok menggunakan SSRI atau
antidepresan generasi baru. Walaupun SSRI nampaknya ditoleransi lebih baik dibandingkan obat-obat generasi
lama, perbedaannya terlalu kecil untuk bisa menetapkan selalu memilih menjustifikasi SSRI sebagai terapi lini
pertama. Dibandingkan dengan trisiklik yang lebih tua (misal: amitriptilin), obat turunan trisiklik (misal:
trazodon) memiliki efek samping antimuskarinik (seperti: mulut kering dan konstipasi) yang lebih rendah. Obat
turunan trisiklik memiliki risiko kardiotoksik yang lebih rendah apabila terjadi dosis berlebih, tetapi beberapa
pasien mengalami efek samping tambahan (keterangan lebih lanjut lihat bab 4.3.1).

Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI) memiliki efek samping antimuskarinik yang lebih rendah
dibandingkan dengan trisiklik yang lebih tua dan juga memiliki risiko kardiotoksik yang lebih rendah apabila
terjadi dosis berlebih. SSRI, walaupun kurang efektif, lebih disukai dalam pengobatan yang memiliki risiko
dosis berlebih yang disengaja atau apabila penyakit yang diderita pada saat yang bersamaan tidak
memungkinkan penggunaan antidepresan lainnya. SSRI juga lebih disukai dibandingkan antidepresan trisiklik
untuk mengatasi depresi pada pasien diabetes melitus. Walaupun begitu, SSRI memiliki efek samping yang
khas: efek samping pada gastrointestinal seperti mual dan muntah adalah umum dan dilaporkan juga ada efek
samping gangguan perdarahan. Untuk pasien dengan penyakit yang berat dan pada kondisi di mana efikasi yang
maksimal tidak diutamakan, antidepresan trisiklik lebih efektif dibandingkan SSRI atau penghambat MAO.
Venlafaksin, pada dosis 150 mg atau lebih, juga terbukti lebih efektif dibandingkan SSRI untuk depresi mayor
dengan tingkat keparahan yang sedang. Pada penderita depresi berat, penggunaan terapi elektrokonvulsif (ECT)
dapat dilakukan.

Penghambat MAO akan lebih efektif dibandingkan trisiklik pada pasien rawat jalan dengan depresi atipikal.
Penggunaan penghambat MAO sebaiknya dimulai oleh klinisi yang berpengalaman.

Walaupun gejala ansietas sering muncul pada penyakit depresi (dan mungkin merupakan gejala yang muncul),
penggunaan antipsikotik dan ansiolitik dapat menyamarkan penyakit yang sesungguhnya. Penggunaan
Ansiolitik (bab 4.1.2) dan antipsikotik (bab 4.2.1) pada penderita depresi sebaiknya dilakukan dengan hati-hati
tetapi pengobatan ini adalah tambahan yang berguna pada pasien dengan agitasi. Lihat bab 4.2.2 untuk referensi
bagi penanganan kelainan bipolar.
Obat antidepresan tidak boleh digunakan bersama dengan St Johns Wort karena potensi terjadi interaksi.

Hiponatremi dan terapi antidepresan. Hiponatremi (umumnya terjadi pada lansia dan kemungkinan terjadi
karena sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai) telah dikaitkan dengan semua jenis antidepresan,akan
tetapi sering dilaporkan pada penggunaan SSRIs dibandingkan antidepresan lainnya. Dianjurkan untuk
mempertimbangkan terjadi hiponatremi jika pasien yang menggunakan antidepresan menampakkan gejala
mengantuk, bingung, konvulsi.

Penatalaksanaan. Pada awal pengobatan antidepresan, terapi pasien sebaiknya dikaji ulang setiap 1-2 minggu.
Pengobatan ini sebaiknya dilanjutkan minimal 4 minggu (6 minggu pada lansia) sebelum mengambil keputusan
untuk mengubah jenis antidepresan karena kurangnya efikasi. Pada kasus dengan respons parsial,lanjutkan
pengobatan selama 2 minggu (lansia membutuhkan waktu yang lebih lama).
Setelah remisi, pengobatan antidepresan sebaiknya dilanjutkan dengan dosis yang sama selama 4-6 bulan (pada
lansia sekitar 12 bulan). Pasien dengan riwayat depresi berulang sebaiknya melanjutkan perawatan minimal 5
tahun sampai seumur hidup). Litium (bab 4.2.2) merupakan alternative lini kedua yang efektif sebagai terapi
pemeliharaan. Kombinasi dari dua antidepresan adalah berbahaya dan jarang dibenarkan (kecuali di bawah
pengawasan dokter spesialis).

Kegagalan respon. Kegagalan respon pada dosis awal antidepresan,mungkin memerlukan peningkatan dosis,
penggantian dengan antidepresan jenis lain,atau menggunakan penghambat MAO pada kasus pasien dengan
depresi major atipikal. Kegagalan respon pada antidepresan kedua mungkin membutuhkan obat untuk
memperkuat efek seperti litium atau liotirokain (dibawa dokter spesialis), psikoterapi atau ECT. Terapi
tambahan dengan litium atau penghambat MAO hanya boleh diawali oleh dokter spesialis dengan pengalaman
penggunaan kombinasi di atas.

Penghentian obat. Apabila setelah penggunaan 8 minggu atau lebih, antidepresan (terutama penghambat MAO)
dihentikan secara tiba-tiba akan timbul efek gejala-gejala gastrointestinal seperti mual, muntah dan anoreksia,
disertai dengan rasa sakit kepala, pusing/mabuk, kedinginan dan insomnia dan kadang-kadang disertai
hipomania, rasa cemas dan extreme motor restlessnes. Dosis pengobatan sebaiknya diturunkan secara bertahap
selama 4 minggu, atau lebih jika muncul gejala putus obat (selama 6 bulan pada pasien yang telah mendapatkan
perawatan jangka panjang). SSRI telah dikaitkan dengan sindrom putus obat yang khas (bab 4.3.2).

Ansietas. Penanganan ansietas akut umumnya menggunakan benzodiazepin atau buspiron (bab 4.1.2).Untuk
ansietas kronik (jangka waktu lebih dari 4 minggu), mungkin lebih cocok menggunakan antidepresan sebelum
menggunakan benzodiazepin. Gangguan ansietas umum yang tidak memberikan respon terhadap buspiron atau

benzodiazepin diatasi dengan menggunakan antidepresan. Anti-depresan seperti SSRI dan venlafaksin mungkin
efektif untuk pengobatan ansietas yang khas. Pregabilin digunakan untuk pengobatan gangguan kecemasan yang
bersifat menyeluruh.
Sediaan kombinasi antidepresan dan ansiolitik tidak direkomendasikan karena tidak memungkinkan untuk
mengatur dosis masing-masing komponen secara terpisah, karena antidepresan diberikan secara kontinyu
selama beberapa bulan sedangkan ansiolitik diresepkan untuk penggunaan jangka pendek.

Panic disorder. Antidepresan umumnya digunakan untuk panic disorder dan fobia. Klomipramin (bab 4.3.1)
digunakan untuk obsessional and phobic states, esitalopram dan paroksetin (bab 4.3.3) dan moklobemid (4.3.2)
digunakan untuk pengobatan social phobia. Namun pada panic disorder (dengan atau tanpa agorafobia) yang
resisten terhadap terapi antidepresan, benzodiazepin dapat diper-timbangkan (bab 4.1.2).
4.3.1 Antidepresan Trisiklik dan Sejenisnya

Bagian ini mencakup antidepresan trisiklik dan juga obat dengan struktur cincin 1, 2, dan 4 dengan kegunaan
yang hampir sama. Obat ini paling efektif untuk mengobati depresi endogen sedang sampai berat yang berkaitan
dengan perubahan psikomotor dan fisiologis seperti hilangnya nafsu makan dan gangguan tidur; perbaikan pada
pola tidur adalah manfaat pertama pengobatan. Karena obat ini memerlukan interval selama 2 minggu sebelum
memberi aksi antidepresan, terapi elektrokonvulsif mungkin diperlukan pada depresi yang berat jika
keterlambatan sangat berbahaya atau tidak dapat ditoleransi, Beberapa antidepresan trisiklik juga efektif untuk
terapi panic disorder.

