Anda di halaman 1dari 21

TINJAUAN PUSTAKA

Katarak Komplikata
Katarak komplikata merupakan katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses
degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra ocular, iskemia ocular,
nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat suatu trauma dan pasca bedah mata. 1
Katarak komplikata dapat juga disebabkan oleh penyakit sistemik endokrin (diabetes mellitus,
hipoparatiroid, galaktosemia, dan miotonia distrofi) dan keracunan obat (tiotepa intravena, steroid lokal
lama, steroid sistemik, oral kontra septic dan miotika antikolinesterase). Katarak komplikata memberikan
tanda khusus dimana mulai katarak selamanya di daerah bawah kapsul atau pada lapis korteks, kekeruhan
dapat difus, pungtata ataupun linear. 1
Dikenal dua bentuk yaitu bentuk yang disebabkan kelainan pada polus posterior terjadi akibat
penyakit koroiditis, retinitis pigmentosa, ablasi retina, kontusio retina dan myopia tinggi yang
mengakibatkan kelainan badan kaca. Biasanya kelainan ini berjalan aksial yang biasanya tidak berjalan
cepat dalam nucleus, sehingga sering terlihat nucleus lensa tetap jernih. Katarak akibat myopia tinggi dan
ablasi retina memberikan gambaran agak berlainan. 1
Katarak akibat kelainan polus anterior bola mata biasanya akibat kelainan kornea berat,
iridosiklitis, kelainan neoplasma dan glaucoma. Pada iridosiklitis akan mengakibatkan katarak
subkapsularis anterior. Pada katarak akibat glaucoma akan terlihat katarak diseminata pungtata
subkapsular anterior (Katarak Vogt). Penyebabnya : 5
1. Penyakit lokal di mata
2. Penyakit sistemik, yang mengenai seluruh tubuh, terutama penyakit endokrin
3. Trauma : -

Fisik : radiasi
-

Mekanis : pasca bedah atau kecelakaan

Kimia : zat toksis

I. Penyakit Lokal Mata


Glaukoma
Glaukoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau gejala
patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO) dengan segala akibatnya. Selain itu

glaukoma memberikan gambaran klinik berupa penggaungan papil saraf optik dengan defek lapang
pandang mata.
Glaukoma dapat timbul secara perlahan dan menyebabkan hilangnya lapang pandang ireversibel
tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat timbul secara tiba-tiba dan menyebabkan kebutaan
dalam beberapa jam. Jika peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi pada
sel ganglion retina, merusak diskus optikus sehingga menyebabkan atrofi saraf optik dan hilangnya
pandangan perifer.
Glaukoma pada saat serangan akut dapat mengakibatkan gangguan keseimbangan cairan lensa
subkapsul anterior. Bentuk kekeruhan ini berupa titik-titik yang tersebar sehingga dinamakan katarak
pungtata subkapsular diseminata anterior atau dapat disebut menurut penemunya katarak Vogt. Kekeruhan
seperti porselen/susu tumpah di meja pada subkapsul anterior. Katarak ini bersifat reversible dan dapat
hilang bila tekanan bola mata sudah terkontrol. 5
Uveitis
Seperti semua proses radang, uveitis anterior ditandai dengan adanya dilatasi pembuluh darah
yang akan menimbulkan gejala hyperemia silier (hiperemi perikorneal atau perikorneal vascular
injection). Peningkatkan permeabilitas ini akan menyebabkan eksudasi ke dalam akuos humor, sehingga
terjadi peningkatan konsentrasi protein dalam akuos humor. Pada pemeriksaan slit lamp hal ini tampak
sebagai akuos flare atau sel, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak brown (efek tyndal). Kedua gejala
tersebut menunjukkan proses peradangan akut.
Pada proses yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang di dalam bilik mata
depan yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam bilik mata depan yang dikenal dengan
hifema. Apabila proses radang berlangsung lama dan berulang, maka sel-sel radang melekat pada endotel
kornea, disebut sebagai keratic precipitate. Jika tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses
peradangan akan berjalan terus dan menimbulkan komplikasi.
Perubahan lensa sering terjadi sebagai akibat sekunder dari uveitis kronis. Biasanya muncul
katarak subkapsular posterior, dan juga dapat terjadi perubahan lensa anterior. Pembentukan sinekia
posterior sering berhubungan dengan penebalan kapsul lensa anterior dan perkembangan fibrovaskular
yang melewatinya dan melewati pupil. Kekeruhan juga dapat terjadi pada tempat iris melekat dengan
lensa (sinekia posterior) yang dapat berkembang mengenai seluruh lensa. Kekeruhan dapat bermacammacam, dapat difus, total, atau hanya terbatas pada tempat sinekia posterior. Perubahan lensa pada

katarak sekunder karena uveitis dapat berkembang menjadi katarak matur. Deposit kalsium dapat diamati
pada kapsul anterior atau dalam substansi lensa. 2
Miopia Maligna
Miopia maligna adalah miopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan ablasio retina
dan kebutaan. Miopia maligna biasanya bila mopia lebih dari 6 dioptri disertai kelainan pada fundus okuli
dan pada panjangnya bola mata sampai terbentuk stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal
papil disertai dengan atrofi korioretina.
Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang kadang terjadi ruptur
membran Bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Dapat
juga ditemukan bercak Fuch berupa hiperplasi pigmen epitel dan perdarahan, atrofi lapis sensoris retina
luar, dan lebih lanjut akan terjadi degenerasi papil saaraf optik. Miopia maligna dapat ditemukan pada
semua umur dan terjadi sejak lahir. Pada anak-anak diagnosis sudah dapat dibuat jika terdapat
peningkatan beratnya miopia dalam waktu yang relatif pendek.
Katarak miopia dikarenakan terjadinya degenerasi badan kaca, yang merupakan proses primer,
yang menyebabkan nutrisi lensa terganggu, juga karena lensa pada miopia kehilangan transparasi
sehingga menyebabkan katarak. 5
II. Penyakit Sistemik
Katarak Diabetes Melitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksinya, dan besaran
akomodasinya. Seiring dengan meningkatnya kadar gula darah, demikian pula kandungan glukosa di
humor aqueous. Karena glukosa dari aqueous masuk ke lensa secara difusi, oleh karenanya glukosa yang
terkandung dalam lensa akan meningkat. Beberapa glukosa dikonversi oleh enzim aldosa reduktase
menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisir tetapi menetap dalam lensa.
Kemudian, tekanan osmotic menyebabkan influks air ke dalam lensa, yang menyebabkan edema
serabut-serabut lensa. Keadaan hidrasi lensa dapat mempengaruhi kekuatan refraksi lensa. Pasien diabetes
mungkin menunjukkan perubahan refraksi sementara, yang paling sering adalah miopia, tetapi kadangkadang hipermetrop. Orang-orang diabetes menurun kekuatan akomodasinya dibandingkan dengan
kontrol pada umur yang sesuai, dan presbiopia dapat timbul pada usia yang lebih muda pada pasien
dengan diabetes daripada pasien-pasien nondiabetes.

Katarak merupakan penyebab umum penurunan visual pada pasien-pasien diabetes. Meskipun
dua tipe katarak secara klasik teramati pada pasien diabetes pola-pola lainnya juga dapat terjadi. Katarak
diabetes sejati atau katarak snowflake, memiliki gambaran perubahan lensa subkapsular yang tersebar
luas, bilateral,beronset cepat dan akut, biasanya pada orang muda dengan diabetes mellitus yang tidak
terkontrol. Kekeruhan subkapsular putih abu-abu multiple yang memiliki gambaran snowflake (butiran
salju) terlihat pertama kali di korteks lensa anterior dan posterior superfisial. Vakuola tampak dalam
kapsul, dan bentuk celah di korteks. Katarak kortikal intumescent dan matur terjadi segera sesudahnya.
Katarak senillis adalah tipe kedua yang sering teramati pada pasien diabetes. Bukti menunjukkan
bahwa pasien diabetes memiliki peningkatan risiko perubahan lensa berhubungan dengan umur dan
perubahan lensa ini cenderung terjadi pada usia yang lebih muda daripada pasien tanpa diabetes. Pasien
diabetes memiliki risiko tinggi terjadinya katarak berhubungan dengan umur yang mungkin merupakan
hasil dari akumulasi sorbitol dalam lensa, perubahan hidrasi yang mengikutinya, dengan peningkatan
glikolisasi protein pada lensa diabetika.2
Galaktosemia
Galaktosemia merupakan ketidakmampuan mengubah galaktosa menjadi glukosa yang
diwariskan secara autosom resesif. Sebagai konsekuensinya, galaktosa terakumulasi pada jaringan tubuh,
yang dengan metabolisme lebih lanjut mengkonversi galaktosa menjadi galaktitol (dulsitol), gula alkohol
dari galaktosa. Galaktosemia merupakan hasil adanya defek pada satu dari tiga enzim yang terlibat dalam
metabolism galaktosa: galaktosa 1-fosfat uridil transferase, galaktokinase, atau UDP-galaktosa-4epimerase. Bentuk yang paling umum dan paling berat, dikenal sebagai galaktosemia klasik, disebabkan
oleh defek pada enzim transferase. Enzim ini penting untuk mengubah galaktosa menjadi glukosa, karena
laktosa yang merupakan gula utama susu adalah disakarida yang mengandung glukosa dan galaktosa.
Pada galaktosemia klasik, gejala-gejala malnutrisi, hepatomegali, jaundice, dan defisiensi mental
muncul pada beberapa minggu pertama kehidupan. Penyakit ini bersifat fatal jika tidak terdiagnosis dan
tidak diterapi. Diagnosis galaktosemia klasik dapat dikonfirmasi dengan ditemukannya substansi
galaktosa reduksi non glukosa di urin.
Pasien-pasien dengan galaktosemia klasik, 75% akan timbul katarak, biasanya dalam beberapa
minggu pertama setelah kelahiran. Akumulasi galaktosa dan galaktiol dalam sel-sel lensa menyebabkan
peningkatan tekanan osmotic intraselular dan influks cairan lensa. Biasanya, nucleus dan korteks bagian
dalam menjadi keruh, menyebabkan gambaran tetesan minyak pada retroiluminasi. Jika penyakit ini
tetap tidak diterapi, katarak berkembang menjadi kekeruhan lensa total. Terapi galaktosemia adalah