Dosis. Kirakira 10 sampai 20% pasien mengalami kegagalan dalam memberikan respon terhadap antidepresan
trisiklik dan sejenisnya dan dosis yang tidak cukup mungkin merupakan penyebab dari beberapa kegagalan ini.
Penting untuk menggunakan dosis yang cukup tinggi untuk pengobatanyang efektif, namun tidak terlalu tinggi
hingga menimbulkan efek toksik. Dosis rendah sebaiknya digunakan untuk pengobatan awal pada pasien lansia
(lihat pada efek samping di bawah). Pada sebagian besar pasien, waktu paruh antidepresan trisiklik yang
panjang memungkinkan obat dapat diberikan satu kali sehari, biasanya pada malam hari.

Pilihan. Obat antidepresan trisiklik dan sejenisnya dapat dibagi menjadi kelompok yang memiliki sifat sedatif
dan yang kurang sedatif. Pasien dengan agitasi dan kecemasan cenderung memberikan respon terbaik pada
senyawa yang sedatif sedangkan pasien apatis dan pasien yang mengalami penghentian obat akan lebih baik
diberi terapi obat yang kurang sedatif. Antidepresan dengan efek sedatif meliputi amitriptilin, klomipramin,
dosulepin (dotiepin), doksepin, maprotilin, mianserin, trazodon, dan trimipramin. Yang bersifat kurang sedatif
seperti amoksapin, imipramin, lofepramin dan nortriptilin. Imipramin merupakan obat yang relatif aman dan

efektif, namun imipramin memiliki efek samping antimuskarinik dan efek samping pada jantung yang lebih
menonjol dibandingkan dengan obat-obat seperti doksepin, mianserin dan trozadon; hal ini mungkin penting
untuk pasien secara individual. Amitriptilin dan dosulepin (dotiepin) efektif, namun obatobat tersebut
berbahaya pada dosis berlebih (lihat dosis berlebih di bawah) dan tidak dianjurkan untuk terapi depresi.
Lofepramin mempunyai efek samping antimuskarinik dan efek samping sedatif yang lebih rendah dan tidak
terlalu berbahaya pada dosis berlebih; namun, kadangkadang dikaitkan dengan toksisitas hati. Amoksapin
sejenis dengan antipsikotik loksapin dan efek sampingnya meliputi tardive dyskinesia. Untuk perban- dingan
antidepresan trisiklik dan sejenisnya dengan SSRI dan antidepresan sejenis dan penghambat MAO, lihat bagian
4.3.

Anak dan Dewasa. Bukti efikasi antidepresan trisiklik untuk pengobatan depresi pada anak-anak belum
diketahui dengan pasti. Umumnya penggunaan antidepresan trisiklik sebaiknya dihindari untuk pengobatan
depresi pada anak. Pengobatan sebaiknya dilakukan oleh dokter spesialis dan melibatkan ahli terapi psikologis.

Efek samping. Aritmia dan blokade jantung kadang-kadang menyertai penggunaan antidepresan trisiklik
khususnya amitriptilin, dan mungkin menjadi salah satu faktor penyebab kematian tiba-tiba pada penderita
penyakit jantung. Obat-obat tersebut kadang dikaitkan dengan konvulsi (oleh karena itu sebaiknya diresepkan
dengan hati-hati pada epilepsi karena memiliki ambang batas konvulsi yang lebih rendah). Reaksi hematologik
dan hepatik mungkin terjadi dan khususnya dikaitkan dengan pemberian mianserin.
Efek samping lain dari antidepresan trisiklik dan sejenisnya meliputi mengantuk, mulut kering, pandangan
kabur, konstipasi, dan retensi urin (semua karena aktivitas antimuskarinik) dan berkeringat. Pasien sebaiknya
diyakinkan untuk terus melanjutkan pengobatan meskipun efek samping mungkin muncul. Efek samping
tersebut dapat dikurangi jika dosis yang diberikan mula-mula rendah dan kemudian dinaikkan secara bertahap,
namun hal ini harus diseimbangkan dengan kebutuhan untuk mencapai efek terapetik secepat mungkin.
Pengenalan secara bertahap terhadap pengobatan ini penting khususnya pada pasien lansia, karena efek
hipotensif dari obat-obat ini menyebabkan serangan pusing dan bahkan sinkop. Efek samping lain pada pasien
lansia adalah hiponatremia. Sindroma keganasan neuroleptik dapat terjadi walau sangat jarang.

Dosis berlebih. Antidepresan trisiklik sebaiknya diresepkan dalam jumlah yang terbatas untuk satu waktu
tertentu karena efek obat-terhadap kardiovaskular berbahaya pada dosis berlebih. Khususnya dosis berlebih
karena dosulepin (dotiepin) dan amitriptilin dapat berakibat fatal.

Penghentian obat. Jika memungkinkan penghentian antidepresan trisiklik dan sejenisnya sebaiknya dilakukan
secara perlahan.

Interaksi.Antidepresan trisiklik dan sejenisnya (atau SSRI atau antidepresan sejenis) baru boleh mulai diberikan
2 minggu setelah pemberian penghambat MAO dihentikan (3 minggu apabila yang akan diberikan adalah
klomipramin atau imipramin). Sebaliknya, penghambat MAO baru boleh diberikan setelah antidepresan trisiklik
dan sejenisnya dihentikan (kurang lebih 7-14 hari, atau 3 minggu pada kasus dengan klomipramin atau
imipramin). Untuk interaksi antidepresan trisiklik lihat Lampiran 1.
Antidepresan Trisiklik

Monografi:
AMITRIPTILIN HIDROKLORIDA
Indikasi:
depresi, terutama bila diperlukan sedasi; nocturnal enuresis pada anak.

Peringatan:
penyakit jantung (terutama dengan aritmia), epilepsi, hamil, menyusui, lansia, gangguan faal hati, penyakit
tiroid, psikosis, glaukoma sudut sempit, retensi urin, bersamaan dengan terapi elektrokonvulsif, hindari
pemutusan obat mendadak, hati-hati pada anestesia, porfiria.

Interaksi:
Lampiran 1 (antidepresan trisiklik).

Kontraindikasi:
infark miokardial yang baru, aritmia, mania, penyakit hati berat.

Efek Samping:
mulut kering, sedasi, pandangan kabur, konstipasi, mual, sulit buang air kecil, efek pada kardiovaskular (aritmia,
hipotensi postural, takikardia, sinkope, terutama pada dosis tinggi), berkeringat, tremor, ruam, gangguan
perilaku (terutama anak), hipomania, bingung (terutama lansia), gangguan fungsi seksual, perubahan gula darah,

nafsu makan bertambah. Lebih jarang dapat terjadi: lidah hitam, ileus paralitik, kejang, agranulositosis,
leukopenia, eosinofilia, purpura, trombositopenia, hiponatremia, sakit kuning.

Dosis:
Oral: depresi: dosis awal 75 mg 1 kali (lansia dan remaja 30-75 mg/hari), dosis terbagi, atau dosis tunggal
menjelang tidur. Naikkan bertahap bila perlu, maksimal 150 mg. Dosis pemeliharaan lazim: 50-100 mg/hari.
ANAK di bawah 16 tahun, tidak dianjurkan untuk depresi. Nocturnal enuresis, ANAK 7-10 tahun 10-20 mg, 1116 tahun 25-50 mg, malam hari. Maksimal periode pengobatan (termasuk pemutusan obat secara bertahap) 3
bulan.

AMOKSAPIN
Indikasi:
depresi.

Peringatan:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Amitriptilin hidroklorida. Dilaporkan juga terjadi tardive dyskinesia, menstruasi tidak teratur, pembesaran
payudara, dan galaktorea pada wanita.

Dosis:
dosis awal 100-150 mg/hari, dosis terbagi, atau dosis tunggal menjelang tidur. Naikkan bila perlu, maksimal 300
mg/hari. Dosis pemeliharaan lazim: 150-250 mg/hari. LANSIA: dosis awal 25 mg, 2 kali sehari, naikkan bila
perlu setelah 5-7 hari, maksimal 50 mg, 3 kali sehari. ANAK di bawah 16 tahun tidak dianjurkan.

IMIPRAMIN HIDROKLORIDA
Indikasi:
depresi, nocturnal enuresis pada anak.

Peringatan:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Amitriptilin hidroklorida, kurang sedatif.

Dosis:
depresi: dosis awal sampai 75 mg/hari, dalam dosis terbagi, naikkan bertahap sampai 150-200 mg (sampai 300
mg untuk pasien rawat inap). Sampai 150 mg dapat diberikan sebagai dosis tunggal sebelum tidur. Dosis
pemeliharaan lazim: 50-100 mg/hari. LANSIA dosis awal 10 mg/hari, naikkan bertahap sampai 30-50 mg/hari.
ANAK tidak dianjurkan (pada depresi). Nocturnal enuresis, ANAK 7 tahun, 25 mg, 8-11 th 25-50 mg, lebih dari
11 tahun 50-75 mg, menjelang tidur. Periode pengobatan maksimal (termasuk pemutusan obat bertahap), 3
bulan. Untuk mengulang kembali, periksa pasien lengkap lebih dulu.

KLOMIPRAMIN HIDROKLORIDA
Indikasi:
depresi, fobia dan obsesi. Terapi tambahan untuk katapleksi yang berkaitan dengan narkolepsi; serangan panik.

Peringatan:
lihat amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat amitriptilin hidroklorida.

Dosis:
oral: dosis awal 10 mg/hari, naikkan bila perlu sampai 30-150 mg sehari (LANSIA 30-50 mg/hari), dalam dosis
terbagi atau dosis tunggal menjelang tidur, maksimal 250 mg/hari. Dosis pemeliharaan lazim 30-50 mg/hari
(kasus berat 50-100 mg). ANAK tidak dianjurkan. Untuk kasus fobia dan obsesi, dosis awal 25 mg/hari
(LANSIA 10 mg) naikkan setelah 2 minggu sampai 100-150 mg/hari. ANAK tidak dianjurkan. Terapi tambahan
pada kasus katapleksi yang berkaitan dengan narkolepsi, dosis awal 10 mg/hari bertahap dinaikkan sampai
respons yang memuaskan (rentang dosis 10-75 mg/hari).

NORTRIPTILIN
Indikasi:
penyakit depresi, nocturnal enuresis pada anak.

Peringatan:
lihat pada amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat pada amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat pada amitriptilin hidroklorida, kurang sedatif.

Dosis:

depresi, dosis rendah pada awalnya dan ditingkatkan sesuai yang diperlukan hingga 75-100 mg per hari dalam
dosis terbagi atau sebagai dosis tunggal; pemantauan kadar plasma di atas 100 mg per hari (maksimum 150 mg
per hari, pada pasien rawat inap); REMAJA DAN LANSIA 30-50 mg/hari dalam dosis terbagi; tidak dianjurkan
untuk kasus depresi pada ANAKNocturnal enuresis, ANAK 7 tahun 10 mg, 8-11 tahun 10-20 mg, di atas 11
tahun 25-35 mg, pada malam hari; jangka waktu maksimum pengobatan (termasuk penghentian bertahap) 3
bulan perlu pengujian fisik penuh dan EKG sebelum terapi selanjutnya.

TRIMIPRAMIN
Indikasi:
penyakit depresi, terutama jika diperlukan efek sedasi.

Peringatan:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Dosis:
Awal, 50-75 mg per hari dalam dosis terbagi atau sebagai dosis tunggal menjelang tidur malam, ditingkatkan
jika diperlukan menjadi 150 mg-300 mg per hari; LANSIA, dosis awal, 10-25 mg tiga kali sehari, dosis
pemeliharaan, setengah dosis dewasa; ANAK, tidak direkomendasikan.
Antidepresan Sejenis

Monografi:
MAPROTILIN HIDROKLORIDA

Indikasi:
depresi, terutama bila diperlukan sedasi.

Peringatan:
lihat amitriptilin hidroklorida.

Kontraindikasi:
lihat amitriptilin hidroklorida; riwayat epilepsi.

Efek Samping:
lihat amitriptilin hidroklorida. Efek antimuskarinik lebih jarang, sering terjadi ruam kulit, pada dosis tinggi
risiko kejang meningkat;

Dosis:
dosis awal 25-75 mg (lansia 30 mg)/hari dalam 3 dosis bagi atau dosis tunggal menjelang tidur. Naikkan
bertahap bila perlu, maksimal 150 mg/hari. ANAK tidak dianjurkan.

MIANSERIN HIDROKLORIDA
Indikasi:
depresi, terutama bila diperlukan sedasi.

Peringatan:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (mianserin).

Kontraindikasi:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Amitriptilin hidroklorida; leukopenia, agranulositosis, anemia aplastik (terutama pada lansia); sakit kuning,
artritis, artralgia, sindrom mirip influenza, dapat terjadi. Efek antimuskarinik dan kardiovaskular lebih jarang
dan ringan.

Dosis:
Dosis awal 30-40 mg (lansia 30 mg)/hari dalam dosis terbagi atau dosis tunggal menjelang tidur. Naikkan bila
diperlukan, dosis lazim: 30-90 mg. ANAK tidak dianjurkan.

TRAZODON HIDROKLORIDA
Indikasi:
depresi, terutama bila diperlukan sedasi.

Peringatan:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (trazodon).

Kontraindikasi:
lihat Amitriptilin hidroklorida.

Efek Samping:

lihat Amitriptilin hidroklorida. Efek antimuskarinik dan kardiovaskular lebih jarang. priapisme. (Jika terjadi,
segera hentikan penggunaan).

Dosis:
Dosis awal 150 mg (lansia 100 mg)/hari, dalam dosis terbagi sesudah makan, atau dosis tunggal menjelang
tidur. Dapat dinaikkan sampai 300 mg/hari. Pasien rawat inap sampai maksimal 600 mg/hari dalam dosis
terbagi. ANAK: Tidak dianjurkan.
4.3.2 Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor (SSRI) dan Sejenisnya

Sitalopram, esitalopram, fluoksetin, fluvoksamin, paroksetin, dan sertralin menghambat ambilan kembali
serotonin secara selektif (5-hydroxytryptamine, 5-HT); kelompok obat ini disebut penghambat ambilan kembali
serotonin secara selektif (SSRI).