mengeliminasi susu dan produk susu dari diit. Pada beberapa kasus, pembentukan katarak awal dapat
dibalik oleh diagnosis yang tepat dan intervensi diit.
Defisiensi dua enzim lainnya, epimerase dan galaktokinase, juga dapat menyebabkan
galaktosemia. Defisiensi ini lebih jarang dan menyebabkan abnormalitas sistematis yang lebih ringan.
Katarak dapat juga tampak tetapi biasanya muncul pada umur yang lebih tua daripada galaktosemia
klasik.2
Hipokalsemia (Katarak Tetani)
Katarak mungkin terjadi dalam hubungan dengan setiap keadaan yang menyebabkan
hipokalsemia. Hipokalsemia dapat idiopatik, atau dapat timbul sebagai hasil dari perusakan yang tidak
disengaja glandula paratiroidea selama operasi tiroid. Biasanya bilateral, katarak hipokalsemia adalah
kekeruhan iridescent punctata di korteks anterior dan posterior yang terletak diantara kapsul lensa dan
biasanya dipisahkan dari kapsul lensa oleh suatu daerah lensa yang jernih. Kekeruhan ini mungkin tetap
stabil atau matur menjadi katarak kortikal total. Pada pemeriksaan darah terlihat kadar kalsium turun. 2
III. Trauma
Katarak Diinduksi Radiasi
Radiasi pengion. Lensa sangat sensitive terhadap radiasi pengion; bagaimanapun juga diperlukan
20 tahun setelah paparan sebelum katarak menjadi tampak secara klinis. Periode laten ini berhubungan
dengan dosis radiasi dan usia pasien, semakin muda semakin rentan terhadap radiasi pengion karena
memiliki sel-sel lensa yangs sedang tumbuh secara aktif. Radiasi pengion pada daerah x-ray (panjang
gelombang 0,001-10 nm) dapat menyebabkan katarak pada beberapa individu dengan dosis 200 rad tiap
fraksi. Tanda klinis pertama katarak diinduksi radiasi seringkali berupa kekeruhan punctata di dalam
kapsul posterior dan kekeruhan subkapsular anterior yang halus menjalar kearah ekuator lensa.
Kekeruhan ini dapat berkembang menjadi kekeruhan lensa total.
Radiasi inframerah (katarak glassblowers). Paparan radiasi inframerah dan panas yang terus
menerus ke mata pada waktu yang lama dapat menyebabkan lapisan terluar kapsul lensa anterior
mengelupas dan menjadi lapisan tunggal. Eksfoliasi sesungguhnya dari kapsul lensa, dengan lamella
terluar terkelupas menggulung diatasnya, jarang terlihat saat ini. Katarak kortikal mungkin berkaitan
dengan keadaan ini.
Radiasi ultraviolet. Bukti eksperimental menunjukkan bahwa lensa rentan terhadap kerusakan
yang disebabkan oleh radiasi ultraviolet pada daerah UVB 290-320 nm. Bukti epidemiologis dan

penelitian berbasiskan populasi mengindikasikan bahwa paparan jangka lama terhadap UVB dari paparan
sinar matahari berhubungan dengan peningkatan risiko katarak kortikal dan subkapsular posterior.2
Mekanis
Trauma Tembus dan Trauma Tak Tembus
Trauma pada umumnya menyebabkan katarak monookuler. Trauma fisik baik tembus maupun
tidak tembus dapat merusak kapsul lensa, cairan COA masuk ke dalam lensa dan timbul katarak. Trauma
tak tembus (tumpul) dapat menimbulkan katarak dengan berbagai bentuk :
a. Vossious ring
Cetakan pupil pada lensa akibat trauma tumpul yang berbentuk vossious ring yaitu lingkaran
yang terbentuk oleh granula coklat kemerah-merahan dari pigmen iris dengan garis tengah kurang
lebih 1 mm. Secara normal menjadi padat sesudah trauma. Cincin vossious cenderung untuk
menghilang sedikit demi sedikit. Kekeruhan kapsul yang kecil-kecil dan tersebar dapat ditemui
sesudah menghilangnya pigmen.
b. Roset (bintang)
Katarak berbentuk roset; bentuk ini dapat terjadi segera sesudah trauma tetapi dapat juga
beberapa minggu sesudahnya. Trauma tumpul mengakibatkan perubahan susunan serat-serat
lensa dan susunan sisten suture (tempat pertemuan serat lensa) sehingga terjadi bentuk roset.
Bentuk ini dapat sementara dan dapat juga menetap.
c. Katarak zonuler atau lamellar
Bentuk ini sering ditemukan pada orang muda sesudah trauma. Penyebabnya karena adanya
perubahan permeabilitas kapsul lensa yang mengakibatkan degenerasi lapisan korteks superfisial.
Trauma tumpul akibat tinju atau bola dapat menyebabkan robekan kapsul, walaupun tanpa trauma
tembus mata. Bahan-bahan lensa dapat keluar melalui robekan kapsul ini dan bila diabsorbsi
maka mata akan menjadi afakia.
Trauma penetrasi atau perforasi lensa sering mengakibatkan kekeruhan korteks pada sisi yang
rupture, biasanya berkembang secara cepat menjadi kekeruhan total. Kadang-kadang trauma perforasi
kecil pada kapsul lensa dapat sembuh, sehingga menimbulkan katarak kortikal fokal yang stasioner.5

Pasca Bedah
Katarak sekunder menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak traumatic yang
terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak ekstrakapsular (EKEK). Hal ini terjadi akibat
terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang tertinggal, paling cepat keadaan ini terlihat sesudah
dua hari EKEK. Bentuk lain yang merupakan proliferasi epitel lensa pada katarak sekunder berupa
mutiara Elsching dan cincin Soemmering. Katarak sekunder merupakan fibrin sesudah suatu operasi
EKEK atau sesudah trauma yang memecah lensa.
Cincin Soemmering mungkin akan bertambah besar oleh karena daya regenerasi epitel yang
terdapat di dalamnya. Cincin Soemmering terjadi akibat kapsul anterior yang pecah dan traksi ke arah
pinggir-pinggir melekat pada kapsula posterior meninggalkan daerah yang jernih di tengah, dan
membentuk gambaran cincin. Pada cincin ini tertimbun serabut lensa epitel yang berproliferasi.
Mutiara Elsching adalah epitel subkapsular yang berproliferasi dan membesar sehingga tampak
sebagai busa sabun atau telur kodok. Mutiara elsching ini mungkin akan menghilang dalam beberapa
tahun oleh karena pecah dindingnya. 1
Kimia
Obat-obatan
Kortikosteroid
Penggunaan jangka panjang kortikosteroid dapat menyebabkan katarak subkapsular posterior.
Insidensinya berhubungan dengan dosis dan durasi pengobatan. Pembentukan katarak telah dilaporkan
setelah pemberian kortikosteroid melalui beberapa jalur, sistemik, topical, subkonjungtiva dan semprot
hidung.
Pada suatu penelitian pasien-pasien diterapi dengan prednisone oral dan diobservasi selama 1-4
tahun, 11% yang diterapi dengan prednisone 10 mg/hari mengalami katarak, 30% yang menerima 10-15
mg/hari dan 80% yang menerima lebih dari 15 mg/hari. Pada penelitian lain, setengah dari pasien-pasien
yang mendapatkan kortikosteroid topical setelah keratoplasti mengalami katarak setelah menggunakan
765 tetes dexamethason 0,1% selama periode 10,5 bulan.
Fenotiazin
Kelompok obat psikotropika, dapat menyebabkan deposit pigmen di epithelium lensa anterior
dalam bentuk konfigurasi aksial. Deposit ini dipengaruhi oleh dosis dan durasi pemberian obat. Deposit

lebih sering terlihat dengan penggunaan beberapa jenis fenotiazin, terutama klorpromazin dan thloridazin,
daripada jenis yang lainnya.
Miotikum
Antikolinesterase seperti echothiophate iodide dan demekarium bromide dapat menyebabkan
katarak. Insidensi katarak yang telah dilaporkan sebesar 20% pada pasien-pasien setelah 55 bulan
penggunaan pilokarpin dan 60% pada pasien-pasien setelah penggunaan posfolin iodide. Biasanya
katarak ini pertama kali tampak sebagai vakuola kecil di dalam dan sebelah posterior kapsul dan
epithelium lensa anterior. Katarak dapat berkembang ke korteks posterior dan nucleus lensa dapat
berubah juga. 2
Trauma Basa
Trauma basa pada permukaan okular sering menyebabkan timbulnya katarak, selain merusak
kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa mempenetrasi mata, menyebabkan peningkatan pH
aqueous dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat aqueos. Pembentukan katarak kortikal dapat terjadi
secara akut atau sebagai efek yang tertunda dari trauma kimia. Karena asam cenderung mempenetrasi
mata tidak semudah basa, trauma asam jarang menyebabkan pembentukan katarak. 2
Terapi
Pengobatan untuk katarak adalah pembedahan. Pembedahan dilakukan jika penderita tidak dapat
melihat dengan baik dengan bantuan kacamata untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Beberapa
penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan mengganti kacamatanya,
menggunakan kacamata bifokus yang lebih kuat atau menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak
mengganggu biasanya tidak perlu dilakukan pembedahan.
Indikasi operasi :
a. Pada bayi : kurang dari 1 tahun
Bila fundus tidak terlihat. Bila masih dapat dilihat, katarak dibiarkan saja
b. Pada usia lanjut

Indikasi klinis : kalau katarak menimbulkan penyulit seperti uveitis atau glaucoma,
meskipun visus masih baik untuk bekerja, perlu dilakukan operasi setelah keadaan
menjadi tenang

Indikasi visual : batasnya pada orang yang buta huruf 5/50, pada orang yang terpelajar
5/20

Dua macam pembedahan yang bisa digunakan untuk mengangkat lensa :


a. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsuler (EKEK)
Merupakan tindakan pembedahan pada lensa katarak, dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan mencegah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks lensa
dapat keluar melalui robekan tersebut. Robekan tersebut diambil melalui insisi limbus superior
yang lebarnya 140-1600. Insisi Limbus yang kecil akan mempermudah penyembuhan luka pasca
bedah. Setelah kapsul anterior dirobek dan diambil, inti dekstraksi, dan korteks lensa diirigasi dan
diaspirasi agar keluar dari mata, sedangkan kapsul posterior dipertahankan tetap pada tempatnya.
Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersamasama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa
intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glaucoma, mata dengan predisposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid
macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak seperti prolaps badan kaca.5
b. Ekstraksi Katarak Intrakapsuler (EKIK)
Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan pada zonulla
zinn telah rapuh atau berdegenerasi dan mudah diputus. Pada katarak ekstraksi intrakapsuler tidak
akan terjadi katarak sekunder. Pembedahan ini tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi pada
pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai ligament hialoidea kapsular. Penyulit
yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmat, glaucoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.1