Gangguan depresi pada anak dan remaja


Berdasarkan rasio manfaat dan risiko, penanganan gangguan depresi pada anak dan remaja dengan
menggunakan SSRI sitaploram, esitalopram, proksetin, sertralin, dan mirtazapin serta venlafaksin tidak
membantu. Uji klinik tidak dapat membuktikan efektifitasnya dan menunjukkan peningkatan risiko. Namun,
dokter spesialis dapat menggunakan obat ini tergantung pada kondisi individual pasien; penggunaan pada anak
dan remaja sebaiknya dimonitor secara ketat terutama terhadap munculnya keinginan bunuh diri, mencelakai
diri sendiri atau keinginan bermusuhan yang terjadi pada awal pengobatan.
Hanya fluoksetin yang menunjukkan efektifitas pada uji klinik, untuk mengatasi gangguan depresi pada anak
dan remaja. Namun, seperti halnya SSRI yang lain, fluoksetin juga sedikit menimbulkan pikiran untuk bunuh
diri dan mencelakai diri sendiri. Secara umum, dengan mempertimbangkan manfaat dan risiko, penggunaan
fluoksetin untuk mengatasi gangguan depresi pada anak dan remaja pada pasien di bawah umur 18 tahun cukup
membantu, tetapi harus dipantau penggunaannya secara ketat, sebagaimana obat SSRI lainnya.
Perhatian. SSRI sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien epilepsi (hindari jika kejang tidak terkendali,
hentikan jika kejang meningkat), penyakit jantung, diabetes melitus, dicurigai adanya glaukoma sudut sempit,
riwayat mania atau gangguan perdarahan (terutama perdarahan pada saluran cerna) dan jika digunakan dengan
obat lain yang dapat meningkatkan risiko perdarahan, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, kehamilan
dan menyusui.
Obat ini juga harus digunakan dengan hati-hati pada pasien yang menerima electro-convulsive therapy (kejang
yang berkepanjangan dilaporkan terjadi pada pemberian fluoksetin).

Risiko tindakan bunuh diri mungkin tinggi pada orang dewasa muda, sehingga diperlukan pengawasan yang
ketat terhadap pasien yang menggunakan SSRI karena dapat mempengaruhi kemampuan (seperti mengemudi).
Interaksi dapat dilihat di bawah dan pada lampiran.

Penghentian obat. Gangguan saluran cerna, sakit kepala, ansietas, pusing, paraestesia, gangguan tidur, lelah,
gejala seperti flu, serta berkeringat merupakan hal yang umum timbul dari penghentian obat SSRI secara tibatiba, atau penurunan dosis yang nyata secara tiba-tiba. Dosis sebaiknya diturunkan sedikit demi sedikit selama
beberapa minggu untuk menghindari efekefek tersebut.

Interaksi. SSRI dan antidepresan terkait baru boleh digunakan setelah penggunaan MAO dihentikan 2 minggu.
Sebaliknya, MAO baru boleh digunakan setelah SSRI dan antidepresan terkait dihentikan paling tidak 1 minggu
(2 minggu pada penggunaan sertralin, paling tidak 5 minggu pada penggunaan fluoksetin). Untuk interaksi
antidepresan SSRI lainnya lihat pada lampiran 1.

Kontraindikasi. SSRI tidak boleh digunakan jika pasien memasuki fase manik.

Efek samping. Efek sedasi SSRI lebih ringan dan dibanding antidepresan trisiklik efek muskarinik dan
kardiotoksiknya lebih sedikit. Efek samping SSRI termasuk efek pada saluran cerna (dipengaruhi dosis dan
sering meliputi, mual, muntah, dispepsia, sakit perut, diare, konstipasi), anoreksia dengan penurunan berat
badan (dilaporkan juga terjadi peningkatan nafsu makan dan peningkatan berat badan) serta reaksi
hipersensitifitas termasuk gatal, urtikaria, angioudem, anafilaksis, artralgia, mialgia, fotosensitifiti, efek samping
lain termasuk mulut kering, gugup, ansietas, halusinasi, mengantuk, kejang (lihat peringatan di atas), galaktorea,
gangguan fungsi seksual, retensi urin, berkeringat, hipomania atau mania (lihat peringatan di atas), gangguan
pergerakan dan diskinesia, gangguan penglihatan, hiponatremia, dan gangguan perdarahan termasuk
ecchymoses dan purpura. Perilaku bunuh diri telah dikaitkan dengan penggunaan antidepresan. Glaukoma sudut
sempit sangat jarang memburuk selama terapi dengan SSRI.

Monografi:
AMINEPTIN
Indikasi:
depresi.

Peringatan:
hamil, menyusui

Interaksi:
penghambat MAO.

Kontraindikasi:
Huntington's chorea, riwayat hepatitis karena amineptin.

Efek Samping:
reaksi kulit, sakit kuning, mudah tersinggung, gugup, insomnia, hipotensi, konstipasi, mulut kering

Dosis:
200 mg/hari dalam dua dosis bagi, pagi dan siang. Pada awal terapi ditambahkan dosis kecil ansiolitik

ESITALOPRAM OKSALAT (MERUPAKAN ISOMER DARI SITALOPRAM)


Indikasi:
lihat keterangan pada dosis.

Peringatan:
lihat keterangan di atas.

Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas; hipotensi postural, sinusitis, fatigue, depersonalisasi, yawning, pireksia, gangguan
pengecapan, memberikan efek berlawanan yaitu meningkatkan depresi pada dosis awal mengatasi gangguan
panik (kurangi dosis).

Dosis:
Penyakit depresi dan gangguan ansietas secara umum (generalised anxiety disorder), 10 mg satu kali sehari,
dapat ditingkatkan jika diperlukan hingga maksimal 20 mg per hari; LANSIA, setengah dosis awal dewasa,
dosis pemeliharaan yang lebih rendah mungkin diperlukan; ANAK DAN REMAJA di bawah 18 tahun, tidak
dianjurkan. Gangguan panik, dosis awal 5 mg per hari, ditingkatkan hingga 10 mg per hari, setelah 7 hari;
maksimal 20 mg per hari; LANSIA, setengah dosis awal dewasa; ANAK DAN REMAJA di bawah 18 tahun,
tidak dianjurkan.Gangguan ansietas (Social anxiety disorder), dosis awal, 10 mg per hari, disesuaikan setelah 24 minggu; dosis lazim 5-20 mg per hari; ANAK DAN REMAJA di bawah 18 tahun, tidak dianjurkan.

FLUOKSETIN
Indikasi:
lihat pada Dosis.

Peringatan:
penyakit jantung, epilepsi (hindari bila sulit dikendalikan), bersama dengan terapi elektro syok, riwayat mania,
gangguan hati dan ginjal, hamil dan menyusui, hindari pemutusan mendadak.

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (antidepresan, SSRI).

Efek Samping:
saluran cerna, reaksi hipersensitivitas, mulut kering, gugup, cemas, nyeri kepala, insomnia, palpitasi, tremor,
bingung, pusing, hipotensi, hipomania atau mania, mengantuk, astenia, kejang, demam, disfungsi seksual,
berkeringat, gangguan gerak dan diskinesia, sindrom neuroleptik maligna, hiponatremia, gangguan fungsi hati,
anemia aplastika, gangguan peredaran darah otak, ekomosis, pneumonia eusinofilik, hiperprolaktinemia, anemia
hemolitik, pankreatitis, pansi?openia, kecenderungan bunuh diri, trombositopenia, purpura trombositopenik,
perdarahan vagina pada pemutusan obat, perilaku kekerasan, rambut rontok

Dosis:
depresi: 20 mg/hari. ANAK: tidak dianjurkanBulimia nervosa : 60 mg/hari.ANAK: tidak dianjurkan. Gangguan
obsesif kompulsif: dosis awal 20 mg/hari, naikkan dosis bila dalam beberapa minggu tak ada respons.
Maksimal: 60 mg/hari. ANAK: tidak dianjurkan.