UVEITIS
1. DEFINISI
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid yang disebabkan oleh infeksi, trauma,
neoplasia, atau proses autoimun.
2. KLASIFIKASI
Uveitis adalah peradangan atau inflamasi yang terjadi pada lapisan traktus uvealis yang
meliputi peradangan pada iris, korpus siliaris dan koroid. Klasifikasi uveitis dibedakan menjadi
empat kelompok utama, yaitu klasifikasi secara anatomis, klinis, etiologis, dan patologis.
Penyakit peradangan traktus uvealis umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan
usia pertengahan. Pada kebanyakan kasus penyebabnya tidak diketahui.
1. Klasifikasi berdasarkan Anatomis
a) Uveitis anterior
Merupakan inflamasi yang terjadi terutama pada iris dan korpus siliaris atau disebut juga
dengan iridosiklitis.
b) Uveitis intermediet
Merupakan inflamasi dominan pada pars plana dan retina perifer yang disertai dengan
peradangan vitreous.
c) Uveitis posterior
Merupakan inflamasi yang mengenai retina atau koroid.
d) Panuveitis
Merupakan inflamasi yang mengenai seluruh lapisan uvea.
2. Klasifikasi berdasarkan Klinis
a) Uveitis akut
Uveitis yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik.
b) Uveitis kronik
Uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan atau bertahuntahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik.
3. Klasifikasi berdasarkan Etiologis
a) Uveitis infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh infeksi virus, parasit, dan bakteri
b) Uveitis non-infeksius
Uveitis yang disebabkan oleh kelainan imunologi atau autoimun.
4. Klasifikasi berdasarkan patologis
a) Uveitis non-granulomatosa
Infiltrat dominan limfosit pada koroid.
b) Uveitis granulomatosa
Infiltrat dominan sel epiteloid dan sel-sel raksasa multinukleus

3. UVEITIS ANTERIOR
1.1 DEFINISI
Uveitis anterior merupakan peradangan iris dan bagian depan badan siliar (pars
plicata), kadang-kadang menyertai peradangan bagian belakang bola mata, kornea dan
sklera. Peradangan pada uvea dapat mengenai hanya pada iris yang disebut iritis atau
mengenai badan siliar yang di sebut siklitis. Biasanya iritis akan disertai dengan siklitis yang
disebut iridosiklitis atau uveitis anterior.
1.2 KLASIFIKASI
Menurut klinisnya uveitis anterior dibedakan dalam uveitis anterior akut yaitu uveitis
yang berlangsung selama < 6 minggu, onsetnya cepat dan bersifat simptomatik dan uveitis
anterior kronik uveitis yang berlangsung selama > 6 minggu bahkan sampai berbulan-bulan
atau bertahun-tahun, seringkali onset tidak jelas dan bersifat asimtomatik. Pada kebanyakan
kasus penyebabnya tidak diketahui.
Berdasarkan patologi dapat dibedakan dua jenis besar uveitis: yang nongranulomatosa (lebih umum) dan granulomatosa. Penyakit peradangan traktus uvealis
umumnya unilateral, biasanya terjadi pada oreng dewasa dan usia pertengahan. Uveitis nongranulomatosa terutama timbul di bagian anterior traktus uvealis ini, yaitu iris dan korpus
siliaris. Terdapat reaksi radang, dengan terlihatnya infiltrat sel-sel limfosit dan sel plasma
dengan jumlah cukup banyak dan sedikit mononuklear. Uveitis granulomatosa yaitu adanya
invasi mikroba aktif ke jaringan oleh bakteri. Dapat mengenai uvea bagian anterior maupun
posterior. Infiltrat dominan sel limfosit, adanya aggregasi makrofag dan sel-sel raksasa
multinukleus. Pada kasus berat dapat terbentuk bekuan fibrin besar atau hipopion di kamera
okuli anterior.
Perbedaan Uveitis granulomatosa dan non-granulomatosa
Onset

Non- Granulomatosa
Akut

Granulomatosa
Tersembunyi

Nyeri

Nyata

Tidak ada atau ringan

Fotofobia

Nyata

Ringan

Penglihatan Kabur

Sedang

Nyata

Merah Sirkumneal

Nyata

Ringan

Keratic precipitates

Putih halus

Kelabu besar (mutton

Pupil

Kecil dan tak teratur

fat)

Sinekia posterior

Kadang-kadang

Kecil dan tak teratur

Noduli iris

Tidak ada

Kadang-kadang

Lokasi

Uvea anterior

Kadang-kadang
Uvea anterior,
posterior,difus

Perjalanan penyakit

Akut

Kronik

Kekambuhan

Sering

Kadang-kadang

1.3 ETIOLOGI
Penyebab eksogen seperti trauma uvea atau invasi mikroorganisme atau agen lain dari
luar. Secara endogen dapat disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau
agen lain dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herper simpleks. Etiologi
uveitis dibagi dalam :
Berdasarkan spesifitas penyebab :
1. Penyebab spesifik (infeksi) Disebabkan oleh virus, bakteri, fungi, ataupun parasit yang
spesifik.
2. Penyebab non spesifik (non infeksi) atau reaksi hipersensitivitas
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas terhadap mikroorganisme atau antigen yang
masuk kedalam tubuh dan merangsang reaksi antigen antibodi dengan predileksi pada
traktus uvea.
Berdasarkan asalnya:
1. Eksogen : Pada umumnya disebabkan oleh karena trauma, operasi intraokuler, ataupun
iatrogenik.
2. Endogen : disebabkan idiopatik, autoimun, keganasan, mikroorganisme atau agen lain
dari dalam tubuh pasien misalnya infeksi tuberkulosis, herpes simpleks.
1.4 PATOFISIOLOGI
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh efek langsung suatu
infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya mengikuti suatu trauma
tembus okuli, walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi sebagai reaksi terhadap zat toksik
yang diproduksi oleh mikroba yang menginfeksi jaringan tubuh diluar mata.
Uveitis

yang

berhubungan

dengan

mekanisme

alergi

merupakan

reaksi

hipersensitivitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen) atau antigen dari dalam
(antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius.
Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu

setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas. Radang iris dan badan siliar menyebabkan
rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel
radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak
sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall).
Pada proses peradangan yang lebih akut, dapat dijumpai penumpukan sel-sel radang
berupa pus di dalam COA yang disebut hipopion, ataupun migrasi eritrosit ke dalam COA,
dikenal dengan hifema. Apabila proses radang berlangsung lama (kronis) dan berulang,
maka sel-sel radang dapat melekat pada endotel kornea, disebut sebagai keratic precipitate
(KP). Ada dua jenis keratic precipitate, yaitu :
1.

Mutton fat KP : besar, kelabu, terdiri atas makrofag dan pigmen-pigmen yang
difagositirnya, biasanya dijumpai pada jenis granulomatosa.

2.

Punctate KP : kecil, putih, terdiri atas sel limfosit dan sel plasma, terdapat pada jenis
non granulomatosa.
Apabila tidak mendapatkan terapi yang adekuat, proses peradangan akan berjalan terus

dan menimbulkan berbagai komplikasi. Sel-sel radang, fibrin, dan fibroblas dapat
menimbulkan perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior yang disebut sinekia
posterior, ataupun dengan endotel kornea yang disebut sinekia anterior. Dapat pula terjadi
perlekatan pada bagian tepi pupil, yang disebut seklusio pupil, atau seluruh pupil tertutup
oleh sel-sel radang, disebut oklusio pupil.
Perlekatan-perlekatan tersebut, ditambah dengan tertutupnya trabekular oleh sel-sel
radang, akan menghambat aliran akuos humor dari bilik mata belakang ke bilik mata depan
sehingga akuos humor tertumpuk di bilik mata belakang dan akan mendorong iris ke depan
yang tampak sebagai iris bombans (iris bombe). Selanjutnya tekanan dalam bola mata
semakin meningkat dan akhirnya terjadi glaukoma sekunder.
Pada uveitis anterior juga terjadi gangguan metabolisme lensa yang menyebabkan
lensa menjadi keruh dan terjadi katarak komplikata. Apabila peradangan menyebar luas,
dapat timbul endoftalmitis (peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di
dalamnya dengan abses di dalam badan kaca) ataupun panoftalmitis (peradangan seluruh
bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon sehingga bola mata merupakan rongga abses).
Bila uveitis anterior monokuler dengan segala komplikasinya tidak segera ditangani,
dapat pula terjadi symphatetic ophtalmia pada mata sebelahnya yang semula sehat.
Komplikasi ini sering didapatkan pada uveitis anterior yang terjadi akibat trauma tembus,
terutama yang mengenai badan silier.

1.5 MANIFESTASI KLINIS


Keluhan pasien dengan uveitis anterior adalah mata sakit, mata merah, fotofobia,
penglihatan turun ringan dengan mata berair. Keluhan sukar melihat dekat pada pasien
uveitis dapat terjadi akibat ikut meradangnya otot-otot akomodasi. Dari pemeriksaan mata
dapat ditemukan tanda antara lain : Hiperemia perikorneal, yaitu dilatasi pembuluh darah
siliar sekitar limbus, dan keratic precipitate. Pada pemeriksaan slit lamp dapat terlihat flare
di bilik mata depan dan bila terjadi inflamasi berat dapat terlihat hifema atau hipopion. Iris
edema dan warna menjadi pucat, terkadang didapatkan iris bombans. Dapat pula dijumpai
sinekia posterior ataupun sinekia anterior. Pupil kecil akibat peradangan otot sfingter pupil
dan terdapatnya edema iris. Lensa keruh terutama bila telah terjadi katarak komplikata.
Tekanan intra okuler meningkat, bila telah terjadi glaukoma sekunder. Pada proses akut
dapat terjadi miopisi akibat rangsangan badan siliar dan edema lensa. Pada uveitis nongranulomatosa dapat terlihat presipitat halus pada dataran belakang kornea. Pada uveitis
granulomatosa dapat terlihat presipitat besar atau mutton fat noduli Koeppe (penimbunan sel
pada tepi pupil) atau noduli Busacca (penimbunan sel pada permukaan iris).
4.

UVEITIS INTERMEDIATE
Uveitis intermediate disebut juga uveitis perifer atau pars planitis adalah peradangan
intraokular terbanyak kedua. Tanda uveitis intermediet yang terpenting yaitu adanya peradangan
vitreus. Uveitis intermediet biasanya bilateral dan cenderung mengenai pasien remaja akhir atau
dewasa muda. Pria lebih banyak yang terkena dibandingkan wanita. Gejala- gejala yang khas
meliputi floaters dan penglihatan kabur. Nyeri, fotofobia dan mata merah biasanya tidak ada atau
hanya sedikit. Temuan pemeriksaan yang menyolok adalah vitritis seringkali disertai dengan
kondensat vitreus yang melayang bebas seperti bola salju (snowballs) atau menyelimuti pars
plana dan corpus ciliare seperti gundukan salju (snow-banking). Peradangan bilik mata depan
minimal tetapi jika sangat jelas peradangan ini lebih tepat disebut panuveitis. Penyebab uveitis
intermediate tidak diketahui pada sebagian besar pasien, tetapi sarkoidosis dan multipel sklerosis
berperan pada 10-20% kasus. Komplikasi uveitis intermediate yang tersering adalah edema
makula kistoid, vaskulitis retina dan neovaskularisasi pada diskus optikus.

5.