FLUVOKSAMIN MALEAT
Indikasi:
depresi.

Peringatan:
lihat Fluoksetin; hindari penghentian mendadak, dapat menyebabkan penurunan denyut jantung.

Kontraindikasi:
lihat Fluoksetin.

Efek Samping:
lihat Fluoksetin. jarang menaikkan enzim hati, biasanya dengan gejala (hentikan pengobatan), galaktorea.

Dosis:
dosis awal 100 mg/hari. Maksimal: 300 mg/hari, dosis terbagi. ANAK: tidak dianjurkan.

PAROKSETIN
Indikasi:
depresi gangguan obsesif konpulsif, gangguan panik.

Peringatan:
lihat Fluoksetin.

Kontraindikasi:
lihat Fluoksetin.

Efek Samping:
lihat Fluoksetin. Reaksi ekstrapiramidal dan sindrom putus obat lebih sering dibanding SSRI lain.

Dosis:
biasanya 20 mg tiap pagi, bila perlu naikkan dosis bertahap dengan 10 mg, sampai maksimal 50 mg/hari (lansia
40 mg/hari). ANAK tidak dianjurkan.

SERTRALIN
Indikasi:
Depresi termasuk depresi yang timbul karena ansietas pada pasien dengan atau tanpa riwayat mania, kelainan
obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder), kelainan stres post-trauma (post traumatic stress disorder).

Peringatan:
Lihat keterangan di atas.

Interaksi:
lihat lampiran 1.

Kontraindikasi:
hipersensitivitas komponen obat, penggunaan bersama dengan inhibitor monoamin oksidase (MAOIs) dan
penggunaan bersama dengan pimozide.

Efek Samping:
Lihat keterangan di atas, takikardi, hipotensi postural, bingung, amnesia, perilaku agresif, psikosis, pankreatitis,
hepatitis, jaundice, kegagalan hati, iregular menstruasi, paraestesia, juga dilaporkan terjadinya trombositopenia
(belum ada bukti hubungan sebab akibatnya).

Dosis:
Depresi, dosis awal 50 mg per hari, naikkan dosis jika perlu sebesar 50 mg dalam beberapa minggu hingga
maksimum 200 mg per hari; dosis perawatan 50 mg per hari; anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun tidak
direkomendasikan; kelainan obsesif-kompulsif (obsessive-compulsive disorder), dewasa dan remaja lebih dari
13 tahun, dosis awal 50 mg per hari, naikkan dosis jika perlu secara bertahap sebanyak 50 mg selama beberapa
minggu; interval dosis lazim 50-200 mg per hari; anak-anak umur 6-12 tahun dosis awal 25 mg per hari, naikkan
dosis hingga 50 mg per hari setelah satu minggu, selanjutnya naikkan dosis kembali jika perlu sebanyak 50 mg
dengan interval paling tidak satu minggu (maksimum 200 mg per hari); anak-anak dibawah 6 tahun tidak
direkomendasikan; kelainan stres post-trauma (post traumatic stress disorder), dosis awal 25 mg per hari,
naikkan setelah satu minggu menjadi 50 mg per hari; jika respon yang terjadi hanya sebagian dan jika obat
menjadi ditoleransi, dosis dinaikkan bertahap sebanyak 50 mg selama beberapa minggu hingga maksimum 200
mg per hari. Anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun tidak direkomendasikan.

SITALOPRAM
Indikasi:
penyakit depresi, gangguan panik.

Peringatan:
lihat keterangan di atas.

Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas.

Efek Samping:

lihat keterangan di atas; juga palpitasi, takikardia, hipotensi postural, batuk, yawning, rasa bingung, gangguan
konsentrasi, malaise, amnesia, migrain, paraestesia, mimpi yang abnormal, gangguan pengecapan, peningkatan
salivasi, rinitis, tinnitus, poliuria, gangguan mikturisi, euforia; memberikan efek yang berlawanan berupa
peningkatan depresi pada saat awal terapi pada gangguan panik (kurangi dosis).

Dosis:
Penyakit depresi, 20 mg satu kali sehari pada pagi hari atau malam, ditingkatkan jika perlu hingga maksimal 60
mg sehari (LANSIA, maksimal 40 mg per hari); ANAK dan REMAJA di bawah 18 tahun, tidak
direkomendasikan. Gangguan panik, dosis awal 10 mg sehari ditingkatkan hingga 20 mg setelah 7 hari, dosis
lazim 20-30 mg sehari; maksimal 60 mg sehari (LANSIA, maksimal 40 mg per hari); ANAK dan REMAJA di
bawah 18 tahun, tidak direkomendasikan.
4.3.3 Penghambat Monoamin-Oksidase (MAO)

Golongan penghambat monoamine-oksidase ini lebih jarang digunakan dibanding golongan trisiklik dan
antidepresan terkait ataupun SSRI dan anitidepresan terkait karena faktor interaksinya yang besar dengan
makanan ataupun dengan obat lain, serta kenyataan bahwa lebih mudah meresepkan penghambat MAO jika
antidepresan trisiklik tidak berhasil daripada sebaliknya. Tranilsipromin merupakan penghambat MAO yang
paling berbahaya karena efek stimulannya. Obat pilihan adalah fenelzin atau isokarboksazid di mana efek
stimulannya lebih kecil dan lebih aman. Pasien fobia dan pasien depresi disertai atiptikal, hipokondriakal atau
histeris memberikan respon baik terhadap penghambat MAO. Bagaimanapun, penghambat MAO hanya
digunakan pada pasien yang sulit diatasi dengan antidepresan lain karena kadang ada efek yang berlebihan.
Respon terhadap obat mungkin baru muncul setelah 3 minggu atau lebih dan waktu pengobatan dapat ditambah
1 atau 2 minggu untuk memberikan hasil maksimal.

Penghentian obat. Jika memungkinkan, penghambat MAO sebaiknya dihentikan secara bertahap.

Interaksi Penghambat MAO menghambat monoamin-oksidase yang akan menyebabkan akumulasi dari
neurotransmiter amin. Metabolisme beberapa obat golongan amin seperti simpatomimetik kerja tidak langsung
(terkandung di dalam obat batuk dan dekongestan) juga akan dihambat dan aksi penekannya dapat dipotensiasi.
Efek penekanan dari tiramin (terdapat dalam beberapa makanan seperti keju matang, ikan baring yang
diawetkan, kacang polong, daging-dagingan, ekstrak ragi atau ekstrak kedelai yang difermentasi) dapat juga
dipotensiasi sehingga menjadi berbahaya. Interaksi ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang
berbahaya. Peringatan awal dari gejala dapat berupa sakit kepala yang berdenyut. Pasien sebaiknya dianjurkan

untuk hanya menkonsumsi makanan yang segar dan hindari makanan yang dicurigai sudah basi. Terutama
daging-dagingan, ikan, dan ayam, sebaiknya dihindari. Bahaya dari interaksi ini dapat bertahan selama 2
minggu setelah pengobatan dengan penghambat MAO dihentikan. Pasien juga sebaiknya menghindari minuman
beralkohol ataupun minuman beralkohol rendah.
Antidepresan lain baru boleh digunakan setelah pengobatan dengan penghambat MAO dihentikan selama 2
minggu (3 Minggu jika yang akan diberikan adalah klomipramin atau imipramin). Beberapa dokter
menggunakan golongan trisiklik bersama dengan penghambat MAO, tetapi hal ini berbahaya bahkan berpotensi
dapat menyebabkan kematian kecuali dilakukan oleh dokter yang berpengalaman. Namun belum ada bukti nyata
bahwa penggunaan kombinasi lebih efektif dibanding sediaan tunggal. Kombinasi tranilsypromin dengan
klomipramin khususnya berbahaya. Penghambat MAO baru boleh digunakan setelah penggunaan trisiklik atau
antidepresan terkait dihentikan sedikitnya 7 14 hari (3 minggu jika menggunakan klomipramin atau
imipramin).

Sebagai tambahan, suatu penghambat MAO baru boleh digunakan setelah penggunaan penghambat MAO
sebelumnya dihentikan paling tidak 2 minggu (kemudian dimulai dengan dosis yang diturunkan lebih dahulu).
Interaksi lainnya dengan penghambat MAO termasuk dengan analgesik opioid (petidin) dapat dilihat pada
lampiran 1.

Penghambat MAO reversibel Moklobemid diindikasikan untuk depresi major dan fobia sosial; dilaporkan
memiliki aksi penghambatan reversibel dari monoamin oksidase tipe A. Obat Ini sebaiknya digunakan sebagai
terapi lini ke dua.

Interaksi
Potensiasi terhadap efek penekanan tiramin juga lebih kecil dibanding penghambat MAO (penghambat MAO
ireversibel), tetapi pasien tetap sebaiknya menghindari mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung
tiramin (seperti keju matang, ekstrak ragi, dan produk kedelai fermentasi) dalam jumlah banyak. Risiko interaksi
obat memang dinyatakan lebih kecil, tetapi pasien tetap harus menghindari obatobat simpatomimetik seperti
efedrin dan pseudoefedrin. Sebagai tambahan, moklobemid tidak boleh diberikan dengan antidepresan lainnya.
Karena durasi kerja obat ini pendek, tidak diperlukan waktu jeda setelah penggunaan obat ini dihentikan. Tetapi
obat ini baru boleh mulai diberikan setelah antidepresan trisiklik dan sejenisnya serta SSRI dan sejenisnya
lainnya dihentikan paling tidak 1 minggu (2 minggu jika menggunakan sentralin, dan paling tidak 5 minggu
pada fluoksetin) atau paling tidak 1 minggu setelah penghambat MAO lain dihentikan. Interaksi lainnya dapat
dilihat pada lampiran 1.

Monografi:
MOKLOBEMID
Indikasi:
depresi mayor.

Peringatan:
hindari pada pasien agitasi atau eksitasi (atau beri sedatif sampai 23 minggu), tirotoksikosis, gangguan hati
berat, dapat membangkitkan episode manik pada kelainan bipolar, hamil dan menyusui (hindari).

Interaksi:
lihat lampiran (moklobemid).

Kontraindikasi:
kondisi kebingungan akut, feokromositoma.

Efek Samping:
gangguan tidur, pusing, mual, nyeri kepala, gelisah, agitasi, bingung, kenaikan enzim hati (jarang),
kemungkinan hiponatremia. ruam, pruritus, urtikaria, muka pusing.

Dosis:
dosis awal 300 mg/hari, biasanya dalam dosis terbagi, sesudah makan, sesuaikan dengan respons. Rentang
dosis: 150-600 mg/hari.ANAK : tidak dianjurkan.
4.3.4 Antidepresan Lain

Duloksetin menghambat ambilan kembali serotonin dan noradrenalin dan digunakan untuk mengobati gangguan
depresi major. Tioksanten flupentiksol memiliki efek antidepresan, dan dengan dosis rendah (1-3 mg per hari),
diberikan secara oral. Flupentiksol juga digunakan untuk mengatasi psikosis. Mirtazapin, suatu 2-antagonis

presinapsis, meningkatkan neurotransmitter noradrenergik dan serotonergik. Memiliki sedikit efek


antimuskarinik tetapi menyebabkan sedasi selama awal pengobatan.

Reboksetin, penghambat selektif ambilan kembali noradrenalin digunakan untuk menangani depresi.

Triptofan digunakan sebagai terapi tambahan untuk depresi yang tidak dapat diatasi lagi dengan antidepresan
standar. Obat ini dikaitkan dengan sindroma eosinofilia- mialgia. Triptofan sebaiknya diberikan di bawah
pengawasan dokter spesialis. Venlafaksin adalah penghambat ambilan kembali serotonin dan noradrenalin;
tetapi tidak memiliki efek sedatif dan antimuskarinik seperti antidepresan trisiklik.

Monografi:
AGOMELATIN
Indikasi:
pengobatan episode depresi mayor pada pasien dewasa.

Peringatan:
Pasien dengan riwayat mania atau hipomania, riwayat percobaan bunuh diri, pasien dengan peningkatan serum
trans aminase, intoleransi laktosa. Belum ada data khasiat dan keamanan pada pasien lansia dengan demensia,
kehamilan dan menyusui.

Interaksi:
Penghambat CYP1A2 sedang seperti propanolol, grepafloksasin, enoksasin dan estrogen dapat meningkatkan
kadar agomelatin.

Kontraindikasi:
hipersensitif, gangguan fungsi hati seperti sirosis atau penyakit hati aktif, penggunaan bersamaan dengan
penghambat CYP1A2 seperti fluvoksamin, siprofloksasin.

Efek Samping:

sakit kepala, pusing, lemas, insomnia, migrain, mual, diare, konstipasi, nyeri perut bagian atas, hiperhidrosis,
nyeri punggung, kelelahan, peningkatan ALAT/ ASAT pada pemeriksaan fungsi hati, kecemasan.

Dosis:
25 mg 1 kali sehari diminum saat akan tidur malam.
Jika tidak ada perbaikan setelah 2 minggu pengobatan, dosis dapat ditingkatkan menjadi 50 mg sekali sehari.
Pasien dengan depresi harus diobati minimal selama 6 bulan untuk memastikan pasien sudah tidak mengalami
gejala lagi.
Tidak dianjurkan untuk pasien di bawah 18 tahun.

DULOKSETIN HCL
Indikasi:
gangguan depresi mayor.

Peringatan:
interval QT memanjang, gangguan konduksi jantung, pemakaian bersama dengan obat-obatan yang
memperpanjang interval QT, gagal jantung kongestif, hamil dan menyusui; aktivasi mania/hipomania.

Interaksi:
tidak boleh digunakan bersamaan dengan MAOI irreversibel non selektif seperti obat SSRI (paroksetin,
fluoksetin) karena risiko sindrom serotonin, diberikan 14 hari setelah penghentian MAOI atau MAOI dapat
diberikan minimal 5 hari setelah penghentian duloksetin. Tidak boleh digunakan bersamaan dengan
fluvoksamin, siprofloksasin atau enoksasin karena dapat meningkatkan kadar duloksetin dalam plasma.

Kontraindikasi:
hipersensitif terhadap duloksetin dan komponen produk; kerusakan ginjal berat, penyakit hati yang
menyebabkan kerusakan hati.

Efek Samping:

konstipasi, mulut kering, mual; lebih jarang, diare, muntah, nafsu makan berkurang, berat badan berkurang,
lelah, pusing (kecuali vertigo), mengantuk, tremor, keringat berlebih, wajah memerah, pandangan kabur,
anorgasmia, insomnia, libido menurun, ejakulasi tertunda, gangguan ejakulasi, disfungsi ereksi.

Dosis:
Dosis awal, 60 mg satu kali sehari (maksimal 120 mg dua kali sehari). Tidak direkomendasikan untuk ANAK
dan REMAJA di bawah 16 tahun.

MIRTAZAPIN
Indikasi:
depresi mayor.