UVEITIS POSTERIOR
Uveitis posterior adalah peradangan yang mengenai uvea bagian posterior yang meliputi
retinitis, koroiditis, vaskulitis retina dan papilitis yang bisa terjadi sendiri-sendiri atau secara
bersamaan. Gejala yang timbul adalah floaters, kehilangan lapang pandang atau scotoma,

penurunan tajam penglihatan. Sedangkan pada koroiditis aktif pada makula atau papillomacular
bundle menyebabkan kehilangan penglihatan sentral dan dapat terjadi ablasio retina.
6. KOMPLIKASI
Komplikasi dari uveitis dapat berupa :
a. Glaucoma, peninggian tekanan bola mata
Pada uveitis anterior dapat terjadi sinekia posterior sehingga mengakibatkan hambatan aliran
aquos humor dari bilik posterior ke bilik anterior. Penumpukan cairan ini bersama-sama
dengan sel radang mengakibatkan tertutupnya jalur dari out flow aquos humor sehigga
terjadi glaucoma. Untuk mencegahnya dapat diberikan midriatika.
b. Katarak
Kelainan polus anterior mata seperti iridosiklitis yang menahun dan penggunaan terapi
kortikosteroid pada terapi uveitis dapat mengakibatkan gangguan metabolism lensa sehingga
menimbulkan katarak. Operasi katarak pada mata yang uveitis lebih komplek lebih sering
menimbulkan komplikasi post operasi jika tidak dikelola dengan baik. Sehingga dibutuhkan
perhatian jangka panjang terhadap pre dan post operasi. Operasi dapat dilakukan setelah 3
bulan bebas inflamasi. Penelitian menunjukan bahwa fakoemulsifikasi dengan penanaman
IOL pada bilik posterior dapat memperbaiki visualisasi dan memiliki toleransi yang baik
pada banyak mata dengan uveitis.
c. Sinekia posterior perlekatan antara iris dengan kapsul lensa bagian anterior akibat sel-sel
radang, fibrin, dan fibroblas.
d. Sinekia anterior perlekatan iris dengan endotel kornea akibat sel-sel radang, fibrin, dan
fibroblas.
e. Seklusio pupil perlekatan pada bagian tepi pupil
f.

Oklusio pupil seluruh pupil tertutup oleh sel-sel radang

g. Endoftalmitis peradangan supuratif berat dalam rongga mata dan struktur di dalamnya
dengan abses di dalam badan kaca akibat dari peradangan yang meluas.
h. Panoftalmitis peradangan pada seluruh bola mata termasuk sklera dan kapsul tenon
sehingga bola mata merupakan rongga abses.
i.

Ablasio retina

Katarak Senilis
Katarak Senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia
di atas 50 tahun. Pada katarak senilis terjadi penurunan penglihatan secara bertahap dan lensa

mengalami penebalan secara progresif. Katarak senilis menjadi salah satu penybeab kebutaan di
dunia saat ini.
2.2.1 Etiologi
Penyebab sebenarnya dari katarak senilis belum diketahuidan pada kasus-kasus yang
ditemukan biasanya bersifat familial, jadi sangat penting untuk mengetahui riwayat keluarga
pasien secara detil.
2.2.2 Epidemiolgi
Katarak merupakan penyebab utama kebutaan (WHO). Sebanyak tujuh belas juta
populasi dunia mengidap kebutaan yang disebabkan oleh katarak dan dijangka menjelang tahun
2020, angka ini akan meningkat menjadi empat puluh juta. Katarak senilis merupakan bentuk
katarak yang paling sering ditemukan. 90% dari seluruh kasus katarak adalah katarak senilis.
Sekitar 5 % dari golongan usia 70 tahun dan 10% dari golongan usia 80 tahun harus menjalani
operasi katarak.
2.2.3 Patofisiologi
Patofisiologi katarak senilis sangat kompleks dan belum sepenuhnya diketahui. Diduga
adanya interaksi antara berbagai proses fisiologis berperan dalam terjadinya katarak senilis dan
belum sepenuhnya diketahui. Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan
menjadi tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa
akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus untuk melihat benda dekat
berkurang. Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa yang
mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada saat ini terjadi
perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat molekul yang tinggi dan
mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga memantulkan sinar masuk dan
mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia ini juga diikut dengan pembentukan pigmen
pada nuklear lensa.
Pada keadaan normal lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia lensa
mata dapat mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat
menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang. Kekeruhan lensa
mengakibatkan lensa tidak transparan sehingga pupil berwarna putih dan abu-abu./ Kekeruhan ini
juga dapat ditemukan pada berbagai lokalisasi di lensa seperti korteks dan nukleus. Fundus okuli