Peringatan:
gangguan jantung, hipotensi, riwayat retensi urin, sensitif mengalami glaukoma sudut sempit, diabetes melitus,
penyakit jiwa (dapat memperburuk gejala gangguan kejiwaan), riwayat seizure atau depresi bipolar; gangguan
fungsi hati; gangguan fungsi ginjal; kehamilan (lampiran 4); menyusui (lampiran 5). Gangguan darah: Pasien
harus melaporkan setiap gejala demam, nyeri kerongkongan, stomatitis atau gejala lain dari infeksi selama
terapi. Obat harus segera dihentikan jika terjadi diskrasia darah. Gejala putus obat : mual, muntah, pusing,
agitasi, ansietas dan sakit kepala merupakan gejala yang umum terjadi jika obat dihentikan secara tiba-tiba atau
jika dosis obat diturunkan secara bermakna; dosis sebaiknya diturunkan perlahan dalam beberapa minggu.

Interaksi:
lihat lampiran 1 (mirtazapin).

Efek Samping:
meningkatkan nafsu makan dan berat badan; edema, sedasi; kurang umum terjadi, pusing, sakit kepala; jarang,
hipotensi postural, mimpi yang abnormal, mania, perilaku ingin bunuh diri, seizure, tremor, mioklonik,
paraestesia, artralgia, mialgia, akatisia, ruam kulit dan gangguan darah termasuk agranulositosis yang terjadi
secara reversibel (lihat peringatan); sangat jarang, glaukoma sudut sempit.

Dosis:
Awal, 15 mg sehari, diminum menjelang tidur pada malam hari, dapat ditingkatkan dalam 2-4 minggu menurut
respons; maksimal 45 mg sehari sebagai dosis tunggal pada malam hari menjelang tidur atau dalam dua dosis
terbagi; ANAK dan REMAJA di bawah 18 tahun, tidak direkomendasikan.

VENLAFAKSIN
Indikasi:
Depresi sedang sampai berat, termasuk depresi yang disebabkan karena ansietas.

Peringatan:
Diperlukan pemeriksaan EKG sebelum pengobatan, lakukan pengukuran tekanan darah sebelum dan secara
periodik selama pengobatan; riwayat epilepsi, glukoma sudut sempit, penggunaan bersama obat lain dapat
meningkatkan risiko perdarahan, riwayat gangguan perdarahan, gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal
(lampiran 3), dapat mempengaruhi kewaspadaan (misal: mengemudi).Gejala putus obat : gangguan
gastrointestinal, sakit kepala, anxietas, pusing, paraestesia, tremor, gangguan tidur, dan berkeringat. Hal-hal
tersebut di atas sering muncul pada gejala putus obat jika pengobatan dihentikan mendadak atau dosis
diturunkan secara bermakna; Dosis sebaiknya diturunkan secara bertahap dalam beberapa minggu.

Kontraindikasi:
Penyakit jantung, gangguan elektrolit, hipertensi, gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat, kehamilan
(lampiran 4) dan menyusui (lampiran 5), penggunaan bersamaan venlafaksin dengan inhibitor monoamin
oksidase.

Efek Samping:
konstipasi, mual, pusing, mulut kering, insomnia, gugup, mengantuk, astenia, sakit kepala, disfungsi seksual,
berkeringat. Umum terjadi : anoreksia, perubahan berat badan, diare, dispepsia, muntah, sakit perut, hipertensi,
palpitasi, vasodilatasi, perubahan kolesterol dalam serum, rasa dingin, pireksia, dispnoea, yawning, mimpi aneh,
agitasi, anxietas, bingung, hipertonia, paraestesia, tremor, sering buang air kecil, gangguan menstruasi,
arthralgia, mialgia, gangguan penglihatan, midriasis, tinnitus, pruritus, ruam kulit. Tidak umum terjadi : apathy,
bruxism, gangguan mengecap, hipotensi, postural hipotensi, arhitmia, sindroma kurangnya sekresi hormon
antidiuretik, halusinasi, myoclonus, retensi urin, gangguan perdarahan (meliputi echymosis dan hemoragik),
alopesia, reaksi hipersensitivitas meliputi angioedema, urtikaria, fotosensitivitas, jarang terjadi, perpanjangan

interval QT, ataksia, inkoordinasi, gangguan bicara, efek ekstrapiramidal, keinginan bunuh diri, mania dan
hipomania, agresi, seizure, sindroma serotonin dan sindroma malignansi neuroleptik, peningkatan kadar
prolaktin, diskrasia darah, rabdomiolisis, eritema multiforma, Sindroma Stevens?ohnson, hepatitis, dan
dilaporkan terjadinya pankreatitis.

Dosis:
Depresi, dosis awal 75 mg per hari dalam 2 dosis terbagi, naikkan dosis jika perlu setelah 3-4 minggu menjadi
150 mg per hari dalam 2 dosis terbagi; depresi berat atau pasien rawat inap dosis dinaikkan lebih cepat dan
bertahap sebanyak 75 mg setiap 2-3 hari hingga maksimum 375 mg per hari, selanjutnya dosis diturunkan
secara bertahap. Anak-anak dan dewasa di bawah umur 18 tahun tidak direkomendasikan.Sediaan lepas lambat,
75 mg sekali sehari, jika dalam 2 minggu dibutuhkan peningkatan efek klinik, dosis dapat ditingkatkan hingga
150 mg sekali sehari. Jika diperlukan, dosis dapat ditingkatkan kembali hingga 275 mg sekali sehari.
Peningkatan dosis sebaiknya dalam interval waktu 2 minggu atau lebih namun tidak boleh kurang dari 4 hari.
Obat sebaiknya diberikan sekali sehari pada waktu yang sama, pagi hari atau sore hari.
4.4 Gangguan Pemusatan Perhatian

(Attention Deficit Hyperactivity Disorder-ADHD)

Amfetamin (terutama deksamfetamin) dan obatobat terkait (misalnya metilfenidat) termasuk ke dalam
pemacu/stimulan sistem saraf pusat. Obatobat ini memiliki indikasi yang sempit dan tidak boleh digunakan
untuk mengatasi depresi, obesitas, keadaan lemah semasa pemulihan, debilitas atau menghilangkan rasa lesu.

Metilfenidat digunakan untuk mengatasi gangguan pemusatan perhatian (ADHD) pada anak dan remaja sebagai
bagian dari program pengobatan yang komprehensif. Obat ini secara umum tidak mempengaruhi pertumbuhan,
tetapi disarankan untuk melakukan monitor selama masa pengobatan. Deksamfetamin merupakan obat alternatif
pada anak yang tidak memberikan respon terhadap metilfenidat. Atomoksetin digunakan untuk mengatasi
ADHD pada anak. Namun keamanan jangka panjangnya belum diketahui dengan pasti. Obat yang digunakan
untuk mengatasi ADHD sebaiknya diberikan mulamula oleh dokter spesialis ADHD dan dapat dilanjutkan oleh
dokter umum di bawah pengawasan dokter spesialis. Pengobatan seringkali berlanjut hingga remaja, dan dapat
dilanjutkan hingga pasien dewasa. Antidepresan trisiklik seperti imipramin kadang digunakan untuk mengatasi
ADHD, tetapi tidak boleh diresepkan bersamaan dengan stimulan SSP.

Modafinil digunakan untuk mengatasi rasa mengantuk pada siang hari yang disebabkan narkolepsi dan
obstructive sleep apnoea syndrome; ketergantungan yang timbul pada penggunaan jangka panjang tidak boleh
diabaikan, oleh karena itu sebaiknya digunakan dengan hati-hati.
Pasien dengan narkolepsi dapat diatasi dengan deksamfetamin.

Monografi:
ATOMOKSETIN
Indikasi:
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).

Peringatan:
hipertensi, takikardia, penyakit jantung, riwayat kejang. Kehamilan dan menyusui. Anak di bawah 6 tahun.

Interaksi:
memerlukan penyesuaian dosis atomoksetin pada penggunaan bersama dengan penghambat CYP2D6 (SSRI
seperti: fluoksetin, paroksetin, kuinidin, dan terbinafin). Sebaiknya tidak digunakan bersama dengan salbutamol,
antidepresan, neuroleptik, meflokuin, bupropion, tramadol, agen pressor, penghambat MAO.

Kontraindikasi:
hipersensitif; glaukoma sudut sempit; pemberian bersama dengan penghambat MAO.

Efek Samping:
rasa tidak nyaman di perut, nafsu makan berkurang, mual, muntah, pusing, kelelahan, suasana hati mudah
berubah, konstipasi, mulut kering, gangguan tidur, gangguan fungsi seksual, masalah buang air kecil, kram saat
haid.

Dosis:

Dewasa dan anak/remaja dengan berat badan > 70 kg: dimulai dengan dosis harian total 40 mg dan ditingkatkan
setelah minimum 3 hari untuk mencapai dosis total harian sekitar 80 mg dalam dosis tunggal (pagi hari) atau
dalam dosis terbagi (pagi dan malam hari). Setelah 2-4 minggu, dosis dapat ditingkatkan. Dosis maksimum 100
mg.
Anak/remaja dengan berat badan hingga 70 kg: dosis awal dimulai dengan dosis harian total 0,5 mg/kgBB dan
ditingkatkan setelah minimum 3 hari untuk mencapai dosis total harian 1,2 mg/kgBB, diberikan dalam dosis
tunggal (pagi hari) atau dosis terbagi (pagi dan malam hari).

METILFENIDAT HIDROKLORIDA
Indikasi:
attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) pada anak 6-17 tahun dan dewasa 18-65 tahun yang memenuhi
kriteria DSM-IV untuk ADHD.

Peringatan:
psikosis, hipertensi, riwayat ketergantungan obat atau alkohol, epilepsi (hentikan pengobatan jika meningkatkan
frekuensi kejang), monitoring hematologi (untuk pengobatan jangka panjang), hindari pemutusan obat secara
mendadak, monitor pertumbuhan (untuk pengobatan jangka panjang), gangguan penglihatan, kehamilan,
menyusui.

Kontraindikasi:
ansietas berat, depresi berat, tegang, agitasi, hipersensitivitas, glaukoma,tics atau riwayat keluarga mengalami
sindroma Tourette, (kanker kelenjar adrenal), anak dibawah 6 tahun, dalam terapi inhibitor monoamin ok sidase
(MAO), 14 hari setelah penghentian terapi inhibitor monoamin oksidase (MAO ), pencegahan atau terapi
kondisi letih (normal fatigue states).

Efek Samping:
umum terjadi pada anak: nasofaringitis, insomnia, sakit kepala, pusing, batuk, nyeri orofaring, nyeri abdomen
atas, muntah, pireksia; umum terjadi pada dewasa: infeksi saluran pernapasan atas, sinusitis, penurunan nafsu
makan, anoreksia, insomnia, ansietas, perasaan tertekan, gelisah, agitasi, gugup, bruxism, depresi, labil,
penurunan libido, serangan panik, tegang, agresi, bingung, sakit kepa la, pusing, tremor, kesemutan, tension
headache , gangguan akomodasi mata, penglihatan kabur, verti go, takikardi, palpitasi, hipertensi, hot flush,
nyeri orofaringeal, batuk, dispnea, mulut kering, mual, dispepsia, muntah, konstipasi, hiperhidrosis, mialgia,

artalgia, otot kaku, kejang otot, disfungsi ereksi, irratibilitas, lelah, haus, lemah, penurunan berat badan,
peningkatan detak jantung, peningkatan tekanan darah, peningkatan alanin amino transferase, tics, mood
swings , somnolens, diare, rasa tidak nyaman pada abdomen, nyeri abdomen, ruam, feeling jittery, tidak umum :
leukopenia, rasa marah, gangguan tidur, hypervigilance , rasa ingin menangis, gangguan mood , hiperaktif
psikomotor, sedasi, letargi, mata kering, rashmacular , cardiac murmur ; telah dilaporkan terjadi pada pasca
pemasaran dalam frekeunsi yang tidak diketahui : pansitopenia, trombositopenia, thrombocytopenic purpura ,
halusinasi, halusinasi penglihatan, konvulsi, konvulsi grand mal , miopia, bradikardi, takikardi supraventrikel,
fenomena Raynaud , hiperpireksia, penurunan respons terapi, peningka tan fosfatase alkali, penurunan jumlah
platelet, abnormalitas jumlah sel darah putih; umum : artralgia, mialgia; tidak umum : mania, diskinesia,
alopesia, muscle twitching, reaksi hipersensitivitas seperti angioedema, reaksi anafilaktik, auricular swelling ,
ballous condition , exfoliative condition , urtikaria, pruritus, ruam, erupsi, eksantema, nyeri dada, rasa tidak
nyaman di dada, penurunan efek obat, peningkatan bilirubin, peningkatan enzim hepatik; jarang: halusinasi
pendengaran, gangguan penglihatan, diplopia, midriasis, eritema; sangat jarang: angina pektoris, ekstrasistol,
ekstrasistol ventrikel.

Dosis:
dewasa: 5 mg dosis awal 5 mg, 2-3 kali sehari,naikkan dosis jika perlu dengan interval tiap minggu berdasarkan
respon maksimal 100 mg dalam dosisi terbagi 2-3 kali; anak usia 6-8 tahun: dosis awal 5 mg, 12 kali sehari,
naikkan dosis jika perlu dengan interval tiap minggu sebanyak 510 mg per hari hingga maksimum 60mg per
hari dalam dosis terbagi 2-3 kali, dapat pula ditingkatkan hingga 2,1 mg/kg per harinya dalam dosis dosis
terbagi 2-3 (maksimum 90 mg per hari) dibawah pengawsan dokter spesialis, hentikan pemakaian jika tidak ada
respon setelah 1 bulan, dan juga hentikan secara periodik untuk menilai kondisi anak (biasanya pada akhirnya
dihentikan selama atau setelah pubertas), jika efek berkurang pada malam hari, pemberian satu kali dosis pada
sesaat sebelum tidur dapat dilakukan.
Dosis extended release: dosis awal : belum pernah menggunakan metilfenidat atau stimulan lainnya: anak dan
remaja usia 6-17 tahun : 18 mg satu kali sehari, Dewasa : 18 atau 36 mg satu kali sehari, pasien yang telah
menggunakan metilfenidat direkomendasikan untuk mengikuti dosis pengganti dari tablet ke table pelepasan
diperlambat sebagai berikut:
Dosis metilfenidat sebelumnya
Dosis metifenidat extended release yang
direkomendasikan
5 mg metilfenidat 2-3 kali sehari

5 mg metilfenidat 2-3 kali sehari


10 mg metilfenidat 2-3 kali sehari
36 mg tiap pagi
15 mg metilfenidat 2-3 kali sehari
54 mg tiap pagi
20 mg metilfenidat 2-3 kali sehari
72 mg tiap pagi
Dosis dapat ditingkatkan jika perlu dan sesuai respon, peningkatan dosis sebesar18 mg secara bertahap dengan
interval tiap minggu, dengan dosis per hari di atas 54 mg untuk anak usia 6-12 tahun, 72 mg untuk remaja usia
12-18 tahun, sedangkan untuk dewasa tidak direkomendasikan.

Anda mungkin juga menyukai