menjadi semakin sulit dilihat seiring dengan semakin padatnya kekeruhan lensa bahkan reaksi
fundus bisa hilang sama sekali. Miopia tinggi, merokok, konsumsi alkohol dan paparan sinar UV
yang tinggi menjadi faktor risiko perembangan katarak sinilis.
2.2.4 Klasifikasi katarak senilis
Berdasarkan morfologinya katarak senilis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Katarak Nuklear
2. Katarak Kortikal
3. Katarak Subkapsular Posterior
Katarak Nuklear
Pada katarak Nuklear terjadi sklerosis pada nukleus lensa dan menjadikan nukleus lensa
menjadi berwarna kuning dan opak. Katarak yang lokasinya terletak pada bagian tengah lensa atau
nukleus. Nukleus cenderung menjadi gelap dan keras (sklerosis), berubah dari jernih menjadi
kuning sampai coklat. Progresivitasnya lambat. Bentuk ini merupakan bentuk yang paling banyak
terjadi. Pandangan jauh lebih dipengaruhi daripada pandangan dekat (pandangan baca), bahkan
pandangan baca dapat menjadi lebih baik.
Pada katarak kortikal terjadi perubahan komposisi ion dari korteks lensa serta komposisi air
dari serat-serat pembentuk lensa. Katarak menyerang lapisan yang mengelilingi nukleus atau
korteks. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya lambat, tetapi lebih
cepat dibandingkan katarak nuklear. Terdapat wedge-shape opacities/cortical spokes atau gambaran
seperti ruji. Keluhan yang biasa terjadi yaitu penglihatan jauh dan dekat terganggu, penglihatan
merasa silau.
Katarak Subkapsular Posterior atau Kupuliformis
Pada katarak subkapsular posterior terjadi peningkatan opasitas pada bagian lensa
belakang secara perlahan. Biasanya mulai timbul sekitar usia 40-60 tahun dan progresivitasnya
lebih cepat. Bentuk ini lebih sering menyerang orang dengan diabetes, obesitas atau pemakaian
steroid jangka panjang. Katarak ini menyebabkan kesulitan membaca, silau, pandangan kabur
pada kondisi cahaya terang.
2.2.5 Stadium katarak senilis

Katarak senilis secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien, imatur, matur, dan
hipermatur.
Perbedaan stadium katarak senile.
Insipien
Ringan
Normal

Kekeruhan
Cairan Lensa

Iris
Normal
Bilik Mata Depan Normal
Sudut Bilik Mata
Normal
Shadow Test
Negatif
Penyulit
1. Katarak Insipien

Imatur
Sebagian
Bertambah
masuk)
Terdorong
Dangkal
Sempit
Positif
Glaukoma

(air

Matur
Seluruh
Normal

Hipermatur
Masif
Berkurang

Normal
Normal
Normal
Negatif
-

lensa keluar)
Tremulans
Dalam
Terbuka
Pseudopos
Uveitis+glaukoma

(air+masa

Pada stadium ini kekeruhan lensa tidak teratur, tampak seperti bercak-bercak yang
membentuk gerigi dangan dasar di perifer dan daerah jernih di antaranya. Kekeruhan biasanya
terletak di korteks anterior dan posterior. Kekeruhan ini pada awalnya hanya nampak jika pupil
dilebarkan. Pada stadium ini terdapat keluhan poliopia yang disebabkan oleh indeks refraksi yang
tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang menetap untuk waktu yang lama.

2. Katarak Imatur
Pada katarak imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal, tetapi belum mengenai seluruh
lapisan lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada lensa. Terjadi penambahan
volume lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada keadaan
lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, mendorong iris ke depan,
mengakibatkan bilik mata dangkal sehingga terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau sahdow test, maka akan terlihat bayangn iris pada lensa,
sehingga hasil uji shadow test (+).
3. Stadium Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang degeneratif menyerap
air. Masuknya air ke dalam lensa menyebabkan lensa menjadi bengkak dan besar yang akan
mendorong iris sehingga bilik mata menjadi dangkal dibandingkan dalam keadaan normal.

Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan menyebabkan myopia
lentikular
4. Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh lensa. Proses degenerasi yang
berjalan terus maka akan terjadi pengeluaran air bersama hasil disintegrasi melalui kapsul,
sehingga lensa kembali ke ukuran normal. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal
kembali. Tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
5. Katarak Hipermatur
Merupakan proses degenerasi lanjut lensa, sehingga masa lensa yang mengalami
degenerasi akan mencair dan keluar melalui kapsul lensa. Lensa menjadi mengecil dan berwarna
kuning. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai kapsul yang tebal, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan sekantong susu
dengan nukleus yang terbenam di korteks lensa. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.
Uji bayangan iris memberikan gambaran pseudopositif. Cairan / protein lensa yang keluar dari
lensa tersebut menimbulkan reaksi inflamasi dalam bola mata karena di anggap sebagai benda
asing. Akibatnya dapat timbul komplikasi uveitis dan glaukoma karena aliran melalui COA
kembali terhambat akibat terdapatnya sel-sel radang dan cairan / protein lensa itu sendiri yang
menghalangi aliran cairan bola mata.
2.2.6 Tanda dan gejala
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yang lengkap.
Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau berangsurangsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan tajam penglihatan dengan pin-hole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tigkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar belakang
yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap lampu mobil yang

berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam hari. Keluhan ini sering kali
muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui perbedaanperbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan tempat. Cara ini akan
lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini diketahui lebih bagus daripada
menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui kepastuian fungsi penglihatan; namun uji ini
bukanlah indikator spesifik hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien presbiopia pada
kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan kedua. Namun
setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa nyaman ini berangsur
menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear. Perkembangan miopisasi
yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi,
dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, kadang-kadang penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada siang
hari atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita katarak kortikal
perifer kadang-kadang mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang dibanding pada
sinar redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul atau
bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat disekeliling
sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang keruh,
menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular dengan cover test
dan pin hole.

9. Perubahan persepsi warna


Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi warna,
yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding warna sebenarnya.
10. Bintik hitam
Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada lapang
pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang sering bergerakgerak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata.Edisi ketiga. FKUI. Jakarta : 2007


2. Leo. Lens and Cataract. Ed 11. Jakarta : 2004
3. Vaughan Daniel, Asbury Taylor : Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya Medika. Jakarta :
2000
4. Wijaya N. Ilmu Penyakit Mata. Abadi Tegal. Jakarta : 1993

Anda mungkin juga menyukai